Anda di halaman 1dari 11

UJIAN TENGAH SEMESTER

FARMAKOTERAPI II

KASUS DEPRESI MAYOR

(Tara Rahma Sari)


(20380098)

PROGRAM FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2022
I. KASUS
Tn. ER usia 53 tahun sejak 1 tahun merupakan seorang pebisnis burung walet yang
ditipu oleh rekan bisnisnya sehingga mengalami kerugian uang lebih dari 2 milyar.
Mulai saat itu Tn. ER sering merasakan keluhan sakit kepala yang sangat, akhirnya
dia memeriksakan diri ke dokter saraf. Dokter saraf mendiagnosa Tension
Headache. Namun Terapi obat yang diperolaeh tidak dikonsumsi dan pemeriksaan
tidak dilakukan. Sejak itu Tn. ER sulit tidur, merasa tertekan sulit berkonsentrasi,
nafsu makan berkurang dan badannya lemah.

• Pemeriksaan Fisik
Suhu : 36,5°C
RR : 20x/menit
HR : 75x/menit
Tekanan Darah :130/85 mmHg

• Riwayat Penyakit
Epilepsi 2 tahun
Hipertensi 2 tahun

• Riwayat Keluarga
Tidak Ada

• Riwayat Pengobatan
Fenitoin 300 mg/hari
Propranolol 80 mg 2xsehari

• Pemeriksaan Laboratorium
Tidak Ada

• Diagnosa
Depresi Mayor

2
II. PATOFISIOLOGI DAM ETIOLOGI PENYAKIT

A. Patofisiologi Depresi Mayor


Patofisiologi depresi mayor dapat dijelaskan dalam beberapa teori. Teori
amina biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena kekurangan
(defisiensi) senyawa monoamin terutama noradrenalin dan serotonin. Depresi dapat
dikurangi oleh obat yang dapat meningkatkan kesediaan serotonin, dan
noradrenalin, misal MAO inhibitor atau antidepresan trisiklik. Namun teori ini tidak
dapat menjelaskan fakta mengapa onset obat-obat antidepresan umumnya lama
yaitu 4 minggu setelah pemberian dosis, padahal obat-obat tersebut bisa
meningkatkan ketersediaan neurotransmiter secara cepat. Kemudian munculah
hipotesis sensitivitas reseptor.
Hipotesis sensitivitas reseptor menjelaskan bahwa depresi mayor merupakan
hasil perubahan patologis pada reseptor yang diakibatkan oleh terlalu kecilnya
stimulasi oleh monoamin. Saraf post-sinapsis akan berespon sebagai kompensasi
terhadap besar kecilnya stimulasi oleh neurotransmiter. Jika stimulasi terlalu kecil
maka saraf akan menjadi lebih sensitif (supersensitivity) atau jumlah reseptor akan
meningkat (upregulation). Jika terjadi stimulasi yang berlebihan saraf akan menjadi
kurang sensitif (desentivity) atau jumlah reseptor akan berkurang (down
regulation). Obat-obat antidepresan umumnya bekerja meningkatkan
neurotransmiter sehingga meningkatkan stimulasi saraf dan menormalkan kembali
saraf yang super sensitif. Proses ini membutuhkan waktu sehingga hal ini dapat
menjelaskan mengapa aksi obat antidepresan tidak terjadi secara segera.
Hipotesis disregulasi, gangguan depresi dan psikriatik disebabkan oleh
ketidak teraturan neurotransmiter, antara lain gangguan regulasi mekanisme
homeostatis, gangguan pada ritmik sirkardian, gangguan pada sistem regulasi
sehingga terjadi penundaan level neurotransmiter untuk kembali ke baseline.
Hipotesis permisif memberikan gambaran bahwa kontrol emosi diperoleh
dari keseimbangan antara serotonin (5-HT) dan norepinefrin (NE). Serotonin (5-
HT) mempunyai fungsi regulasi terhadap norepinefrin (NE) sehingga dapat
menentukan kondisi emosi apakah terjadi depresi atau manik. Teori ini menyatakan
bahwa serotonin (5-HT) yang rendah dapat menyebabkan gangguan mood. Jika
kadar norepinefrin (NE) rendah akan terjadi depresi, dan jika kadarnya tinggi akan
terjadi manik. Menurut hipotesis ini meningkatkan kadar serotonin (5- HT) akan
memperbaiki kondisi sehingga tidak muncul gangguan mood.
B. Etiologi Depresi Mayor
Etiologi gangguan depresi mayor sangat kompleks, tidak dapat hanya
dijelaskan dari satu macam faktor saja, tetapi melibatkan berbagai faktor sebagai
faktor sosial, perkembangan jiwa, dan biologis. Faktor-faktor tersebut bisa terjadi

3
bersamaan tetapi bisa juga sendiri-sendiri. Gejala yang dilaporkan oleh pasien
penderita depresi mayor mencerminkan terjadinya perubahan neurotransmiter
monoamin dalam otak, terutama norepinefrin (NE), serotonin (5-HT), dan dopamin
(DA)
C. Manifestasi Klinik
Townsend (2009) menampilkan manifestasi depresi dalam bentuk kontinum
yang terdiri atas:
1) depresi tidak menetap, dengan gejala merasa sedih, patah semangat, kecewa,
menangis, dan merasa lelah serta tak peduli.
2) depresi ringan, gejalanya bertambah menjadi menolak perasaan, marah,
cemas, merasa bersalah, putus asa, tidak berdaya, regresi, agitasi, menarik
diri, menyalahkan diri atau orang lain, mengalami gangguan tidur, dan
makan.
3) depresi sedang, gejala yang ditampilkan berupa: merasa pesimis, harga diri
rendah, perilaku menyakiti diri, tidak mampu merawat diri, sulit
berkonsentrasi dan nyeri abdominal
4) depresi berat, gejalanya bertambah dengan merasa putus asa total, tidak
berguna, afek datar, pergerakan tidak terarah, bingung, gangguan isi pikir,
halusinasi, dan berpikir untuk bunuh diri.
Menurut Elvira dan Hadisukanto (2010), tanda dan gejala depresi berupa:
merasa sedih dan kesepian.
1) kehilangan minat dan berkurangnya energi.
2) gangguan tidur.
3) nafsu makan berkurang.
4) Kecemasan.
5) gangguan endokrin.
Tanda gangguan depresi mayor adalah Pola tidur yang abnormal atau sering
terbangun termasuk diselingi kegelisahan dan mimpi buruk, sulit konsentrasi pada
setiap kegiatan sehari-hari, selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas, aktivitas
yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan, bangun tidur pagi
rasanya malas. Gangguan depresi mayor membuat seluruh tubuh sakit, juga
perasaan dan pikiran. Gangguan depresi mayor mempengaruhi nafsu makan dan
pola tidur, cara seseorang merasakan dirinya, berfikir tentang dirinya dan berfpkir
tentang dunia sekitarnya. Keadaan depresi bukanlah satu kesedihan yang dapat
dengan mudah berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidak berdayaan, bukan pula
kemalasan. Mereka yang mengalami gangguan depresi mayor tidak akan tertolong
hanya dengan membuat mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi
tanda dan gejala tak akan membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan
bahkan bertahun (Depkes 2007).

4
D. Hubungan Depresi Dengan Hipertensi
Peningkatan kasus hipertensi bisa disebabkan oleh depresi pada seseorang
(Singh et al., 2017). Depresi yang ditandai dengan perasaan tertekan, hilangnya
kebahagiaan atau minat, pengurangan energi, perasaan bersalah atau harga diri
rendah, gangguan tidur atau gangguan makan, dan kesulitan berkonsentrasi. Faktor
depresi tersebut telah diteliti oleh Flórez-García et al., (2020), yang menyatakan
adanya hubungan antara keduanya. Seseorang yang telah terdiagnosis hipertensi
lebih mudah mengalami tekanan psikologis terutama depresi (Li et al., 2015).
E. Hubungan Depresi Dengan Epilepsi
Depresi adalah salah satu gejala komorbid yang sering terjadi pada pasien
epilepsi. Terjadinya gejala depresi pada pasien epilepsi merupakan ekspresi dari
beberapa mekanisme patogenik: perubahan neurokimia dan neurofisiologis yang
terjadi dalam struktur limbik dalam perjalanan epilepto, proses iatrogenik (sifat
psikotropika negatif obat antiepilepsi, bedah epilepsi), dan proses reaktif terhadap
gangguan kronis dan faktor risiko genetik. Prevalensi depresi pada pasien epilepsi
Lengkoan, Khosama, Sampoerno: Uji NDDI-E pada pasien epilepsi diperkirakan
antara 9-62%. Komorbiditas depresi pada epilepsi memengaruhi secara negatif
pada kualitas hidup, meningkatkan risiko bunuh diri, dan biaya perawatan medis
bila dibandingkan dengan pasien tanpa inhibitor depresi selektif serotonin reuptake
serotonin selective dan norepinephrin reuptake inhibitor serta pengobatan lini
pertama depresi pada pasien epilepsy ( Bosak et al.,2012).
F. Penatalaksanaan
Tujuan terapi depresi mayor adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,
meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu
pengembangan ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih
lanjut (Sukandar et al., 2008).
Banyaknya jenis terapi pengobatan, keefektivitan pengobatan juga akan
berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Psikiater biasanya
memberikan medikasi dengan menggunakan antidepresan untuk menyeimbangkan
kimiawi otak penderita. Terapi yang digunakan untuk pasien dipengaruhi oleh hasil
evaluasi riwayat kesehatan serta mental pasien (Depkes 2007).
Untuk melakukan pengobatan pada pasien dengan gangguan depresi mayor,
ada 3 tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain:
1) Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. Pada fase ini bertujuan
untuk mencapai masa remisi (tidak ada gejala).
2) Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah mencapai
remisi. Pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala sisa atau
mencegah kekambuhan Kembali.

5
3) Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase ini
tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.

III. PEMANTAUAN PASIEN


Subjective, Objective Terapi DRP, Plan
Monitoring
Subjective Rivastigmin 1,5 mg, 2 DRP
x sehari Dosis Rivastigmin
Pasien mengeluh sulit tidur Ekstrak ginkgo biloba belum tepat, dan dosis
merasa tertekan sulit 1 x sehari. pada Ekstrak ginkgo
berkonsentrasi, nafsu Fenitoin 300 mg/hari, biloba lebih diperjelas
makan berkurang dan Propranolol 80 mg 2 x Plan
badannya lemah. sehari Rekomendasi
RPS peningkatan dosis
- Epilepsi 2 tahun. Revistigmine menjadi
- Hipertensi 2 tahun 3-6 mg/hari dan
RPO Pemakain Ekstrak
- Fenitoin 300 mg/hari, ginko biloba menjadi
- Propranolol 80 mg 2 x 2 x sehari dosis 60 –
sehari 80 mg

Objective Monitoring
Suhu : 36,5°C ESO Rivastigmin :
RR : 20x/menit gejala dehidrasi, mual
HR : 75x/menit munath Diare,
TD : 130/85 mmHg Gangguan
pencernaan.
ESO ekstrak gingko
biloba : jantung
berdebar, sembelit.
ESO Fenitoin : rasa
kantuk.
ESO Propranolol :
reaksi
hipersensitivitas,
halusinasi,
bronkospasme, dan
miopati
Monitoring tekanan
darah.

6
Evaluasi 4T dan 1W
Rivastigmine
Tepat dosis : Tidak, karena dosis yang direkomendasikan 12 mg/hari.
Tepat indikasi : Iya, digunakan untuk Menangani depresi mayor.
Tepat obat : Iya, karena digunakan untuk pengobatan depresi mayor
(First line).
Tepat pasien :Iya, karena pasien mengalami demensia.
ESO : gejala dehidrasi, mual munath Diare, Gangguan
pencernaan.

Ekstrak gingko biloba

Tepat dosis : Tidak , karena tidak tertera dosis pada terapi obat yang di
rekomendasikan pada pasien jadi direkomendasikan dosis
60-80 mg, 2-3 x seahari.
Tepat indikasi : Iya, digunakan untuk Mengatasi depresi mayor.
Tepat obat : Iya, karena obat ini direkomendasikan untuk depresi mayor.
Tepat pasien : Iya, karena pasien didiagnosa mengalami depresi mayor
ESO : jantung berdebar, sembelit.

Fenitoin

Tepat dosis : Iya, karena DM 300 mg/hari


Tepat indikasi : Iya, digunakan untuk mengatasi epilepsi.
Tepat obat : Iya, karena obat ini direkomendasikan untuk epilepsi.
Tepat pasien : Iya, karena pasien didiagnosa mengalami depresi mayor
ESO :Diplopia, nistagmus, ataksia, sukar bicara (slurred speech),
dan sedasi.
Propranolol

Tepat dosis : Iya, karena DM 640 mg/hari


Tepat indikasi : Iya, digunakan untuk mengatasi Hipertensi.
Tepat obat : Iya, karena obat ini direkomendasikan untuk hipertensi.
Tepat pasien : Iya, karena pasien didiagnosa mengalami hipertensi.
ESO :Reaksi hipersensitivitas, halusinasi, bronkospasme, dan
miopati

Konseling / Non Farmakologi

• Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau


mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik

7
atau pola perilaku maladaptif (Depkes, 2007). Psikoterapi merupakan terapi
pilihan utama untuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang
• Electro Convulsive Therapy (ECT). Elektro Convulsive Therapy adalah terapi
dengan melewatkan arus listrik ke otak.

Data Penggunaan Obat Akan Diberika Kepada Pasien

IV. PEMBAHASAN

Pada kasus yang dialami oleh Tn ER didiagnosa mengalami depresi mayor


dapat diketahui melalui pemeriksaan fisik, neurokognitif, dan penunjang
menunjukkan adanya depresi mayor pada pasien. Tn ER tidak memiliki riwayat
keluarga atau social yang dapat mendukung terjadinya depresi mayor. Tn ER
sebelumnya mengalami sakit kepala yang sangat hingga akhirnya dirinya
memeriksakan diri ke dokter saraf, dan di diagnosa Tension Headache. Terapi obat
yang diperolaeh tidak dikonsumsi dan pemeriksaan tidak dilakukan. Mulai saat itu
Tn ER mulai mengalami keluhan lain susah tidur, dalam semalam hanya bisa tidur
1-2 jam dan tidak nyenyak. Sangat sukar berkonsentrasi dengan pekerjaanya. Tn
ER mengalami hipertensi yang ditunjukkan pada pemeriksaan fisiknya. Dia
memiliki tekanan darah 130/85 mmHg jika dikategorikan masuk dalam hipertensi
stage 1 tetapi sayangnya hipertensinya tidak di obat.
Depresi dapat terjadi 3–10 kali lebih sering pada epilepsi dibanding dengan
populasi yang sehat, Obat antiepilepsi (OAE) dapat memicu berbagai masalah
psikiatrik dengan mekanisme kerja yang spesifik terhadap keadaan epilepsi.
Beberapa obat dapat menyebabkan depresi atau gangguan mood dengan cara
menghambat aktivitas kanal-kanal ion pada neuron pre maupun post-sinaps seperti
kanal ion sesuai dengan mekanisme kerja OAE pada umumnya. Obat antiepilepsi

8
bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas dan sintesis neurotransmiter inhibisi
GABA sehingga sebagian besar mekanisme obat antiepilepsi dapat menyebabkan
gangguan depresi adalah melalui peran GABA-ergik obat tersebut. Beberapa faktor
menunjukkan hubungan antara obat antiepilepsi dan gejala depresi, yaitu
peningkatan aktivitas neurotransmiter inhibitor GABAergik karena blokade kanal
Na sehingga pada keadaan pasien yang sudah mendapatkan pengobatan antiepilepsi
terdapat peningkatan neurotransmiter inhibitorik seperti GABA yang dapat memicu
depresi. Menurut Harsono (2014), depresi merupakan salah satu efek samping
penggunaan obat fenitoin. Efek samping fenitoin meliputi diplopia, nistagmus,
ataksia, sukar bicara (slurred speech), dan sedasi sehingga mengakibatkan
gangguan perhatian dan konsentrasi. Maka obat Fenitoin perlu perhatian yang lebih
dalam penggunaannya.
Menurut penelitian dalam Journal of Clinical Psychiatry tahun 2021, beta-
blocker tertentu, terutama yang seperti propranolol, dapat dikaitkan
dengan depresi dengan penggunaan yang berkelanjutan. Obat ini memiliki manfaat
untuk memperlancar aliran darah dan menurunkan tekanan darah. Manfaat
Propranolol selain sebagai obat hipertensi ialah untuk perawatan angina pektoris,
infark miokard, beberapa jenis tumor, dan penyakit bagian otot jantung. Propanolol
bekerja memperlambat aktivitas jantung dengan cara menghentikan pesan
(neurotransmitter) yang dikirim oleh saraf simpatis ke jantung. Hal tersebut
dilakukan dengan memblokir reseptor beta-adrenergik, akibatnya jantung berdetak
lebih lambat sehingga tekanan darah dalam pembuluh darah berkurang dan jantung
akan lebih mudah untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Efek samping
penggunaan propranolol yaitu depresi yang nantinya akan menimbulkan Reaksi
hipersensitivitas, halusinasi, bronkospasme, dan miopati, sehingga penggunaan
obat hipertensi jenis beta-blocker (propranolol) sangatlah perlu diperhatikan karna
timbulnya depresi mungkin terkait dengan indikasi yang mendasari dari pada efek
terapi beta-blocker.
Rivastigmine bekerja dengan meningkatkan kadar senyawa kimia khusus
bernama asetilkolin di dalam otak. Senyawa ini berperan dalam proses mengingat
atau berpikir. Pada penderita demensia, kadar asetilkolin di dalam otak cukup
rendah. Dengan meningkatnya kadar asetilkolin, gejala demensia pun dapat
membaik. Obat rivastigmine sebaiknya digunakan pada pagi dan sore hari.

Dokter memberikan ginkgo biloba sebagai obat untuk depresi mayor.


Ginkgo biloba adalah obat herbal yang dipercaya dapat menguatkan memori dan
mempertajam kemampuan berpikir. Ekstrak daun ginkgo biloba banyak digunakan
untuk meningkatkan fungsi otak, termasuk pada pasien demensia. Ginkgo
biloba diketahui dapat melancarkan aliran darah, termasuk ke otak, sehingga diduga
dapat meningkatkan daya ingat dan fungsi kognitif. Berdasarkan cara kerja tersebut,
ginkgo biloba juga diyakini berguna untuk mengatasi penyakit arteri perifer,

9
disfungsi seksual, serta vertigo dan telinga berdenging. Dosis yang diberikan dokter
60-80 mg kapsul 2 x sehari,
Disini terjadi DRP tentang Dosis Rivastigmin belum tepat dan dosis pada
Ekstrak ginkgo biloba lebih diperjelas, sehingga planing yang dilakukan yaitu
dengan rekomendasi peningkatan dosis Revistigmine menjadi 3-6 mg/hari dan
Pemakain Ekstrak ginko biloba menjadi 2 x sehari dosis 60 – 80 mg, dosis obat
bisa ditulis dengan jelas agar tidak ada kesalahan terapi pada pasien.
Penyakit depresi mayor yang diderita pasien jika dilihat dari penggunaan
obat yang dikonsumsi faktor pengaruh terjadinya depresi diakibatkan juga karna
riwayat penggunaan obat-obatan yang memiliki efek samping depresi.
Konseling yang diberikan kepada pasien seperti Psikoterapi merupakan
terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan
mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif (Depkes,
2007). Psikoterapi merupakan terapi pilihan utama untuk pasien dengan menderita
depresi ringan atau sedang. Electro Convulsive Therapy (ECT). Elektro Convulsive
Therapy adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak.
V. KESIMPULAN
Tanda gangguan depresi mayor adalah Pola tidur yang abnormal atau sering
terbangun termasuk diselingi kegelisahan dan mimpi buruk, sulit konsentrasi pada
setiap kegiatan sehari-hari, selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas, aktivitas
yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan, bangun tidur pagi
rasanya malas. Faktor timbulnya penyakit depresi mayor pada pasien dapat juga
diakibatkan karna penggunaan obat-obatan yang memiliki efek samping depresi.
Dibutuhkan Psikoterapi. pilihan utama untuk pasien dengan menderita depresi
ringan atau sedang. Rekomendasi peningkatan dosis Revistigmine menjadi 3-6
mg/hari dan Pemakain Ekstrak ginko biloba menjadi 2 x sehari dalam dosis 60–80
mg, dosis obat bisa ditulis dengan jelas agar tidak ada kesalahan terapi pada pasien.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Bosak M, Dudek D, Siwek M. Depression in Patients with Epilepsy. 2012 Sep


[cited: 2014 Sep 23]. Available from: http:
//eresources.pnri.go.id/library.php?id=100
00&key=depression+for+epilepsy.

Depkes RI. 2007. Keputusan Mentri Kesehatan RI No: 900/MENKES/VII/2007.


Konsep Asuhan Kebidanan. Jakarta.

Elvira, Sylvia D dan Hadisukanto, Gitayanti. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

10
Flórez-García, V., Rojas-Bernal, L. Á., & Bareño-Silva, J. 2020. Depression
and sleep disorders related to hypertension: A cross-sectional study in
Medellín, Colombia. Revista Colombiana de Psiquiatría, 49(2), 109–115.

Hadi, I., Fitriwijayati, R. D., & Rosyanti, L. 2017. Gangguan Depresi Mayor (Mayor
Depressive Disorder) Mini Review. populasi, 9(1).

Li, Z., Li, Y., Chen, L., Chen, P., & Hu, Y. 2015. Prevalence of depression in
patients with hypertension: A systematic review and meta-analysis.
Medicine, 94(32). https://doi.org/10.1097/MD.0000000000011059.

LUKLUIYYATI, N. R. (2010). Pola Pengobatan Pasien Depresi Di Rumah Sakit Jiwa


Daerah Dr. Rm. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Singh, S., Shankar, R., & Singh, G. P. 2017. Prevalence and associated risk factors
of hypertension: A cross-sectional study in urban Varanasi. International
Journal of Hypertension, 2017.

Sukandar,E.Y dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFILinn L : Jakarta

11

Anda mungkin juga menyukai