Anda di halaman 1dari 11

PEMBINGKAIAN CERAMAH KONTROVERSIAL GUS MUWAFIQ DALAM

JUDUL BERITA DI CHANNEL YOUTUBE TALK SHOW TV ONE DAN


KOMPASTV

Renda Yuriananta
Universitas Brawijaya
rendayuriananta@ub.ac.id

ABSTRAK
Channel Youtube Talk Show TV One dan KompasTV adalah “perpanjangan tangan” dari dua
media massa besar, yaitu TV One dan Kompas TV. Media Massa memiliki kekuatan besar
tersebut perlu dikritisi agar masyarakat dapat melakukan perenungan secara dasar terhadap
pemberitaan yang tidak higienis. Suatu media massa harus mampu menunjukkan fakta yang
netral, bukan membuat ketidakadilan pelaku dalam pemberitaan. Ketidakadilan tersebut Dapat
dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Framing merupakan sebuah pendekatan dalam
Analisis Wacana Kritis untuk mengetahui bagaimana ideologi sebuah media massa berperan
dalam membingkai peristiwa menjadi sebuah pemberitaan yang seakan netral. Channel Talk
Show TV One berpihak kepada FPI yang ditempatkan sebagai korban dalam judul berita. Gus
Muwafiq dimarginalkan dalam pemberitaan tersebut. Pada channel KompasTV, FPI
dimarginalkan dalam pemberitaan tersebut dan Gus Muwafiq ditempatkan pada posisi yang baik
serta perlu simpati-dukungan. Channel Talk Show TV One memegang ideologi ke-islam-an yang
fundamentalis. KompasTV memegang ideologi islam nusantara yang dianggap lebih “ramah”
terhadap kebudayaan dan kebiasaan baik masyarakat Indonesia.

Kata Kunci: Talk Show TV One, KompasTV, Framing, Ideologi

PENDAHULUAN
TV One dan KompasTV adalah media massa yang memiliki pengaruh luas di
masyarakat Indonesia. Kedua media massa tersebut juga melebarkan sasaran konsumennya
melalui channel Youtube. Hal ini terjadi karena Youtube telah menjadi platform yang paling
sering diakses oleh masyarakat Indonesia. Laman wearesocial.com melaporkan bahwa
berdasarkan survei frekuensi penggunaan media sosial di Indonesia, Youtube menempati posisi
pertama sebagai platform yang paling sering diakses oleh masyarakat Indonesia dengan
persentase 88% dari jumlah 100% pengguna media sosial. Hal itu menunjukkan bahwa
platform tersebut dapat diasumsikan memiliki pengaruh yang besar terhadap masyarakat.
Channel Youtube Talk Show TV One dan KompasTV memiliki pelanggan lebih dari
500 ribu akun. Perhitungan jumlah pelanggan channel Talk Show TV One per tanggal 9
Desember 2019 adalah 950 ribu akun dan KompasTV sebanyak 3,54 juta akun. Jumlah tersebut
menunjukkan bahwa kedua channel tersebut memiliki konsumen atau pelanggan yang banyak.
Hal itu berdampak pada persebaran informasi kedua channel tersebut menjadi cepat. Pada saat
kecepatan sebaran informasi tersebut belangsung, pemikiran atau pola pikir masyarakat sasaran
kedua channel tersebut akan terbentuk berdasarkan pola pikir yang sengaja ingin dibentuk oleh
media massa tersebut. Hal ini akan berpengaruh besar pada perkembangan interaksi
masyarakat Indonesia yang heterogen.
Media Massa yang memiliki kekuatan besar tersebut perlu dikritisi agar masyarakat
dapat melakukan perenungan secara dasar terhadap pemberitaan yang tidak higienis. Santoso
(2019:31) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk tidak higienis harus dihindari dalam wacana
ruang publik. Hal tersebut menunjukkan bahwa wacana di ruang publik harus jelas dan
terhindar dari bentuk yang tidak higienis. Suatu media massa harus mampu menunjukkan fakta
yang netral, bukan membuat ketidakadilan pelaku dalam pemberitaan. Ketidakadilan tersebut
dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik. Santoso (2019:62) menyatakan bahwa
kekerasan simbolik menjalankan bentuk-bentuk yang halus agar tidak dapat dikenali dan
dirasakan. Hal itu dilakukan oleh pihak yang dominan dengan mendominasi suatu peristiwa
tanpa dapat disadari oleh orang lain. Hal itu dilakukan secara halus hingga tidak ada pihak yang
mampu menyadarinya. Channel Talk Show TV One dan KompasTV juga menggunakan
bentuk-bentuk seperti itu dalam membingkai judul-judul berita. Penggunaan bentuk-bentuk
tersebut dilakukan untuk memenuhi ideologi yang dimiliki oleh channel tersebut dalam melihat
suatu peristiwa.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Analisis Wacana Kritis perlu dipertimbangkan sebagai
sebuah bidang ilmu yang dapat digunakan untuk membedah praktik-praktik kekerasan
simbolik dalam media massa. Kekuasaan adalah kekuatan dalam masyarakat yang membuat
tindakan terjadi sehingga dengan melakukan penelitian seseorang dapat mengenali siapa yang
mengendalikan apa dan demi kepentinganm siapa (Fairclough, 1989). Melalui AWK, praktik-
praktik seperti itu dapat diungkap dan disebarkan kepada masyarakat sebagai bahan refleksi.
Dalam AWK, dikenal pendekatan Framing. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui cara
pandang sebuah media dalam membingkai sebuah berita. Pembingkaian tersebut tidak akan
pernah terlepas dari ideologi yang dimiliki oleh media massa tersebut. Oleh karena itu,
pencarian pola pembingkaian dan ideologi terhadap suatu media massa perlu dilakukan. Dalam
artikel ini, pengungkapan bingkai dan ideologi dilakukan pada dua channel youtube, yaitu Talk
Show TV One dan KompasTV yang mengangkat topik tentang kasus ceramah kontroversial
Gus Muwafiq.
Framing Judul Berita Ceramah Kontroversial Gus Muwafiq pada Channel Talk Show
TV One dan KompasTV
Framing merupakan sebuah pendekatan dalam Analisis Wacana Kritis untuk mengetahui
bagaimana ideologi sebuah media massa berperan dalam membingkai peristiwa menjadi
sebuah pemberitaan yang seakan netral. Eriyanto (2002:79) menyatakan bahwa framing adalah
pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perpektif itu
menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan
hendak dibawa ke mana berita tersebut. Gitlen (dalam Eriyanto, 2002: 79) menyatakan bahwa
framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan
sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa - peristiwa
ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak
pembaca.
Dalam sebuah berita di media massa, framing dilakukan oleh para jurnalis untuk
menyoroti suatu bagian dalam berita, yang sesuai dengan ideologi media massa tersebut. Hal
ini dilakukan untuk memberi keberpihakan tertentu pada salah satu pihak yang ada di dalam
suatu pemberitaan. Eriyanto (2002:81) mengatakan ada dua aspek dalam framing. Pertama,
memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak
mungkin melihat peristiwa tanpa perpektif. Dalam memilih fakta selalu terkandung dua
kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded). Selain mengenai
bagian mana yang harus ada dan bagian mana yang dibuang, ada hal lain juga yang terdapat
dalam framing, seperti bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas
yang diberitakan, dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu tersebut
dilakukan dengan memilih angel atau sudut tertentu, memilih fakta tertentu dan melupakan
fakta yang lain, serta memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Kedua,
menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan
kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan
bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya.
Frame merupakan skema dalam melakukan interpretasi. Goffaman (dalam Eriyanto
2002: 96) mengatakan bahwa frame adalah sebuah skema interpretasi, di mana gambaran dunia
yang dimasuki seseorang diorganisasikan sehingga pengalaman tersebut menjadi punya arti
dan bermakana. Frame adalah sebuah prinsip di mana pengalaman dan realitas yang kompleks
tersebut diorganisasi secara subjektif. Hal tersebut dimaksudkan sebagai rekonstruksi peristiwa
dari jurnalis yang pada hakikatnya berjalan dengan suatu ideologi tertentu dan cara pandang
tertentu dalam melihat masalah. Ideologi dan cara pandang tertentu itulah yang pada akhirnya
menjadi batas subjektif terluar dari perspektif jurnalis dalam melihat peristiwa.
Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca.
Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang
secara tegas berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat
peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita. Analisi Framing membantu
seseorang untuk mengetahui bagaiman realitas peristiwa yang sama dikemas secara berbeda
oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang secara tegas berbeda. Hal ini terjadi pada
judul-judul berita ceramah kontroversial Gus Muwafiq pada channel Talk Show TV One dan
KompasTV. Kedua channel tersebut memiliki kerangka pembingkaian (framing) yang berbeda.
Hal itu dibentuk berdasarkan ideologi, visi-misi, dan tujuan yang dimiliki oleh pemiliki media
massa tersebut.

Framing judul berita ceramah kontroversial Gus Muwafiq pada channel Talk Show TV
One
Pada channel Youtube Talk Show TV One, judul yang dituliskan dalam memberitakan
peristiwa ceramah kontroversial Gus Muwafiq adalah sebagai berikut.

Pada judul tersebut terlihat bahwa topik dimunculkan di bagian pertama pernyataan
dalam bentuk frasa “Ceramah Nabi”. Frasa tersebut memiliki kekuatan “kesucian” yang
harusnya mutlak bernilai baik. Hal itu terjadi karena “Ceramah” merupakan kegiatan
penyampaian pesan-pesan moral yang dilakukan oleh orang tertentu dengan wawasan
keagamaan yang mendalam. Pengertian tersebut diambil dari sudut pandang pragmatis
masyarakat Indonesia. Penggunaan sudut pandang pragmatis tersebut dilakukan karena
“Ceramah” dalam KBBI V bersifat netral1. Kata “Nabi” juga bermuatan kesucian. Ketika
“Ceramah” dan “Nabi” dijadikan satu dalam sebuah frasa “Ceramah Nabi”, frasa tersebut
menjadi bersifat suci dan baik. Oleh karena itu, pihak yang menjadi pelaku “Ceramah Nabi”

1
Dalam KBBI V, “Ceramah” adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar, mengenai suatu hal,
pengetahuan, dan sebagainya.
harus menjalankan dengan penuh kebaikan dan kesucian. Namun, Gus Muwafiq yang menjadi
pelaku “Ceramah Nabi” diposisikan telah melakukan tindakan yang seakan-akan tidak bisa
memperlakukan baik dan suci hal tersebut. Tindakan tersebut membuat “Gerah” si korban yang
dalam peristiwa tersebut adalah FPI. Pemaknaan “Gerah” dalam konteks tersebut adalah
aktivitas marah karena suatu tindakan yang tidak menyenangkan. Penyusunan judul tersebut
membangun sebuah fakta bahwa Gus Muwafik sebagai seorang pelaku ceramah nabi yang
tidak bisa menempatkan ceramah tersebut di tempat kesucian dan kebaikan sehingga FPI yang
menjadi korban merasa “gerah” dengan perilaku tersebut. Pembahasan judul tersebut
menunjukkan bahwa Talk Show TV One berpihak pada FPI dan melakukan marginalisasi
kepada Gus Muwafiq.
Dari sisi gambar yang dimunculkan sebagai sampul berita tersebut, channel tersebut
menggunakan foto Gus Muwafiq yang seakan-akan sedang berorasi dengan melakukan
kegiatan menunjuk dengan telunjuk. Foto tersebut jelas memiliki alasan dalam pemilihannya.
Foto Gus Muwafiq digunakan sebagai penekanan kepada pembaca agar merasa jelas bahwa
sosok tersebut adalah pelaku ceramah yang dianggap telah menistakan agama. Selain itu, gestur
menunjuk dengan telunjuk tersebut memberikan kesan bahwa Gus Muwafiq adalah sosok yang
kuat dan arogan. Dalam budaya Indonesia, dikenal penggunaan telunjuk, lima jari, dan jempol
untuk menunjuk ke sesuatu. Ketiga hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Menunjuk
dengan jempol dianggap paling bisa menghormati, lima jari dianggap masih cukup
menghormati, dan jari telunjuk dianggap kurang menghormati pihak yang ditunjukkan sesuatu.
Oleh karena itu, penggunaan foto Gus Muwafiq yang menunjuk sesuatu dengan telunjukkan
membentuk persepsi negatif terhadap Gus Muwafiq.
Selain foto sosok Gus Muwafiq, jenis dan warna teks yang digunakan di gambar
tersebut juga terlihat penuh ancaman. Hal itu terwujud dari warna merah dan kuning kemerahan
pada teks tersebut. Latar belakang yang dipilih oleh Talk Show TV One juga menunjukkan
tulisan “MALA” yang mungkin secara utuh berwujud kata “Malam”, tetapi hanya dibingkai
pada sampul dengan tulisan tersebut. Kata “mala” dalam KBBI V berarti bencana; celaka;
sengsara. Kata tersebut menambah kesan yang penuh ancaman dari gambar tersebut sehingga
pembaca digiring untuk memiliki persepsi negatif pada tokoh yang ditunjukkan pada gambar
tersebut, yaitu Gus Muwafiq yang sedang menunjuk dengan jari telunjuk.
Berdasarkan uraian tersebut, keberpihakan channel tersebut dapat diketahui secara
jelas. Channel tersebut berpihak kepada FPI yang ditempatkan sebagai korban dalam judul
berita. Gus Muwafiq ditempatkan sebagai pelaku yang bersikap tidak baik terhadap ceramah
mengenai nabi. Gus Muwafiq dimarginalkan dalam pemberitaan tersebut. Selain itu, Gus
Muwafiq juga diberikan kesan sebagai seorang arogan yang seakan-akan memiliki kekuatan
yang tidak dapat dijatuhkan.

Framing judul berita ceramah kontroversial Gus Muwafiq pada channel KompasTV
KompasTV menggunakan bingkai yang berbeda dalam memberitakan kasus tersebut.
KompasTV menggunakan sudut pandang yang berbeda sisi dengan Talk Show TV One. Judul
berita tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Pada judul tersebut, bagian awal judul diisi oleh pelaku aktivitas menolak laporan, yaitu
Bareskrim Polri. Bareskrim Polri memiliki posisi yang kuat dalam menentukan arah suatu
kasus. Penempatan posisi subjek dengan pelaku Bareskrim Polri menunjukkan bahwa aktivitas
menolak “tolak” tersebut sudah tidak bisa dibantah lagi. Setelah itu, dimunculkan topik dalam
pernyataan tersebut, yaitu “Laporan FPI Soal Gus Muwafiq”. Penempatan topik tersebut di
bagian akhir dan kekuatan pelaku di bagian awal pernyataan menunjukkan bahwa pembaca
digiring untuk membangun persepsi bahwa penolakan terhadap laporan FPI soal Gus Muwafiq
tidak dapat diganggu gugat. Hal itu sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan. Melalui judul
tersebut, pembaca tidak punya kekuatan untuk menyangkal penolakan laporan tersebut.
Pembaca hanya mampu meng-iya-kan bahwa laporan FPI tersebut tidak kuat sehingga tidak
dapat diproses oleh Bareskrim Polri. Berdasarkan uraian tersebut, KompasTV menunjukkan
keberpihakan kepada Gus Muwafiq dan melakukan marginalisasi terhadap FPI sebagai pihak
pemberi laporan yang ditolak oleh Bareskrim Polri.
Dari sisi gambar, channel tersebut memunculkan sosok Gus Muwafiq yang tampak
sedang bersedih memandang ke bawah. Hal itu merepresentasikan seseorang yang sedang
bersedih dan membagun kesan bahwa orang tersebut harus diberikan semangat dan dukungan.
Perlambangan itu menunjukkan ketidakberdayaan Gus Muwafiq sebagai akibat dari arogansi
pihak yang berlawanan dengannya, yaitu FPI. Selain itu, warna latar belakang gambar tersebut
juga agak gelap. Hal itu dapat membangun persepsi sedih dan simpati dari pembaca terhadap
sosok tokoh yang dimunculkan dalam gambar tersebut.
Ukuran teks yang dimunculkan dalam sampul tersebut tidak sama antara satu kata
dengan kata yang lainnya. Ada kata yang berukuran besar, seperti “FPI” dan “Ditolak”. Ada
juga kata yang berukuran sedang, yaitu “Laporan”. Ada juga kata yang berukuran kecil, yaitu
“Soal Gus Muwafiq”. Perbedaan ukuran huruf tersebut jelas memiliki maksud tertentu. Salah
satu maksud tersebut adalah penekanan. Penekanan tersebut terepresentasi pada ukuran huruf
yang besar, yaitu “FPI” dan “Ditolak”. Dua kata tersebut diberikan penekanan untuk
mempertegas pernyataan bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku (dalam hal ini adalah FPI)
telah mengalami tindakan (dalam hal ini adalah ditolak). Selain itu, ukuran sedang pada kata
“Laporan” juga memberikan kesan penegasan bahwa yang ditolak dalam pemberitaan tersebut
adalah laporan FPI. Sebenarnya hal yang unik terjadi pada penggunaan huruf berukuran besar
pada kata “FPI” dan “Ditolak”. Hal itu memberikan kesan bahwa FPI-lah yang menjadi subjek
yang mengalami tindakan ditolak, bukan laporan FPI. Bahkan, muatan apa yang ada dalam
laporan tersebut tidak ditampakkan secara tegas, yaitu soal ceramah kontroversial Gus
Muwafiq. Ini dapat dijadikan asumsi bahwa terdapat kesengajaan framing judul dan gambar
trsebut untuk memarginalisasi FPI. Framing tersebut dapat menjadi alat untuk menelusuri
ideologi yang dimiliki oleh channel tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, keberpihakan channel tersebut dapat diketahui bahwa
channel tersebut berpihak kepada Gus Muwafiq yang ditempatkan sebagai korban dalam topik
laporan FPI soal Gus Muwafiq. FPI ditempatkan sebagai pelaku yang bersikap kuat dengan
aktivitas melaporkan soal Gus Muwafiq pada Bareskrim Polri. FPI dimarginalkan dalam
pemberitaan tersebut dan Gus Muwafiq ditempatkan pada posisi yang baik serta perlu simpati-
dukungan. Selain itu, FPI juga diberikan kesan sebagai sesuatu atau subjek yang perlu “ditolak”
dalam artian yang sangat luas.

Mengungkap Ideologi Islam pada Channel Youtube Talk Show TV One dan KompasTV
dalam Kasus Ceramah Kontroversial Gus Muwafiq
Ideologi merupakan sebuah cara pandang yang dimiliki oleh perseorangan maupun kelompok
dan diyakini dengan prinsip yang tegas dalam melaksanakan serta menentukan langkah. Media
Massa tidak pernah melepaskan diri dari ideologi yang dibawa oleh perseorangan dan
diterapkan secara kolektif oleh pemilik perusahaan media massa tersebut. Hal ini tercermin
pada produksi teks-teks oleh media massa tersebut. Teks-teks yang diproduksi oleh media
massa tidak terlepas dari ideologi tertentu yang sudah ditanamkan oleh pemilik media massa
kepada para pelaku media massa tersebut. Oleh karena itu, ideologi dapat menjadi monitor dan
penyaring bagi terproduksinya teks-teks dari suatu media massa.
Channel Talk Show TV One dan KompasTV adalah perpanjangan tangan dari program
televisi TV One dan Kompas TV. Kedua channel tersebut hadir untuk mewadahi penonton-
peonton yang tidak sempat menonton televisi secara langsung dengan jam tertentu. Berdasarkn
hal tersebut, kedua channel tersebut hadir untuk memberikan siaran video tetap yang tersimpan
dan dapat diputar ulang oleh siapa pun serta kapan pun. Kedua channel tersebut pasti membawa
ideologi masing-masing perusahaan media massa. Hal itu tetap terwujud dalam judul-judul
berita yang diangkat dalam tayangan-tayangan pemberitaan suatu peristiwa.
Berita mengenai ceramah kontroversial Gus Muwafiq adalah salah satu berita yang
cukup banyak diungkapkan oleh media massa di satu minggu ini. Hal itu pasti menarik
perhatian media massa untuk memotret dan mengeksplorasi peristiwa tersebut. Channel Talk
Show Tv One memiliki cara tersendiri dalam memberitakan peristiwa tersebut. Berdasarkan
analisis framing pada bagian sebelumnya, channel tersebut berpihak kepada FPI yang
ditempatkan sebagai korban dalam judul berita. Gus Muwafiq ditempatkan sebagai pelaku
yang bersikap tidak baik terhadap ceramah mengenai nabi. Gus Muwafiq dimarginalkan dalam
pemberitaan tersebut. Selain itu, Gus Muwafiq juga diberikan kesan sebagai seorang arogan
yang seakan-akan memiliki kekuatan yang tidak dapat dijatuhkan. Hal itu menunjukkan bahwa
ideologi ke-islam-an yang dibawa oleh channel tersebut adalah ideologi islam yang
fundamentalis. Channel tersebut memberikan dukungan pada ideologi islam yang dirasa oleh
sebagian keras merupakan islam yang “keras”, “berapi-api”, dan berpusat pada imam besar
FPI, yaitu Habib Rizik Syihab (HRS). Jika dirunut secara kesejarahan, islam yang dibawa
tersebut berdasar dari Arab karena HRS merupakan orang keturunan Arab dan jelas
terpengaruh ideologi islam di Arab.
Berdasarkan keterkaitan tersebut, channel tersebut memegang ideologi ke-islam-an
yang fundamentalis. Bagi islam seperti itu, semua hal yang berbau tradisi dan budaya Indonesia
seakan tidak sesuai dengan syariat islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Gus
Muwafiq adalah sosok yang membawa budaya lokal dalam setiap ceramahnya. Hal itu pun
digunakan dalam membahas kisah Nabi Muhammad SAW di ceramah yang dianggap
kontroversial tersebut. Padahal, bagi sebagian orang, ceramah Gus Muwafiq tersebut tidak
menunjukkan penistaan terhadap agama. Bahkan, melalui ceramah itu, masyarakat
pendengarnya menjadi lebih paham mengenai kebenaran Nabi Muhammad SAW yang secara
logika sesuai dengan sejarahnya. Ceramah seperti itu yang digunakan oleh sebagian besar Wali
Allah di Indonesia dalam menyebarkan islam, yaitu dengan cara memberikan analogi
sederhana yang biasa dialami sehari-hari untuk memudahkan pemahaman masyarakat. Hal
seperti ini ditentang oleh islam yang dibawa oleh FPI. Oleh karena itu, ideologi ke-islam-an
yang dianut oleh Talk Show Tv One membentuk framing bagi berita tersebut dengan memihak
pada FPI dan memarginalkan Gus Muwafiq dari kelompok NU.
Hal ini berbeda dengan ideologi pada pemberitaan peristiwa tersebut pada channel
youtube KompasTV. Channel tersebut berpihak kepada Gus Muwafiq yang ditempatkan
sebagai korban dalam topik laporan FPI soal Gus Muwafiq. FPI ditempatkan sebagai pelaku
yang bersikap kuat dengan aktivitas melaporkan soal Gus Muwafiq pada Bareskrim Polri. FPI
dimarginalkan dalam pemberitaan tersebut dan Gus Muwafiq ditempatkan pada posisi yang
baik serta perlu simpati-dukungan. Selain itu, FPI juga diberikan kesan sebagai sesuatu atau
subjek yang perlu “ditolak” dalam artian yang sangat luas.
Ideologi yang dibawa oleh Gus Muwafiq adalah islam nusantara ala NU. Ideologi islam
tersebut dikenal sebagai ideologi islam yang tenang dan penuh nilai budaya local Indonesia.
Ideologi islam NU tersebut tercermin pada berbagai ceramah ustaz NU yang selalu berusaha
membumikan ilmu islam yang suci dan hikmat. Para kyai dan ustaz NU selalu mencari cara
memudahkan ceramahnya agar dipahami oleh para pendengarnya melalui analogi dan kisah-
kisah sederhana yang berhubungan dengan aktivitas keseharian pendengarnya. Hal ini yang
mendasari penjelasan Gus Muwafiq dalam ceramah kontroversial tersebut tentang masa kecil
Nabi Muhammad SAW. Logika yang ditawarkan oleh Gus Muwafiq adalah nabi itu juga
manusia biasa di hidupnya sehingga tidak mudah diidentifikasi sebagai nabi oleh para
musuhnya. Hal itu juga berlaku pada Nabi Muhammad SAW sehingga tidak mudah ditangkap
oleh musuh-musuhnya. Hal itu memang berbeda dengan pengungkapan mengenai nabi dalam
Alquran dan Hadis. Dalam Alquran dan Hadis, Nabi Muhammad SAW diibaratkan memiliki
wajah yang bersinar. Hal itu secara nalar jelas akan mudah menarik perhatian para musuh-
musuh nabi. Kalau secara nalar tidak berterima, masyarakat Indonesia juga akan kesulitan
untuk meyakininya, tetapi Gus Muwafiq memberikan analogi bahwa Nabi Muhammad SAW
adalah sosok manusia yang juga biasa saja sehingga tidak mudah diidentifikasi keberadaannya
oleh musuh-musuhnya.
Cara ber-islam seperti itu yang ditanamkan oleh para kyai dan ustaz NU pada
pendengarnya agar dapat dipahami dengan mudah makna ceramahnya. Ideologi islam seperti
itulah yang digunakan oleh KompasTV dalam membingkai sebuah peristiwa, khsusnya
peristiwa ceramah kontroversial Gus Muwafiq. Hal itu menunjukkan bahwa ideologi islam
yang dibawa oleh channel tersebut adalah ideologi islam nusantara yang dianggap lebih
“ramah” terhadap kebudayaan dan kebiasaan baik masyarakat Indonesia. Ideologi tersebut
menjadi monitor dan penyaring berita-berita dengan muatan islam dalam proses produksi serta
distribusinya kepada masyarakat.
Simpulan
Channel Talk Show TV One berpihak kepada FPI yang ditempatkan sebagai korban
dalam judul berita. Gus Muwafiq ditempatkan sebagai pelaku yang bersikap tidak baik
terhadap ceramah mengenai nabi. Gus Muwafiq dimarginalkan dalam pemberitaan tersebut.
Selain itu, Gus Muwafiq juga diberikan kesan sebagai seorang arogan yang seakan-akan
memiliki kekuatan yang tidak dapat dijatuhkan. Hal itu berbeda dengan channel KompasTV.
Channel tersebut berpihak kepada Gus Muwafiq yang ditempatkan sebagai korban dalam topik
laporan FPI soal Gus Muwafiq. FPI ditempatkan sebagai pelaku yang bersikap kuat dengan
aktivitas melaporkan soal Gus Muwafiq pada Bareskrim Polri. FPI dimarginalkan dalam
pemberitaan tersebut dan Gus Muwafiq ditempatkan pada posisi yang baik serta perlu simpati-
dukungan. Selain itu, FPI juga diberikan kesan sebagai sesuatu atau subjek yang perlu “ditolak”
dalam artian yang sangat luas.
Channel Talk Show TV One memegang ideologi ke-islam-an yang fundamentalis. Bagi
islam seperti itu, semua hal yang berbau tradisi dan budaya Indonesia seakan tidak sesuai
dengan syariat islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Di sisi lain, ideologi islam
yang dibawa oleh channel KompasTV adalah ideologi islam nusantara yang dianggap lebih
“ramah” terhadap kebudayaan dan kebiasaan baik masyarakat Indonesia. Ideologi tersebut
menjadi monitor dan penyaring berita-berita dengan muatan islam dalam proses produksi serta
distribusinya kepada masyarakat.

Daftar Pustaka
Badara, A. 2012. Analisis Wacana : Teori. Metode, dan Penerapannya pada Wacana Media.
Jakarta: Kencana Prenanda Media Group.
Darma, Y.A. 2009 Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.
Eriyanto. 2001. Analisi Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. LKiS
Printing Cemerlang.
Eriyanto. 2002. Analisi Framming: Konstruksi, Ideologi, dan Politik. Yogyakarta: PT. LKiS
Printing Cemerlang.
Fairclough, N. 1989. Language and Power. London: Longman.
Kusumaningrat, H dan Kusumaningrat, P. 2007. Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Santoso, A. 2012. Studi Bahasa Kritis Menguak Bahasa Membongkar Kuasa. Bandung:
Mandar Maju
Santoso, A. 2019. Panorama Studi Wacana Kritis: Relasi antara Wacana Publik, Ideologi, &
Kesadaran Berbahasa Kritis. Malang: Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai