Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan program khusus yang harus
dilaksanakan oleh Program Studi S1 Farmasi STIKES Salsabila Serang sesuai dengan
kurikulum 2021. Program ini dilaksanakan di luar sekolah dalam bentuk praktek kerja
di dunia usaha/industri (Instansi) dengan mempertimbangkan struktur program
kurikulum, kalender pendidikan, dan kesediaan dunia usaha/industry (Instansi) untuk
dapat menerima PKL ini.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dimaksud untuk mendekatkan siswa kepada
tuntunan kerja/industri, yang sekaligus diharapkan mampu memberikan umpan balik
kepada pihak dunia kerja/industri, maupun sekolah sebagai lembaga pelaksana
pendidikan formal, sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang standar
kualifikasi lulusan Program Studi S1 Farmasi STIKES Salsabila Serang yang sesuai
kebutuhan pasar kerja di dunia usaha/industri serta masukan-masukan berarti bagi
pengembangan mutu pendidikan khususnya di Program Studi S1 Farmasi STIKES
Salsabila Serang.
Adapun pengertian dari Apotek dalam Permenkes No. 73 Tahun 2016 ayat (1) ialah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
Dalam hal ini, Apotek adalah sebagai wadah Mahasiswa dalam meningkatkan skill
dalam upaya pengabdian dan pelayanan kefarmasian terhadap masyarakat, yang diawasi
serta dibimbing langsung oleh Apoterker Penanggungjawab Apotek tersebut.
Sebagaimana pelayanan yang dimaksud dalam ayat (2) disebutkan tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian, Standar Pelayanan Kefarmasian merupakan tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian. Oleh karena itu, Mahasiswa dituntut untuk memberikan
pelayanan terhadap masyarakat sebagai tolak ukur skill yang dimiliki dalam dunia kerja.

1
Begitupun dalam ayat (3) Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

1.2 Tujuan PKL apotek


Tujuan PKL meliputi:
1. Untuk membandingkan teori yang didapat dengan yang dilaksanakan di
lapangan.
2. Untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam dunia kesehatan, khususnya
kefarmasian di apotek FIFA FARMA.

1.3 Fungsi PKL Apotek


Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini bukan saja berguna bagi mahasiswa, tetapi juga
berguna bagi pihak Sekolah Tinggi dan Instansi tersebut. Berikut ini adalah kegunaan
dari Praktik Kerja Lapangan (PKL), diantaranya:

1. Bagi Mahasiswa
Sebagai kegiatan keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan program kerja
pada perusahaan/instansi yang digunakan sebagai tempat praktek. Melalui praktek
inilah mahasiswa mendapatkan pengalaman nyata serta sebagai permasalahan yang
dihadapi dalam dunia kerja. Selain itu mahasiswa juga akan mempunyai rasa
tanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan dan menjaga profesinya.
2. Bagi Perguruan/Sekolah Tinggi
Sebagai rekan kerjasama dalam menjalin kerjasama kemitraan dan
mempromosikan Perguruan/Sekolah Tinggi dalam dunia perusahaan tersebut.

3. Bagi Tempat PKL


Perusahaan dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja lepas yang berwawasan
akademis untuk membantu operasional perusahaan tersebut. Selain itu laporan
PKL yang didapat dari mahasiswa tersebut dapat digunakan sebagai sumber

2
informasi mengenai situasi umum perusahaan tersebut.

1.4 Lokasi Dan Waktu


Lokasi Jl. Raya Labuan KM 23 Kampung Pasar
Sodong, Desa Sindanghayu, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang-
Banten, Kegiatan PKL dilaksanakan pada semester ganjil dan berlangsung
selama 1 bulan, untuk Gelombang I dilaksanakan mulai dari 01 Agustus
sampai dengan 31 Agustus 2021, dan Gelombang II dilaksanakan mulai
dari 01 September sampai dengan 30 September. Adapun waktu
pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan sesuai dengan jam kerja di Apotek
FIFA FARMA, adalah sebagai berikut :

 Shift 1 Hari : Kamis – Senin


Pukul : 06.00 - 14.00
Hari : Selasa
Pukul : 21.00–06.00 (Program Apotek 24 jam)
Hari :Rabu (Libur)

 Shift Hari : Jumat - Selasa


Pukul : 06.00 - 14.00
Hari : Rabu
Pukul : 21.00–06.00 (Program Apotek 24 jam)
Hari : Kamis (Libur)

Praktek Kerja Lapangan di Apotek FIFA FARMA dilakukan terhitung 25 hari


dalam 1 bulan, 4 hari diantaranya program 24 jam yang dilakukan 1x dalam 1 minggu.
Shift I dilakukan Program Apotek 24 jam pada hari Selasa dan libur pada hari Rabu.
Sedangkan, Shift II dilakukan program tersebut. pada hari Rabu dan libur pada hari
Kamis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Apotek
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 menyatakan bahwa Apotek adalah
sasaran pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian apotek
(anonim, 2009). Berdasarkan pengertian pengertian di atas dapat diketahui bahwa
apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain itu
juga sebagai salah satu tempat pengabdian-pengabdian dan praktek profesi Apoteker
dalam melakukan Pekerjaan kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2006).

B. Tugas dan Fungsi Apotek


Menurut PP No. 51 tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:
1. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah
Jabatan.
2. Sarana yang digunakan untuk malaksanakan pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan memproduksi sedian farmasi antara lain obat, bahan
obat, kosmetik.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelola
obat dan pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

C. Persyaratan Apotek
Menurut Permenkes Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik perlu disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum.

4
Berikut beberapa aturan terkait pendirian apotek:
1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.

Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:


1. Lokasi;
2. Bangunan;
3. Sarana, prasarana, peralatan dan ketenagaan.

Terkait perizinan, setiap apotek masih membutuhkan Surat Izin Apotek (SIA),
yakni
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa SIA.
4. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.

D. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek adalah manajemen farmasi yang diterapkan di apotek.Sekecil
apapun suatu apotek,sistem manajemen nya akan terdiri atas beberapa tipe
manajemen farmasi ,yaitu:
1. Manajemen keuangan, tentunya berkaitan dengan pengeloaan keuangan, keluar
masuknya uang, penerimaan, pengeluaran,dan perhitungan.
2. Manajemen pembelian, meliputi pengelolaan defekta, pengelolaan vendor,
pemilihan item barang yang harus dibeli dengan memperhatikan FIFO dan
FEFO, kinetika arus barang, serta pola epidemiologi masyarakat sekitar apotek.

5
3. Manajemen penjualan, meliputi pengelolaan penjualan tunai, kredit, kontraktor.
4. Manajemen persedian barang, meliputi pengelolaan gudang, persediaan bahan
racikan, kinetika arus barang, manajemen persediaan barang berhubungan
langsung dengan manajemen pembelian.
5. Manajemen pemasaran, berkaitan dengan pengelolaan dan teknik pemasaran
untuk meraih pelanggan sebanyak-banyaknya. Manajemen pemasaran ini
tampak pada apotek modern, tetapi pada apotek-apotek konvensional.
6. Manajemen khusus, merupakan manajemen khas yang diterapkan apotek sesuai
dengan kekhasannya, contohnya pengelolaan untuk apotek yang dilengkapi
dengan laboratorium klinik, apotek dengan swalayan, dan apotek yang
berkerjasama dengan balai pengobatan, dan lain-lain.

E. Pelayanan Apotek
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan
obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) mengacu kepada
pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang hanya semula hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komuniti menjadi pelayanan yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan
interaksi langsung dengan pasien.

1. Sumber Daya Manusia(SDM)


Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang
apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker senantiasa harus
memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik,mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi,
menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multi disipliner, kemampuan
mengelola SDM secara efektif,selalu belajar sepanjang karir dan membantu
memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

6
2. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah dengan mudah dikenali oleh masyarakat.Pada
halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek
harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas
pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukan
integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Apotek harus memiliki:


a) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan
brosur/materi informasi.
c) Ruangan untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi
serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d) Ruang racikan
e) Tempat pencucian alat.

3. Sedian Farmasi dan Pembekalan Kesehatan lainnya


Pengelolaan persediaan farmasi dan pembekalan kesehatan lainnya dilakukan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, meluputi:
a. Perencanaan
b. Pengadaan
c. Penyimpanan
d. dan pelayanan
Pengeluaran obat dengan memakai system FIFO (First In First Out) dan FEFO
(First Expire First Out).

7
4. Adminitrasi
Administrasi umum meliputi:
a. Pencatatan
b. Pengarsipan
c. pelaporan narkotika-psikotropika, dan
d. dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Adminitrasi khusus meliputi:


a. Pengarsipan resep
b. pengarsipan catatan
c. pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

5. Pengaturan Perundang-undangan bidang Apotek


a. Menurut PP No. 26 tahun 1965 tentang apotek Pasal 1, yang dimaksud dengan
apotik dalam peraturan pemerintah ini ialah suatu tempat tertentu, dimana
dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian.
b. Menurut UU No. 41 tahun 90 pasal 1 ayat 2, apotek adalah tempat dilakukannya
pembuatan,pengelohan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya.

8
BAB III
APOTEK FIFA FARMA

A. Latar Belakang Apotek FIFA Farma


Apotek Fifa Farma terletak di Jl. Raya labuan Km. 23 Kp. Pasar Sodong
Kelurahan Sindanghayu Kecamatan Saketi kabupaten pandeglang – Banten.
Apotek Fifa Farma berdiri sejak 10 Oktober tahun 2015. Apotek Fifa Farma
merupakan tanah dataran dimana Sebagian besar lahannya merupakan area
pemukiman penduduk, sarana Pendidikan dan perdagangan. Wilayah Apotek
Fifa Farma merupakan sandaran pelayanan kesehatan yang pendorongnya
didukung oleh masyarakat sekitar Kelurahan Sindanghayu. Terdapat 2
Puskesmas milik pemerintah, serta beberapa Dokter Praktik Mandiri dan BPM
(Bidan Praktik Mandiri).
Apotek Fifa Farma didirikan di pinggir jalan raya utama yang sangat strategis
karena terletak didepan pasar yang aktif pada hari senin dan kamis, dakat dengan
kantor kelurahan, pondok pesantren dan fasilitas Pendidikan umum.
Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan, maka kami mencoba memberikan
layanan kesehatan pada masyarakat, perusaaan/industri. Untuk itu Apotek Fifa
Farma yang fokus mendirikan pada layanan kesehatan masyarakat,
perusaaan/industri untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang terjangkau, bagi Apotek Fifa Farma bukan semata mata
keuntungan yang akan di dapatkannya dalam mendirikan Apotek Fifa Farma ini,
namun bagaimana Apotek Fifa Farma dapat memberikan bukti kepada
masyarakat dengan cara pelayanan yang baik dan memberikan manfaat
kesehatan bagi masyarakat.
Apotek Fifa Farma yang merupakan Klinik satu-satu nya yang berada di
kelurahan Sindanghayu, berusaha memenuhi tuntutan tersebut sebagai
pelaksanaan tugas pokok melayani masyarakat.

9
Dengan adanya Apotek Fifa Farma yang terletak sangat startegis dapat
membantu meringankan beban masyarakat baik yang mampu atau kurang
mampu dan membeda-bedakan disekitar wilayah Kecamatan Saketi dan pada
umum.

B. Sejarah Apotek FIFA Farma


Apotek FIFA Farma berdiri sejak 10 Oktober tahun 2015. Apotek FIFA
Farma merupakan tanah dataran dimana Sebagian besar lahannya merupakan
area pemukiman penduduk, sarana Pendidikan dan perdagangan. Wilayah
Apotek FIFA Farma merupakan sandaran pelayanan kesehatan yang
pendorongnya didukung oleh masyarakat sekitar Kelurahan Sindanghayu.
Terdapat 2 Puskesmas milik pemerintah, serta beberapa Dokter Praktik Mandiri
dan BPM (Bidan Praktik Mandiri).
Apotek FIFA Farma didirikan di pinggir jalan raya utama yang sangat
strategis karena terletak didepan pasar yang aktif pada hari senin dan kamis,
dakat dengan kantor kelurahan, pondok pesantren dan fasilitas Pendidikan
umum.
Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan, maka kami mencoba memberikan
layanan kesehatan pada masyarakat, perusaaan/industri. Untuk itu Apotek FIFA
Farma yang fokus mendirikan pada layanan kesehatan masyarakat,
perusaaan/industri untuk mempermudah masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang terjangkau, bagi Apotek FIFA Farma bukan semata mata
keuntungan yang akan di dapatkannya dalam mendirikan Apotek FIFA Farma
ini, namun bagaimana Apotek FIFA Farma dapat memberikan bukti kepada
masyarakat dengan cara pelayanan yang baik dan memberikan manfaat
kesehatan bagi masyarakat.
Apotek FIFA Farma yang merupakan apotek satu-satu nya yang berada di
kelurahan Sindanghayu, berusaha memenuhi tuntutan tersebut sebagai
pelaksanaan tugas pokok melayani masyarakat.

10
Dengan adanya Apotek FIFA Farma yang terletak disekitar wilayah
Kecamatan Saketi dengan sangat startegis dapat membantu meringankan beban
masyarakat baik yang mampu atau kurang mampu.

C. Visi dan Misi Apotek FIFA Farma


1. Visi Apotek FIFA Farma
“Menjadi Apotek Pendidikan Islami Modern dan sebagai percobaan di
daerah pandeglang pada khususnya dan masyarakat umumnya.”
2. Misi Apotek FIFA Farma
a. Melakukan apotek kefarmasian menurut undang-undang dasar
b. Melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan dalam melakukan
outcome keadaan klinis pasien
c. Melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah maupun universitas yang
berada di lingkungan provinsi banten khususnya negara indonesia pada
umumnya.
d. Melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah maupun universitas yang
berada di lingkungan provinsi banten khususnya negara indonesia pada
umumnya.

11
D. Struktur Organisasi

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Apotek FIFA Farma

12
E. Tata Ruang Apotek

Gambar 3.2 Tata Ruang Apotek FIFA Farma


Keterangan :
Tempat Skrining Resep dan Pelayanan Obat
Etalase Obat, BMHP dan Kosmetik
Tempat Pelayanan Administrasi dan Penerimaan Barang
Gudang, dan tempat pengambilan Obat/Barang
Etalase persediaan Obat dan Barang

F. Kegiatan Apotek FIFA Farma


1. Kegiatan Pelayanan Kefarmasian Apotek FIFA Farma
Berikut kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Apotek FIFA Farma diantaranya :
a. Pelayanan Swamedikasi
Apoteker Penanggungjawab Apotek (APA) atau Karyawan memberikan
pelayanan langsung kepada pasien terdiri dari pelayanan obat dengan resep
dokter dan obat-obat bebas tanpa resep dokter yang terkait dengan sediaan
farmasi yang akan di gunakan oleh pasien.

13
b. Pengecekan Kadar gula, Kolesterol, dan Asam urat
Apotek FIFA Farma dapat melayani pengecekan kadar gula darah,
kolesterol, dan asam urat dengan menggunakan alat Easy touch GCU oleh
Apoteker atau Karyawan yang ada di apotek.
c. Pengecekan tekanan Hipertensi
Apotek FIFA Farma bisa melakukan pengukuran tensi darah mengunakan
Tensimeter Omron oleh APA atau Karyawan yang ada di Apotek.

2. Kegiatan Mahasiswa di Apotek FIFA Farma


1. Kegiatan umum mahasiswa di Apotek FIFA Farma
Adapun kegiatan umum yang dilakukan selama Praktek Kerja
Lapangan di Apotek FIFA Farma, diantaranya adalah :
a. Perkenalan diri, Karyawan/wati, Tata ruang, dan Obat.
b. Menghafal dan mengerjakan tugas yg diberikan pembimbing
lapangan.
c. Bimbingan dengan pembimbing lapangan dan pembimbing STIKES
Salsabila Serang
d. Belajar membaca resep.
e. Skrining dan mengerjakan resep, dimulai dari membungkus,
menyerahkan obat, dan memberi informasi tentang cara pemakaian
obat.
f. Menulis faktur.
g. Membantu Tenaga Teknis Kefarmasian mendefekta barang.
h. Menerima dan menyimpan barang yang baru datang.
i. Stok Opname dan mengisi stok obat yang kosong.
j. Melayani masyarakat.

14
2. Rincian Kegiatan Mahasiswa di Apotek FIFA Farma
a) Pada minggu pertama, Mahasiswa mendapatkan pengarahan dan
tugas menghafalkan tata ruang dan tempat obat yang ditata dengan
metode alfabetis dan farmakologi.
b) Pada minggu kedua Mahasiswa/Praktikan mendapatkan pengarahan
dan tugas menghafalkan Penggolongan Obat berdasarkan Jenisnya,
dan pada minggu kedua ini Mahasiswa juga diberi tugas memahami
SOP, Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, BMHP, Suplemen kesehatan
dan Penggolongan Obat berdasarkan Farmakologinya.
c) Pada Minggu Ketiga Mahasiswa di berikan tugas pembuatan Video
dan dipersilahkan melakukan PIO, pada minggu ketiga ini juga
diberikan tugas tentang Defekta, Surat Pesanan, Pengelolaan, Faktur,
beserta PBF dan BPOM.
d) Pada minggu terakhir atau minggu keempat, Mahasiswa diberi tugas
menghitung harga jual obat/barang di apotek, juga membukukan
obat/barang yang terjual ke dalam buku online dan offline.

A. Pengenalan Tempat Obat

Gambar 3.3 Tempat Obat FIFA Farma

15
Keterangan :
Etalase Gol. Obat Bebas
Etalase Gol. Obat Bebas Terbatas dan Keras
Etalase Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Etalase Suplemen makanan dan Vitamin
Etalase Gol. Obat Jamu dan Obat Terapi
Etalase Gol. Obat Sirup/untuk anak & balita
Etalase BMHP, Alat bantu anak/balita & Kontrasepsi
Etalase Gudang Obat Bebas, Bebas Terbatas, Keras dan Terapi
Etalalase Gudang Obat Suplemen makanan, Vitamin dan Jamu
Etalase Gudang Obat Narkotika dan Psikotropika

B. Standar Prosedur Operasional (SPO)


Standar Prosedur Operasional/Standar Operasional Prosedur adalah suatu
alur/cara kerja yang sudah ter-standarisasi. Standar Operasional Prosedur ini
memiliki kekuatan sebagai suatu petunjuk. Hal ini mencakup hal-hal dari
operasi yang memiliki suatu prosedur tertulis yang pasti. Beberapa SPO
yang berlaku ialah sebagai berikut :
1. Standar Operasional Prosedur : Penerimaan Resep
a. Resep diterima
b. Memeriksa kebenaran dokter yang tertera dalam resep (jika
meragukan segera hubungi dokternya).
c. Memeriksa kebenaran pasien yang tertera dalam resep (cek nama,
umur dan alamat), jika tidak sesuai dengan pasien dimaksud
dikonfirmasi pada penulis resep atau ditolak.
d. Memastikan sediaan farmasi-alkes sesuai dengan tujuan terapi pasien,
jika tidak sesuai diperbaiki atau dikonfirmasi pada penulis
resep/ditolak tergantung dari situasi dan besar kecilnya ketidak
sesuaian tersebut.

16
e. Mengecek ketersediaan sediaan farmasi-alkes di apotek dengan yang
tertulis di resep.
(1)Jika sediaan farmasi-alkes tidak tersedia atau habis stoknya maka
sediaan farmasi-alkes pada resep tidak diberi harga dan diberi
tanda (*)
(2)Sediaan farmasi-alkes yang tertulis di resep tersedia stoknya di
apotek maka sediaan farmasi-alkes tersebut di cek harganya di
catatan list harga.
f. Jika ada sediaan farmasi-alkes yang tidak tersedia di apotik, pasien
dan atau dokter diberitahu termasuk alternatif pengganti jika ada.
g. Memberitahukan harga yang harus dibayar
(1) Pasien diminta membayar jika ia setuju dengan harga yang harus
dibayar
(2) Jika Pasien tidak membawa uang yang cukup, apoteker harus
bertindak terutama untuk antibiotik, jika harga obat terlalu mahal
bagi pasien maka apoteker menghubungi dokter dan
mengkonsultasikan dengan dokter penulis resep untuk mengganti
antibiotik tersebut dengan nama dagang yang harganya mampu
dibayar oleh pasien atau ditawarkan pada pasien secara langsung
untuk diganti dengan merek lain yang lebih murah.
h. Ketika harga sudah sesuai terjadi pembayaran
i. Memberi nomor urut yang sesuai dengan nomor resep pada pasien
dengan tujuannya.
(1) Agar tidak terjadi kesalahan pada penerimaan sediaan farmasi-
alkes
(2) Sebagai nomor antrian pasien agar lebih teratur dan tertib.
(3) untuk mempermudah dalam pengecekan jika ada sesuatu sebagai
nomor resep yang masuk di apotek.
j. Nomor antrian di berikan pada pasien yang bersangkutan, selanjutnya
ditukar dengan obatnya setelah proses penyiapan selesai.

17
2. Standar Prosedur Operasional (SOP) Penyiapan dan Labeling Sediaan
Farmasi-Alat Kesehatan
a. Sediaan Farmasi –Alat Kesehatan diambil dari rak.
b. Item, jumlah dan kekuatan Sediaan Farmasi –Alat Kesehatan yang
diambil harus sesuai dengan resep.
c. Setiap pengambilan Sediaan Farmasi-Alat Kesehatan, harus mencatat
pada masing-masing kartu stok.
d. Setelah semua Sediaan Farmasi-Alat Kesehatan pada resep disiapkan,
ditulis etiket pada masing-masing Sediaan Farmasi-Alat Kesehatan.
e. Untuk Sediaan Farmasi yang penggunaannya secara per oral, etiket
yang digunakan adalah etiket berwarna putih, sedangkan Sediaan
Farmasi yang digunakan non oral dan alat kesehatan menggunakan
etiket berwarna biru.
f. Penulisan etiket harus jelas dan mudah dipahami oleh orang lain
g. Penulisan etiket meliputi : tanggal pembuatan resep, nomor resep,
nama pasien, aturan penggunaan, dan waktu penggunaan.
h. Pada saat pemberian etiket juga dilakukan pengecekan ulang pada
nama, jumlah, jenis, dan kekuatan Sediaan Farmasi-Alat Kesehatan.
i. Kemudian etiket yang sudah dituliskan aturan pakai ditempelkan
sesuai dengan Sediaan Farmasi-Alat Kesehatan.

3. Standar Prosedur Operasional : Pelayanan Swamedikasi


a. Pasien datang dengan keluhan gejala sakit, dilakukan :
(1) Patient assesment oleh apoteker untuk merespon keluhan pasien
(2) Apoteker membantu untuk memilihkan obat yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Bila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut maka
disarankan periksa ke dokter.
(3) Obat dapat diberikan hanya untuk mengurangi keluhan.

18
(4) Pemberian informasi tentang penggunaan obat tersebut dan
informasi lain yang mendukung pengobatan pasien/klien
berkenaan dengan keluhannya.
b. Pasien datang menanyakan obat tertentu, dilakukan:
a) Dilihat ketersediaan obat di apotek
i. Bila obat ada maka ditanyakan jumlahnya. Bila menurut ilmu
kefarmasian sudah tepat obat dapat diberikan. Bila menurut ilmu
kefarmasian kurang tepat, perlu dilakukan patient assesment
untuk membantu memilihkan obat yang sesuai dengan
kebutuhan pasien/klien
ii. Bila obat tidak ada maka ditawarkan obat dengan bahan aktif
sama dari pabrik lain
b) Bila pasien setuju dilakukan pengemasan sesuai dengan
permintaan pasien (jenis dan jumlahnya)
c) Pemberian informasi tentang penggunaan obat tersebut dan
informasi lain yang mendukung pengobatan pasien/klien berkenaan
dengan keluhannya.
d) Pencatatan ke dalam buku pelayanan swamedikasi untuk
monitoring penggunaan obat

4. Standar Prosedur Operasional : Pelayanan Informasi Obat


a. Memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep atau kartu
pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan pasien
baik lisan maupun tertulis
b. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis
untuk memberikan informasi.
c. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak
bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis

19
d. Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien :
(1)Jumlah, jenisdan kegunaan masing-masing obat
(2)Bagaimana cara pemakaian masing-masing obat yang meliputi :
bagaimana cara memakai obat, kapan harus mengkonsumsi/memakai
obat, seberapa banyak/dosis dikonsumsi sebelumnya, waktu sebelum
atau sesudah makan, frekuensi penggunaan obat/rentang jam
penggunaan
(3)Bagaimana cara menggunakan peralatan kesehatan Peringatan atau
efek samping obat
(4)Bagaimana mengatasi jika terjadi masalah efek samping obat Tata
cara penyimpanan obat (sediaan farmasi/alkes)
(5)Pentingnya kepatuhan penggunaan obat
e. Menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet dll)
f. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat

5. Standar Prosedur Operasional : Konseling


a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien
b. Menanyakan 3 (tiga) pertanyaan kunci menyangkut obat (sediaan
farmasi/alkes) yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan
metode open-ended question. Untuk resep barubisa dengan three prime
question :
1) Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini ? Bagaimana
dokter menerangkan cara pemakaian ?
2) Apa hasil yang diharapkan dokter dari pengobatan ini ? Untuk resep
ulang
3) Apa gejala atau keluhan yang dirasakan pasien ? Bagaimana cara
pemakaian obat ?
4) Apakah ada keluhan selama penggunaan obat ?
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obat
tertentu (inhaler, suppositoria, obat tetes, dll)

20
d. Melakukan verifikasi akhir meliputi : Mengecek pemahaman pasien
Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan terapi
e. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu pengobatan

6. Standar Prosedur Operasional : Obat Retur dari Pasien

a. Memastikan sediaan farmasi yang dikembalikan berasal dari


Puskesmas/Apotek/RS dengan menunjukkan tanda bukti pembelian
b. Menanyakan kepada pasien alasan pengembalian sediaan farmasi-alkes
yang telah dibeli

c. Memeriksa apakah sediaan farmasi-alkes yang dikembalikan


kondisinya masih baik dan bebas dari berbagai kerusakan

d. Penggantian atas pengembalian sediaan farmasi-alkes ditetapkan oleh


apoteker penanggungjawab

7. Standar Prosedur Operasional : Perencanaan Sediaan Farmasi - Alat


Kesehatan
a. Melakukan review terhadap : pola penyakit, kemampuan daya beli
masyarakat serta kebiasaan masyarakat setempat.
b. Melakukan kompilasi penggunaan sediaan farmasi-alat kesehatan setiap
bulan
c. Melakukan analisa untuk menetapkan prioritas dan jumlah sediaan yang
akan diadakan
d. Melakukan monitoring distributor sediaan farmasi-alat kesehatan untuk
menjamin keabsahan distributor dan menjamin bahwa sediaan farmasi-
alat kesehatan yang diadakan memenuhi persyaratan mutu.
b.

21
e. Menyusun prakiraan perencanaan kebutuhan sediaan farmasi-alat
kesehatan dan prakiraan pembelian ke masing-masing distributor serta
frekuensi pengadaan sediaan farmasi-alat kesehatan.

8. Standar Prosedur Operasional : Pengadaan Sediaan Farmasi-Alat


Kesehatan
a. Memeriksa Sediaan Farmasi- Alat Kesehatan yang sudah habis atau
hampir habis (diketahui melalui pengamatan visual atau dari kartu stok
pada setiap obat), dicatat di buku daftar obat habis (defecta).
b. Pemesanan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan yang habis pada PBF
dilakukan perminggu atau sesuai dengan kebiasaan datangnya PBF
c. Menentukan pesanan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan yang meliputi
jenis (termasuk di dalamnya bentuk sediaan dan kekuatan), jumlah, dan
PBF yang dipilih.
d. Menulis di blanko Surat Pesanan (SP) :
1) Surat Pesanan Obat dan Alat Kesehatan
a) Dibuat rangkap dua (masing-masing untuk PBF dan arsip apotek)
b) Ditulis Nomor urut lembar SP, Nama dan alamat PBF, jenis dan
jumlah obat yang dipesan.
2) Surat Pesanan Narkotika
a) Ditujukanpada PBF Kimia Farma, dibuat rangkap empat (tiga
untuk PBF Kimia Farma dan satu arsip apotek)
b) Ditulis Nomor urut lembar SP, Nama, alamat dan jabatan APA
sebagai pemesan, jenis dan jumlah yang dipesan serta tujuan
penggunaan.
c) Satu lembar SP hanya dapat digunakan untuk memesan satu jenis
Narkotika.
3) Surat Pesanan Psikotropika
a) Dibuat rangkap dua (masing-masing untuk PBF dan arsip apotek)
b) Ditulis Nomor urut lembar SP, Nama, alamat dan jabatan APA

22
sebagai pemesan, Nama dan alamat PBF, jenis dan jumlah obat
yang dipesan.
c) Satu lembar SP dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu
jenis Psiktropika. SP ditandatangani oleh APA dan diberi stempel
apotek.

9. Standar Prosedur Operasional : Penerimaan Sediaan Farmasi - Alat


Kesehatan dari PBF
a. Dicocokkan antara SP dengan faktur meliputi
1) Nama PBF
2) Jenis sediaan farmasi-alat kesehatan yang dipesan
3) Kekuatan sediaan farmasi-alat kesehatan dan bentuk sediaan yang
dipesan
4) Jumlah yang dipesan
5) Harga
Bila tidak sesuai dikonfirmasi dengan PBF.
b. Dicocokkan antara isi faktur dan sediaan farmasi-alat kesehatan yang
datang meliputi :
1) Jenis sediaan farmasi-alat kesehatan yang dipesan
2) Jumlah sediaan farmasi-alat kesehatan yang dipesan
3) Nomor batch
Bila jenis dan jumlah sediaan farmasi-alat kesehatan tidak sama,
dikembalikan dan ditukar dengan yang tertera pada faktur dan SP.
Bila nomor batch tidak sesuai dengan yang tertera maka pada faktur
dituliskan nomor batch barang yang diterima dan harus dimintakan
tanda tangan pengirim sebagai bukti bahwa batch yang dikirim tidak
sesuai dan sudah disesuaikan dengan sepengetahuan si pengirim.
c. Sediaan farmasi-alat kesehatan diperiksa kondisi fisiknya antara lain :
1) Wadahnya harus baik dan tertutup rapat
2) Kondisi sediaan tidak rusak (bentuk, warna, bau)

23
3) Tanggal kedaluarsa masih jauh
Bila rusak atau tanggal kedaluarsa sudah dekat, diretur kepada PBF.
Setelah pemeriksaan dan pencocokan selesai, faktur ditandatangani
pihak apotek dan diberi stempel apotek. Faktur asli diberikan kepada
PBF dan salinannya disimpan sebagai arsip apotek.

10. Standar Prosedur Operasional : Penyimpanan Sediaan Farmasi - Alat


Kesehatan
a. Setelah obat sesuai dengan pesanan, obat dilakukan penyimpanan
sesuai dengan spesifikasi obat tersebut (suhu dan kelembabannya)
untuk menjamin stabilitas obat
b. Obat disimpan dengan susunan sedemikian rupa sehingga
memudahkan pengambilan
c. Penataan obat dapat dilakukan dengan penggolongan antara lain:
1) Berdasarkan kelas terapi
2) Bentuk sediaan
3) Alfa betis
4) Gabungan antara ketiganya
d. Penyimpanan khusus (di lemari pendingin)
Ada beberapa sediaan yang tidak stabil/rusak jika disimpan pada suhu
kamar, antara lain: suppositoria, ovula, tablet amoxicillin dengan asam
klavulanat, sediaan dengan bakteri lacto bacillus, tablet salut gula dan
selaput, sirup, beberapa sediaan injeksi, albumin, serum, insulin dan
lain-lain.
e. Metode FIFO dan FEFO
Metode First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang lebih dulu
dikeluarkan lebih dulu, hal ini untuk menghindari obat kedaluarsa.
Penataan juga berdasarkan metode First Expired First Out (FEFO)
yaitu obat yang mempunyai kadaluarsa lebih awal dikeluarkan lebih
dulu.

24
11. Standar Prosedur Operasional : Pembayaran Sediaan Farmasi - Alat
Kesehatan
a. Pembayaran secara tunai
1) Pihak PBF mengirim barang ke apotek dan dilakukan
pemeriksaan barang sesuai prosedur penerimaan barang :
2) Jika barang sudah sesuai pesanan, dapat dilakukan pembayaran
3) Setelah pembayaran, faktur asli yang ditandatangani pihak PBF
dan salinannya akan langsung diberikan kepada penerima barang
di apotek.
b. Pembayaran secara kredit
1) Pihak PBF mengirim barang ke apotek dan dilakukan
pemeriksaan barang sesuai prosedur penerimaan barang :
a) Jika barang sudah sesuai pesanan, faktur ditandatangani
petugas penerima dan diberi stempel apotek. Faktur asli
dibawa oleh PBF, apotek membawa faktur copy
b) Jika tidak sesuai pesanan, dikonfirmasi ke pengirim atau retur
2) Sebelum waktu jatuh tempo pembayaran, salesakan datang ke
apotek membawa faktur asli dan faktur pajak.
3) Faktur asli ditandatangani oleh salesman, nama terang sales dan
stempel lunas untuk menyatakan pihak apotek sudah melunasi
tagihan faktur tersebut dan diberi stempel apotek.
4) Kemudian pihak apotek membuat kuitansi bukti pembayaran atas
pelunasan faktur tersebut yang ditandatangani oleh salesman PBF
tersebut dan nama terang.
5) Faktur asli dan faktur pajak diserahkan kepada apotek dan
disimpan sebagai arsip apotek.

12. Standar Prosedur Operasional : Pengelolaan Sediaan Farmasi - Alat


Kesehatan Kadaluwarsa/rusak

25
a. Obat-obat yang ED nya kurang dari 4 bulan dipisahkan beserta
fakturnya.
b. Menghubungi distributornya untuk mengambil obat tersebut
c. Salesman akan menukar obat-obat tersebut dengan obat baru dengan
ED yg lebih lama atau diganti dengan uang.
d. Untuk obat-obatyang tidak bisa diretur maka obat-obat ED
dikumpulkan tersendiri dan pemusnahan dilakukan tiap tahun dan juga
obat-obat yang rusak.
e. Pembuatan berita acara pemusnahan sediaan farmasi-alat kesehatan
f. Berita acara dibuat rangkap dua dan dikirim kepada :
1) Ka. Dinkes Kabupaten
2) Ka. Dinkes Provinsi

13. Standar Prosedur Operasional : Pemeriksaan Tanggal Kadaluwarsa


Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan
a. Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa secara berkala (1, 2 atau
3 bulan sekali)
b. Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa melalui 2 (dua) cara
yaitu :
1) Melakukan pemeriksaan secara berkala untuk masing-masing
sediaan farmasi-alat kesehatan
2) Melakukan pemeriksaan pada saat pengambilan obat pada
tahapan penyiapan sediaan farmasi-alat kesehatan
c. Pemeriksaan tanggal kadaluwarsa secara berkala :
1) Menetapkan petugas yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap
pemeriksaan tanggal kadaluwarsa
2) Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa untuk masing-
masing obat pada satu bagian dari rak
3) Untuk sediaan farmasi-alat kesehatan yang mendekati tanggal
kadaluwarsa (1 – 3 bulan sebelumnya) beri perhatian khusus agar

26
didistribusikan sebelum tanggal kadaluwarsa. Atau
mengembalikan (retur) kepada distributor sesuai dengan
persyaratan yang disepakati
4) Menyisihkan sediaan farmasi-alat kesehatan yang telah
kadaluwarsa dan simpan ditempat tersendiri dengan diberi label/
tulisan : OBAT KEDALUWARSA
5) Melakukan prosedur di atas kembali untuk bagian rak yang lain
Mencatat hasil pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada buku
tersendiri
d. Pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada saat pengambilan sediaan
farmasi-alat kesehatan:
1) Pada saat mengambil obat untuk pelayanan harus selalu
melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa
2) Sisihkan sediaan farmasi-alat kesehatan yang telah kadaluwarsa
dan simpan ditempat tersendiri dengan diberi label/ tulisan :
OBAT KADALUWARSA
3) Mencatat hasil pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada buku
tersendiri

14. Standar Prosedur Operasional : Pengelolaan Obat yang perlu perhatian


khusus (High Alert Medications)

a. Obat-obat Narkotika dan psikotropika


1) Penyimpanan obat-obat narkotika dan psikotropika di dalam
almari khusus terkunci dan kunci dipegang oleh seorang
penanggung jawab
2) Ada kartu stock di dalam almari untuk memantau jumlah
pemasukan dan pengeluaran obat

27
3) Pada saat pengambilan obat Narkotika dan Psikotropika, petugas
harus mencatat nama dan jenis obat yang diambil serta waktu saat
pengambilan obat didalam buku di dekat lemari
4) Membuat laporan pemakaian obat-obat Narkotika dan
Psikotropika yang dibuat maksimal tanggal 15 berikutnya dan
diserahkan kepada Sudinkes wilayah setempat, BPOM Deputi
NAPZA
b. Look Alike, Sound Alike Errors
1) Mencegah bunyi nama obat yang kedengarannya sama tetapi
berbeda dalam penggunaannya
2) Menuliskan dengan benar dan mengucapkan ketika
mengkomunikasikan informasi dalam pengobatan. Buat
pendengar tersebut mengulang kembali pengobatan tersebut untuk
meyakinkan mereka mengerti dengan benar
3) Tempat pelayanan obat-obatan yang terlihat mirip kemasannya
dan konsentrasinya berbeda tidak boleh diletakkan di dalam 1 rak
dan label masing-masing obat dan konsentrasi dengan huruf balok
yang menyolok

15. Standar Prosedur Operasional : Pembuatan Pemusnahan Sediaan


Farmasi - Alat Kesehatan
a. Melakukan inventarisasi Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan yang
akan dimusnahkan
b. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan Berita Acara
Pemusnahan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan)
c. Menetapkan jadwal, metoda dan tempat pemusnahan.
d. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan.
e. Membuat laporan pemusnahan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan

28
yang sekurang- kurangnya memuat :
1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan Sediaan Farmasi -
Alat Kesehatan
2) Nama dan jumlah Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan yang
dimusnahkan
3) Nama Apoteker pelaksana pemusnahan Sediaan Farmasi - Alat
Kesehatan
f. Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan Sediaan Farmasi - Alat
Kesehatan
g. Membuat laporan pemusnahan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan
yang ditanda tangani oleh Apoteker dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan (Berita Acara terlampir)

C. Sediaan farmasi
Sediaan Farmasi ialah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
1) Obat :
Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan
bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Obat memiliki peranan yang sangat penting dalam pelayanan
kesehatan. Karena pada prinsipnya, pencegahan sekaligus penanganan
berbagai jenis penyakit tidak bisa terlepas dari tindakan terapi dengan
menggunakan obat maupun farmakoterapi.
obat hanya dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.

29
a) Obat paten
Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset
dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya.
Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia
adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut
memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat
yang 12 dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk
memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki
perjanjian khusus dengan pemilik paten.

b) Obat generic
Obat generik merupakan salah satu kebijakan untuk
mengendalikan harga obat, dimana obat dipasarkan dengan nama
bahan aktifnya. Agar para dokter dan masyarakat dapat menerima
dan menggunakan obat generik, di Indonesia kewajiban
menggunakan obat generik berlaku di unit-unit pelayanan
kesehatan pemerintah. Obat generik biasanya dibuat setelah obat
paten berhenti masa patennya, obat paten kemudian disebut
sebagai obat generik (generik= nama zat berkhasiatnya).

2) Bahan Obat :
Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan
mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku pembanding.

3) Obat Tradisional :
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik),
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma

30
yang berlaku di masyarakat.
4) Kosmetika :
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut,
kuku, bibir dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.

D. Alat Kesehatan
Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.

E. Bahan Medis Habis Pakai


Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

F. Suplemen Kesehatan
Suplemen Kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk
melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan/atau
memperbaiki fungsi kesehatan, mempunyai nilai gizi dan/atau efek
fisiologis, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam
amino dan/atau bahan lain bukan tumbuhan yang dapat dikombinasi dengan
tumbuhan.

31
G. Penggolongan Obat berdasarkan jenisnya
Penggolongan obat diatas ialah berdasarkan Farmakologi yang terdiri
dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika,
narkotika. Penggolongan jenis obat berdasarkan berbagai undang-undang dan
peraturan menteri kesehatan dibagi menjadi :
a. Obat Bebas Obat
Bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa
resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat
keras, obat bebas terbatas, dan sudah terdaftar di DepKes RI. Tanda
khusus pada Obat Bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam.
Contoh : Tablet Paracetamol, Suplemen (Imunosplus, Fatigon), Tablet
Vitamin C, B1, B6, B12 dan B-Kompleks.

Gambar 3.4 Penandaan Obat Bebas

b. Obat Bebas Terbatas


Obat Bebas Terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan
kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari
pabriknya atau pembuatnya.
b) Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan yang tercetak sesuai contoh
tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5
cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih.
Berdasarkan Keputusan MenKes RI No. 2380/A/SK/1983 (5)

32
tanda khusus Obat Bebas Terbatas berupa lingkaran berwarna biru
dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : CTM, Dextromethorphan

Gambar 3.5 Penandaan Obat Bebas

Terbatas 7 Gambar 2.3 Tanda peringatan pada obat bebas terbatas

c. Obat Keras
Obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk”
artinya berbahaya jika pemakainyatidak berdasarkan resep dokter. Tanda
khusus obat keras berdasarkan Keputusan Menteri Kesrhatan Republik
Indonesia No. 02396/A/SKA/III/1986 adalah lingkaran bulat berwarna
merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh
garis tepi.
Contoh : ketoconazole, amoxicillin

Gambar 3.6 Penandaan Obat Keras


d. Obat Wajib Apotek

33
Peraturan tentang Obat Wajib Apotek berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 924/MENKES/PER/X/1993, Obat waijb apotek
adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa
resep dokter.
a) Contoh obat wajib apotek No. 1 (artinya yang pertama kali
ditetapkan):
a) Obat kontrasepsi: Linestrenol
b) Obat saluran cerna: Antasid dan Sedativ/Spasmodik 20.
c) Obat mulut/tenggorokan: Salbutamol 20.
b) Obat wajib apotek No. 2 :
a) Bacitracin Cream (1 tube)
b) Clindamicin Cream (1 tube)
c) Flumetason Cream (1 tube)
c) Obat wajib apotek No. 3 :
a) Ranitidin
b) Asam Fusidat
c) Alupurinol
d) Asam Mefenamat

e. Obat Psikotropika
Menurut undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang
psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental dan perilaku.
Tanda khusus obat psikotropika berupa lingkaran bulat berwarna
merah dengan huruf ‘K’ berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang
berwarna hitam.
Contoh : Alprazolam, Luminal

34
Gambar 3.6 Penandaan Obat Psikotropik

f. Obat Narkotika
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dapat dibedakan ke dalam golongan I, II, III. Berikut pembagian Obat
Narkotika adalah sebagai berikut:

a) Golongan I
Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Contoh : Opium, Tanaman Koka, Heroina.

b) Golongan II
Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Morfina, Kodeina, Petidina.

35
c) Golongan III
Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan.
Tanda khusus obat Narkotika berdasarkan peraturan yang
terdapat dalam ordonasi obat bius yaitu “Palang Medali Merah”.
Contoh : Dihidrokodeina, Etilmorfina.

Gambar 3.7 Penandaan Obat Narkotika

g. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional,
misalnya dalam bentuk serbuk seduhan atau cairan yang berisi seluruh
bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan
secara tradisional.
Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur yang 24 disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10 macam bahkan lebih.
Contoh : Tolak Angin Anak, Pilkita, Darsi.

Gambar 3.8 Penandaan Obat Jamu

36
h. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan
fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang
berasal dari ekstrak bahan 26 tumbuhan, hewan maupun mineral.

Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai


standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak
tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas
akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka.
Contoh : Diapet, Lelap, Kiranti.

Gambar 3.9 Penandaan Obat OHT

i. Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis.
Fitofarmaka dapat diartikan sebagai sediaan obat bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di
standarisir.
Contoh : Stimuno, Nodiar X-Gra.

Gambar 3.10 Penandaan Fitofarmaka

37
H. Penggolongan obat berdasarkan Farmakologinya

A. Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (khususnya fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang
dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan
mikroorganisme lain (Munaf, 1994). Antibiotik memiliki toksisitas
terhadap manusia yang relatif kecil (Tjay, H.T., dan Rahardja, K., 2007).
Secara umum, penggolongan antibiotik diklasifikasikan menjadi :
1) Golongan Beta-Laktam
Contoh antibiotik golongan beta-laktam yaitu golongan
sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefadroksil, seftazidim), golongan
penisilin (penisilin, amoksisilin). Penicillium chrysognum merupakan
jenis jamur yang dapat menghasilkan antibakterial alami yaitu
penisilin.
Contoh : Amoxan, cefadroxil, Penicillin.

2) Golongan Aminoglikosida
Antibiotik ini dihasilkan dari jenis jamur streptomyces dan
micromospora. Didalam molekul aminoglikosida mengandung
turunan sintesis dan senyawa berupa dua atau tiga gula-amino yang
saling mengikat secara glikolisis. Contoh antibiotik 10 golongan
aminoglikosida adalah streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin,
dan paranomisin.

3) Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin bekerja dengan mengganggu sintesis protein
bakteri. Golongan ini bersifat bakteriostatik. Contoh obat golongan
ini yaitu tetrasiklin, doksisiklin, dan monosiklin.

38
4) Golongan Linkomisin
Antibiotik ini dihasilkan oleh bakteri streptomyces lincolnensis
(AS, 1960). Spektrum kerja golongan ini sempit, terutama pada
kuman gram positif dan anaerob. Antibiotik golongan linkomisin
memiliki efek samping yang hebat maka hanya digunakan bila
terdapat resistensi terhadap antibiotik golongan lain.
Contoh : Lincophar, Biolincom, Lincocin.

5) Golongan Kuinolon
Antibiotik golongan Kuinolon memiliki sifat bakterisida. Terjadi
inhibisi pada enzim DNA-Gyrase, maka sintesis DNA kuman dapat
dicegah. Obat golongan ini hanya bisa digunakan pada infeksi
saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.
Contoh : Ofloxacin, Quidex, Ciproxin

6) Golongan Kloramfenikol
Obat ini memiliki sifat bakteriostatis dan berspektrum luas.
Mekanisme kerja antibiotik ini dengan melakukan perintangan sitesis
polipeptida pada kuman.
Contoh : Salep Chloramfecort, Salep Kalmicetine, Tetes telinga
Colme.

7) Makrolida
Mekanisme kerja dari golongan obat ini adalah mengikat secara
reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesis protein terhalangi.
Makrolida memiliki efek samping pada lambung-usus
Contoh : Mezatrin, Aztrin, Erithromycin.

39
B. Antihipertensi
Berdasarkan beberapa pedoman penatalaksanaan hipertensi
internasional, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥
140 dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90. Secara umum, penggolongan
antihipertensi diklasifikasikan menjadi :

a) ACE-Inhibitor
ACE inhibitor memblok kerja ACE sehingga menghambat
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga menurunkan
jumlah angiotensin II yang memegang peranan penting dalam
pathogenesis hipertensi.
Contoh : Captopryl, Ramipryl, Lisinopryl.

b) ARB (Angiotensin Reseptor Blocker).


ARB bekerja dengan memblok angiotensin II pada reseptor AT1.
sehingga jumlah angiotensin II plasma akan meningkat. Seperti ACE
inhibitor, ARB menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan
resistensi sistemik. ARB tidak mempengaruhi heart rate dan memiliki
efek yang minimal pada CJ di jantung yang sehat.
Contoh : Candesartan, Losartan, Semi sartan

c) CCB ( Calsium Channel Blocker)


CCB menurunkan tahanan vaskuler perifer dan tekanan darah.
Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat influx kalsium
pada otot polos arteri. Berdasarkan penelitian, terjadi peningkatan
risiko infark miokard dan peningkatan mortalitas pada pasien
hipertensi yang diterapi dengan nifedipin lepas cepat. Obat penyekat
kalsium lepas lambat mengendalikan tekanan darah lebih baik dan
cocok untuk hipertensi kronik.
Contoh : Amlodipin, Nifedipin, Diltiazom.

40
d) Antagonis Aldosteron
Golongan aldosteron receptor blocker bekerja dengan
menghambat kerja aldosteron sehingga terjadi penurunan reabsorbsi
natrium. Penurunan reabsorbsi natrium ini kemudian akan
menurunkan volume intravaskuler, menurunkan preload dan akhirnya
menurunkan tekanan darah. Contoh golongan obatnya adalah
spironolakton
Contoh : Spironolakton

e) Diuretik
Diuretik tiazid merupakan terapi inisial untuk pasien hipertensi.
Diuretik dapat meingkatkan efektifitas terapi pada terapi kombinasi
dengan antihipertensi lain dalam mencapai tekanan darah target dan
sangat terjangkau
Contoh : Hydrochlortiazide, Asetazolamid, Manitol.

f) Betablocker
BB menurunkan tekanan darah terutama dengan menurunkan CJ,
dan menurukan tahanan vaskuler perifer. BB bekerja dengan
menghamdat reseptor β adrenergik baik di jantung, pembuluh darah
dan ginjal. Obat ini tidak bekerja di otak karena tidak menembus
sawar darah otak.

C. Analgetik
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
(perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay, 2007).
Contoh : Paracetamol, Ibuprofen, Aspirin

41
D. Lipid
Lipid merupakan sumber energi yang pekat, 1 gram lipid
memberikan 9 gram kalori. Energi yang berlebihan dalam tubuh akan
disimpan dalam jaringan adiposa sebagai energi potensial. Lipid adiposa
ini tersimpan dalam jaringan di bawah kulit/sub cutaneus tissues
sebanyak 50%, sekeliling alat tubuh dalam rongga perut sebanyak 45%,
dan dalam jaringan bagian dalam otot/intra muscular tissues sebanyak
5%. Secara umum, penggolongan Lipid diklasifikasikan menjadi :

a. BAD (Bil Acid Reane)


Contoh : Kolestiramin, Kolestipol
b. Fibrat
Contoh : Gemfibrozil, Fenofibrat
c. Statin
Contoh : Atorpastatin, Simvastatin, Paravastatin
d. Omega 3
Contoh : Om3heart
e. Niasin
Contoh : Atorvastatin, Fluvastatin

E. Antiematik
Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam
penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan
cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari
dua cara, yaitu secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap
stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau
secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan
pusat muntah.
Contoh : Ondansteron

42
F. Obat Lambung/Gastritis
Gastritis adalah nyeri Epigastrium yang hilang timbul/menetap
dapat disertaidengan mual/muntah. Penyebab utama gastritis adalah
iritasi lambung , alkohol, obat atau stress. Pada keadaan ini terjadi
gangguan keseimbangan antara produksi asam lambung, dan daya tahan
mukosa. Gejala yang dialami biasanya penderita mengeluh perih atau
tidak enak di ulu hati.
Secara umum, penggolongan Obat lambung/Gastritis diklasifikasikan
menjadi :

1. Antasida
Contoh : Antasida DOEN
2. Antagonis Resptor H2
Contoh : Ranitidine
3. Penghambat Pompa Proton
Contoh : Omeprazole, Lansoprazole
4. Pelindung Mukosa
Contoh : Sukralfate
5. Analog Prostaglandin EI
Contoh : Misoprostol

G. Antidiare
Diare adalah suatu masalah saluran pencernaan dimana feses
menjadi lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam
24 jam. Biasanya disertai sakit perut dan seringkali mual dan muntah.
Secara umum, penggolongan Obat lambung/Gastritis
diklasifikasikan menjadi :
1. Kemoterapeutik
Contoh : Metronidazole, Sulfonamid

43
2. Adsorbensia
Contoh: Guanistrep, Novadiar
3. Zat penekan peristaltik usus
Contoh: Lopamid, Lodia

I. Pemerian Informasi Obat (PIO)


Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA), dan Karyawan di Apotek
FIFA Farma telah memberikan arahan yang cukup baik kepada Mahasiswa.
Proses pelayanan di Apotek FIFA Farma terdiri dari pelayanan obat dengan
resep dokter dan obat-obat bebas tanpa resep dokter.
a. Setiap Apoteker Penanngung Jawab atau Karyawan Apotek yang
menerima resep selalu memperhatikan isi resep yang menyangkut
nama obat, bentuk obat, umur pasien, aturan pakai dan cara
penggunaan obat.
b. Sebelum obat disiapkan, mengecek ada atau tidaknya stock obat yang
diminta, setelah pasien setuju dengan harga resep dan jenis obat, dan
APA atau Karyawan menyiapkan obatnya.
c. Penyerahan obat di Apotek kepada pasien diserahkan oleh petugas
Apotek, baik Karyawan maupun APA disertai dengan informasi yang
jelas tentang cara pemakaian, penggunaan, khasiat obat dan expire
date dari setiap obat yang diserahkan ke pasien. 
d. Bila pasien yang belum memahami informasi yang jelas tentang obat
maka petugas akan memberikan informasi yang dibutuhkan.
Kemudian Mahasiswa mengulang teori yang telah diarahkan dengan
proses pelayanan yang sesuai dengan teori yang ditentukan diatas.

44
Gambar 3.11 Pemerian Informasi Obat saat Swamedikasi
J. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan obat di Apotek FIFA Farma sangat diperhatikan dan
dilakukan dengan teratur, hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan obat
yang ada di Apotek terutama obat yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.
Hal-hal yang sangat diperhatikan meliputi:

A. Perencanaan
Perencanaan adalah proses untuk merumuskan dan menentukan langkah-
langkah yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Tujuan perencanaan adalah agar proses pengadaan perbekalan
farmasi/obat yang ada di apotek menjadi lebih efektif dan efisien dan sesuai
dengan anggaran yang tersedia.
Perencanaan obat dikatakan baik apabila pembelian memenuhi beberapa
ketentuan antara lain: jumlah obat sesuai dengan kebutuhan, pembelian
mampu melayani jenis obat yang diperlukan pasien dan jumlah pembelian
menunjukkan keseimbangan dengan penjualan secara proporsional.
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 73 Tahun 2016, Dalam membuat
perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat.

45
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun perencanan
pengadaan perbekalanfarmasi adalah :
1. Pemilihan pemasok. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a) Legalitas pemasok (Pedagang Besar Farmasi/PBF)
b) Service, meliputi:
1) Ketepatan waktu
2) Ketepatan barang yang dikirim
3) Ada tidaknya diskon atau bonus
4) Layanan obat kedaluwarsa, dan
5) Tenggang rasa penagihan.
c) Kualitas obat, perbekalan farmasi lain dan pelayanan yang
diberikan.
d) Ketersediaan obat yang dibutuhkan.
e) Harga sama.
2. Ketersediaan barang/ perbekalan farmasi.
a) Sisa stok.
b) Rata-rata pemakaian obat dalam satu periode pemesanan.
c) Frekuensi pemakaian
d) Waktu tunggu pemesanan.

B. Pengadaan
Pengadaan adalah suatu proses untuk pengadaan obat yang dibutuhkan di
unit pelayanan kesehatan atau dapat dikatakan sebagai kegiatan untuk
merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk menjamin kualitas Pelayanan
Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.. Pembelian barang di
apotek sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan setempat.

46
Prosedur pembelian meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1) Persiapan
Pengumpulan data obat dan perbekalan farmasi yang akan
dipesan berdasarkan buku defecta (buku barang habis) baik dari
bagian penerimaan resep, obat bebas maupun dari gudang.
2) Pemesanan
Barang yang sudah habis atau hampir habis harus dipesankan
kepada PBF yang bersangkutan. Pemesanan dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemesanan (SP) untuk setiap supplier. Surat
Pemesanan digunakan untuk mencocokkan barang yang dipesan
dengan barang yang dikirim. Selain itu dicek apakah barang dalam
keadaan utuh, jumlah sama dengan permintaan dan sesuai pada faktur
tanggal kadaluarsa sesuai dengan faktur atau tidak.
3) Penerimaan Barang
a. Penerimaan barang di Apotek FIFA Farma harus disertai faktur
penerimaan barang, untuk kemudian dilakukan pengecekan
antar barang yang datang dan faktur yang datang. Pengecekan
meliputi nama barang, bentuk sediaan, tanggal kadaluarsa, dan
nomor batch.
b. Setelah sesuai dengan pesanan, APA atau AA yang menerima
dan menandatangani faktur, memberi cap dan nama terang serta
nomor SIPA apoteker sebagai bukti penerimaan barang. Barang
yang telah diterima kemudian dimasukkan ke gudang dan
dicatat dalam kartu stok.
c. Untuk obat-obat yang memiliki waktu kadaluarsa, dalam
pembeliannya diperlukan perjanjian mengenai batas waktu
pengembalian ke PBF bersangkutan jika sudah mendekati waktu
kadaluarsa obat. Jika tidak cocok atau tidak sesuai maka barang
akan dikembalikan melalui petugas pengantar barang.

47
C. Penyimpanan Barang
Barang-barang farmasi disimpan dalam tempat yang aman tidak
terkena sinar matahari langsung, bersih dan tidak lembab, disusun
sistematis berdasarkan bentuk sediaan, khusus antibiotik disusun
tersendiri.
Penyusunan dan penyimpanan barang Apotek FIFA Farma
dilakukan secara sistematis dapat dikelompokkan berdasarkan kategori
teraupetik (farmakologi), bentuk sediaan (cair, semi padat, dan padat),
First In First Out (FIFO), First Expire First Out (FEFO), secara alfabetis,
pabrik (produsen) dan sifat sediaan.Untuk narkotika dan psikotropika
disimpan dalam lemari khusus
Penyimpanan narkotika berdasarkan UU No. 9 tahun 1976
tentang narkotika, bahwa narkotika disimpan pada lemari berukuran
40x80x100 cm, lemari tersebut mempunyai 2 kunci, yang satu untuk
menyimpan narkotika sehari-hari dan yang lainnya untuk narkotika
persediaan dan morfina/pethidindan garam-garamnya.
Untuk bentuk sediaan suppositoria, injeksi insulin, vaksinatau
serum disimpan dalam lemari pendingin. Sedangkan untuk bahan yang
mudah terbakar disimpan secara terpisah. Hal ini ditujukan agar akan
lebih memudahkan dan mempercepat dalam pengelolaan barang.

K. Buku Defekta
Buku defekta merupakan buku sebagai pengatur kestabilan untuk
menjaga agar tidak terjadi kekosongan atau penumpukan obat dan alat
kesehatan di apotek. Dan kemudian, daftar nama obat dan alat kesehatan
yang dibutuhkan tersebut akan dicantumkan di Surat Pesanan (SP).

48
Gambar 3.12 Penulisan buku Defekta

L. Surat Pesanan (SP)


Surat pesanan adalah surat dari Apoteker yang berisi pemesanan barang
kepada PBF. PBF (pedagang besar farmasi) adalah sebuah perusahan
berbadan hukum yang memiliki izin untuk menyalurkan, mengadakan, dan
menyimpan obat. Berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa pengadaan
obat harus melalui jalur resmi yaitu PBF. Secara umum Surat Pesanan (SP)
dibagi menjadi :

1) Surat Pesanan Narkotika


Surat Pesanan Narkotika sendiri terdiri dari 4 rangkap surat
pesanan khusus (Formulir N-9). Dimana rangkap pertama (1)
berwarna putih untuk PBF, rangkap kedua (2) berwarna biru untuk
BPOM (Badan pengawas obat dan makanan), rangkap ketiga (3)
warna merah muda untuk DINKES kab/kota, dan rangkap ke-4 warna
kuning untuk arsip apotek.
a. Terdiri dari 4 atau 5 rangkap
b. Ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab yang memiliki
SIPA (Surat izin praktek apotek)
c. Mencantumkan tanggal

49
d. Mencantumkan nama sarana, nomor izin, alamat, dan stemple
sarana
e. Mencantumkan nama fasilitas distribusi beserta alamat dan no.
telepon
f. Hanya berisi satu jenis obat

2) Surat Pesanan Psikotropika


Surat Pesanan Psikotropika dapat diisi dengan lebih dari satu
jenis obat. Akan tetapi, dalam satu surat pesanan hanya boleh terdiri
dari golongan psikotropika saja.
Surat Pesanan Psikotropika terdiri dari 3 atau 2 rangkap surat
pesanan. Dimana rangkap pertama berwarna putih untuk PBF, dan
rangkap ke-2 warna merah muda untuk arsip apotek. Atau rangkap
pertama warna putih untuk PBF, rangkap ke-2 warna kuning untuk
arsip apotek, dan rangkap ke-3 warna merah muda untuk arsip
apotek.

Berikut isi yang harus ada dalam SP psikotropika :


a. Terdiri dari 3 atau 2 rangkap.
b. Ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab yang memiliki
SIPA (Surat izin praktek apotek)
c. Mencantumkan tanggal
d. Mencantumkan nama sarana, nomor izin, alamat, dan stemple
sarana.
e. Mencantumkan nama fasilitas distribusi beserta alamat dan no.
telepon
f. Hanya berisi obat golongan psikotropika

50
Dalam hal Surat Pemesanan (SP) Narkotika dan Psikotropika di
Apotek FIFA Farma tidak dibuat, dikarenakan dari pihak APA
sendiri masih belum mau mengadakan obat-obat jenis tersebut,
dengan alasan tertentu.

3) Surat Pesanan Perkursor


SP Prekursor memiliki kesamaan dengan SP psikotropika,
dimana dalam satu SP hanya berisi satu golongan saja yaitu prekursor.
Akan tetapi di dalam isi SP prekursor harus Terdapat nama obat
beserta isi zat aktifnya.

Gambar 3.13 Penulisan Surat Pesanan (SP)

51
M. Faktur
Faktur merupakan suatu perhitungan penjualan kredit yang diberikan
oleh penjual kepada pembeli atau konsumen atau dokumen perincian
pengiriman barang yang mencatat daftar barang, harga, jumlah, nomor
batch, kode produksi, diskon dan lainnya yang biasanya terkait dengan
pembayaran.

Gambar 3.14 Faktur OOT, Perkursor, OB OBT dari PT. Sehat


Anugrah

N. Pedagan Besar Farmasi (PBF)


PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
PBF yang menjalin kemitraan dengan Apotek FIFA Farma diantaranya :

52
1. Kimia Farma
2. Surya Prima Perkasa
3. Bina San Prima
4. United Dico Citas
5. Buana Cahaya Sejahtera
6. Parit Padang
7. Javas
8. Sapta Sari
9. Bintang
10. PT. Dempo
11. Guna Abadi Wisesa
12. PBF Sehat dan Apotek Sehat
13. Bintang Kencana Artha
14. Pentapalen
15. Cahaya
16. PBF AAM
17. Herpam

O. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)


Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah
sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-
obatan dan makanan di Indonesia.

P. Menghitung Harga Jual obat/ barang di Apotek


Harga jual obat biasa disebut dengan harga jual apotek.

HJA = HNA + PPN + Profit

53
Gambar 3.13 Rumus Haerga Jual Obat
Harga jual obat biasa disebut dengan harga jual apotek. Rumus HJA

Keterangan :
HJA : Harga jual apotek
HNA : Harga netto apotek
PPN : Pajak pertambahan nilai
Profit : Jumlah keuntungan yang akan diambil

Ditanya :
PPN : ?

*PPN : kebijakan pemerintah untuk


semua barang yang beredar dari produsen
ke distributor harus ditambahkan nilainya.
Pajak yang tercantum atau digunakan
biasanya ditentukan sebesar 10%.

Q. Pembukuan Administrasi
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil proses akuntansi yang
digunakan sebagai alat data keuangan guna memberikan informasi bagi
pihak Apotek. Laporan keuangan menunjukkan kondisi kesehatan
perusahaan dan kinerja perusahaan tersebut.
Pada saat obat/barang keluar dengan atau tanpa perantara, prosedur
yang harus dilakukan adalah dicatat setiap jumlah dan harga barang
tersebut. Pembukuan Administrasi di Apotek merupakan dokumen catatan
yang berisi Nomor, Nama obat/barang, Jumlah dan Harga obat/barang dan
jenis sediaan.
Pencatatan/pembukuan administrasi ketika obat/barang keluar
dibedakan menjadi :

54
1. Pembukuan Online
Buku yang berupa catatan daftar nama obat/barang yang yang
keluar sesuai dengan proses perencanaan dan pengadaan, pengiriman surat
pesanan secara via virtual/media komunikasi (secara tidak langsung), yang
kemudian dikirim oleh kurir dan proses validasi obat/barang dilakukan
oleh pihak apotek, lalu didokumentasi (berupa foto/video) sebagai tanda
bukti jika terjadi kesalahan pengiriman (tertukar, jumlah kurang, cacat
dsb.)

2. Pembukuan Offline
Hampir sama dengan Pembukuan Online yang berupa buku
catatan daftar nama obat/barang yang yang keluar hanya saja yang
membedakan dari proses perencanaa dan pengadaannya. Pembukuan ini,
proses perencanaan dan pengadaannya menggunakan sistem COD (Cash
On Delivery)/ bayar ditempat ketika barang datang dan proses validasi
obat/barang disaksikan langsung oleh pihak PBF itu sendiri.

Gambar 3.14 Pembukuan Administrasi Online dan Offline

55
BAB IV
KAJIAN PENYAKIT BATUK

A. Definisi Batuk
Batuk adalah proses ekspirasi (penghembusan nafas) yang eksplosif yang
memberikan mekanisme proteksi normal untuk membersihkan saluran
pernafasan dari adanya sekresi atau benda asing yang mengganggu. Batuk itu
sendiri sebenarnya bukan penyakit, tetapi merupakan gejala atau tanda adanya
gangguan pada saluran pernafasan.
Di sisi lain, batuk juga merupakan salah satu jalan menyebarkan infeksi.
Di banyak negara, batuk yang berlebihan dan mengganggu merupakan keluhan
paling sering yang menyebabkan pasien pergi ke dokter untuk diperiksa.
Alasannya antara lain meliputi ketidaknyamanan karena batuk itu sendiri,
gangguan terhadap kehidupan normal dan kekuatiran akan adanya penyebab
batuk, terutama ketakutan akan kanker atau AIDS.
Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai refleks
pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur saraf afferen dan efferen. Batuk
diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan glotis, relaksasi
diafragma dan kontraksi otot melawan glotis yang menutup. Hasilnya akan
terjadi tekanan positif pada intratoraks yang menyebabkan penyempitan trakea.
Sekali glotis terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran nafas dan
udara luar (atmosfir) bersama dengan penyempitan trakea akan menghasilkan
aliran udara yang cepat melalui trakea. Kekuatan eksplosif ini akan “menyapu”
sekret dan benda asing yang ada di saluran nafas

B. Jenis-jenis Batuk
Penyebab batuk ini dapat diperkirakan berdasarkan durasi batuknya,
seperti yang akan dijelaskan pada klasifikasi batuk. Batuk digolongkan Menjadi
3 kategori berdasarkan durasinya, yaitu:

56
a. Akut, yaitu batuk yang terjadi kurang dari 3 minggu
b. Sub akut, batuk yang terjadi selama 3-8 minggu
c. Kronis, batuk yang berlangsung lebih dari 8 minggu

1. Batuk akut
Batuk akut adalah batuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3 minggu.
Meskipun belum ada studi tentang spektrum dan frekuensi penyebab batuk
akut, pengalaman klinik menunjukkan bahwa penyebab utama batuk akut
adalah infeksi saluran nafas atas, seperti selesma, sinusitis bakteri akut,
pertusis, eksaserbasi akut PPOK, rinitis alergi, atau rinitis karena iritan. Infeksi
virus saluran nafas atas merupakan penyebab utama batuk akut.

2. Batuk subakut
Batuk yang terjadi selama 3-8 minggu dikelompokkan pada batuk
subakut. Untuk mendiagnosis penyebab terjadinya batuk jenis ini,
direkomendasikan adanya pendekatan klinik berdasarkan terapi empirik dan uji
lab terbatas. Jika batuk tidak terkait dengan infeksi pernafasan, pasien harus
dievaluasi dengan cara yang sama seperti pada batuk kronis (akan dijelaskan di
bawah).
Untuk batuk yang dimulai bersamaan dengan adanya infeksi pernafasan
dan berakhir 3-8 minggu, penyebabnya yang paling umum adalah batuk pasca
infeksi (post infectious cough), sinusitis bakteri, atau asma. Batuk pasca infeksi
didefinisikan sebagai batuk yang dimulai bersamaan dengan ISPA yang tidak
berkomplikasi dengan pneumonia (dengan rontgen dada normal) dan umumnya
dapat sembuh tanpa pengobatan. Jika batuk pasien disertai suara-suara
pernafasan seperti mengi, maka perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk dugaan
asma.

57
3. Batuk kronis
Meskipun batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu dapat disebabkan oleh
banyak penyakit yang berbeda, tetapi pada banyak kasus biasanya mengarah
pada satu atau hanya sedikit diagnosis. Karena itu, perlu ada evaluasi secara
sistematik untuk mempelajari penyebab utama dengan cara percobaan terapi
empirik, percobaan menghindari iritan dan obat yang diduga menyebabkan
batuk, dengan dibantu dengan data-data laboratorium seperti rontgen dada atau
uji metakolin, atau uji lain yang sesuai. Diagnosis yang pasti untuk batuk
kronis didasarkan pada observasi terhadap terapi spesifik yang bisa
mengurangi batuk.
Penelitian menunjukkan bahwa pada 9570 pasien yang mengalami batuk
kronis, penyebabnya antara lain adalah post nasal drip, sinusitis, asma,
penyakit refluks gastroesofagal (GERD), bronkitis kronis karena merokok,
bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan inhibitor ACE. Lima persen
sisanya disebabkan oleh penyakit yang lebih jarang yaitu kanker paru,
sarkoidosis, gagal jantung kanan, dan aspirasi karena disfungsi Jaring. Jika
tidak ada penyebab fisik lain, batuk kronis juga bisa disebabkan oleh faktor
psikologis.
Selain dari durasi batuk, berdasarkan ada tidaknya dahak, batuk juga
dibedakan menjadi dua yaitu : batuk kering dan batuk produktif atau berdahak.
Perlu untuk memastikan jenis batuk ini, karena penatalaksanaanya berbeda.
Adapun penggolongan jenis batuk berdasarkan produktivitasnya adalah:

1. Batuk produktif (Dahak)


Batuk yang menghasilkan dahak atau lendir (sputum) sehingga lebih
dikenal dengan sebutan batuk berdahak. Batuk produktif memiliki ciri khas
yaitu dada terasa penuh dan berbunyi. Mereka yang mengalami batuk produktif
umumnya mengalami kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran dahak. Dan
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan dahak (sputum),
yang juga disebut batuk kering.

58
2. Batuk tidak Produktif (Kering)
Jenis batuk ini sering membuat tenggorokan terasa gatal sehingga
menyebabkan suara menjadi serak atau hilang. Batuk ini sering dipicu oleh
kemasukan partikel makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh perokok aktif
maupun pasif), dan perubahan temperature. Pengobatan batuk secara umum
dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis batuknya berdahak atau tidak
berdahak. Jenis-jenis obat batuk yang terkait dengan batuk yang berdahak dan
tidak berdahak yang dibahaskan di sini adalah mukolitik, ekspektoran dan
antitusif.
Pada batuk kering yang tidak dimaksudkan untuk mengeluarkan sekret
atau gangguan lain dari saluran pernafasan, batuk sebaiknya ditekan, apalagi
bila sangat mengaanggu. Sebaliknya, batuk berdahak sebaiknya tidak ditekan,
karena penekanan dapat menyebabkan retensi sputum yang justru
membahayakan, misalnya menyebabkan obstruksi saluran pernafasan atau
penyebaran infeksi. Namun demikian, jika batuk disertai pengeluaran darah
(hemoptisis), maka batuk harus ditekan untuk mencegah kemungkinan darah
akan masuk ke saluran nafas atau paru-paru.

C. Penyebab Batuk
Batuk dapat dipicu oleh berbagai iritan yang memasuki cabang
trakeobronkial melalui inhalasi (asap, debu, asap rokok) atau melalui aspirasi
(sekresi jalan nafas, benda asing, isi lambung). Jika batuknya disebabkan karena
iritasi oleh adanya sekresi jalan nafas (seperti postnasal drip) atau isi lambung,
faktor pemicunya mungkin tidak dikenal dan batuknya bersifat persisten.
Paparan terhadap iritan semacam itu yang berkepanjangan dapat
menimbulkan inflamasi jalan nafas, yang dapat juga memacu batuk dan
menyebabkan jalan nafas menjadi lebih sensitif. Berbagai gangguan yang
menyebabkan inflamasi, konstriksi dan kompresi jalan nafas dapat juga
menyebabkan batuk. Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi pernafasan,
baik karena virus maupun bakteri. Pada bronkitis karena virus, inflamasi

59
pernafasan biasanya menyebabkan batuk yang lama, bisa sampai berminggu-
minggu. Infeksi pertussis, kanker paru, adanya infiltrasi granuloma di jalan nafas
juga merupakan penyebab batuk persisten. Penyakit paru parenkimal juga dapat
memicu batuk, antara lain penyakit paru interstisial, pneumonia, dan abses paru.
Gangguan lain yang dapat menyebabkan batuk adalah gagal jantung
kongestif, diduga karena adanya edema di daerah peribronkial dan interstisial.
Penggunaan obat golongan inhibitor ACE sering dihubungkan dengan
kejadian batuk nonproduktif dan terjadi pada 5-20% pasien yang menggunakan
obat ini. Onsetnya biasanya terjadi pada waktu 1 minggu sejak dimulainya
pengobatan, namun bisa juga tertunda sampai 6 bulan setelah pengobatan.
Meskipun mekanismenya tidak diketahui secara pasti, diduga ada kaitannya
dengan akumulasi bradikinin atau substance P yang juga didegradasi oleh enzim
ACE.

D. Patofisiologi Batuk
Pada epitelium saluran nafas (bronkus dan trakea) terdapat lapisan tipis
mukus yang melapisi dan ia dibersihkan oleh gerakan sentripetal suatu escalator
mukosiliar. Batuk bertindak membersihkan jalan nafas ketika terdapat terlalu
banyak benda-benda asing yang terhirup, jika terdapat lendir dalam jumlah
berlebihan akibat sekresi yang berlebihan atau pembersihan lendir terganggu dan
jika ada sejumlah besar substansi abnormal di jalan nafas seperti cairan edema
atau nanah. Refleks batuk dimulai dengan adanya stimulasi pada reseptor. Apa
reseptornya? Reseptor batuk termasuk golongan reseptor yang secara cepat
beradaptasi terhadap adanya iritan.
Studi histologi pada saluran pernafasan baik pada hewan dan manusia
menunjukkan bahwa ada ujung saraf yang berlokasi di dalam epitelium di
hampir sepanjang saluran nafas. Ujung saraf itu paling banyak dijumpai pada
dinding posterior trakea, pada karina dan pada daerah percabangan saluran nafas
utama, lebih sedikit pada saluran nafas bagian lebih bawah, dan tidak ada sama
sekali pada bronkiolus.

60
Di luar saluran nafas bawah, reseptor batuk juga dijumpai pada faring.
Reseptor batuk ini dapat dipicu oleh adanya stimulus kimia maupun mekanis.
Reseptor mekanis sensitif terhadap sentuhan dan perubahan. Mereka
terkonsentrasi di laring, trakea, dan karing. Sedangkan reseptor kimia sensitif
terutama pada adanya gas atau bau-bauan yang berbahaya. Reseptor ini
terkonsentrasi di laring dan bronkus, dan lebih sedikit di trakea. Meskipun kedua
reseptor ini, mekanik maupun kimia, bisa menjadi kurang sensitif jika
dipaparkan pada stimulasi yang berlanjut, reseptor mekanis beradaptasi lebih
cepat. Sebagai contoh, pasien yang mendapatkan intubasi trakea dalam jangka
waktu lama, lama-lama akan menjadi lebih toleran dan tidak sensitif lagi,
sehingga tidak timbul refleks batuk ketika tanpa anestesi.

E. Manifestasi Batuk
Batuk bisa dialami oleh orang dewasa, tetapi anak-anak dan bayi juga
cukup sering mengalaminya. Batuk yang terjadi sesekali itu normal karena dapat
membantu menggerakkan dahak yang bertugas menjaga saluran napas tetap
lembap.
Terkadang, batuk-batuk bisa dirasakan lebih parah di malam hari. Namun,
batuk yang terus-menerus apalagi ditambah gejala lain, seperti demam dan
dahak berwana atau berdarah, dapat menandakan gangguan medis. Selain proses
normal tubuh untuk mengeluarkan benda asing, batuk dapat menjadi gejala suatu
penyakit, seperti flu, penyakit paru, jantung, atau sistem saraf. Dalam hal ini,
kemunculan batuk juga disertai dengan gejala lain, seperti:
a) Pilek.
b) Demam.
c) Lemas.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sulit menelan atau batuk saat menelan.
f) Mengi atau bengek.
g) Sesak napas.

61
F. Diagnosis Batuk
Guna mendapatkan diagnosis penyebab batuk, dokter akan melakukan
beberapa tes diagnostik, seperti rontgen dada dan mengambil sampel dahak
untuk dianalisis di laboratorium. Selain itu, dokter mungkin juga akan
melakukan tes spirometri dengan meminta pengidap bernapas dari tabung yang
terpasang pada mesin. Tes ini bermanfaat untuk membantu dokter menentukan
apakah ada saluran udara yang mengalami obstruksi, seperti yang biasanya
terjadi pada pengidap asma dan emfisema.
Untuk mencari penyebab batuk kronis, bertanya mengenai gejala yang
dialami dan melakukan pemeriksaan fisik. Kemudian untuk memastikan
penyebab tersebut, dokter akan menjalankan beberapa pemeriksaan lanjutan, di
antaranya:

a) Uji pencitraan, seperti foto Rontgen dada dan CT scan, guna melihat
kondisi paru-paru.
b) Tes fungsi paru, untuk mengukur kapasitas paru-paru.
c) Tes dahak, untuk memeriksa kemungkinan infeksi bakteri.
d) Tes asam lambung, untuk mengukur kadar asam lambung di
kerongkongan.
e) Endoskopi, guna melihat kondisi saluran pernapasan, atau kerongkongan
dan lambung.
f) Biopsi, atau pengambilan sampel jaringan dari saluran pernapasan, untuk
diteliti di laboratorium

G. Pengobatan
Umumnya, batuk ringan jarang membutuhkan langkah pengobatan khusus.
Meski begitu, segera periksakan diri ke dokter bila mengalami gejala batuk
sebagai berikut:
a) Lebih dari tiga minggu akibat infeksi virus.
b) Bertambah parah; dan

62
c) Disertai darah, kesulitan bernapas, sakit dada, penurunan berat badan
tanpa alasan jelas, demam, atau terjadi pembengkakan dan muncul
benjolan di leher.

Penanganan batuk dilakukan berdasarkan penyebabnya. Batuk yang


disebabkan oleh infeksi virus akan sembuh dengan sendirinya oleh sistem
kekebalan tubuh dengan memusnahkan virus. Kendati demikian, untuk
mengurangi ketidaknyamanan terhadap batuk, terdapat langkah-langkah yang
bisa dilakukan, meliputi:

a) Banyak minum air putih. Cairan dapat membantu mengencerkan dahak


dalam tenggorokan. Selain air putih, minuman hangat, seperti teh
ditambah madu atau jahe juga dianjurkan.
b) Menghindari bahan yang dapat membuat iritasi atau alergi, seperti debu
atau asap.
c) Menambah bantal saat tidur, agar kepala lebih terangkat.

Di samping langkah penanganan sederhana, konsumsi obat batuk yang


dijual bebas juga dapat membantu. Obat batuk tersebut meliputi obat yang
dapat mengurangi keinginan batuk (antitusif), dan yang mengencerkan dahak
sehingga dahak mudah keluar (ekspektoran). Berikut daftar nama Obat yang
dapat digunakan dalam membantu penyembuhan batuk :

1. KODEIN ( BENTUK GARAM : HCL FOSFAT)


a. Farmakologi dan Indikasi
Kodein merupakan 3 metoksimortin, yang menunjukkan aktifitas
sebagai analgetika dan antitusif narkotika yang sifatnya menyerupai
morfra namun efek analgetika jauh lebih lemah, efek samping dan resiko
adiksinya juga lebih ringan.

63
Sebagai antitusif ( penekan batuk ) bekerja dengan cara menekan
langsung pada pusat batuk dimedulla dan digunakan untuk mengurangi
frekuensi batuk pada batuk kering non produktif.

b. Pendosisan
Dosis Dewasa
Per oral dan s.c sebagai antitusif 10 - 20 mg tiap 4 - 6 jam maksimal 120
mg per hari. Intra vena tidak dianjurkan.
Dosis pediatri: Per oral, untuk antitusif 2 - 6 tahun 2,5 —5 mg tiap 4 — 6
jam maksimal 30 mg pe hari, 7 - 10 mg tiap 4 -6 jam, maksimal 60 mg per
hari. Lebih dari 12 tahun sama dengan dosis dewasa. Dosis geriatri: sama
dengan dosis dewasa. Kondisi yang lain : Pada pasien hyposia atau
hiperkapnia dosis awal dikurangi.

c. Kontra Indikasi
Pada batuk berdahak, depresi pernanafasan, gangguan fungsi hepar,
hipersensitif terhadap Kodein. .

d. Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)


Pusing, mual, muntah, konstipasi, dan sering terjadi depresi pada saluran
pernafasan. Gejala yang timbul berhubungan dengan dosis adalah miosis,
kantuk, tachycardia, bradychardia dan hipotensi. ROTD yang berhubungan
dengan dosis pada anak adalah somnolence, ataxia, miosis dan muntah
pada dosis 3 -5 mg/kg/hari dan depresi pada pernafasan terjadi pada lebih
dari 5 mg/kg/hari. Resiko terjadinya efek merugikan yang berhubungan
dengan dosis dapat timbul pada bayi karena hepatic glucuronidasi pada
bayi belum sempurna.

64
e. Interaksi Obat
Penggunaan bersama penghambat CYP2D6 seperti Ouinidine akan
menurunkan efek analgetika dari kodein.

f. Hal-hal yang perlu diperhatikan


Obat ini jangan digunakan secara i.v sebab akan menimbulkan hipotensi.
Tidak dianjurkan penggunaannya pada batuk produktif | dan tidak
dianjurkan sebagai antitusif pada anak umur kurang dari 2 tahun.

g. Instruksi/Informasi Pada Pasien


Obat ini dapat menyebabkan kantuk, Selama minum obat ini harus
berhati-hati apabila mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin.
Hindari penggunaannya bersama dengan alcohol atau obat lain yang dapat
menyebabkan kantuk. Penggunaan jangka lama dapat menyebabkan
konstipasi.

h. Bentuk Sediaan, Nama Dagang dan atau Nama Paten


Codein HCL Tablet 10 mg, 15 mg, 20 mg / tablet. Codein kombinasi
Codipront, Codipront cum Expectorant

2. DEKSTROMETORFAN
a. Farmakologi Dan Indikasi
Dekstrometorfan merupakan D isomer dari Kodein, namun tidak
menunjukkan sifat sebagai analgetika dan tidak menimbulkan adiktif. Obat
ini bekerja sebagai antitusif (penekan batuk) pada batuk kering non
produktif dengan aksi sentral. Pada dosis lazim, obat ini dapat menekan
pusat batuk di medulla, namun hanya sedikit berpengaruh menekan
pernafasan, sistem kardio vaskular dan saluran pencernaan. Kerja antitusif
obat ini dapat juga melalui blokade reseptor batuk di saluran pernafasan.
b. Pendosisan

65
Dosis Dewasa
Sebagai penekan batuk per oral 10 - 30 mg tiap 4 - 8 jam, maksimal 120
mg per hari. Bentuk sediaan lepas lambat 60 mg tiap 12 jam.

Dosis pediatri: per oral sebagai penekan batuk :


Untuk anak kurang dari 2 tahun tidak dianjurkan, 2 - 6 tahun 2,5 - 7,5 mg
tiap 4 - 8 jam, maksimal 30 mg perhari. 6 - 12 tahun 5 - 10 mg tiap 4 jam
atau 15 mg tiap 6 - 8 jam maksimal 60 mg per hari. Lebih dari 12 tahun
sama dengan dosis dewasa Lepas lambat: 2-5th 15 mg tiap 12 jam 6-12 th
30 mg tiap 12 jam

i. Kontraindikasi
Pada pasien yang menggunakan terapi penghambat MAO, hipersensitifitas
terhadap Dekstrometorfan.

j. Reaksi Obat Tidak Dikehendaki ( ROTD)


Kadang-kadang dapat timbul mengantuk yang ringan, GI upsel. Pada dosis
besar dapat menyebabkan depresi pada susunan syarat pusat dan
pernafasan. Telah dilaporkan bahwa terjadi peningkatan penyalahgunaan
obat ini pada remaja

k. Interaksi Obat
Penggunaan bersama-sama dengan antidepresan penghambat MAO dapat
menyebabkan hipotensi, hiperpireksia, mual, muntah dan koma. Interaksi
juga dapat terjadi pada penggunaan bersama-sama obat yang menghambat
metabolisme Dekstrometorfan melalui hambatan terhadap enzim CYP2D6,
namun belum ada laporan yang menunjukkan timbulnya akibat yang
serius.

66
l. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Obat ini jangan digunakan untuk pasien dengan batuk kronis atau batuk
dengan sekresi yang berlebihan .

m. Bentuk Sediaan, Nama Dagang Dan Atau Nama Paten


Generik : Dekstrometorfan tablet 15 mpg/tablet Dekstrometorfan sirup 10
mg/5 ml sirup
Tablet : Dexitab,Code, Yekadex tablet mengandung Dekstrometorfan HBr
15mg/tablet.
Sirup :Dextropim,Code,Zenidex sirup mengandung - Dextrometorfan HBr
10mg/5 ml sirup.
Obat tetes : Zenidex mengandung Dextrometorfan 7,5 mg/5 ml obat tetes.
Dekstrometorfan kombinasi
Actifed DM, Benadril DMP, Latifed DM, Sanadril DMP, Vick Formula
44, Wood antitusif.

3. GUAIFENESIN ( GLISERIL GUAIAKOLAT )


a. Farmakologi
Guaifenesin bekerja sebagai expectoran melalui suatu aksi meningkatkan
sekresi saluran pernafasan sehingga viskositas dahak berkurang,
meningkatkan aksi cilia (mucociliary) dan dengan demikian dahak akan
mudah dikeluarkan.

b. Indikasi
Untuk meringankan batuk yang berhubungan dengan infeksi pada
saluran pernafasan seperti sinusitis, pharyngitis, bronchitis dan asma
dengan mucus yang kental

67
c. Pendosisan
Dosis Dewasa
Sebagai expectoran per oral 100 - 400 mg tiap 4 jam, bentuk lepas lambat
600- 1200 mg tiap 12 jam maksimal 2,4 g per hari.

Dosis pediatri: per aral sebagai expectoran.


2 - 6 tahun 50 - 100 mg tiap 4 jam maksimal 600 mg per bari. 6 - 12 tahun
100 - 200 mg tiap 4 jam maksimal 1200 mg per hari. Lebih dari 12 tahun
sama dengan dosis dewasa. Lepas lambat : 2-6 tahun 300 mg tiap 12 jam
6 - 12 tahun 600 mg tiap 12 jam

Dosis geniatri : sama dengan dosis dewasa

d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap gusiafenesin.

e. Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)


Kadang-kadang terjadi mual, muntah, pada dosis besar dapat
menyebabkan pusing, sakit kepala.

f. Interaksi obat
Belum diketahui

g. Hal-hal yang perlu diperhatikan


Jangan digunakan untuk pasien dengan batuk kronis atau batuk dengan
sekret yang berlebihan.

68
h. Intruksi/informasi pada pasien
Obat diminum dengan menggunakan cairan dalam jumlah banyak untuk
menjamin aksi obat. Laporkan apabila batuk menetap lebih dari 1 minggu,
berulang-ulang atau diikuti oleh demam, rash atau sakit kepala yang
menetap segera konsultasikan ke dokter. Dosis yang berlebihan dapat
menyebabkan mual dan muntah.

i. Bentuk Sediaan, Nama Dagang atau Nama Paten

Generik : Giliserilguaikolat tablet 50 mg/tablet


Tablet Guaiapim tablet mengandung gliserilguaikolat 50 manakiat.

4. BROMHEKSIN HIDROKLORIDA

a. Farmakologi
Brombeksin HCL bekerja sebagai mukolitika dengan jalan memutus
serat-serat mukopolisaccharida yang terdapat pada dahak sehingga
viskositas dahak berkurang dan mudah dikeluarkan.

b. Indikasi
Bromheksin HCL : digunakan sebagai mukolitik pada batuk dengan
dahak yang kental seperti pada bronchitis, empisema dan cystic fibrosis.

c. Pendosisan
Dosis dewasa per oral 3x4 sehari 8 — 16 mg
Pediatri: 3 X sehari 1,6-8 mg tergantung usia

d. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap Bromiheksin HCL

69
e. Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)
Gangguan pada saluran cerna, pusing

f. Bentuk Sediaan, Nama Dagang dan atau Nama Paten


Tablet : Bisolvon, Farmavon, Hustab. P., Mucohexin, Mucosolvan
mengandung Bromhexin HCL 8 mg/tablet.
Sirup : Bisolvon, Fannavon, Hustab. P , Mucohexin, Mucosolvan
mengandung Bromhexin HCL 4 . 1ng/3 mi sirup.
Injeksi : Bisolvon injeksi mengandung Bromhexin HCL 2 mg/mi injeksi.

5. AMBROKSOL HIDROKLORIDA

a. Farmakologi
Ambroksol bekerja sebagai mukolitika dengan jalan memutus serat-serat
mukopolisacharida yang terdapat pada dahak sehingga viskositas dahak
berkurang, dengan demikian dahak akan mudah kekeluarkan.

b. Indikasi
Ambroksol digunakan sebagai 'mukolitik pada gangguan
saluran .pernafasan akut maupun kronis terutama pada eksaserbasi
bronchitis kronis, bronchitis asmatik dan asma bronkiale.

g. Pendosisan
Dosis dewasa per oral 2 - 3x sehari 1 tablet (30 mg) Pediatri :
2 - 6 tahun 3 x sehari ½ sendok teh (2,5 ml) sirup
6—12 tahun 2-3 x sehari 1 sendok teh (5 ml) sirup
kurang dari 2 tahun 2 x sehari "4 sendok teh (2,5 ml) sirup

h. Kontraindikasi

70
Hipersensitif terhadap Ambroksol

i. Reakai Obat Tidak Dikebendaki (ROTD)


Ambroksol umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping ringan pada
saluran pencernaan telah dilaporkan terjadi pada beberapa pasien. Reaksi
alergi.

j. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan


Tidak dianjurkan pada kehamilan trisemester pertama.

k. Bentuk Sediaan, Nama Dagang atau Paten


Generik : Ambroksol tablet 30 mg/tablet. Ambroksol Sirup 30 mg/5 ml
Tablet : Epexol, Extropect, Mucopect, Mucos, Transbroncho, tablet
mengandung Ambroksol HCL 30 mg/tablet.
Tablet Retard : Mucopect mengandung Ambroksol HCL 75 mg/tablet
retard.
Sirup : Epexol, Extropect, Mucopect, Mucos, Transbroncho sirup
mengandung Ambroksol HCL 15 mg/5 ml sirup. Mucopect,
Transbroncho sirup mengandung Ambroksol HCL 30 mg/5 mi
sirup.
Obat tetes : Mucos drop mengandung Ambroksol HCL 15 mg/5 ml drop.

6. ACETYLCYSTEINE
a. Farmakologi
Mekanisme kerja obat ini bekerja sebagai mukolitik melalui
kelompok sulfhidril bebasnya yang membuka ikatan disulfida
dalam mucoprotein, sehingga menurunkan viskositas lendir.

71
b. Indikasi
Digunakan untuk terapi mukolitik (mengencerkan dahak) pada
penyakit bronkial, paru-paru akut dan kronik dengan lendir pekat,
bronkitis akut dan kronik, efisema paru.

c. Pendosisan
Dosis Dewasa
Sebagai Mukolitik 200 mg,3 x sehari,

Dosis pediatri: per oral sebagai Mukolitik.


100 mg 3 x sehari
Dosis geniatri : sama dengan dosis dewasa

d. Kontraindikasi
Hindari penggunaan pada pasien yang memiliki riwayat
hipersensitif terhadap Asetilsistein.

e. Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)


Kadang-kadang terjadi mual, muntah, pada dosis besar dapat
menyebabkan pusing, sakit kepala.

f. Interaksi obat
Tidak boleh diberikan bersamaan dengan obat antitusif,
tetrasiklin HC danGliserol Trinitrate.

g. Hal-hal yang perlu diperhatikan


Jangan digunakan untuk pasien dengan batuk kronis atau batuk
dengan sekret yang berlebihan.
h.

72
i. Bentuk Sediaan, Nama Dagang atau Nama Paten
Generik : Acetylcysteine tablet 200 mg/tablet
Paten : FluiMucil 200 mg/granul,
Nyxtex 200 mg/kapsul,
150 ml/dry syrup.
Tablet Effervescent Acetin 600 mg.
N-Ace Inhalation 100 mg/ml.

H. Penatalaksanaan Terapi

1. Tujuan Terapi

Tujuan pengobatan batuk adalah untuk meminimalkan gejala dan


menghilangkan atau mengatasi penyebab batuk.

2. Strategi Terapi

a. Terapi non-farmakologi

Untuk batuk akut dan subakut yang umumnya bisa sembuh dengan
sendirinya, terapi nonfarmakologi dilakukan dengan cara menghindari
pemicu/perangsang batuk yang dapat dikenali, seperti merokok, makan
makanan berminyak, dll. Minum air banyak-banyak cukup membantu agar
kerongkongan tidak kering yang kadang dapat memicu batuk.

Untuk batuk kronis, jika penyebabnya diketahui dan dapat dihindarkan,


maka dilakukan penghindaran terhadap penyebabnya. Misalnya, batuk
yang disebabkan oleh penggunaan obat golongan inhibitor ACE, dapat
diatasi dengan penghentian atau penggantian obat tersebut.

73
b. Terapi farmakologi

Pada dasarnya penatalaksanaan batuk harus disesuaikan dengan dugaan


penyebabnya, disamping untuk mengurangi gejala itu sendiri. Pada batuk
akut dan subakut, biasanya digunakan obat-obat simptomatik untuk
mengurangi gejala batuk. Obat batuk digolongkan menjadi dua, yaitu
antitusif dan ekspektoran.

Antitusif bekerja menekan refleks batuk, sedangkan ekspektoran bekerja


memudahkan ekspektorasi/batuk. Golongan obat lain yang sering
digunakan pada batuk adalah mukolitik, yang bekerja mengencerkan
mukus/dahak sehingga lebih mudah diekspektorasikan.

a. Antitusif

Antitusif bekerja untuk menekan refleks batuk. Contohnya adalah


noskapin, etilmorfin, dan kodein. Obat-obat ini merupakan derivat
senyawa opiat, sehingga juga memiliki efek samping seperti senyawa
opiat, meliputi konstipasi, sedatif, dil. Perlu diketahui bahwa antitusif
sebaiknya tidak digunakan pada batuk berdahak, karena dahak yang
tertahan pada cabang trakeobronkial dapat menganggu ventilasi dan bisa
meningkatkan kejadian infeksi, misalnya pada penyakit bronkitis kronis
dan bronkiektasis.

Selain obat golongan obat tadi, antitusif yang sangat luas dipakai adalah
dekstrometorfan yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan banyak
dijumpai pada sediaan obat bebas terbatas.

Dekstrometorfan adalah jenis obat yang mirip obat opiat, ia bekerja


sebagai antagonis reseptor NMDA (N-methyl D-aspartate) glutamatergik
serta juga merupakan antagonis reseptor nikotinik a3/B4. Penggunaan,
dalam dosis besar dapat menyebabkan aksi menyerupai obat golongan
opiat, sehingga sering disalahgunakan.

74
Obat Dosis dan Interval

Dewasa Anak-anak

Kodein 10- 20 mg setiap 4-6 jam jika 2-6 tahun : 0,25 mg/kg sampai
perlu (tidak boleh lebih dari 120 4x sehari
mg/ hari) 6-12 tahun : 5-10 mg setiap 4-6
jam jika perlu (tidak boleh lebih
dari 60 mg/ hari)

Noskapin 25 mg atau 5 ml sirup, setiap 8 0-4 tahun : 1,25 mg


jam 4-10 tahun : 2,5 mg
10-15 tahun : 3,75 mg setiap 8
jam

Dekstrometorfan 10-20 mg tiap 4 jam atau 30 mg 1 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis


tiap 6-8 jam,maksimal 120 terbagi
mg/hari

b. Ekspektoran

Ekspektoran (dari bahasa Latin ex = keluar dan pectoris = dada)


ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan pengeluaran
dahak/ekspektorasi. Obat bebas yang paling sering digunakan adalah
gliseril guaikolat atau guaifenesin. Namun dalam beberapa studi,
efektivitas ekspektoran ini masih dipertanyakan” dan dikatakan tidak lebih
baik daripada plasebo. Bahkan studi menyarankan menggunakan air saja
sebagai ekspektoran, karena air dapat mengencerkan dahak sehingga
dahak dapat dibatukkan dengan mudah.

75
c. Mukolitik

Golongan mukolitik bekerja menurunkan viskositas mukus/dahak,


sehingga memudahkan ekspektorasi. Biasanya digunakan pada kondisi
dimana dahak cukup kental dan banyak, seperti pada penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK), asma, bronkiektasis, dan sistik fibrosis.

Beberapa contoh mukolitik adalah : N-asetilsistein, karbosistein,


ambroksol, bromheksin, dan mesistein.

Obat Dosis dan Interval

Dewasa Anak-anak

Asetilsistein 200 mg,3 x sehari 100 mg 3 x sehari

Karbosistein Awal : 750 mg 3 x sehari, 2-5 tahun : 65,5-125 4 x


kemudian : 1,5 gram sehari sehari
dosis terbagi 6-12 tahun : 250 mg 3 x
sehari

Ambroksol 60 mg 2 x sehari 2-6 tahun : 15mg 3 x


HCL sehari
6-12 tahun : 30 mg 2-3 x
sehari

Bromheksin 8 mg 3-4 x sehari > 10 tahun : 8 mg 3 x


sehari
3-10 tahun : 4 mg 3 x
sehari

76
Studi mengenai efek mukolitik terhadap penurunan frekuensi batuk
menunjukkan hasil yang inkonsisten, dimana sebagian studi melaporkan
bahwa mukolitik seperti bromheksin misalnya, tidak memiliki efek
terhadap batuk pada pasien bronkitis kronis. Efek terhadap batuk baru
dapat terdekteksi pada jumlah populasi penelitian yang lebih besar.

Sementara pada studi yang lain dilaporkan bahwa karbosistein dapat


menurunkan viskositas sputum pada pasien bronkitis kronis, sehingga
memudahkan ekspektorasi, walaupun tidak mempengaruhi secara
signifikan frekuensi dan keparahan batuknya. Untuk batuk kronis,
disamping obat-obat di atas, maka penatalaksanaannya disesuaikan dengan
penyebab dari batuk itu sendiri.

Dalam penatalaksanaan batuk, terutama untuk batuk akut, farmasis dapat


turut berperan dalam pemilihan jenis obat batuk yang tepat sesuai dengan
jenis batuknya. Untuk batuk kronis, pasien perlu direkomendasikan untuk
pemeriksaan dokter lebih lanjut untuk memastikan etiologinya.

77
 Resep I

R/ acetylsysteine X
S. 2 d d 1 tab
R/ Oseltamivir XX
S.2 d d 2 tab
R/ Vitamin D3 1000 IU X
S.1 d d 1 tab
R/ Zink X
S. 2 d d 1 tab

1. Pengkajian Administrasi dan Farmasetika

Admistrasi Farmasetika

Tanggal resep ✓ Nama obat ✓

Nama poli/ruangan ✓ Kekuatan sediaan ✓

Nama dokter - Signa ✓

Nama pasien ✓ Copy etiket ✓

Umur ✓ Paraf dr.untuk -


penggantian obat

Berat badan - Paraf dr. untuk OKT ✓

Alamat pasien ✓ Jumlah obat ✓

2. Pengkajian Klinis / Farmakologi

78
Komponen Resep Ada (✓); Tidak Ada(✓)

Mekanisme Kerja Ketetapan Indikasi acetylcysteine : Diindikasikan untuk


Mengencerkan dahak atau lendir di saluran
penafasan akibat penyakit paru-paru tertentu
(misalnya: emfisema, bronkitis, fibrosis kistik,
pneumnia),dengan mekanisme kerjanya
dengan cara mengurangi ikatan disulfida pada
matriks mukus (dahak) yang membuat mukus
tersebut encer sehingga mukus lebih mudah
dikeluarkan serta mengurangi menempelnya
mukus pada dinding tenggorokan.
Oseltamivir : Diindikasikan untuk untuk
mengatasi infeksi virus influenza tipe A
(misalnya flu burung) atau B, dengan
mekanisme kerjanya dengan menghambat
enzim neuraminidase pada virus yang
berfungsi untuk masuknya virus dan
membantu pelepasan partikel virus yang baru
terbentuk dari sel yang terinfeksi.
Vitamin D3 1000 IU : Diindikasikan untuk
meningkatkan kadar 25(OH)D dalam darah
pada pasien dengan kekurangan vitamin D
(kadar 25(OH)D serum <30 ng/mL),dengan
mekanisme kerjanya vitamin D3 diserap di
usus dengan bantuan senyawa empedu hati
dikarenakan vitamin ini tidak larut air. Setelah
diserap, akan disimpan di jaringan lemak
(adipose) dalam bentuk yang tidak aktif dan

79
akan diproduksi didalam tubuh ketika tubuh
terkena sinar matahari dimana senyawa
kolekalsiferol akan diubah menjadi senyawa
kalsitriol yang diproduksi di ginjal kemudian
diedarkan ke bagian-bagian tubuh yang
membutuhkan, terutama tulang dan gigi.
Zink : Diindikasikan untuk obat ini digunakan
untuk membantu memperkuat sistem
kekebalan tubuh, dan mengatasi defisiensi
zinc pada kasus diare,dengan mekanisme
kerjanya kofaktor enzim akan melindungi
membran sel terhadap lisis yang disebabkan
oleh aktivasi komplemen dan pelepasan zat
toksin.

Kontra indikasi acetylcysteine : Hipersensitivitas.


Oseltamivir : Hipersensitif terhadap
oseltamivir
Vitamin D3 1000 IU : Hipersensitivitas,
Hipervitaminosis D, Nefrolitiasis atau
nefrokalsinosis, Penyakit atau kondisi yang
menyebabkan hiperkalsemia dan/atau
hiperkalsiuria, Kerusakan ginjal berat dan
gagal ginjal
Zink : Hindari penggunaan pada penderita
dengan defisiensi Tembaga (Copper)

Duplikasi -

Efek samping acetylcysteine :

80
● Reaksi Reaksi hipersensitivitas
(misalnya urtikaria, ruam kulit,
hipotensi, mengi, dispnea).
● Gangguan saluran pencernaan: mual,
muntah.
● Berpotensi fatal: Reaksi
hipersensitivitas serius (misalnya
bronkospasme, angioedema).
Oseltamivir : Sakit perut, sakit kepala, diare,
mual dan muntah, sulit tidur
Vitamin D3 1000 IU : Hiperkalsemia,
hiperkalsiuria, pruritus, ruam, urtikaria, reaksi
hipersensitivitas, mual, muntah
Zink :Gangguan gastrointestinal: Sakit perut,
dispepsia, mual, muntah, diare, iritasi
lambung, gastritis.

Interaksi -

3. Kesesuaian Dosis

Nama obat Dosis lazim Penggunaan Kesesuaian

Acetylcysteine 100 mg - 200 mg 2 X 1 tab Sesuai

Oseltamivir 2 mg - 75 mg 2 X 2 tab Sesuai

Vitamin D3 1000 IU 1000 IU - 4000 IU 1 X 1 tab Sesuai

Zink 2 X 1 tab Sesuai

Resep II

81
R/ mucus no x
S.2 d d 0,5 ml

1. Pengkajian Administrasi dan Farmasetika

Admistrasi Farmasetika

Tanggal resep ✓ Nama obat ✓

Nama poli/ruangan - Kekuatan sediaan -

Nama dokter ✓ Signa ✓

Nama pasien ✓ Copy etiket ✓

Umur ✓ Paraf dr.untuk -


penggantian obat

Berat badan - Paraf dr. untuk OKT ✓

Alamat pasien - Jumlah obat ✓

2. Pengkajian Klinis / Farmakologi

82
Komponen Resep Ada (✓); Tidak Ada(✓)

Mekanisme Kerja Ketetapan Indikasi mucos : Diindikasikan untuk Ambroksol


digunakan sebagai 'mukolitik pada gangguan
csaluran .pernafasan akut maupun kronis
terutama pada eksaserbasi bronchitis kronis,
bronchitis asmatik dan asma bronkiale,dengan
mekanisme kerjanya sebagai mukolitika
dengan jalan memutus serat-serat
mukopolisacharida yang terdapat pada dahak
sehingga viskositas dahak berkurang, dengan
demikian dahak akan mudah kekeluarkan.

Kontra indikasi Hipersensitif terhadap Ambroksol

Duplikasi -

Efek samping Efek samping ringan pada saluran pencernaan


dan reaksi alergi.

Interaksi -

3. Kesesuaian Dosis

Nama obat Dosis Lazim Penggunaan Kesesuaian

mucos 1.2-1.5 mg / kg BB / 2 x 0,5 ml sesuai


hari dalam dosis bagi.

Resep III

83
R/ ambroksol syirup 1
S.3 d d 1

1. Administrasi dan Farmasetika

Admistrasi Farmasetika

Tanggal resep - Nama obat ✓

Nama poli/ruangan - Kekuatan sediaan ✓

Nama dokter - Signa ✓

Nama pasien ✓ Copy etiket ✓

Umur ✓ Paraf dr.untuk -


penggantian obat

Berat badan - Paraf dr. untuk OKT -

Alamat pasien - Jumlah obat ✓

2. Pengkajian Klinis / Farmakologi

84
Komponen Resep Ada (✓); Tidak Ada(✓)

Mekanisme Kerja Ketetapan Indikasi Ambroksol Hcl: Diindikasikan untuk


Ambroksol digunakan sebagai 'mukolitik pada
gangguan saluran .pernafasan akut maupun
kronis terutama pada eksaserbasi bronchitis
kronis, bronchitis asmatik dan asma
bronkiale,dengan mekanisme kerjanya sebagai
mukolitika dengan jalan memutus serat-serat
mukopolisacharida yang terdapat pada dahak
sehingga viskositas dahak berkurang, dengan
demikian dahak akan mudah kekeluarkan.

Kontra indikasi Hipersensitif terhadap Ambroksol

Duplikasi -

Efek samping Efek samping ringan pada saluran pencernaan


dan reaksi alergi.

Interaksi -

3. Kesesuaian Dosis

Nama obat Dosis Lazim Penggunaan Kesesuaian

ambroksoll 1.2-1.5 mg / kg BB / 3 x1 sesuai


hari dalam dosis bagi.

BAB V

PENUTUP

85
a. Kesimpulan
Selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek FIFA Farma
berlangsung, Praktikan/Mahasiswa didapatkan beberapa simpulan diantaranya:
1. Perencanaan dilakukan menurut metode konsumen karena melihat
konsumsi atau kebutuhan dari paisen sakit.
2. Pengadaan barang yang dilakukan yaitu seperti golongan obat bebas,
obat bebas terbatas, psikotropik dan narkotik
3. System organisasi, Administrasi, keuangan dan pengawalan di
Apotek FIFA Farma telah berjalan dengan baik
4. Penyakit Batuk yang ada di lingkungan Apotek dapat dianggap
cukup banyak, dimulai dari balita sampai lansia. Untuk pencegahan
penularan, kami anjurkan untuk selalu memakai masker setiap
melakukan kegiatan.

a. Saran
Untuk mengantisipasi jumlah persediaan yang tidak terkontrol dan
konsumen menurun, perlu ditingkatkan pelayanan dan pengelolaan dalam
beberapa hal meliputi:
1. Menjalankan kembali Kartu Stok dalam me-manage sirkulasi
barang di gudang perbekalan Apotek.
2. Mengurangi pengadaan Obat yang jarang sekali dikeluarkan,
sehingga dapat meminimalisir penumpukkan obat dalam satu
etalase sesuai tempatnya.
3. Demi keamanan dan kenyamanan, agar pemantauan lebih efektif
CCTV Apotek ditempatkan pada tempat yang lebih strategis.
4. Diadakannya pelayanan resep racikan dari dokter agar lebih
lengkap dalam pharmaceutical care kepada masyarakat.

86
DAFTAR PUSTAKA

Adi Parawata, I Made. 2017. Bahan Ajar Obat Tradisional. Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Udayana.

Binfar. 2009. Informasi Tentang Pengetahuan Obat Bebas dan Bebas


Terbatas. Binfar, Jum’at 23 Oktober 2009.
http//binfar.depkes.go.id/search_info.php, Diakses tanggal 12
Oktober 2021.

BPOM. 2012. Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) bagi


Tenaga Kesehatan. Jakarta: Badan POM RI.

BPOM. 2014. Menuju Swamedikasi yang Aman. INFOPOM Volume 15


Nomor 1 Januari-Februari 2014.

BPOM. 2015. Tentang Antibakteri. Pusat Informasi Obat Nasional.


Jakarta: Badan POM RI.

Departemen Kesehatan RI (2007). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan


Obat Bebas Terbatas (pp. 0-8,10-13, 18-21, 22-41, 47-50). Jakarta.
Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia 2011. Profil Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta. 2012.

Kementerian Kesehatan RI . 2017. Bahan Ajar Rekam Medis dan


Informasi Kesehatan (RMIK) – Farmakologi. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor


2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik. Jakarta Menteri Kesehatan.

87
Program Keahlian Farmasi. 2015. Laporan Praktek Kerja Lapangan Di
Apotek An-Nur Tasikmalaya. SMK Bhakti Kencana Tasikmalaya
2015.

Tanto, Irene A., Mushoffa, Alifah I., Benarqi, G. Giopenra., 2015.


Makalah Farmakologi Molekuler “Antiemetik”. Universitas Jendral
Soedirman Purwekerto.

Widyani, Maya. 2020. Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat


Tentang Obat Analgetik di Kelurahan Pekajangan Kecamatan
Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. DIII Farmasi Politeknik
Harapan Bersama Tegal.

PP IAI. 2013. Contoh-contoh Standar Prosedur Operasional (SPO).


Pedoman Praktek Apoteker. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Apoteker
Indonesia.

Wirjodiarjo, H.M,. Penyebab Batuk dan Tips Pengobatannya. KOMPAS.


31 Mei 2006.

Anderso P. O.,Knoben, J.E., Troutman W.G. (Editor), 2002, Handbook of


Clinical Drug Data, 10th Ed, Mc Graw-Hill, New York.

Anonin, 2000, Informatiorium Obat Nasional Indonesia 2000, Dirjend


POM, Departemen Kesehatan, Jakarta.

Anonim, 2005, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol. 40 Ikatan Sarjana


Farmasi Indonesia, Jakarta

Lacy C.F., Armstrong L.L., Goldman M.P., Lance L.L., 2001-2002, Drug
Information Handbook, LexiComp Inc, Hudson, Ohio.

Tjay, T.H Raharja, K., 2002, Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya, Edisi 5, PT Elexmedia Komputindo, Jakarta.

88
89
Lampiran

Pelayanan Swamedikasi dan pemeriksaan kesehatan lainnya

Sediaan Farmasi di Apotek FIFA Farma

90
Surat Pesanan di Apotek FIFA Farma

Dokumen-dokumen serta Faktur-faktur di Apotek FIFA Farma

Gudang Perbekalan Sediaan-sediaan di Apotek FIFA Farma

91
92

Anda mungkin juga menyukai