Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

RUTE PEMBERIAN OBAT

Disusun oleh:

Siti Aulia Nur Afifa (40120019)

Muhammad Alfi Husni Hajj (40120024)

Ade Irfan (40120025)

PRODI REFRAKSI OPTISI/OPTOMETRY

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2022
I. JUDUL PRAKTIKUM
Judul praktikum pada kali ini adalah rute pemberian obat

II. TUJUAN PRAKTIKUM


Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu:

a. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat


b. Mengevaluasi efek yang timbul akibat pemberian obat yang sama melalui rute
yang berbeda
c. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute
pemberian obat terhadap efeknya
d. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

III. DASAR TEORI

Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak mula obat dan tubuh. Karakteristik ini
berbeda karena jumlah suplai darah berbeda, struktur anatomi dari lingkungan
kontak antara obat-tubuh yang berbeda, enzim-enzim fisiologis yang terdapat
di lingkungan tersebut juga berbeda. Rute pemberian obat secara umum terdiri
dari enteral dan parenteral (Katzung, 2014).

a. Enteral
Rute pemberian enteral melibatkan penyerapan obat melalui saluran
gastrointestinal

Oral: Pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian yang paling
sering digunakan karena faktor kemudahan penggunaan dan kenyamanan.
Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 5% hingga < 100%. Beberapa
faktor dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan secara oral
seperti: waktu pengosongan lambung, motilitas usus, pH, makanan, transport
dan metabolisme intestinal serta metabolisme hepatik.

Rektal. Pada rute pemberian obat ini obat diserap melalui mukosa rektum.
Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 30% hingga < 100%. 50%
aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi portal; jadi,
biotransformasi obat oleh hati dikurangi.

Sublingual dan bukal. Obat diabsorpsi melalui membrane mukosa bukal.


Obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara langsung dan tidak melewati
metabolisme lintas pertama.

b. Parenteral
Pemberian obat secara parenteral adalah rute pemberian yang tidak
melibatkan penyerapan obat melalui saluran gastrointestinal.

Intravena. Obat disuntikkan secara langsung ke dalam pembuluh darah


vena. Bioavailabilitas obat melalui rute ini adalah 100% karena obat
langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Onset aksi obat melalui rute ini
cepat sehingga menjadi pilihan saat kondisi darurat

Intramuscular. Intramuskular adalah rute pemberian obat dengan cara


disuntikkan kedalam otot. Absorpsi obat melalui rute ini lebih cepat
dibandingkan rute oral dan bioavailabilitas obat sekitar 75% hingga ≤ 100%.
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam
air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum
non aqua seperti etilenglikol.

Subkutan. Subkutan adalah rute pemberian obat dengan cara disuntikkan


dibawah kulit. Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 75% hingga ≤
100%.

Transdermal. Rute pemberian ini mencapai efek sistemik dengan


pemakaian obat pada kulit, biasanya melalui suatu “transdermal patch”.
Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 85%-≤ 100%. Karakteristik rute
ini antara lain kecepatan absorbsi biasanya lambat. tidak melewati
metabolisme lintas pertama, dan durasi kerja obat panjang.

Inhalasi. Rute inhalasi memberikan penghantaran obat yang cepat melewati


permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan
efek hampir sama dengan efek yang dihasilkan oleh pemberian obat secara
intravena. Bioavailabilitas obat melalui rute ini sekitar 5% hingga < 100%
dan onset kerja obat sangat cepat.

Topikal. Pemberian secara topikal digunakan bila suatu efek lokal obat
diinginkan untuk pengobatan. Contohnya termasuk obat yang diberikan ke
mata, mukosa hidung, atau kulit.

Intratekal. Pemberian obat secara intratekal menembus ruang subaraknoid


untuk memungkinkan akses obat ke cairan serebrospinal sumsum tulang
belakang (Stan, 2019).
IV. ALAT DAN BAHAN
1. Mencit jantan 5 ekor
2. kandang mencit,
3. Paracetamol
4. Jarum tumpul
5. Spuit 1 cc

V. PROSEDUR
A. Mencit

Gunakan jarum suntk tumpul yang Jarum dimasukkan ke mulut


dbuat bengkok secara perlahan

Setelah yakin sampai


lambung lalu alat suntik Melawati esophagus dan sampai
diinjeksikan lambung

B. Sub-kutan
Pegang mencit pada bagian Penyuntikan dilakukan dibawah
tengkuknya kulit (tengkuk) mencit

C. Intraperitoneal

Penyuntikkan dilakukan pada perut Pegang mencit pada punggung


sebelah kanan garis tengah hingga kulit abdomen tegang

Suntikan jarum menembus kulit Saat penyuntikan kepala lebih


dan otot ke rongga peritoneal rendah dari abdomen

D. Intramuskular
Penyuntikan pada otot gluteus Pegang mencit secara telentang lalu
maximus, bisep femoris, atau semi alat suntik dinjeksikan pada paha
tendinosus paha belakang pencit
VI. DATA PENGAMATAN

Tanggal praktek : 6 – 10 - 2022

Data Pengamatan:

BB Rute Dosis Onset


Mencit Respon
(g) Pemberian (VAO) (waktu)
1 38,55 Oral 0,13 ml 14:48-14:54 Tidak ada reaksi

(diam saja)

14:54-14:58 Mulai aktif kembali


1 38,55 intramuskular 0,13 ml 15:06-15:07 Diam

15:07-15:10 Buang air kecil

15:10-15:14 Mulai Aktif kembali


1 38,55 intraperitoneal 0,13 ml 15:21-15:31 Aktif tidak terdapat
respon lain
1 38,55 Sub-kutan 0,13 ml 15:32-15:41 Diam saja
BB Rute Dosis Onset
Tikus Respon
(g) Pemberian (VAO) (waktu)
1 178,10 Oral 0,9 ml 15:41-15:43 Diam saja

15:43-15:44 Aktif

15:44-15:48 Diam kembali

1 178,10 Sub-kutan 0,9 ml 15:50-15:52 Diam

15:52-15:55 Menggaruk kepala


1 178,10 intramuskular 0,9 ml 15:56-15:59 Aktif

15:59-16:01 Kaki pincang


1 178,10 intraperitoneal 0,9 ml 16:02-16:04 Aktif

16:04-16:07 Diam
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini kita membahas mengenai rute pemberian obat pada mencit
dan tikus. Pertama-tama menyiapkan spuit 1 cc (alat suntik) dan paracetamol lalu
menentukan dosis yang akan diberikan pada mencit dan tikus dengan cara
mengkonversi dosis manusia ke dosis mencit dan tikus yang mana dosis mencit
0,0026 dan dosis tikus 0,018. Lalu lakukan perhitungan sebagai berikut:
Mencit : 500 mg(dosis manusia)x0,0026 = 1,3mg
1,3 mg
x 100 ml = 0,13 ml
1000 mg
Tikus : 500mg x 0,018 = 9 mg
9 mg
x 100 ml = 0,9 ml
1000 mg
Setelah itu alat suntik diisi paracetomal sesuai dengan dosisnya. Hewan
pertama yang jadi bahan praktek yaitu mencit dengan rute pemberian secara oral
yang mana diinjeksikan pada mulut yang diinjeksikan pada jam 14:48-14:54
dengan respon diam saja tak ada reaksi apapun, pada 14:54-14:58 responnya yaitu
mencit mulai aktif kembali seperti biasa. Praktikum berikutnya rute pemberian
secara intramuskular yang mana diinjeksikan pada paha yang diinjeksikan pada
jam 15:06-15:07 dengan respon diam saja tak ada reaksi apapun, pada 15:07-15:10
responnya yaitu mencit buang air kecil, pada jam 15:10-15:14 mencit mulai aktif
kembali. Praktikum berikutnya rute pemberian secara intraperitoneal yang mana
diinjeksikan pada perut yang diinjeksikan pada jam 15:21-15:31 dengan respon
mencit langsung beraktifitas tanpa menunjukan respon lain. Praktikum berikutnya
rute pemberian secara sub-kuan yang mana diinjeksikan pada paha yang
diinjeksikan pada jam 15:32-15:41 dengan respon mencit menjadi diam tidak
bergerak dan tidak ada respon lain. Semua pemberian rute obat menggunakan dosis
yang sama yaitu 0,13ml untuk mencit.
Hewan kedua yang jadi bahan praktek yaitu tikus dengan rute pemberian
secara oral yang mana diinjeksikan pada mulut yang diinjeksikan pada jam 15:41-
15:43 dengan respon diam saja tak ada reaksi apapun, pada 15:43-15:44 responnya
yaitu mencit mulai terlihat aktif, pada 15:44-15:48 responnya yaitu tikus kembali
menjadi diam setelah beberapa menit. Praktikum berikutnya rute pemberian secara
intramuskular yang mana diinjeksikan pada paha yang diinjeksikan pada jam
15:56-15:59 dengan respon langsung aktif jalan-jalan, pada 15:59-16:01 responnya
yaitu tikus dapat beraktifitas tapi kakinya mengalami pincang. Praktikum
berikutnya rute pemberian secara intraperitoneal yang mana diinjeksikan pada
perut yang diinjeksikan pada jam 16:02-16:04 dengan respon tikus langsung
beraktifitas tanpa menunjukan respon lain, pada jam 16:04-16:07 dengan respon
tikus mulai diam kembali. Praktikum berikutnya rute pemberian secara sub-kutan
yang mana diinjeksikan pada paha yang diinjeksikan pada jam 15:50-15:52 dengan
respon tikus menjadi diam tidak bergerak,dan pada jam 15:52-15:55 respon yang
ditunukan tikut yaitu menggaruk-garuk kepalanya. Semua pemberian rute obat
menggunakan dosis yang sama yaitu 0,9ml untuk tikus.
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
onset(waktu) terhadap timbulnya efek atau respon pada yang diberikan obat. Hal
itu karena pada setiap rute pemberian obat memperlihatkan besar bioavailabilitas
yang berbeda sebab semakin besar biovailabilitas maka onset(waktu) yang terjadi
akan semakin cepat pula, begitupun sebaliknya. Adapun penyebab lainnya yaitu
perbedaan antara enteral dengan parenteral yang mana kalau enteral pada proses
farmakokinetiknya melalui metabolisme terlebih dahulu yang menyebabkan waktu
yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek obat lebih lambat dari parenteral yang
tidak melawati tahap metabolisme sebelumnya.
Volume maksimal bahan uji untuk pemberian secara oral pada hewan berikut
yaitu :

Jenis Hewan Volume Maksimal (mL)


Mencit 0,13 ml
Tikus 0.9 ml

Volume maksimal ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus dan


perhitungan yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Terdapat keuntungan dan kerugian dalam setiap rute pemberian obat.
Keuntungan pemberian obat secara enteral yaitu mudah, aman dan murah. Selain
itu, pemberian obat secara enteral memiliki beberapa kerugian yaitu timbulnya efek
dariobat membutuhkan waktu, bisa terjadi iritasi pada saluran pencernaan, dan
perlu kerjasama pasien. Keuntungan pemberian obat secara parenteral yaitu
timbulnya efek dari obat lebih cepat dan teratur, Dapat diberikan kepada pasien
yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah muntah. Selain itu, pemberian obat
secara parenteral memiliki beberapa kerugian yaitu harus dilakukan oleh tenaga
medis, menimbulkan rasa nyeri, tidak ekonomis, dan pemberian obat kurang aman,
karena jika sudah disuntikan kedalam tubuhtidak bisa dikeluarkan lagi jika ada
kesalahan.

VIII. KESIMPULAN
Pada rute pemberian obat ini harus menyesuaikan dosis yang akan diberikan
kepada subjek penelitian yang mana bila dosis mencit yang dikonversi dari dosis
manusia yaitu 0,0026 dan dikonversi lagi ke obat paracetamol menjadi 0,13 ml
dosisnya. Tikus yang dikonversi dari dosis manusia yaitu 0,018 dan dikonversi lagi
ke obat paracetamol menjadi 0,9 ml dosisnya.
Pada setiap rute pemberian obat yang diberikan baik pada mencit ataupun
tikus terdapat perbedaan-perbedaan onset(waktu) dan responnya hal ini disebabkan
oleh besar bioavailabilitas yang berbeda, semakin besar biovailabilitas maka
onset(waktu) yang terjadi akan semakin cepat pula, begitupun sebaliknya.
Sedangkan perbedaan respon disebabkan oleh rute pemberian obat yang berbeda,
lokasi penyuntikan/penginjeksian yang dilakukan ditempat yang berbeda
menghasilkan respon pada hewan percobaan menjadi berbeda pula.
Terdapat keuntungan dan kerugian disetiap rute pemberian obat. Keuntungan
pemberian obat secara enteral yaitu mudah, aman dan murah. Selain itu, pemberian
obat secara enteral memiliki beberapa kerugian yaitu timbulnya efek dari obat
membutuhkan waktu, bisa terjadi iritasi pada saluran pencernaan, dan perlu
kerjasama pasien. Keuntungan pemberian obat secara parenteral yaitu timbulnya
efek dari obat lebih cepat , Dapat diberikan kepada pasien yang tidak kooperatif.
Selain itu, pemberian obat secara parenteral memiliki beberapa kerugian yaitu
harus dilakukan oleh tenaga medis, menimbulkan rasa nyeri, tidak ekonomis, dan
pemberian obat kurang aman, apabila terjadi kesalahan
IX. DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J. 2014. Farmakologi Dasar
& Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et
al., Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Stan, K.B, Jason E.W and Douglas S.M. 2011. Applied Pharmacology.
Elsevier, Inc. Diakses 24 November 2019,
https://www.sciencedirect.com/topics/pharmacology-toxicology-and-
pharmaceutical-science/routes-of-administration

X. Lampiran
XI.

Anda mungkin juga menyukai