Anda di halaman 1dari 128

INTERAKSI SIMBOLIK DALAM KOMUNIKASI GURU

DAN MURID DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA-B


(SDLB-B) NURASIH JAKARTA SELATAN
Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh

Sifqa Amalia Ramadhanti


NIM. 11160510000123

PRORAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2020 M
LEMBAR PE,RNYATAAN KEASLIAN KARYA
Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sifqa Amalia Ramadhanti


NIM :111605 10000123
Dengan ini saya menyatakan bahwa skirpsi yang berjudul
..II{TERAKSI SIMBOLIK DALAM KOMUNIKASI

GURU DAN MURID DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA-


B (SDLB-B) NURASIH JAKARTA SELATAN''adalah:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persy aratart memperoleh gelar strata
satu di UN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini
telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
UN Syarif Hidayatullah Jakarta.
,

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan


karya asli, atau merupakan hasil dari karya orang lfl ;;,!:,rnaka saya
:

bersedia ffiefierima,r*ri yang berlaku di UIN Syaffifl:lll tisayatul,lah

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan


sebaik-baikn ya.

Jakarta, 13 Oktob er 2020

TGt,

TDAHF

Sifqa Amalia Rama


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
INTERAKSI SIMBOLIK DALAM KOMUNIKASI
GURU DAN MURID DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA-
B (SDLB-B) NURASIH JAKARTA SELATAN
Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Sifqa Amalia Ramadhanti


NIM. 11160510000123

Dibawah Bimbingan

Ade Masturi, M. A.
NIP. 197506062007101001

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2020

ii
LE,MBAR PEi\GESAHAN

Skripsiberjuclul "INTERAKSI SINIBOLIK DALAM


KOMUNIKASI GURU DA}{ i}IUruD DI SE,KOLAH
DASAR LUAR BIASA-B (SDLB.B) NURASIH JArcIRTA
SELATA1I". Yang telah disusun oleh Sifqa Amralia
Rarnadhanti 11 1605 10000 123 telah diujikan dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi IJIN
Syarif^ Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus pada
tanggal 13 Oktober 2020 dihad apan der,van penguji. Karena itut,
p"rrlJir berhak memperoleh gelar Sarj ana Sosial (S.Sos) dalam
bidang Kornunikasi dan Peny!,*3&f,,,ffi,,,=,
.

Tiry Penguji MunaqosYah Tanggal Tanda Tangan

Ketua .i

Dr. Arm awa-ti:;Afhi.. NI-Si 13 Oktob er 20?*


NrP. 1 96s020?1 991032002

Dr. H. Edi Arnin. S.Ag., M-A 13 Oktober 2024


NIP . 191 6090,,,,, g9o1 1o 1,.Q.,,*
Penguji 1 I,',r,.i,-.,I1+ .;',1;r.iili',li
' '.*::.,,,,::r,:],ij1:r,li+:
: .i1,. .:,.j:rl_i:::l:.:i;;;ii

Penguji 2
Thatritha Sacharissa 13 Oktob er 2020
Rosviid
NIP . 19910211201 8012004
Mengetahui
Dekan,

NIP,197 3301998031004
ABSTRACT

Sifqa Amalia Ramadhanti


11160510000123
Symbolic Interaction of Communication between Teacher and
Student at Nurasih Primary School (SDLB-B), South Jakarta

A meaning is formed along with interactions. Teachers and


students who are in the school are related to each other when
communicating. Deaf children are children who have limitations
in terms of hearing and conversation, of course communication
will be different from people in general. Therefore, it is necessary
to have a common understanding of the meaning formed through
the communication process.

Based on the above background, the purpose of this paper is to


answer the question, how is the communication process formed
through the concept of mind, self, and society?

The theory used is Symbolic Interaction Theory. This theory is one


of the communication theories that looks at how a person can be
moved and act on the meaning given to others, as well as the
meaning created because of the language and interactions that are
carried out. This theory is the thought of George Herbert Mead,
which has 3 premises, namely: Mind (Thought), Self (Self) and
Society (Society).

The research method used is descriptive qualitative method. The


observation technique used direct observation. The results of the
study explain the concept of mind, namely the symbols that appear
in communication are the language of SIBI and BISINDO, self,
namely teacher and student communication is formed through
verbal and non-verbal communication, society, the continuation of
the communication process towards the views of the community in
the surrounding environment.

Keywords: Communication, Mind, Self, Social, Deaf.

iv
ABSTRAK
Sifqa Amalia Ramadhanti
11160510000123
Interaksi Simbolik Dalam Komunikasi Guru dan Murid di
Sekolah Dasar Luar Biasa-B (SDLB-B) Nurasih Jakara
Selatan

Sebuah makna terbentuk seiring adanya interaksi. Guru dan murid


yang berada di lingkungan sekolah memiliki keterkaitan satu sama
lain pada saat melakukan komunikasi. Anak tunarungu ialah anak
yang memiliki keterbatasan dalam hal pendengaran dan
percakapan, tentu komunikasi yang dilakukan akan berbeda
dengan orang pada umumnya. Maka dari itu perlu adanya
kesamaan dalam pemahaman akan makna yang dibentuk melalui
proses komunikasi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penulisan ini


adalah untuk menjawab pertanyaan, bagaimana proses komunikasi
tersebut terbentuk melalui konsep mind, self, dan society?

Adapun teori yang digunakan adalah Teori Interaksi Simbolik.


Teori ini merupakan salah satu dari teori komunikasi yang
memandang bagaimana seseorang dapat tergerak dan bertindak
berdasarkan makna yang diberikan kepada orang lain, serta makna
tercipta karena adanya bahasa dan interaksi yang dilakukan. Teori
ini merupakan pemikiran George Herbert Mead, yang memiliki 3
premis, yaitu: Mind (Pemikiran), Self (Diri) dan Society
(Masyarakat).

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif


deskriptif. Teknik observasi yang digunakan observasi secara
langsung. Hasil penelitian menjelaskan konsep mind yaitu simbol
yang muncul dalam berkomunikasi adalah bahasa SIBI dan
BISINDO, self yaitu komunikasi guru dan murid terbentuk melalui
komunikasi verbal dan non verbal, society kelanjutan proses
komunikasi terhadap pandangan masyarakat di lingkungan sekitar.
Kata Kunci: Komunikasi, Pikiran, Diri, Sosial, Tunarungu.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Pertama-tama penulis mengucapkan segala puji bagi Allah SWT


yang maha pemurah lagi maha penyayang yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya. Atas izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Interaksi Simbolik
Dalam Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB) Nurasih Jakara Selatan.” Tidak lupa juga
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW.
Dalam hal ini, penulis menyadari masih jauh dengan kata
sempurna. Namun tidak menghilangkan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam penulisan skripsi ini baik
secara moral maupun materil. Keberhasilan penelitian ini penulis
berikan kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan. Dengan
demikian penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
mampu menyelesaikan penelitian ini.
2. Prof. Dr. Hj. Ammany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A.,
selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Dekan Fakultar Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag sebagai
Wakil Dekan I bidang Akademik. Dr. Sihabbudin Noor, M.
Ag, sebagai Wakil Dekan II bidang Administrasi Umum.
Dr. Cecep Castrawijaya, MA, sebagai Wakil Dekan III
bidang Kemahasiswaan.

vi
4. Dr. Armawati Arbi M. Si, selaku Ketua Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr.
H. Edi Amin, S.Ag, M.A, selaku Sekertaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dra. Rochimah Imawati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing
Akademik (PA) yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis selama menjadi mahasiswi.
6. Ade Masturi, M.A, selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang
membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Semoga Allah SWT melimpahkan
kebaikan kepada beliau, diberikan kesehatan dan
kelancaran rezeki, Aamiin.
7. Segenap seluruh Staff dan Dosen Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan
pengalamannya serta membimbing selama penelitian
menjalani studi.
8. Pimpinan, Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak Suratno, M.Pd selaku Kepala Sekolah Luar Biasa
BC Nurasih Jakarta Selatan yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian di SLB BC Nurasih Jakarta
Selatan.

vii
10. Ibu Elizabeth Erna Susilowti, S.Pd selaku guru yang
mengajar di SLB Nurasih Jakarta Selatan yang telah
mengizinkan peneliti mengikuti kegiatan belajar mengajar
secara langsung di kelas dan memberikan banyak
pengalaman dalam pendekatan terhadap siswa-siswi
tunarungu. Terima kasih Ibu, semoga berkah dan kebaikan
selalu menyertai langkah Ibu.
11. Teruntuk adik-adik tersayang Kharis Julianto, Nadia Salma
Salsabila, Irfan Nurul Fajri, Risma Dwi Safitri yang telah
memberikan pengalaman kepada peneliti bahwa semangat
dalam menuntut ilmu adalah keharusan yang wajib
dilakukan walau memiliki keterbatasan. Terima kasih
banyak. Semoga sukses selalu menyertai adik-adik.
12. Teruntuk kedua orang tua peneliti, Mama dan Papa
tersayang yang sudah memberikan seluruh dukungan, do’a,
semangat yang tiada henti penuh cinta dan kasih. Terima
kasih tak terhingga atas semua yang telah diberikan ke
Kakak. Semoga Mama dan Papa selalu diberikan kesehatan
Panjang umur, dan rizki sehingga dapat melihat Kakak
menjadi anak yang dapat membanggakan kalian. Aamiin.
13. Teruntuk Nenek tersayang, terima kasih telah menjadi
nenek yang penuh cinta, yang sangat memperhatikan
Kakak, selalu menjadi pendengar yang baik, nenek yang
selalu ada, dan tak pernah berhenti mendo’akan Kakak.
Semoga Nenek selalu diberi kesehatan dan umur Panjang
oleh Allah SWT. Teruntuk adikku satu-satunya, Difqa
Alvie, terima kasih sudah menjadi seorang adik yang

viii
pengertian. Semoga lancar dan sukses untuk sekolahnya.
Dan mampu membanggakan Mama dan Papa. Aamiin.
14. Teruntuk Ibu dan Bapak pegawai di Kemenag Bimas Islam
Thamrin dan terkhusus bagi Bapak dan Ibu Subdit. MTQ
yang telah mendo’akan dan selalu memberikan motivasi
kepada penulis baik selama magang hingga saat ini.
15. Teruntuk sahabatku tersayang Zianun Najibah dan Nur
Afifah yang sudah sedari awal selama empat tahun
menemani perkuliahan di kampus, menjalani susah dan
senang bersama. Terima kasih untuk segala rasa,
dukungan, saran, dan setiap warna yang tercipta. Semoga
kita sukses kedepannya, dan lulus tahun ini. Aamiin.
16. Teruntuk sahabat sedari masa putih abu-abu, Efri Nitasari,
Melly Reza Chisti, Anis Fadhilah Khansa terima kasih
untuk selalu ada setiap saat. Menjadi orang yang paling
mengerti. Tidak pernah berhenti menjadi orang baik di
samping peneliti selama tujuh tahun ini. Menjadi tempat
segala kesah ditumpahkan, dan segala indah dirasakan.
Semoga setiap harapan dan mimpi kalian didukung oleh
Semesta. Aamiin.
17. Tidak terlupa, terima kasih untuk diri sendiri yang berusaha
dengan sekuat tenaga, dan jerih payah yang teramat sangat
hingga penelitian ini mampu terselesaikan dengan baik.
18. Terakhir, terima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu memberikan kontribusi serta doanya dalam
tahap penyelesaian skripsi, yang tidak dapat disebutkan
satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat peneliti.

ix
Semoga seluruh kontribusi dan doa mendapat pahala yang
berlimpah dan dicatat sebagai amal baik oleh Allah SWT.
Aamiin.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu peneliti
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan di masa
mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga
untuk pembaca serta segenap keluarga besar akademika
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Oktober 2020

Sifqa Amalia Ramadhanti

x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xiv
BAB I ............................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Batasan Masalah................................................................. 4
C. Rumusan Masalah .............................................................. 4
D. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
F. Tinjauan Kajian Terdahulu ................................................ 6
G. Metodologi Penelitian .................................................... 8
H. Sistematika Penulisan ................................................... 13
BAB II ......................................................................................... 16
KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 16
A. Kajian Teori ..................................................................... 16
1. Teori Interaksi Simbolik ............................................... 16
2. Tinjauan Anak Tunarungu ............................................... 29
3. Bahasa Isyarat .................................................................. 33
4. Kerangka Berpikir ............................................................ 37
BAB III ....................................................................................... 40
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ......................... 40
A. Sejarah Sekolah Luar Biasa BC Nurasih ......................... 40
B. Identitas Lengkap Sekolah Luar Biasa B-C Nurasih ....... 41

xi
C. Visi, Misi, Tujuan, dan Program Sekolah ........................ 43
D. Keadaan Guru dan Tenaga Non Guru di SLB BC Nurasih
Jakarta Selatan ......................................................................... 46
E. Keadaan Murid Sekolah Dasar Luar Biasa-B Nurasih
Jakarta Selatan ......................................................................... 48
F. Kurikulum Sekolah Luar Biasa ........................................ 49
BAB IV ....................................................................................... 51
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN...................................... 51
1. Konsep Pikiran (Mind) dalam Komunikasi Guru dan Murid
51
2. Konsep Diri (Self) dalam Komunikasi Guru dan Murid .. 55
3. Konsep Sosial (Society) dalam Komunikasi Guru dan Murid
57
BAB V......................................................................................... 59
PEMBAHASAN ......................................................................... 59
1. Analisis Pikiran (Mind) dalam Komunikasi Guru dan Murid
59
2. Analisis Diri (Self) dalam Komunikasi Guru dan Murid . 61
3. Analisis Sosial (Society) dalam Komunikasi Guru dan
Murid ....................................................................................... 62
BAB VI ....................................................................................... 64
PENUTUP ................................................................................... 64
A. Kesimpulan ...................................................................... 64
B. Implikasi ........................................................................... 64
C. Saran ................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 67
LAMPIRAN ................................................................................ 70

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Guru dan Tenaga Non Guru di SLB BC

Nurasih Jakarta Selatan ………………………… 47

Tabel 3.2 Data Murid SDLB Nurasih Kelas IV ……………. 49

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bahasa Isyarat Huruf ………………………….37

Gambar 2.2 Bahasa Isyarat Angka …………………………37

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir …………………………… 39

Gambar 3.1 Logo SLB Nurasih …………………………… 41

Gambar 4.1 Guru berkomunikasi melalui Bahasa SIBI ……53

Gambar 4.2 Guru berkomunikasi melalui BISINDO………..53

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Tahun 2017, jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di
Indonesia mencapai 1,6 juta anak.1 Anak penyandang
disabilitas yang cenderung lebih sulit dalam memahami
pelajaran adalah anak tunarungu dan tunagrahita.
Tunarungu memiliki keterbatasan sulit mendengar dan sulit
dalam berbicara, sedangkan tunagrahita memiliki
keterbelakangan mental dan fisik sejak masih dalam
kandungan.2
Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan lembaga
pendidikan yang bertujuan untuk membantu anak
penyandang disabilitas dalam memberikan pendidikan
sebagaimana layaknya anak-anak normal pada umumnya.
Tujuan Pendidikan Luar Biasa dalam Sekolah Luar Biasa
(SLB) yaitu membantu peserta didik yang menyandang
kelainan fisik atau mental agar mampu mengembangkan
sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi,
maupun sebagai anggota masyarakat dalam hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam

1
Jumadil Awwal. 2017. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
(BPS), jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia, (Jakarta : MINA)
2
Yani Hendrayani, dkk, Pola Komunikasi Guru Terhadap Penyandang
Siswa Disabilitas, h. 185

1
2

sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam


dunia kerja atau dapat mengikuti pendidikan lanjutan.
SLB Nurasih merupakan Sekolah Luar Biasa yang
didirikan oleh sebuah Yayasan Nurasih Wijaya Saputra
pada tahun 1980. Hingga saat ini berkembang menjadi
Sekolah Luar Biasa yang memiliki tiga (3) tingkatan yaitu;
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah
Menengah Atas. Di SLB Nurasih fokus pada anak dengan
penyandang Tunarungu untuk tingkat B, dan Tunagrahita
untuk tingkat C.
Fenomena di lapangan menjelaskan seorang guru
melakukan komunikasi yang berusaha menggabungkan
berbagai bentuk komunikasi untuk mengembangkan
konsep Bahasa bagi penyandang tunarungu. Bahasa isyarat
adalah bahasa yang mengutamakan komunikasi manual
melalui bahasa tubuh ataupun gerak bibir. Bahasa isyarat
biasanya mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi
gerak tangan, lengan, bibir ataupun gerak tubuh dan
ekspresi mimik wajah untuk mengungkapkan sesustu hal
yang ada di dalam pikiran mereka.
Penyandang tunarungu merupakan kelompok yang
menggunakan bahasa ini untuk berkomunikasi. Ciri utama
tunarungu dalam belajar bahasa adalah dengan
membiasakan pola pikir dalam memahami bentuk makna
kata. Makna kata jika pada orang normal dapat diberi
pengertian dengan cara menjelaskan arti dari kata tersebut
dalam bentuk audio, atau melalui cara berbicara dan
3

mendengar secara terus menerus hingga anak memahami


secara pasti makna kata tersebut. Namun hal ini akan
berbeda caranya jika diterapkan pada tunarungu yang
memiliki gangguan atau hambatan pada indra
pendengaran. Secara alami, tunarungu akan berusaha
memaksimalkan sisa indra pada tubuh yang masih
berfungsi secara maksimal untuk dapat menerima respon
dari luar tubuh mereka, salah satu bentuk rangsangan
adalah berupa informasi bahasa yang dapat diterima
melalui indra penglihatan.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini menggunakan
Teori Interaksi Simbolik. Sebuah komunikasi diartikan
sebagai interaksi sosial bersama individu mengenai apa
yang mereka lakukan. Teori interaksi simbolik
menekankan pada 3 premis mengenai mind, self, dan
society. Mind diperlukan sebagai awalan ketika interaksi
tercipta menghasilkan sebuah makna untuk selanjutnya
mincul simbol berupa bahasa yang disepakati bersama.
Kemudian self hadir atas penilaian individu mengenai
persepsi yang terbentuk dari orang lain. Sebagai proses
akhir dari interaksi tersebut berlangsung, society terbentuk
dan berjalan secara dinamis.
Penelitian ini sangat penting diteliti karena cara
komunikasi anak tunarungu berbeda dengan cara
komunikasi orang normal pada umumnya, mereka
menggunakan bahasa isyarat atau nonverbal sebagai
bahasa yang mereka gunakan dalam interaksi sehari-hari,
4

sebab anak tunarungu sangat sulit berkomunikasi dan


melakukan feedback dalam berkomunikasi. Terlebih lagi
untuk memahami isi dan maksud dari pembicara atau
komunikator. Selain itu juga anak tunarungu sangat sulit
dalam mempersepsikan konseptual bahasa yang
disampaikan oleh guru.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti memiliki
ketertarikan melihat bagaimana interaksi komunikasi yang
dilakukan guru terhadap murid melalui konsep interaksi
simbolik terbentuk dalam judul “Interaksi Simbolik
Dalam Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB) Nurasih Jakara Selatan.”

B. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar jauh, penulis
membatasi penelitian pada empat (4) orang siswa Sekolah
Dasar kelas IV yang diajar oleh satu orang Guru. Dalam
prakteknya, melalui pengajaran langsung di kelas yang
disampaikan melalui komunikasi antarpribadi dalam
bentuk komunikasi secara verbal dan non verbal.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep mind dalam komunikasi guru dan


murid di SDLB-B Nurasih?
5

2. Bagaimana konsep self dalam komunikasi guru dan


murid di SDLB-B Nurasih?
3. Bagaimana konsep society dalam komunikasi guru dan
murid di SDLB-B Nurasih?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, terdapat tujuan
yang diharapkan mendapatakan hasil yang baik dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui konsep mind dalam proses
komunikasi antara guru dan murid di SDLB Nurasih.
2. Untuk mengetahui konsep self dalam proses
komunikasi antara guru dan murid di SDLB Nurasih.
3. Untuk mengetahui konsep society dalam proses
komunikasi antara guru dan murid di SDLB Nurasih.

E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi wacana ilmiah
dalam Ilmu Komunikasi, di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi dalam keilmuan komunikasi serta dalam
hal penelitian.
2. Bagi mahasiswa lain, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan stimulus untuk memahami dan
6

memperhatikan terkait proses penyampaian


komunikasi yang terjadi pada penyandang tunarungu
di lingkungan sekitar.
3. Bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) diharapkan dapat
dijadikan acuan dalam memberikan sumbangan
atau masukan bagi para Guru yang menyampaikan
materi atau praktek terhadap siswa-siswi.

F. Tinjauan Kajian Terdahulu


Langkah awal yang penulis lakukan sebelum
menyusun skripsi ini menjadi sebuah karya ilmiah ialah
penulis mengkaji terhadap penelitian-penelitian terdahulu.
Adapun penelitian yang dikaji berkaitan dengan
pembahasan penelitan. Karenanya, penulis menemukan
beberapa judul penelitian yang memiliki kesamaan.
Skripsi hasil karya Muhammad Arifal mahasiswa
Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau yang berjudul “Komunikasi Interaksi
Simbolik Guru Dengan Siswa Kelas X Dalam Membangun
Komunikasi Efektif Di SMKS YPPI Tualang”.3 Skripsi ini
membahas tentang komunikasi antarpribadi penggunaan
bahasa, sikap saling menghargai satu sama lain,
kedekatan guru dan siswa. Kesamaan penelitian yang ada
pada skripsi ini dengan yang diteliti oleh penulis adalah
sama-sama menggunakan Teori Interaksi Simbolik.

3
Muhammad Arifal, Komunikasi Interaksi Simbolik Guru Dengan
Siswa Kelas X Dalam Membangun Komunikasi Efektif Di SMKS YPPI Tualang,
(Riau: UIN Syarif Kasim, 2020), h. 12
7

Sedangkan untuk perbedaannya terdapat pada subjeknya


yaitu sekolah formal.
Selanjutnya skripsi milik Leni Wastika, mahasiswi
Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Islam Bandung
dengan judul “Bahasa Tubuh Siswa Tunarungu di Sekolah
Luar Biasa B Negeri Cicendo Bandung dalam Proses
Interaksi dengan Gurunya”.4 Skripsi ini menjelaskan yarat
tangan yang mereka gunakan dalam setiap interaksi antara
guru dan siswanya memadukan 2 isyarat tangan yaitu lokal
dan isyarat tangan yang dibakukan oleh pemerintah untuk
menyamakan makna isyarat tangan. Perbedaannya sendiri
terletak pada Teori yang digunakan
Skripsi yang berjudul “Interaksi Simbolik Dalam
Proses Komunikasi Nonverbal Pada Suporter Sepak Bola
(Studi pada Anggota Juventus Club Indonesia Chapter
Malang)”5 hasil karya Muhammad Syukron Anshori,
mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Malang. Skripsi ini menjelaskan simbol anggota Juventus
Club Indonesia dalam menampilkan dirinya sebagai salah
satu fans sepakbola melalui gaya busana, ekspresi tubuh
yang bersifat komunikasi nonverbal. Untuk persamaannya
terletak pada teori yang digunakan. Sedangkan perbedaan

4
Leni Wastika, Bahasa Tubuh Siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa
B Negeri Cicendo Bandung dalam Proses Interaksi dengan Gurunya, (Bandung:
Universitas Negeri Islam Bandung, 2014), h.14
5
Muhammad Syukron Anshori, Interaksi Simbolik Dalam Proses
Komunikasi Nonverbal Pada Suporter Sepak Bola (Studi pada Anggota
Juventus Club Indonesia Chapter Malang, (Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2014), h.10
8

yang dijelaskan pada skripsi tersebut hanya menekankan


pada pembahasan akan makna dan konsep diri saja.

G. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data sesuai dengan apa yang
diperlukan, maka metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Paradigma dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivisme. Paradigma konstruktivisme adalah
sebuah paradigma yang memandang sebuah fenomena
atau realitas dalam berbagai macam bentuk yang telah
dikonstruksi oleh pengalaman.8 Individu dengan
paradigma konstruktivis melihat sebuah realitas tidak
apa adanya, tetapi dikonstruksi oleh pengalaman
individu, paradigma konstruktivis memandang dunia
adalah valid.9 Penulis menggunakan paradigma
konstruktivis dalam penelitian ini karena ingin
mendapatkan pengembangan pemahaman yang dialami
oleh guru dalam berkomunikasi dengan memberikan
pembelajaran melalui komunikasi secara verbal dan
nonverbal.
Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

8
Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial
Empirik Klasik, (Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas
Indonesia, 2003), h. 3
9
Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation
Methods, 3rd Edition, (California: SAGE Publications, Inc., 2002), h. 96-97
9

atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat


diamati.10 Kelebihan dari penelitian kualitatif adalah
penulis dan narasumber dapat berperan aktif dalam
penelitian.
Penelitian kualitatif dapat menjelaskan kejadian
atau realitas sosial dari sudut pandang subjek bukan
dari sudut pandang penulis sebagai pengamat. Hal-hal
yang diteliti meliputi perilaku, perasaan dan emosi
subjek penelitian. Peneliti mengamati, mencari tahu,
mengenai bentuk komunikasi yang dilakukan Guru
terhadap siswa-siswi di SDLB Nurasih.

2. Subjek dan Objek Penelitian


Penulis menetapkan subjek dalam penelitian ini
yaitu guru dan murid di SDLB Nurasih. Sedangkan
objek dalam penelitian ini adalah komunikasi
antarpribadi yang dilakukan guru terhadap murid
melalui bentuk komunikasi verbal nonverbal dalam
kegiatan belajar mengajar serta faktor apa saja yang
mendukung serta menghambat proses komunikasi.

3. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitan ini berlangsung selama satu bulan dimulai
dari bulan Juli hingga Agustus 2020. Penelitian ini
dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa BC (SLB BC)

10
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2006), h.4
10

Nurasih yang berlokasi di Jl. Rw. Papan, RT.6/RW.6,


Bintaro, Kec. Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12330.

4. Teknik Pengumpulan Data


Adapun Teknik pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi dilakukan agar peneliti dapat
memahami perilaku dan makna dari perilaku yang
dilakukan dalam penelitian.11 Para ilmuwan dapat
melakukan penelitian dengan mendapatkan fakta
dan data melalui observasi.12
Pengamatan yang dilakukan secara
langsung adalah dengan melihat langsung proses
kegiatan belajar mengajar antara guru dan murid.
Disini peneliti terlibat pada proses pengajaran dan
melihat bagaimana teknik yang disampaikan oleh
guru ketika melakukan interaksi kepada siswa.
Selain itu juga peneliti mengamati perilaku maupun
sikap guru terhadap murid sebagai bagian dari
komunikasi.

11
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2009), h. 64
12
Jozef R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 52
11

b. Wawancara
Merupakan percakapan dengan maksud
tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak,
yaitu penulis sebagai pewawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada individu
yang bersangkutan.13 Peneliti melakukan tanya
jawab secara langsung dengan narasumber utama
yaitu Kepala Sekolah dan Guru di SDLB Nurasih
dengan tujuan mendapatkan keterangan secara jelas
terkait penelitian.
c. Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data melalui
dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi.
Dokumentasi dilakukan untuk mencari data
mengenai permasalahan yang diteliti dari berbagai
macam dokumen seperti, arsip-arsip milik SLB
Nurasih, tulisan lain yang memiliki keterkaitan
dengan bahasan penelitian ini dan juga
dokumentasi selama kegiatan penelitian
berlangsung terakhir adalah bukti wawancara
melalui transkrip.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dan bahan-

13
Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Deskriptif, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002), h. 25
12

bahan yang lainnya dengan cara mengorganisasikan


data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.14 Data yang didapatkan dari hasil
pengumpulan berupa wawancara, observasi dan
dokumentasi akan dianalisis menggunakan metode
deskripif kualitatif dan ditafsirkan serta dikomentari
untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian.
Dengan demikian data-data tersebut akan
menggambarkan kondisi riil lapangan atau objek yang
diteliti dengan bentuk penulisan, hal tersebut tentu saja
berlandaskan kepada teori yang telah disebutkan, yaitu
antara lain menggambarkan atas kondisi lapangan
melalui observasi langsung dan wawancara dengan
pihak SLB Nurasih Jakarta Selatan.

6. Teknik Keabsahan Data


Peneliti menggunakan teknik Triangulasi untuk
menguji apakah data yang diperoleh dalam penelitian
ini sah dan benar. Triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang digunakan sebagai
poses memantapkan atau memperbaiki derajat
kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi

14
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, Cet IV:2008), h. 224
13

data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis


data di lapangan. Triangulasi bukan bertujuan mencari
kebenaran, tetapi meningkatkan pemahaman peneliti
terhadap data dan fakta yang dimiliki. Hal ini
dipertegas oleh Wiersma yang mengemukakan
triangulasi dalam pengujian kredibilitas. Ini diartikan
sebagai pengecekkan data-data dari berbagai sumber
dengan berbagai cara dan berbagai waktu.15

H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan penelitian ini,
secara sistematis penulisan laporan hasil penelitian dibagi
kedalam enam bab yang terdiri dari sub-sub. Adapun
sistematika penulisannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Bab yang pertama ini diawali dengan
membahas pendahuluan meliputi hal seperti
latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, h.
372
14

Bab ini memuat mengenai landasan Teori


Interaksi Simbolik dan konseptualisasi
mengenai Komunikasi, dan Anak dengan
Tunarungu.

BAB III GAMBARAN UMUM


Bab ini menjelaskan profil terkaIt
Lembaga/Instansi yang menjadi tempat
penelitian dilakukan. Diantaranya terdapat
Profil SLB Nurasih, Sejarah SLB Nurasih,
Visi dan Misi SLB Nurasih, Fasilitas SLB
Nurasih, Jumlah Guru yang mengajar di
SLB Nurasih, dan Kurikulum Pendidikan
yang digunakan di SLB Nurasih.

BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN


Bab ini merupakan hasil data yang telah
ditelaah setelah melakukan pengumpulan
dan pengamatan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi dengan guru,
murid, dan pihak yang terkait dengan proses
komunikasi guru terhadap murid tunarungu.

BAB V PEMBAHASAN
Bab ini memberikan penjelasan tentang
analisis dari hasil pengumpulan data dengan
menggunakan teori Interaksi Simbolik
George Herbert Mead..
15

BAB VI PENUTUP
Bab ini memberikan simpulan, implikasi
dan saran dari masalah yang dibuat melalui
adanya hasil pengumpulan, pengamatan,
dan analisis data.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Teori Interaksi Simbolik
Beberapa ilmuan yang memiliki andil utama
sebagai perintis interaksionalisme simbolik,
diantaranya James Mark Baldwin, William James,
Charles H. Cooley, John Dewey, William I. Thomas,
dan George Herbert Mead. Akan terapi George Herbert
Mead-lah yang paling popular sebagai perintis dasar
Teori Interaksi Simbolik, ia sangat mengagumi
kemampuan manusia untuk menggunakan simbol; dia
mengatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna
simbolik yang muncul di dalam sebuah situasi tertentu.
Teori Interaksi Simbolik (Symbolic Interaction Theory)
menekankan pada hubungan antara simbol dan
interaksi.1

Interaksi simbolik merupakan salah satu teori


komunikasi yang memberikan informasi kepada
khalayak untuk bertindak berdasarkan makna yang
diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-
makna yang diciptakan dalam bahasa yang digunakan

1
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi,
Analisis dan Aplikasi, h. 97

16
orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain
maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran

pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan


perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lain
dalam suatu komunitas.

Pelaku komunikasi tidak hanya berinteraksi dengan


orang lain dan dengan objek-objek sosial; mereka juga
berinteraksi dengan diri mereka sendiri. Para pelaku
komunikasi melakukan percakapan sendiri sebagai
bagian dari proses interaksi; kita berbicara kepada diri
kita sendiri dan memiliki percakapan dalam pikiran kita
untuk membedakan benda dan manusia. Ketika
mengambil keputusan mengenai bagaimana bertindak
terhadap suatu objek sosial, kita menciptakan apa yang
disebut Kuhn sebagai rencana tindakan yang dipandu
oleh sikap atau pernyataan verbal yang menunjukkan
nilai-nilai terhadap tindakan apa yang akan diarahkan.
Sebagai contoh, kuliah melibatkan sebuah rencana
tindakan-sebenarnya sebuah kumpulan tindakan-yang
dipandu oleh sebuah susunan sikap mengenai apa yang
anda inginkan untuk keluat dari kampus. Sebagai
contoh, bagaimana anda terhubung dengan kuliah dapat

17
dipengaruhi oleh sikap positif terhadap uang, karier,
dan keberhasilan pribadi.2

A. Dasar-dasar Teori Interaksi Simbolik


Menurut West dan Turner, terdapat tiga inti
pemikiran George Herbert Mead terkait Interaksi
Simbolik, yakni:3
1. Pikiran (Mind)
Mead mendefinisikan pikiran (mind) sebagai
kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama, dan Mead
percaya bahwa manusia harus mengembangkan pikiran
melalui interaksi dengan orang lain. Dalam hal ini
bahasa menjadi sesuatu yang sangat penting, karena
interaksi antara satu orang dengan orang lainnya
diawali dengan bahasa. Mead menyebut bahasa dalam
hal ini sebagai simbol signifikan (significant symbol),
atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang
sama bagi banyak orang. Dengan menggunakan bahasa
dan berinteraksi dengan orang lain, kita
mengembangkan apa yang dikatakan Mead sebagai
pikiran, dan ini mampu membuat seseorang untuk
menciptakan setting interior bagi masyarakat yang
beroperasi di luar diri sendiri. Jadi, pikiran dapat

2
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss All, Teori Komunikasi Edisi
9, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h. 122
3
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi,
Analisis dan Aplikasi, h. 104-108

18
digambarkan sebagai cara orang menginternalisasi
masyarakat.

Pikiran juga menjadi refleksi dan menciptakan


dunia sosial Salah satu aktivitas penting pikiran yang
sekaligus menjadi unit analisis pada penelitian ini
adalah pengambilan peran, atau kemampuan untuk
secara simbolik menempatkan dirinya sendiri dalam
diri khayalan dari orang lain. Selain itu karakteristik
istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu
untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya
satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara
keseluruhan.

2. Diri (Self)
Definisi diri (self) menurut Mead dipahami sebagai
kemampuan untuk merefleksikan diri kita sendiri dari
perspektif orang lain. Dalam hal ini diri berkembang
dari sebuah jenis pengambilan peran yang khusus,
maksudnya membayangkan bagaimana kita dilihat oleh
orang lain. Mead menyebut hal tersebut sebagai cermin
diri (looking-glassself). Maksud dari ‘cermin diri’ ini
adalah kemampuan seseorang untuk melihat dirinya
sendiri dalam pantulan orang lain. Adapun tiga konsep
pengembangan yang dihubungak dengan cermin diri
yang sekaligus menjadi unit analisis pada penelitian ini
(1) kita membayangkan bagaimana kita terlihat di mata
orang lain, (2) kita membayangkan penilaian mereka

19
mengenai penampilan kita, (3) kita merasa tersakiti
atau bangga berdasarkan perasaan pribadi. Inti dari
konsep ini adalah seseorang belajar mengenai diri
sendiri dari cara orang lain memperlakukan,
memandang, dan memberi label pada dirinya.

Sedangkan pemikiran Mead mengenai cermin diri


mengimplikasikan kekuasaan yang dimiliki oleh label
terhadap konsep diri dan perilaku. Selain itu juga ia
menjelaskan bahwa pemberian sebuah label atau yang
disebut sebagai efek Pygmalion adalah hal yang
merujuk pada harapan-harapan orang lain yang
mengatur tindakan seseorang. Seperti contohnya
perbedaan antara perempuan kelas atas dan seorang
penjual bunga yang miskin bukanlah perilakunya tetapi
bagaimana orang lain memperlakukan dirinya.

Teori Mead mengenai diri mengatakan bahwa


melalui bahasa, orang mempunyai kemampuan untuk
menjadi subjek dan objek bagidirinya sendiri. Sebagai
subjek, kita bertindak, dan sebagai objek, kita
mengamati diri kita sendiri bertindak. Mead menyebut
subjek, atau diri yang bertindak sebagai I, dan objek
atau diri yang mengamati sebagai Me. I bersifat
spontan, impulsif, dan kreatif. Sedangkan Me bersifat
reflektif dan peka secara sosial. I mungkin
berkeinginan untuk pergi keluar dan berpesta setiap
malam, sementara Me mungkin lebih berhati-hati dan

20
menyadari adanya pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan ketimbang berpesta. Mead melihat diri
sebagai sebuah proses yang mengintegrasikan antara I
dan Me.

3. Sosial (Society)
Mead beragumen interaksi mengambil tempat di
dalam sebuah struktur sosial yang dinamis-budaya,
masyarakat, dan sebagainya. Individu-individu ke
dalam konteks sosial yang sudah ada. Mead
mendefinisikan masyarakat (society) sebagai jejaring
sosial yang diciptakan manusia. Individu-individu
terlibat di dalam masyarakat melalui perilaku yang
mereka pilih secara aktif dan sukarela. Jadi, masyarakat
menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat
perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu.
Masyarakat ada sebelum individu, tetapi juga
diciptakan dan dibentuk oleh individu dengan tindakan
sejalan dengan orang lainnya.

Masyarakat karenanya terdiri dari individu-


individu dan Mead berbicara mengenai dua bagian
penting masyarakat yang mempengaruhi pikiran dan
diri. Pemikiran Mead mengenai orang lain secara
khusus (particular others) merujuk pada individu-
individu dalam masyarakat yang signifikan bagi kita.
Orang-orang ini biasanya adalah anggota keluarga,
teman, dan kolega di tempat kerja. Kita melihat orang

21
lain secara khusus terebut untuk mendapatkan rasa
penerimaan dan rasa mengenai diri.

Orang lain secara umum (generalized other)


merujuk pada cara pandang dari sebuah kelompok
sosial atau budaya sebagai suatu keseluruhan. Hal ini
diberikan oleh masyarakat kepada kita dan “sikap dari
orang lain secara umum adalah sikap dari keseluruhan
komunitas”. Orang lain secara umum memberikan
penyediaan informasi mengenai peranan, aturan, dan
sikap yang dimiliki bersama oleh komunitas. Orang
lain secara umum juga memberikan kita perasaan
mengenai bagaimana orang lain bereaksi kepada kita
dan harapan sosial secara umum. Perasaan ini
berpengaruh dalam mengembangkan kesadaran sosial.
Orang lain secara umum dapat menengahi konflik yang
dimunculkan oleh kelompok-kelompok orang lain
secara khusus yang berkonflik.

B. Kajian Pustaka
1. Komunikasi
a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi atau communication dalam
bahasa Inggris berasal dari kata latin communis
yang berarti sama, communico, communication,
atau communicare yang berarti membuat sama (to
make common). Istilah pertama (communis) paling
sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang

22
merupakan akar dari kata-kata pikiran, suatu
makna, atau suatu pesan dianut secara sama.4 Akan
tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan
bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-
hal tersebut, seperti dalam kalimat “berbagi
pikiran”, mendiskusikan makna, dan mengirimkan
pesan.5
Deddy Mulyana juga memberikan beberapa
definisi komunikasi secara istilah yang
dikemukakan beberapa pendapat para ahli antara
lain:6
1. Theodore M. Newcomb, “Komunikasi merupakan
setiap tindakan yang dipandang sebagai suatu
transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang
diskriminatif, dari sumber kepada penerima.”
2. Carl I. Hovland, “Komunikasi adalah proses yang
memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-
lambang verbal) untuk mengubah prilaku orang lain
(komunikate).”
3. Gerald R. Miller, “Komunikasi terjadi ketika suatu
sumber menyampaikan suatu pesan suatu penerima

4
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002), h.41
5
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 4
6
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Cet. XIV
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 68-69

23
dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima.”
Dari beberapa pernyataan di atas,
komunikasi dapat diartikan sebagai suatu
penyampaian pesan yang mengandung arti atau
makna tertentu atau lebih jelasnya dapat dikatakan
penyampaian informasi atau gagasan dari
seseorang kepada orang lain baik itu berupa pikiran
dan perasaan-perasaan melalui sarana atau saluran
untu menimbulkan efek dan umpan balik.

b. Unsur-unsur Komunikasi
Dalam pelaksanaan terjadinya sebuah
komunikasi memiliki beberapa unsur. Hal ini yang
nantinya menciptakan komunikasi terebut. Unsur-
unsur komunikasi yang dimaksud, sebagai berikut:7
1. Sumber
Sumber ialah pihak yang menyampaikan
atau mengirim pesan kepada penerima. Sumber
sering disebut dengan komunikator, pengirim,
source, sender, atau encoder.
2. Pesan
` Pesan ialah pernyataan yang disampaikan
pengirim kepada penerima. Pernyataan bisa
dalam bentuk verbal (bahasa tertulis atau lisan)

7
Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2013), h.34-35

24
maupun non-verbal (isyarat) yang bisa
dimengerti penerima. Pesan biasa disebut
dengan kata massage, content, atau
information.
3. Media
Media ialah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada
penerima. Media dalam pengertian ini bisa
berupa media massa mencakup surat kabar,
radio, film, televisi, dan internet. Bisa juga
berupa saluran misalnya kelompok pengajian
atau arisan, kelompok pendengar dan pemirsa,
organisasi masyarakat, rumah ibadah, pesta
rakyat, panggung kesenian, serta media
alternatif lainnya misalnya poster, brosur, buku,
spanduk, stiker dan semacamnya.
4. Penerima
Penerima ialah pihak yang menjadi sasaran
pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima
biasa disebut dengan berbagai macam sebutan,
antara lain khalayak, sasaran, target, adopter,
komunikan atau dalam bahasa asing disebut
receiver, audience, decoder.
5. Pengaruh atau efek
Pengaruh atau efek ialah perbedaan antara
apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan
oleh penerima sebelum dan sesudah menerima

25
pesan. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan,
sikap, dan tingkah laku seseorang. Karena itu
bisa juga diartikan perubahan atau penguatan
keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan
tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan
pesan.
6. Umpan Balik
Umpan balik ialah tanggapan yang
diberikan oleh penerima sebagai akibat
penerimaan pesan dari sumber. Sebenarnya ada
juga yang beranggapan umpan balik sebenarnya
efek atau pengaruh.

c. Bentuk Komunikasi Verbal dan Nonverbal


Komunikasi verbal adalah semua jenis
simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.8
Artinya, semua usaha yang kita lakukan secara
sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara
lisan. Sedangkan sarana untuk
mengungkapkannya disebut dengan bahasa verbal.
Jacobson dalam buku “Pesan, Tanda dan Makna”
karya Marcel Danesi mengungkapkan bahwa
komunikasi verbal jauh dari sekedar pemindahan
informasi yang sederhana.9 Bahasa mampu

8
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009), h. 52
9
Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra,
2004), h.123

26
mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran
komunikator, baik hal konkret atau pun hal
abstrak. Semua hal dapat dibicarakan melalui
komunikasi verbal, baik itu yang terjadi saat ini, di
masa lampau maupun rencana-rencana yang
disusun untuk masa mendatang. Oleh karena itu,
komunikasi ini merupakan jenis komunikasi yang
paling sering digunakan oleh manusia. Dengan
adanya bahasa, memungkinkan kita untuk
mengungkapkan hal-hal yang ada di dalam pikiran
yang tidak mungkin untuk diungkapkan dengan
lambang lain.
Dalam komunikasi verbal, bahasa
mempunyai dua jenis pengertian, yaitu makna
denotatif dan makna konotatif.10 Makna denotatif
merupakan jenis bahasa yang mengandung arti
sebenarnya (tercantum di dalam kamus) dan dapat
diterima secara umum oleh masyarakat yang
berbudaya serta berbahasa yang sama. Pesan
denotatif tidak akan menimbulkan interpretasi
pada komunikan ketika pesan itu disampaikan.
Sedangkan makna konotatif merupakan jenis
bahasa yang mengandung pengertian emosional
atau evaluatif. Hal ini disebabkan karena orang
yang satu dengan yang lainnya dapat

10
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, h. 35

27
menginterpretasikan pesan konotatif secara
berbeda-beda. Maka dari itu, ketika suatu pesan
konotatif tidak dapat terhindari, komunikator
harus bisa menjelaskannya agar semua dapat
mengerti dan mengiterpretasikannya secara sama.
Sedangkan komunikasi nonverbal
didefinisikan sebagai komunikasi tanpa kata-kata
atau dengan selain kata-kata yang digunakan.11
Selain itu, komunikasi nonverbal juga merupakan
bentuk penyampaian pesan yang dikemas tanpa
kata-kata.12 Jadi bisa dikatakan juga sebagai
pertukaran pesan dengan menggunakan media
body language (gerak tubuh), mimik wajah,
kontak mata dan sentuhan
Menurut Larry A, Samovan dan Richard E
Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua
rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam
suatu seting komunikasi, yang dihasilkan oleh
individu dan penggunaan lingkungan individu,
yang mempunyai nilai pesan potensial bagi
pengirim atau penerima.13

11
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005), h. 308
12
Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Inerpersonal,
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 26.
13
Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Cet. 1, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
h.69

28
Komunikasi nonverbal adalah proses
komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi
nonverbal adalah menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata,
penggunaan objek seperti pakaian, potongan
rambu, dan sebaginya, simbol-simbol, serta cara
berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas
suara, gaya emosi, dan gaya berbicara.

2. Tinjauan Anak Tunarungu


a. Pengertian Tunarungu
Anak Tunarungu adalah anak yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen dan biasanya memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
Anak Tunarungu mengalami gangguan komunikasi
secara verbal karena kehilangan seluruh atau sebagian
daya pendengarannya, sehingga mereka menggunakan
bahasa isyarat dalam berkomunikasi, oleh karena itu
pergaulan dengan orang normal mengalami hambatan.
Selain itu mereka memiliki sifat ego-sentris yang
melebihi anak normal, cepat marah dan mudah
tersinggung. Untuk kesehatan fisik pada umumnya
sama dengan anak normal lainnya.14

14
Fatma Laili Khoirun Nida, Komunikasi Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus, AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol. 1, No. 2,
(Desember 2013), h. 173

29
b. Ciri-ciri Anak Tunarungu
Anak dengan masalah pendengaran pada umumnya
mengalami hambatan-hambatan pekembangan sebagai
berikut:15
1. Perkembangan bahasa dan komunikasi
i. Kurang memperhatikan saat guru memberikan
pelajaran.
ii. Selalu memiringkan kepalanya, sebagai upaya
untuk berganti posisi telinga terhadap sumber
bunyi, seringkali ia meminta pengulangan
penjelasan guru.
iii. Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk
secara lisan.
iv. Keengganan untuk berpartisipasi secara oral,
mereka kesulitan untuk berpartisipasi secara oral
dan dimungkinkan karena hambatan
pendengarannya.
v. Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau
intruksi saat dikelas.
vi. Mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasa dan bicara.
vii. Perkembangan intelektual peserta didik
tunarungu wicara terganggu.
viii. Mempunyai kemampuan akademik yang rendah
khususnya dalam membaca.

15
Fatma Laili Khoirun Nida, Komunikasi Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus, h. 173-174

30
2. Perkembangan sosial dan emosi
Perkembangan sosial dan emosi anak-anak
yang memiliki masalah pendengaran sangat
dipengaruhi oleh pengalaman mereka, perlakuan
yang diterima, dan melalui kemampuan
berkembang mereka sendiri mengungkapkan
perasaan mereka, keinginan, kebutuhan dan untuk
memahami perasaan orang lain. Atau dengan kata
lain masalah komunikasi memberi implikasi
terhadap kemandirian, kemampuan untuk bermain,
dan berbagi dengan rekan sebayanya.
Perkembangan tersebut melingkupi:
a. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif merujuk pada cara
untuk memahami dan mengatur dunia mereka.
Ini termasuk kemampuan untuk menyerap,
menyimpan dan mengingat informasi,
mengklasifikasi benda, mendefinisikan,
menilai, membandingkan dan membedakan,
menciptakan sesuatu, menyelesaikan masalah
dan sebagainya. Keterlambatan bahasa anak
yang memiliki masalah pendengaran juga
memperlambat perkembangan kognitif mereka.
b. Perkembangan fisik dan motorik
Perkembangan fisik dan motorik anak
dengan masalah pendengaran tidak berbeda
dengan anak-anak normal lain.

31
c. Klasifikasi Pendengaran Anak Tunarungu
Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan
pendidikan khusus. Hal ini sangat menentukan dalam
pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan
sisa pendengarannya dan menunjang lajunya
pembelajaran yang efektif. Dalam menentukan
ketunarunguan dan pemilihan alat bantu dengar serta
layanan khusus akan menghasilkan akselerasi secara
optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan
wicara.
Klasifikasi ketunarunguan adalah sebagai berikut:16
1) Kelompok I, kehilangan 15-30 dB, mild
hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya
tangkap terhadap suara cakapan manusia
normal.
2) Kelompok II, kehilangan 31-60, moderate
hearing losses atau ketunarunguan sedang;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia
hanya sebagian.
3) Kelompok III, 61-90 dB, severe hearing losses
atau ketunarunguan berat; daya tangkap
terhadap suara cakapan manusia tidak ada.

16
Murni Winarsih, Intervensi Dini bagi Anak Tunarungu dalam
Pemerolehan Bahasa, (Jakarta: Depdiknas, 2007), h. 23

32
4) Kelompok IV, 91-120 dB, profound hearing
losses atau ketunarunguan sangat berat; daya
tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak
ada sama sekali.
5) Kelompok V, kehilangan lebih dari 120 dB,
total hearing losses atau ketunarunguan total;
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia
tidak ada sama sekali.
3. Bahasa Isyarat
Penguasaan bahasa sangat penting bagi seseorang
individu dapat menguasai ilmu pengetahuan yang ingin
diperolehnya sebagai alat utama dalam berkomunikasi.
Namun hingga saat ini pengertian teori mengenai bahasa
belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori
bahasa yang berbeda-beda bergantung pada latar
belakang keilmuan yang dirumuskan oleh para ilmuan.
Menurut ilmu linguistic, sebagai ibunya bahasa, definisi
bahasa adalah “a system of communication symbolis,
I,ethrough the organs of speech and hearding, among
human beings of certain group or community, using
vocal symbols processing arbitrary conventional
meanings.”17
Sedang menurut pada ahli antropologi, “Sandi
konseptual sistem pengetahuan yang memberikan

17
A Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar, (Bandung:
Aksara, 1990), h.82

33
kesanggupan kepada penutur-penuturnya guna
menghasilkan dan memahami ujaran.”18
Jika kita merujuk pada definisi bahasa di atas, maka
penggunaan bahasa hanya dapat dilakukan jika organ
pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga
informasi yang berupa simbol sandi konseptual secara
vokal dapat tersampaikan kepada penerima pesan.
Bahasa yang terbatas penggunaan pada suatu komunitas
dimana Bahasa tersebut diangkat untuk disetujui dan
dipahami bersama pengertiannya. Karena itulah kita
mengenal perbedaan bahasa bergantung pada tiap
kebudayaan atau kelompok manusia yang
menggunakannya.
Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas
pada pengunaan organ pendengaran dan bicara, jauh
sebelum Bahasa lisan terbentuk manusia telah mengenal
bentuk bahasa yang lain yakni berbahasa tubuh dimana
komunikasi menggunakan alat gerak tubuh untuk
membentuk smbol tertentu yang membentuk makna
tertentu. Penggunaan bahasa tubuh tersebut
diaplikasikan ke dalam bentuk Bahasa isyarat sebagai
bentuk komunikasi kaum tunarungu. Bahasa isyarat
merupakan komunikasi utama pada kaum tunarungu
dimana ciri bahasa tersebut memanfaatkan indra
penglihatan dan alat gerak tubuh.

18
Roger Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer,
(Edisi kedua, Jakarta: Erlangga, 1992), h.79

34
A. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
Abjad Jari (Finger Spelling/Finger Alphabet).
merupakan usaha untuk menggambarkan alpabet
secara manual dengan menggunakan satu tangan.
Berikut adalah contoh abjad jari:
Gambar 2.1
Bahasa Isyarat Huruf19

Gambar 2.2
Bahasa Isyarat Angka20

19
https://geometryarchitecture.wordpress.com/2013/03/24/interpretasi
-jari-dalam-bahasa-isyarat/ diakses pada Senin, 24 Agustus 2020 Pukul 13.15
WIB

20
https://meenta.net/belajar-bahasa-isyarat-dasar/ diakses pada Senin,
24 Agustus 2020 Pukul 13.15 WIB

35
Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-
jari tangan (tangan kanan atau tangan kiri) untuk mengeja
huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di
dalam SIBI serupa dengan International Manual Alphabet.
Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri,
mengisyaratkan singkatan atau akromim, dan
mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya.21
SIBI juga merupakan salah satu media yang
membantu sesama kaum difabel rungu di dalam
masyarakat yang lebih luas. Wujud SIBI adalah tatanan
yang sistematis tentang seperangkat isyarat jari tangan, dan
berbagai gerak yang melambangkan kosakata bahasa
Indonesia Kamus SIBI mengacu pada sistem isyarat
struktural bukan sistem isyarat konseptual.22
B. Bahasa Isyarat Konseptual / BISINDO
Bahasa isyarat konseptual merupakan bahasa
isyarat yang resmi digunakan sebagai bahasa pengantar di
sekolah. Bahasa isyarat ini sering digunakan oleh difabel
rungu dalam berinteraksi dengan sesama kelompok
mereka. Adapun sistem bahsa isyarat konseptual adalah
BISINDO. BISINDO adalah sistem komunikasi yang
praktis dan efektif untuk penyandang difabel rungu
Indonesia yang dikembangkan oleh difabel rungu sendiri.

21
https://Psibkusd.Wordpress.Com/About/B-Tunarungu/Metode-
Pengajaran-Bahasa-Bagi-Anak-Tunarungu diakses pada Senin, 24 Agustus 2020
Pukul 15.15 WIB
22
Ahmad Wasita, Seluk Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta
Strategi Pembelajarannya, (Yogyakarta: Javalitera, 2012), h. 72-73

36
BISINDO adalah bahasa isyarat yang mengadopsi
nilai budaya asli Indonesia dan mudah dapat digunakan
untuk berkomunikasi diantara kaum tunarungu dalam
kehidupan sehari - hari. Kecepatan dan kepraktisannya dari
BISINDO membuat lebih mudah untuk memahami dan
mengerti bagi kaum tunarungu walaupun tidak mengikuti
faedah tata bahasa dari bahasa Indonesia.
4. Kerangka Berpikir
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan agar terjadi
kebersamaan dan persamaan makna. Komunikasi bisa
menggunakan bahasa, gerak tubuh, isyarat serta simbol-
simbol.
Teori interaksi simbolik menekankan pada
hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari
pandangan pendekatan ini adalah individu.6 Interaksi
Simbolik merupakan komunikasi atau pertukaran simbol
yang diberi makna lalu menjadikan kesepamahaman
makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain melalui
penggunaan simbol-simbol, interpretasi, dan pada akhirnya
tiap individu tersebut akan berusaha saling memahami
maksud dan tindakan masing-masing untuk mencapai
kesepakatan bersama.
Peneliti menggunakan Teori Interaksi Simbolik
karena objek peneliti sendiri merupakan penyandang

6
Dadi Ahmadi, Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar, Mediator Jurnal
Komunikasi, Vol. 9, No. 2, (Desember 2018), h. 304

37
tunarungu yang berkomunikasi menggunakan simbol.
Pemaknaan tersebut muncul dari interaksi sosial yang
dipertukarkan diantara mereka. Untuk selanjutnya
berkembang melalui konsep diri yang terbentuk. Ditahap
akhir, individu pasti melakukan kontak sosial dengan
masyarakat luas.
Interaksi Simbolik yang dikemukakan oleh George
Herbert Mead memiliki tiga asumsi, diantaranya:7
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia.
2. Pentingnya konsep mengenai diri.
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Pemikiran Interaksi Simbolik menjadi dasar untuk
menjelaskan bagaimana guru atas simbol-simbol yang guru
pahami dan pikirkan menentukan tindakan mereka. Makna
atas simbol yang yang guru pahami akan semakin
sempurna oleh karena interaksi diantara guru dan anak
tunarungu. Simbol-simbol yang diciptakan, pikirkan dan
dipahami mereka merupakan bahasa yang mengikat
aktivitas diantara mereka.

7
West Richard dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi:
Analisis Dan Aplikasi Edisi 3, Buku 1, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h.
96

38
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Sumber : Olahan Peneliti 2020

Interaksi
Guru Siswa Tunarungu

Komunikasi

Teori Interaksi Simbolik

Mind Self Society

39
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Sejarah Sekolah Luar Biasa BC Nurasih
Pada mulanya, sejarah SLB Nurasih berawal dari
sebuah Sanggar yang bernama Sanggar Srikandi. Berdiri
dari tahun 1972 hingga tahun 1978. Visi dan misinya ialah
melakukan kegiatan kemanusiaan dengan cara melatih
keterampilan remaja baik putra maupun putri yang putus
sekolah dan penyandang disabilitas.
Adanya perkembangan dan kebutuhan di
masyarakat, membuat sanggar tersebut mulai melebarkan
sayapnya dan berkembang menjadi sebuah Yayasan yang
diberi nama Yayasan Nurasih. Yayasan tersebut resmi
didirikan pada tanggal 12 Agustus 1978. Tujuan Yayasan
tersebut lebih spesifik lagi yaitu memberikan Pendidikan
dan ketrampilan bagi para penyandang disabilitas dari usia
6 tahun hingga dewasa.
Barulah dimulai tahun 1981, Yayasan Nurasih
berdiri sebagai sebuah sekolah formal, yaitu SLB-B
Nurasih untuk anak dengan kebutuhan Tunarungu, dan
SLB-C untuk anak dengan kebutuhan Tunagrahita. Hingga
saat ini SLB-BC Nurasih memiliki tingkat jenjang
Pendidikan dimulai dari SDLB, SMPLB, SMALB.
Perizinan yang dimiliki untuk SLB Nurasih sendiri
antara lain adalah Akta Pendirian No. 54/1978. Akta

40
41

Notaris ; Zawir Simon, S.H. Izin Operasional


Penyelenggaraan dari Dinas Pendidikan Pemda Provinsi
DKI Jakarta, Izin Operasional Dinas Sosial Pemda DKI
Jakarta, dan terdaftar di Pengadilan Negeri DKI Jakarta.

B. Identitas Lengkap Sekolah Luar Biasa B-C Nurasih


1. Profil Sekolah SLB Nurasih

Gambar 3.1
Logo SLB BC Nurasih Jakarta Selatan

Nama Sekolah : SLB BC Nurasih


Jakarta Selatan
Status Sekolah : Swasta
NSS Sekolah : 892016304001
NPSN : 20103056
NIS : 280010
SK/Ijin Operasonal : 12425/1.851.232
Tertanggal : 9-12-2014
42

Akreditasi BAN Prov. DKI Jakarta :Nilai B (2019)


NPWP Sekolah :00.254.077.013.000
Alamat Sekolah : Jl. H. Salim rt 06
rw 06 No. 23
Kelurahan : Bintaro
Kecamatan : Pesanggrahan
Kota Administrasi : Jakarta Selatan
Provinsi : DKI Jakarta
Kode Pos : 12330
No. Telp : (021) 735365

2. Fasilitas Sekolah

Luas Tanah : 480 m2


Luas Bangunan : 450 m2
Kurikulum yang digunakan : Kurikulum 2013

3. Sumber Daya Sekolah


a. Keadaan Peserta Didik
1) Jumlah Peserta Didik : 86
- Tunarungu : L = 9 siswa, P = 18 siswa,
Jumlah : 27 siswa
- Tunagrahita : L = 31 siswa, P = 28 siswa,
Jumlah : 59 siswa
b. Keadaan Guru
1) PNS : 4 orang
2) GTT : 3 orang
43

3) GTY : 4 orang
c. Latar belakang Pendidikan Guru
1) S1 PLB : 4 orang
2) S1 Umum : 5 orang
3) SMA : 2 orang
c. Fasilitas SLB Nurasih Jakarta Selatan
1) Bangunan Utama Terdiri dari :
- Ruang Perkantoran
- Ruang Belajar
- Ruang Keterampilan
- Ruang Perpustakaan
- Laboratorium Komputer
- Laboratorium Bina Diri
- Ruang UKS
- Toilet Guru dan Siswa
2) Unit Gedung Olahraga
3) Arena Bermain
4) Lapangan Upacara
5) Unit Dapur
6) Tempat Ibadah/Mushola
7) Tempat Parkir

C. Visi, Misi, Tujuan, dan Program Sekolah


1. Visi Sekolah
“Terwujudnya peserta didik yang berkarakter, disiplin,
unggul dalam prestasi dan mandiri.”
44

Visi tersebut mencerminkan cita-cita sekolah yang


berorientasi ke depan dengan memperhatikan potensi.
Pendidikan karakter bangsa, sesuai dengan norma dan
harapan masyarakat. Untuk mewujudkannya sekolah
menentukan langkah strategis yang dinyatakan dalam
misi berikut :
2. Misi Sekolah
a. Menanamkan nilai-nilai ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dan kepercayaan diri sesuai
keyakinan dan kemampuan anak.
b. Mewujudkan budaya masuk sekolah tepat waktu.
c. Mewujudkan siswa yang patuh pada peraturan dan
tata tertib sekolah.
d. Mewujudkan budaya yang sopan dalam tata krama,
tutur kata, dan perilaku.
e. Melatih sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
memadai.
f. Menggali dan mengembangkan bakat minat peserta
didik untuk menghasilkan prestasi yang unggul.
g. Mewujudkan pembelajaran akademk yang
mengacu pada standar nasional Pendidikan.
h. Mewujudkan ATR dan ATG dapat menyelesaikan
persoalan sendiri, serta memperoleh kesamaan
dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Tujuan Sekolah
a. Mensukseskan wajib Pendidikan Dasar.
b. Meningkatkan pelayanan Pendidikan khusus.
45

c. Meningkatkan SDM dan Kompetensi Guru.


d. Menyiapkan dan melengkapi sarana dan prasarana
yang menunjang program sekolah.
e. Menjadikan sekolah yang memiliki ketahanan.
f. Menghasilkan peserta didik yang taat melakukan
ibadah sesuai agama yang dianutnya.
g. Menghasilkan peserta didik yang selalu komitmen
menjalankan tata tertib sekolah.
h. Menghasilkan peserta didik yang selalu disiplin
waktu.
i. Menghasilkan peserta didik yang bersikap santun
dalam tutur kata.
j. Menghasilkan peserta didik yang bersikap santun
dalam berperilaku.
k. Menghasilkan peserta didik yang memperoleh
kejuaraan.
l. Menghasilkan peserta didik yang terampil dan
dapat menyelesaikan persoalan sendiri.

4. Program Sekolah
a. Membudayakan membaca do’a sebelum dan
sesudah belajar.
b. Membudayakan mengikuti senam pagi setiap hari
sebelum masuk kelas di sekolah.
c. Membudayakan berliterasi selama 15 menit
sebelum melanjutkan belajar sesuai jadwal.
d. Membiasakan shalat dan ibadah secara berjama’ah.
46

e. Membiasakan mematuhi tata tertib sekolah.


f. Membiasakan disiplin tepat waktu masuk maupun
pulang sekolah.
g. Membiasakan budaya salam, senyum, dan sapa
kepada guru dan semua warga sekolah.
h. Memberikan mata pelajaran tambahan bagi kelas
yang akan mengikuti ujian akhir nasional.
i. Memberikan kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai
bakat dan minat siswa pada hari senin-jum’at sesuai
jadwal setelah jam pelajaran usai.
j. Memberikan latihan tambahan bagi peserta didik
sebagai persiapan mengikuti berbagai jenis lomba.

D. Keadaan Guru dan Tenaga Non Guru di SLB BC


Nurasih Jakarta Selatan
Sekolah Luar Biasa-BC Nurasih Jakarta Selatan
memiliki 11 Guru yang kompeten dalam bidang pengajaran
anak luar biasa, khususnya anak-anak yang memiliki
Kelainan tunarungu dan tunagrahita. Dari 11 Guru yang di
miliki Sekolah Luar Biasa-BC Nurasih ini terdapat lima
Guru yang mempunyai kualifikasi mengajar di sekolah luar
biasa. Akan tetapi hal ini bukanlah penghambat bagi Guru-
Guru yang lain yang tidak mempunyai kualifikasi mengajar
di sekolah luar biasa untuk meningkatkan profesionalitas
mengajarnya di SDLB-B Nurasih ini.
Untuk Guru agama Islam maupun agama Katholik
atau Kristen diatasi dengan cara memanfaatkan Guru
47

bidang studi yang beragama Islam maupun Katholik atau


Kristen. Dan Guru bidang studi ini merangkap mata
pelajaran yang lain. Tugas administrasi dilakukan oleh
Kepala Sekolah dan Guru. Tenaga karyawan bisa
merangkap sebagai pengemudi kendaraan untuk antar
jemput siswa.
Adapun banyak Guru dan karyawan di SLB-BC
Nurasih Jakarta berjumlah 13 orang. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat tabel di bawah ini.

Tabel 3.1
Data Guru dan Tenaga Non Guru di SLB-BC Nurasih
Jakarta Selatan
Status
No Nama Jabatan Pendidikan Pegawai

Kepala PNS
1. Suratno, M.Pd S1. PLB
Sekolah

2. Selvia Tatik, S.Pd Guru S1. PLB PNS

Dra.Dewi PNS
3. Guru S1. PLB
Parasmitha
Elizabeth Erna
4. Guru S1. BK GTY
Susilowati, S.Pd

5. Rusmiah, S.Pd Guru S1. PKN GTY

6. Sumarni, S.Pd Guru PGTK GTY


48

7. Dina Rohmita N.I Guru PGSD GTY

8. Sari Rahayu Guru S1. BK GTT

9. Syaifa Fausyia F. Guru SMA GTT

10. Driyo Sriyanto Guru PGSMTP GTT

11. Ferry Kurnian Gea Pelaksana SMALB PTY

12. Dedi Pelaksana SMP PLT

E. Keadaan Murid Sekolah Dasar Luar Biasa-B Nurasih


Jakarta Selatan
Siswa merupakan salah satu dari beberapa faktor
pendidikan. Siswa dan Guru sangat erat kaitannya dalam
proses belajar mengajar. Sebagaimana observasi yang
dilakukan penulis, bahwa keadaan siswa di sekolah dasar
luar biasa tunarungu ini memiliki keterbatasan berbicara
dan mendengar. Disini, Guru harus berperan aktif dalam
menyampaikan materi pelajaran. Berdasarkan data yang
diperoleh, penulis mengamati empat (4) siswa kelas IV
tingkat Sekolah Dasar di SDLB-B Nurasih Jakarta Selatan
yang menjadi subjek penelitian;
49

Tabel 3.2
Data Murid Sekolah Dasar Luar Biasa-B Nurasih Jakarta
Selatan
Jenis Agama
No Nama Kelas
Kelamin

1. Kharis Julianto IV Laki-laki Islam

Nadia Salma Islam


2. IV Perempuan
Salsabila

3. Irfan Nurul Fajri IV Laki-laki Islam

4. Risma Dwi Safitri IV Perempuan Islam

F. Kurikulum Sekolah Luar Biasa


Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus menerapkan
pendekatan proses berpikir ilmiah (saintifik) yang diperkuat
dengan pendekatan, tematik terpadu (tematik antar mata
pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning), pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning) dan pembelajaran berbasis projek
(project based learning).

Kompetensi dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus


mencangkup tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki
lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap
50

dapat diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan,


menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan
dapat diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”.
Keterampilan dapat diperoleh melalui aktivitas “mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.
Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan
turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Dengan
kata lain, Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus ini tidak hanya
menitikberatkan pada keterampilan dan pengetahuan yang
bermuara pada kreativitas dan kompetensi peserta didik dalam
memahami ilmu pengetahuan dan sains yang berpijak pada
mengobservasi lingkungan, memilah, meneliti alam sekitar
serta mampu berinovasi melahirkan hal-hal baru berkat
kreativitas yang diasah sehingga bisa menemukan penemuan
baru, tetapi juga menitikberatkan pada menanamkan moralitas
dan budi pekerti ke dalam diri mereka yang berbuah pada sikap
akhlak yang baik di tengah-tengah masyarakat nantinya.
Kesemua pendekatan tersebut tertuang dalam kerangka dasar
dan struktur kurikulum1

1
file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/07_persesjen_pedoman_
K13_kntor_16_200218-1.pdf diakses pada Selasa, 25 Agustus 2020 pukul 19.00
WIB
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
1. Konsep Pikiran (Mind) dalam Komunikasi Guru dan
Murid
Komunikasi seperti yang kita tahu adalah suatu
kegiatan menyampaikan pesan dari komunikator kepada
komunikan, dengan tujuan-tujuan tertentu. Pada umumnya
komunikasi terjadi ketika ada pihak yang menjadi
komunikator atau yang mengawali kegiatan komunikasi
dan akan semakin intens dengan adanya kesamaan dari
kedua belah pihak.

Ketika ingin memulai sebuah komunikasi, biasanya


lawan bicara atau komunikan menyimak dahulu apa yang
disampaikan oleh komunikator. Proses menyimak tersebut
merupakan cara kerja otak melalui pikiran. Pikiran yang
dimaksud disini adalah proses berpikir dari diri individu itu
sendiri terhadap makna atau simbol pada saat interaksi
berlangsung. Kemudian dicerna ke dalam pikiran terhadap
stimulus yang diberikan pada saat berkomunikasi. Proses
berpikir atau interaksi menjadi mungkin karena adanya
simbol yang sama atau bahasa yang sudah disepakati
bersama.

Sama halnya dengan yang peneliti temukan ketika


melakukan observasi di lapangan. Ketika ingin memulai
komunikasi di kelas, guru menggunakan Bahasa verbal
yang diikuti oleh Bahasa isyarat. Mula-mula, guru

51
52

menyapa siswa dengan “selamat pagi?’, “apa kabar


kalian?” . “sudah sarapan atau belum?’.

Karena anak tunarungu hanya bisa memaksimalkan


indera penglihatan sebagai penangkap respon atas sebuah
stimulus, maka simbol yang pertama kali mereka pahami
adalah sebuah Bahasa isyarat. Penggunaan Bahasa yang
diujarkan guru di sekolah berupa Bahasa SIBI (Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia) dan BISINDO (Bahasa Isyarat
Indonesia).

Sistem Isyarat Bahasa Indonesia merupakan isyarat


bahasa yang telah distandarkan dan dinormalisasikan
sesuai dengan tata bahasa, sintaksis, dan morfologi kata,
sehingga untuk hampir semua kata dasar memiliki
isyaratnya, dan untuk menambahkan kosa kata, juga telah
dilengkapi dengan isyarat yang mewakili imbuhan.8

Sedangkan BISINDO merupakan Bahasa yang


alamiah yang terbentuk sesuai dengan budaya asli
Indonesia yang dengan mudah dapat digunakan dalam
pergaulan isyarat kaum tunarungu sehari-hari. BISINDO
merupakan bahasa ibu mereka. Setiap penyandang
tunarungu pun memiliki bahasa ibu yang otentik, serupa

8
Ade Pratiwi, Dr. Amsal Amri, M. Pd, Penggunaan Sistem Isyarat
Bahasa Indonesia (SIBI) sebagai media komunikasi (Studi pada siswa
tunarungu di SLB Yayasan Bukesra Ulee Kareng, Banda Aceh), Jurnal Ilmiah
Mahasiswa FISIP Unsyiah, Vol. 4. No 3. Agustus 2019
53

dengan bahasa daerah yang berkembang disetiap wilayah


Indonesia.

Pada saat penelitian berlangsung, peneliti langsung


melihat bagaimana siswa merespon apa yang diujarkan
guru melalui Bahasa isyarat tersebut.

Gambar 4.1
Guru berkomunikasi melalui Bahasa SIBI

Gambar 4.2
Guru berkomunikasi melalui BISINDO
54

Simbol berupa bahasa yang muncul menimbulkan


adanya suatu respon. Untuk itulah, ketika terjalin sebuah
kesepakatan bersama, maka komunikasi bisa dilakukan
dengan baik.

Hal ini didukung oleh pernyataan Bapak Suratno


sebagai berikut:

Kita memakai Bahasa oral atau Bahasa isyarat.


Selain itu kita menggunakan Bahasa Ibu. Bahasa
ini mudah dimengerti karena siswa sudah terbiasa
sejak kecil.9

Ibu Erna juga memberikan pernyataan yang sama


melalui wawancara sebagai berikut:

Komunikasi yang digunakan adalah komunikasi


total, dimana ucapan secara verbal harus
dikeluarkan diikuti dengan komunikasi nonverbal
yaitu Bahasa tubuh. Kalau Bahasa Isyarat sendiri
menggunakan SIBI.10

Setelah terjadi kesepemahaman mengenai makna


dan pikiran tentang proses berpikir karena adanya simbol
yang sama atau bahasa yang sudah disepakati bersama,

9
Hasil Wawancara dengan Suratno, S.Pd (Kepala Sekolah) pada
tanggal 30 Juli 2020 di SLB Nurasih Jakarta Selatan Pukul 10.00 WIB
10
Hasil Wawancara dengan Erna Susilowati, S.Pd (Guru) pada tanggal
4 Agustus 2020 di SLB Nurasih Jakarta Selatan Pukul 10.00 WIB
55

barulah komunikasi tersebut dapat dilakukan. Dan


Interaksi guru dan murid di kelas dapat terjadi

2. Konsep Diri (Self) dalam Komunikasi Guru dan


Murid
Diri merupakan lanjutan dari mind. Self atau diri
adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai
sebuah objek dari perspektif yang berasal dari orang lain,
atau masyarakat. Diri muncul dan berkembang melalui
aktivitas interaksi sosial dengan orang lain.

Sebagai langkah penting untuk mengembangkan


akal, maka baik guru dan murid melakukan komunikasi
tersebut dan melakukan kegiatan belajar mengajar seperti
biasa. Dari interaksi yang terjadi diantara keduanya setiap
hari, munculah penilaian atas perspektif yang diberikan
satu sama lain.

Anak tunarungu terbiasa berkomunikasi


menggunakan Bahasa Isyarat dalam kesehariannya.
Terlebih mereka hanya menggunakan bahasa isyarat saja
ketika berkomunikasi dengan temannya. Seperti yang
peneliti amati, ketika bertemu dengan temannya, mereka
melakukan komunikasi dan mengekspresikan dirinya
melalui bahasa isyarat yang hanya keduanya saja yang
memahami hal tersebut. Sesuai dengan konsep diri, inilah
yang memang mereka lakukan sebagai dirinya sendiri.
56

Namun, ketika belajar di sekolah, mereka harus


mengikuti apa yang telah ditetapkan di sekolah. Guru
dalam hal ini adalah orang yang memberikan pengetahuan
dan ilmu kepada mereka. Perspektif akan berubah ketika
anak tunarungu berkomunikasi dengan guru. Mereka tidak
hanya melakukan komunikasi menggunakan isyarat saja.
Tetapi harus diikuti dengan bahasa lisan, yang dimana
suara perlu dikeluarkan agar mereka terbiasa dengan
pengucapan kata maupun kalimat.

Penjelasan tersebut benar adanya sesuai dengan


wawancara dengan Ibu Erna sebagai berikut:

Anak tunarungu itu dipita suaranya tidak memiliki


getaran jadi untuk mengeluarkan suara itu malas.
Mereka kebanyakan maunya menggunakan Bahasa
isyarat. Makanya saya berusaha mengeluarkan
suara agar mereka terbiasa kalau memang masih
ada sisa pendengaran, meskipun anak tidak bisa
berbicara dengan jelas.11

Oleh karena itu, berkomunikasi menggunakan


bahasa lisan dengan mengeluarkan suara adalah aturan yang
mengharuskan anak tunarungu agar bisa hidup sesuai norma
yang berlaku di masyarakat umum. Agar mereka mampu

11
Hasil Wawancara dengan Erna Susilowati, S.Pd (Guru) pada
tanggal 4 Agustus 2020 di SLB Nurasih Jakarta Selatan Pukul 10.00 WIB
57

mengimbangi hal-hal yang terjadi di luar lingkungan


mereka dan berbaur dengan kondisi masyarakat sekitar.

3. Konsep Sosial (Society) dalam Komunikasi Guru dan


Murid
Konsep ini merupakan konsep terakhir dari premis
interaksi simbolik. Sosial menggambarkan kelanjutan dari
mind maupun self dalam interaksi. Konsep ini akan
berlangsung secara terus menerus dan dapat bersifat
fleksibel seiring berjalannya waktu.

Tujuan Pendidikan adalah memberikan wawasan


dan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Selain itu,
dalam jangka waktu yang panjang, seseorang yang telah
menyelesaikan Pendidikan akan menjalani hidupnya di
masyarakat.

Bapak Suratno memberikan penjelasan tujuan dari


SLB bagi anak yang memiliki kekurangan adalah

Karena pembelajaran di Sekolah Luar Biasa ini


pada prinsipnya adalah untuk sosialisasi dirinya,
saling toleransi, hidup rukun, dan tolong menolong
yang selalu diterapkan dalam kehidupan anak
nantinya.12

12
Hasil Wawancara dengan Suratno, S.Pd (Kepala Sekolah) pada
tanggal 30 Juli 2020 di SLB Nurasih Jakarta Selatan Pukul 10.00 WIB
58

Sedangkan Ibu Erna memberikan pemahaman


mengenai anak didiknya ketika berbaur dengan lingkungan
normal.

Awalnya anak merasa kesulitan dan tidak mau


berteman dengan anak normal. Biasanya mereka
kurang percaya ketika melewati lingkup rumah dan
sekolah. Tetapi, seiring berjalannya waktu, saya
bantu, saya kasih tau dari hati ke hati kalau mereka
mampu menyatu dengan lingkungan sekitar.13

Tambahan lain datang dari Bapak Suratno melalui


kutipan berikut:

Anak saya sama memiliki keterbatasan tunarungu


juga. Sekarang sudah SMA. Sebagai orang tua,
melihat pandangan tetangga ketika anak saya
memiliki kekurangan memang bikin nyeri sendiri.
Tidak secara langsung, tetapi di belakang itu sering
adanya omongan yang kurang enak. Kalau di
kegiatan luar, lomba 17an itu juga suka disisihkan.
Cuma saya beri arahan lagi, kalau dia adalah anak
spesial. Bisa bergaul dengan siapapun.

13
Hasil Wawancara dengan Erna Susilowati, S.Pd (Guru) pada tanggal
4 Agustus 2020 di SLB Nurasih Jakarta Selatan Pukul 10.00 WIB
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam penelitian kualitatif, analisis data merupakan suatu


tahapan yang sangat bermanfaat untuk menelaah data yang
diperoleh dari beberapa informan yang telah peneliti pilih selama
penelitian berlangsung. Oleh karena itu disini peneliti memaparkan
hasil penelitian, baik wawancara, observasi lapangan, catatan
lapangan maupun dokumentasi. Selain itu, analisis data juga
berguna untuk menjelaskan dan memastikan kebenaran dari
penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian mengenai
“Interaksi Simbolik dalam Komunikasi Guru dan Murid di SDLB
Nurasih Jakarta Selatan”
Secara sistematika pembahasan pada bab ini akan dibagi
menjadi beberapa sub-bab yang akan menjadi poin pembahasan
sebagai analisis dari temuan data yang telah dijelaskan di bab
sebelumnya. Pembahasan pada bab ini dijelaskan melalui bingkai
teori interaksi simbolik yang dikemukakan George Herbert Mead
yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian. Penelitian ini
akan melihat bagaimana komunikasi antarpribadi guru dan murid
dalam teori interaksi simbolik.
1. Analisis Pikiran (Mind) dalam Komunikasi Guru dan
Murid
Sesuai dengan konsep teori George Herbert terkait konsep
interaksi simbolik, yaitu mind, self dan society, pembentukan
makna melalui simbol ada pada konsep pikiran (mind) yang ada
pada diri manusia.

59
60

Mind akan muncul ketika simbol-simbol yang signifikan


digunakan dalam proses komunikasi. Mind adalah proses yang
dimanifestasikan ketika individu berinteraksi dengan dirinya
sendiri dengan menggunakan simbol-simbol signifikan yaitu
simbol atau gestur dengan interpretasi atau makna.1

Pikiran (mind) meliputi berbagai kemampuan dalam


menggunakan simbol yang memiliki makna sosial yang sama.
Makna sosial tercipta dalam proses interaksi yang melibatkan
komunikasi antar manusia. Dalam menciptakan makna yang
sama, individu saling menjalin kesepakatan dan kesepahaman
untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu

Dalam penelitian ini dapat dilihat ketika sesama siswa


tunarungu berkomunikasi. Mereka menggunakan media
bahasa isyarat SIBI dan BISINDO karena dianggap memiliki
makna bersama sehingga pikiran lawan interaksi lebih mudah
memahami.

Ketika melakukan komunikasi dengan Bahasa isyarat SIBI


dan BISINDO, baik guru dan murid saling memahami apa
yang mereka bicarakan. Sehingga tujuan dalam proses
komunikasi tersebut tercapai. Karena kesepemahman maka
tersebut yang menimbulkan adanya sutu proses komunikasi
yang terjadi diantara keduanya.

1
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss All, Teori Komunikasi, h.
232
61

2. Analisis Diri (Self) dalam Komunikasi Guru dan


Murid
Mead beranggapan bahwa diri (self) sebagai langkah
penting untuk mengembangkan akal (mind). Self atau diri
adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai
sebuah objek dari perspektif yang berasal dari orang lain, atau
masyarakat. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas
interaksi sosial dengan orang lain. Proses melihat diri sendiri
melalui sudut pandang orang lain merupakan cara yang efektif
bagi individu untuk masuk ke dalam tatanan sosial karena
dengan begitu individu akan mampu untuk menilai kekurangan
ataupun kelebihan yang ada pada dirinya.2

Diri melihat bagaimana siswa berkomunikasi dengan guru


di sekolah. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas dan
antara hubungan sosial. Konsep diri yang diterapkan anak
tunarungu ketika berada di lingkungan sekolah adalah ia
menempatkan diri sebagai objek dengan mengikuti aturan yang
diterapkan di sekolah.

Teori George Herbert Mead memiliki konsep “I” and


“Me”, yaitu dimana diri seorang manusia sebagai subyek
adalah “I” dan diri seorang manusia sebagai obyek adalah
“Me”. “I” adalah aspek diri yang bersifat non-reflektif yang
merupakan respon terhadap suatu perilaku spontan tanpa
adanya pertimbangan. Dan ketika di dalam aksi dan reaksi

2
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss All, Teori Komunikasi, h.
233
62

terdapat suatu pertimbangan ataupun pemikiran, maka pada


saat itu “I” berubah menjadi “Me”.3

Hal ini sesuai dengan temuan penelitian bahwa anak


tunarungu akan tetap melakukan komunikasi menggunakan
Bahasa isyarat sebagai “I” baik dengan gurunya maupun
dengan teman-teman tunarungu lainnya. Seperti yang sudah
dipaparkan pada pembahasan di Bab IV penelitian ini. Anak
tunarungu cenderung lebih senang berkomunikasi dengan
hanya menggunakan bahasa isyarat saja dengan teman-
temannya, karena ia bertindak sebagai dirinya sendiri yaitu “I”.

Sedangkan dalam berkomunikasi dengan gurunya, anak


tunarungu menggunakan Bahasa isyarat yang dibantu dengan
Bahasa verbal melalui pengucapan suara yang dikeluarkan.
untuk melatih dirinya sesuai dengan pengharapan masyarakat
sosial agar mereka bisa terbiasa untuk berkomunikasi layaknya
orang normal. Dalam hal ini, terjadilah penilaian mengenai
dirinya terhadap sudut pandang orang lain. Maka dari itu, “me”
merujuk pada norma dan harapan dari masyarakat sekitar.

3. Analisis Sosial (Society) dalam Komunikasi Guru dan


Murid
Society merupakan premis terakhir yang digagas oleh
Mead yang menyebutkan bahwa makna timbul berdasarkan

3
Uliviana Restu Handaningtias dan Helmy Agustina, Peristiwa
Komunikasi dalam Pembentukan Konsep Diri Otaku Anime, Jurnal Kajian
Komunikasi, Vol. 5, No. 2, Desember 2017, h. 205
63

interaksi, terus berkembang dan disempurnakan selama proses


berlangsung.
Society merupakan kumpulan dari berbagai macam aspek
sosial yang meliputi adat, suku bangsa, budaya, agama, dan
lain sebagainya. Sehingga perkembangan individu yang
dilakukan melalui interaksi dengan lingkungan sekitar
(society) akan mempengaruhi pembentukan konsep diri
seseorang.3
Sekolah berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat.
Di dalam struktur sosial, hal ini tidak dapat dipungkiri.
Pendidikan adalah jalan untuk seseorang menambah ilmu
pengetahuan. Untuk selanjutnya agar mereka yang telah
mengenyam bangku sekolah bisa hidup dan berbaur di tengah
masyarakat.
Hal yang tidak bisa dipungkiri adalah, keberadaan anak
dengan kebutuhan khusus kadang kala dianggap sepele oleh
orang-orang disekitar. Menurut pengertian individual ini
masyarakat memengaruhi mereka, memberi mereka
kemampuan melalui kritik diri, untuk mengandalkan diri
mereka sendiri. Ada berbagai macam pandangan dan
tanggapan masyarakat sekitar mengenai keberadaan anak
tunarungu di lingkungan mereka. Tetapi sebetulnya, anak
tunarungu hanya perlu diberikan persamaan layaknya
mayarakat normal lainnya .

3
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss All, Teori Komunikasi, h.
235
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mind, merupakan kesepemahaman bersama antara guru
dan siswa terhadap simbol dalam interaksi yang menjadi
pencetus dalam komunikasi yaitu bahasa isyarat, SIBI
dan BISINDO.
2. Self, proses dari interaksi tersebut berlangsung yang
membentuk diri siswa tunarungu di lingkungan sekolah.
Kebiasaan menggunakan bahasa isyarat dilakukan siswa
dalam cara berkomunikasi sehari-hari karena sesuai
dengan keinginannya. Akan tetapi, anak tunarungu
melihat guru dalam sudut pandang orang lain dan
mengharuskan mengikuti untuk dapat mengambil peran
yang sama. Maka dari itu, bahasa verbal berupa
pengucapan suara ditambahkan dalam cara guru dan
murid berkomunikasi.
3. Society, anak tunarungu yang tinggal di tengah
masyarakat menimbulkan harapan-harapan dalam
norma masyarakat.

B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan
implikasi secara teoritis dan praktis sebagai berikut.
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini bisa menjadi acuan bagi
pembaca dalam pempelajari Teori Interaksi Simbolik

64
65

George Herbert Mead melalui analisis mind, self, dan


society. khususnya dalam kajian ilmu komunikasi atau
referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan
penelitian dengan menggunakan pendekatan teori
tersebut.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai rujukan bagi
Guru dan Sekolah Luar Biasa. Dari hasil penelitian ini,
terlihat peran guru di sekolah adalah penting artinya
bagi pertumbuhan kepribadian anak. Dengan setting
yang berfokus pada sekolah, penelitian ini
menunjukkan apa-apa yang guru ajarkan kepada anak
didiknya akan tertanam pada diri anak dan pada
gilirannya hal itu berkaitan dengan bagaimana ia
berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas,
penulis menyertakan saran untuk kemudian dijadikan sebagai
bahan acuan dan evaluasi, yaitu:

1. Bagi Sekolah Luar Biasa


Tenaga pendidik yang masih minim diharapkan
dapat dtingkatkan lagi supaya mencakup siswa secra
keselurahan. Mengenai fasilitas yang ada, ruangan
kelas nampak kecil dengan dengan jumlah siswa per
kelasnya yang tidak sesuai, dharapkan hal ini perlu
diperbaiki. Komunikasi dan kerjasama dengan orang
66

tua siswa harus terjalin lebih meningkat demi


tercapainya proses belajar mengajar yang baik.
Adakanlah proses belajar mengajar secara kompetitif
antara siswa secara sehat, baik antar individu maupun
kelompok
2. Bagi Akademisi
Peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih
lanjut dan mendalam tentang interaksi simbolik dalam
kajian yang luas. Karena pastinya, akan ada perbedaan-
perbedaan pendapat yang muncul, hingga takutnya
akan menciptakan kekacauan, untuk itu penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan dalam
menginformasikan hal-hal yang tidak diketahui
masyarakat, yakni melalui bidang akademisi dan
penelitian model in
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alwasilah, A Chaedar. (1990). Linguistik Suatu Pengantar.


Bandung: Aksara..
Cangara, Hafied. (2013). Perencanaan dan Strategi Komunikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Danesi, Marcel. (2012). Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta:
Jalasutra.
Fajar, Marhaeni. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Prakti.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hidayat, Dedy N. (2003). Paradigma dan Metodologi Penelitian
Sosial Empirik Klasik. Jakarta: Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP Universitas Indonesia,.
Marhaeni, Fajar. (2009). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik.
Jakarta: Graha Ilmu.
Moeleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. (2002). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Cet.
XIV. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya..
Patton, Michael Quinn. (2002). Qualitative Research and
Evaluation Methods,. California: SAGE Publications.
Raco, Jozef R. (2003). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Rahmat, Jalaludin. (2002). Metode Penelitian Deskriptif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

67
68

Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi Cet. 1. Yogyakarta: Graha


Ilmu.
Roger Keesing. (1992). Antropologi Budaya Suatu Perspektif
Kontemporer. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, Dan, R&D. Bandung: Alfabeta,.
Turner, West Richard dan Lynn H. (2008). Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Humanika..
Winarsih, Murni. (2007). Intervensi Dini bagi Anak Tunarungu
dalam Pemerolehan Bahasa. Jakarta: Depdiknas.

Jurnal

Ade Pratiwi, Dr. Amsal Amri, M. Pd. (2019). Penggunaan Sistem


Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) sebagai media komunikasi
(Studi pada siswa tunarungu di SLB Yayasan Bukesra Ulee
Kareng, Banda Aceh). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP
Unsyiah Vol. 4. No 3.
Anshori, Muhammad Syukron. (2014). Interaksi Simbolik Dalam
Proses Komunikasi Nonverbal Pada Suporter Sepak Bola
(Studi pada Anggota Juventus Club Indonesia Chapter
Malang,. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Arifal, Muhammad;. (2020). Komunikasi Interaksi Simbolik Guru
Dengan Siswa Kelas X Dalam Membangun Komunikasi
Efektif Di SMKS YPPI Tualang. Riau: Universitas Islam
Negeri Syarif Kasim.
Awwal, Jumadil. (2017). Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di
Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik MINA
Agustina, Uliviana Restu Handaningtias dan Helmy. (2017).
Peristiwa Komunikasi dalam Pembentukan Konsep Diri
Otaku Anime,. Jurnal Kajian Komunikasi, Vol. 5, No. 2
69

Nida, F. L. (2013). Komunikasi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus.


AT-TABSYIR Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, Vol.1,
No.2, 173-174
Wastika, Leni. (2014). Bahasa Tubuh Siswa Tunarungu di Sekolah
Luar Biasa B Negeri Cicendo Bandung dalam Proses
Interaksi dengan Gurunya. Bandung: Universitas Negeri
Islam Bandung
Yani Hendrayani, dkk. (2019). Pola Komunikasi Guru Terhadap
Penyandang Siswa Disabilitas. Jurnal Penelitian
Komunikasi, Vol. 22 No. 2 183.

Sumber Lain

https://geometryarchitecture.wordpress.com/2013/03/24/i
nterpretasi-jari-dalam-bahasa-isyarat/

https://meenta.net/belajar-bahasa-isyarat-dasar/

https://Psibkusd.Wordpress.Com/About/B-
Tunarungu/Metode-Pengajaran-Bahasa-Bagi-Anak-Tunarungu

file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/07_persesjen_
pedoman_K13_kntor_16_200218-1.pdf
LAMPIRAN

70
Lampiran 01

HASIL OBSERVASI LAPANGAN I

Hari/Tanggal : Jum’at, 26 Juni 2020

Topik Observasi : Izin Penelitian

Tempat Penelitian : Sekolah Luar Biasa Nurasih Jakarta


Selatan

Pada tanggal 26 Juni 2020, peneliti berkunjung ke SLB


Nurasih Jakarta Selatan pagi hari. Sebelumnya peneliti sudah
menghubungi Kepala Sekolah Luar Biasa Nurasih Bapak Mustam.
Tujuan peneliti bermaksud meminta izin untuk melakukan
penelitian.

Peneliti menjelaskan topik penelitian apa yang nantinya


diteliti. Seperti membutuhkan objek siswa dengan kebutuhan
khusus tunarungu atau tunagrahita dan tingkatan sekolah dasar,
menengah, atau atas yang ingin menjadi fokus penelitian.

Peneliti menjelaskan topik penelitian yang akan diteliti


mengenai pola komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara
guru ke siswa dalam pembelajaran. Siswa yang diteliti adalah
siswa tunarungu. Untuk jumlah kebutuhan siswa yang diteliti,
peneliti menyesuaikan dan menyerahkan hal tersebut kepada pihak
sekolah. Hanya saja untuk penelitian ini, peneliti meminta siswa
tingkat sekolah dasar.

71
Dengan membawa surat izin penelitian skripsi dari
Fakultas beserta proposal skripsi, pihak sekolah dalam hal terebut
Kepala SLB Nurasih, Bapak Mustam menyetujui peneliti untuk
melakukan penelitian skripsi. Dihari itu juga, peneliti langsung
diberikan data-data terkait profil lengkap sekolah. Untuk
selanjutnya kemudian peneliti diberikan nomor telepon guru yang
mengajar agar komunikasi selanjutnya melalui guru tersebut.
Mengenai kebutuhan apa saja yang dibutuhkan peneliti, bisa
menghubungi nomor telepon guru tersebut dalam hal ini Bapak
Suratno.

72
HASIL OBSERVASI LAPANGAN II

Hari/Tanggal : Kamis, 30 Juli 2020

Topik Observasi : Mewawancarai Kepala SLB Nurasih

Tempat Penelitian : Sekolah Luar Biasa Nurasih Jakarta


Selatan

PeneIitian kali ini bermaksud mewawancarai Kepala


Sekolah Luar Biasa (SLB) Nurasih. Tiga hari sebelumnya, peneliti
menghubungi Bapak Mustam untuk mengkonfirmasi apakah
bersedia untuk diwawancarai. Namun jawaban beliau adalah
bahwa Kepala Sekolah SLB Nurasih saat ini sudah dipegang oleh
Bapak Suratno, karena Bapak Mustam sudah pensiun. Setelahnya,
peneliti mengatur ulang kembali jadwal untuk bisa bertemu dengan
Bapak Suratno di sekolah.

Jadwal wawancara kali ini jatuh pada hari Kamis, 30 Juli


2020. Saat itu sekitar pukul 09.00 WIB peneliti sampai di sekolah.
Tidak lama, Bapak Ratno kemudian datang. Keadaan sekolah
sangat sepi, memang hal ini terjadi karena pandemi covid-19 yang
mengharuskan sekolah dilakukan secara daring atau pembelajaran
jarak jauh. Hanya ada Bapak Ratno dan satu guru yang sedang
melaksanakan piket harian. Perlu dicatat bahwa, piket untuk guru
tetap dilaksanakan setiap harinya dengan dijaga oleh dua orang
guru. Walau begitu, protokol kesehatan tetap diberlakukan dengan
memakai masker dan jaga jarak ketika mengobrol tatap muka.

73
Wawancara dilakukan kurang lebih 20 menit. Mengenai
pertanyaan yang ditanyakan terlampir dibagian transkip
wawancara. Secara umum, yang ditanyakan mengenai
perkembangan tentang SLB Nurasih, bagaimana metode-metode
pembelajaran yang diterapkan, komunikasi yang dipakai untuk
siswa dengan tunarungu dan hambatan yang paling sulit ketika
berkomunikasi dengan siswa tunarungu.

Dihari yang sama pula, peneliti meminta izin kepada Bapak


Ratno untuk bertemu dengan guru pengajar yang nantinya
diarahkan lebih mendalam lagi terkait penelitian. Secara
kebetulan, Ibu Erna datang ke sekolah dan Bapak Ratno
mempersilakan peneliti untuk berbicara dengan Ibu Erna terkait
maksud dan tujuan. Peneliti langsung menjelaskan hal-hal secara
detail dan dipersilakan melakukan observasi terhadap siswa-siswa
yang diajar langsung oleh Ibu Erna.

74
HASIL OBSERVASI LAPANGAN III

Hari/Tanggal : Selasa, 4 Agustus 2020

Topik Observasi : Mengamati kegiatan belajar mengajar


secara tatap muka ke-1 serta wawancara
dengan Ibu Erna

Tempat Penelitian : Sekolah Luar Biasa Nurasih Jakarta


Selatan

Pada awalnya, peneliti mengira bahwa hari itu hanya


mengamati proses kegiatan belajar mengajar secara daring melalui
video call whatsapp. Namun, Ibu Erna mendatangkan langsung
anak muridnya yaitu Kharis Julianto (4) dan Nadya Salma
Salsabila (5) ke sekolah untuk belajar di kelas.

Peneliti langsung mengambil kesempatan untuk masuk ke


dalam kelas dan mengikuti pelajaran. Proses pembelajaran kali ini
dimulai mukul 09.00-10.00 WIB. Kharis dan Nadya diberitahu
untuk belajar di sekolah selain karena untuk penelitian skripsi, juga
agar siswa memiliki semangat ketika belajar langsung dengan guru
dan temannya. Karena masih dalam kondisi seperti ini, maka siswa
yang dihadirkan juga dibatasi. Mengenai seragam, Ibu Erna
membebaskan siswa untuk memakai baju bebas asal sopan karena
memang mereka tidak wajib datang ke sekolah.

Ibu Erna memiliki murid didik 11 orang untuk tingkatan


Sekolah Dasar (SD) yang dimana anak didiknya tersebut terbagi
dalam beberapa kelas. Tetapi, dalam kesehariannya mengajar,

75
beliau menggabungkan mereka dalam satu kelas secara bersamaan.
Untuk penelitian pada hari tersebut Kharis dan Nadya digabung
karena jarak kelas mereka yaitu kelas IV dan V.

Untuk pertama kalinya peneliti berada langsung di dalam


kelas mengikuti proses pembelajaran bagi anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Hal ini merupakan salah satu pengalaman
pertama bagi peneliti. Keadaan di kelas hanya diisi dua anak saja,
namun mereka berbicara sangat ramai sekali. Keduanya sangat
aktif dalam berbicara kadang membuat Ibu Erna kesulitan dalam
mengontrol agar siswa tetap fokus terhadap materi.

Saat masuk kelas, guru mengucapkan salam, diikuti dengan


membaca do’a Surat Al-Fatihah. Selanjutnya guru menanyakan
nama hari ini, bulan, dan tahun yang diarahkan anak melihat
kalender yang terpasang disudut kelas. Barulah diisi materi seperti
membaca, menulis dan berhitung.

HASIL OBSERVASI LAPANGAN IV

76
Hari/Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2020

Topik Observasi : Mengamati Kegiatan Belajar Mengajar


tatap muka ke-3

Tempat Penelitian : Sekolah Luar Biasa Nurasih Jakarta


Selatan

Hari terakhir peneliti melakukan observasi ke sekolah


dengan mengikuti kegiatan belajar mengajar secara langsung.
Siswa yang hadir hari ini adalah Risma dan Irfan. Masing-masing
berasal dari kelas IV.

Kegiatan rutin awal adalah berdo’a dan membaca Surat Al-


Fatihah. Anak-anak secara bersama mengeja dan berbicara pelan-
pelan dibantu Ibu Erna menunjukan dengan Bahasa Isyarat.

Materi pelajaran hari ini sudah semakin meningkat, yaitu


materi perkalian matematika bersusun ke bawah sampai dua
angka. Ibu Erna mengajarkan tata cara berhitung secara satu-satu.
Bagian mana yang dikali, dihitung, dan dijumlah. Karena siswa
sudah kelas besar, mereka mudah memahaminya. Siswa tidak ada
kendala.

Lampiran 02

77
Transkrip Wawancara Penelitian

Penulis : Sifqa Amalia Ramadhanti


Narasumber : Suratno, M.Pd
Jabatan : Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB)
Nurasih
Hari/ Tanggal : Kamis, 30 Juli 2020
Waktu Wawancara : 09.00 WIB
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

Penulis : Bagaimana sejarah singkat terbentuknya SLB


Nurasih Jakarta Selatan?

Informan : Awal terbentuknya SLB Nurasih ini berasal dari


Yayasan Nurasih Wijaya Saputra yang dipimpin
oleh Almh. Ibu Safarani Sahid yang awalnya ada di
Ciputat tahun 1980. Kemudian beliau merintis SLB
dari Kampung Utan, Ciputat. Karena keadaan
wilayah dahulu Kampung Utan masih diakui Jawa
Barat dan harus pindah ke DKI Jakarta akhirnya
membangun kembali sekolah yang ada di DKI
dengan nama yang sama.

Penulis : Perbedaan SLB Nurasih yang di Kampung Utan


dengan yang disini itu apa ya?

Informan : Untuk yayasannya sama, tetapi manajemennya


sudah masing-masing. Dari SDLB, SMPLB, dan

78
SMALB. Tunarungu maupun tunagrahita semua
sama.

Penulis : Kurikulum yang digunakan pada Sekolah Luar


Biasa yaitu kurikulum apa?

Informan : Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum


2013. Ketika pemerintah menerapkan, disini saya
coba terapkan. Kebetulan saya ikut menyusun
kurikulum di Dinas Pusat. Yang membedakan K13
dengan KTSP 2006 sebelumnya adalah, pada saat
KTSP masih menggunakan SKKD (Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar) sedangkan untuk
K13 yang digunakan adalah KIKD (Kompetensi
Inti Kompetensi Dasar). Untuk pembelajaran yang
paling menonjol perbedaannya ada pada Tematik.
K13 kebanyakan diisi oleh Tematik. Tematik
adalah pembelajaran yang menggabungkan antara
matematika, Bahasa, dan PKN yang diharapkan
siswa mampu mengerti secara penggabungan
materi pelajaran tersebut.

Penulis : Komunikasi seperti apa yang diterapkan guru pada


siswa Tunarungu?

Informan : Kita memakai Bahasa oral atau Bahasa isyarat.


Selain itu kita menggunakan Bahasa SIBI. Bahasa
ini mudah dimengerti karena siswa sudah terbiasa
sejak kecil.

79
Penulis : Siswa dalam belajar ini pasti membutuhkan media
atau alat langsung agar lebih mengerti lagi. Yang
digunakan medianya berupa apa saja?

Informan : Pembelajaran diusahakan dengan menggunakan


media gambar atau benda. Anak tunarungu sangat
sulit untuk menggambarkan bentuk- bentuk
abstrak, contohnya untuk yang kelas besar, saat
mata pelajaran IPA kita menerangkan tentang ikan
itu sebaiknya ada bendanya, anak bisa melihat bisa
mengeksplorasi benda itu. Sedangkan mata
pelajaran IPS menggunakan peta/globe agar anak
bisa melihat benda itu. Kalau kita menerangkan
biasa tanpa ada gambar atau benda itu sulit
dibayangan anak tunarangu, jadi lebih bagus ada
media.

Penulis : Manfaat dari sekolah ini kan agar anak bisa


berbaur dengan masyarakat sekitar. Kalau melihat
anak tunarungu ini pasti ada saja yang memandang
sebelah mata. Menurut bapak seperti apa ya?

Informan : Anak saya sama memiliki keterbatasan tunarungu


juga. Sekarang sudah SMA. Sebagai orang tua,
melihat pandangan tetangga ketika anak saya
memiliki kekurangan memang bikin nyeri sendiri.
Tidak secara langsung, tetapi di belakang itu sering

80
adanya omongan yang kurang enak. Kalau di
kegiatan luar, lomba 17an itu juga suka disisihkan.
Cuma saya beri arahan lagi, kalau dia adalah anak
spesial. Bisa bergaul dengan siapapun

Penulis : Hubungan Bapak sebagai Kepala Sekolah dengan


Guru-guru dan juga Orang Tua siswa bagaimana
ya?

Informan : Yang pertama hubungan dengan guru kita selalu


adakan komunikasi rutin setiap bulan melalui
evaluasi dan rapat. Barangkali ada guru yang
punya kelebihan dan kekurangan kita bahas.
Semisal ada guru yang mengajar disatu kelas dan
ada hambatan, kita pecahkan bersama-sama.
Kemudian untuk orang tua, ini kaitannya dengan
komite, untuk pertemuannya setiap triwulan setelah
Ujian Tengah Semester. Biasanya kita adakan
sharing secara tatap muka apakah ada kendala,
atau saran kita bahas bersama. Cuma saat kondisi
pandemi seperti ini, kita bahas segala sesuatunya
melalu Whatsapp Group.

Penulis : Saat kondisi pandemi covid-19 yang


mengharuskan pembelajaran di rumah seperti
sekarang ini, metode yang dilakukan seperti apa?

81
Informan : Anjuran dari Dinas untuk kondisi seperti ini
adalah pembelajaran melalui daring, yang dimana
semi offline. Tidak ada target kurikulum yang harus
dicapai karena anak-anak bisa tertekan. Dinas
menyarankan juga memberikan materi yang
bermakna dan menyenangkan dengan menjaga
keselamatan guru maupun siswa.

Pembelajaran online wajib didampingi orang tua.


Dimulai seperti ini pada pukul 08.00 – 12.00.
Seperti biasa dilakukan di sekolah, ada absen
dipagi hari dengan siswa sudah rapih
menggunakan seragam, lalu kita video call dan
tetap kita pantau. Untuk target pengumpulan tugas
juga kita longgarkan, karena kondisi yang memang
serba terbatas. Pada intinya, pembelajaran dibuat
bermakna dan menyenangkan. Karena kita disini
juga memaklumi ya, setiap keadaan orang tua
siswa berbeda-beda. Ada yang kesulitan kuota
internet, atau handphone yang dipakai tidak
mendukung pembacaan dokumen tugas, maupun
bergantian handphone dengan kakaknya. Tapi itu
semua tidak menjadi masalah. Karena saya
menghargai yang memang punya usaha atau tekad
yang kuat. Dari sekolahpun turut membantu dalam
pembelian paket data bagi siswa yang benar-benar
membutuhkan.

82
Penulis : Untuk penilaian terhadap siswa apakah berubah?

Informan :Penilaian tetap sama. Karena setiap


pembelajaran diakhir itu ada tugas-tugas. Nanti
tugas masing-masing guru yang memberikan
penilaian tersebut.

Pada prinsipnya anak tunarungu ini kan


menggunakan Bahasa isyarat dalam
berkomunikasi. Jadi yang memang sering
digunakan adalah Video Call Group melalui
Whatsapp untuk penyampaian pesan yang bisa
diterima langsung. Anak-anak kita sapapun
sebetulnya sudah senang. Bisa berinteraksi juga
dengan teman-temannya maupun gurunya. Bahkan
30 menit saja dirasa kurang, karena rame dan
antusiasnya mereka.

Penulis : Hambatan dalam berkomunikasi dengan siswa


ketika di Kelas sebelum dan sesudah pandemoi itu
apa?

Informan :Sebelum pandemi kesulitannya adalah


mengkondisikan siswa itu sulit dan perlu waktu
apalagi siswa kelas kecil yang masih perlu
bimbingan lebih. Kalau kelas besar, mereka sudah
dengan sendirinya mampu mengatur keadaannya
sendiri. Semisal untuk yang kelas kecil dari rumah
udah ngambek gak mood duluan, sampai ke sekolah

83
kebawa tidak mau masuk kelas dan lain-lainnya.
Iitulah yang menjadi tugas guru bagaimana
mampu membujuk, merayu agar bisa stabil
kembali. Kadang-kadang juga kalua lewat dari
pengawasan, siswa tiba-tiba main pukul ke
temannya dengan emosi yang tidak stabil itu perlu
ditenangkan dulu oleh gurunya. Karena
pembelajaran di Sekolah Luar Biasa ini pada
prinsipnya adalah untuk sosialisasi dirinya, saling
toleransi, hidup rukun, dan tolong menolong yang
selalu diterapkan dalam kehidupan anak nantinya.

Hal tersebut kita arahkan kepada kegiatan motorik


agar siswa mampu mengontrol emosinya seperti
bernyanyi, menari dan aktifitas-aktifitas yang
merangsang motorik agar gerakan-gerakan yang
keluar secara spontan mampu dikendalikan.
Alhamdulillah, setiap pagi kami selalu
mengadakan senam setiap harinya. Tujuannya
adalah energinya dikeluarkan dahulu.

Peneliti : Pada saat pandemic, hambatan komunikasi guru


ke siswa itu apa?

Informan : Anak sulit bangun pagi, terlambat untuk absen


mereka mengira sekolah lbur, hanya di rumah aja.
Anak-anak juga sudah kangen. Kangen sekolah,
kangen teman-temannya, dan kangen gurunya.

84
Cuma bisa aoa yah, belum ada himbauan dari
pemerintah kita hanya bisa menunggu sampai
kapan pembelajaran ini kembali normal.

Transkrip Wawancara Penelitian

Penulis : Sifqa Amalia Ramadhanti

85
Narasumber : Elizabeth Erna Susilowati, S.Pd

Jabatan : Guru kelas I-VI Sekolah Luar Biasa (SLB)


Nurasih

Hari/ Tanggal : Selasa, 4 Agustus 2020


Waktu Wawancara : 11.00 WIB
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

Peneliti : Komunikasi yang dilakukan guru dengan siswa itu


apa ya?

Informan : Komunikasi yang digunakan adalah komunikasi


total, dimana ucapan secara verbal harus
dikeluarkan diikuti dengan komunikasi nonverbal
yaitu Bahasa tubuh. Kalau Bahasa Isyarat sendiri
menggunakan SIBI yang terpasang di dinding
kelas.

Peneliti : Di kelas tadi saya mengamati, Ibu membantu si


anak untuk pengucapan dengan cara anak
memegang leher ibu dan ketika suara dikeluarkan,
tangan anak menempel di mulut Ibu. Tujuan dari
hal tersebut untuk apa?

Informan : Agar cara pembacaannya mereka tau. Anak


tunarungu itu dipita suaranya tidak memiliki
getaran jadi untuk mengeluarkan suara itu malas.
Mereka kebanyakan maunya menggunakan Bahasa
isyarat. Makanya saya berusaha mengeluarkan

86
suara kalau memang masih ada sisa pendengaran,
meskipun anak tidak bisa berbicara dengan jelas.
Karena ketika anak tunarungu berbicara,
dilehernya itu sakit. Itu yang membuat dia malas.
Diajarkan sedini mungkin karena anak tunarungu
memiliki keterbatasan Bahasa, kata benda. Tidak
tahu kalau tidak kita kasih tau. Harus banyak
diajarkan perbendaharaan kata. Semisal ini
“meja”, “kursi”. Meja itu untuk menulis, kursi itu
untuk duduk. Setelah itu kita baca “me…ja” kalau
sudah bisa diucapkan baru nanti mengenal tulisan.
Paling tidak anak mampu mengenal huruf melalui
Sibi (Bahasa isyarat Indonesia). Satu-satu dan
secara perlahan sampai dimana anak tau dengan
benar.

Peneliti : Tunarungu bisa terjadi bukan karena dari


lahirkah?

Informan : Betul. Bisa juga terjadi karena kecelakaan saat


usia sudah sampai berapa, atau ada juga karena
sakit, ada yang memang bawaannya dari bayi yang
biasanya tunarungu total tidak ada sisa
pendengaran sama sekali. Macam-macam sih,
tergantung tingkat dBnya berapa, karena itu ada
klasifikasinya.

87
Penulis : Fungsi dari alat bantu sendiri yang dipasang pada
telinga anak itu untuk apa?

Informan : Alat itu berfungsi paling tidak anak merasakan


getaran dan lebih peka. Misalnya ada suara kursi
jatuh, dia akan kaget, langsung merespon. Sangat
membantu jika alat bantu dengar dipasang.
Biasanya pada saat sekolah anak memakai alat
bantu pendegaran. Cuma ini tidak tahu ya,
mungkin orang tuanya lupa tidak dipakai.

Penulis : Apakah siswa di dalam kelas juga aktif


berkomunikasi?

Informan : Selain komunikasi dengan saya, siswa juga


melakukan komunikasi dengan temannya. Bisa
sifatnya hanya sekedar obrolan biasa, atau
mengenai materi yang dibahas. Cuma ya gitu, anak
tunarungu ini kalau sudah berkomunikasi, pasti
sibuk dan ramai sendiri.

Penulis : Faktor pendukung dalam proses komunikasi


dengan anak tunarungu apa saja ya?

Informan : Faktor pendukung yang digunakan dalam proses


pembelajaran yaitu alat peraga, bahan ajar, dan
media. Alat peraga bisa berupa computer atau
laptop. Untuk bahan ajar, berupa buku, modul,
maupun lembar kerja siswa (LKS) yang sesuai

88
kompetensi dimiliki tiap tingkatan kelas.
Sedangkan media pembelajaran berupa poster
seperti didinding-dinding kelas yang membantu
anak memahami materi yang akan disampaikan.
Menambah perbendaharaan kata dan benda.
Bersifat visual karena bisa dilihat langsung oleh
siswa.

Penulis : Hal utama yang menjadi dasar anak mau


berkomunikasi dengan Ibu itu apa?

Informan : Poin penting adalah kedekatan. Ketika anak


merasa nyaman berkomunikasi dengan lawan
bicara, anak mampu dengan leluasa
mengekpresikan dirinya dan memberikan umpan
lawan dalam komunikasi. Disatu sisi, saya sebagai
ibu gurunya yang memang harus anak hormati
ketika di sekolah. Pengenalan karakter dari
masing-masing anak juga diperlukan. Anak
berkebutuhan khusus tentu memiliki cara yang
lebih ekstra dalam memahami sikap dan perilaku
anak. Misalnya, ketika saya marah anak langsung
tahu. Apalagi kalau tidak diperhatikan ketika
mengajar. Mereka sudah terbiasa dengan sikap
yang saya perlihatkan. Ini bertujuan agar anak
peka mengenai keadaan sekitar. Lanjut lagi agar
anak tahu bagaimana bersikap sesuai yang
diajarkan.

89
Penulis : Berarti ekspresi Ibu ketika di dalam kelas ibu
tunjukkan kepada siswa?

Informan : Iya, saya tunjukkan ekspresi saya. Ketika saya


marah, biasanya saya langsung diam. Saya marah
tidak dengan berbicara, tetapi diam. Dan ketika
suasana kelas lagi ramai, melihat saya tanpa suara
anak langsung memahami bahwa pada saat itu
gurunya marah. Sudah dan akhirnya mereka ikut
diam dan meminta maaf.

Saya kalau mengajar di kelas itu rileks. Saya tahu


kapan harus serius dan diselingi dengan hal-hal
yang tidak membosankan. Meskipun siswa dengan
berkebutuhan khusus tunarungu, justru mereka
banyak bicara dan lebih cerewet. Teman di depan,
di samping, di belakang menjadi tempat ngobrol
dan ribut setiap harinya. Makanya ketegasan
dibutuhkan. Kalau saya sedang menjelaskan,
mereka harus melihat saya. Kalau tidak saya akan
duduk diam dan berhenti dulu sementara tidak
memberikan materi guna mengajarkan agar
mereka hormat kepada gurunya.

Tulisan jelek juga saya tidak menerima, langsung


saya hapus. Itu saya lakukan dari awal, ketika kelas
kecil. Karena ini melatih anak untuk terbiasa
menulis dengan benar. Perbedaan huruf besar dan

90
kecil, dan spasi harus jelas. Dimulai dari menulis
nama anak sendiri, nama orang tua, keluarga dan
biasanya hal-hal seperti data diri.

Penulis : Seberapa besar metode demonstrasi terhadap


pengajaran di kelas?

Informan : Untuk anak tunarungu memang membutuhkan


contoh secara nyata kalau tidak, dia sulit
menggambarkan apa yang sedang dijelaskan.
Maka dari itu, ketika saya mengajar memang harus
secara komunikasi total. Bibir iya, suara iya, dan
gerak Bahasa iya. Diikuti contoh dengan objek
nyata. Guru itu juga harus pintar menggambar.
Seperti tadi, saya menggambar “kakek” identik
dengan tongkat dan juga punggung yang
membungkuk. Bertujuan agar anak mampu
membayangkan seorang kakek seperti apa.

Penulis : Apakah ada semacam reward ketika anak mampu


menjawab pertanyaan yang Ibu berikan?

Informan : Anak spesial seperti ini perlu dukungan moril dari


orang terdekat yang begitu besar. Motivasi tidak
hanya diberikan begitu saja tetapi harus diikutin
dengan apresiasi supaya anak makin semangat dan
terpacu melakukan hal-hal yang diperintahkan
gurunya. Saya kalau setiap mengajar selalu
mengapresiasi anak. Seperti “pintar ya kamu”

91
“hebat murid Bu Erna” tidak hanya melalui kata-
kata saja tetapi kadang saya memberi reward
berupa makanan. Hal-hal kecil saja berupa permen
atau kue membuat mereka senang. Supaya
memotivasi juga ke yang lain agar semangat
belajar.
Penulis : Yang menjadi faktor keberhasilan dalam
menyampaikan materi itu apa Bu?

Informan : Ketika sedang belajar, saya berusaha agar siswa


melakukan dialog dengan saya. Agar saya bisa tau
juga apakah siswa paham, mengerti atau tidak dan
ingin bertanya ketika memang ada yang sulit.

Anak itu bisa mengerti apa yang disampaikan dan


bisa memahami apa yang dimaksud dari pelajaran
tersebut. Entah itu teks bacaan atau menjawab
soal. Kalau misal dijelasin sudah mengangguk
“iya-iya” tapi kalau kita tanya masih belum bisa,
harus diulang kembali.

Penulis : Yang menjadi kesulitan ibu saat pengajaran adalah


apa? Semisal ketika anak belum mengenal
perbendaharaan kata atau bagaimana?

Informan : Kesulitan saya adalah menggambarkan Bahasa


abstrak yang kemudian saya peragakan menjadi

92
sebuah bahasa isyarat yang membantu anak agar
lebih paham.

Sering banget terjadi, misalnya saya ngomong apa


ada aja anak yang diam saja. Sebetulnya ada dua
kemungkinan, apakah anak itu paham, atau tidak
mengerti. Kendalanya disitu. Makanya saya selalu
mengulang-ulang kembali apa yang saya ucapkan.

Anak-anak juga cenderung sulit menghafal. Dan


mereka malas di rumah untuk menghafal. Kata
benda baru atau memang sudah lama diberikan
pun kalau tidak diulang, sampai di sekolah ditanya
tidak akan tahu. Makanya pengulangan itu harus
berkali-kali. Sampai benar-benar mengerti. Saya
benar-benar pelan-pelan sekali kalau mengajarkan
anak. Hingga sampai saya tahu batasan dimana
“oh iya anak cuma paham sampai sini.”

Tentu beda ya mbak, kalau anak ini kan memiliki


kebutuhan khusus. Bagi anak dengan seusianya
dalam kondisi normal mungkin yang menjadi
masalah adalah malesnya. Tapi ini ditambah
mereka sulit mendengar apa yang orang bicarakan,
pasti butuh cara yang tepat untuk mau diajak
bicara dan belajar mengerti apa yang saya bilang.

Peneliti : Selama ini, perubahan sikap dari siswa apakah


ada? Dan yang paling menonjol itu apa?

93
Informan : Pasti ada. Untuk kelas besar ada mata pelajaran
PPKN dan kelas kecil itu Budi Pekerti. Kalau
PPKN itu tentang kebangsaan, seperti Pancasila,
dasar negara, burung garuda. Kalau Budi Pekerti
tentang pengamalan agama dan menyangkut
kedisiplinan. Seperti, kebersihan diri, sopan santun
dengan siapapun, minta maaf, dengan teman tidak
boleh nakal. Kalau agama tentang membaca do’a,
mengenal tempat ibadah, surat-surat pendek,
pelaksanan nilai-nilai agama di rumah maupun di
sekolah.

Meskipun saya non-muslim, saya juga belajar


agama islam. Seperti ini “bagaimana ya?
ngajarinnya sepert apa?’ saya non, tapi baca al-
fatihah, al-kautsar saya tau.

Penulis : Komunikasi dan hubungan Ibu dengan orang tua


bagaimana?

Informan : Rutin dan hampir setiap hari. Saya bersyukur,


orang tua di kelas saya aktif semua. Karena ya itu
saya bawel sama mamanya jadinya orang tua
welcome dengan saya. Ini penting sekali karena
kita butuh kerja sama dengan orang tua. 70%
aktifitas anak di rumah, sisanya di sekolah. Pola
tumbuh kembang anak akan diliat dari pola asuh
keluarga, terutama orang tua. Kami disini sebagai

94
guru tidak bisa membantu banyak tanpa dukungan
orang tua yang turut partisipasi juga mendidik
anaknya. Walaupun kami memang memiliki
tanggung jawab sama besarnya.

Prinsip saya ialah saya tidak pernah menjaga jarak


dengan orang tua. Saya hobby bercanda.
Anggaplah teman, jadi orang tua dengan
sendirinya nyaman dengan kita. Tetapi ada hal
yang memang dijaga jarak, dan sesuai dengan
situasi. Kalau memang ada anak yang bermasalah,
saya panggil orang tuanya bertemu dengan saya di
ruangan tentu dengan cara yang formal.

Kalau istirahat di kelas, saya suka jagain anak-


anak makan siang sampai selesai. Apalagi kelas
kecil suka membutuhkan kita. Kadang kita juga
sering makan bersama. Saya terapkan ketika jam
istirahat semua makan di kelas. Agar tidak
berlarian kemana-mana. Saya menyuruh orang tua
untuk membawa bekal ke anak setiap hari. Untuk
menu makanan juga saya bawel, paling tidak dalam
menu anak itu harus ada sayur. Agar anak terbiasa
makan sayur. Puji Tuhan, beberapa anak yang
memang awalnya tidak suka sayur, buah sekarang
menjadi suka.

95
Semua itu saya usahakan pelan-pelan dari awal.
Saya ajarkan, saya bimbing, dan saya dekati dari
hati ke hati akhirnya pun anak terbiasa.

Transkrip Wawancara Penelitian

Penulis : Sifqa Amalia Ramadhanti


Narasumber : Ibu Mistri

Jabatan : Orang Tua Murid Sekolah Luar Biasa


(SLB) Nurasih

96
Hari/ Tanggal : Selasa, 11 Agustus 2020
Waktu Wawancara : 10.30 WIB
Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

Penulis : Sebelumnya Ibu tau mengetahui SLB Nurasih ini


dari mana ya?

Informan : Tau sekolah ini karena sempat waktu itu lewat aja.
Rumah saya tidak jauh dari sini soalnya. Anak saya
bilang sudah minta sekolah. Setelahnya saya temui
Kepala Sekolah, waktu itu masih Bapak Mustam.
Saya tau ya sekolah seperti ini pasti biayanya
mahal. Saya sudah tanyakan ke Kepala Sekolah
dan akhirnya beliau memperbolehkan pembayaran
uang sekolah dengan dicicil. Alhamdulillah anak
saya bisa sekolah disini.

Penulis : Anak Ibu masuk dari kelas I berarti ya?

Informan : Iya, masuk dari kelas I dari awal. Umur 8 tahun.


Awalnya saya tidak tahu anak saya seperti ini,
taunya normal. Dulu sempat sekolah biasa di
Taman Kanak-Kanak tapi tidak ada perubahan.
Temannya yang lain lagi nulis, anak saya malah
main-main iseng sendiri aja. Akhirnya saya sama
bapaknya mutusin buat ke dokter. Dan memang
saja ternyata Irfan memiliki masalah
dipendengaran.

97
Penulis : Pandangan mengenai pola pengajaran guru-guru
disini seperti apa?

Informan : Bagus. Alhamdulillah anak saya selama belajar


disini ada perkembangan. Dari 0 anak saya tidak
tahu apa-apa. Dimulai dari awal yang sebelumnya
tidak bisa baca, jadi bisa. Menulis agak kesulitan
sekarang udah lancar.

Justru maunya anak saya itu sekolah langsung


bareng gurunya. Kalau di rumah kurang semangat.
Disuruh ngerjain tugas atau belajar males-
malesan. Tapi beda banget kalau udah yang bilang
gurunya, langsung dikerjain sendiri sampai selesai.

Penulis : Untuk komunikasi Orang Tua dengan Guru


sendiri bagaimana?

Informan : Komunikasi saya dengan guru lancar,


alhamdulillah. Kalau ada masalah apa mengenai
perkembangan anak, kegiatan anak di sekolah yang
misalnya saya kurang jelas selalu saya tanya. Guru
juga memberi saran juga agar banyak-banyak
sabar karena anak ini istimewa beda dengan yang
lain.

Saya senangnya guru sangat merespon dengan


tanggap keluhan-keluhan apa saja yang alami.

98
Intinya saling kerja sama sih baik orang tua dan
guru.

Penulis : Selama masa pandemi covid-19 seperti ini, anak


belajar seperti apa? Dan pembedanya sebelum
covid-19 terlihat jelas kah? Kesulitan terbesarnya
adalah?

Informan : Kita tidak pernah tau ya tiba-tiba selama


berbulan-bulan keadaan kita berubah. Sangat
berpengaruh sekali sih ke sekolah anak. Setiap
belajar melalui online, saya selalu mendampingi
anak. Ngerjain tugas, mengerjakan PR selalu saya
bantu. Perlu bimbingan karena anak lebih malas,
merasa bahwa suasana belajar di rumah dengan di
sekolah berbeda. Lebih banyak mainnya, daripada
seriusnya. Cuma ya saya tetap usaha,
bagaimanapun ini tetep sekolah walau tempatnya
beda aja memang di rumah.

Penulis : Fasilitas di SLB Nurasih menurut Ibu bagaimana?

Informan : Sudah cukup mendukung, baik. Mengenai apapun


pendukung dalam kegiatan belajar sudah
tercukupi.

Penulis : Apa harapan tentang SLB Nurasih ke depannya?

99
Informan : Semoga lebih bagus, dan berkembang lagi.
Tenaga pengajar juga lebih ditingkatkan lagi.
Semoga semakin maju dan sukses.

Lampiran 03

100
Surat Pengajuan Seminar Proposal

Lampiran 04

101
Surat Pengajuan Dosen Pembimbing

102
Lampiran 05

Surat Bimbingan Skripsi

103
Lampiran 06

Surat Izin Penelitian Skripsi

Lampiran 07

104
Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 08

105
DOKUMENTASI

Tampak Depan SLB Nurasih Jakarta

106
Ruang Kelas SLB Nurasih Jakarta Selatan

Lapangan Belakang

107
Pojok Baca Siswa

Prestasi yang diraih SLB


Nurasih

Proses Belajar Mengajar

Kharis dan Nadia

108
Foto Belajar Mengajar

Irfan dan Risma

109
110
Bersama dengan Kepala
Sekolah Luar Biasa (SLB)
Nurasih, Bapak Suratno,
S.Pd

Bersama dengan
Guru SDLB
Nurasih, Ibu
Erna Susilowat,
S.Pd

111
Bersama
dengan Orang
Tua Murid, Ibu
Mastri

112
C.

Anda mungkin juga menyukai