Anda di halaman 1dari 9

ETNOREFLIKA

VOLUME 7 No. 1. Februari 2018 Halaman 20 - 28

DINAMIKA MAKNA SIMBOLIS ORNAMEN RUMAH ADAT MALIGE DI KERATON


BUTON KECAMATAN MURHUM KOTA BAUBAU1

Zainab Jasru2
Wa Ode Sifatu3

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika makna yang terkandung dalam
ornamen rumah malige yang digunakan di Keraton Buton. Teori yang digunakan untuk membaca
data penelitian adalah teori simbol yang dikemukakan oleh Geertz dan menggunakan metode
etnografi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan dan wawancara mendalam.
Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa penempatan ornamen rumah adat malige pada masyarakat
Buton telah mengalami pergeseran. Jika dahulu diletakkan di atas atap rumah, sekarang
ditempatkan di atas atap rumah pribadi, bahkan pagar rumah, baik dari keturunan bangsawan
maupun masyarakat biasa. Bertalian dengan hal tersebut, masyarakat Buton juga memiliki
penafsiran yang berbeda-beda, mengenai makna ornamen bosubosu dan nanasi. Ada yang
menafsirkan sebagai tempat air dan ada pula yang menafsirkan sebagai anting-anting. Hal ini
terjadi karena tidak ada pedoman tentang makna simbol rumah adat malige. Ornamen dalam teori
Geertz setara sebagai pengalaman jauh yang berkenaan dengan stratifikasi sosial. Tetapi dalam
penjelasannya, Geertz tidak berbicara mengenai konteks ornamen yang dipasang berdasarkan
keturunan dari anggota masyarakat yang menggunakan ornamen tersebut.

Kata kunci : dinamika, makna, simbol, ornamen, malige

ABSTRACT
This study aims to determine the dynamics of the meaning contained in Malige House
ornaments used in Buton Palace. The theory used to read research data is symbol theory proposed
by Geertz and uses ethnographic methods. Data collection is done through observation and in-
depth interviews. The results of this study indicate that the placement of traditional Malige house
ornaments in the Buton community has undergone a shift. If it was first placed on a roof, now it is
placed on the roof of a private house, even a house fence, both from the descendants of nobility and
ordinary people. In connection with this, the Butonese also have different interpretations,
regarding the meaning of bosubosu and nanasi ornaments. Some interpret it as a place of water
and some interpret it as earrings. This happened because there were no guidelines about the
meaning of the symbol of the Malige traditional house. Ornaments in Geertz's theory are
equivalent to far-reaching experiences with regard to social stratification. But in his explanation,
Geertz did not speak of the context of ornaments installed based on the descendants of community
members who used these ornaments.
Keywords: dynamics, meaning, symbol, ornaments, malige.

1
Hasil Penelitian
2
Alumni Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi
Tridharma, Jl. H.E Agus Salim Mokodompit, Kendari 93232 , Pos-el: zainab.jasru@gmail.com
3
Dosen pada Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi
Tridharma, Jl. H.E Agus Salim Mokodompit, Kendari 93232 , Pos-el: waode.sifatu@uho.ac.id

20
Etnoreflika, Vol. 7, No. 1, Februari 2018

A. PENDAHULUAN Islam di Indonesia, pengaruh ornamen


Setiap manusia memiliki rasa ingin boleh dibilang minim.
terlindungi dari segala bahaya dan bencana Selain pada bangunan candi,
yang dapat timbul secara alamiah maupun ornamen juga banyak dijumpai pada rumah-
karena kelalaian manusia itu sendiri. Rasa rumah adat di Indonesia. Pada rumah
ingin terlindungi tersebut diwujudkan Tongkonan di Toraja misalnya, motif ragam
dalam bentuk tempat tinggal yang dibangun hias sangat umum diterapkan. Ukiran
seaman mungkin menurut perspektif ragam hias tradisional Toraja yang
pemiliknya. Selain rasa aman, pemilik juga menghiasi Tongkonan dan Alang
mengharapkan rasa nyaman dari hunian mengandung arti simbolis yang erat
yang dimilikinya dengan memberi pernak- kaitannya dengan falsafah hidup
pernik atau ragam hias sebagai salah satu masyarakat Toraja. Beberapa ragam hias itu
upaya untuk mewujudkan rasa nyaman. di antaranya adalah ne’ limbongan,
Ornamen atau yang lebih familiar dengan pa’tedong, pa’barre alo, pa’ulu karua, dll.,
sebutan ragam hias bukanlah istilah baru sedangkan passaru atau passurak
yang pernah kita dengar. Dalam arsitektur merupakan ukiran tradisional yang
dan seni dekoratif, ornamen merupakan berfungsi estetis sekaligus mengandung
dekorasi yang digunakan untuk makna simbolis. Motifnya biasanya adalah
memperindah bagian dari sebuah bangunan hewan dan tanaman yang melambangkan
atau obyek.3 kebajikan, seperti gulma air (tanaman),
Haryanto (2012 : 84) mengatakan kepiting dan kecebong (hewan) yang
bahwa istilah ornamen digunakan oleh melambangkan kesuburan (Hartanti dan
Meyer yang diartikan secara khusus sebagai Nediari, 2014 : 1285).
elemen hiasan (dekorasi) yang diadaptasi, Ragam hias juga ditemukan pada
dikembangkan dari tumbuh-tumbuhan. hunian yang ada di dalam Keraton Buton.
Fungsi utama ragam hias pada suatu Benteng Keraton merupakan tempat yang
bangunan adalah untuk memberi keindahan, digunakan pada masa lampau sebagai
yang diharapkan dapat memberi pengaruh benteng pertahanan dari serangan
rasa ketentraman dan kesejukan bagi yang perompak. Luas benteng keraton adalah
menempatinya. Ragam hias rumah banyak 22,8 Ha. yang di dalamnya terdapat rumah-
diilhami oleh flora, fauna, alam, dan lain rumah penduduk, makam, masjid, kamali
sebagainya. Setiap motif pada ragam hias bata, kamali kara. Masyarakat Buton
tersebut mempunyai makna tersendiri yang mempunyai beberapa model hunian yang
diyakini oleh masyarakatnya. Pada disesuaikan dengan kasta penghuninya.
bangunan-bangunan zaman Hindu di Hunian pada masyarakat Buton pada
Indonesia selalu dikenakan perhiasan, umumnya adalah Banua Tada4, dimana
mereka percaya bahwa tempat itu adalah struktur bangunan rumah ini dibedakan
tiruan dari tempat bersemayamnya dewa. menjadi tiga yaitu Kamali5, banua tada tare
Perhiasan-perhiasan tersebut pada pata pale6, dan banua tada tare talu pale7.
umumnya diterapkan pada bangunan candi. Dari beberapa bentuk hunian tersebut, ada
Perhiasan teratai memegang peranan
4
penting, baik bunga, kuntum, dan bagian Kata banua dalam bahasa setempat berarti rumah
lainnya karena bunga teratai dianggap sedangkan kata tada berarti siku.
5
Lebih dikenal dengan nama Malige berarti mahligai
memiliki kesucian sesuai dengan ajaran atau istana,yaitu tempat tinggal raja atau sultan dan
Hindu-Budha. Sedangkan pada zaman keluarganya
6
berarti rumah siku bertiang empat adalah rumah
3
https://id.wikipedia.org. Akses: 20 November 2016 tempat tinggal para pejabat atau pegawai istana
7
rumah siku bertiang tiga adalah rumah tempat
tinggal orang biasa.

21
Zainab Jasru, Wa Ode Sifatu: Dinamika Makna Simbolis Ornamen Rumah Adat Malige di Keraton
Buton Kecamatan Murhum Kota Bau-Bau

yang paling lengkap ornamennya yaitu berupa kematian terhadap penggunanya


rumah adat malige yang merupakan yang berasal dari tetua adat.
peninggalan sultan Buton XXXVII. malige Penelitian mengenai ornamen
adalah bentuk arsitektur Buton yang paling bangunan juga telah dilakukan sebelumnya,
mahsyur diantara bentuk bangunan lainnya. diantaranya adalah penelitian Sianipar dkk.
Namun, anggota masyarakat banyak tidak (2015) mengenai “Makna Seni Ukiran
konsisten dalam menggunakan bentuk Gorga pada Rumah Adat Batak”. Penelitian
ornamennya di lingkungan Keraton Buton mereka bertujuan untuk mengetahui
Wolio. Akhirnya, terjadi konflik-konflik di berbagai bentuk dan makna dari ukiran
antara mereka. Pemerintah Kota Baubau gorga pada rumah adat Bata dengan
telah mengatasinya dengan melahirkan menggunakan teori semiotika dari
Perwali nomor 105 tahun 2003 Tentang Ferdinand de Saussure dan metode
Penetapan Benteng Keraton Kawasan deskriptif kualitatif penulis
Khusus Kota Baubau. Dengan demikian, mendeskripsikan ukiran-ukiran gorga yang
masyarakat wajib mempertahankan warisan ada pada rumah adat Batak bahwa pada
ornamen malige di lingkungan Keraton ukiran gorga terdapat bentuk yang
Buton. Ornamen Rumah malige diambil bermacam-macam.
dari bentuk hewan dan tumbuhan yang Adapun jenis bentuk bentuk ukiran
berada di alam. Ornamen dalam bentuk gorga pada rumah adat Batak ialah gorga
tumbuhan diantaranya adalah bentuk nenas sompi yang dimaknai sebagai lambang
(nanasi), bentuk nenas yang digunakan ikatan kebudayaan pada masyarakat Toba
untuk ornamen rumah adalah bentuk nenas yang hidupnya selalu bekerja bergotong
pipih bukan bulat seperti buah nenas yang royong terjalin sebuah ikatan kekeluargaan.
sesungguhnya, buah pohon butun gorga ipon-ipon dimaknai sebagai lambang
(bosobosu), kembang (kamba), tumbuhan kemajuan, karena setiap insan
ikal (ake), dan daun besar (tawa ogena), mengharapkan keturuanan pendidikan.
sedangkan hewan yang diadopsi menjadi gorga desana ualu (mata angin) sebagai
bentuk ornamen adalah bentuk naga simbol perbintangan dalam melakukan
merayap yang tidak mempunyai kaki dan ritual pada orang Batak; gorga simataniari
tangan karena masyarakat Buton percaya (matahari), gorga simarogung-ogung
bahwa bentuk ular yang memiliki kaki dan berbentuk seperti alat musik gong dimana
tangan adalah jelmaan iblis. gong dianggap sebagai simbol pesta yang
Seiring berjalannya waktu, terjadi diharapkan oleh masyarakat; gorga singa-
perubahan dalam memaknai pun singa artinya berkarisma dan berwibawa
menggunakan ornamen yang menjadi ciri terdiri dari wajah manusia dengan lidah
khas dari rumah malige. Orang yang dari yang terjulur ke luar hampir mencapai
segi titisan darah tidak memiliki darah dagu.
bagsawan, tidak dapat megambil ornamen Gorga ini diartikan sebagai karisma
naga dan bosubosu sebagai hiasan rumah dan wibawa; gorga jenggar dan jorngom
karena keduanya merupakan simbol rumah adalah gorga yang berbentuk raksasa yang
bangsawan. Perubahan ini dipicu oleh tidak dianggap sebagai dewa yang dapat
adanya sanksi tegas terhadap kesewenangan melawan segala jenis penyakit; gorga boras
dalam memakai ornamen tersebut, berbeda pati (cecak) yaitu gorga yang
halnya dengan yang terjadi pada masa lalu, menyimbolkan limpahan harta; gorga
dimana jika seseorang yang tidak adop-adop (susu) merupakan gorga yang
seharusnya menggunakan ornamen namun melambangkan kesuburan; gorga gaja
justru melanggar, maka akan terjadi sanksi dompak yang diletakkan di ujung dila
paung bermakna sebgai simbol kebenaran

22
Etnoreflika, Vol. 7, No. 1, Februari 2018

bagi orang Batak; gorga dalihan na toru berkaitan dengan penelitiannya serta data
yang berbentuk jalinan sulur merupakan dari internet untuk menunjang
falsafah hidup orang Batak dalam menjalin penelitiannya. Lebang menemukan empat
hubungan dengan sesama manusia; gorga ukiran yang menjadi ukiran dasar pada
simeol-eol merupakan lambang rumah Tongkonan, keempat ukiran itu
kegembiraan dan berfungsi untuk adalah : pa’ tedong; pa’ manuk londong;
menambah keindahan; gorga sitagang yang pa’ barre allo; dan pa’ sussu’. Ukiran Pa’
memiliki bentuk simetris merupakan simbol Tedong merupakan ukiran menyerupai
kerendahan hati dalam menerima tamu; kerbau. Kerbau di Toraja adalah hewan
gorga sijonggi merupakan lambang peliharaan utama dan disayangi. Kerbau
keperkasaan dan kepahlawanan: gorga juga memiliki fungsi ganda yakni, sebagai
silintong yang biasa dipakai oleh para tokoh emas kawin, alat transaksi dalam jual beli
adat sebagai lambang kesaktian; gorga masyarakat Toraja, juga sebagai
iran-iran sebagai simbol kecantikan persembahan bagi para Deata (dewa) dan
manusia; gorga hariara sudung di langit, leluhur. pa’ tedong di Tongkonan mewakili
gorga hoda-hoda, dan gorga ulu paung kerbau sebagai simbol kesejateraan bagi
yang kesemuanya merupakan manifestasi masyarakat Toraja sehingga sang pemilik
kebudayaan orang Batak dalam kehidupan Tongkonan beserta keturunannya hidup
sehari-hari yang dituangkan dalam bentuk sejaterah.
karya seni yang penuh dengan estetika. Ukiran pa’manuk londong di pakai
Makna dalam ukiran gorga Batak untuk menunjukkan waktu bagi orang
menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya Toraja dahulu kala. Selain itu, ukiran
Batak masih bertahan sampai dewasa ini. pa’manuk londong juga bermakna sebagai
sehingga Sianipar dkk. merekomendasikan pengharapkan orang Toraja bisa
kepada masyarakat Batak agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan atau
menjaga kelestarian dari ukiran gorga ini. situasi apapun yang ada dalam kehidupan
Lebang (2015:158) dengan judul ini, seperti halnya ayam yang tahu gelap
penelitian “Analisis Semiotika Simbol dan terang. Ukiran pa’ barre allo’
Kekuasaan pada Rumah Adat Toraja berbentuk lingkaran sempurna, diawali
(Tongkonan Layuk)” yang bertujuan untuk dengan lingkaran besar lalu diikuti dengan
mendeskripsikan serta menganalisis simbol beberapa lingkaran hingga membentuk
kekuasaan dan ukiran rumah adat Toraja lingkaran kecil berbentuk mata. Jenis
(Tongkonan Layuk). Menurut Lebang, ukiran ini ditemukan pada bagian depan
simbol dan ukiran menjadi salah satu dan belakang Tongkonan pada papan atas
komponen penting dalam pembangunan berbentuk segitiga (para longa).
Tongkonan. Ukiran ini selalu disandingkan
Teori yang digunakan Lebang dalam dengan pa’ manuk londong yang bermakna,
penelitiannya adalah teori semiotika ilmu pengetahuan dan kearifan itu
Charles Sanders Peirce. Dengan tujuannya mulia bagaikan sinar matahari,
menggunakan metode interpretatif memberi kehidupan kepada siapapun yang
kualitatif, Lebang berusaha menganilisis disinarinya. Ukiran pa’ barre allo’
dan mengartikan makna dari simbol dan merupakan lambang kebesaran dan
ukiran Tongkonan berdasarkan fakta kebanggan bagi orang-orang Toraja.
dilapangan. Lebang menggunakan key Berikutnya adalah Ukiran pa’ sussu,
informan sebagai sumber data, data primer dimana ukiran ini tidak diberikan warna
dan sekunder melalui wawancara oleh passura atawa atau tukang ukir dan
mendalam, observasi lapangan, hanya berbentuk garis vertical dan
dokumentasi kegiatan, referensi yang horizontal, atau campuran keduanya.

23
Zainab Jasru, Wa Ode Sifatu: Dinamika Makna Simbolis Ornamen Rumah Adat Malige di Keraton
Buton Kecamatan Murhum Kota Bau-Bau

Ukiran pa’ sussu merupakan lambang digunakan sebagai sumber informasi dan
kebangsawanan dari pemilik rumah, panduan pengunjung komplek gereja
lambang kebangsawanan diharapkan dapat Ganjuran, khususnya dalam pengetahuan
menegakkan aturan-aturan, hukum, dan estetika terkait dekorasi di dalam komplek
norma yang berlaku bagi komunitasnya gereja Ganjuran beserta makna
berdasarkan pandangan aluk todolo. simbolisnya. Kurnianto juga berharap
Ukiran-ukiran yang ada pada Tongkonan dekorasi tradisional Jawa yang begitu
merujuk pada hal-hal baik bagi pemilik kental di dalam bangunan gereja Mandala
rumah. Lebang menyatakan bahwa ukiran Hati Kudus Yesus Ganjuran, menjadi salah
yang ada pada Tongkonan melukiskan satu sarana pelestarian kekayaan seni dan
simbol-simbol dari benda dan mahluk di budaya tradisional di Indonesia.
kehidupan yang di dalamnya terdapat Penelitian-penelitian yang
pesan-pesan bahwa Tongkonan sebagai dikemukakan sebelumnya tidak
simbol status sosial masyarakat Toraja. mempersoalkan perbedaan pendapat
Lebang menyarankan kepada masayarakat mengenai ornamen dan tidak membahas
dan Pemerintah Tana Toraja agar senantiasa mengenai perubahan penempatan posisi
mempertahankan kebudayaan mereka agar ornamen. Sedangkan penelitian yang akan
tidak tergerus zaman. dilakukan akan mengkaji makna ornamen
Penelitian yang dilakukan oleh dan pergeseran penempatan pada rumah
Kurnianto (2016 : 1) dengan judul “Makna malige masyarakat Buton Wolio yang ada
Simbolis Dekorasi di Komplek Gereja di Keraton Buton agar terdapat pedoman
Ganjuran Kabupaten Bantul Daerah pemaknaan yang seragam dan tidak
Istimewa Yogyakarta”. Memiliki lima menimbulkan konflik-konflik di dalam
tujuan yaitu : (1) latar belakang sejarah dan masyarakat.
bentuk bangunan Gereja Ganjuran sebelum
dan, (2) pasca gempa tahun 2006, (3) jenis B. METODE PENELITIAN
dan fungsi bangunan pendukung (4) bentuk Penelitian ini telah dilakukan di
dekorasi, (5) makna simbolik. Keraton Buton dengan pertimbangan bahwa
Dalam melakukan penelitian, Keraton Buton adalah pusat kerajaan Buton
Kurnianto menggunakan Metode dimasa lalu. Di Keraton Buton terdapat
pendekatan kualitatif deskriptif, dengan rumah-rumah adat (bukan Malige) dimana
Teknik pengumpulan data wawancara, ornamennya menggunakan ornamen rumah
observasi, dan kepustakaan. Kurnianto adat Malige yang tidak seharusnya
menemukan bahwa: (1) Gereja Ganjuran dipasang. Selain itu, pemerintah daerah
dibangun tanggal 16 April 1924 oleh Kota Baubau juga memberikan dukungan
keluarga Schmutzer, (2) Gereja Ganjuran terhadap pelestarian rumah adat Wolio
runtuh setelah gempa tahun 2006, (3) setiap melalui Perwali nomor 105 tahun 2003
bangunan di komplek Gereja Ganjuran Tentang Penetapan Benteng Keraton
memiliki fungsinya masing-masing, (4) Kawasan Khusus Kota Baubau sehingga
bentuk dekorasi di komplek gereja bagi masyarakat yang ingin membangun
Ganjuran memiliki corak Hinduistik dan rumah dalam keraton harus membangun
Jawa tradisional, (5) makna simbolis rumah adat.
terdapat di dalam bangunan gereja terkait Penelitian ini dilakukan pada bulan
dengan ajaran Katolik, candi, Berkat Tirta Januari sampai bulan Maret 2017.
Perwitasari, relief jalan salib dan gapura Pemilihan informan pada penelitian ini
gerbang masuk ke dalam komplek gereja ditentukan dengan teknik Snowball
Ganjuran. Kurnianto menyarankan kepada Sampling atau pemilihan sampel bola salju
pengelola gereja agar hasil penelitiannya yaitu teknik penentuan sampel yang mula-

24
Etnoreflika, Vol. 7, No. 1, Februari 2018

mula jumlahnya kecil, kemudian membesar menikah, kamar anak-anak sultan ini saling
seperti bola salju yang semakin lama berhadapan sehingga ruangan di depan
menggelinding akan semakin besar kamar hanya menjadi tempat lewat untuk
(Sugiono, 2016 :85). menuju ruang selanjutnya yang merupakan
petak ke empat. Ruang pada petak ke empat
C. HASIL DAN PEMBAHASAN difungsikan sebagai tempat makan sultan.
1. Rumah Adat Malige Selain itu, diruangan ini terdapat lubang
Malige berasal dari bahasa Indonesia pada lantainya yang sengaja dibuat untuk
yaitu “mahligai” yang dalam Kamus Besar tempat memandikan mayit, sehingga pada
Bahasa Indonesia berarti tempat kediaman saat sultan melewatinya, maka sultan akan
raja dalam lingkungan istana. Sebutan selalu teringat pada kematian yang pasti
Malige di masyarakat Buton dikhususkan datang untuk menjemput setiap makhluk
untuk istana yang dibangun oleh sultan yang bernyawa sehingga dia akan selalu
Buton ke-37 La Ode Muhammad Hamidi menjadi pemimpin yang amanah dan takut
dan tidak dapat dipakai kecuali untuk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ruangan ke
model bangunan yang serupa. Secara lima adalah ruang paling belakang dimana
vertikal rumah Malige dibangun ruangan ini disediakan khusus untuk anak
berdasarkan posisi badan manusia saat salat gadis sultan, ruangan ini biasa disebut suo.
dalam agama Islam. Posisi rumah Malige Pembangunan rumah malige sangat
menghadap ke arah Timur dengan tujuan kental dipengaruhi oleh agama Islam
agar memudahkan para pengunjung sebagai agama yang mendominasi di Pulau
kesultanan untuk mengetahui arah kiblat Buton pasca hadirnya Syekh Abdul Wahid
dengan hanya membelakangi pintu masuk dari Johor Malaysia. Istana malige begitu
saat berkunjung jika ingin menunaikan salat sarat dengan makna yang setiap detailnya
lima waktu. Adapun ruangan pada rumah diperhitungkan oleh sang pemilik yang
Malige terdiri dari empat lantai, ruang tidak lain adalah sultan ke-37 dari detail
lantai pertama tidak lebih luas dari lantai yang besar sampai detail yang kecil
ke dua dimana pada lantai ke dua terdapat memiliki filosofi.
18 buah kamar (9 di sisi kanan dan 9 buah
2. Dinamika Makna Simbolis Ornamen
di sisi kiri) sehingga kelihatan seperti sayap
Rumah Adat Malige
bangunan. Sedangkan lantai ke tiga dan
Ornamen yang digunakan pada
lantai keempat rumah Malige semakin kecil
rumah-rumah adat masyarakat Wolio
dan menyempit.
adalah ornamen yang sama dengan yang
Lantai pertama rumah Malige terdiri
terdapat pada istana Malige yang mereka
dari lima petak (dari depan ke belakang)
kenal dengan sebutan belo.
dimana petak pertama digunakan sebagai
a. Bentuk dan Makna Ornamen (Belo)
ruang tamu dan tempat perumusan
Rumah Adat Malige
mengenai masalah adat, ruangan ini cukup
Rumah adat malige adalah
luas dan dapat menampung ±50 orang.
manifestasi dari kehidupan orang Buton
Antara ruang pertama dan ruang ke dua
secara paripurna. Jika ditilik lebih
dibatasi oleh sekat penghalang yang bisa
mendalam, dari rumah malige kita dapat
dibuka jika suatu waktu dibutuhkan. Pada
mengetahui bagaimana kehidupan orang
petak ke dua, di sisi kiri terdapat sebuah
Buton berjalan selama ini. Rumah malige
kamar tidur yang disiapkan untuk tamu,
bersifat kosmologi yang artinya bentuk dari
sedang pada sisi kanan merupakan ruang
rumah malige diadopsi dari alam sekitar.
makan untuk tamu. Ruangan ke tiga dibagi
Sifat kosmologi rumah malige juga
menjadi dua ruangan yang berfungsi
tergambar dari ornamennya yang dapat
sebagai kamar anak-anak sultan yang sudah

25
Zainab Jasru, Wa Ode Sifatu: Dinamika Makna Simbolis Ornamen Rumah Adat Malige di Keraton
Buton Kecamatan Murhum Kota Bau-Bau

diklasifikasi ke dalam dua bentuk, bentuk dijadikan pohon pelindung. Selain itu,
hewan dan tumbuhan. pohon ini mempunyai daya adaptasi sangat
1) Bentuk Tumbuhan luar biasa, akarnya menghujam ke dalam
1) Nenas (nanasi) dan sangat kokoh juga dapat tumbuh di
Nanasi adalah hiasan yang pantai pun di daerah pedalaman. Motif ini
bentuknya berupa buah nenas. Motif ini biasa ditempatkan di tankebala atau bate
biasa ditempatkan pada ujung atap bagian (bagian atap rumah yang berada di bawah
depan dan belakang. Nenas tidak serta cucuran atap). Bosubosu pada rumah adat
merta diadopsi sebagai simbol oleh orang malige dimaknai berbeda oleh masyarakata
Buton secara langsung, hal ini diputuskan Buton, ada yang memaknai sebagai anting-
melalui musyawarah oleh para arsitek anting, tangan manusia, dan ada yang
budayawan Buton yang menurut riwayat memaknai sebagai tempat air yang dengan
untuk menetapkan bentuk simbol apa yang itu seorang sultan dapat memberikan
akan diadopsi pada zaman sultan Dayanu kesejukan bagi para rakyatnya.
Iksanuddin semua pemimpin kadie b. Kembang (Kamba)
diundang melalui panggilan langsung oleh Kamba adalah bahasa Buton
utusan kerajaan untuk menghadiri (Wolio) untuk bunga. Di dalam rumah
pertemuan terkait musyawarah mengenai malige, terdapat ukiran bunga yang terletak
penetapan bentuk yang akan diambil untuk pada plafon pintu suo dan pintu kamar
dijadikan sebagai simbol kesultanan Buton belakang. Ukiran ini adalah ukiran bunga
di masa kesultanan yang sedang melati (kamba mpuu) dan ukiran bunga
berlangsung pun sampai pada masa yang matahari.
akan datang. Bunga melati diadopsi oleh orang
Nenas merupakan lambang umum Buton terkait dengan namanya yang
untuk orang Buton sebagai ciri khas bahwa memiliki arti bersungguh-sungguh (mpuu).
orang Buton dapat dengan mudah Artinya bahwa seorang individu jika ingin
beradaptasi dengan keadaan lingkungan berhasil mencapai targetnya atau apa yang
seperti meniru dan menyesuaikan logat dicita-citakannya, haruslah ia melakukan
bahasa setempat di mana mereka berada. usahanya dengan sungguh-sungguh dan
Hal ini serupa buah nenas yang dapat sepenuh hati.
tumbuh di mana saja meski tunasnya c. Tumbuhan Ikal (Ake)
disimpan secara sembarangan di tanah. Ake adalah hiasan yang diletakkan
Tunas yang ada di ujung buah nenas tepat di bawah pancuran atap yang terbuat
diinterpretasikan sebagai cara melanjutkan dari plat atap seng. Ake berbentuk seperti
tahta kesultanan dengan bentuk daun yang melambangkan kesempurnaan.
pemerintahan yang menganut sistem Motif ini juga terdapat pada bangunan
demokrasi bahwa untuk memilih pemimpin malige sebagai lambang bersatunya sultan
selanjutnya tidak harus berasal dari putra dengan sang khalik (Tuhan). Makna simbol
mahkota kerajaan tetapi dapat berasal dari ini berasal dari ajaran tasawuf Wahdatul
bangsawan lain yang masih merupakan Wujud. Ake biasa juga disebut paluwala
putra bangsawan dari kamboru-mboru yang berarti jumbai-jumbai oleh
talupalena yaitu kaum tapitapi, kumbewaha masyarakat Wolio, dan diberi warna seperti
dan tanayilandu. warna yang mendominasi alam semesta
a. Buah Pohon Butun (Bosubosu) (langit) yaitu warna biru.
Bosubosu adalah bahasa lokal untuk d. Daun Besar (Tawa Ogena)
buah pohon butun (Barringtomia Asiatica) Ornamen tawa ogena adalah
tumbuhan ini mempunyai daun yang lebar ornamen yang diadopsi dari sebuah pohon
dan teduh sehingga sangat nyaman untuk besar yang digunanakan sebagai tempat

26
Etnoreflika, Vol. 7, No. 1, Februari 2018

berlindung saat perang bergerilya di gunung adalah: perbedaan garis keturunan dan
Siontapina. Tawa ogena terletak di ujung semakin berkurangnya tokoh yang
lesplan bagian depan istana malige. Makna mengetahui tentang ornamen rumah adat
dari ornamen ini adalah seorang raja malige
bersifat mangayomi masyarakatnya. a. Perbedaan Garis Keturunan
2) Bentuk Hewan Pada masyarakat Buton, berlaku
a) Naga sistem patrilineal dimana garis keturunan
Naga yang digunakan oleh diambil berdasarkan pihak ayah. Saat ini,
masyarakat Buton memiliki perbedaan masih banyak kita jumpai fanatisme dalam
dengan naga yang digunakan oleh orang memperhatikan garis keturunan pada
China. naga pada orang Buton tidak masyarakat Buton. Gelar ode yang
mempunyai kaki dan tangan karena disandang pada setiap awal atau akhir dari
menurut kepercayaan, binatang berbentuk nama sebagian besar orang Buton,
ular yang memiliki kaki, tangan dan tanduk merupakan gambaran dari status sosial
adalah penjelmaan dari iblis. Lambang naga tertinggi dalam sisilah dan sistem
sebagai binatang yang mempunyai kekerabatan orang Buton. Gelar ini diyakini
kekuatan besar ditamsilkan sebagai sebagai warisan budaya Buton lingkaran
kekuatan dan wibawa kesultanan istana.
berdasarkan simbol kekuasaan yang Garis keturunan sangat berpengaruh
dikaitkan dengan alquran surah Ali Imran dalam menafsirkan simbol ornamen karena
ayat 26. masing-masing keturunan mengambil versi
Naga yang dianggap sebagai dari leluhur mereka.
binatang sakti dijadikan sebagai simbol b. Semakin Berkurangnya Tokoh yang
kekuatan dan kebesaran kesultanan Buton. Mengetahui Tentang Ornamen
Namun, pada saat ini naga yang justru Rumah Adat Malige
dijadikan icon untuk kota Baubau adalah Wafatnya orang-orang tua yang
naga yang mempunyai kaki dan tangan, mengetahui tentang simbol ornamen rumah
berbeda dengan naga yang dimaksud oleh malige menyebabkan kesimpang siuran di
para informana saat diwawancarai. kalangan masyarakat sekarang. Selain itu,
informasi mengeanai makna simbol
3. Penyebab Dinamika Pemaknaan ornamen malige hanya disebarkan secara
Simbol Ornamen Rumah Adat Malige komunal kepada anak cucu dan tidak dalam
Dinamika yang terjadi di dalam bentuk tertulis.
masyarakat muncul tidak sekonyong-
konyong tanpa alasan. Hasrat perubahan D. PENUTUP
yang dimiliki oleh individu pemilik Dinamika makna simbolis ornamen
kebudayaan nampaknya berdampak pada rumah adat malige di Keraton Buton
kebudaayaan yang mereka miliki dimana Kecamatan Murhum Kota Baubau
kebudayaan merupakan suatu kompleks menemukan bahwa ornamen rumah adat
dari konsep norma-norma, pandangan- malige pada masyarakat Buton Wolio yang
pandangan dan sebagainya yang abstrak aslinya diletakkan di atas atap rumah, telah
akan mengikuti pola pemikiran pemilik bergeser tempat di atas atap rumah pribadi,
kebudayaan yang berubah sesuai tuntunan bahkan di pagar rumah, baik dari
zaman. keturunan bangsawan sebagai pewaris
Adapun yang menjadi penyebab maupun masyarakat biasa. Dari keturunan
terjadinya perbedaan pendapat dalam bangsawan beralasan karena sebagai
menfsirkan makna simbol ornamen rumah pewaris keturunan. Sedangkan pada
adat malige setelah ditelisik lebih jauh masyarakat biasa beralasan hanya ingin

27
Zainab Jasru, Wa Ode Sifatu: Dinamika Makna Simbolis Ornamen Rumah Adat Malige di Keraton
Buton Kecamatan Murhum Kota Bau-Bau

setara sebagai sesama orang Buton. Sangat Hartanti, Grace dan Nediari, Amarena.
jauh berbeda dengan pada masa lalu, semua 2014. Pendokumentasian Aplikasi
individu tidak berani melanggar ketentuan Ragam Hias Toraja Sebagai
di dalam keraton Buton karena takut pada Konservasi Budaya Bangsa Pada
azab Allah yang dipercaya akan Perancangan Interior Jurnal
mendatangkan musibah (bala) bagi Humaniora Volume 5 Nomor 2.
pelanggarny. Konsekuensi bagi pelanggar Jurusan Desain Interior,
dewasa ini dipercaya sudah tidak terjadi. Universitas Binus
Terjadi perbedaan pendapat pada Haryanto, Eko Sri. 2012. Ragam Hias
masyarakat Buton mengenai ornamen Tradisional Jawa Pada Singep
bosubosu dan nanasi dalam Pedan Ballroom Hotel Sahid Jaya
menafsirkannya. Ada yang menafsirkan Di Surakarta. Jurnal Volume 3
sebagai tempat air dan ada pula yang nomor 2. Jurusan Desain
menafsirkan sebagai anting-anting. Hal ini fakultas Seni Rupa dan Desain,
terjadi karena tidak ada pedoman tentang Institut Seni Indonesia Surakarta
makna simbol rumah adat malige. Teori Kurnianto, Yonas Arya. 2016. Makna
Geertz tentang simbol setara dengan yang Simbolis Dekorasi di Komplek
disebut sebagai pengalaman jauh berupa Gereja Ganjuran Kabupaten. Bantul
stratifikasi sosial. Temuan penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
mengenai ornamen rumat adat malige Pendidikan Seni Rupa edisi Januari,
diwariskan melalui keturunan dan Jurusan Pendidikan Seni Rupa,
keinginan untuk setara sesama orang Buton Fakultas Bahasa dan Seni
tidak terbaca oleh Geertz. Universitas Negeri Yogyakarta
Dari hasil penelitian maka peneliti Lebang, Yudha Almerio Pratama. 2015.
menyarankan agar masyarakat Buton lebih Analisis Semiotika Simbol Kekuasa-
peduli dengan kebudayaan yang mereka an Pada Rumah Adat Toraja (Tong-
miliki dan menelisik kembali makna-makna konan Layuk), Jurnal Volume 3
dari simbol yang berada di tengah-tengah nomor 4, Program Studi Ilmu Komu-
mereka yang dijadikan sebagai simbol nikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
kepribadian dan kebudayaan. Politik, Universitas Mulawarman
Bagi pemerintah, agar diadakan Sianipar, dkk. 2015 Makna Seni Ukiran
forum yang mempertemukan para orang- Gorga Pada Rumah Adat Batak.,
orang yang dianggap dapat mewakili Jurnal Panggung Volume 25 No-
masyarakat untuk membincangkan mor 3, September. Universitas
mengenai simbol rumah adat malige agar Padjadjaran Bandung.
disepakati suatu makna yang sama dan Schoorl. 2003. Masyaraka Sejarah dan
tidak lagi teradi konflik di antara Budaya Buton.Djambatan: Jakarta
masyarakatnya terkait makna simbol- Sugiono. 2016. Metode Penelitian Kuan-
simbol rumah malige. titatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Ornamen (arsitektur),
(Online), tersedia dalam
(https://id.wikipedia.org/wiki/
Ornamen_ %28arsitektur %29).
Diakses pada 29 Oktober 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai