Disusun Oleh :
Yohanes Enggal Pastike/11210005
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di
pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang
juga menyentuh perkembangan keperawatan profesional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping
itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin
baik, termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada
tuntutan pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan
yang dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode
etik keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan
keputusan MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan
yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa
mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila
pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian
ini di kenal dengan malpraktek. Dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan
berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya
kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma
tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut
pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam
profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada
kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum
ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan
sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice
atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.
1
2
Tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua
bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan
hukum yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga
sebagai perawat nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa
memperhatikan kedua aspek tersebut
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek
2. Untuk mengetahui pengertian malpraktek dalam keperawatan berikut contohnya
3. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan malpraktek
4. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah terjadinya malpraktek
BAB II
MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
Terdapat dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan
malpraktek, yaitu kelalaian (Negligence) dan malpaktek (Malpractice) itu sendiri.
2.1 Kelalaian
Kelalaian berarti melakukan sesuatu di bawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum atau melakukan tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko
melakukan kesalahan (Keeton, 1998). Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa
kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan
sikap hati-hatinya melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang
seseorang dengan sikap hati-hatinya tidak akan melakukannya. Sementara Guwandi (1994)
mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk melakukan sesuatu yang umumnya
seseorang yang wajar dan hati-hati akan melakukannya di dalam keadaan tersebut.
Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian tersebut
tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat
menerimanya (Hanafiah dan Amir, 1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan
kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut nyawa orang lain, maka ini ini
diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga
kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian
yang setidaknya menurunkan “Proximate cause”
Dari beberapa pengertian di atas dapat difahami bahwa kelalaian merupakan bentuk
ketidaksengajaan, kurang hati-hati, kurang peduli dengan kepentingan orang lain, namun
akibat yang ditimbulkan bukan merupakan tujuannya.
3
4
2.2 Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek”
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau
tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan
suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat
diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau
mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan
kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang
diberikan.
Malpraktek adalah kegagalan seorang profesional untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W,1995)
Hal serupa diutarakan oleh J. Guwandi dengan mengutip Black’s Law Dictionary,
“Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam
ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak
dari para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan
profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar
di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga
mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang
cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap
tindak profesional yang salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang
kehati-hatian atau kewajiban hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.”
“Any professional misconduct, unreasonable lack of skill. This term is usually
applied to such conduct by doctors, lawyers, and accountants. Failure of one rendering
professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under
5
all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the
profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those entitled to rely
upon them. It is any professional misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in
professional or judiciary duties, evil practice, or illegal or immoral conduct.”
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktek bersifat lebih spesifik dan
terkait dengan status profesional seseorang. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan
bahwa malpraktek merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian yang ditujukan kepada
seseorang yang terlatih atau berpendidikan dalam kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekerjaannya.
Kelalaian memang bisa masuk di dalam pengertian malpraktek, tetapi tidak semua
malpraktek merupakan bentuk kelalaian. Malpraktek bersifat lebih luas daripada kelalaian,
karena dalam malpraktek bisa mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja
(criminal malpractice) atau melanggar hukum dan Undang-undang. Artinya di dalam
malpraktek bisa jadi tersirat adanya motif (guilty mind).
Untuk menentukan secara pasti sebuah tindakan itu adalah malpraktik, maka harus
terpenuhi hal-hal berikut ini :
a. Peristiwa terjadi saat pelaku sedang menjalankan tugasnya.
b. Adanya penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku terhadap
kewajiban profesionalnya.
c. Adanya cedera yang dialami korban.
d. Cedera yang terjadi merupakan akibat langsung dari tindakan salah yang dilakukan
pelaku.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa malpraktek adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang profesional dengan kata
lain melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan peraturan atau perundang-undangan.
2.3 Jenis-Jenis Malpraktek
Sesuai bidang hukum yang dilanggar maka malpraktek dikategorikan menjadi 3
jenis, yaitu :
6
Untuk itu merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan
mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.
2.6.5 Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan
kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat
merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu
pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil,
kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang medukung suatu tuntutan,
maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas,
benar, dan tepat sehingga dapat dipahami.
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan
yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi pasien,
diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan masukan yang
diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas, masalah itu
ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat
sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan
jelas dan tertulis.
8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan.
Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda
observasi secara jelas.
10.Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan
pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat
anda tangani.
kerugian beruapa infeksi daerah infus terhadap klien. Selain itu Perawat S melanggar UU
Keperawatan tahun 2014 pasal 38 tentang hak dan kewajiban klien poin c “ Klien
mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan
keperawatan, satandar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku’.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54:
a) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
b) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat
kompleks karena berbagai faktor yang terkait di dalamnya. Saat ini perawat diperhadapkan
pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan kelalaian akan dihadapkan pada suatu
tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi pelayanan kesehatan, dan tuntutan hukum.
Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan malpraktik karena tidak didukung
oleh kemampuan yang memadai (profesional dalam bidangnya), banyak mengerjakan
tindakan kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin bukan bidang pekerjaannya sebagai
layaknya seorang perawat profesional.
3.2 Saran
Sebagai perawat profesional dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya
dengan mengikuti perkembangan yang terjadi baik oleh karena perkembangan IPTEK
khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat.
Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk
meningkatkan mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Operasionalisasi
kegiatan organisasi PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota, dan Komisariat
Instituasi pendidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga keperawatan
profesional bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan
cara mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum
institusi, menyediakan segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan
pendidikan. Demikian pula perlu didukung tersedianya lahan praktik yang memungkinkan
mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang
mendukung.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta:
EGC.
14