Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN MATEMATIKA
TEORI BEHAVIORISTIK

Dosen Pengampu: Dwi Avita Nurhidayah, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:
Hasanah Ahlaqul Karimah (21322025)
Kaneisya Hokia Alfitri (21322030)
Helen Candra Puspita Dewi (21322036)
Shintya Ayu Setyawati (21322043)
Hananda Luthfi Juwariyah (21322044)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan pada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita
pada alam yang penuh dengan ilmu pegetahuan ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pembelajaran Matematika yang diampu oleh Ibu Dwi Avita Nurhidayah,
S.Pd, M.Pd

Penulis yakin bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan pihak lain. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Ibu Dwi Avita Nurhidayah, S.Pd, M.Pd selaku dosen mata kuliah Pembelajaran
Matematika
2. Teman satu kelompok yang telah bersedia bekerjasama dalam menyusun makalah ini.

Penulis mohon maaf apabila pada penyusunan makalah terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang dapat membangun. Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi
kami dan juga para pembaca.

Ponorogo, 17 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Teori Belajar Behavioristik........................................................................................................3
B. Belajar Menurut Teori Behavioristik.........................................................................................6
C. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik......................................................................7
D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran......................................................8
E. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran Matematika................................10
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................13
A. Kesimpulan..............................................................................................................................13
B. Saran........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14

iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam potensi perilaku sebagai hasil


dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respons.

Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar (siswa), sedangkan
respons berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan
respons. Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh pelajar (respons) harus dapat diamati dan diukur.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antarvariabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. ecara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan
fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema,
pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan
pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari
penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan
kesimpulan pada pembuktian matematika.
Teori belajar adalah suatu teori yang didalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang
akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan teori behavioristik?


2. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan behavioristik?
3. Apa kelebihan dan kekurangan penggunaan teori behavioristik?
4. Bagaimana pengaplikasian teori behavioristik dalam pembelajaran?
5. Bagaimana pengaplikasian teori behavioristik dalam pembelajaran matematika?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Menjelaskan pengertian dari teorema behavioristik.


2. Menjelaskan hakikat belajar menurut teori behavioristik.
3. Menjelaskan kelebihan dan kekrangan dalam penggunaan teori behavioristik.
4. Menjelaskan bagaimana penerapan teori behavioristik dalam sistem pembelajaran.
5. Menjelaskan bagiamana penerapan teori behavioristik dalam sistem pembelajaran
matematika.

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut ini :

1. Bagi Pendidik
Menambah referensi bahan ajar mengenai teori belajar behavioristik
2. Bagi Peserta Didik
a. Mampu memahami teori belajar behavioristik
b. Menambah referensi bahan belajar mengenai teori belajar behavioristik

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Behavioristik
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Tokoh pelopor
dari teori behavioristik adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie dan
Skinner.
Koneksionisme (connectionism), merupakan rumpun yang paling awal dari teori
beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan
stimulus-respons. Siapa yang menguasai stimulus-respons sebanyak-banyaknya ialah
orang yang pandai dan berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons
dilakukan melalui ulangan-ulangan.
Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949),
dengan eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang
disebut Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan
belajar Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
atara stimulus dan respons Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui
alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua gerakan/tindakan. Thorndike
mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu :
1. Law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk
melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta
merespon akan menghasilkan respon yang memuaskan.
2. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang
apa yang telah didapat.
3. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang baik.
Pengkondisian  (conditioning), merupakan perkembangan lanjut dari koneksionisme.
Teori ini didasari percobaan Ivan Pavlov (1849-1936) menggunakan obyek yaitu
anjing. Secara singkat adalah sebagai berikut: Seekor anjing yang telah dibedah
sedemikian rupa, sehingga saluran kelenjar ludahnya tersembul melalui pipinya,
dimasukan kedalam kamar gelap. Dikamar itu hanya ada sebuah lubang yang terletak di
depan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu

3
diadakan percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu disambungkan sebuah pipa
yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui
keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu pada waktu diadakan percobaan, alat-alat
yang digunakan dalam percobaan itu antara lain makanan, lampu senter, dan sebuah
bunyi-bunyian.
Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan
bahwa gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan
latihan, sehingga dari hasil ini ia membedakan 2 macam refleks, yaitu refleks bawaan dan
refleks hasil belajar. Sebenarnya hasil-hasil percobaan Pavlov dalam hubungannya
dengan belajar yang kita perlukan sekarang ini adalah tidak begitu penting. Mungkin
beberapa hal yang ada sangkut pautnya dengan belajar yang perlu diperhatikan antara lain
ialah bahwa dalam belajar perlu adanya latihan-latihan dan kebiasaan-kebiasaan yang
telah melekat pada diri dapat mempengaruhi dan bahkan mengganggu proses belajar yang
bersifat skill.
Penguatan  (reinforcement), merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori
pengkondisian. Jika pada teori pengkondisian  (conditioning) yang diberi kondisi adalah
perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan (reinforcement) yang dikondisikan
atau diperkuat adalah responsnya. Contohnya, soerang anak yang belajar dengan giat dan
dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan
penghargaan pada anak itu misal dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat
pemberian penghargaan ini,  maka anak itu akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat
lagi untuk mengulang agar mendapat penghargaan lagi.
Operant conditioning, Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner memandang bahwa
teori Pavlov tentang reflek berhasrat hanya tempat untuk menyatakan tingkah laku
respon tingkah laku respon yang terjadi dari suatu rangsangan.
Seperti Pavlov, Thorndike, dan Watson, Skinner juga menyakini adanya pola hubungan
stimulus-respons. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori skinner lebih
menekankan pada perubahan prilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan
kemungkinan yang terjadi dalam proses berfikir pada otak seseorang.
Menurut Skinner, hubungan stimulus dan respons yang terjadi melalui interksi dalam
lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang digambarkan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Sebab, pada dasarnya
stimulus-stimulus yang diberikan kepada sesorang akan saling berinteraksi dan interaksi

4
antar stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang diberikan.Beberapa
konsep yang berhubungan dengan operant conditioning:
1. Penguatan positiv (positeve reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan
kemungkinan untuk bertambah tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai
prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan
harapan dapat hadiah lagi.  Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian,
sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
2. Penguatan negatif (negatif reinforcement), ialah penguatan yang menimbulkan
perasaan menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau
tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah
laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan
tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
3. Hukuman (Punishment), respons yang diberi konsekuensi yang tidak menyenangkan
atau menyakitkan akan membuat seseorang tertekan. Contoh seorang siswa yang
tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam
istirahat sebagai bentuk hukuman.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun
dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran
lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-
faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar
tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk
berpikir dan berimajinasi. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada
5
bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus
dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar
perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja
melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya,
maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah
penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat
respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif
adalah mengurangi agar memperkuat respons.
B. Belajar Menurut Teori Behavioristik
Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil dari interaksi stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah
lakunya. Contoh, seorang anak mampu berhitung penjumlahan dan pengurangan,
meskipun dia belajar dengan giat tetapi dia masih belum bisa mempraktekkan
penjumlahannya, maka ia belum bisa dikatakan belajar karena ia belum menunjukkan
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari belajar.
Dalam teori Behavioristik, yang terpenting itu adalah masukan atau input yang berupa
stimulus serta output yang berupa respon. Apa yang terjadi diantara stimulus dan respon
dianggap tidaklah penting karena tidak dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran sebab dengan pengukuran kita akan melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting bagi teori ini adalah penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat respon. Jika
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat, begitu
juga penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon akan tetap dikuatkan. Misal
jika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan lebih
giat belajarnya (positive reinforcement). Apabila tugas-tugas dikurangi justru akan
meningkatkan aktifitas belajarnya (negative reinforcement). Jadi penguatan merupakan
suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambah) atau dihilangkan (dikurang)

6
untuk memungkinkan mendapat respon. Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik
setuju dengan pengertian belajar diatas, namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara
mereka.

C. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik


1. Kelebihan Teori Behavioristik
 Membisakan guru untuk bersikap jeli dan peka terhadap situasi dan kondisi
belajar.
 Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang
bersangkutan.
 Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif
dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari
pada prilaku yang tampak.
 Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya.
Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi
dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih
optimal. 
 Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu
menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
 Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya
sampai respons yang diinginkan muncul.
 Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya
tahan. 
 Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru, dan suka dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2. Kekurangan Teori Behavioristik
 Sebuah konsekuensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap

7
 Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metose ini
 Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan
apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif
 Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
 Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru
 Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan
mendengarkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul
secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
 Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak
kreatif, tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang
pasif.
 Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning)
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati
dan diukur.
 Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu
guru sebagai center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.

D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran


Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
8
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk
menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang
dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-
standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu
juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan
dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi
dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang
sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan
pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus
dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
9
kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang
terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya
dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
E. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran Matematika
Para penganut psikologi tingkah laku (behaviorism) memandang belajar sebagai hasil
dari pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2x2’ dan
balasan dari siswa (response) seperti ‘4’ yang dapat diamati. Semakin sering hubungan
antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya
(law of exercise). Hal ini sejalan dengan peribahasa batu saja akan berlubang jika ditetesi
air terus menerus. Karena itu, para penganut teori belajar tingkah laku sering
menggunakan cara mengulang-ulang atau tubian (drill).

Ketika akan memulai proses pembelajaran, guru telah mengetahui tingkat pemahaman
siswa tentang materi prasyarat. Hal ini sejalan dengan pendapat Yusuf (2010:41) hahwa
jika seorang komunikator instruksional Ingin mengubah perilaku sasaran (komumikan) di
masa yang akan datang, la perlu banyak tahu tentang manusia komunikan yang akan
dihadapinya, misalnya berusaha mengetahui tentang memorinya, tentang struktur
kognitifnya, dan tentang kapasitas pengetahuannya dalam belajar pada masalah yang akan
disampaikannya. Dengan mengetahui hal tersebut dapat membantu guru dalam
menentukan faktor awal yang ditengarai dapat menjadi penyebab kesulitan belajar siswa.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teori belajar behaviourisme,
menurut Hartley dan Davis dalam Soekamto (Yusuf, 2010: 140) adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila pihak sasaran ikut terlibat.

10
2. Materi-materi pelajaran diberikan dalam unit-unit kecil diatur sehingga sasaran hanya
perlu memberikan respon tertentu.
3. Tiap-tiap respons diberikan umpan balik secara langsung sehinggasasaran dapat
dengan segera mengetahui apakah respons yang diberikan itu benar atau tidak.
4. Perlu diberi penguatan setiap kali sasaran memberikan respons. terutama penguatan
positif sehingga la berkeinginan untuk mengulangi kembali respons yang telah
diberikannya.
Terhadap keempat butir diatas Yusuf (2010:140) menambahkan:
5. Pelajaran tidak hanya diberikan kepada murid-murid secara materi, tetapi perlu
disertai dengan contoh-contoh bagaimana seorang guru berperilaku sewajarnya salam
memberi teladan bagi murid-muridnya, khususnya pelajaran-pelajaran yang
menyangkut bidang sosial, etika, dan moral. Hal ini akan lebih baik semua
perilakunya sebagaian besar akan dianggap sebagai panutan atau tiruan oleh murid-
muridnya.

Karena memandang siswa sebagal obyek yang diberi respons maka sebaiknya guru
dapat mengkondisikan diri siswa selama kegiatan pembelajaran sesuai dengan aturan-
aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dahulu secara ketat, serta mampu memberikan
motivasi dan penguatan kepada siswa. Sistem pembelajaran juga bersifat otomatis
mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon. Jadi diperlukan peran aktif guru
sebagai sumber belajar. Guru juga perlu menyusun bahan ajar yang memuat banyak
latihan soal, sebagai penguatan atau stimulus.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya menggunakan paper and pencil test
serta dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Penekanan evaluasi ini pada
kemampuan siswa secara individual. Evaluasi juga dapat digunakan sebagai proses
penguatan. Pemberian hadiah atas prestasi atau tingkah laku siswa yang sesuai dengan
keinginan guru juga dapat digunakan sebagai penguatan.

Contoh langkah-langkah kegiatan pembelajaran Matematika Keuangan sub bab bunga


tunggal dan bunga majemuk, sebagai berikut:

1. Pada bab ini pengetahuan awal atau materi prasyarat yang harus dikuasai siswa adalah
perkalian pada bilangan bulat yang sama serta arti dari perkalian. Guru seyogyanya

11
terlebih dahulu mengecek pemahaman siswa tentang perkalian bilangan bulat
tersebut. Agar pengecekan ini dapat menyeluruh dan cepat, maka dapat dilakukan
dengan berpasangan antar teman seperti yang tersaji pada lembar tugas. Hasil
pengecekan ini akan digunakan guru sebagai deteksi awal faktor kesulitan belajar
siswa
2. Setelah semua siswa dipastikan telah dapat menguasai materi prasyarat, maka guru
mulai menyiapkan diri siswa dengan memberikan motivasi dan menjelaskan tujuan
pembelajaran, kemudian guru memberikan gambar apersepsi, agar dapat menarik
minat siswa.
3. Guru menjelaskan sub bab tentang pengertian bunga tunggal dan bunga majemuk
beserta contoh latihan soal. Perlu diingat, pemberian materi ini dilakukan per unit
kecil dilanjutkan dengan banyak latihan soal.
4. Guru memberikan lembar kerja siswa yang berisi latihan soal bunga tunggal dan
bunnga majemuk dan meminta siswa mengerjakannya.
5. Setelah selesai guru meminta siswa untuk menukar lembar jawab tersebut dengan
teman satu bangku.
6. Guru meminta siswa mengkoreksi jawaban temannya. Hal ini dilakukan agar siswa
mengetahui dengan segera letak kesalahan sebagai umpan balik dari respon yang dia
berikan.
7. Setelah dikoreksi guru meminta siswa mengembalikan lembar jawab tersebut, agar
siswa dapat mengetahui letak kesalahan dalam pengerjaannya dengan segera sebagai
umpan balik dari respon yang dia berikan.
8. Guru memberikan ucapan selamat dan reward kepada siswa yang mempunyai
kesalahan paling sedikit. Hal ini dilakukan sebagi penguatan, agar siswa mau
mengulang kembali prestasinya.
9. Guru bersama siswa membuat suatu kesimpulan dari kegiatan pembelajaran
10. Guru melakukan evaluasi kegiatan pembelajaran dengan memberikan post test,
sebagai penguatan.
11. Guru memberikan umpan balik dari hasil post test siswa, dengan memberikan
pembetulan pada jawaban siswa yang salah serta memberikan ucapan selamat dan
reward kepada siswa yang mempunyai kesalahan paling sedikit.
12. Guru memberikan pekerjaan rumah sebagai latihan penguatan.

12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi yang dijelaskan dalam makalah ini, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:

1. Teori Behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada


perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon.
2. Teori behavioristik terdiri dari 4 landasan : koneksionisme, pengkondisian,
penguatan, dan Operant Conditioning.
3. Menurut teori behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap
telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
4. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karateristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

B. Saran
Setelah membahas materi mengenai teori belajar behavioristik dapat ditarik
kesimpulan bahwa Kita sebagai calon guru harus mampu mendidik para peserta didik
dengan baik, dengan metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar mengajar
berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pelajariah teori-teori pembelajaran yang ada agar
kita mampu menemukan kecocokan dengan metode mengajar yang tepat.

13
DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai