Anda di halaman 1dari 118

ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT

DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT


DI KABUPATEN PURWAKARTA

ERWIN ZULKARNAIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Analisis
Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat dan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat
Di Kabupaten Purwakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sember informasi yang berasal atau dikutif dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, April 2008

ERWIN ZULKARNAIN
NIM. A 153044105
ABSTRAK

ERWIN ZULKARNAIN. Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat dan


Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh
SRI HARTOYO dan SUMARDJO.

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya Pemerintah


Kabupaten Purwakarta dalam menangani lahan kritis dan bertujuan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan
hutan rakyat ini adalah tingkat keberhasilan hutan rakyat yang tidak merata pada
tingkat petani. Ketidakmerataan tingkat keberhasilan hutan rakyat ini dipengaruhi
oleh faktor teknis dan faktor sosial ekonomi. Sehingga perlu dianalisis sampai
sejauh mana pengaruh faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi tersebut terhadap
tingkat keberhasilan hutan rakyat. Untuk pelaksanaan pembangunan hutan rakyat
di Kabupaten Purwakarta pada masa mendatang perlu dirumuskan strategi yang
tepat dengan memperhatikan faktor teknis dan sosial ekonomi tersebut, serta
faktor lingkungan strategis baik internal dan eksternal. Berdasarkan hasil analisis
regresi menunjukan bahwa faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap tingkat
keberhasilan hutan rakyat adalah pemupukan dan pembersihan lahan, sedangkan
faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata adalah pendapatan dan status lahan.
Hasil perumusan strategi dengan metode analisis IFE-EFE, analisis SWOT dan
analisis QSPM menunjukan bahwa prioritas strategi pembangunan hutan rakyat
terdiri dari : 1) menggunakan komitmen pemerintah daerah untuk menyerap dana
pusat dan provinsi untuk pengembangan hutan rakyat, 2) meningkatkan
penyuluhan mengenai pemeliharaan hutan rakyat, dan 3) melakukan penelitian
dan pengembangan teknik budidaya dan pemeliharaan hutan rakyat. Adapun
alternatif strategi pembangun hutan rakyat terdiri dari : 1) membangun kemitraan
antara UPTD Penelitian dan Pengembangan dengan penangkar bibit daerah, 2)
menggunakan peranan pemerintah daerah dalam menangani hutan rakyat pada
tanah guntai, 3) penyusunan data lahan kritis/lahan potensi hutan rakyat dengan
memanfaatkan dana pusat dan provinsi, dan 4) memanfaatkan sarana prasarana
yang ada dalam rangka sosialisasi hutan rakyat kepada generasi muda.
RINGKASAN

ERWIN ZULKARNAIN, Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat dan


Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta.
Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan SUMARDJO.

Kerusakan hutan yang terjadi di indonesia beberapa tahun terakhir ini


dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : perubahan tata ruang, adanya
konversi hutan, pinjam pakai kawasan hutan, perambahan hutan, pencurian
kayu dan kebakaran hutan. Akibat langsung dari kerusakan hutan adalah
bertambahnya luas lahan kritis.
Pada tahun 2003 di kawasan Kabupaten Purwakarta terdapat lahan
kritis seluas 10.987 hektar atau 11.30 persen dari luas wilayah Kabupaten
Purwakarta, Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 97.172 hektar.
Lahan tersebut tersebar di 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten
Purwakarta, dengan luas rata-rata 646,28 hektar.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purwakarta
melalui dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam, dalam rangka
menangani lahan kritis adalah melalui pembangunan hutan rakyat.
Pembangunan hutan rakyat ini mempunyai peran positif secara ekologi bagi
perbaikan kondisi lahan dan lingkungan, serta secara ekonomi dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Tingkat keberhasilan hutan rakyat dapat diketahui dari indikator
persentase tumbuh tanaman. Berdasarkanpenilaian persentase tumbuh
tanaman ternyata tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta
tidak merata. Ada yang berhasil sangat baik dimana nilai persentase tumbuh
tanaman lebih dari 85 persen, dan ada juga yang tidak berhasil dimana nilai
persentase tumbuh tanaman 55 persen atau kurang.
Ketidakmerataan tingkat keberhasilan hutan rakyat ini dipengaruhi
oleh faktor teknis dan faktor sosial ekonomi. Sehingga perlu dianalisis
sampai sejauh mana faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten
Purwakarta. Perlu juga dirumuskan strategi pembangunan hutan rakyat
di Kabupaten Purwakarta, sehingga pembangunan hutan rakyat dapat
mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
Metode untuk menganalisis pengaruh faktor teknis edan sosial
ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat adalah analisis
regresi linear. Faktor teknis dan sosial ekonomi dijadikan sebagai
variable bebas dalam model persamaan regresi. Faktor tenis terdiri
dari pemupukan, pembersihan lahan, sistem pola tanam dan
gangguan pengembalan hewan ternak secara liar. Adapun faktor
sosial ekonomi terdiri dari umur petani, pendapatan petani, tingfkat
pendidikan petani dan status lahan.
Metode yang digunakan untuk merumuskan strategi pembangunan
hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta meliputi analisis IFE-EFE, analisis
SWOT dan analisis QSPM. analisis IFE-EFE digunakan untuk mengevaluasi
bobot faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, serta faktor
eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Analisis SWOT untuk
merumuskan berbagai alternatif stratgei pembangunan hutan rakyat dengan
mempertimbangkan faktor internal dan faktor eksternal. Analisis QSPM
digunakan untuk menetukan prioritas strategi yang diambil untuk
pembangunnan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.
Berdasarkan hasil analisis regresi ternyata faktor teknis yang
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten
Purwakarta pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah faktor pemupukan
dan pembersihan lahan. Faktor pemupukan berpengaruh positif terhadap
tingkat keberhasilan hutan rakyat dengan koefisien regresi sebesar 4,46508,
yang berarti bahwa setiap peningkatan pemupukan sebanyak satu kali akan
meningkatkan keberhasilan hutan rakyat sebesar 4, 46508 persen. Faktor
pembersihan lahan mempunyai hubungan yang positif sesuai dengan
koefisen regresi sebesar 4,22216. hal ini menunjukkan bahwa setiap
peningkatan pembersihan lahan sebanyak satu kali tingkat keberhasilan
hutan pengkatan meningkat sebesar 4,22216 persen.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS TINGKAT KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT
DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN PURWAKARTA

ERWIN ZULKARNAIN

Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional
pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Tugas Akhir : Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat Dan
Strategi Pembangunan Hutan Rakyat Di Kabupaten
Purwakarta

Nama : Erwin Zulkarnain

NIM : A 153044105

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS


Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro MS

Tanggal Ujian : 17 April 2008 Tanggal Lulus : 29 Mei 2008


PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah dalam menyelesaikan tugas akhir ini,


penulis sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungan dalam penulisan kajian ini terutama kepada Prof. Dr. Ir.
Endriatmo Soetarto, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Rina
Oktaviani, MS selaku anggota, serta seluruh dosen Sekolah Pascasarjana
Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian
Bogor. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Ketua Program
Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah serta
ucapan serupa disampaikan kepada rekan-rekan seluruh mahasiswa/i
Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian
Bogor yang telah membantu dan memberikan dorongan dalam penulisan
kajian ini. Dilain pihak penulis sampaikan pada isteri beserta keluarga
yang senantiasa memberikan dukungan untuk menyelesaikan study.
Penulis serahkan amal kebaikan yang telah membantu kepada Allah SWT
semoga Yang Maha Kuasa dapat membalasnya dengan berlipat ganda.
Penulis berharap semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat
khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Karawang sebagai bahan
rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan SDM dalam Program
Pendanaan Kompetisi melalui Kegiatan Keaksaraan Fungsional maupun
Pemerintah kabupaten lain yang memerlukan serta pihak pihak yang
membutuhkan kajian studi ini.

Bogor, Mei 2008


Penulis,
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat pada tanggal


04 April 1975 dari pasangan Bapak Nasim dan Ibu Cholilah. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Jenjang pendidikan penulis dimulai dari tingkat SD (Sekolah Dasar)
di SD Negeri Kranji 2 Kota Bekasi, lulus pada tahun 1988. Pada tahun
1991 penulis menamatkan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama) di SMP Negeri 3 Bekasi. Pendidikan SLTA (Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas) di SMA Negeri 1 Bekasi, lulus pada tahun 1994. Jenjang
pendidikan tinggi dimulai pada tahun 1994 ketika penulis diterima di IPB
(Institut Pertanian Bogor) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB), dan lulus pada tahun 1999 sebagai Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian pada tahun 2005 penulis melanjutkan
pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Magister Manajemen
Pembangunan Daerah IPB, lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2000 penulis diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri
Sipil) dan ditempatkan di Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat.
Saat ini penulis bertugas di Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber
Daya Alam Kabupaten Purwakarta.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................ i

DAFTAR TABEL ................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ v

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah …………………………………………... 6
1.3. Tujuan dan Manfaat …………………………………………... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat ......................................... 9
2.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten
Purwakarta ................................................................................. 13
2.3. Pengertian Strategi dan Manajemen Strategi ............................. 22

III. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran .................................................................. 28
3.2. Lokasi dan Waktu ...................................................................... 31
3.3. Metode Pengambilan Data ........................................................ 31
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 34
3.5. Metode Perumusan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di
Kabupaten Purwakarta ............................................................... 37
3.6. Metode Perancangan Program Pembangunan Hutan Rakyat di
Kabupaten Purwakarta ............................................................... 43

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT


DI KABUPATEN PURWAKARTA
4.1. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta 46
4.2. Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Keberhasilan Hutan Rakyat ....................................................... 42

V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN


HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA
5.1. Analisis Faktor Lingkungan Strategis ………………………... 56
5.2. Evaluasi Faktor Lingkungan Strategis ………………………... 66
5.3. Alternatif Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten
Purwakarta ................................................................................. 70
5.4. Prioritas Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten
Purwakarta ................................................................................. 74

VI. PERANCANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN


HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA
6.1. Visi dan Misi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya
Alam Kabupaten Purwakarta …………………………………. 78
6.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat Kabupaten Purwakarta 80

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1. Kesimpulan ................................................................................ 87
7.2. Saran ………………………………………………………….. 88

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 90

LAMPIRAN ....................................................................................... 93
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Sebaran Jumlah Petani Hutan Rakyat Tahun 2004/2005 Kabupaten
Purwakarta Berdasarkan Tingkat Keberhasilan …....................................... 46

2. Hasil Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan


Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ….………………………………. 49

3. Hasil Evaluasi Faktor Internal (IFE) ….…………………………………... 67

4. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) ….………………………………... 69

5. Matriks Analisis SWOT Perumusan Alternatif Strategi Pembangunan


Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta ….………………………………. 71

6. Prioritas Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta


Berdasarkan Hasil Analisis QSPM ……….………………………………. 75
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Bagan Kerangka Analisis Tingkat Keberhasilan Pembangunan Hutan
Rakyat di Kabupaten Purwakarta 30
………………….......................................
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Peta Administrasi Kabupaten Purwakarta 93
..…………………….………….

2. Sebaran Luas Lahan Kritis Kabupaten Purwakarta Tahun 2003 94


….…….....

3. Luas Kegiatan Hutan Rakyat Tahun 2004/2005 di Kabupaten 95


Purwakarta

4. Nilai Persentase Tumbuh Tanaman Hutan Rakyat Tahun 2004/2005


Kabupaten Purwakarta 96
..……………………………………………………

5. Data Faktor Teknis dan Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh Terhadap


Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat 99
…………………….............................

6. Jumlah dan Sebaran Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) di


Kabupaten Purwakarta 102
………………………………....................................................

7. Penangkar Bibit Tanaman Daerah di Kabupaten Purwakarta 103


.....................

8. Penilaian Bobot Faktor Internal Pembangunan Hutan Rakyat di


Kabupaten Purwakarta 104
…………………………………................................................

9. Penilaian Bobot Faktor Eksternal Pembangunan Hutan Rakyat di


Kabupaten Purwakarta 105
……………………………………..........................

10. Rekapitulasi Nilai Bobot Faktor Internal dan Faktor Eksternal


Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta 106
…………………...

11. Penilaian Peringkat Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pembangunan


Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta 107
.………………….........................

12. Penilaian Daya Tarik Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten


Purwakarta 108
…………………………………………………………………
13. Analisis QSPM Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten
Purwakarta 110
..………………………………………………………….….....

14. Kuisioner Pengamatan Faktor Teknis dan Sosial Ekonomi Kegiatan


Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta 111
.…………………………........................

15. Kuisioner Analisis Faktor Internal Dan Eksternal (IFE dan


EFE)Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta 113
......................

16. Penilaian Daya Tarik Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten


Purwakarta 120
…………………………………................................................
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undang-

undang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi

yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Sebagai salah satu

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) hutan memiliki

sifat yang khas dan kritis. Hal ini disebabkan untuk memulihkan kembali kondisi

hutan yang mengalami kerusakan membutuhkan waktu yang lama mengingat

pertumbuhan tanaman hutan yang didominasi oleh tanaman kayu-kayuan

membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu upaya konservasi dan rehabilitasi

hutan menjadi semacam paradigma baru yang kini menjadi landasan dalam

pengelolaan hutan baik pada tingkat nasional maupun daerah.

Menurut Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan

Republik Indonesia (2007), kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia beberapa

tahun terakhir ini dapat bersifat degradasi (berkurangnya kualitas fungsi hutan)

maupun deforestasi (berkurangnya luas kawasan hutan).

Penyebab utama terjadinya kerusakan hutan adalah karena :

a. Perubahan tata ruang, lemahnya pengendalian tata ruang dan penegakan

hukum.

b. Adanya konversi hutan untuk keperluan pembangunan non kehutanan.

c. Pinjam pakai kawasan hutan untuk sektor lain.

d. Perambahan hutan dan okupasi kawasan hutan.

e. Pencurian kayu
f. Kebakaran hutan

Adapun dampak dari kerusakan hutan adalah :

a. Aspek lingkungan ; terjadinya tanah longsor, erosi dan polusi udara dari

kebakaran hutan.

b. Aspek ekonomi ; berkurangnya ketersediaan bahan baku kayu, menurunnya

kapasitas industri perkayuan, berkurangnya kesempatan/lapangan pekerjaan

serta berkurangnya pendapatan masyarakat maupun pendapatan negara.

c. Aspek sosial ; perubahan tata nilai, menguatnya potensi konflik sosial,

terganggunya aktifitas dan pemenuhan kebutuhan sosial.

Menurut Handoyo dan Lukas (2003) dalam Rumboko dan Hakim (2006)

pada periode tahun 1997-2003 terjadi tingkat kerusakan hutan yang paling parah

di Provinsi Jawa Barat. Tahun 1990 luas hutan di Jawa Barat masih 790.000

hektar, tahun 1997 luasnya menurun menjadi sekitar 600.000 hektar, tahun 2000

(setelah reformasi berjalan 3 tahun) luas hutan menjadi kurang dari 350.000

hektar, kemudian memasuki tahun 2003 luas hutan di Jawa Barat hanya kurang

dari 80.000 hektar saja.

Akibat langsung dari kerusakan hutan yang bersifat deforestasi

(berkurangnya luas kawasan hutan) adalah bertambahnya luas lahan kritis.

Menurut Effendi dan Sylviani (2006) lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang

mengalami proses kerusakan fisik, kimia dan biologi karena tidak sesuai

penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi

hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial

ekonomi dan daerah lingkungan pengaruhnya. Rehabilitasi lahan kritis

memerlukan perencanaan yang matang dari aspek teknologi spesifik lokasi yang
akan digunakan, jenis tanaman pilihan, pola budidaya yang akan digunakan, pola

pemberdayaan masyarakat setempat, dan perangkat hukum yang diperlukan untuk

membuat gerakan rehabilitasi lahan kritis lebih terarah serta mencegah meluasnya

lahan kritis baru.

Hasil pengukuran yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten

Purwakarta pada tahun 2003 tercatat luas lahan kritis yang berada pada tanah

milik masyarakat seluas 10.987 Ha atau 11,30 persen dari luas wilayah Kabupaten

Purwakarta, luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 97.172 Ha. Lahan-lahan

kritis tersebut tersebar di 17 (tujuh belas) kecamatan yang ada di Kabupaten

Purwakarta dengan luas rata-rata sebesar 646,26 Ha. Terdapat 4 (empat)

kecamatan yang luas lahan kritisnya lebih dari 1.000 Ha yaitu Kecamatan

Tegalwaru, Wanayasa, Darangdan dan Bojong. Luas lahan kritis di Kecamatan

Tegalwaru 1.265 Ha atau 17,27 persen dari luas kecamatan, luas Kecamatan

Tegalwaru 7.323 Ha. Di Kecamatan Wanayasa terdapat lahan kritis seluas 1.113

Ha atau 19,68 persen dari luas kecamatan, luas Kecamatan Wanayasa 5.655 Ha.

Luas lahan kritis di Kecamatan Darangdan adalah 1.018 Ha atau 15,10 persen dari

luas kecamatan, luas Kecamatan Darangdan 6.739 Ha. Luas lahan kritis di

Kecamatan Bojong adalah 1.006 Ha atau 14,65 persen dari luas kecamatan, luas

Kecamatan Bojong 6.869 Ha. Luas lahan kritis terkecil terdapat di Kecamatan

Purwakarta seluas 100 Ha atau sebesar 4,03 persen dari luas wilayah kecamatan,

luas Kecamatan Purwakarta 2.483 Ha.

Salah satu pembangunan sektor kehutanan yang dilaksanakan Pemerintah

Kabupaten Purwakarta dalam rangka menangani masalah lahan kritis yang sejalan

dengan program Pemerintah Pusat (Departemen Kehutanan Republik Indonesia)


adalah pembangunan hutan rakyat. Pembangunan hutan rakyat merupakan

pengambilan kebijakan yang tepat karena dapat memberikan manfaat secara

ekonomi bagi taraf hidup masyarakat, serta manfaat ekologi bagi perbaikan

kondisi lingkungan. Menurut Hayati (2006) hutan rakyat mempunyai peran positif

baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat

meningkatkan pendapatan, penyediaan lapangan kerja dan memacu pembangunan

daerah. Sedangkan dari aspek ekologi, hutan rakyat mampu berperan positif

dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki kesuburan

tanah dan menjaga keseimbangan tata air.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2006)

dalam Syahadat (2006) secara umum menyebutkan luas hutan rakyat di Indonesia

adalah 1.271.505,61 hektar, dengan jumlah perkiraan tegakan sebanyak

42.965.519 pohon. Sedangkan di Provinsi Jawa Barat luas hutan rakyat adalah

79.056,06 hektar atau 6,22 persen dari total luas hutan rakyat nasional, dengan

jumlah perkiraan potensi tegakan sebanyak 4.457.327,47 pohon atau sebesar

10,37 persen dari perkiraan potensi tegakan hutan rakyat di Indonesia.

Santoso (2007) menyatakan prinsip pendekatan penelitian dan

pengembangan dalam pembangunan hutan tanaman rakyat adalah landasan

berpikir yang komprehensif integral yaitu memandang pembangunan hutan

tanaman rakyat sebagai suatu sektor usaha kehutanan yang utuh mencakup sub

sektor hulu, tengah, hilir dan jasa penunjang guna menghasilkan nilai tambah

yang setinggi-tingginya bagi kepentingan pemilik usaha hutan tanaman rakyat

maupun seluruh unit aktivitas yang ikut berusaha dan memperoleh dampak

manfaatnya. Aspek biofisik lingkungan bertujuan untuk meminimumkan dampak


negatif dan memaksimumkan dampak positif pembangunan hutan tanaman rakyat

terhadap kondisi biofisik, sekaligus mempertahankan dan meningkatkan upaya

konservasi lingkungan.

Rehabilitasi lahan kritis dengan hutan rakyat diarahkan untuk terbentuknya

hutan rakyat yang produktif dan pemulihan lahan untuk usahatani konservasi,

yang akan berfungsi untuk mengurangi resiko terjadinya banjir dan kekeringan.

Pemilihan teknologi budidaya dan jenis tanaman diserahkan sepenuhnya kepada

masyarakat. Untuk meningkatkan pendapatan petani hendaknya dipilih jenis-jenis

pohon yang cepat tumbuh dari jenis kayu unggulan yang bernilai ekonomi tinggi.

Untuk mencegah penebangan kayu secara intensif namun diperlukan kayu untuk

bangunan kepentingan pribadi hendaknya kayu diambil dari hasil penjarangan

(Effendi dan Sylviani, 2006).

Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta diakomodir oleh dua

kegiatan yaitu Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

(GNRHL) yang dananya berasal dari APBN, dan Kegiatan Gerakan Rehabilitasi

Lahan Kritis (GRLK) yang dananya berasal dari APBD Provinsi Jawa Barat.

Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta tahun 2004/2005 seluas

2.250 Ha atau 20,48 persen dari luas total lahan kritis, yang terdiri dari Kegiatan

GNRHL seluas 2.000 Ha atau sebesar 18,21 persen dari luas lahan kritis, dan

Kegiatan GRLK seluas 250 Ha atau 2,27 persen dari luas lahan kritis. Kegiatan

GNRHL tersebar di 11 (sebelas) kecamatan yaitu Kecamatan Tegalwaru,

Wanayasa, Darangdan, Bojong, Sukasari, Sukatani, Plered, Maniis, Jatiluhur,

Pondok Salam dan Pasawahan. Sedangkan Kegiatan GRLK tersebar di 6 (enam)


kecamatan yaitu Kecamatan Purwakarta, Babakan Cikao, Bungursari, Kiarapedes,

Campaka dan Cibatu.

Tingkat keberhasilan pembangunan hutan rakyat dapat dinilai melalui

pertumbuhan tanaman hutan rakyat dengan indikator persentase tumbuh tanaman

yang merupakan perbandingan antara jumlah tanaman yang tumbuh dengan

jumlah tanaman yang ditanam. Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya

Alam Kabupaten Purwakarta telah melakukan penilaian persentase tumbuh

tanaman untuk mengetahui tingkat keberhasilan hutan rakyat pada lokasi-lokasi

hutan rakyat tahun 2004/2005. Hasil penilaian menunjukkan ternyata nilai

persentase tumbuh tanaman hutan rakyat nilainya sangat beragam. Beberapa

lokasi hutan rakyat memiliki nilai persentase tumbuh tanaman yang baik dengan

nilai mencapai 70 persen sampai dengan 90 persen, tetapi terdapat pula lokasi-

lokasi hutan rakyat yang dinilai tidak berhasil dengan nilai persentase tumbuh

tanaman kurang dari atau sama dengan 55 persen.

Tingkat keberhasilan hutan rakyat ini diduga dipengaruhi oleh faktor

teknis maupun faktor sosial ekonomi. Sehingga perlu dilakukan penelitian atau

kajian bagaimana atau sejauh mana faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi

tersebut berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta?

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan hutan rakyat yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten

Purwakarta bertujuan untuk merehabilitasi lahan kritis pada tanah milik

masyarakat dan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Tujuan pembangunan


hutan rakyat ini baru dapat tercapai jika tanaman hutan rakyat dapat tumbuh

dengan baik.

Berdasarkan penilaian persentase tumbuh tanaman ternyata tingkat

keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta tidak merata atau beragam.

Permasalahan ketidakmerataan tingkat keberhasilan hutan rakyat ini dapat

dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor sosial ekonomi. Faktor teknis

merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan hal-hal teknis dalam usahatani

hutan rakyat. Beberapa faktor teknis antara lain adalah pemupukan, pembersihan

lahan, pola tanam dan gangguan penggembalaan hewan ternak. Faktor sosial

ekonomi merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi sosial

ekonomi petani hutan rakyat. Beberapa faktor sosial ekonomi tersebut antara lain

adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, pendapatan petani dan status lahan.

Intensitas pelaksanaan pemupukan dan pembersihan lahan oleh para petani

hutan rakyat tidak sama. Ada petani yang melaksanakan pemupukan dan

pembersihan lahan lebih intensif sebanyak tiga sampai empat kali dalam jangka

waktu satu tahun, dan ada pula petani yang melaksanakan pemupukan dan

pembersihan lahan hanya satu kali selama setahun.

Sistem pola tanam hutan rakyat yang dilakukan petani juga berbeda, dibagi

menjadi 2 (dua) jenis yaitu pola tanam dengan sistem tumpang sari dan tidak

dengan tumpang sari. Hutan rakyat dengan pola tumpang sari biasanya

menggabungkan penanaman tanaman hutan rakyat dengan tanaman semusim

seperti jagung, mentimun, kacang panjang dan tanaman lainnya.

Beberapa lokasi hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta rawan terhadap

adanya gangguan hewan ternak yang digembalakan secara liar. Penggembalaan


hewan ternak dapat menyebabkan kerusakan dan kematian tanaman dan

mengganggu pertumbuhan tanaman hutan rakyat.

Umur petani, tingkat pendidikan petani dan pendapatan petani hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta sangat beragam. Umur petani antara 30 tahun

sampai dengan 70 tahun, dan sebagian besar berumur 50 tahun atau lebih. Tingkat

pendidikan petani antara Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas (SLTA), dan sebagian besar petani hutan rakyat berpendidikan formal

Sekolah Dasar. Sedangkan pendapatan per bulan petani hutan rakyat berkisar

antara Rp 300.000,- sampai Rp 700.000,-

Lahan yang menjadi lokasi hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta ada

yang berstatus tanah guntai yaitu tanah yang dimiliki oleh penduduk di luar

Kabupaten Purwakarta dan dikelola oleh petani penggarap di Purwakarta.

Pemeliharaan tanaman hutan rakyat di tanah guntai kurang intensif sehingga

tingkat keberhasilannya juga cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hutan

rakyat yang berada di tanah milik petani sendiri.

Untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran pembangunan hutan rakyat

perlu dirumuskan strategi yang baik dan tepat. Strategi pembangunan hutan rakyat

secara khusus atau tersendiri belum dirumuskan pada tingkat daerah. Padahal

banyak faktor lingkungan strategis baik internal maupun eksternal yang

berpengaruh dalam pembangunan hutan rakyat di daerah.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan tiga masalah dalam

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta, yaitu :

a. Sampai sejauh mana pengaruh faktor-faktor teknis terhadap tingkat

keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta?


b. Sampai sejauh mana pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat

keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta?

c. Bagaimana merumuskan strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan umum penelitian mengenai tingkat keberhasilan hutan rakyat dan

strategi pembangunan hutan rakyat adalah mengetahui bagaimana pengaruh faktor

teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan pembangunan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta, dan merumuskan strategi pembangunan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta, yang dapat dirinci sebagai berikut :

a. Menganalisis pengaruh faktor-faktor teknis terhadap tingkat keberhasilan

hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

b. Menganalisis pengaruh faktor-faktor sosial ekonomi terhadap tingkat

keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

c. Merumuskan strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

Hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pemerintah

daerah khususnya instansi terkait dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan

pembangunan hutan rakyat di daerah khususnya di Kabupaten Purwakarta.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat

Menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang

dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan

berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat

langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut

diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara

optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan

peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya hutan seiring dengan upaya

pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan (Zain, 1998).

Nurfatriani (2006) mengemukakan sumberdaya hutan Indonesia

menghasilkan berbagai manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal,

nasional maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur

(tangible) berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu,

damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat

perlindungan lingkungan, keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai

manfaat yang dihasilkan tersebut masih dinilai secara rendah sehingga

menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebih. Nilai

sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kelompok.

Davis dan Johnson (1987) dalam Nurfatriani (2006) mengklasifikasi nilai

berdasarkan cara penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, terdiri dari : (a)
nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan,

yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu

tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum,

ataupun perwakilan masyarakat.

Hutan berdasarkan statusnya menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun

1999 terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang

berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan yang dimaksud

hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Menurut Zain (1998) hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di

atas tanah milik, yang lazimnya disebut hutan rakyat dan dapat dimiliki oleh orang

baik sendiri maupun secara bersama atau badan hukum. Unsur-unsur hutan rakyat

dicirikan antara lain :

1. Hutan yang diusahakan sendiri, bersama orang lain atau badan hukum.

2. Berada di atas tanah milik atau tanah hak lain berdasarkan peraturan

perundang-undangan.

3. Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan.

Bagi perorangan atau kelompok (non badan hukum) dalam kegiatan pengusahaan

hutan rakyat, dihadapkan pada berbagai kendala antara lain :

1. Ketentuan batas pemilikan tanah.

2. Ketersediaan sarana dan prasarana pengusahaan hutan.

3. Tingkat kemampuan teknis pengelolaan hutan terbatas.

4. Keterbatasan daya pemasaran produk hasil hutan.

5. Jangka waktu untuk memperoleh hasil hutan rakyat cukup lama. Antara

penanaman dan pengolahan/eksploitasi diperlukan waktu 15 - 20 tahun.


Kemudian menurut Departemen Kehutanan Republik Indonesia (2004)

yang dimaksud usaha tanaman kehutanan adalah kegiatan yang menghasilkan

produk tanaman kehutanan (kayu) dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya

dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. Sebuah

rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga kehutanan (RTK) apabila

rumah tangga tersebut memelihara/menguasai tanaman kehutanan. Hasil

pendataan Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan menunjukan bahwa jumlah

rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan (hutan rakyat) cukup besar

yaitu sekitar 3,43 juta.

Adapun jenis-jenis tanaman kehutanan yang banyak diusahakan pada

hutan rakyat menurut Syahadat (2006), diantaranya adalah : Jati (Tectona

grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), Sengon (Albizia falcataria) Akasia

(Acacia mangium), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Petai (Parkia speciosa),

Nangka (Artocarpus integra), Gamal (Inocarpus edulis), Mindi (Melia

azedarach), Cemara (Causarina equisetifolia), Suren (Toona sureni), Mangga

(Mangifera indica), Melinjo (Gnetum gnemon), Kelapa (Cocos nucifera), Kemiri

(Aleurites moluccana), Pinang (Casearia coriacea), Mete (Daemonorops niger),

Rambutan (Nephelium lappaceum), Durian (Durio zibethinus), Bambu

(Gigancochloa apus), Sungkai (Heterophrogma macrolobum), Karet (Ficus

elastica), Kopi (Abelmoschus esculentus), Kapuk (Ceiba pentandra), Ampupu

(Ecalyptus urophylla), Johar (Cassia siamea), Cempedak (Artocarpus

champedon), Angsana (Pterocarpus indica), Nyatoh (Palaquium javense), Enau

(Arenga pinnata), Asam (Tamarindus indica), Kaliandra (Calliandra calotyrsus),

Matoa (Pometia pinnata) dan Sonokrit (Dalbergia sisso).


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 45 ayat (4) menyebutkan kawasan

apabila digunakan untuk kegiatan hutan rakyat secara ruang dapat memberikan

manfaat :

a. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektoral dan sub sektor

serta kegiatan ekonomi sekitarnya.

b. Meningkatkan fungsi lindung

c. Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam

d. Meningkatkan kesempatan kerja

e. Meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat

f. Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional

g. Meningkatkan ekspor

h. Mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di

daerah setempat.

Herawati (2005) menyatakan salah satu aspek penting dalam kegiatan

hutan rakyat adalah penentuan jenis pohon. Kegagalan penentuan jenis pohon

dapat mendatangkan kerugian, baik kerugian ekonomi maupun kerugian

lingkungan. Penentuan jenis pohon memerlukan pertimbangan yang menyeluruh

dan rasional. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (1995) menyatakan beberapa

faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jenis pohon adalah kesesuaian

lahan dan iklim, keinginan masyarakat, manfaat yang tinggi dan serbaguna bagi

masyarakat, nilai ekonomi, akses pasar, daur pendek sehingga cepat tumbuh dan

cepat manghasilkan, fungsi perlidungan tanah dan air, daya permudaan yang

tinggi, dan penguasaan teknik budidaya oleh masyarakat.


Menurut Hardjanto (2003) dalam Fauziyah dan Diniyati (2006)

dikemukakan bahwa pola pembangunan hutan rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu

: hutan rakyat tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional

merupakan cara penanaman hutan pada tanah milik yang diusahakan oleh

masyarakat itu sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah. Sedangkan hutan

rakyat inpres adalah hutan rakyat yang penanamannya murni dilakukan di tanah

terlantar dan pembangunannya diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan dari

pemerintah.

Berdasarkan jenis tanamannya, hutan rakyat terbagi atas tiga bentuk ; 1)

hutan rakyat murni (monoculture), yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu

jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur; 2)

hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai

jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran; dan 3) hutan rakyat wana

tani (agroforestry), yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi

anatara tanaman kehutanan dengan cabang usahatani lainnya seperti tanaman

pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain-lain yang dikembangkan

secara terpadu.

2.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 8 Tahun 2004 dan

Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 8 Tahun 2005 merupakan dasar hukum bagi

pembentukan Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta, dan pelaksanann tugas pokok dan fungsi dinas. Tugas pokok Dinas

Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam adalah melaksanakan sebagian


urusan rumah tangga daerah di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya

alam yang ditugaskan kepada pemerintah daerah. Sedangkan fungsi dinas adalah

sebagai berikut :

a. Pelaksanaan pembinaan kewenangan di bidang kehutanan dan konservasi

sumber daya alam;

b. Penyusunan rencana dan pelaksanaan program pembangunan di bidang

kehutanan dan konservasi sumber daya alam;

c. Pelaksanaan urusan penyuluhan dan pembinaan tenaga penyuluh;

d. Pelaksanaan perijinan pengusahaan hutan;

e. Pelaksanaan urusan penghijauan dan konservasi tanah dan air;

f. Pelaksanaan bimbingan teknis, pembinaan dan pengembangan aneka usaha

hasil hutan;

g. Pelaksanaan penatausahaan dan pemungutan, pemanfaatan serta peredaran

aneka hasil hutan;

h. Pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan hutan dan hasil hutan;

i. Pelaksanaan urusan persuteraan alam, perlebahan, budidaya sarang burung

walet dan hasil hutan lainnya;

j. Pelaksanaan urusan pengelolaan hutan milik/hutan rakyat dan hutan lindung;

k. Pelaksanaan urusan perlindungan hutan;

l. Pelaksanaan pemberian bantuan kepada masyarakat dan lembaga swadaya

masyarakat dan organisasi masyarakat dalam upaya perbaikan dan

perlindungan fungsi hutan, tanah dan air;

m. Pelaksanaan urusan pelatihan keterampilan masyarakat di bidang kehutanan;


n. Pelaksanaan pengelolaan administrasi umum meliputi ketatausahaan,

keuangan, kepegawaian, perlengkapan dan peralatan dinas;

o. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kegiatan-kegiatan dinas;

p. Pelaksanaan pembinaan cabang dinas dan unit pelaksana teknis daerah pada

dinas;

q. Pelaksanaan tugas lainnya yang dibebankan bupati sesuai bidang tugasnya.

Pembangunan hutan rakyat pada intinya merupakan kegiatan penanaman

pohon-pohonan jenis kayu-kayuan dan buah-buahan pada lahan atau tanah milik

masyarakat yang mengacu pada persyaratan teknis dengan tujuan mendapatkan

manfaat ekonomi dan ekologi. Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah

terwujudnya tanaman hutan di luar kawasan hutan negara sebagai upaya

rehabilitasi lahan tidak produktif di daerah-daerah aliran sungai (DAS) prioritas

yang ditujukan untuk memulihkan fungsi dan meningkatkan produktivitas lahan

dengan berbagai tanaman berupa kayu dan non kayu, memberikan peluang

kesempatan kerja dan berusaha meningkatkan pendapatan masyarakat,

memperbaiki kualitas lingkungan dan mengurangi tekanan penebangan pada

hutan negara (Departemen Kehutanan, 2007).

Salah satu fungsi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Kabupaten Purwakarta sebagaimana diatur dalam Keputusan Bupati Purwakarta

Nomor 8 Tahun 2005 adalah pelaksanaan urusan pegelolaan hutan milik/hutan

rakyat dan hutan lindung. Program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis

(GRLK). Pola pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta termasuk


jenis hutan rakyat inpres, dimana biaya atau dana untuk pelaksanaan

pembangunan hutan rakyat berasal dari bantuan pemerintah baik pemerintah pusat

maupun pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan jenis tanaman,

hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta termasuk hutan rakyat campuran

(polyculture). Jenis-jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat terdiri dari jenis

tanaman kayu-kayuan seperti jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia

macrophylla), suren (Toona sureni) dan albazia (Albizia falcataria), serta jenis

tanaman MPTS (Multipurpose Tree Species) seperti mangga (Mangifera indica),

rambutan (Nephelium lappaceum), durian (Durio zibethinus) dan petai (Parkia

speciosa).

2.2.1. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL)

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2007

tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), yang

dimaksud dengan GNRHL adalah kegiatan terkoordinasi dengan

mendayagunakan segenap potensi dan kemampuan pemerintah, pemerintah

provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan usaha dan masyarakat dalam rangka

rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS prioritas. Adapun tujuan penyelenggaraan

GNRHL adalah mempercepat upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan

meningkatkan fungsi hutan dan lahan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan pada DAS prioritas.

Penyelenggaraan GNRHL didasarkan pada Surat Keputusan Bersama Tiga

Menteri Koordinator ; Nomor 09/Kep/Menko/Kesra/III/2003,

Kep.16/M.Ekon/03/2003 dan Kep.08/Menko/Polkam/III/2003 tanggal 31 Maret


2003 tentang Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan mengemban amanah

untuk merehabilitasi lebih kurang seluas tiga juta hektar hutan dan lahan kritis

melalui GNRHL. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembuatan tanaman hutan

rakyat, reboisasi hutan lindung dan pembuatan bangunan konservasi tanah

(Departemen Kehutanan, 2007).

Pedoman teknis Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Departemen Kehutan Republik Indonesia menyebutkan tahapan pembuatan hutan

rakyat terdiri dari dua bagian yaitu penyusunan rancangan dan pelaksanaan

pembuatan tanaman hutan rakyat. Pertama adalah tahapan penyusunan rancangan

meliputi penetapan calon lokasi, pengumpulan data dan informasi, penataan areal,

rancangan kegiatan, pemilihan jenis tanaman dan rencana anggaran biaya. Kedua

adalah tahapan pelaksanaan meliputi persiapan lapangan, teknik penanaman dan

pemeliharaan tanaman.

1. Penyusunan Rancangan

a. Penetapan Calon Lokasi

Penetapan calon lokasi hutan rakyat perlu mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut :

- Tanah milik rakyat, yang menurut kesesuaian lahan dan pertimbangan

ekonomis lebih sesuai untuk hutan rakyat.

- Tanah milik rakyat yang terlantar dan berada di bagian hulu sungai.

- Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya

yang terlantar dan bukan kawasan hutan.


- Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah lainnya yang sudah ada tanaman

kayu-kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.

b. Pengumpulan Data dan Informasi

Data dan informasi ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian lahan

tanaman, pola kerja, tata waktu dan tata norma kehidupan masyarakat

sekitar calon lokasi, sehingga dapat diperoleh rancangan, pelaksana dan

sistem pelaksanaan yang sesuai. Data dan informasi dimaksud adalah :

- Biofisik, yaitu situasi lokasi lahan sasaran, jenis tanah, curah hujan, tipe

iklim, ketinggian, topografi dan vegetasi.

- Sosial Ekonomi, meliputi jumlah dan kepadatan penduduk, pemilikan

lahan, sarana prasarana usaha, pendidikan, perhubungan dan

penyuluhan.

c. Penataan Areal

Penataan areal dimaksudkan untuk menentukan batas areal, luas dan petak,

yang kegiatannya meliputi :

- Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas yang dituangkan

dalam peta rancangan.

- Penataan pola tanam, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan

teknis konservasi dan tegakan.

d. Rancangan Kegiatan

Dari hasil pengolahan data, maka disusun rancangan kegiatan fisik

lapangan, baik luas, pola tanam, tata letak, kebutuhan bibit menurut jenis

dan jumlah batang, dan sarana prasarana. Rancangan disusun dengan


memperhatikan kaidah teknis rehabilitasi hutan lahan dan teknis

konservasi tanah.

e. Pemilihan Jenis Tanaman

Pemilihan jenis tanaman hutan rakyat disesuaikan dengan usulan dari

masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan

dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan. Komposisi jenis

tanaman terdiri dari kayu-kayuan minimal 60 persen dan buah-buahan

maksimal 40 persen.

f. Rencana Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya sesuai dengan analisa rencana

pekerjaan/komponen kegiatan yang akan dilaksanakan, maka dilakukan

analisa kebutuhan bahan dan peralatan per komponen pekerjaan.

Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja,

kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa

ketersediaan tenaga kerja dari desa setempat dan sekitarnya untuk

pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan. Rencana anggaran biaya dibuat

per komponen kegiatan/elemen pekerjaan dan disesuaikan dengan harga

pasar yang wajar.

2. Pelaksanaan Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat

Pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat harus memperhatikan kondisi

cuaca, dimana waktu pelaksanaannya pada musim penghujan. Pembuatan

tanaman hutan rakyat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Persiapan Lapangan
Kegiatan persiapan lapangan meliputi pembersihan lapangan dan

pengolahan tanah, penentuan arah larikan dan pemancangan ajir,

pembuatan piringan tanaman dan lubang tanaman yang ukurannya sesuai

dengan jenis tanaman yang akan ditanam.

b. Teknik Penanaman

Teknik penanaman dapat dilakukan melalui tiga sistem, yaitu :

- Sistem Cemplongan, yaitu teknik penanaman yang dilaksanakan dengan

pembuatan lubang tanam dan piringan tanaman. Pengolahan tanah hanya

dilaksanakan pada piringan disekitar lubang tanam. Sistem cemplongan

dilaksanakan pada lahan-lahan yang miring dan peka terhadap erosi.

- Sistem Jalur, yang dilaksanakan dengan pembuatan lubang tanam dalam

jalur larikan, dengan pembersihan lapangan sepanjang jalur tanaman.

Teknik ini digunakan di lereng bukit dengan tanaman sabuk gunung

(counter planting).

- Sistem Tugal, yang dilaksanakan dengan tanpa olah tanah (zero tillage).

Lubang tanam dibuat tugal (batang kayu yang diruncingi ujungnya).

Teknik ini cocok untuk pembuatan tanaman dengan benih langsung

terutama pada areal dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi, namun

tanahnya subur dan peka erosi.

Adapun pola penanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

- Pola Tumpangsari (interplanting, mixed planting)

Pola tumpangsari adalah suatu pola penanaman hutan rakyat yang

dilaksanakan dengan menanam tanaman semusim sebagai tanaman sela

diantara larikan tanaman pokok/tanaman kehutanan. Pola ini biasanya


dilaksanakan di daerah yang pemilikan lahannya sempit dan

berpenduduk padat, tanahnya masih cukup subur dan topografinya datar

atau landai, serta pengolahan tanah dapat dilakukan secara intensif.

- Pola Tanaman Tunggal (monoculture)

Pola tanaman tunggal merupakan pola penanaman hutan rakyat dengan

satu jenis tanaman. Pola tanaman tunggal biasa digunakan pada hutan

rakyat yang mengutamakan produk tertentu baik kayu maupun non kayu.

c. Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman hutan rakyat meliputi penyiangan,

penyulaman, pemupukan, penyiraman, perlindungan dan pengamanan

tanaman. Penyiangan adalah pembersihan tanaman pengganggu dengan

tujuan agar tanaman hutan rakyat tidak memiliki pesaing untuk

mendapatkan unsur hara tanah. Penyulaman merupakan upaya penanaman

kembali bibit tanaman untuk mengganti tanaman yang mati. Pemupukan

adalah pemberian unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, biasanya

dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan. Penyiraman

dilakukan pada musim kemarau untuk menjaga tanaman agar tidak

kekeringan atau mati, terutama dilakukan pada pembuatan tanaman sistem

pot. Perlindungan dan pengamanan tanaman adalah upaya pemberantasan

hama dan penyakit tanaman serta pencegahan dari bahaya kebakaran

hutan.

Untuk pelaksanaan GNRHL diperlukan beberapa input yaitu dana,

material tanaman, lahan, sumberdaya manusia dan ilmu pengetahuan teknologi.


Sumber dana pelaksanaan GNRHL sebagian besar berasal dari pemerintah pusat

yaitu APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang kemudian

didistribusikan ke provinsi dan kabupaten/kota. Material tanaman terdiri dari bibit

tanaman dan sarana produksi berupa pupuk dan obat-obatan pembasmi hama

penyakit tanaman. Sumberdaya lahan meliputi hutan negara dan lahan milik

masyarakat. Lahan milik masyarakat dipilih dalam rangka pengembangan hutan

rakyat. GNRHL memerlukan masukan sumberdaya manusia dalam kuantitas yang

cukup besar yang mencakup berbagai pihak yaitu aparat pemerintah daerah, petani

dan pendamping. Untuk tercapainya tujuan rehabilitasi hutan dan lahan yang

berkelanjutan setidaknya diperlukan ilmu pengetahuan tentang silvikultur,

manajemen dan pengelolaan data (Departemen Kehutanan, 2007).

2.2.2. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK)

Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2006, yang

dimaksud dengan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis selanjutnya disebut GRLK

adalah kegiatan rehabilitasi lahan kritis yang merupakan partisipasi seluruh

lapisan masyarakat Jawa Barat, yang dalam pelaksanaannya ditunjang antara lain

dari sumber dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Provinsi

Jawa Barat, dana APBD Kabupaten dan Kota seluruh Jawa Barat dan sumber dana

lainnya yang sah dan tidak mengikat. Sedangkan yang dimaksud dengan lahan

kritis adalah lahan yang secara fisik, kimia maupun biologi mengalami kerusakan

sehingga menurun fungsinya sebagai unsur produksi dan atau pengatur tata air dan

tata udara tanah dan atau pengatur daur karbon dan dapat menimbulkan bencana.

Di dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 26 Tahun 2006 juga

disebutkan tujuan pengalokasian bantuan dana GRLK yaitu :


1. Mengupayakan percepatan keberhasilan kegiatan pengendalian dan

rehabilitasi lahan kritis di Jawa Barat.

2. Menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk melaksanakan

rehabilitasi lahan kritis dan perbaikan lingkungan.

3. Menunjang upaya pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat yang

berdomisili di sekitar lahan hutan negara/perkebunan besar.

4. Menunjang kelancaran operasional tim pengendalian dan rehabilitasi lahan

kritis kabupaten/kota, termasuk sosialisasi kegiatan GRLK.

Adapun sasaran GRLK selain terehabilitasinya lahan kritis di Jawa Barat,

juga meningkatnya pendapatan masyarakat. Adapun lokasi yang menjadi sasaran

kegiatan GRLK adalah lahan-lahan kritis di daerah resapan air, daerah tangkapan

air dan daerah rawan bencana.

2.3. Pengertian Strategi dan Manajemen Strategis

Strategi adalah sejumlah sarana atau jalur tindakan (means) yang perlu

ditemukan oleh suatu organisasi secara aktif guna mewujudkan sasaran organisasi,

strategi bersifat umum dan mendukung eksistensi organisasi (David, 2002).

Sedangkan menurut Siagian (2002) yang dimaksud strategi bagi manajemen

organisasi pada umumnya dan manajemen organisasi bisnis khususnya adalah

rencana berskala besar yang berorientasi jangkauan masa depan yang jauh, serta

ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi

secara efektif dengan lingkungannya dalam kondisi persaingan yang kesemuanya

diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

Suatu rencana dapat dikatakan baik apabila di dalamnya telah mencakup upaya

memperhitungkan berbagai faktor yang diduga akan berpengaruh terhadap


pelaksanaan rencana tersebut. Kegiatan perencanaan selalu mengandung resiko

karena bagaimanapun cermatnya perhitungan dan perkiraan tentang masa depan,

dalam perencanaan selalu terdapat elemen ketidakpastian.

Di lain pihak Stoner (1986) dalam Sudrajat (2007) menyatakan bahwa

strategi adalah program yang luas untuk mencapai tujuan organisasi, berarti

bagaimana cara melaksanakan misinya. Ada tiga hal penting yang secara khusus

perlu diperhatikan dalam lingkup strategis, yaitu :

1. Strateginya sendiri, yang meliputi rumusan arah organisasi, sarana untuk

mencapai hal tersebut, dan dukungan dari daya saing kuat.

2. Keberhasilan aplikasi strategi yang mencakup pembahasan tentang penerapan

strategi untuk memperoleh hasil paling efektif.

3. Inovasi (upaya pembaharuan) atas strategi yang ada, agar organisasi tetap

mampu memberi tanggapan pada berbagai perubahan yang ada, sehingga

strategi dapat diubah atau diperbaharui dalam aplikasinya.

Adapun tipe-tipe strategi menurut Kotten terdiri dari :

a. Corporate strategi (strategi organisasi), strategi ini berkaitan dengan

perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan inisiatif strategi baru. Pembatasan

diperlukan yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa.

b. Program strategy (strategi program), strategi ini lebih memberikan perhatian

pada implikasi stratejik dari suatu program tertentu. Apa kiranya dampaknya

apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa

dampaknya bagi sasaran organisasi.

c. Resources support strategy (strategi pendukung sumberdaya), strategi

sumberdaya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan


sumberdaya esensial yang tersedia guna meningkatkan kreativitas kinerja,

sumberdaya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya.

d. Institusi strategy (strategi kelembagaan), fokus strategi institusional adalah

menggambarkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif

stratejik.

Pengertian manajemen strategis adalah serangkaian keputusan atau

tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan

oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi

tersebut (Siagian,2002). Dalam merumuskan suatu strategi, manajemen puncak

harus memperhatikan berbagai faktor yang sifatnya kritikal.

1. Strategi berarti menentukan misi pokok suatu organisasi karena manajemen

puncak menyatakan secara garis besar apa yang menjadi pembenaran

organisasi, filosofi yang digunakan, dan sasaran yang ingin dicapai organisasi.

2. Dalam merumuskan dan menetapkan strategi, manajemen puncak

mengembangkan profil tertentu bagi organisasi. Profil yang dimaksud harus

menggambarkan kemampuan yang dimiliki dan kondisi internal yang dihadapi

organisasi yang bersangkutan.

3. Pengenalan dengan lingkungan dimana organisasi akan berinteraksi, terutama

situasi yang membawa suasana persaingan yang mau tidak mau harus dihadapi

oleh organisasi, apabila organisasi yang bersangkutan tidak hanya ingin

melanjutkan eksistensinya tetapi juga berkeinginan untuk meningkatkan

efektivitas dan produktivitas kerjanya.

4. Suatu strategi harus merupakan analisis yang tepat tentang kekuatan yang

dimiliki organisasi, kelemahan yang mungkin melekat pada dirinya, berbagai


peluang yang mungkin timbul dan harus dimanfaatkan, serta ancaman yang

diperkirakan akan dihadapi. Dengan analisis yang tepat berbagai alternatif

yang dapat ditempuh akan terlihat.

5. Mengidentifikasi beberapa pilihan yang wajar ditelaah lebih lanjut dari

berbagai alternatif yang tersedia dikaitkan dengan keseluruhan upaya yang

akan dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.

6. Menjatuhkan pilihan pada satu alternatif yang dipandang paling tepat

dikaitkan dengan sasaran jangka panjang yang dianggap mempunyai nilai

paling stratejik dan diperhitungkan dapat dicapai karena didukung oleh

kemampuan dan kondisi internal organisasi.

7. Suatu sasaran jangka panjang pada umumnya mempunyai paling sedikit empat

ciri yang menonjol, yaitu : sifatnya yang idealistik, jangkauan waktunya jauh

ke masa depan, hanya bisa dinyatakan secara kualitatif, dan masih abstrak.

8. Memperhatikan pentingnya operasionalisasi keputusan dasar yang dibuat

dengan memperhitungkan kemampuan organisasi di bidang anggaran, sarana,

prasarana dan waktu.

9. Mempersiapkan tenaga kerja yang memenuhi berbagai persyaratan secara

teknis dan perilaku, serta mempersiapkan sistem manajemen sumber daya

manusia yang berfokus pada pengakuan dan penghargaan harkat dan manusia

dalam organisasi.

10. Teknologi yang akan dimanfaatkan, yang karena peningkatan kecanggihannya

memerlukan seleksi yang tepat.

11. Bentuk, tipe dan struktur organisasi yang akan digunakan sudah harus turut

diperhitungkan. Apakah akan mengikuti pola tradisional dalam arti


menggunakan struktur yang hirarkikal dan piramidal, ataukah akan

menggunakan struktur yang lebih datar dan mungkin berbentuk matriks.

12. Menciptakan suatu sistem pengawasan sedemikian rupa sehingga daya inovasi

dan kreativitas para pelaksana kegiatan operasional tidak dipadamkan.

13. Sistem penilaian tentang keberhasilan atau ketidakberhasilan pelaksanaan

strategi yang dilakukan berdasarkan serangkaian kriteria yang rasional dan

obyektif.

14. Menciptakan suatu sistem umpan balik sebagai instrumen yang ampuh bagi

semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan strategi yang telah ditentukan

untuk mengetahui apakah sasaran terlampaui, hanya sekedar tercapai atau

mungkin bahkan tidak tercapai.

Lembaga Administrasi Negara (2003) dalam Supriyadi (2004)

menyebutkan manajemen strategis merupakan salah satu ilmu manajemen yang

bersifat konseptual dan juga berkaitan dengan aspek-aspek operasional. Proses

perencanaan strategis lebih bersifat konseptual dan manajemen kinerja lebih

bersifat operasional. Adapun aplikasi manajemen strategis tidak hanya sebatas

pada aspek operasional dalam manajemen kinerja, tetapi juga ditingkat konseptual

dalam perencanaan stategis. Lebih lanjut disebutkan bahwa tahapan dalam

penyusunan manajemen strategis meliputi tujuh tahap. Pertama adalah perumusan

visi, misi dan nilai-nilai. Kedua perumusan dan analisa lingkungan strategis.

Ketiga analisis pilihan strategis dan kunci keberhasilan. Keempat rencana

strategis. Kelima pengukuran kinerja. Keenam sistem pelaksanaan, pemantauan

dan pengawasan. Ketujuh merupakan pertanggungjawaban.


Sedangkan menurut David (2002) manajemen strategis didefinisikan

sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan

mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mempu

mencapai tujuannya. Tahapan dalam manajemen strategis terdiri dari tiga tahap

yaitu :

1. Perumusan strategi, meliputi pengembangan misi, pengenalan peluang dan

ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan

tujuan jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi

tertentu untuk dilaksanakan.

2. Implementasi strategi, disebut juga tindakan strategi yang berarti memobilisasi

unsur dalam organisasi untuk melaksanakan apa yang telah dirumuskan.

3. Evaluasi strategi, terdapat tiga macam aktivitas yang mendasar yakni terdiri

dari (a) meninjau faktor internal dan eksternal yang menjadi dasar strategi

yang sekarang, (b) mengukur prestasi, dan (c) mengambil tindakan korektif.

Sudrajat (2007) menyatakan pentingnya strategi dirasakan dalam

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah yang

merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah untuk lima

tahun, yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka

Panjang (RPJP) daerah, dengan memperhatikan RPJM nasional. RPJM daerah itu

sendiri memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,

kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja

perangkat daerah, program kewilayahan disertai rencana kerja dalam kerangka

regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Adapun untuk lebih jelas
hal tersebut tersirat dalam Pasal 151 Bab VII Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai berikut :

1. Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana strategis yang selanjutnya

disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program

dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman

pada RPJM daerah dan bersifat indikatif.

2. Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam

bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan,

program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh

pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi

masyarakat.
III. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Semenjak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang

selanjutnya diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Hubungan Antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai daerah

otonom, memiliki dampak yang signifikan terhadap pengelolaan hutan (Rumboko

dan Hakim, 2006)

Sektor kehutanan menjadi salah satu perhatian pemerintah baik pusat

maupun daerah dalam menyusun program pembangunan, mengingat fungsi dan

peranannya yang cukup strategis bagi perekonomian daerah, masyarakat dan

lingkungan. Salah satu upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam rangka

penanganan lahan kritis dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat diantaranya

melalui pembangunan hutan rakyat, yang tercakup antara lain dalam kegiatan :

a. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang merupakan

program pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kehutanan Republik

Indonesia dan dananya berasal dari APBN.

b. Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) yang merupakan program

Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan dananya berasal dari APBD Propinsi

Jawa Barat.

Dampak dan manfaat pembangunan hutan rakyat baru dapat dirasakan jika

hutan rakyat dapat berhasil dengan baik, serta untuk memperoleh dampak dan
manfaat ini memerlukan waktu yang lama yaitu apabila pohon yang ditanam telah

cukup dewasa dan siap diambil hasilnya. Secara ekonomi hutan rakyat merupakan

bentuk tabungan petani yang dapat diambil pada waktu pohon diambil kayunya.

Secara ekologi hutan rakyat dapat memperbaiki kondisi lingkungan serta

meningkatkan daya dukung tanah, udara dan air.

Keberhasilan hutan rakyat dapat diketahui dari pertumbuhan tanaman

hutan rakyat, yang dapat dinilai dengan indikator persentase tumbuh tanaman.

Tingkat keberhasilan hutan rakyat ini diduga dipengaruhi oleh faktor teknis dan

faktor sosial ekonomi. Faktor teknis antara lain pemupukan, pembersihan lahan,

sistem pola tanam, dan bebas/tidaknya lokasi dari gangguan penggembalaan

hewan ternak secara liar. Faktor teknis ini berpengaruh secara langsung terhadap

pertumbuhan tanaman hutan rakyat. Adapun faktor sosial ekonomi diantaranya

adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, pendapatan petani, dan status

kepemilikan lahan. Faktor sosial ekonomi petani memiliki pengaruh yang cukup

penting terhadap keberhasilan hutan rakyat.

Setiap organisasi dihadapkan kepada dua jenis lingkungan yaitu

lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Makin besar suatu organisasi

makin kompleks pula bentuk, jenis dan sifat interaksi yang terjadi dalam

menghadapi kedua jenis lingkungan tersebut. Salah satu implikasi kompleksitas

itu ialah proses pengambilan keputusan yang semakin sulit dan rumit. Untuk

itulah diperlukan manajemen strategik (Siagian, 2002).

Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta sebagai suatu organisasi perangkat pemerintah daerah yang

mempunyai tugas dan fungsi dalam pengelolaan urusan kehutanan di daerah,


dalam pelaksanaan pembangunan hutan rakyat tidak terlepas dari lingkungan

internal dan eksternal. Perumusan strategi yang tepat dengan memperhatikan

kedua lingkungan tersebut akan mempermudah organisasi dalam pencapaian

tujuan dan sasaran organisasi.

Berdasarkan faktor teknis dan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap

keberhasilan hutan rakyat, serta faktor lingkungan internal dan eksternal yang

berpengaruh dalam pelaksanaan pembangunan hutan rakyat, dapat disusun

kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut.

Kebijakan Sektor Kehutanan

APBN APBD PROV. JABAR


GNRHL GRLK

Program Pembangunan Hutan


R k tK b t P k t

Faktor Teknis : Penilaian Persentase


- Pemupukan T b hT
- Pembersihan
Lahan
- Sistem Pola Tingkat
Faktor Lingkungan Strategis
Tanam Keberhasilan (F k I l Ek l)
B b G

Faktor Sosial Analisis SWOT


Ekonomi :
- Umur Petani Alternatif Strategi
- Tingkat
Pendidikan Analisis QSPM
Petani
P d Prioritas Strategi

Strategi Pembangunan
Hutan Rakyat

Gambar 1 : Bagan Kerangka Analisis Tingkat Keberhasilan Pembangunan


Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Purwakarta yang terletak di Provinsi Jawa

Barat, dengan pertimbangan Kabupaten Purwakarta memiliki lokasi hutan rakyat

yang cukup representatif sesuai dengan topik penelitian. Peneliti pada saat ini

berdomisili di Kabupaten Purwakarta dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil

pada Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta.

Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu dari bulan

September 2006 sampai dengan Desember 2006. Penjadwalan waktu penelitian

ini dibagi menjadi 4 (empat) tahap, yaitu : perencanaan penelitian, pengambilan

data, pengolahan dan analisis data, dan penyusunan hasil penelitian.

3.3. Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan untuk menganalisis faktor teknis dan sosial ekonomi

terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat terdiri dari data sekunder dan data

primer. Pengambilan data dilakukan secara acak (random sampling) dengan

jumlah contoh sebanyak 106 responden. Petani yang dijadikan responden adalah

petani peserta kegiatan hutan rakyat tahun 2004/2005, yang terdiri hutan rakyat

Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dan

Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK).

a. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai persentase

tumbuh tanaman hutan rakyat tahun 2004/2005 di Kabupaten Purwakarta.

Nilai persentase tumbuh tanaman hutan rakyat diperoleh dari hasil penilaian
yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Kabupaten Purwakarta pada tahun 2006.

b. Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian merupakan data faktor-faktor

teknis dan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan

hutan rakyat. Pengambilan data primer dilakukan secara acak (random

sampling) dengan jumlah contoh sebanyak 106 orang petani. Pengambilan

data dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani, serta melalui

pengamatan langsung ke lapangan atau lokasi hutan rakyat.

Data primer yang digunakan yang terdiri dari :

1. Umur petani

Yaitu berapa umur petani hutan rakyat yang menjadi responden. Umur petani

diberi satuan tahun. Data umur petani diperoleh dengan melalui wawancara

langsung kepada petani bersangkutan.

2. Tingkat pendidikan petani

Yaitu apakah tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh petani hutan

rakyat. Apakah petani berpendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau

Perguruan Tinggi (PT). Data tingkat pendidikan petani diperoleh melalui

wawancara langsung kepada petani bersangkutan.

3. Pendapatan petani
Data tingkat pendapatan petani adalah berapa rupiah rata-rata pandapatan

petani per bulan. Data tingkat pendapatan petani diperoleh dengan melalui

wawancara langsung kepada petani bersangkutan.

4. Pemupukan

Data pemupukan diperoleh dari hasil wawancara dengan petani hutan rakyat

di lapangan. Yang dimaksud data pemupukan disini adalah berapa kali petani

melakukan pemupukan tanaman hutan rakyat setelah pelaksanaan penanaman

bibit tanaman.

5. Pembersihan lahan

Data pembersihan lahan adalah berapa kali petani melaksanakan pekerjaan

pembersihan lahan lokasi hutan rakyat setelah pelaksanaan penanaman. Data

pembersihan lahan diperoleh dengan melalui wawancara kepada petani secara

langsung.

6. Status lahan

Data status lahan dibagi menjadi dua yaitu lahan milik sendiri dan tanah

guntai. Lahan milik sendiri artinya lahan lokasi hutan rakyat merupakan tanah

milik petani. Tanah guntai adalah lahan yang dimiliki oleh orang lain biasanya

penduduk luar daerah Kabupaten Purwakarta, dan petani hanya berperan

sebagai penggarap lahan. Data status lahan ini diperoleh melalui wawancara

langsung kepada petani dan aparat desa setempat.

7. Sistem pola tanam

Sistem pola tanam dibagi menjadi dua yaitu pola tanam dengan tumpang sari

dan pola tanam tanpa tumpang sari. Hutan rakyat dengan pola tanam tumpang
sari dicirikan dengan adanya tanaman semusim seperti jagung, mentimun dan

kacang panjang yang ditanam di sela-sela tanaman hutan rakyat. Data pola

tanam diperoleh dengan melalui pengamatan langsung ke lokasi hutan rakyat.

8. Bebas gangguan penggembalaan liar

Data ini diambil untuk mengetahui apakah lokasi hutan rakyat bebas dari

gangguan penggembalaan hewan ternak secara liar, atau ada gangguan

penggembalaan liar. Data ini diperoleh melalui wawancara dengan petani dan

pengamatan secara langsung ke lokasi hutan rakyat.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara kualitatif untuk mengetahui gambaran kondisi

faktor-faktor teknis dan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat

keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Analisis data dilakukan

secara kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi linear dengan tingkat

kepercayaan 95 persen, untuk mengetahui hubungan dan bagaimana pengaruh

faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat

di Kabupaten Purwakarta.

Adapun model persamaan regresi yang digunakan adalah :

F = βo - β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 + α1D1 + α2D2 + α3D3 + μi

F = Tingkat keberhasilan hutan rakyat (persentase tumbuh tanaman)

X1 = Umur petani (tahun)

X2 = Tingkat pendidikan petani (tahun)

X3 = Pendapatan petani (rupiah)

X4 = Pemupukan (berapa kali)


X5 = Pembersihan lahan (berapa kali)

D1 = Status lahan (1 = milik sendiri ; 0 = bukan milik sendiri)

D2 = Sistem pola tanam (1= dengan tumpangsari ; 0 = tanpa tumpangsari)

D3 = Bebas gangguan penggembalaan liar (1 = Bebas/tidak ada gangguan


penggembalaan liar ; 0 = Tidak bebas/ada gangguan penggembalaan liar)

βo = Intersep

βi = Koefisien regresi faktor ke-i

αi = Koefisien regresi variabel dummy ke-i

μi = Komponen acak ke-i (error)

Berdasarkan model persamaan regresi tersebut maka dapat dirumuskan

dugaan pengaruh faktor teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat keberhasilan

hutan rakyat, sebagai berikut :

1. Umur petani (X1) diduga berpengaruh negatif (β1 < 0). Umur petani hutan

rakyat dengan satuan tahun diduga berpengaruh negatif, artinya semakin

bertambah umur atau semakin tua petani maka tingkat keberhasilan hutan

rakyat semakin rendah, karena semakin bertambah umur akan menyebabkan

tingkat produktifitas kerja akan semakin menurun.

2. Tingkat pendidikan petani (X2) diduga berpengaruh positif (β2 > 0). Tingkat

pendidikan petani dengan satuan tahun menunjukkan lamanya pendidikan

formal yang ditempuh oleh petani. Untuk petani lulusan SD lamanya 6 tahun,

SLTP lamanya 9 tahun dan SLTA lamanya 12 tahun. Faktor tingkat

pendidikan diduga berpengaruh positif artinya semakin tinggi tingkat

pendidikan atau semakin lama petani menempuh pendidikan formal akan

semakin besar tingkat keberhasilan hutan rakyat.


3. Pendapatan petani (X3) diduga berpengaruh positif (β3 > 0). Pendapatan

petani per bulan dalam satuan rupiah diduga berpengaruh positif terhadap

tingkat keberhasilan hutan rakyat yang berarti semakin besar pendapatan

petani per bulan akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan hutan rakyat.

4. Pemupukan (X4) diduga berpengaruh positif (β4 > 0). Pemupukan diduga

berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat. Semakin

sering petani melakukan pemupukan maka akan semakin tinggi tingkat

keberhasilan hutan rakyat. Yang dimaksud dengan faktor pemupukan dalam

penelitian adalah frekuensi atau berapa kali petani melakukan pemupukan

setelah pelaksanaan penanaman bibit tanaman.

5. Pembersihan lahan (X5) diduga berpengaruh positif (β5 > 0). Pembersihan

lahan adalah frekuensi atau berapa kali petani melakukan pembersihan lahan

lokasi hutan rakyat setelah pelaksanaan penanaman bibit tanaman. Faktor

pembersihan lahan diduga berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan

hutan rakyat, artinya semakin banyak frekuensi pembersihan lahan akan

semakin tinggi tingkat keberhasilan hutan rakyat.

6. Status lahan (D1) diduga berpengaruh positif (α1 > 0). Status lahan merupakan

variabel dummy, dengan asumsi jika lahan milik petani sendiri nilainya 1 dan

jika lahan bukan milik petani sendiri nilainya 0. Status lahan diduga

berpengaruh positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, artinya jika

lahan lokasi hutan rakyat milik petani sendiri maka tingkat keberhasilan hutan

rakyat lebih tinggi dibandingkan jika lahan lokasi hutan rakyat bukan

merupakan milik petani.


7. Sistem pola tanaman (D2) diduga berpengaruh positif (α2 > 0). Sistem pola

tanam di lokasi hutan rakyat juga merupakan variabel dummy, dengan asumsi

jika sistem pola tanam dengan tumpangsari nilainya 1 dan jika tanpa

tumpangsari nilainya 0. Sistem pola tanam diduga berpengaruh positif

terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, artinya tingkat keberhasilan hutan

rakyat akan semakin tinggi jika dengan menggunakan sistem pola tanam

tumpangsari.

8. Bebas gangguan penggembalaan liar (D3) diduga berpengaruh positif (α3 > 0).

Faktor ini juga merupakan variabel dummy dengan asumsi jika lokasi hutan

rakyat bebas dari gangguan penggembalaan hewan liar nilainya 1 dan jika ada

gangguan penggembalaan liar nilainya 0. Faktor ini diduga berpengaruh

positif, artinya pada lokasi hutan rakyat yang bebas dari gangguan

penggembalaan liar, tingkat keberhasilannya akan lebih tinggi.

3.5. Metode Perumusan Strategi Pembangunan


Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya penanganan lahan

kritis yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Kabupaten Purwakarta, dan sedang giat dikembangkan dalam rangka menunjang

pembangunan daerah. Dalam rangka pembangunan hutan rakyat di daerah perlu

adanya perumusan strategi yang tepat sehingga program dan kegiatan hutan rakyat

dapat mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian untuk merumuskan strategi

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta adalah dengan :


1. Analisis Faktor Internal dan Eksternal, atau IFE (Internal Factor Evaluation)

dan EFE (External Factor Evaluation). Analisis IFE dan EFE digunakan

untuk menganalisis dan mengetahui bobot faktor internal yang terdiri kekuatan

dan kelemahan, serta faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman.

2. Analisis SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threats). Analisis SWOT

digunakan untuk merumuskan berbagai alternatif strategi yang dari faktor

internal (Strength dan Weakness) dan eksternal (Opportunity dan Threats).

3. Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Analisis QSPM

digunakan untuk mendapatkan prioritas strategi dari berbagai alternatif

strategi yang telah dirumuskan.

Untuk menentukan penilaian atau skor dalam analisis faktor internal dan

faktor eksternal (IFE dan EFE) serta analisis QSPM dilakukan dengan cara

pengisian angket atau kuisioner oleh responden terbatas sebanyak 7 (tujuh)

responden. Responden ini dipilih dari pejabat dan pelaksana pada Dinas

Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta yang

memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta.

3.5.1. Analisis Faktor Internal dan Eksternal

A. Analisis Faktor Internal

Analisis faktor internal dilakukan untuk memperoleh faktor kekuatan yang

dapat dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang harus diatasi. Faktor tersebut

dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dengan

langkah sebagai berikut :


a. Menentukan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strength) dan

kelemahan (weakness) dengan responden terbatas.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif (bobot) setiap faktor internal.

Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau

pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan

adalah sebagai berikut : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor

horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal,

dan 0 jika faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal.

c. Memberi skala peringkat (rating) 1 sampai 4 pada setiap faktor kekuatan dan

kelemahan untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan

utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil

(peringkat = 3), dan kekuatan utama (peringkat = 4). Pemberian peringkat

didasarkan atas kondisi atau keadaan organisasi pelaksana pembangunan

hutan rakyat.

d. Mengalikan bobot dengan peringkat untuk mendapatkan skor tertimbang.

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1

menunjukkan bahwa kondisi internal sangat buruk dan nilai 4 menunjukkan

kondisi internal yang sangat baik, rata-rata nilai yang dibobotkan adalah 2,5.

Nilai lebih kecil daripada 2,5 menunjukkan bahwa kondisi internal selama ini

masih lemah. Sedangkan nilai lebih besar daripada 2,5 menunjukkan kondisi

internal kuat.

B. Analisis Faktor Eksternal

Analisis faktor eksternal digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor

yang menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi. Hasil
analisis faktor eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang

ada. Analisis faktor eksternal menggunakan matriks EFE (External Factor

Evalution) dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menentukan faktor eksternal utama yang berpengaruh penting pada

kesuksesan dan kegagalan yang mencakup peluang (Opportunity) dan

ancaman (Threats) dengan melibatkan beberapa responden.

b. Menentukan derajat kepentingan relatif (bobot) setiap faktor eksternal.

Penentuan bobot dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan

angka pada masing-masing faktor eksternal. Penilaian angka pembobotan

adalah sebagai berikut : 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor

horizontal, 1 jika faktor vertikal sama penting dari faktor horizontal, dan 0 jika

faktor vertikal kurang penting dari faktor horizontal.

c. Memberi skala peringkat (rating) 1 sampai 4 pada setiap faktor eksternal

untuk menunjukkan seberapa efektif respon terhadap faktor eksternal yang

berpengaruh tersebut. Nilai peringkat berkisar antara 1 sampai 4. Nilai 4 jika

jawaban rata-rata dari responden sangat baik dan 1 jika jawaban menyatakan

buruk.

d. Menentukan skor tertimbang dengan cara mengalikan bobot dengan peringkat.

e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai 1

menunjukkan bahwa respon terhadap faktor eksternal sangat buruk, dan nilai 4

menunjukkan sangat baik, rata-rata nilai bobot adalah 2,5. Nilai lebih kecil

dari pada 2,5 menunjukkan respon terhadap faktor eksternal masih lemah.

Sedangkan nilai lebih besar dari pada 2,5 menunjukkan respon yang baik.

3.5.2. Analisis SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threats)


Hasil analisis faktor internal (kekuatan/strength dan kelemahan/weakness)

dan faktor eksternal (peluang/opportunity dan ancaman/threats) dilanjutkan

dengan analisis SWOT untuk merumuskan berbagai alternatif strategi

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis lingkungan

internal dan lingkungan eksternal yang telah dikenal luas. Hasil analisis SWOT

dapat menunjukkan kualitas dan kuantifikasi posisi organisasi - dengan sejumlah

kemampuan inti, bila resultansi kekuatan dan kelemahan positif – yang kemudian

memberikan rekomendasi strategis serta rekomendasi fungsional kebutuhan atau

modifikasi sumberdaya organisasi (Yusanto dan Widjajakusuma, 2003).

Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor

yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh

organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT

adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing-masing

kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).

Adapun langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut

a. Mendaftar peluang eksternal

b. Mendaftar ancaman eksternal

c. Mendaftar kekuatan internal

d. Mendaftar kelemahan internal

e. Memadukan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat

hasilnya dalam sel S-O.


f. Memadukan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat

hasilnya dalam sel W-O.

g. Memadukan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat

hasilnya dalam sel S-T.

h. Memadukan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat

hasilnya dalam sel W-T.

3.5.3. Analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix)

Untuk menentukan prioritas strategi pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic

Planning Matrix). Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi yang dihasilkan

melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas strategi

dari alternatif strategi tersebut dengan menggunakan analisis QSPM.

Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah sebagai berikut :

a. Mendaftar kekuatan dan kelemahan kunci internal, serta peluang dan ancaman

kunci eksternal dalam kolom kiri dari QSPM, informasi ini diambil dari

matriks IFE dan EFE.

b. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal.

Bobot ini identik dengan yang digunakan dalam matriks IFE dan matriks EFE.

Bobot dituliskan dalam kolom disebelah kanan faktor sukses kritis internal

dan eksternal.

c. Memeriksa matriks SWOT dan mengidentifikasi alternatif strategi yang harus

dipertimbangkan untuk diimplementasikan. Catat semua strategi ini di baris

teratas dari matriks QSPM.


d. Menetapkan nilai daya tarik (Attractiveness Score = AS), tentukan nilai yang

menunjukkan daya tarik relatif dari setiap alternatif strategi. Nilai daya tarik

ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis internal dan eksternal

satu per satu, dengan mengajukan pertanyaan, apakah faktor ini

mempengaruhi strategi pilihan yang dibuat? Bila jawaban atas pertanyaan ini

ya, maka strategi ini harus dibandingkan relatif pada faktor kunci. Secara

spesifik, nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk

menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lain,

mempertimbangkan faktor tertentu. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak

menarik, 2 = agak menarik, 3 = menarik, dan 4 = amat menarik. Bila jawaban

atas pertanyaan di atas tidak, menunjukkan bahwa faktor sukses kritis yag

bersangkutan tidak mempunyai pengaruh pada pilihan paling spesifik yang

akan dibuat, kita tidak perlu memberikan nilai daya tarik pada strategi

tersebut.

e. Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score = TAS). Total

nilai daya tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan nilai daya

tarik dalam setiap baris. Total nilai daya tarik menunjukkan daya tarik relatif

dari setiap strategi alternatif, hanya mempertimbangkan dampak dari faktor

sukses kritis internal dan eksternal di baris tertentu. Semakin tinggi total nilai

daya tarik, semakin menarik strategi alternatif itu.

f. Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menjumlahkan total nilai daya tarik

dalam setiap kolom strategi QSPM. Jumlah total nilai daya tarik

mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi.

Semakin tinggi nilai menunjukkan strategi itu semakin menarik,


mempertimbangkan semua faktor sukses kritis internal dan eksternal relevan

yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Besarnya perbedaan antara

jumlah total nilai daya tarik dalam satu set strategi alternatif tertentu

menunjukkan seberapa besar sebuah strategi lebih diinginkan relatif terhadap

strategi yang lain.

3.6. Metode Perancangan Program Pembangunan


Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta

Menurut Lembaga Administrasi Negara, program adalah kumpulan

kegiatan yang sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa

instansi pemerintah atau dengan bekerja sama dengan masyarakat untuk

mendapatkan suatu hasil guna mencapai sasaran tertentu. Sedangkan kegiatan

adalah suatu tindakan nyata yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu oleh

instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan

dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan

tertentu. Kegiatan instansi pemerintah merupakan penjabaran dari program kerja

operasional yang telah dibuat oleh organisasi sebagai bahan untuk mengevaluasi

dan memperbaiki program kerja operasional yang berdimensi lima tahun.

Kegiatan organisasi juga merupakan penjabaran kebijakan sebagai arah

dari pencapaian visi dan misi organisasi. Aktivitas merupakan cerminan dari

strategi nyata organisasi untuk diimplementasikan dengan sebaik-baiknya dalam

rangka pencapaian tujuan dan sasaran. Rencana kegiatan terdiri dari pilihan-

pilihan instansi pemerintah untuk melaksanakan metode, proses, keterampilan,

peralatan, dan sistem kerja dalam rangka mengimplementasikan program kerja

operasional yang telah dibuat dengan memperhatikan lingkungan yang ada di

organisasi, baik lingkungan internal maupun eksternal.


Perancangan program dan kegiatan pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta mengacu pada strategi yang terpilih, dan dikaitkan dengan

visi dan misi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam. Visi Dinas

Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta adalah

Terwujudnya Sistem Pengelolaan Hutan Lestari Kabupaten Purwakarta. Adapun

misi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta

ada lima yaitu :

1. Mempertahankan luasan hutan dengan sebaran yang proporsional.

2. Meningkatkan pengelolaan fungsi hutan dan manfaat hasil hutan.

3. Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air.

4. Meningkatkan pelayanan dan hubungan kerja sama dalam rangka membangun

jaringan usaha hasil hutan.

5. Membuka peluang kerja di bidang kehutanan yang akan meningkatkan

pendapatan petani hutan.

Metode yang digunakan dalam perancangan program pembangunan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta adalah metode Focus Group Discussion (FGD).

FGD adalah wawancara secara berkelompok dari sejumlah individu dengan status

sosial yang relatif sama. Dalam FGD ini pengkaji berperan sebagai moderator

yang memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta diskusi seputar topik

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Peserta diskusi harus dipilih

secara selektif dengan status sosial sama dan memahami topik diskusi.

Dalam penelitian ini peserta diskusi ditentukan sebanyak 7 (tujuh) orang

yang terdiri dari pejabat dan pelaksana di Dinas Kehutanan dan Konservasi

Sumber Daya Alam serta Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) yang memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta. Pelaksanaan diskusi selama satu hari dan bertempat di

kantor Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta.

Adapun prosedur pelaksanaan FGD menurut Tonny (2003) adalah sebagai

berikut :

1. Pengkaji melakukan pendekatan terhadap kepala instansi terkait untuk

menjelaskan latar belakang dan tujuan dilaksanakan FGD. Pendekatan tersebut

diharapkan dapat menghasilkan rencana waktu dan tempat pelaksanaan FGD.

2. Dengan menggunakan wewenang-wewenang instansi tersebut, diharapkan

dapat mengundang peserta atau partisipan FGD.

3. Pada saat pelaksanaan FGD, pengkaji berperan sebagai moderator dan asisten

bertanggung jawab mencatat seluruh alur dan materi diskusi dan mensuplai

butir-butir pertanyaan kepada moderator agar pembahasan semakin tajam dan

tidak kehilangan arah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut biasanya dilemparkan

langsung dalam diskusi.

4. Moderator harus memberikan kesempatan yang seimbang kepada seluruh

peserta diskusi untuk mengekspresikan pandangan, ide, masukan dan

gagasannya mengenai topik diskusi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta. Moderator juga sebisa mungkin dapat memunculkan perdebatan

atau adu pendapat antara peserta diskusi tentang topik yang dibahas.

5. Hasil FGD digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan butir-butir

pertanyaan yang lebih tajam dari pertanyaan umum yang telah dirumuskan

sebelumnya.
IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT
DI KABUPATEN PURWAKARTA

Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi

Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta terhadap hutan rakyat tahun

2004/2005 menunjukkan bahwa nilai persentase tumbuh tanaman hutan rakyat

sangat beragam sebagaimana terdapat pada Lampiran 4. Nilai persentase tumbuh

tanaman yang terendah 30,00 persen dan tertinggi 93,75 persen, dengan nilai rata-

rata persentase tumbuh tanaman sebesar 64,65 persen.

Kriteria tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta

berdasarkan persentase tumbuh tanaman sebagai berikut :

a. Nilai > 85 persen : Sangat Baik

b. Nilai > 70 persen sampai dengan 85 persen : Baik

c. Nilai > 55 persen sampai dengan 70 persen : Agak Baik

d. Nilai ≤ 55 persen : Tidak Baik

Dengan mengacu pada kriteria tersebut dapat diketahui banyaknya petani hutan

rakyat yang termasuk kriteria berhasil dengan sangat baik, baik, dan agak baik,

serta petani yang termasuk kriteria tidak berhasil atau tidak baik, sebagai berikut :

Tabel 1. Sebaran Jumlah Petani Hutan Rakyat Tahun 2004/2005


Kabupaten Purwakarta Berdasarkan Tingkat Keberhasilan

Jumlah Petani Persentase


No. Kriteria
( Orang ) (%)
1. Sangat Baik 4 3,77
2. Baik 34 32,08
3. Agak Baik 36 33,96
4. Tidak Baik 32 30,19
Jumlah 106 100,00
Petani hutan rakyat yang termasuk kriteria berhasil dengan sangat baik

hanya 3,77 persen. Sedangkan yang termasuk kriteria berhasil dengan baik, agak

baik, dan yang tidak berhasil (tidak baik) banyaknya relatif sama yaitu berkisar

antara 30 persen sampai 34 persen. Jika dipisahkan menjadi dua, antara petani

yang berhasil dan tidak berhasil, maka petani yang termasuk kriteria berhasil

(sangat baik + baik + agak baik) sebanyak 69,81 persen, sedang petani yang

termasuk kriteria tidak berhasil (tidak baik) sebanyak 30,19 persen.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan wawancara dengan petani, yang

menyebabkan 30,19 persen petani hutan rakyat tidak berhasil adalah faktor teknis

yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pertumbuhan tanaman di lapangan.

Faktor-faktor tersebut adalah pemupukan, pembersihan lahan dan faktor bebas

gangguan penggembalaan hewan ternak secara liar.

Sebanyak 32 orang petani yang termasuk kriteria tidak berhasil ternyata

semuanya (100 persen) hanya melakukan pemupukan sebanyak satu kali selama

satu tahun, dan waktu pelaksanaan pemupukan tersebut berdekatan dengan waktu

penanaman. Secara teknis dapat dijelaskan bahwa tanaman yang kurang

pemupukannya menyebabkan pertumbuhannya kurang baik, dikarenakan tanaman

kurang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan.

Hasil pengambilan data faktor pembersihan lahan menunjukan ternyata

sebanyak 25 orang petani (78,13 persen) yang termasuk kriteria tidak berhasil

hanya melakukan pembersihan lahan sebanyak satu kali selama satu tahun.

Bahkan sebanyak 4 orang petani (12,50 persen) tidak pernah melakukan

pembersihan lahan setelah melaksanakan penanaman bibit tanaman. Sisanya

sebanyak 3 orang petani (9,37 persen) melaksanakan pembersihan lahan sebanyak


dua kali. Lahan atau lokasi hutan rakyat yang tidak dibersihkan secara intensif

menyebabkan tumbuh dan berkembangnya tanaman-tanaman pengganggu seperti

semak, rumput dan gulma. Keberadaan tanaman pengganggu ini dapat

mengganggu pertumbuhan tanaman pokok hutan rakyat karena adanya persaingan

dalam memperebutkan unsur hara tanah, ruang tumbuh, air dan penyerapan sinar

matahari.

Hasil pengamatan lapangan dan wawancara dengan petani menunjukan

sebanyak 27 orang petani yang termasuk kriteria tidak berhasil (84,37 persen)

memiliki lokasi hutan rakyat yang terganggu oleh adanya penggembalaan hewan

ternak secara liar, sedangkan hanya 5 orang petani saja (15,63 persen) yang

lokasinya bebas dari gangguan penggembalaan hewan ternak secara liar. Adanya

gangguan penggembalaan hewan ternak secara liar pada lokasi hutan rakyat dapat

menyebabkan kematian atau kerusakan tanaman akibat dimakan atau diinjak oleh

hewan ternak. Kematian dan kerusakan tanaman ini secara langsung

menyebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan dan persentase tumbuh tanaman

hutan rakyat.

Analisis Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat

Berdasarkan hasil analisis regresi didapat model persamaan yang

menunjukkan pengaruh faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi terhadap tingkat

keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta adalah sebagai berikut :

F = 32,84263 + 0,00573 X1 – 0,13313 X2 + 0,00001 X3 + 4,46508 X4


+ 4,22216 X5 + 4,80748 D1 + 2,41460 D2 + 1,90996 D3
Hasil analisis regresi menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) dari

persamaan tersebut adalah 88,56 persen (0,8856). Hal ini berarti 88,56 persen

keragaman tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta dapat

dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan variabel umur petani, tingkat

pendidikan petani, pendapatan petani, pemupukan, pembersihan lahan, status

lahan, sistem pola tanam dan bebas gangguan penggembalaan liar. Pengaruh

lainnya sebesar 11,44 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukan

ke dalam persamaan.

Hasil regresi variabel faktor-faktor teknis dan sosial ekonomi yang

mempengaruhi tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta dapat

dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Keberhasilan Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta

Variabel Koefisien t- Stat P-Value VIF


Intercept 32,84263 7,67647 1,298E-11
Umur Petani 0,00573 0,09965 0,92083 1,33752
Tingkat Pendidikan - 0,13313 - 0,50869 0,61212 1,37164
Petani
Pendapatan Petani 1,944E-05 2,55907 0,01204 2,50814
Pemupukan 4,46508 3,22837 0,00169 8,44325
Pembersihan Lahan 4,22216 4,03551 0,00011 6,05882
Status Lahan 4,80748 3,29178 0,00139 1,41369
Sistem Pola Tanam 2,41460 1,61622 0,10929 2,51035
Bebas Gangguan 1,90996 1,54003 0,12681 1,71699
Penggembalaan Liar

Berdasarkan nilai koefisien regresi masing-masing variabel pada Tabel 2,

dapat diketahui bahwa sebanyak 6 (enam) variabel/faktor sesuai dengan dugaan,


sedangkan sebanyak 2 (dua) variabel/faktor tidak sesuai dengan dugaan.

Variabel/faktor yang sesuai dengan dugaan adalah pemupukan, pembersihan

lahan, bebas gangguan penggembalaan liar, pendapatan petani, status lahan dan

sistem pola tanam. Sedangkan variabel/faktor yang tidak sesuai dengan dugaan

adalah umur petani dan tingkat pendidikan petani.

Faktor pemupukan sesuai dengan dugaan, berpengaruh positif terhadap

tingkat keberhasilan hutan rakyat dengan nilai koefisien regresi sebesar 4,46508.

Hal ini berarti semakin sering atau semakin intensif perlakuan pemupukan

ternyata semakin tinggi tingkat keberhasilan hutan rakyat. Tanaman dengan

pemupukan yang lebih intensif akan mendapatkan tambahan unsur hara yang

cukup untuk pertumbuhannya.

Faktor pembersihan lahan sesuai dengan dugaan, berpengaruh positif

terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat dengan nilai koefisien regresi sebesar

4,22216. Semakin sering pembersihan lahan dilakukan oleh petani ternyata

semakin tinggi tingkat keberhasilan hutan rakyat. Pembersihan lahan yang

dilakukan oleh petani akan menghambat pertumbuhan gulma dan tanaman lain

yang tidak diinginkan, sehingga tanaman hutan rakyat dapat menyerap unsur hara

tanah, air dan sinar matahari secara optimal tanpa pesaing.

Faktor bebas gangguan penggembalaan liar sesuai dengan dugaan,

berpengaruh positif dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,90996. Hal ini berarti

bahwa pada lokasi hutan rakyat yang bebas dari gangguan penggembalaan liar

maka tingkat keberhasilan hutan rakyat akan lebih tinggi dibandingkan lokasi

hutan rakyat yang terganggu adanya penggembalaan liar. Gangguan


penggembalaan hewan ternak secara liar dapat menyebabkan kerusakan atau

bahkan kematian tanaman hutan rakyat.

Faktor pendapatan petani sesuai dengan dugaan, berpengaruh positif dengan

nilai koefisien regresi sebesar 0,00001. Semakin tinggi pendapatan petani maka

akan semakin tinggi pula tingkat keberhasilan hutan rakyat. Petani dengan tingkat

pendapatan yang relatif tinggi mempunyai kemampuan dana untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman hutan rakyat.

Faktor status lahan berpengaruh positif dengan nilai koefisien regresi

sebesar 4,80748 sesuai dengan dugaan. Faktor status lahan yang dimaksud adalah

apakah lahan itu milik petani sendiri atau bukan milik petani (tanah guntai).

Dengan demikian dapat dikatakan, tingkat keberhasilan hutan rakyat di lahan

milik petani sendiri lebih tinggi dari pada di lahan bukan milik petani. Petani akan

memiliki kepastian kepemilikan hasil panen jika lahan hutan rakyat milik sendiri,

sehingga pengelolaan hutan rakyat menjadi lebih intensif.

Faktor sistem pola tanam juga sesuai dengan dugaan, berpengaruh positif

dengan nilai koefisien regresi sebesar 2,41460. Faktor pola tanam dibedakan

menjadi pola tanam dengan tumpangsari dan tanpa tumpangsari. Hal ini berarti

tingkat keberhasilan hutan rakyat dengan pola tumpangsari lebih tinggi

dibandingkan yang tanpa tumpangsari. Omon dan Priadjati (2004)

mengungkapkan bahwa perlakuan sistem tumpangsari tanaman nenas dengan

meranti Shorea balangeran dan Shorea leprosula memberikan pengaruh positif

yang sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter kedua jenis meranti tersebut.

Faktor umur petani tidak sesuai dugaan, ternyata berpengaruh positif

terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, dengan nilai koefisien regresi sebesar
0,00573. Hal ini disebabkan karena petani dengan umur yang lebih tua ternyata

memiliki pengalaman yang lebih baik dalam pengelolaan hutan rakyat dan lebih

intensif dalam pemeliharaan tanaman hutan rakyat sehingga pertumbuhan

tanaman hutan rakyat juga lebih baik.

Faktor tingkat pendidikan petani juga tidak sesuai dengan dugaan, ternyata

berpengaruh negatif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat, dengan nilai

koefisien regresi - 0,13313. Hal ini dikarenakan pengetahuan cara dan teknik

budidaya tanaman termasuk budidaya tanaman hutan rakyat yang diperoleh oleh

petani bukan berasal dari pendidikan formal yang ditempuh petani. Pengetahuan

cara dan teknik pengelolaan hutan rakyat diperoleh oleh petani secara turun-

temurun, pengalaman petani sendiri atau dari penyuluhan yang dilakukan oleh

para penyuluh kehutanan lapangan.

Pengaruh dari masing-masing variabel bebas (faktor teknis dan sosial

ekonomi) terhadap variabel tak bebas (persentase tumbuh tanaman hutan rakyat)

dapat ditunjukkan oleh nilai P-Value. Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 2 nilai

P-Value dengan tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan bahwa variabel

bebas yang mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat

di Kabupaten Purwakarta adalah pemupukan, pembersihan lahan, pendapatan

petani dan status lahan. Sedangkan variabel bebas yang pengaruhnya tidak nyata

adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, sistem pola tanam dan bebas

gangguan penggembalaan liar.

4.2.1. Pengaruh Faktor Teknis terhadap Tingkat Keberhasilan


Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta
Berdasarkan hasil regresi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, variabel

faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat

di Kabupaten Purwakarta pada tingkat kepercayaan 95 persen adalah faktor

pemupukan dan pembersihan lahan. Nilai P-Value faktor pemupukan dan

pembersihan lahan sebesar 0,00169 dan 0,00011, lebih kecil dari nilai α = 0,05

(taraf nyata 5 persen).

Variabel faktor pemupukan berpengaruh positif secara nyata terhadap

tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Koefisien regresi dari

variabel pemupukan sebesar 4,46508 yang berarti bahwa setiap peningkatan

pemupukan sebanyak satu kali dapat meningkatkan keberhasilan hutan rakyat

sebesar 4,46508 persen. Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting dalam

usaha budidaya tanaman termasuk tanaman kehutanan. Zat-zat hara yang

terkandung dalam pupuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman hutan rakyat.

Tanaman hutan rakyat yang mendapatkan pemupukan lebih intensif maka

kemungkinan persentase tumbuh tanamannya lebih besar. Siregar (2004)

menyatakan bahwa aplikasi pupuk organik (kompos dan pupuk kandang) mampu

memperbaiki sifat kimia tanah sehingga menghasilkan kesuburan tanah yang lebih

baik, akibatnya pupuk organik mampu menstimulir pertumbuhan tanaman.

Pekerjaan pemupukan biasanya dilakukan oleh petani bersamaan dengan

pembersihan lahan. Pupuk yang digunakan oleh petani antara lain adalah pupuk

kandang, kompos, urea dan PMLT (Pupuk Majemuk Lengkap Terpadu). Adapun

frekuensi dan banyaknya pemupukan tergantung kepada kemampuan petani untuk

menyediakan atau membeli pupuk.


Hasil regresi menunjukkan bahwa faktor pembersihan lahan mempunyai

hubungan yang positif dan berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta, dengan koefisien regresi sebesar 4,22216. Hal

ini menunjukkkan bahwa setiap peningkatan pembersihan lahan sebanyak satu

kali maka tingkat keberhasilan hutan rakyat akan meningkat sebesar 4,22216

persen. Kegiatan pembersihan lahan mempunyai peranan yang cukup penting

dalam menunjang tingkat pertumbuhan tanaman hutan rakyat. Yang dimaksud

dengan pembersihan lahan adalah pekerjaan membersihkan lahan lokasi hutan

rakyat dari tanaman-tanaman yang tidak diinginkan atau tanaman pengganggu

seperti semak, rumput dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman

hutan rakyat.

Nazif dan Wibowo (2005) menyebutkan permasalahan yang muncul

berkaitan dengan gangguan hutan diantaranya adalah munculnya gulma yang

dapat merugikan, karena merupakan saingan bagi tanaman pokok. Kehadiran

gulma yang merupakan tumbuhan di sekitar tanaman budidaya tidak dapat

dielakkan sebagai tumbuhan pengganggu karena gulma juga memerlukan

persyaratan tumbuh seperti halnya tanaman lain yaitu kebutuhan akan cahaya,

nutrisi, air dan ruang untuk tempat tumbuh. Persyaratan tumbuh yang sama atau

hampir sama bagi gulma dan tanaman pokok dapat mengakibatkan terjadinya

asosiasi gulma yang akibatnya terjadinya persaingan antara gulma dan tanaman

budidaya.

Petani melakukan pembersihan lahan bersamaan dengan waktu pekerjaan

pemupukan dengan mengikutsertakan anggota keluarga mereka. Pembersihan

lahan yang dilakukan oleh petani masih bersifat tradisional dan dilakukan secara
manual dengan menggunakan alat seperti parang, arit, golok dan cangkul.

Sedangkan menurut Nazif dan Wibowo (2005) salah satu metode alternatif yang

dapat digunakan untuk mengendalikan gulma secara cepat adalah secara kimiawi

dengan menggunakan herbisida dengan penggunaan dosis minimum yang tepat.

4.2.2. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Tingkat


Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

Faktor sosial ekonomi yang digunakan sebagai variabel bebas dalam

persamaan adalah umur petani, tingkat pendidikan petani, pendapatan petani dan

status lahan. Adapun faktor sosial ekonomi yang mempunyai pengaruh nyata

terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta pada tingkat

kepercayaan 95 persen adalah faktor pendapatan petani dan status lahan. Kedua

faktor tersebut mempunyai nilai P-Value yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 (taraf

nyata 5 persen), nilai P-Value pendapatan petani sebesar 0,01204 dan P-Value

untuk status lahan sebesar 0,00139.

Berdasarkan hasil regresi ternyata faktor pendapatan petani berpengaruh

positif secara nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta dengan koefisien regresi sebesar 0,00001. Hal ini berarti bahwa

peningkatan pendapatan per bulan petani sebesar satu rupiah dapat meningkatkan

tingkat keberhasilan hutan rakyat sebesar 0,00001 persen. Faktor pendapatan

petani secara tidak langsung dapat berpengaruh dan menunjang tingkat

keberhasilan hutan rakyat. Petani dengan pendapatan per bulan lebih besar

memiliki kemampuan dana yang lebih besar pula untuk mengelola hutan rakyat,

bahkan mereka memiliki kemampuan untuk menggaji atau memberi upah kepada

orang lain untuk mengelola lahan hutan rakyat.


Faktor status lahan dalam persamaan merupakan variabel dummy. Faktor

ini berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta. Yang dimaksud status lahan adalah mengenai hak

kepemilikan lahan yang menjadi lokasi hutan rakyat, apakah lahan itu milik petani

sendiri atau lahan milik orang lain yang digarap oleh petani atau biasa disebut

tanah guntai. Koefisien regresi faktor status lahan bernilai 4,80748 yang berarti

bahwa tingkat keberhasilan hutan rakyat di lahan milik petani sendiri lebih tinggi

sebesar 4,80748 persen dibandingkan dengan di lahan yang bukan milik petani

sendiri. Petani yang mengelola atau menggarap hutan rakyat di lahan milik sendiri

memiliki perhatian yang lebih besar untuk memelihara tanaman secara lebih

intensif, sehingga tingkat pertumbuhan tanaman juga lebih besar. Petani yang

mengelola hutan rakyat di lahan orang lain (tanah guntai) kurang memiliki

perhatian untuk memelihara tanaman disebabkan mereka merasa tidak memiliki

jaminan dan kepastian hukum terhadap hak kepemilikan tanaman dan adanya

kekhawatiran jika sewaktu-waktu pemilik lahan akan merubah fungsi lahan

sebelum petani dapat mengambil hasil panen tanaman hutan rakyat.


IV. V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN
V. RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA

5.1. Analisis Faktor Lingkungan Strategis

Pembangunan hutan rakyat sebagai salah satu upaya Pemerintah

Kabupaten Purwakarta dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat

baik secara ekonomi maupun ekologi, tidak terlepas dari faktor lingkungan

strategis yang mempengaruhinya. Faktor lingkungan strategis tersebut terbagi

menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Dalam penelitian ini, faktor internal dan eksternal dilihat dari sisi Dinas

Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta sebagai

organisasi strategis yang mengurusi pembangunan hutan rakyat. Faktor internal

meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki atau ada pada Dinas Kehutanan

dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta. Faktor eksternal

meliputi peluang dan ancaman yang berada di luar dinas yang berpengaruh dalam

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Perumusan strategi

pembangunan hutan rakyat dengan mempertimbangkan kedua faktor lingkungan

strategis tersebut dapat menghasilkan strategi yang paling sesuai untuk mencapai

sasaran dan tujuan.

Analisis faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan

lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) diperoleh melalui pengamatan dan

wawancara kepada responden yang memahami masalah pembangunan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta, sehingga identifikasi dan inventarisasi faktor-

faktor lingkungan strategis tersebut lebih tepat dan sesuai dengan keadaan nyata.

Faktor internal dan eksternal juga dapat diambil dari beberapa faktor teknis dan
sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta sebagaimana yang terdapat dalam hasil analisis regresi.

5.1.1 Faktor Internal

Faktor internal yang berpengaruh terhadap pembangunan hutan rakyat

terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Faktor kekuatan meliputi : 1) komitmen

pemerintah daerah terhadap pembangunan kehutanan, 2) adanya tenaga Penyuluh

Kehutanan Lapangan (PKL), dan 3) adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

Penelitian dan Pengembangan. Adapun faktor kelemahan meliputi : 1) belum

adanya Peraturan Daerah tentang hutan rakyat, 2) data lahan kritis/lahan potensi

hutan rakyat belum akurat, dan 3) kurangnya sarana prasarana penunjang.

A. Kekuatan

1. Komitmen Pemerintah Daerah Terhadap Pembangunan Kehutanan

Komitmen pemerintah daerah dalam mendukung program pembangunan

hutan rakyat dapat dilihat dari arah dan kebijakan pembangunan daerah.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta mengakomodasi agenda dan prioritas

pembangunan disesuaikan dengan visi, misi dan kebijakan yang telah ditetapkan.

Dalam arah dan kebijakan umum APBD Kabupaten Purwakarta Tahun 2006,

kehutanan dimasukkan ke dalam bidang penguatan struktur ekonomi. Dalam arah

dan kebijakan umum tersebut memuat sasaran serta arah kebijakan dan program

sub bidang kehutanan, sebagai berikut :

- Sasaran sub bidang kehutanan adalah meningkatkan efisiensi produksi hasil

hutan, mengupayakan reboisasi dan konservasi tanah, mengendalikan bahaya

banjir dan erosi hutan, eksploitasi lahan hasil hutan serta ekstensifikasi dan
pengembangan tanaman ekonomis yang mempunyai daya dukung untuk

menjaga kelestarian tanah dan air.

- Arah kebijakan sub bidang kehutanan adalah pemanfaatan hutan untuk

diversifikasi usaha.

- Sedangkan program pembangunan sub bidang kehutanan adalah program

pemanfaatan potensi sumber daya hutan dan pengembangan hutan rakyat.

Program ini bertujuan untuk lebih memanfaatkan potensi sumber daya hutan

secara efisien, optimal dan berkelanjutan.

Komitmen Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam pembangunan hutan

rakyat dapat ditunjukan dalam alokasi APBD Kabupaten Purwakarta dalam

bentuk kegiatan pendampingan. Pada tahun 2005 dialokasikan anggaran sebesar

Rp 200.000.000,- untuk kegiatan Pendampingan GRLK. Kemudian pada tahun

2006 dialokasikan anggaran sebesar Rp 125.000.000,- untuk kegiatan

Pendampingan GRLK dan Rp 100.000.000,- untuk Pendampingan GNRHL.

Komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan kehutanan menjadi

faktor internal kekuatan yang sangat menentukan, terlebih pada era otonomi

daerah seperti saat ini. Ada atau tidaknya program dan kegiatan pembangunan

kehutanan, yang salah satunya adalah pembangunan hutan rakyat, tergantung dari

komitmen dan kemauan pemerintah daerah bersangkutan.

2. Adanya Tenaga Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL)

Peranan penyuluh kehutanan sesuai dengan paradigma yang berkembang

saat ini, tidak lagi sebatas proses alih teknologi dan informasi pembangunan

kehutanan tetapi lebih kepada proses pemberdayaan masyarakat dalam hal ini

adalah upaya untuk mendorong masyarakat ke arah kemandirian dengan


meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan produktivitasnya. Dengan demikian

diharapkan masyarakat akan lebih mampu dan siap untuk berperan aktif dalam

pembangunan kehutanan sekaligus melestarikannya (Pusat Bina Penyuluhan

Departemen Kehutanan, 2005).

Tenaga Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) merupakan salah satu faktor

kekuatan yang dimiliki untuk mendukung pelaksanaan pembangunan hutan rakyat

di Kabupaten Purwakarta. Peranan PKL diantaranya adalah mensosialisasikan

program hutan rakyat, mendampingi petani dalam menyusun perencanaan hutan

rakyat, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan hutan

rakyat, serta menampung permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh petani

untuk disampaikan kepada dinas terkait. Jumlah tenaga PKL yang dimiliki oleh

Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta

sebanyak 56 orang terdiri dari 48 pria dan 8 wanita, yang wilayah kerjanya

tersebar di 17 kecamatan dan 192 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten

Purwakarta.

Sasaran penyuluhan kehutanan yang ditetapkan dalam Programa Penyuluhan

Kehutanan Kabupaten Purwakarta Tahun 2006 adalah sebagai berikut :

a. Berkembangnya usaha di bidang kehutanan dengan manajemen yang lebih

produktif dan efisien untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

b. Meningkatkan produksi dan produktivitas usaha kehutanan dengan tetap

memperhatikan aspek pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

c. Meningkatkan motivasi dan mutu kinerja masyarakat untuk melakukan

kegiatan usaha kehutanan.

3. Adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)


Penelitian dan Pengembangan

Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta memiliki 2 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Penelitian dan

Pengembangan, yaitu : 1) UPTD Penelitian dan Pengembangan Pembibitan, dan

2) UPTD Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayati dan Nabati. Kedua

UPTD tersebut dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta

Nomor 8 Tahun 2004 tentang Pembentukan Dinas Daerah, dan Peraturan Daerah

Kabupaten Purwakarta Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pembentukan Unit

Pelaksana Teknis Pada Dinas dan Lembaga Teknis Daerah.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Purwakarta Nomor 43 Tahun

2005, UPTD Penelitian dan Pengembangan Pembibitan mempunyai fungsi

sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pembibitan tanaman hutan.

b. Pelaksanaan pelayanan dan pengelolaan pembibitan tanaman hutan.

c. Pelaksanaan uji coba benih dan penyusunan petunjuk teknis operasional

pembibitan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas dan ketentuan

peraturan perundang-undangan sesuai bidang tugasnya.

Adapun fungsi dari UPTD Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

Hayati dan Nabati yang diatur dalam Peraturan Bupati Purwakarta Nomor 44

Tahun 2005, adalah :

a. Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan

sumber daya hayati dan nabati.

b. Pelaksanaan pelayanan dan pengelolaan sumber daya hayati dan nabati


c. Pelaksanaan uji coba dan penyusunan petunjuk teknis operasional

pengembangan sumber daya hayati dan nabati.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas dan ketentuan

peraturan perundang-undangan sesuai bidang tugasnya.

Dalam kaitannya dengan program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta, kedua UPTD Penelitian dan Pengembangan ini dapat menjadi faktor

kekuatan melalui pelaksanaan penelitian dan pengembangannya terutama yang

berhubungan dengan bibit dan teknik budidaya tanaman hutan rakyat.

B. Kelemahan

1. Belum Adanya Peraturan Daerah Tentang Hutan Rakyat

Adanya peraturan daerah yang mengatur tentang hutan rakyat dapat

menjamin kelancaran dan adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan program

pembangunan hutan rakyat di daerah. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi

dalam pembangunan hutan rakyat seperti masalah kepemilikan lahan, mekanisme

tata usaha kayu hutan rakyat dan masalah alih fungsi lahan dapat diatur dalam

suatu peraturan daerah.

Pada saat ini di Kabupaten Purwakarta belum ada peraturan daerah yang

mengatur tentang hutan rakyat, sehingga berbagai kendala dan permasalahan

tersebut yang muncul belum dapat diatasi secara tuntas karena belum ada aturan

perundangan-undangan yang mengatur dan menjamin kepastian hukumnya.

2. Data Lahan Kritis/Lahan Potensi Hutan Rakyat Belum Akurat

Data lahan atau tanah yang baik, lengkap dan akurat sangat diperlukan untuk

perencanaan program pembangunan hutan rakyat. Data lahan kritis atau lahan
potensi hutan rakyat yang dimiliki oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber

Daya Alam Kabupaten Purwakarta belum lengkap dan akurat, hal ini disebabkan

pengambilan atau inventarisasi data lahan masih menggunakan alat-alat sederhana

dan faktor sumber daya manusia yang kurang memadai. Selain itu data lahan kritis

juga tidak memuat keadaan tanah secara lengap seperti jenis tanah, kedalaman

tanah, pH tanah dan kemiringan lahan.

3. Kurangnya Sarana Prasarana Penunjang

Sarana prasarana penunjang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan

pembangunan hutan rakyat di daerah. Sarana prasarana dimaksud seperti

kendaraan operasional, sarana komunikasi, peralatan teknis dan alat-alat lainnya.

Sarana prasarana penunjang yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Konservasi

Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta masih sangat terbatas. Kendaraan

operasional yang dimiliki oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) hanya 15

(lima belas) unit atau sekitar 27 persen dari jumlah PKL yang ada. Alat teknis

seperti alat untuk mengukur luas lahan kritis/potensi hutan rakyat dan alat untuk

mengetahui keadaan tanah masih belum ada.

5.1.2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap program pembangunan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta terdiri dari peluang dan ancaman. Faktor

peluang meliputi : 1) adanya sumber dana dari pemerintah pusat dan provinsi, 2)

adanya penangkar bibit daerah, dan 3) prospek ekonomi hutan rakyat cukup baik.

Sedangkan faktor ancaman meliputi : 1) pemeliharaan hutan rakyat kurang


intensif, 2) masih adanya tanah guntai, dan 3) kurangnya regenerasi petani hutan

rakyat.

A. Peluang

1. Adanya Sumber Dana dari Pemerintah Pusat dan Provinsi

Program pembangunan hutan rakyat memerlukan dana yang cukup besar.

Kebutuhan dana tersebut mulai dari perencanaan, persiapan, penyediaan bibit

tanaman, pelaksanaan penanaman, pemeliharaan tanaman sampai pengawasan.

Peluang dana untuk pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta berasal

dari dua sumber. Pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)

dalam bentuk Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

(GNRHL). Kedua, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi

Jawa Barat dalam bentuk Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK).

Pada tahun 2004 Kabupaten Purwakarta mendapatkan anggaran untuk

kegiatan GNRHL sebesar Rp 3.885.810.000,- dan kegiatan GRLK sebesar Rp

75.000.000,-. Pada tahun 2005 anggaran untuk kegiatan GNRHL sebesar Rp

2.607.015.000,- dan untuk kegiatan GRLK sebesar Rp 800.000,-. Pada tahun 2006

anggaran untuk kegiatan GNRHL sebesar Rp 3.916.937.000,- dan kegiatan GRLK

sebesar Rp 1.400.000.000,-

2. Adanya Penangkar Bibit Daerah

Bibit tanaman merupakan material pokok kegiatan yang sangat diperlukan

dalam pembangunan hutan rakyat. Petani hutan rakyat biasanya tidak

mengusahakan bibit tanaman sendiri/swadaya, tetapi membeli atau disediakan


oleh pihak lain yang mengusahakan budidaya bibit tanaman atau biasa disebut

penangkar bibit.

Di Kabupaten Purwakarta terdapat 13 penangkar bibit tanaman, yang

tersebar di 6 (enam) kecamatan ; Kecamatan Bojong, Kiarapedes, Darangdan,

Sukasari, Maniis dan Tegalwaru. Jenis bibit tanaman yang dibudidayakan terdiri

dari jenis kayu-kayuan dan buah-buahan.

Adanya penangkar bibit tanaman di dalam daerah Kabupaten Purwakarta

merupakan suatu peluang yang dapat mendukung keberhasilan pembangunan

hutan rakyat. Bibit yang berasal dari dalam daerah lebih terjamin kualitasnya,

mudah aksesibilitasnya dan lebih sesuai dengan keadaan lingkungan lokasi

penanaman.

3. Prospek Ekonomi Hutan Rakyat Cukup Baik

Kebutuhan kayu untuk bahan baku industri di Indonesia mencapai 50-60

juta meter kubik per tahun, dimana sekitar 25 juta meter kubik untuk keperluan

industri pulp dan kertas. Sebagian besar pasokan kayu tersebut sampai saat ini

masih bergantung pada hutan alam, padahal kemampuan penyediaan kayu bulat

dari hutan alam untuk tahun 2006 hanya sekitar 8,2 juta meter kubik. Oleh karena

itu, pembangunan hutan tanaman harus ditingkatkan dan dipercepat untuk dapat

mengatasi kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan kayu bulat. Pembangunan

hutan tanaman oleh rakyat mempunyai arti penting karena dapat mengurangi

masalah kekurangan bahan baku industri kayu (Justianto, 2007).

Ameglia (2007) menyebutkan budidaya kayu baru berkembang dua tiga

dekade kini karena adanya pasar : untuk peralatan rumah tangga, peti kemas, pulp,

dan lain-lain penggunaan. Hal ini sangat mudah ditemukan mulai dari Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kayu sengon banyak digunakan untuk peti

kemas, pulp, perabot rumah tangga, bahan bangunan. Kayu jati, mahoni dan kayu

keras lainnya lebih digunakan untuk perabot rumah tangga dan bahan bangunan

rumah yang tergolong mewah. Hasil penting lain dari hutan rakyat adalah kayu

bakar yang banyak dikonsumsi oleh industri-industri kecil seperti industri genteng

dan bata, industri makanan. Disamping itu, rumah tangga di pedesaan Jawa

sebagian besar masih menggunakan kayu bakar. Berdasarkan Sensus Pertanian

1983, sekitar 93 persen rumah tangga petani menggunakan kayu bakar dengan

rata-rata konsumsi setiap rumah tangga 6,69 kg per hari. Sebagian besar (61,4

persen) rumah tangga yang membudidayakan pohon lebih mengutamakan

hasilnya sebagai kayu bakar, diikuti oleh buah-buahan (43,6 persen) dan kayu

pertukangan (30,6 persen).

Berdasarkan uraian diatas, sangat jelas bahwa pembangunan hutan rakyat

memiliki peluang prospek ekonomi yang cukup baik mengingat kebutuhan

permintaan kayu akan terus meningkat baik permintaan pasar dalam negeri

maupun luar.

B. Ancaman

1. Pemeliharaan Hutan Rakyat Kurang Intensif

Pemeliharaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani masih kurang

intensif. Masih banyak petani hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta yang

melakukan pemeliharaan seperti pemupukan, pembersihan lahan dan penyulaman

hanya satu kali setelah waktu penanaman. Secara teknis, pemeliharaan yang

kurang intensif dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman di lokasi hutan rakyat

kurang baik. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa faktor pemupukan dan
pembersihan lahan merupakan faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap

tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

Omon dan Priadjati (2004) mengungkapkan bahwa saat ini program

rehabilitasi dan regenerasi hutan tampaknya belum berhasil dengan baik,

khususnya di luar Jawa. Kemungkinan ketidakberhasilan ini dipengaruhi oleh

berbagai faktor, antara lain kualitas bibit yang rendah, pemeliharaan kurang

intensif, kekeringan, kebakaran dan rendahnya rasa memiliki. Sedangkan

Fauziyah dan Diniyati (2006) menyatakan, petani hutan rakyat cenderung

memposisikan pohon yang ada di lokasi hutan rakyat sebagai “tabungan” dan

tidak sebagai sumber pendapatan utama, dimana pada saat dibutuhkan dapat

ditebang dan dijual, atau yang lebih dikenal dengan “daur butuh”. Cara pandang

ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan hutan rakyat itu sendiri, dimana jika

pohon dipandang sebagai sumber pendapatan utama maka pengelolaannya akan

lebih intensif.

2. Masih Adanya Tanah Guntai

Yang dimaksud dengan tanah guntai adalah tanah yang letaknya berada di

dalam daerah atau wilayah Kabupaten Purwakarta tetapi pemiliknya adalah

penduduk luar daerah seperti Bandung, Jakarta, Bekasi dan Subang. Tanah

tersebut biasanya dititipkan kepada penduduk pribumi atau petani penggarap.

Tanah guntai ini sebagian besar berada di Kecamatan Campaka, Cibatu,

Bungursari, Babakan Cikao, Bojong, Kiarapedes dan Wanayasa.

Tanah-tanah guntai tersebut sebenarnya merupakan lahan yang cukup

potensial sebagai lokasi hutan rakyat, tetapi petani penggarap sebagian besar tidak

tertarik untuk menanam tanaman hutan rakyat, hal ini disebabkan petani
penggarap khawatir tanaman kayu akan diakui oleh pemilik lahan atau jika secara

mendadak terjadi alih fungsi lahan atas kehendak pemilik lahan.

Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor tanah guntai atau status lahan juga

merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang bepengaruh nyata terhadap

tingkat keberhasilan hutan rakyat.

3. Kurangnya Regenerasi Petani Hutan Rakyat

Usaha hutan rakyat seperti usaha pertanian pada umumnya, kurang menarik

bagi kalangan generasi muda di desa. Generasi muda di desa banyak yang

urbanisasi ke kota atau bahkan lebih memilih menjadi pengangguran, daripada

membantu atau meneruskan usaha tani hutan rakyat orang tua mereka.

Berdasarkan hasil pengambilan data ternyata sebagian besar petani hutan

rakyat yang menjadi responden berumur 50 tahun atau lebih. Dari 106 petani

responden; 64 orang berumur 50 tahun atau lebih (60,38 persen), 28 orang

berumur 40 tahun sampai 49 tahun (26,41 persen) dan hanya 14 orang yang

berumur dibawah 40 tahun (13,21 persen).

Petani merupakan pelaku utama kegiatan hutan rakyat, yang sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Rendahnya

regenerasi petani hutan rakyat merupakan ancaman yang cukup serius, karena

dapat menghambat keberlanjutan dan kesinambungan pembangunan hutan rakyat.

5.2. Evaluasi Faktor Lingkungan Strategis

Evaluasi lingkungan strategis terdiri dari Internal Factor Evaluation (IFE)

dan External Factor Evaluation (EFE), yaitu dengan memberikan nilai bobot dan

peringkat pada masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan


faktor eksternal (peluang dan ancaman). Hasil dari evaluasi lingkungan strategis

adalah faktor internal dan eksternal yang mempunyai derajat kepentingan relatif

lebih tinggi dibandingkan faktor-faktor yang lainnya.

5.2.1. Evaluasi Faktor Internal (IFE)

Evaluasi faktor internal adalah pemberian nilai bobot dan peringkat yang

dilakukan oleh responden pada masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan.

Hasil evaluasi faktor internal secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah

ini.

Tabel 3. Hasil Evaluasi Faktor Internal (IFE)

No. Faktor Internal Bobot Peringkat Skor


A. Kekuatan
1. Komitmen pemerintah daerah terhadap 0,262 4 1,048
pembangunan kehutanan
2. Adanya tenaga PKL 0,210 4 0,840
3. Adanya UPTD Penelitian dan Pengembangan 0,179 3 0,537

B. Kelemahan
1. Belum adanya Peraturan Daerah 0,107 1 0,107
tentang hutan rakyat
2. Data lahan kritis/lahan potensi hutan rakyat 0,079 2 0,158
Belum akurat
3. Kurangnya sarana prasarana penunjang 0,163 1 0,163
Jumlah : 2,853

Hasil penilaian bobot terhadap faktor internal (kekuatan dan kelemahan)

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta, yang dilakukan oleh 7

(tujuh) responden menunjukan bahwa faktor internal kekuatan yang mempunyai

derajat kepentingan relatif tertinggi adalah komitmen pemerintah daerah terhadap

pembangunan kehutanan dengan bobot rata-rata 0,262. Kemudian diikuti oleh


faktor adanya tenaga Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) dengan bobot rata-

rata 0,210. Sedangkan faktor adanya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

Penelitian dan Pegembangan memiliki bobot rata-rata terendah sebesar 0,179.

Sedangkan faktor kelemahan yang mempunyai derajat kepentingan relatif

tertinggi dalam pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta adalah

kurangnya sarana prasarana penunjang dengan bobot rata-rata 0,163. Faktor

belum adanya Peraturan Daerah tentang hutan rakyat memiliki bobot rata-rata

lebih rendah yaitu sebesar 0,107. Sedangkan faktor data lahan kritis/lahan potensi

hutan rakyat yang belum akurat memiliki nilai bobot rata-rata terendah yaitu

sebesar 0,079.

Hasil analisis IFE juga menunjukan bahwa faktor kekuatan komitmen

pemerintah daerah terhadap pembangunan kehutanan dan faktor adanya tenaga

PKL mempunyai peringkat tertinggi sebesar 4, artinya kedua faktor tersebut

pengaruhnya sangat kuat dalam pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta. Sedangkan faktor adanya UPTD Penelitian dan Pengembangan

mendapatkan nilai peringkat 3, artinya faktor tersebut pengaruhnya kuat dalam

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

Penilaian peringkat terhadap faktor kelemahan menunjukan bahwa faktor

belum adanya Peraturan Daerah tentang hutan rakyat dan faktor kurangnya sarana

prasarana penunjang mendapat nilai peringkat 1, yang berarti kedua faktor

tersebut pengaruhnya sangat lemah dalam pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta. Sedangkan faktor data lahan kritis/lahan potensi hutan

rakyat yang belum akurat mendapatkan nilai peringkat 2, artinya faktor ini

pengaruhnya agak lemah.


Total skor faktor internal sebesar 2,853 (di atas nilai rata-rata 2,5). Hal ini

menunjukan kondisi faktor internal pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta pada saat ini cukup kuat.

5.2.2. Evaluasi Faktor Eksternal

Evaluasi faktor eksternal adalah pemberian nilai bobot dan peringkat yang

dilakukan oleh responden pada masing-masing faktor peluang dan ancaman. Hasil

evaluasi faktor eksternal secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)

No. Faktor Eksternal Bobot Peringkat Skor


A. Peluang
1. Adanya sumber dana dari pemerintah 0,262 4 1,048
pusat dan provinsi
2. Adanya penangkar bibit daerah 0,139 3 0,417
3. Prospek ekonomi hutan rakyat cukup baik 0,123 3 0,369

B. Ancaman
1. Pemeliharaan hutan rakyat kurang intensif 0,242 1 0,242
2. Masih adanya tanah guntai 0,159 1 0,159
3. Kurangnya regenerasi petani hutan rakyat 0,075 2 0,150
Jumlah 2,385

Hasil penilaian bobot terhadap faktor eksternal (peluang dan ancaman)

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta seperti pada Tabel 4

menunjukan bahwa faktor eksternal peluang adanya sumber dana dari pemerintah

pusat dan provinsi mempunyai derajat kepentingan relatif lebih tinggi dari pada

faktor adanya penangkar bibit daerah dan faktor prospek ekonomi hutan rakyat.

Sedangkan faktor adanya penangkar bibit daerah mempunyai derajat kepentingan

relatif lebih tinggi dari pada faktor prospek ekonomi hutan rakyat. Faktor adanya
sumber dana dari pemerintah pusat dan provinsi memiliki nilai bobot 0,262.

Faktor adanya penangkar bibit daerah memiliki nilai bobot 0,139. Faktor prospek

ekonomi hutan rakyat memiliki nilai bobot 0,123.

Faktor eksternal ancaman pemeliharaan hutan rakyat kurang intensif

memiliki derajat kepentingan yang paling tinggi, dibandingkan faktor ancaman

yang lainnya. Faktor pemeliharaan hutan rakyat kurang intensif memiliki nilai

bobot 0,242. Faktor masih adanya tanah guntai memiliki nilai bobot 0,159. Faktor

kurangnya regenerasi petani hutan rakyat memiliki nilai bobot 0,075.

Hasil penilaian peringkat terhadap faktor eksternal peluang menunjukan

bahwa faktor yang memiliki peluang sangat besar dalam pembangunan hutan

rakyat di Kabupaten Purwakarta adalah faktor adanya sumber dana dari

pemerintah pusat dan provinsi dengan nilai peringkat 4. Sedangkan faktor adanya

penangkar bibit daerah dan faktor prospek ekonomi hutan rakyat memiliki

peluang yang lebih kecil dengan nlai peringkat 3.

Sedangkan hasil penilaian peringkat terhadap faktor eksternal ancaman

menunjukan bahwa faktor pemeliharaan hutan rakyat yang kurang intensif dan

faktor masih adanya tanah guntai memiliki nilai peringkat yang sama yaitu 1,

yang berari kedua faktor ancaman tersebut pengaruhnya sangat kuat dalam

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Sedangkan faktor ancaman

kurangnya regenerasi petani hutan rakyat memiliki nilai peringkat 1, artinya

pengaruh faktor ini agak kuat.

Total skor faktor eksternal sebesar 2,385 (di atas nilai rata-rata 2,5). Hal

ini berarti kondisi faktor ekternal peluang dan ancaman dalam pembangunan

hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta pada saat ini mendapat respon cukup baik.
Nilai bobot masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan

faktor eksternal (peluang dan ancaman) digunakan dalam analisis QSPM

(Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk menentukan prioritas strategi

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

5.3. Alternatif Strategi Pembangunan Hutan Rakyat


di Kabupaten Purwakarta

Perumusan alternatif strategi dengan analisis SWOT merupakan gabungan

antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang

dan ancaman), yang terdiri dari : 1) gabungan faktor kekuatan/strength-

peluang/opportunity (S-O), 2) gabungan faktor kelemahan/weakness-

peluang/opportunity (W-O), 3) gabungan faktor kekuatan/strength-

ancaman/threats (S-T), dan 4) gabungan faktor kelemahan/weakness-

ancaman/threats (W-T).

Berdasarkan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta yang telah teridentifikasi,

maka dengan menggunakan analisis SWOT dapat dirumuskan 7 (tujuh) alternatif

strategi terdiri dari : a) 2 strategi yang merupakan gabungan faktor kekuatan-

peluang (S-O), b) 1 strategi yang merupakan gabungan faktor kelemahan-

peluang (W-O), c) 3 strategi yang merupakan gabungan faktor kekuatan-ancaman

(S-T), dan c) 1 strategi yang merupakan gabungan faktor kelemahan-ancaman (W-

T). Secara lengkap alternatif strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta dapat dilihat pada matriks SWOT seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks Analisis SWOT Perumusan Alternatif Strategi


Pembangunan Hutan Rakyat Di Kabupaten Purwakarta
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Faktor Internal S1=Komitmen pemerintah daerah W1=Belum adanya Peraturan
terhadap pembangunan Daerah tentang hutan
kehutanan. rakyat
S2=Adanya tenaga Penyuluh W2=Data lahan kritis/lahan
Kehutanan Lapangan (PKL) potensi hutan rakyat belum
Faktor Eksternal S3=Adanya UPTD Penelitian dan akurat
Pengembangan W3=Kurangnya sarana prasarana
penunjang
Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O
O1=Adanya sumber dana 1. Menggunakan komitmen 1. Penyusunan data lahan kritis/
dari pemerintah pusat pemerintah daerah untuk lahan potensi hutan rakyat
dan provinsi menyerap dana pusat dan dengan memanfaatkan dana
O2=Adanya penangkar bibit provinsi untuk pengembangan pusat dan provinsi (W2-O1)
daerah hutan rakyat (S1-O1)
O3=Prospek ekonomi hutan 2. Membangun kemitraan antara
rakyat cukup baik UPTD Penelitian dan
Pengembangan dengan
penangkar bibit daerah (S3-O2)
Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T
T1=Pemeliharaan hutan 1. Menggunakan peranan 1. Memanfaatkan sarana
rakyat kurang intensif pemerintah daerah dalam prasarana yang ada dalam
T2=Masih adanya tanah menangani hutan rakyat pada rangka sosialisasi hutan rakyat
guntai tanah guntai (S1-T2) kepada generasi muda (W3-T3)
T3=Kurangnya regenerasi 2. Meningkatkan penyuluhan
petani hutan rakyat mengenai pemeliharaan hutan
rakyat (S2-T1)
3. Melakukan penelitian dan
pengembangan teknik budidaya
dan pemeliharaan hutan rakyat
(S3-T1)

Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui 7 (tujuh) alternatif strategi

yang dapat dirumuskan dalam pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta adalah sebagai berikut :

a. Strategi S-O, yang merupakan penggabungan antara faktor kekuatan/strength

dengan faktor peluang/opportunity. Alternatif strategi S-O adalah sebagai

berikut :

1. Menggunakan komitmen pemerintah daerah untuk menyerap dana pusat

dan provinsi untuk pengembangan hutan rakyat. Strategi ini dirumuskan

dengan menggunakan faktor kekuatan komitmen pemerintah daerah


terhadap pembangunan kehutanan, dan menangkap peluang adanya

sumber dana dari Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat yang

dialokasikan untuk program pembangunan hutan rakyat di tingkat

kabupaten.

2. Membangun kemitraan antara UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas)

Penelitian dan Pengembangan dengan penangkar bibit daerah. Perumusan

strategi ini yaitu dengan memanfaatkan faktor kekuatan adanya UPTD

Penelitian dan Pengembangan, dan menangkap peluang adanya penangkar

bibit daerah yang ada di wilayah Kabupaten Purwakarta. Adanya

kemitraan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam

penyediaan bibit yang berkualitas baik untuk kegiatan pembangunan hutan

rakyat.

b. Strategi W-O, yang merupakan penggabungan antara faktor

kelemahan/weakness dengan faktor peluang/opportunity. Alternatif strategi

W-O adalah sebagai berikut :

1. Penyusunan data lahan kritis/lahan potensi hutan rakyat dengan

memanfaatkan dana pusat dan provinsi. Strategi ini dirumuskan dengan

mempertimbangkan faktor kelemahan data lahan kritis/lahan potensi hutan

rakyat yang belum akurat, yang akan diatasi dengan menangkap peluang

adanya sumber dana dari Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat.

Mengalokasikan dana untuk membuat data lahan potensi hutan rakyat

yang akurat akan sangat berguna bagi penyusunan perencanaan

pembangunan hutan rakyat.


c. Strategi S-T, yang merupakan penggabungan antara faktor kekuatan/strength

dengan faktor ancaman/threat. Alternatif strategi S-T adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan peranan pemerintah daerah dalam menangani hutan rakyat

pada tanah guntai. Strategi ini dirumuskan dengan menggunakan faktor

kekuatan komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan kehutanan,

untuk mengatasi ancaman faktor adanya tanah guntai. Pemerintah daerah

dapat menjadi perantara atau mediator antara pemilik lahan dengan petani

penggarap dalam membuat sebuah kesepakatan yang berhubungan dengan

penggunaan lahan untuk hutan rakyat. Isi kesepakatan itu berasal dari

kedua belah pihak pemilik dan penggarap, yang dapat berisi mengenai

jaminan alih fungsi lahan dan bagi hasil tanaman hutan rakyat.

2. Meningkatkan penyuluhan mengenai pemeliharaan hutan rakyat. Strategi

ini merupakan penggabungan antara faktor kekuatan adanya tenaga PKL

(Penyuluh Kehutanan Lapangan), untuk mengatasi ancaman pemeliharaan

hutan rakyat yang kurang intensif. Frekunsi dan materi penyuluhan

mengenai pemeliharaan hutan rakyat harus lebih ditingkatkan sehingga

petani termotivasi untuk memelihara hutan rakyat secara lebih intensif.

3. Melakukan penelitian dan pengembangan teknik budidaya dan

pemeliharaan hutan rakyat. Strategi ini dirumuskan dengan melihat faktor

kekuatan adanya UPTD Penelitian dan Pengembangan, untuk mengatasi

ancaman faktor pemeliharaan hutan rakyat yang masih kurang intensif.

UPTD Penelitian dan Pengembangan ini dapat melakukan penelitian dan

pengembangan mengenai teknik-teknik budidaya dan pemeliharaan hutan

rakyat, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat/petani. Penelitian dan


pengembangan diarahkan untuk menghasilkan teknologi budidaya dan

pemeliharaan hutan rakyat yang murah dan dapat diterima oleh petani.

d. Strategi W-T, yang merupakan penggabungan antara faktor

kelemahan/weakness dengan faktor ancaman/threat. Alternatif strategi W-T

adalah sebagai berikut :

1. Memanfaatkan sarana prasarana yang ada dalam rangka sosialisasi hutan

rakyat kepada generasi muda. Strategi ini dirumuskan dengan

meminimalkan kelemahan kurangnya sarana prasarana penunjang yang

dimiliki, untuk mengatasi ancaman pemeliharaan hutan rakyat yang

kurang intensif oleh petani. Pemanfaatan sarana prasarana penunjang yang

ada saat ini, seperti kendaraan operasional PKL, harus lebih dioptimalkan

untuk memotivasi petani agar memelihara dan mengelola hutan rakyat

secara lebih intensif.

5.4. Prioritas Strategi Pembangunan Hutan Rakyat


di Kabupaten Purwakarta

Perumusan prioritas strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta dengan menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic

Planning Matrix), yang merupakan lanjutan dari analisis perumusan alternatif

strategi dengan analisis SWOT. Strategi yang mempunyai total nilai kemenarikan

relatif (Total Attractive Score/TAS) tertinggi merupakan prioritas strategi

pembangunan hutan rakyat yang utama.


Dengan menggunakan analisis QSPM (Quantitative Strategic Planning

Matrix) dapat diketahui urutan prioritas strategi pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Prioritas Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta


Berdasarkan Hasil Analisis QSPM.

No Strategi TAS Prioritas


1. Menggunakan komitmen pemerintah daerah untuk menyerap 7,001 1
dana pusat dan provinsi untuk pengembangan hutan rakyat.
2. Membangun kemitraan antara UPTD Penelitian dan 6,263 4
Pengembangan dengan penangkar bibit daerah.
3. Penyusunan data lahan kritis/lahan potensi hutan rakyat 5,476 6
dengan memanfaatkan dana pusat dan provinsi.
4. Menggunakan peranan pemerintah daerah dalam menangani 5,718 5
hutan rakyat pada tanah guntai.
5. Meningkatkan penyuluhan mengenai pemeliharaan hutan 6,551 2
rakyat.
6. Melakukan penelitian dan pengembangan teknik budidaya dan 6,303 3
pemeliharaan hutan rakyat.
7. Memanfaatkan sarana prasarana yang ada dalam rangka 5,281 7
sosialisasi hutan rakyat kepada generasi muda.

Berdasarkan Tabel 6 dapat dirumuskan 3 (tiga) prioritas strategi tertinggi

atau strategi utama pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta, sebagai

berikut :

1. Menggunakan komitmen pemerintah daerah untuk menyerap dana pusat dan

provinsi untuk pengembangan hutan rakyat.

2. Meningkatkan penyuluhan mengenai pemeliharaan hutan rakyat.

3. Melakukan penelitian dan pengembangan teknik budidaya dan pemeliharaan

hutan rakyat.

Sedangkan strategi lainnya tidak termasuk prioritas strategi utama dalam

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Strategi-strategi tersebut

adalah :
1. Membangun kemitraan antara UPTD Penelitian dan Pengembangan dengan

penangkar bibit daerah.

2. Menggunakan peranan pemerintah daerah dalam menangani hutan rakyat pada

tanah guntai.

3. Penyusunan data lahan kritis/lahan potensi hutan rakyat dengan memanfaatkan

dana pusat dan provinsi.

4. Memanfaatkan sarana prasarana yang ada dalam rangka sosialisasi hutan

rakyat kepada generasi muda.

Strategi yang memiliki nilai TAS (Total Attractive Score) tertinggi sebesar

7,001 adalah menggunakan komitmen pemerintah daerah untuk menyerap dana

pusat dan provinsi untuk pengembangan hutan rakyat. Perumusan strategi ini

menjadi strategi utama dalam pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta sangat tepat. Hal ini mengingat komitmen pemerintah daerah sangat

menentukan dalam alokasi penggunaan dana atau anggaran untuk pembangunan,

apakah pembangunan dititikberatkan pada urusan pendidikan, kesehatan,

pembangunan jalan, pertanian, kehutanan atau yang lainnya. Di sisi lain

pembangunan hutan rakyat memerlukan biaya atau anggaran yang sangat besar,

sedangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kabupaten Purwakarta untuk pembangunan kehutanan sangat terbatas. Strategi ini

juga dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan hutan rakyat di daerah ke

arah diversifikasi usaha tani hutan rakyat untuk meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani atau masyarakat.

Strategi lain yang menjadi prioritas strategi pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta adalah meningkatkan penyuluhan mengenai pemeliharaan


hutan rakyat dengan nilai TAS sebesar 6,551. Strategi ini lebih dititikberatkan

pada upaya meningkatkan motivasi dan kemampuan petani untuk melaksanakan

pemeliharaan hutan rakyat secara intensif sehingga tingkat keberhasilan

pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta menjadi sangat baik secara

merata. Peran PKL (Penyuluh Kehutanan Lapangan) sangat penting dalam strategi

ini untuk memberikan pemahaman pentingnya pemeliharaan hutan rakyat kepada

petani. Sampai dengan saat ini masih ada petani hutan rakyat yang beranggapan

bahwa tanaman kayu-kayuan dapat tumbuh tanpa perlu pemeliharaan yang

intensif setelah pelaksanaan penanaman. Penyuluhan juga harus dapat memotivasi

petani sehingga petani secara sadar dan atas keinginan sendiri melakukan

pemeliharaan hutan rakyat.

Strategi ketiga yang menjadi prioritas strategi adalah melakukan penelitian

dan pengembangan teknik budidaya dan pemeliharaan hutan rakyat. Hampir sama

dengan strategi kedua, strategi ini juga bertujuan untuk meningkatkan

pemeliharaan hutan rakyat guna mencapai hasil yang lebih baik. Secara teknis

pemeliharaan memang merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

keberhasilan pembangunan hutan rakyat. Penelitian-penelitian dan pengembangan

teknik pemeliharaan tanaman hutan rakyat sudah banyak dilaksanakan seperti

penelitian tentang pemupukan, pengendalian gulma dan hama penyakit, dan

pembersihan lahan. Penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh UPTD

Penelitian dan Pengembangan Dinas diarahkan untuk menghasilkan teknik

pemeliharaan dan teknik budidaya usaha tani hutan rakyat yang sesuai dengan

keadaan daerah, keadaan dan perilaku petani, dan faktor sosial ekonomi petani

hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.


VI. PERANCANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN
HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA

Perancangan program pembangunan hutan rakyat di Kabupaten

Purwakarta merupakan lanjutan dari perumusan prioritas strategi. Perancangan

program dan kegiatan harus mengacu kepada visi dan misi yang telah ditetapkan

sehingga program dan kegiatan yang akan dilaksanakan searah dan mendukung

pencapaian sasaran dan tujuan organisasi Dinas Kehutanan dan Konservasi

Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta.

6.1. Visi dan Misi Dinas Kehutanan dan Konservasi


Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta

Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta sebagai instansi pemerintah daerah yang mengurusi kehutanan telah

menetapkan visi dan misi. Visi dinas yaitu “ Terwujudnya Sistem Pengelolaan

Hutan Lestari Kabupaten Purwakarta “. Visi tersebut menjadi cita-cita dinas

dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya. Pembangunan kehutanan

Kabupaten Purwakarta diarahkan pada pembuatan sistem pengelolaan hutan

secara lestari. Sistem pengelolaan yang ingin diwujudkan bertujuan untuk

mensejahterakan masyarakat, hutan menjadi sumber penghasilan petani dan tetap

terjaga kelestariannya.

Adapun misi yang telah ditetapkan Dinas Kehutanan dan Konservasi

Sumber Daya Alam Kabupaten Purwakarta ada lima yaitu :

1. Mempertahankan luasan hutan dengan sebaran yang proporsional.

2. Meningkatkan pengelolaan fungsi hutan dan manfaat hasil hutan.


3. Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah dan air.

4. Meningkatkan pelayanan dan hubungan kerjasama dalam rangka membangun

jaringan usaha hasil hutan.

5. Membuka peluang kerja di bidang kehutanan yang akan meningkatkan

pendapatan petani hutan.

Makna dari misi pertama adalah dinas perlu memantau luasan hutan dan

sebarannya. Disadari bahwa hutan mempunyai peran yang strategis sebagai

penjaga tata air. Dengan sebaran hutan yang proporsional di wilayah Kabupaten

Purwakarta diharapkan dapat menjamin ketersediaan air yang sangat penting bagi

usaha pertanian dan bidang usaha lainnya. Untuk mempertahankan luasan hutan

secara proporsional, pemerintah memerlukan dukungan dan peran aktif dari

masyarakat.

Makna dari misi kedua adalah dinas berperan untuk memberi motivasi dan

pembinaan kepada petani hutan rakyat dan pengusaha di bidang kehutanan untuk

dapat meningkatkan pengelolaan hutan dan meningkatkan nilai jual hasil hutan.

Pembentukan pola pikir petani dan masyarakat yang berwawasan hutan lestari

akan merubah perilaku petani dan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Fungsi

dinas sebagai fasilitator ditingkatkan untuk membantu dalam pemasaran produk-

produk kehutanan, dan berupaya bersama masyarakat untuk terus menggali dan

mengembangkan potensi hasil hutan non kayu.

Makna dari misi ketiga adalah dinas memberi rangsangan kepada

masyarakat untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi tanah

dan air pada lahan kritis. Kesadaran masyarakat untuk melakukan rehabilitasi dan
konservasi tanah pada lahan kritis secara swadaya masih perlu untuk ditingkatkan,

keterbatasan dana menjadi kendala utama bagi masyarakat.

Makna dari misi keempat adalah dinas menjaga hubungan kemitraan

dengan berbagai pihak yang terlibat dalam pembangunan kehutanan. Dinas juga

berusaha mengutamakan pelayanan prima dalam berbagai hal termasuk perijinan

bidang kehutanan. Dinas juga menjalin kerja sama dan koordinasi dengan BUMN

bidang kehutanan, serta berusaha membantu pemerintah daerah dalam menarik

investor.

Makna dari misi kelima adalah dinas berupaya mendorong pembangunan

kehutanan di daerah dan merangsang pertumbuhan usaha bidang kehutanan

sehingga menjadi peluang kerja bagi masyarakat. Dengan demikian, bidang

kehutanan dapat memberikan kontribusi secara nyata dalam upaya menangani

pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

6.2. Program Pembangunan Hutan Rakyat Kabupaten Purwakarta

Perancangan program pembangunan hutan rakyat dengan menggunakan

metode Focus Group Discussion (FGD) melibatkan pejabat dan pelaksana dinas

yang memahami pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta dengan

tujuan untuk menghasilkan program yang tepat dan terarah. Penjabaran suatu

program menjadi kegiatan-kegiatan dengan mempertimbangkan keadaan nyata di

lapangan dan kemampuan sumber daya yang ada.

Hasil perancangan program dan kegiatan pembangunan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta adalah sebagai berikut :


1. Program pada prioritas strategi pertama (menggunakan komitmen pemerintah

daerah untuk menyerap dana pusat dan provinsi untuk pengembangan hutan

rakyat) ada dua yaitu :

a. Program pengembangan hutan rakyat sistem agroforestry dan sylvopastur,

yang terdiri dari kegiatan :

- Bantuan bergulir hewan ternak kepada petani hutan rakyat.

- Pembuatan model kawasan hutan rakyat agroforestry terpadu.

b. Program pembuatan kawasan hutan rakyat wisata, yang terdiri dari

kegiatan :

- Penataan areal hutan rakyat wisata.

- Pembangunan fasilitas wisata di dalam hutan rakyat.

- Penanaman jenis tanaman asli daerah dan tanaman langka.

- Pelatihan petani hutan rakyat pemandu wisata

2. Program pada prioritas strategi kedua (meningkatkan penyuluhan mengenai

pemeliharaan hutan rakyat) ada dua yaitu :

a. Program peningkatan motivasi dan kesadaran petani, terdiri dari kegiatan :

- Pembentukan forum koordinasi petani hutan rakyat kabupaten.

- Penilaian dan lomba hutan rakyat tingkat kabupaten.

b. Program peningkatan wawasan dan keterampilan penyuluh kehutanan.

- Pendidikan dan pelatihan hutan rakyat bagi penyuluh kehutanan.

- Beasiswa pendidikan bagi penyuluh kehutanan berprestasi.


3. Program pada prioritas strategi ketiga (melakukan penelitian dan

pengembangan teknik budidaya dan pemeliharaan hutan rakyat) ada dua yaitu

a. Program penelitian dan pengembangan teknik pemeliharaan dengan bahan

alami, terdiri dari kegiatan :

- Penelitian jenis-jenis tanaman sebagai pestisida alami.

- Pengembangan pemanfaatan pupuk bokhasi dan pupuk kandang pada

hutan rakyat.

- Pengembangan pemanfaatan batang pohon pisang sebagai sumber air

tanaman.

b. Program peningkatan sarana prasarana penelitian, terdiri dari kegiatan :

- Pembangunan laboratorium dan perpustakaan.

- Peningkatan keterampilan, pendidikan dan pelatihan aparatur penelitian.

Program pengembangan hutan rakyat sistem agroforestry dan sylvopastur

merupakan program intensifikasi dan diversifikasi usaha tani hutan rakyat.

Dengan hutan rakyat sistem agroforestry dan sylvopastur diharapkan

pemeliharaan hutan rakyat oleh petani akan lebih intensif. Program ini juga

bertujuan agar petani tidak hanya mengandalkan hasil panen dari tanaman hutan

rakyat yang relatif lama, tetapi dapat menambah penghasilan dari hasil panen

tanaman musiman dan hasil ternak. Untuk mendukung pelaksanaan program ini

melalui dua kegiatan yaitu : 1) Kegiatan bantuan bergulir hewan ternak kepada

petani hutan rakyat dengan pertimbangan pada saat ini petani tidak memiliki

kemampuan modal atau dana untuk membeli hewan ternak, dengan bantuan

bergulir ini diharapkan kegiatan dapat berjalan secara berkelanjutan. Kegiatan ini
dilaksanakan selama tiga tahun di Kecamatan Wanayasa, Bojong, Pondok Salam

dan Kiarapedes. 2) Kegiatan pembuatan model kawasan hutan rakyat agroforestry

terpadu dengan pertimbangan untuk membuat suatu unit percontohan hutan rakyat

agroforestry yang memadukan tanaman kehutanan dengan berbagai tanaman

musiman. Kegiatan ini dilaksanakan selama lima tahun di Kecamatan Sukatani

dan Maniis. Untuk tahun pertama dan tahun kedua tanaman kehutanan dapat

dikombinasikan dengan tanaman musiman yang memerlukan cukup banyak sinar

matahari seperti kacang panjang, mentimun dan jagung. Pada tahun ketiga sampai

tahun kelima tanaman kehutanan yang sudah cukup tinggi dapat dikombinasikan

dengan tanaman yang tidak memerlukan sinar matahari cukup banyak seperti

tanaman obat-obatan jahe, kunyit, lengkuas dan lain sebagainya.

Program pembuatan kawasan hutan rakyat wisata bertujuan untuk

menggali potensi-potensi sumber pendapatan lain dari suatu lahan hutan rakyat

yaitu nilai estetika atau lingkungan yang dapat dikemas menjadi suatu lokasi

wisata. Program ini dirumuskan dengan memperhatikan perkembangan wisata

alam dan lingkungan yang berkembang pada beberapa tahun terakhir di berbagai

daerah di Indonesia. Hutan rakyat wisata dinilai merupakan suatu potensi wisata

dengan nilai spesifik tertentu yang dapat menarik minat wisatawan. Program

pembuatan kawasan hutan rakyat wisata dipusatkan di wilayah Kecamatan Bojong

dengan pertimbangan letaknya yang berdekatan dengan Gunung Burangrang yang

dapat berpotensi sebagai obyek wisata alam. Program ini dilaksanakan selama dua

tahun dan meliputi empat kegiatan. Kegiatan penataan areal hutan rakyat wisata

dan Kegiatan pembangunan fasilitas wisata di dalam hutan rakyat, yang

dilaksanakan pada tahun pertama. Kegiatan penanaman jenis tanaman asli daerah
dan tanaman langka dan Kegiatan pelatihan petani hutan rakyat pemandu wisata,

dilaksanakan pada tahun kedua.

Program peningkatan motivasi dan kesadaran petani sejalan dengan tujuan

dinas untuk membangun pola pikir masyarakat. Program ini juga sejalan dengan

sasaran dinas untuk tercapainya pemberdayaan penyuluh, aparat dan masyarakat

kehutanan. Pembentukan kesadaran dan motivasi petani mengenai aspek

pemeliharaan dan pengelolaan hutan rakyat memerlukan waktu yang cukup lama,

sehingga perlu adanya upaya yang serius dan berkesinambungan. Untuk

mendukung pelaksanaan pogram ini melalui dua kegiatan yaitu : 1) Kegiatan

pembentukan forum koordinasi petani hutan rakyat kabupaten yang bertujuan

untuk membentuk suatu wadah bagi para petani hutan rakyat yang tersebar di

kecamatan-kecamatan. Forum koordinasi ini dapat berfungsi sebagai wadah untuk

saling tukar pengalaman sesama petani, pemecahan masalah secara bersama, dan

pertemuan dengan instansi pemerintah terkait. Kegiatan ini dilaksanakan selama

satu tahun di Kabupaten Purwakarta. 2) Kegiatan penilaian dan lomba hutan

rakyat tingkat kabupaten. Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan

penghargaan kepada petani hutan rakyat yang terbaik, sehingga petani terangsang

dan termotivasi untuk bersaing menghasilkan hutan rakyat yang terbaik Kegiatan

ini juga dilaksanaka selama satu tahun di wilayah Kabupaten Purwakarta.

Program peningkatan wawasan dan keterampilan penyuluh kehutanan

bertujuan untuk menghasilkan penyuluh kehutanan yang handal dan terampil.

Peran dan tugas penyuluh kehutanan pada saat ini dihadapkan pada tantangan

yang cukup kompleks sesuai dengan perkembangan zaman dan masyarakat,

sehingga peningkatan wawasan dan keterampilan penyuluh merupakan hal yang


sangat dibutuhkan untuk mendukung tugas penyuluh dan keberhasilan pogram

pembangunan hutan rakyat di lapangan. Untuk mendukung program ini melalui

dua kegiatan yaitu Kegiatan pendidikan dan pelatihan hutan rakyat bagi penyuluh

kehutanan dan Kegiatan beasiswa pendidikan bagi penyuluh kehutanan

berprestasi. Kedua kegiatan ini dilaksanakan selama tiga tahun dan diperuntukan

badi para Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL).

Program penelitian dan pengembangan teknik pemeliharaan dengan bahan

alami bertujuan untuk menghasilkan teknik pemeliharaan hutan rakyat yang

murah, mudah dan ramah lingkungan. Hasil penelitian ini kemudian

dikembangkan pada tingkat petani hutan rakyat di wilayah Kabupaten Purwakarta.

Dengan teknik pemeliharaan yang murah dan mudah dinilai sangat sesuai dengan

keadaan sosial ekonomi petani pada saat ini, sehingga petani merasa tertarik untuk

menerapkan dan mengembangkannya secara swadaya. Kegiatan penelitian jenis-

jenis tanaman sebagai pestisida alami merupakan salah satu bagian dari program

ini. Kegiatan ini dilaksanakan di UPTD Penelitian dan Pengembangan selama tiga

tahun. Kegiatan lainnya adalah Kegiatan pengembangan pemanfaatan pupuk

bokhasi dan pupuk kandang pada hutan rakyat dan Kegiatan pengembangan

pemanfaatan batang pohon pisang sebagai sumber air tanaman hutan rakyat.

Kedua kegiatan ini dilaksanakan selama lima tahun di seluruh lokasi hutan rakyat

yang ada di wilayah Kabupaten Purwakarta.

Program peningkatan sarana prasarana penelitian bertujuan untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan penelitian termasuk penelitian-penelitian

yang berhubungan dengan hutan rakyat. Dalam rangka pencapaian program ini

dilakukan melalui dua kegiatan. Pertama, Kegiatan pembangunan laboratorium


dan perpustakaan yang merupakan sarana utama suatu lembaga penelitian. Untuk

melaksanakan pembangunan laboratorium dan perpustakaan diperlukan konsultasi

ke lembaga-lembaga penelitian yang sudah ada ataupun ke perguruan tinggi.

Kegiatan ini dapat dilaksanakan selama satu tahun dan berlokasi di Kecamatan

Pondok Salam berdekatan dengan kantor UPTD Penelitian dan Pengembangan.

Kedua, Kegiatan peningkatan keterampilan, pendidikan dan pelatihan aparatur

penelitian sebagai upaya untuk menghasilkan aparatur penelitian yang handal dan

terampil, sehingga dapat menghasilkan penelitian-penelitian yang bermanfaat bagi

keberhasilan dan kemajuan pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga tahun, dan diperuntukan bagi aparat atau

pegawai dinas di UPTD Penelitian dan Pengembangan.


VI. VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta belum merata,

dimana sekitar 30,19 persen petani hutan rakyat masih termasuk dalam kriteria

tidak berhasil, sedangkan petani hutan rakyat yang termasuk dalam kriteria

berhasil sangat baik hanya 3,77 persen. Hutan rakyat yang termasuk dalam kriteria

tidak berhasil dapat disebabkan oleh faktor kurang intensifnya pemupukan dan

pembersihan lahan, serta adanya gangguan penggembalaan hewan ternak pada

lokasi hutan rakyat. Ketiga faktor tersebut secara langsung dapat menghambat

pertumbuhan tanaman hutan rakyat.

Tingkat keberhasilan hutan rakyat dapat dipengaruhi oleh faktor teknis dan

sosial ekonomi. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa faktor teknis yang

berpengaruh positif secara nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di

Kabupaten Purwakarta adalah pemupukan dan pembersihan lahan. Semakin

intensif pemupukan dan pembersihan lahan hutan rakyat ternyata semakin tinggi

tingkat keberhasilan hutan rakyat. Sedangkan faktor sosial ekonomi yang

berpengaruh positif secara nyata adalah pendapatan petani dan status lahan.

Tingkat keberhasilan hutan rakyat menjadi lebih tinggi jika petani memiliki

pendapatan yang lebih tinggi dan lahan merupakan milik petani.

Pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta dipengaruhi oleh

faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal

yang terdiri dari peluang dan ancaman. Berdasarkan hasil evaluasi faktor internal

ternyata faktor kekuatan yang mempunyai bobot tertinggi adalah komitmen


pemerintah daerah terhadap pembangunan kehutanan, sedangkan faktor

kelemahan yang mempunyai bobot tertinggi adalah kurangnya sarana prasarana

penunjang. Hasil evaluasi faktor eksternal menunjukan faktor peluang yang

mempunyai bobot tertinggi adalah adanya sumber dana dari pemerintah pusat dan

provinsi, sedangkan faktor ancaman yang mempunyai bobot tertinggi adalah

pemeliharaan hutan rakyat yang kurang intensif.

7.2. Saran

Untuk pelaksanaan pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta pada

masa yang akan datang perlu adanya strategi pembangunan hutan rakyat yang

tepat. Strategi tersebut dirumuskan berdasarkan faktor internal kekuatan dan

kelemahan yang ada, serta faktor eksternal peluang dan ancaman. Berdasarkan

hasil analisis IFE-EFE, analisis SWOT dan analisis QSPM telah dirumuskan

strategi-strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta, sebagai

berikut :

1. Prioritas strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

a. Menggunakan komitmen pemerintah daerah untuk menyerap dana pusat

dan provinsi untuk pengembangan hutan rakyat.

b. Meningkatkan penyuluhan mengenai pemeliharaan hutan rakyat.

c. Melakukan penelitian dan pengembangan teknik budidaya dan

pemeliharaan hutan rakyat.

2. Alternatif strategi pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta.

a. Membangun kemitraan antara UPTD Penelitian dan Pengembangan

dengan penangkar bibit daerah.


b. Menggunakan peranan pemerintah daerah dalam menangani hutan rakyat

pada tanah guntai.

c. Penyusunan data lahan kritis/lahan potensi hutan rakyat dengan

memanfaatkan dana pusat dan provinsi.

d. Memanfaatkan sarana prasarana yang ada dalam rangka sosialisasi hutan

rakyat kepada generasi muda.

Hasil dari penelitian atau kajian ini dapat menjadi masukan dan bahan

pertimbangan bagi pemerintah daerah khususnya instansi terkait dalam

melaksanakan program pembangunan hutan rakyat. Beberapa masukan yang

dapat disampaikan adalah :

1. Program dan kegiatan pembangunan hutan rakyat diarahkan kepada

pengembangan hutan rakyat agroforestry dan sylvopastur dengan

menggabungkan usaha tani tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian dan

peternakan. Hutan rakyat agroforestry dan sylvopastur dapat mendorong

petani melaksanakan pemeliharaan lebih intensif, dan dapat meningkatkan

pendapatan petani.

2. Pada lokasi hutan rakyat dengan lahan status tanah guntai harus dibangun pola

kemitraan antara pemilik lahan dan petani penggarap dalam bentuk sebuah

kesepakatan, dengan pemerintah daerah sebagai mediator. Sehingga petani

memiliki kepastian dan jaminan untuk menggarap lahan hutan rakyat dan

menikmati hasil panennya.

3. Perlu disosialisasikan pembuatan dan penggunaan pupuk organik dan pestisida

alami yang bahan-bahannya mudah didapat di sekitar lokasi hutan rakyat atau
tempat tinggal petani untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan

keberhasilan hutan rakyat.

4. Lebih meningkatkan upaya partisipasi masyarakat atau petani dalam

pembangunan hutan rakyat di daerah, dengan melibatkan masyarakat atau

petani dalam proses perencanaan pembangunan hutan rakyat.

Beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungan dengan topik

penelitian hutan rakyat adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keberhasilan hutan rakyat

dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang berpengaruh, yang tidak

dimasukan dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain tersebut antara lain

permintaan pasar terhadap hasil hutan rakyat, tingkat penyuluhan yang

diperoleh petani, jumlah dan keadaan tenaga penyuluh kehutanan, serta faktor

yang lainnya.

2. Perumusan strategi pembangunan hutan rakyat dalam penelitian ini dilihat dari

sisi Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten

Purwakarta sebagai stake holder pemerintah daerah yang mengurusi hutan

rakyat. Perlu kiranya dilakukan penelitian perumusan strategi pembangunan

hutan rakyat dilihat dari sisi petani yang ditempatkan sebagai subyek dalam

pembangunan hutan rakyat di daerah.


DAFTAR PUSTAKA

Ameglia, R. 2007. Potensi Kayu dari Hutan Rakyat. Buletin Planolog


Volume 3 Nomor 1 Maret 2007.

David, F. R., 2002. Manajemen Strategis. Pearson Education Asia


Pte.Ltd. PT Prenhallindo. Jakarta.

Effendi, R. dan Sylviani. 2006. Konsepsi Rehabilitasi Lahan Kritis di


Jawa Barat. Info Sosial Ekonomi Volume 6 Nomor 1 Tahun 2006. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Departemen Kehutanan. 1999. Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen


Kehutanan Republik Indonesia. 2007.Pedoman Teknis Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen


Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Analisa Dampak dan Manfaat Gerhan.
Jakarta.

Fauziyah, E. dan Diniyati, D. 2006. Kondisi dan Potensi Tegakan Pada


Beberapa Pola Pengembangan Hutan Rakyat : Kasus di Kabupaten Ciamis. Info
Sosial Ekonomi Volume 6 Nomor 1 Tahun 2006. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor.

Herawati, T. 2005. Aplikasi Metode Proses Hirarki Analitik Dalam


Penentuan Prioritas Jenis Pohon Hutan Rakyat. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam Volume 2 Nomor 1 Tahun 2005. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembanan
Kehutanan. Bogor.

Justianto, A. 2007. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat


untuk Menunjang Pembangunan Nasional. Buletin Planolog Volume 3 Nomor 1
Maret 2007.

Mulyana, O. R. dan Priadjati, A. 2004. Pertumbuhan Meranti Pada


Program Rehabilitasi Lahan Alang-Alang Dengan Sistem Tumpangsari. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume 1 Nomor 3 Tahun 2004. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Badan Penelitian dan
Pengembanan Kehutanan. Bogor.
Nurfatriani, F. 2006. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian
Sumber Daya Hutan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan
Pengembanan Kehutanan. Bogor.

Nazif, M. dan Wibowo, A. 2005. Penggunaan Herbisida Monoamonium


Glifosat untuk Pengendalian Gulma di Bawah Tegakan Acacia mangium Willd. di
Parung Panjang Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Volume 2 Nomor 1 Tahun 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam. Badan Penelitian dan Pengembanan Kehutanan. Bogor.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta. 2005. Arah dan Kebijakan Umum


APBD Kabupaten Purwakarta Tahun 2006. Purwakarta.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten


Purwakarta Nomor 8 Tahun 2004 tentang Pembentukan Dinas Daerah. Lembaran
Daerah Kabupaten Purwakarta Tahun 2004 Nomor 21. Purwakarta.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta. 2004. Peraturan Daerah Kabupaten


Purwakarta Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis
Pada Dinas dan Lembaga Teknis Daerah. Lembaran Daerah Kabupaten
Purwakarta Tahun 2004 Nomor 25. Purwakarta.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta. 2005. Rencana Kerja Pemerintah


Kabupaten Purwakarta Tahun 2006. Purwakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1997. Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Peraturan Presiden Republik


Indonesia Nomor 89 Tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2006. Peraturan Gubernur Jawa Barat


Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Dana Gerakan
Rehabilitasi Lahan Kritis.

Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan. 2004. Potensi Hutan Rakyat


Indonesia 2003. Jakarta.

Rumboko, W. L. dan Hakim, I. 2006. Dampak Desentralisasi di Sektor


Kehutanan. Info Sosial Ekonomi Volume 6 Nomor 1 Tahun 2006. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Santoso, H. 2007. Dukungan Penelitian dan Pengembangan Terhadap


Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Surat Kabar Progresif. Jakarta.
Siregar, C. A. 2004. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza dan Pupuk
Organik untuk Memperbaiki Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume 1 Nomor 3 Tahun 2004. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Siagian, S. 2002. Manajemen Stratejik. Bumi Aksara. Jakarta.

Syahadat, E. 2006. Kajian Pedoman Penatausahaan Hasil Hutan di Hutan


Rakyat Sebagai Dasar Acuan Pemanfaatan Hutan Rakyat. Jurnal Penelitian Sosial
dan Ekonomi Kehutanan Volume 3 Nomor 1 Tahun 2006. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan. Bogor.

Syaukat, Y. 2006. Metodologi Kajian Pembangunan Daerah. Bahan


Kuliah pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah. Institut Pertanian
Bogor.

Tonny, F. 2003. Kumpulan Materi Kuliah Metodologi Kajian


Pembangunan Daerah. Magister Manajemen Pembangunan Daerah. IPB. Bogor.

Yusanto, M., I. dan Widjajakusuma, M., K. 2003. Manajemen Strategis


Perspektif Syariah. Khairul Bayan. Jakarta.

Zain, A. S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi


Hutan Rakyat. Rineka Cipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai