Anda di halaman 1dari 6

Jurnal

Kardiologi Indonesia
J Kardiol Ind 2007; 28:364-369
ISSN 0126/3773 Laporan Kasus

Tatalaksana Medis Protein-Losing Enteropathy


Pasca Bedah Total Cavo Pulmonary Connection

Syarief Hidayat*, Anna Ulfah Rahajoe*, Kurniawan Iskandarsyah**

Sebelum bedah Fontan diperkenalkan, penyakit aliran balik sistemik dari aliran balik pulmonal,
jantung bawaan (PJB) kompleks yang tidak ideal sehingga saturasi oksigen sistemik mendekati normal,
untuk reparasi biventrikular dilakukan bedah dan beban volume ventrikel sistemik pun menjadi
paliatif pulmonary artery banding (PAB) atau normal.2 Ini merupakan keberhasilan bedah paliatif
systemic-to-pulmonary shunt. PAB adalah upaya yang terjadi dalam 20 tahun terakhir, namun demikian,
untuk memperkecil lumen ar teri pulmonal dalam jangka panjang pasen tetap berhadapan dengan
sehingga alirannya berkurang, dengan memasang risiko morbiditas dan mortalitas. Angka kesintasan
ikatan melingkari arteri pulmonal cabang utama. (survival) pasca bedah Fontan dilaporkan antara 70%
Sedangkan bedah systemic-to-pulmonary shunt hingga 93% dalam 5 tahun, dan 60% hingga 81%
adalah memasang saluran penghubung antara dalam 10 tahun.3
cabang cranial aorta ke arteri pulmonal. Tetapi Total Cavo Pulmonary Connection (TCPC) adalah
harapan hidup pasen-pasen ini hanya berlangsung salah satu bentuk variasi bedah Fontan, yang bertujuan
dua hingga tiga dekade saja. 1 untuk menghindari penggunaan atrium kanan sebagai
Bedah Fontan telah mengubah tatalaksana pasen ruang penampung aliran balik sistemik; sehingga
dengan fungsional ventrikel tunggal (single ventricle). kejadian aritmia dapat dikurangi.
Sejak penggunaannya pada kasus atresia trikuspid pada Protein-losing enteropathy (PLE) merupakan
tahun 1971, bedah Fontan menjadi bedah paliatif komplikasi serius yang terjadi pasca bedah Fontan
definitif bagi kasus-kasus yang tak dapat dilakukan pada sekitar 4 – 13% kasus. PLE mempunyai
bedah biventrikular. Prosedur ini berhasil memisahkan prognosis yang buruk, dengan survival 5 tahun hanya
46-59%.4 Dilaporkan bahwa, jarak waktu rerata
antara bedah Fontan dan kejadian PLE adalah 2.7
tahun (bervariasi dari 0.1 – 16.4 tahun).5 Berbagai
cara pengobatan telah dicoba, dan keberhasilannya
sangat bervariasi.
* Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Bedah Fontan dan TCPC jarang dikerjakan di
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJN-HK). Dari
**Bagian Kardiologi, RS Pusat Pertamina 400 hingga 500 kasus PJB yang dilakukan setiap tahun
di senter ini, hanya ada 4-5 kasus bedah Fontan/TCPC.
Alamat korespondensi: Laporan ini bertujuan untuk membahas kejadian
dr. Syarief Hidayat PLE pada salah satu pasen yang menjalani bedah
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular,
TCPC, terutama masalah perjalanan klinis serta
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pusat Jantung Nasional, Harapan Kita, Jakarta. tatalaksananya.

364 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Hidayat S. dkk: Tatalaksana Medis Protein-Losing Enteropathy Pasca Bedah Total Cavo Pulmonary Connection

Ilustrasi Kasus kadang disertai pembengkakan muka. Disamping itu


ia juga mengeluh cepat lelah, tetapi tidak sesak atau
Pasen ini adalah seorang gadis remaja berusia 15 tahun, biru, sedangkan denyut jantungnya normal. Sejak
yang tinggal di Makasar, merupakan anak bungsu dari sebulan terakhir, pasen mengalami diare 2 hingga 6
4 bersaudara, yang riwayat kehamilan dan persalin- kali sehari, berlendir kadang disertai bercak darah.
annya normal. Ia dirujuk ke PJN-HK ketika berusia 1 Tidak ada kramp di perut, tidak demam, dan tak ada
tahun karena sianosis berat, dengan saturasi oksigen keluhan kencing. Pada saat itu di rumah sakit setempat
darah sistemik berkisar 60%. Diagnosis atresia diketahui adanya hipoalbuminemia dan ia menerima
pulmonal dengan VSD perimembran dan PDA infus albumin beberapa kali, sampai akhirnya ia dirujuk
ditegakkan dengan ekokardiografi, ventrikel kanan dan ke RS Pusat Pertamina karena ayahnya bekerja pada
katup tricuspid sangat hipoplastis, sehingga tak perusahaan tersebut. Setelah perawatan beberapa hari
mungkin dilakukan reparasi biventrikular. Pada saat di sana, ia dirujuk ke PJN-HK dengan tujuan
itu dilakukan bedah bidirectional cavopulmonary kateterisasi jantung untuk evaluasi pasca bedah TCPC
shunt (BCPS), reparasi bifurkasio arteri pulmonal yang bermasalah PLE.
sempit, dan ligasi PDA. Prosedur ini berhasil Pada saat datang ia tampak sakit sedang, sadar,
menambah saturasi oksigen darah sistemik hingga berat badannya 25 kg dan tinggi badan 126 cm.
berkisar 80%, mengurangi gejala sianosis, sehingga Tekanan darah 93/65 mmHg, frekuensi nadi 81x/
kemampuan fisik pasen lebih baik. menit, frekuensi nafas 24 x/ menit, dan suhu 36o C.
Ketika berusia 4 tahun sianosis dikeluhkan Pengukuran oksimetri memperlihatkan saturasi oxygen
bertambah. Kateterisasi jantung tak menemukan fistula arteri 96%. Tak terlihat tanda anemia atau ikterik, dan
arteriovenous pulmonal, tekanan rerata arteri pulmonal tak terlihat edema palpebra. Vena jugular juga tidak
berkisar 12 mmHg, sehingga diputuskan untuk neningkat. Ukuran jantung terkesan normal, bunyi
melakukan bedah fenestrated TCPC, sebagai bedah jantung pertama normal, kedua tunggal keras, tak
paliatif permanen. Prosedur bedah berlangsung mulus, terdengar gallop atau bising. Pemeriksaan paru normal.
tetapi lama rawat di rumah sakit berkepanjangan, Abdomen agak membuncit dengan ascites. Batas hepar
karena terjadinya efusi pleura yang masif dan teraba 4 cm di bawah arkus kostae kanan, limpa tak
berkepanjangan. Komplikasi ini berhasil diatasi dengan ditemukan kelainan. Ekstrimitas mengalami edema,
pleurodesis, sampai akhirnya pasen berhasil pulang tetapi perfusinya baik, dan tidak tampak sianosis atau
dalam kondisi baik, dan dapat melakukan aktifitas jari-jari tabuh.
sehari-hari seperti anak-anak sebayanya. Namun Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan Hb
demikian, asupan cairan tetap dibatasi hingga 80%, 15.8 gr/dL; leukosit 11,000/mm3; Ht 45%; Trombosit
asupan garam juga dibatasi ketat, dan tetap minum 275,000/mm3; LED 8 mm/jam. Penghitungan
obat-obatan: furosemide 1 mg/kgBB/hari, captopril differential sel darah putih memperlihatkan limfopenia
0.5 mg/kgBB/8 jam, dan aspirin 5 mg/kgBB/hari. yang mencolok dengan komposisi : 90% neutrofil dan
Kondisi ini berlangsung hingga 8 tahun kemudian, hanya 5% limfosit. Terdapat hipoproteinemia dengan
pasen mengeluh tidak ada nafsu makan, berat kadar protein total 4.1 g/dL, dan albumin 2.0 g/dL.
badannya sulit naik, dan belum mendapatkan Kadar ureum 18 mg/dL, creatinin 0.4 mg/dL, SGOT
menstruasi. Pada pemeriksaan fisik tidak terlihat tanda- 33 U/L, dan SGPT 40 U/L. Pemeriksaan elektrolit
tanda gagal jantung kanan atau kiri dan tidak juga memperlihatkan hipokalemia dan hipomagnesaemia
terdengar bising. Kadar oksigen darah sistemik berkisar ringan. Sedangkan pemeriksaan tinja memperlihatkan
95%. Ekokardiografi yang dilakukan memperlihatkan adanya lendir, lemak, dan amylum. Terdapat
aliran vena cava superior dan inferior normal, tak ada proteinuria ringan yang hilang keesokan harinya.
pembesaran vena hepatika. Lubang pada sekat pemisah EKG tampak irama sinus dengan axis QRS normal.
rongga penampung aliran balik vena sistemik dan Tak tampak hipertrofi atrium/ventrikel. Foto toraks
atrium kiri yang sengaja dibuat, tampak berfungsi baik, dada juga memperlihatkan ukuran jantung yang
dengan terlihatnya aliran dari kanan ke kiri. Fungsi normal, demikian halnya gambaran vaskular paru.
ventrikel kiri normal dan tak tampak regurgitasi mitral Pada ekokardiogram terlihat ukuran vena cava
yang bermakna. superior dan inferior yang normal. Tak tampak efusi
Dua tahun kemudian ia kembali datang, kali ini perikard, kontraktilitas ventrikel kiri normal, dan katup
dengan keluhan pembengkakan perut dan tungkai, mitral tak ada egurgitasi bermakna. Ia direncanakan

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 365


Jurnal Kardiologi Indonesia

untuk pemeriksaan kateterisasi jantung, tetapi yang dapat mengurangi tekanan tinggi pada sirkuit
kemudian ditunda karena suhu tubuhnya cenderung tersebut.4
tinggi, terjadi diare disertai melena dan epistaxis. Komplikasi lambat yang bisa terjadi pasca bedah
Pemeriksaan darah ulangan memperlihatkan Hb 9.1 Fontan adalah: kegagalan ventrikel, regurgitasi katup
g/dL. leukosit 30,600/mm3, trombosit 56,000/mm3, atrioventrikular, sianosis progresif, protein-losing
protein 3.0 g/dL, albumin 1.5 g/dL, ureum 210 mg/ enteropathy, penurunan curah jantung (fisiologi Fontan
dL dan kreatinin 3.8 mg/dL. Kelainan darah ini diatasi gagal), tromboemboli, malformasi arteriovenous
dengan pemberian komponen darah dan albumin. pulmonar, takiaritmi, dan obstruksi jalur Fontan,
Kultur darah memperlihatkan Klebsiella Pneumonia sehingga berakibat morbiditas dan mortalitas.6
and kultur urine mendeteksi Candida sp. Saat itu pasen Protein-losing enteropathy (PLE) bukan meru-
didiagnosis sepsis dengan kegagalan multi-organ. pakan penyakit spesifik, tetapi menggambarkan
Antibiotik dan antifungal diberikan sesuai hasil tes sekelompok gangguan gastrointestinal dan non
sensitivitas, diet rendah lemak, tinggi protein, tinggi gastrointestinal dengan hipoproteinemia dan edema,
medium-chain triglyceride. Sedangkan obat-obatan yang tanpa adanya proteinuria atau defek sintesis protein.
diberikan : Sildenafil 20 mg/6 jam; Furosemide 20 Penyakit ini ditandai oleh keluarnya protein melalui
mg/8jam; Spironolactone 25 mg/12 jam dan Simarc traktus gastrointestinal. Pada kondisi normal, hanya
2 mg/hari. Kondisi pasen baru membaik tiga minggu 10% katabolisme protein terjadi di traktus gastro-
kemudian. Orang tua minta penundaan kateterisasi, intestinal. Keluarnya protein melalui traktus
dan pulang ke Makassar dalam kondisi baik. gastrointestinal dapat disebabkan oleh sekitar 65
macam penyakit, yang dapat diklasifikasikan dalam
tiga kelompok, yaitu: 1) primer gangguan gastro-
Diskusi intestinal; 2) kelainan sistim limfatik usus; dan 3)
penyakit jantung.7
Bedah Fontan merupakan prosedur untuk mengarah- Patofisologi PLE pasca bedah Fontan belum
kan aliran balik darah vena sistemik langsung ke arteri diketahui pasti, diduga akibat kenaikan kronik tekanan
pulmonal, tanpa melewati ventrikel subpulmonal. sistim venous sistemik, sehingga mengakibatkan
Prosedur ini dilakukan bila hanya ada satu ventrikel limfangiektasis usus. Sebagai konsekwensinya, terjadi
yang dapat digunakan, atau bila reparasi intrakardiak kebocoran albumin, protein, limfosit, dan immuno-
tak mungkin dilakukan meski ada dua ventrikel yang globulin melalui traktus gastrointestinal. 8 Tetapi
adekuat. Walaupun prosedur ini tidak sempurna benar, ternyata limfangiektasis tidak selalu terlihat, dan
tetapi berhasil membuat sirkulasi pulmonal-sistemik pemeriksaan histopatologi tidak mendukung pendapat
menjadi serial, dan mengurangi kelebihan beban ini. PLE jarang terjadi pasca bedah BCPS, dan ternyata
kronik pada ventrikel sistemik yang semula harus tekanan vena sistemik tidak secara langsung berhu-
menanggung kerja sirkulasi pulmonal-sistemik yang bungan dengan keberadaan serta derajat PLE. 9
parallel.4 Mekanisme yang paling dapat diterima adalah, adanya
Pada awalnya, bedah Fontan hanya dilakukan tahanan vaskular mesenterika yang abnormal dan
dengan menghubungkan apendiks atrium kanan ke inflamasi, dua kondisi yang sering ditemukan pasca
arteri pulmonal saja. Pada tahun 1990 diperkenalkan bedah Fontan.8
bedah total cavo pulmonary connection (TCPC), yaitu Rychik dkk, membuat hipotesis bahwa, kelainan
menghubungkan secara langsung end-to-side vena cava sirkulasi usus pada pasen PLE mungkin berhubungan
superior ke arteri pulmonal (bedah bidirectional Glenn) dengan curah jantung yang rendah. Mereka men-
dikombinasikan dengan baffle intra atrial menghu- dapatkan kenyataan bahwa, pasen dengan PLE pasca
bungkan vena cava inferior ke bagian utama arteri bedah Fontan mempunyai indeks resistensi arteri
pulmonal yang konfluen. Bahkan akhir-akhir ini, vena mesenterika superior yang lebih tinggi dibanding tanpa
cava inferior diarahkan melalui sebuah extra cardiac PLE. Tetapi pasen pasca bedah Fontan tanpa PLE pun
conduit langsung ke arteri pulmonal, jadi tidak mempunyai resistensi arteri lebih tinggi dibanding
memasukkan bagian atrium kanan dalam sirkuit.1 kelompok normal. Hal ini membuktikan bahwa, pasca
Fenestrasi (membuat lobang sehingga ada bedah Fontan terjadi gangguan pada sirkulasi
hubungan antara sirkuit Fontan dengan atrium kiri) mesenterik meskipun tidak selalu memperlihatkan
kadang dilakukan, sehingga terjadi pirau kanan ke kiri, gejala PLE.10

366 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Hidayat S. dkk: Tatalaksana Medis Protein-Losing Enteropathy Pasca Bedah Total Cavo Pulmonary Connection

Gambaran histologi yang diketahui pada PLE jaringan limfatik yang abnormal dan teregang, limfosit
adalah, hilangnya Heparan Sulfate (HS) proteoglycans perifer juga ikut keluar, sehingga terjadi limfopenia
dari permukaan basolateral sel epitel usus. Murch dkk. relatif. Jadi, adanya limfopenia pada pasen dengan
menemukan defisiensi HS enterocyte yang dapat hipoproteinemia menunjang diagnosis kebocoran
mengakibatkan PLE kongenital.11 Bode dkk. men- protein melalui traktus gastrointestinal.4,7 Gambaran
ciptakan kebocoran protein model PLE- like in vitro klinis dan keluhan PLE dapat dilihat pada Tabel 1.9
menggunakan sel epitel usus yang konfluen. Pada model Adanya ascites, edema perifer dan diare kronik pada
ini pembuangan HS langsung menyebabkan kebocoran kasus yang dilaporkan, mengarahkan pada kemung-
protein dan penurunan integritas lapisan tunggal ini. kinan PLE sebagai penyebabnya. Diagnosis dipastikan
Hilangnya HS menyebabkan kebocoran protein dua dengan bukti kadar albumin dan protein yang rendah
arah, menandakan bahwa HS bukan saja penting untuk dalam serum, pada fungsi hepar dan ginjal yang
kebocoran keluar protein seperti yang terjadi pada PLE, normal. Meskipun pemeriksaan α-1-antitrypsin
tapi juga memperburuk fungsi barier untuk masuknya clearance tinja tidak dilakukan, limfopenia yang hebat
protein.12 Hilangnya HS proteoglycans dari permukaan mendukung diagnosis PLE. Sepsis akibat immuno-
basolateral sel epitel usus halus pada pasen PLE belum defisiensi disertai hipogammaglobulinemia dan
dapat dijelaskan.12 kemungkinan predisposisi kongenital limfopenia yang terjadi pada pasen ini juga mendukung
untuk kondisi ini perlu diperhitungkan.9 diagnosis PLE. Pemberian diuretik dan captopril
PLE atau peningkatan permeabelitas seringkali jangka panjang pada pasen ini, ternyata tidak berhasil
menyertai proses inflamasi. Salah satu cytokine mencegah terjadinya PLE.
proinflamasi yang dominan yaitu TNF-α, yang Walaupun PLE pasca bedah Fontan mengancam
memperburuk fungsi barier epitel dengan merusak hidup, namun hingga kini belum ada terapi jangka
tight junctions. TNF-α meningkatkan kebocoran panjang yang terbukti efektif. Tatalaksana diawali
protein melebihi hilangnya HS, dan mekanisme yang dengan diet rendah lemak, tinggi protein, medium-
mendasarinya sangat berbeda. Efek kombinasi dari chain triglyceride, untuk mengurangi produksi limfatik
hilangnya HS dan adanya TNF-α bukan aditif, tetapi usus, infus albumin guna meningkatkan tekanan
sinergestik. Kebocoran albumin yang disebabkan oleh osmotik vaskular, pemberian diuretik, vasodilator dan
TNF-α pada kondisi tanpa adanya HS, lebih besar inotropik positif untuk menurunkan tekanan vena
dibanding efek kebocoran yang ditimbulkan oleh 10 sentral. Umumnya terapi ini hanya berhasil me-
kali lipat kenaikan kadar TNF-α tetapi ada HS. Jadi, ngurangi keluhan untuk sementara waktu saja, dan
hilangnya HS memperkuat dampak negative TNF-α, keberhasilannya terbatas.13
sedangkan penambahan HS akan menurunkan
dampak negative TNF-α. Penambahan heparin yang
mudah larut menggantikan HS, dapat mengurangi efek Tabel 1. Manifestasi klinis dan gejala PLE
yang ditimbulkan oleh TNF-α, hal ini menjelaskan • Hipoproteinemia
kenapa pemberian terapi heparin bermanfaat.12 - Tekanan onkotik rendah
Diagnosis PLE perlu dicurigai bila terjadi edema - Edema Interstitial
perifer dengan kadar albumin dan globulin serum yang • Hipogammaglobulinemia
- Immunodefisiensi
rendah, tanpa ada penyakit ginjal dan hati.7 Sangat
• Limfangiektasia
jarang kebocoran terjadi selektif hanya pada albumin - Dilatasi pembuluh limfatik usus
atau globulin saja. Oleh karenanya, penurunan - Absorbsi lemak terganggu (steatorrhoe)
albumin yang mencolok pada kadar globulin serum - Hilangnya limfosit (immunodefisiensi)
yang normal, tidak diarahkan pada diagnosis PLE, • Gangguan factor koagulasi
tetapi lebih condong pada kemungkinan penyakit - Hipercoagulabilitas
• Diare
ginjal dan/atau hati.7
• Kramp / nyeri abdomen
Diagnosis PLE dipastikan oleh kadar albumin • Edema perifer
serum yang rendah (<3.5 gr/dL) dan kadar protein • Efusi Pleura/perikard
yang juga rendah (<5.5 gr/dL), dan yang lebih penting • Ascites
lagi, clearance α-1-antitrypsin dalam tinja tinggi (> 27 • Tromboembolism
mL/24 jam), atau konsentrasi α-1-antitrypsin tinja • Gagal tumbuh
tinggi (>54 mg/dL).5 Selain kehilangan protein lewat • kematian

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 367


Jurnal Kardiologi Indonesia

Atas dasar mekanisme patofisiologi sebagaimana Pemberian heparin sub-kutan dilaporkan berman-
dijelaskan diatas, maka ada dua prinsip untuk faat untuk mengurangi keluhan dan gejala PLE.
mengatasi masalah yang pelik ini.9 Heparin adalah suatu proteoglycan yang kompleks,
Prinsip pertama: fisiologi Fontan itu buruk, tetapi terdapat pada sel-sel mast, dan di seluruh tubuh
mempunyai bedah Fontan yang buruk, semakin jelek berikatan dengan membran sel serta matrix protein
lagi akibatnya. Jadi, langkah-langkah pertama untuk ekstra seluler. Disamping itu, juga merupakan
mengatasinya adalah: komponen integral membran dasar pada berbagai
1. cari kemungkinan obstruksi Fontan dan segera organ tubuh. Termasuk usus. Mekanisme bagaimana
bebaskan; heparin menghambat kebocoran protein pada usus
2. optimalkan arsitektur arteri pulmonal; belum diketahui pasti. Kemungkinan heparin eksogen
3. buat AV synchrony dengan pacing; berkompetisi untuk berikatan dengan matrix binding
4. turunkan resistensi vaskular pulmonal (dengan domains di mana native proteoglycans tidak cukup
sildenafil); dan adekuat untuk mencegah kebocoran protein.16
5. buat fenestrasi (solusi jangka pendek). Obat lain yang juga dilaporkan cukup efektif
adalah: aldactone dosis tinggi,9 sildenafil,9,17 and
Prinsip kedua: fisiologi Fontan yang baik sekalipun, octeotride treatment.9 Semua terapi mempunyai angka
akan menghasilkan status sistemik yang buruk. Jadi, kegagalan yang serupa, yaitu sekitar 50%.4 Pasen
langkah-langkah kedua yang perlu dilakukan adalah ampak membaik setelah diberikan diuretic furosemide
mengatasi respons sistemik, caranya: dan spironolakton dosis tinggi, dikombinasi dengan
1. Buat bedah Fontan sebaik mungkin (fenestrasi, sildenafil. Captopril terpaksa dihentikan karena
sildenafil); tekanan darahnya cenderung rendah. Transplantasi
2. Obati dengan heparin, octreotide, atau aldactone jantung juga dianjurkan pada pasen PLE, khususnya
dosis tinggi; bila ada disfungsi ventrikel. Tetapi hendaknya diingat
3. Steroids (lebih disukai memakai budesonide). bahwa, bedah pada pasen dengan PLE disertai angka
mortalitas yang tinggi.18
Dari berbagai laporan, terlihat adanya perbaikan
gejala PLE, setelah dilakukan fenestrasi septum atrium
pada Fontan yang sebelumnya tak ada fenestrasi, Kesimpulan
menghilangkan obtruksi yang ada pada sirkulasi
Fontan, dan koreksi lesi hemodinamik yang ber- Telah dilaporkan sebuah kasus protein loosing
makna.14 Pada kasus ini, fenestrasi sudah dibuat ketika enteropathy yang terjadi sepuluh tahun pasca bedah
bedah Fontan dikerjakan, yaitu dengan membuat total cavo pulmonary connection. Adanya ascites, edema
lubang di septum atrium, dan pada pemeriksaan perifer dan diare kronik pada pasien ini mengarahkan
ekokardiografi tampak cukup efektif. Obstruksi pada kemungkinan PLE sebagai penyebabnya.
hubungan vena cava superior dan inferior pada eko Diagnosis dipastikan dengan adanya kadar albumin
juga tidak terlihat, tidak pula ada dilatasi dari kedua dan protein yang rendah dalam serum, pada fungsi
pembuluh vena tersebut. Idealnya kateterisasi hepar dan ginjal yang normal. Meskipun pemeriksaan
dilakukan, tetapi tertunda akibat kondisi pasen yang α-1-antitrypsin clearance tinja tidak dilakukan,
lemah setelah mengalami sepsis dan diare kronik. limfopeni yang hebat mendukung diagnosis PLE.
Aritmi atrial merupakan komplikasi lanjut bedah Sepsis akibat immunodefisiensi disertai hipogamma-
Fontan. Irama junctional dan hilangnya sinkroni globulinemia dan limfopenia juga mendukung PLE
atrioventricular akan berdampak buruk pada sirkulasi pada pasen ini. Pemberian antibiotik dan anti-fungal
Fontan, berupa penurunan curah jantung. Cohen dkk yang progresif telah berhasil mengatasi sepsis yang
melaporkan perbaikan simptom PLE setelah dilakukan terjadi pada pasen ini. Diet tinggi protein, rendah
pemacuan (pacing) pada atrium.15 lemak, dan pemberian medium-chain triglyceride juga
Manfaat terapi kortikosteroid untuk kasus PLE telah dilakukan. Infus albumin intermiten untuk
pasca Fontan dimulai tahun 1991, namun mekanisme menaikkan tekanan osmotik intravaskular, disertai
kerjanya tak jelas. Apakah manfaat itu diperoleh dari pemberian sildenafil, dan diuretik berhasil mengurangi
efek anti-inflamasinya ataukah efek anaerobik seluler, keluhannya. Patofisiologi PLE pasca bedah Fontan
masih belum terjawab.13 masih belum pasti. Terapi PLE yang ada saat ini, baik

368 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007


Hidayat S. dkk: Tatalaksana Medis Protein-Losing Enteropathy Pasca Bedah Total Cavo Pulmonary Connection

medikal maupun surgikal, masih belum mampu 9. Rychik J. Pathogenesis and current management options for
mengatasi angka mortalitas yang tinggi, tetapi pada protein-losing enteropathy. 56th Annual Scientific Session ACC
beberapa pasen dapat mengubah kondisi fatal menjadi 2007. March 24-27, 2007 New Orleans.
penyakit kronis. 10. Rychik J, Spray TL. Strategies to treat protein-losing
enteropathy. Semin Thorac Cardiovasc Surg Pediatr Card Surg
Annu 2002;5:3-11.
Daftar Pustaka 11. Murch SH, Winyard PJ, Koletzko S, Wehner B, Cheema HA,
Risdon RA, et al. A congenital enterocyte heparin sulfate
1. Giannaco S, Hammad F, Amodeo A, Michielon G, Drago F, deficiency with massive albumin loss, secretory diarrhea, and
Turchetta A, et al. Clinical outcome of 193 extracardiac Fontan malnutrition. Lancet 1996;347:1299-1301.
patients: The first 15 years. J Am Coll Cardiol 2006;47:2065- 12. Bode L, Eklund EA, Murch S, Freeze HH. Heparan sulfate
73. depletion amplifies TNF-á-induced protein leakage in an in
2. Driscoll DJ, Offord KP, Feldt RH, Schaff HV, Puga FJ, vitro model of protein-losing enteropathy. Am J Physiol
Danielson GK. Five-to fifteen-year follow-up after Fontan Gastrointest Liver Physiol 2005;288:G1015-23.
operation. Circulation 1992;85:469-496. 13. Lin W, Hwang M, Chung H, Chu J, Lai M, Yang J, et al.
3. Fontan F, Kirklin JW, Fernandez G, Costa F, Naftel DC, Tritto Protein-losing enteropathy after the Fontan operation: Clinical
F, et al. Outcome after a “perfect” Fontan operation. Circulation analysis of nine cases. Chang Gung Med J 2006;29:505-12.
1990;81:1520-36. 14. Rychik J, Rome JJ, Jacobs ML. Late surgical fenestration for
4. Webb GD, Smallhorn JF, Therrien J, Redington AN: Congenital complications after the Fontan operation. Circulation
Heart Diseases. In Braunwauld Heart Disease. 7 th ed. 1997;96:33-6.
Philadelphia, Elsevier Saunders, 2005. 15. Cohen MI, Rhodes LA, Wernovsky G, Gaynor JW, Spray TL,
5. Mertens L, Hagler DJ, Sauer U, Somerville J, Gewillig M. Rychik J. Atrial pacing: an alternative treatment for protein-
Protein-losing enteropathy after the Fontan operation: An losing enteropathy after the Fontan operation. J Thorac
international multicenter study. J Thorac Cardiovasc Surg Cardiovasc Surg 2001;121:582-3.
1998;115:1063-73. 16. Kelly AM, Feldt RH, Driscoll DJ, Danielson GK. Use of heparin
6. Bernstein D, Naftel D, Chin C, Addonizio LJ, Gamberg P, in the treatment of protein-losing enteropathy after Fontan
Blume ED, et al. Outcome of listing for cardiac transplantation operation for complex congenital heart disease. Mayo Clin Proc
for failed Fontan: A multi-institutional study. Circulation 1998;73:777-9.
2006;114:273-80. 17. Uzun O, Wong JK, Bhole V, Stumper O. Resolution of protein-
7. Binder HJ: Disorders of Absorption. In Harrison’s Principles of losing enteropathy and normalization of mesenteric doppler flow
Internal Medicine. 16th ed. New York, McGraw-Hill, 2005. with Sildenafil after Fontan. Ann Thorac Surg 2006;82:e39-e40.
8. Ostrow AM, Freeze H, Rychik J. Protein-losing enteropathy 18. Jayakumar KA, Addonizio LJ, Kichuk-Chrisant MR,
after Fontan operation: Investigations into possible patho- Galantowicz ME, Lamour JM, Quaegebeur JM, et al. Cardiac
physiologic mechanisms. Ann Thorac Surg 2006;82:695- transplantation after the Fontan or Glenn Procedure. J Am Coll
700. Cardiol 2004;44:2065-72.

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 28, No. 5 • September 2007 369

Anda mungkin juga menyukai