Anda di halaman 1dari 8

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Jurnal Internasional Bisnis dan Ilmu Sosial Vol. 2 No. 3 [Edisi Khusus - Januari 2011]

Evaluasi Implementasi E-government oleh Pemerintah Daerah:


Kesenjangan Digital dalam Layanan Publik Berbasis Internet di Indonesia

Budi Hermana1
1Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
Jalan Margonda Raya No.100 Indonesia
Email:bhermana@staff.gunadarma.ac.id

Widya Silfianti2
2Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Gunadarma
Jalan Margonda Raya No.100 Indonesia
Email: wsilfi@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja pelayanan publik melalui website pemerintah daerah di
Indonesia. Variabel penelitian adalah karakteristik layanan web, popularitas situs web, dan metrik web. Data sekunder dan
primer dikerahkan untuk mengukur variabel tersebut. Analisis data difokuskan untuk mengidentifikasi kesenjangan digital
dilihat dari tingkat pemerintahan dan letak geografis Jawa dan luar Jawa. Hasil temuan menunjukkan bahwa pada web metrics
rank pemerintah daerah di luar Jawa menunjukkan, website provinsi lebih dominan dibandingkan website kota atau
kabupaten, sedangkan untuk Pulau Jawa, website kabupaten atau kota lebih dominan dibandingkan website provinsi.
Selanjutnya menunjukkan bahwa provinsi lebih baik daripada kabupaten dan kota untuk halaman web dan tautan masuk,
sedangkan kota lebih baik untuk popularitas. Distrik lebih rendah dari provinsi dan kota untuk semua metrik web. Akhirnya ini
menunjukkan bahwa ada kesenjangan digital antara Jawa dan luar Jawa untuk halaman web, tautan masuk, dan lalu lintas.

Kata Kunci:karakteristik layanan web, popularitas situs web, metrik web, kesenjangan digital, layanan publik

1. Perkenalan
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, luas wilayah Indonesia adalah 1.904.556 km2, yang
meliputi 17.504 pulau. Wilayah pemerintahan meliputi 33 provinsi, 349 kabupaten, 91 kotamadya,
5.263 kecamatan, 7.123 desa, dan 62.806 desa istimewa (Permendagri No. 18 Tahun 2005). Indonesia
belum memiliki database yang lengkap tentang jumlah pemerintah daerah yang telah menerapkan
layanan publik berbasis web. Kemendagri memiliki data lengkap hanya untuk provinsi, kabupaten dan
kota. Ini adalah kebutuhan untuk membangun database yang lengkap. Kebutuhan tersebut juga
dipicu oleh jumlah penduduk Indonesia yang besar yaitu 238.452.952 dan menempatkan Indonesia
menjadi empat besar penduduk dunia. Kondisi geografis yang luas menjadi tantangan besar bagi
pemerintah dan masyarakat Indonesia di era globalisasi dan informasi,

Sebagaimana disebutkan oleh Harijadi (2004), visi TIK Indonesia adalah “mewujudkan masyarakat informasi modern,
sejahtera dan berdaya saing tinggi, dengan dukungan kuat TIK”. Untuk mewujudkan Visi Nasional TIK, Pemerintah
Indonesia telah membentuk Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memiliki tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan, merumuskan, dan mensosialisasikan kebijakan dan strategi nasional pengembangan TIK,
mendorong dan menstimulasi pengembangan TIK, meningkatkan pemanfaatan TIK dalam kegiatan kehidupan
masyarakat sehari-hari, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan dan pembangunan nasional TIK di Indonesia. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika, melalui Keputusan Presiden No. 5 Tahun 2000, telah dibentuk
Badan Koordinasi TIK Indonesia- gugus tugas nasional yang berfungsi untuk meningkatkan penggunaan media
elektronik untuk memfasilitasi fungsi pemerintahan, keterkaitan, interaksi, dan transaksi. Dewan juga memiliki
tanggung jawab dalam memberikan pedoman dan rekomendasi bagaimana melakukan pengembangan TIK di
Indonesia, termasuk E-government. Selanjutnya pada bulan April 2001, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
Instruksi Presiden No. 6 yang memberikan pedoman pengembangan dan pemberdayaan TIK di masyarakat.

156
Edisi Khusus Ilmu Perilaku dan Sosial ©Pusat untuk Mempromosikan Ide, AS www.ijbssnet.com
Instruksi Presiden memuat 75 program atau rencana aksi yang diklasifikasikan ke dalam empat kategori:
kerangka hukum dan kebijakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, infrastruktur, dan aplikasi di
sektor pemerintah dan swasta. Pertanyaannya adalah apakah visi atau rencana aksi nasional berhasil
diimplementasikan di semua pemerintah daerah di Indonesia? Terlebih lagi, temuan penelitian Silfianti,
Suhendra, dan Harmanto (2010) menunjukkan bahwa berbagai kendala masih dihadapi oleh
penyelenggaraan website pemerintah daerah di Indonesia. Apakah permasalahan tersebut disebabkan
oleh perbedaan fitur atau karakteristik website pemerintah daerah? Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kinerja pelayanan publik melalui website pemerintah daerah di Indonesia dengan
menggunakan analisis fitur web service,

2. Kerangka Teoritis
2.1 Fitur dan Peran E-government
Menurut UN Global e-readiness Reports, s-government adalah penggunaan TIK dan implementasinya oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan publik kepada

masyarakat. Tujuan dari e-government adalah untuk menyediakan pengelolaan informasi pemerintah yang efisien kepada semua warga negara, memberikan pelayanan yang

lebih baik kepada masyarakat, dan memberdayakan masyarakat melalui akses informasi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan publik (Curtin, 2006). Timonen, O'Donnell,

dan Humphreys (2003) menyatakan bahwa e-government jelas merupakan area penting dari pengembangan kebijakan dan memang memiliki potensi untuk mengubah cara

sektor publik beroperasi, baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan pelanggannya. Ndou (2004) menyatakan bahwa target e-government mencakup empat

kelompok utama: warga negara, bisnis, pemerintah (pemerintah dan badan publik lainnya) dan pegawai. Transaksi dan interaksi elektronik antara pemerintah dan setiap

kelompok merupakan jaringan hubungan e-government dan masing-masing empat blok utama e-government, yaitu Government to Citizens (G2C), Government to Business (G2B),

Government to Government (G2G). ), dan Government to Employee (G2E). Damodaran, Nicholls, Henney (2005) berpendapat bahwa prinsip-prinsip e-government perlu

dimasukkan ke dalam semua proses pemerintah daerah, dengan hubungan yang jelas antara layanan dan inisiatif dan agenda e-government. Pemerintah ke Pemerintah (G2G),

dan Pemerintah ke Karyawan (G2E). Damodaran, Nicholls, Henney (2005) berpendapat bahwa prinsip-prinsip e-government perlu tertanam ke dalam semua proses pemerintah

daerah, dengan hubungan yang jelas antara layanan dan inisiatif dan agenda e-government. Government to Government (G2G), dan Government to Employee (G2E). Damodaran,

Nicholls, Henney (2005) berpendapat bahwa prinsip-prinsip e-government perlu dimasukkan ke dalam semua proses pemerintah daerah, dengan hubungan yang jelas antara

layanan dan inisiatif dan agenda e-government.

Selanjutnya, untuk mencapai perubahan budaya dan organisasi yang diperlukan agar manfaat e-government dapat
terwujud sepenuhnya, sumber daya perlu disediakan untuk mendidik staf dan warga negara dalam konsep e-
government. E-government jelas merupakan bidang yang penting pengembangan kebijakan dan memang memiliki
potensi untuk mengubah cara di mana sektor publik beroperasi, baik secara internal maupun dalam kaitannya dengan
pelanggannya. Di Irlandia, e-government telah menjadi fokus perhatian yang signifikan karena pentingnya program
modernisasi layanan publik secara keseluruhan telah diakui (Timonen, O'Donnell, dan Humphreys, 2003). Cook (2004)
telah mengutip laporan dari Momentum Research Group, disponsori oleh National Information Consortium (NIC) yang
mengoperasikan portal di beberapa negara bagian, merinci kebutuhan e-government, opini, dan preferensi 303 orang
dan 103 bisnis di seluruh Amerika Serikat. Dalam wawancara telepon, kedua kelompok ini ditanyai banyak pertanyaan
terkait penggunaan layanan pemerintah, termasuk pendapat mereka tentang kualitas layanan, kepercayaan pada hasil,
pendanaan untuk e-government, keamanan informasi, dan apakah mereka ingin menemukan layanan ini di situs Web
pemerintah negara bagian atau lokal. Menurut Damodaran et al (2005), ada juga kekhawatiran tentang dampak e-
government pada 'kesenjangan digital' dalam masyarakat antara mereka yang memiliki akses ke teknologi digital dan
mereka yang tidak.

Masalah peningkatan partisipasi demokrasi mengharuskan sebagian besar masyarakat memiliki akses langsung ke e-
government melalui Internet. Kesenjangan digital di masyarakat memunculkan dua isu. Yang pertama adalah praktis bahwa
jika otoritas lokal menyediakan layanan melalui Internet, mereka harus memelihara sistem ganda: sistem konvensional bagi
mereka yang tidak terhubung dan layanan elektronik bagi mereka yang terhubung, dan biaya pemeliharaan dua sistem dapat
menjadi penghalang. Masalah kedua adalah salah satu keadilan demokrasi. Jika mereka yang terhubung dapat memperoleh
layanan yang lebih efisien melalui e-government daripada mereka yang tidak terhubung, mereka yang mengandalkan layanan
seluler atau balai kota dan fasilitas perpustakaan umum dirugikan. Ghinea dan Weerakkody (2004) telah melaporkan hasil
studi evaluatif dari penampang portal e-government dari tiga perspektif ini, menggunakan seperangkat metrik kinerja dan
mesin diagnostik Web. Hasil menunjukkan bahwa tidak hanya terdapat variasi yang luas dalam spektrum informasi dan
layanan yang disediakan oleh portal-portal ini, tetapi pekerjaan yang signifikan masih perlu dilakukan untuk menjadikan portal
tersebut sebagai contoh layanan e-government 'praktik terbaik'.

157
Jurnal Internasional Bisnis dan Ilmu Sosial Vol. 2 No. 3 [Edisi Khusus - Januari 2011]
2.2. E-Government di Indonesia
Salahuddin dan Rusli (2005) menyatakan bahwa istilah e-government di Indonesia pertama kali
diperkenalkan dalam pelayanan publik melalui Inpres No. 6 Tahun 2001 tentang teknologi informasi dan
komunikasi. Dalam Keputusan tersebut disebutkan bahwa pemerintah Indonesia harus menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung tata pemerintahan yang baik. Pengembangan e-
government merupakan upaya untuk membangun struktur, sistem, dan administrasi yang efisien, efektif,
transparan dan akuntabel. Upaya tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan, sistem manajemen, proses dan sistem kontrol yang baik. Tantangan utama dalam
mengembangkan egovernment terletak pada aspek non teknis, termasuk perencanaan.
Kendala tersebut adalah (a) kesenjangan digital, (b) perbedaan bahasa dan karakter tulisan, (c) koordinasi dan
kebijakan, dan (d) aspek teknis seperti: infrastruktur, daya beli masyarakat untuk komputer, sumber daya manusia,
biaya teknologi informasi. , Dan seterusnya. Menurut Harijadi dan Satriya (2000), selain komitmen terhadap e-
government, pemerintah Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan yang dapat menghambat implementasi e-
government, antara lain (1) keterbatasan kapasitas dan mahalnya infrastruktur telekomunikasi; (2) Masalah
keberlanjutan pendanaan berbagai inisiatif e-government, (3) Kurangnya koordinasi dan integrasi, dan (4) Proses
finalisasi berbagai peraturan perundang-undangan terkait e-commerce dan e-government. Pemerintah Indonesia telah
memiliki road map untuk menghadapi e-government yang terdiri dari lima fase: persiapan, penampilan panggung, aksi
panggung, fase partisipasi, dan fase transformasi. Ternyata tahapan-tahapan dalam road map tersebut mengadopsi
tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Baum dan Maio (2000). Tampilan peta jalan secara umum dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 1. IndonesiaPeta jalanke E-government (Harijadi dan Satriya, 2000)

Beberapa rencana aksi yang telah dilakukan oleh TKTI diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Reformasi kebijakan dan
kerangka hukum untuk mendukung pengembangan TIK, termasuk e-government, (2) Pengembangan kapasitas sumber daya
manusia untuk mendukung TIK dan e- pemerintah; (3) Upaya percepatan pembangunan infrastruktur untuk mendukung
aplikasi TIK dan e-Gov melalui kemitraan nasional dan internasional; (4) Menyediakan pengembangan berbagai aplikasi yang
berguna untuk e-government; (5) revitalisasi portal e-government; (6) Implementasi strategi e-government, dan (7) Menyusun
rencana aksi untuk kantor atau lembaga e-government yang saling berhubungan.
2.3. Pengukuran Kinerja E-government
Stowers (2004) menyebutkan dua kelompok ukuran evaluasi e-government yaitu (1) masukan,
keluaran dan dampak e-government, dan (2) ukuran efisiensi, kualitas layanan, dan kegiatan e-
government. Contoh indikator kelompok pertama adalah jumlah dokumen yang diunduh, jumlah
halaman situs internet yang dapat diakses, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang
diketahui melalui survei. Indikator kelompok kedua adalah jumlah pertemuan yang dapat disaksikan
secara daring atau oleh masyarakat, waktu respon terhadap permintaan informasi, dan biaya per
transaksi melalui internet. Stower (2004) juga menyatakan bahwa indikator pengukuran kinerja yang
banyak digunakan saat ini dilihat dari frekuensi penggunaan e-government seperti jumlah pengguna,
pengunjung, atau site hits.

158
Edisi Khusus Ilmu Perilaku dan Sosial ©Pusat untuk Mempromosikan Ide, AS www.ijbssnet.com
Freed (2009) menyatakan bahwa website yang paling sukses adalah mampu melayani masyarakat untuk mencari informasi dengan
cepat dan mudah dicari. Banyak e-government bertanggung jawab untuk mengelola dan mengatur berbagai informasi. Dengan
demikian, fungsi pencarian, fungsionalitas, dan navigasi menjadi sangat penting untuk pelaksanaan tanggung jawab tersebut. Kumar
(2003) menyatakan bahwa e-government, memungkinkan partisipasi publik yang lebih besar dalam politik dan pengambilan
keputusan, sesuatu yang tidak dapat dilakukan di masa lalu . Partisipasi telah meningkatkan rasa saling percaya antara pemerintah
dan masyarakat dan juga di antara masyarakat. Hal ini akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan pemerintah menjadi wakil nyata
dari aspirasi atau kepentingan masyarakat. Selain itu, akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Menurut Timonen,
O'Donnell, dan Humphreys (2003), layanan e-government merupakan area penting dalam pengembangan kebijakan, baik secara
internal maupun berhubungan dengan masyarakat. Layanan yang berorientasi pada masyarakat dapat dibagi menjadi dua jenis: (a)
layanan kepada perusahaan yang membutuhkan informasi melalui e-government dan (b) masyarakat secara individu. Metode layanan
e-government kepada perusahaan mungkin berbeda bagi orang yang mencari informasi lebih lanjut tentang layanan pendidikan atau
kesejahteraan.

Menurut Bertot, Jaeger, dan McClure (2008), pengguna e-government meliputi (1) orang yang membutuhkan layanan dan informasi dari pemerintah, (2) pendatang yang membutuhkan informasi

tentang tempat barunya, (3) pegawai pemerintah yang menggunakan e- pemerintah dalam menjalankan fungsinya, dan (4) orang asing yang membutuhkan informasi tentang negaranya.

Craycraft, DeStefano, dan Smith menyatakan bahwa website dapat menyimpan dokumen keuangan masa lalu yang dapat digunakan oleh investor sebagai referensi informasi. Situs web juga

menyediakan metode murah dan efisien untuk mengkomunikasikan informasi terbaru secara berkelanjutan kepada investor. Metode tersebut dapat digunakan untuk (1) penyampaian berita

tentang berbagai kegiatan, (2) mempercepat dan memperluas penyebaran informasi publik saat ini, (3) mengurangi pertanyaan investor, dan (4) memenuhi kebutuhan investor akan keterbukaan

informasi yang dapat diakses dengan cepat dengan biaya rendah. Cook (2004) menyatakan bahwa perkembangan e-government pada dasarnya adalah perubahan cara interaksi antara

pemerintah dengan masyarakat dan perusahaan. Beberapa hasil survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan layanan website pemerintah antara lain pemeliharaan

SIM, pendaftaran pemilih, informasi taman kota; pemilihan melalui Internet; pelayanan pemerintah satu atap; permintaan berbagai macam akta seperti kelahiran, kematian dan perkawinan;

pengajuan pajak, dan akses ke informasi layanan kesehatan. Beberapa hasil survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan layanan website pemerintah antara lain

pengurusan SIM, pendaftaran pemilih, informasi taman kota; pemilihan melalui Internet; layanan pemerintah satu atap; permintaan berbagai macam akta seperti kelahiran, kematian dan

perkawinan; pengajuan pajak, dan akses ke informasi layanan kesehatan. Beberapa hasil survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan layanan website pemerintah

antara lain pemeliharaan SIM, pendaftaran pemilih, informasi taman kota; pemilihan melalui Internet; pelayanan pemerintah satu atap; permintaan berbagai macam akta seperti kelahiran,

kematian dan perkawinan; pengajuan pajak, dan akses ke informasi layanan kesehatan.

Menurut Rocheleau dan Wu (2005), tantangan terbesar aplikasi e-government adalah memungkinkan masyarakat atau
pengguna lain untuk melakukan transaksi keuangan dengan pemerintah terkait 24 jam per hari, 7 hari per minggu. Riset
menunjukkan bahwa transaksi keuangan online terus ditawarkan sebagai janji di masa depan, meski keberhasilannya tidak
mudah dan masih membutuhkan waktu. Rocheleau, dan Wu (2005) berpendapat bahwa tingkat penetrasi pembayaran melalui
web dari sebagian besar aplikasi pemerintah masih rendah. Tingkat pemanfaatan web dipengaruhi oleh banyak faktor yang
tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah, seperti status sosial ekonomi penduduk dan tingkat konektivitas internet di suatu
wilayah. Salah satu faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah adalah sifat website pemerintah, seperti tingkat visibilitas dan
kemudahan akses dan penggunaan sistem pembayaran online. DeStefano dan Smith menyebutkan bahwa salah satu layanan
khusus dari e-government adalah penyebaran informasi keuangan yang dibutuhkan oleh penduduk, karyawan, pemasok atau
investor dari surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah. Investor, analis, dan Securities and Exchange Commission
(SEC) merekomendasikan penggunaan Web untuk pengungkapan keuangan. Mereka percaya bahwa web adalah cara terbaik
untuk menyediakan pengungkapan keuangan untuk pelaporan di internet akan meningkatkan transparansi, likuiditas, dan
efisiensi di pasar modal. Menurut Welch dan Hinnant (2003), penggunaan internet menunjukkan korelasi positif dengan
tingkat kepuasan terhadap transparansi, dan transparansi, secara bersamaan dengan kepuasan interaktivitas berhubungan
positif dengan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

3. Metodologi
Rancangan penelitian merupakan studi eksplorasi untuk mengidentifikasi kesenjangan digital dalam penyelenggaraan
pelayanan publik berbasis internet oleh pemerintah daerah di Indonesia. Objek penelitian adalah website pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota tempat alamat website tersebut. Daftar situs web tersebut diperoleh dari
Kementerian Dalam Negeri. Jumlah website pemda adalah sebanyak 181 website dengan rincian dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Contoh Website Pemerintah Daerah

Tidak. Tingkat Pemerintah Format alamat URL Nomor


1. Propinsi http://nameiprov.go.id 32
2. Kota http://namakotakota.go.id 42
3. Daerah http://namakab.go.id 107

159
Jurnal Internasional Bisnis dan Ilmu Sosial Vol. 2 No. 3 [Edisi Khusus - Januari 2011]

Setiap website diamati dan dievaluasi menggunakan instrumen penelitian untuk mengukur kinerja
pelayanan website pemerintah daerah. Variabel penelitian termasuk tiga kelompok: karakteristik
layanan web, popularitas situs web, dan metrik web. Indikator layanan publik berbasis internet terdiri
dari berita dan acara, FAQ, promosi potensi lokal, e-procurement, peta situs, dan fitur layanan publik
berbasis internet lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Popularitas diukur dengan
analisis lalu lintas berdasarkan hasil query yang diperoleh dari www.alexa.com, sedangkan analisis
metrik web terdiri dari tiga variabel: jumlah halaman web yang diindeks oleh Google, jumlah file yang
dilacak oleh Google, dan tautan masuk yang diindeks di Yahoo.
4. Hasil dan Diskusi
4.1. Fitur Layanan Publik Berbasis Internet
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 26 Maret 2010. Saat itu terdapat 181 website Pemda, dimana sebanyak 150
web pemda atau sekitar 82,9% dapat diakses. 17,1% atau 31 web pemerintah daerah lainnya tidak dapat diakses pada
hari pengambilan data. Dari 181 website pemerintah daerah, 32 web dikategorikan sebagai web provinsi, 109 web
kabupaten dan 40 web kota. Dari web pemerintah daerah, 99 web atau sekitar 54,75% berada di luar Pulau Jawa.
Meskipun Pulau Jawa adalah yang terkecil di antara lima (5) pulau besar, namun memiliki hampir 50% jaringan
pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa lebih maju dalam teknologi dan modernisasi.

Berdasarkan konten menunjukkan sebagian besar web (98,7%) memberikan informasi, diikuti oleh berita (97,3%), dan profil
organisasi (73,3%). Dari ketersediaan Frequently Answer and Question (FAQ), 94,7% web tidak menyediakannya. Peta sebagian
besar penting bagi warga, tetapi hanya 74,7% web yang sibuk dengan peta. Untuk meningkatkan pendapatan dari wisatawan,
promosi juga sangat penting bagi pemerintah daerah. Namun sekali lagi, hanya 64,1% yang memberikan promosi. Uraian
lengkap tentang fitur-fitur website ditampilkan pada Gambar 2.

100%
80%
60%
40%
20% Tidak

0%
Ya

Gambar 2. Evaluasi fitur website


Website Pemda belum memberikan pelayanan yang baik untuk empat jenis layanan yaitu FAQ, eprocurement, site, dan peta
lokasi. Keempat jenis pelayanan tersebut memang sangat penting bagi pelayanan publik di era informasi. Kondisi ini juga
menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum memanfaatkan pelayanan publik melalui website secara optimal. Menurut
peta jalan pengembangan e-government sebagaimana dikutip oleh Harijadi dan Satriya (2000), temuan ini juga bisa berarti
bahwa pengembangan e-government baru mencapai tahap menengah atau ketiga. Tidak sedikit pemerintah daerah yang
telah mencapai tahap partisipasi masyarakat atau tahap 4 yang salah satu pelayanannya adalah transaksi bisnis dan interaksi
dengan masyarakat. Bahkan menggunakan model yang dikemukakan oleh Baum dan Maio (2000), yang dikutip oleh As-Saber,
Sharif, Srivastava, dan Hossain (2006), penggunaan website oleh pemerintah daerah di Indonesia baru sampai pada tahap
kehadiran dalam model e-government. Karakteristik pengembangan e-government pada tahap ini tidak kompleks, biaya
pengembangan yang lebih rendah dan jangka waktu pengembangan yang singkat.

4.2. Kekayaan dan Popularitas Informasi

Jumlah halaman web berkisar dari 101 hingga 1,61 juta seperti yang dihitung oleh mesin pencari Google. Tautan masuk
berkisar dari 0 hingga 4,38 juta. Kekayaan Dokumen berkisar antara 0 hingga 28.200 dengan rata-rata 635 dokumen.
Popularitas website yang diukur berdasarkan traffic rating di www.alexa.com berkisar antara 1.009 hingga 100.209.

160
Edisi Khusus Ilmu Perilaku dan Sosial ©Pusat untuk Mempromosikan Ide, AS www.ijbssnet.com
Ada 81 website yang belum memiliki rating di alexa.com. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa 81 website memiliki pengunjung yang
sangat sedikit. Kami mencantumkan sepuluh besar untuk setiap karakteristik seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar sepuluh situs web teratas untuk empat karakteristik

Pangkat Ukuran Tautan Masuk Dokumen Lalu lintas

1 Amsal Kalteng Kab. Tulang Prov.DKI Jakarta Kota Jaksel


2 Kota Tomohon Amsal Jakarta Kota Jaktim Kota Jaktim
3 Amsal Jateng Amsal Papua Kota Jakbar Kota Jakuto
4 Amsal Papua Kota Jakpus Kota Jakpus Amsal Jakarta
5 Kab. Kebumen Kota Jakbar Kota Jakuto Kota Jakbar
6 Kota Bontang Kota Jaktim Kab. tulang Kota Jakpus
7 Bandung Kota Jaksel Kab. Sumenep Amsal Jabar
8 Provinsi Jatim Kota Jakuto Prov.Papua Bandung
9 Kota Yogyakarta kota surabaya Kota Jaksel Kota Balikpapan
10 Amsal Jabar Bandung Bandung Amsal Jatim

Tujuh kota termasuk dalam sepuluh besar untuk tautan masuk dan lalu lintas dan enam kota dalam kekayaan dokumen.
Tautan masuk dan lalu lintas adalah ukuran popularitas situs web. Sehingga temuan ini menunjukkan bahwa website kota
yang paling banyak dikunjungi dan dirujuk oleh website lain adalah DKI Jakarta. Salah satu faktor pendorongnya adalah
jumlah masyarakat yang melek internet tinggi di kota lebih banyak dibandingkan di kabupaten, serta ketersediaan koneksi
internet yang merata di kota-kota besar di Indonesia. Secara umum Indonesia masih menghadapi kendala dalam koneksi
internet yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Dan ini terkait dengan tingkat penetrasi TIK Indonesia yang
masih lebih rendah dari rata-rata ASEAN, Asia, dan Dunia (Hermana, 2008). Kementerian Komunikasi dan Informatika RI telah
melakukan kajian tentang kesiapan implementasi e-government di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih
diperlukan lebih banyak upaya untuk meningkatkan e-readiness Indonesia. Sebagai contoh, infrastruktur telekomunikasi
merupakan utilitas penting dimana masyarakat dapat mengakses layanan e-government.
4.3. Kesenjangan Digital antar Tingkat Pemerintahan
Salah satu keputusan politik dalam era reformasi yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 adalah kebijakan desentralisasi atau
otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah dibandingkan rezim politik sebelumnya.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah diberikan kepada tingkat kabupaten atau kota.
Kebijakan tersebut menempatkan kabupaten atau kota menjadi titik sentral dalam penyampaian pelayanan kepada masyarakat oleh
pemerintah daerah. Otonomi daerah menyebabkan adanya perbedaan antara kabupaten dan provinsi/kota dalam memberikan
pelayanan publik, namun perbedaan tersebut tidak signifikan, kecuali di luar Pulau Jawa.

Pengukuran Webmetrics Fitur Konten Web

Gambar 3. Metrik web provinsi, kabupaten, dan kota


Variabel web metrics rank untuk pemda di luar Jawa menunjukkan bahwa website provinsi lebih dominan
dibandingkan website kota atau kabupaten, sedangkan untuk Pulau Jawa website kabupaten atau kota lebih
dominan dibandingkan web provinsi. Fakta ini sangat menarik dan bisa menjadi sinyal bahwa kebijakan
desentralisasi di bidang administrasi website lebih berhasil dilakukan oleh kabupaten dan kota di Pulau Jawa.

161
Jurnal Internasional Bisnis dan Ilmu Sosial Vol. 2 No. 3 [Edisi Khusus - Januari 2011]

Penelitian ini mendukung hasil penelitian Satriya dan Harijadi (2000) yang menyatakan bahwa Indonesia masih
menghadapi berbagai kendala dalam penerapan e-government. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut
adalah rendahnya kompetensi sumber daya manusia terutama kemampuan dalam pengembangan dan pemeliharaan
website serta kurangnya infrastruktur telekomunikasi yang belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Perbandingan halaman web, inbound link dan popularitas serta kelengkapan fitur konten dilihat dari tingkat
pemerintahan terlihat pada Gambar 3. Gambar di atas menunjukkan bahwa provinsi lebih baik dari kabupaten dan
kota untuk halaman web dan inbound link, sementara kota lebih baik untuk popularitas. Kabupaten lebih rendah dari
provinsi dan kota untuk semua variabel metrik web. Tingginya informasi publik di website provinsi dikarenakan status
provinsi yang membawahi sejumlah kabupaten dan kota. Sehingga pemerintah provinsi memiliki sumber daya
informasi yang lebih besar dibandingkan kabupaten dan kota. Namun, faktor-faktor tersebut masih bergantung pada
produktivitas pembaruan konten situs web oleh administrator web. Hasil penelitian Silfianti, dkk (2010) menunjukkan
bahwa produktivitas web website provinsi di luar Jawa lebih tinggi dibandingkan provinsi di Pulau Jawa.
4.3. Kesenjangan Digital antara Jawa dan Luar Jawa
Dikotomi Jawa dan luar Jawa merupakan salah satu isu sensitif yang masih terdengar di ranah politik dan ekonomi di
Indonesia. Pembangunan nasional dan kegiatan ekonomi lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Salah satu dampak dari
kondisi tersebut adalah kurangnya infrastruktur jaringan komunikasi yang dibutuhkan dalam pelayanan publik
berbasis internet. Dominasi website provinsi juga menandakan jaringan infrastruktur telekomunikasi belum sampai ke
seluruh wilayah, atau hanya menjangkau kota-kota besar yang menjadi ibu kota provinsi di luar Jawa.
Gambar 4 menunjukkan bahwa ada kesenjangan digital antara Jawa dan luar Jawa untuk halaman web, tautan masuk, dan lalu lintas. Kesenjangan digital dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, di antaranya adalah infrastruktur telekomunikasi sebagaimana tercantum dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika

serta tingkat penetrasi TIK oleh masyarakat di luar Jawa. Popularitas, yang diukur dari inbound link dan traffic, menunjukkan partisipasi masyarakat dalam mengunjungi website.

Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat penetrasi ICT atau sempitnya cakupan informasi publik yang tersedia di website. Kondisi tersebut memerlukan perhatian

pemerintah untuk meningkatkan fungsi dan peran e-government di Indonesia agar dapat berjalan lebih lancar. Menurut Schwester (2009), e-government awalnya dimulai sebagai

proses dimana entitas pemerintah mengembangkan situs web dan mulai mengisi situs ini dengan informasi. Dukungan politik juga merupakan faktor penentu utama dan cukup

kuat untuk penerapan e-government kota. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan menciptakan masyarakat informasi guna mendorong

adopsi website pemerintah daerah oleh masyarakat. Mengacu pada model penelitian Kumar et.al (2007), adopsi website e-government dipengaruhi oleh karakteristik pengguna,

desain website, dan tingkat kepuasan pengunjung website. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan menciptakan masyarakat informasi

guna mendorong adopsi website pemerintah daerah oleh masyarakat. Merujuk pada model penelitian Kumar et.al (2007), adopsi website e-government dipengaruhi oleh

karakteristik pengguna, desain website, dan tingkat kepuasan pengunjung website. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dengan menciptakan

masyarakat informasi guna mendorong adopsi website pemerintah daerah oleh masyarakat. Merujuk pada model penelitian Kumar et.al (2007), adopsi website e-government

dipengaruhi oleh karakteristik pengguna, desain website, dan tingkat kepuasan pengunjung website.

Ukuran Konten Web Fitur Konten Web


Gambar 4. Ukuran dan fitur konten web antara Java dan Out side Java

5. Ringkasan dan Saran


Ringkasnya, kita dapat menyatakan bahwa peringkat web metric pemerintah daerah di luar Jawa menunjukkan bahwa situs web
provinsi lebih dominan daripada situs web kota atau kabupaten, sedangkan untuk Pulau Jawa, situs web kabupaten atau kota lebih
dominan daripada situs web provinsi. web.

162
Edisi Khusus Ilmu Perilaku dan Sosial ©Pusat untuk Mempromosikan Ide, AS www.ijbssnet.com
Bandingkan antar tingkat pemerintahan, website provinsi lebih baik dari kabupaten dan kota untuk halaman web dan inbound
link, sedangkan kota lebih baik untuk popularitas. Kabupaten lebih rendah dari provinsi dan kota untuk semua variabel metrik
web. Secara keseluruhan kita dapat menyimpulkan bahwa ada kesenjangan digital antara Jawa dan luar Jawa untuk halaman
web, tautan masuk, dan lalu lintas. Kesenjangan digital dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah
infrastruktur telekomunikasi sebagaimana tercantum dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika serta tingkat penetrasi TIK oleh masyarakat di luar Jawa. Kondisi tersebut memerlukan perhatian pemerintah
untuk meningkatkan fungsi dan peran e-government di Indonesia agar dapat berjalan lebih lancar. Dukungan politik juga
merupakan faktor penentu utama dan cukup kuat untuk adopsi e-government kota. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
oleh pemerintah daerah adalah dengan menciptakan masyarakat informasi guna mendorong adopsi website pemerintah
daerah oleh masyarakat.
Referensi
As-Saber, Sharif N, A. Srivastava, & K. Hossain. (2006).Hukum Teknologi Informasi dan E-government: Perspektif
Negara Berkembang. Konferensi tentang praktik e-government dan e-governance yang diselenggarakan oleh
Monash University pada Juni 2006.
Baum, C., & AD Maio. (2000).Empat fase model e-government Gartner.Gartner Group Inc., Stamford. Bertot, JC,
PT Jaeger, CR McClure. (2008).Layanan E-government yang Berpusat pada Masyarakat: Manfaat, Biaya, dan
Kebutuhan Riset. Prosiding Konferensi Riset Pemerintah Digital Internasional Tahunan ke-9: 137 142. Montreal,
Kanada, 18-21 Mei.
Choudrie, Ghinea & Weerakkody. (2004). Mengevaluasi Situs e-Government Global: Pandangan menggunakan Alat
Diagnostik Web. Jurnal Elektronik e-Government, ISSN 1479-439X.
Masak, ME (2000).Apa yang Warga Inginkan Dari E-government. Pusat Teknologi di Universitas Pemerintah di
Albany.
Curtin, Gregory G. (2006).Isu dan Tantangan Global E-government/E-Participation Model, Pengukuran dan Metodologi
Kerangka Kerja untuk Melangkah Maju”. Disiapkan untuk Departemen Administrasi dan Manajemen Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Lokakarya tentang E-Participation dan E-government: Understanding the Present and
Creating the Future, Budapest, Hongaria, 27-28 Juli 2006.
Damodaran, John Nicholls, Alan Henney. (2005).Kontribusi Pemikiran Sistem Sosioteknik terhadap
Penerapan E-Government yang Efektif dan Peningkatan Demokrasi, Jurnal Elektronik e-Governement,
ISSN 1479-439X..
Harijadi, DA & E. Satriya. (2000).Peta Jalan E-government Menuju E-government: Peluang Dan Tantangan. Makalah
dipresentasikan pada APEC High-Level Symposium on e-government, Seoul, Korea, 2-5 Juli 2000.
Herman, Budi. (2008).Teknologi Informasi dan Komunikasi di Negara-Negara Asia: Hubungannya dengan
Variabel Ekonomi Makro dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Universitas Gunadarma.
Kumar, A. (2003).E-government dan Efisiensi, Akuntabilitas dan Transparansi. Jurnal Elektronik Sistem
Informasi di Negara Berkembang Vol.12, No.2, hlm. 1-5.
Kumar, Mukerji, Butt, dan Persaud. (2007).Faktor Keberhasilan Penerapan e-government: Kerangka
Konseptual. Jurnal Elektronik e-government Volume 5 Edisi 1, hal 63 – 76.
Kementerian Komunikasi dan Informatika.http://www.depkominfo.go.id , diakses pada 9 April 2010.
Kementerian Dalam Negeri.http://www.depdagri.go.id , diakses pada 27 Maret 2010.
Schwester, Richard. (2009).Meneliti Hambatan untuk Adopsi e-government”. Jurnal Elektronik e-
government Volume 7 Edisi 1 (113-122).
Stowers, GNL (2004).Mengukur Kinerja E-government.Pusat IBM untuk Pemerintah Bisnis. Salahuddin, M.,
dan A. Rusli.(2005).Perencanaan Sistem Informasi Untuk E-government Di Indonesia”. Konferensi
Internasional Kedua tentang Inovasi dalam Teknologi Informasi (IIT'05).
Silfianti, W., A. Suhendra, dan S. Harmanto. (2010).PEvaluasi Kinerja Website Pemerintah Daerah
Indonesia : Analisis Web Content, Traffic dan Webmetric. Konferensi Manajemen Global,Bali, 2010.
Timonen, V., O. O'Donnell, dan PC Humphreys. (2003).E-government dan Desentralisasi Penyediaan
Layanan. Institut Administrasi Publik
Welch, EW, CC Hinant. (2003).Penggunaan Internet, Efek Transparansi dan Interaktivitas terhadap Kepercayaan pada
Pemerintah. Prosesi 36thKonferensi Internasional tentang Ilmu Sistem.

163

Anda mungkin juga menyukai