Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Fikih Jenazah

1. Penguburan Jenazah

a. Definisi Penguburan Jenazah

Penguburan menurut bahasa ialah ‫ الْ َم َق ابُِر‬artinya “pemakaman,

kuburan, atau makam”, sedangkan jenazah menurut bahasa ialah ‫اجْلَنَ اِئُر‬
artinya “mayat”. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata jenazah

diartikan sebagai badan atau tubuh orang yang sudah mati, sedangkan

penguburan adalah tempat menguburkan jenazah atau mayat.1

Mengenai kepengurusan jenazah ada 4 hal salah satunya yaitu

penguburan jenazah. Penguburan yang terjadi di masyarakat, hal tersebut

tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Dalam syariat Islam hukum dari

menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah bagi umat muslim, bagi

orang yang melaksanakan dalam penguburan jenazah tersebut, maka

gugurlah kewajiban dari sebagian umat muslim lainnya.2

Mengenai kepengurusan jenazah dalam penguburan yang terjadi

di masyarakat, hal itu tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Dalam

syariat Islam hukum dari menguburkan jenazah adalah fardhu kifayah

bagi umat muslim, bagi orang yang melaksanakan dalam penguburan

1
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 827.
2
Zamakhsyari, Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah, (Medan: BKM Masjid
As Salam, 2019), h.7.
jenazah tersebut, maka gugurlah kewajiban dari sebagian umat muslim

lainnya.3

Ulama fiqh sepakat mengenai penguburan mayat hukumnya

adalah fardhu kifayah, dengan adanya penguburan mayat sebagai tanda

bahwasanya menghormati bagi orang yang sudah tiada, agar bau mayat

tersebut tidak menganggu orang-orang sekitar, seperti dalam Al-Qur’an

dan Hadist Nabi Muhammad SAW. telah dijelaskan bahwa mengubur

jenazah merupakan hal-hal yang disyariatkan dalam Islam, sebagai

berikut:4

b. Dasar Hukum tentang Penguburan Jenazah

a) Al-Qur’an

Adapun dasar hukum dalam firman Allah SWT yaitu Q.S Al-

Maidah ayat 31 yang berbunyi:

ِ ‫ض لِ ِ ي ه َكي ف يوا ِري س وء َة‬


ِ ‫َأخ‬
‫ال‬
َ َ‫يهۚ ق‬ ََْ َ َ ْ ُ َ ‫اَأْلر ِ رُي‬ ْ ‫ث يِف‬ ُ ‫ث اللَّهُ غَُرابً ا يبَ َح‬
َ ‫فَ َبع‬
ِ ِ ِ ِ
‫َأص بَ َح‬ َ ‫ت َأ ْن َأ ُك و َن مثْ َل َٰه َذا الْغُ َراب فَ َُأوار‬
ْ َ‫ي َس ْوءَ َة َأخيۖ ف‬ ُ ‫َأع َج ْز‬
َ ‫يَ َاويلَتَا‬
5
)٣١:‫ني (امليدة‬ ِِ ِ
َ ‫م َن النَّادم‬
Terjemah: “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil)
bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata
Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat
saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-
orang yang menyesal. (Q.S. Al Maidah (5) : 31)

3
Zamakhsyari, Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah, (Medan: BKM Masjid
As Salam, 2019), h.8.
4
Sutomo Abu Nashr, Pengantar Fiqih Jenazah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing, 2018), h.12-13.
5
Kementerian Agama RI, Syamil Quran, (Bandung: PT Sigma Examedia Arkanleema,
2010), h. 112.
Tafsir Kemenag RI secara ringkas telah menjelaskan pada

ayat diatas bahwa Allah SWT memberitahukan kepada Qabil

mengenai mayat saudaranya agar dikuburkan melalui seekor

burung gagak, Habil telah terbunuh akibat perkelahian antara

keduanya, Qabil tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan mayat

saudaranya, karena peristiwa ini merupakan yang pertama terjadi.

Kemudian Allah SWT mengutus seekor burung gagak yang

menggali tanah dengan menggunakan cakarnya untuk diperlihatkan

kepadanya, Qabil, bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat

saudaranya yang baru saja dibunuhnya. Melihat peristiwa itu, Qabil

berkata, Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak berpikir dan mampu

berbuat seperti yang dilakukan burung gagak ini, sehingga dengan

cara itu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? Maka ia

menggali tanah untuk menguburkan mayat Habil.

Dari peristiwa di atas maka Qabil termasuk orang yang

sangat menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Pembunuhan yang dilakukan Qabil ini ternyata berdampak panjang

bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, kemudian Kami tetapkan

suatu hukum bagi Bani Israil, dan juga bagi seluruh masyarakat

manusia, bahwa barang siapa membunuh seseorang tanpa alasan

yang dapat dibenarkan, dan bukan pula karena orang itu membunuh

orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka

dengan perbuatannya itu seakan-akan dia telah membunuh semua


manusia, karena telah mendorong manusia lain untuk saling

membunuh. Sebaliknya, barang siapa yang siap untuk memelihara

dan menyelamatkan kehidupan seorang manusia, maka seakan-

akan, dengan perilakunya itu, dia telah memelihara kehidupan

semua manusia.

Sesungguhnya, untuk menjelaskan ketetapan ini, Rasul Kami

telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-

keterangan yang jelas untuk mereka dan juga semua manusia

sesudahnya. Tetapi kemudian banyak di antara manusia yang tidak

memperhatikan dan melaksanakannya, sehingga mereka setelah itu

bersikap melampaui batas dan melakukan kerusakan di bumi

dengan pembunuhan-pembunuhan yang dilakukannya.6

b) Hadist

Adapun hadist tentang menyikapi jenazah yang sedang

dihantarkan sampai ke liang kuburan bertujuan agar beradab

kepada orang yang telah tiada, yaitu:

ِ7
َ َ‫اذَا َرَأمُتْ اجلَنَ َازةُ ف ُق ْو ُم ْو هَلَا َحىَّت خُتَلََّف ُك ْم اَْو ت‬
)‫ض َع (رواه مسلم‬
Artinya: “Jika kalian melihat jenazah, berdirilah untuk
menghormatinya, sampai dia hilang dari pandangan atau
dimasukkan ke kuburan”. (H.R. Muslim).

Dari dalil di atas menjelaskan bahwa dalam penguburan

jenazah adalah kewajiban bagi tiap umat muslim, meskipun hukum

6
Abdullah bin Muhammad, “Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir.” Terj., Abdullah bin
Ishaq Al-Sheikh, Terjemah Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Jilid III (Bogor: Pustaka Imam Syafi’I,
2020), h. 66-68.
7
Zamakhsyari, Buku Saku Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah, (Medan: BKM Masjid
As Salam, 2019), h.27.
dalam menguruskan jenazah merupakan fardhu kifayah yang

bertujuan agar dapat menggugurkan dosa dari sebagian umat

muslim yang tidak dapat berkontribusi dalam kepengurusan

jenazah.

Hendaklah menguburkan jenazah umat muslim di

pemakaman kaum muslimin, tidak boleh digabungkan bersama

orang yang kafir. Berikut tata cara penguburan jenazah, sebagai

berikut:8

1) Dianjurkan untuk memperluas, menperdalam, dan

memperbagus liang kubur.

2) Disunnahkan memasukkan jenazah dari arah kaki kubur.

3) Disunnahkan bagi seseorang yang memasukkan jenazah ke

kubur untuk mengucapkan, “Bismillah, wa „ala Sunnati

Rasulillah” atau “Bismillah, wa’ala Millati Rasulillah”.

4) Jenazah diletakkan ke dalam kubur dengan bersandar pada

sisi tubuh bagian kanan dan wajahnya dihadapkan kearah

kiblat hukumnya wajib, sebagaimana dalam hadist yang

diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud:

)‫قِْبلَتُ ُك ْم اَ ْحيَاءً َو َْأم َواتًا (رواه ابو داود‬


Artinya: “(Ka‟bah merupakan) kiblat kalian (ketika) hidup,
maupun (setelah) meninggal dunia”. (H.R. Abu Dawud)
5) Disunnahkan untuk memberi tanda pada kubur dengan batu

(nisan) atau yang sejenisnya.

8
Fir’adi Nashruddin, Tata Cara Mengurus Jenazah, (tt: As-Sulay, 2018), h. 29-31.
6) Kuburan tidak boleh ditinggikan lebih dari sejengkal.

7) Melepas ikatan kafan mayit pada kepala mayit dan membuka

kafan yang menutupi pipi mayit lalu menempelkannya ke

tanah.

8) Adzan dan iqamah.

9) Setelah proses pemakaman selesai, berdiam sebentar untuk

dibacakan talqin serta memperbanyak isighfar bagi mayit.

2. Tata Cara Penentuan Posisi Liang Kuburan

Mayoritas islam di Indonesia berpegang teguh dengan

mahzab Imam Syafi’i, nama beliau adalah Imam Muhammad bin

Idris Al-

Syafi’i berpendapat bahwasanya tuntutan dari Allah SWT dalam

syariat Islam salah satunya ialah memposisikan jenazah

menghadap arah kiblat. Mengenai permasalahan arah kiblat pada

kuburan buanlah suatu perkara yang sepele saja melainkan suatu

kewajiban, maka apabila mayat, dan posisi liang kuburan tersebut

tidak menghadap kiblat wajib untuk melakukan pembongkaran

pada kuburan agar tidak hanya sekedar menguburkan saja tetapi

madzhab al-Syafi’i yang mengatakan bahwa menghadapkan

jenazah ke arah kiblat merupakan sebuah kewajiban.9

Dalam pembuatan liang kubur ini ada dua cara, yaitu:10

9
Fir’adi Nashruddin, Tata Cara Mengurus Jenazah, (tt: As-Sulay, 2018), h. 32.
10
Abdul Aziz bin Muhammad, “Al Muqarrib Li Ahkam Al-Janaiz.” Terj., Wafi Marzuqi,
Terjemah Fatwa Fatwa Seputar Jenazah, Bab IV (Bogor: Wordprees, 2020), h. 148.
1) Liang Syaq, yaitu tempat jenazah berada di tengah-tengah

liang kubur seperti galian sungai. Diutamakan untuk daerah

yang memiliki struktur tanah gembur, dan lunak.

2) Liang lahat, yaitu tempat jenazah berada di luar dinding liang

kubur secukupnya, jenazah tersebut dimiringkan atau

secukupnya, agar orang yang memasukkan jenazah ke dalam

liang lahat tidak mengalami kesulitan. Diutamakan untuk di

daerah struktur tanah yang keras.

Sedangkan ukuran panjang lebarnya kubur serta dalamnya

sebagai berikut:11

1) Panjang liang kubur adalah tergantung panjangnya jenazah

yang akan dimakamkan.

2) Dalamnya liang kubur kurang lebih 150 cm atau lebih

sempurnanya adalah 200 cm.

3) Lebar daripada liang kubur kurang lebih 80 cm.

3. Tata Cara Pembongkaran Kuburan

Adanya larangan dalam membongkar kuburan dalam Islam

karena dikhawatirkan akan menghinakan jenazah tersebut, ulama

sepakat bahwasanya haram untuk melakukan pembongkaran pada

kuburan, kecuali ada kemaslahatan pada jenazah. Tetapi, ada

beberapa maslahat dibolehkannya membongkar kuburan, antara

lain:12

11
Abdul Aziz bin Muhammad, “Al Muqarrib Li Ahkam Al-Janaiz… h. 142.
12
Hafid Abdullah, Kunci Fiqih Syafi’i, (Semarang: Asyy-Syifa, tt), h. 66-67.
a. Jenazah belum dimandikan jika tubuh tersebut tidak rusak.

b. Jenazah tidak menghadap kiblat.

c. Mengambil harta yang tertanam dalam kuburan bersama

jenazah.

d. Menyelamatkan kandungan bayi yang telah terkubur bersama

jenazah, apabila janin tersebut masih hidup.

e. Jenazah dikuburkan pada tanah yang telah dirampas, dan

pemilik tanah tidak ridha karena membiarkan jenazah terkubur

ditanahnya.

f. Jenazah tidak dimandikan atau jenazah tidak dikafani, atau

telah diketahui tidak sah dalam memandikan jenazah, atau

tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

g. Jenazah dikuburkan di temoat yang tidak layak, seperti

dikuburkan di tempat pemakaman orang kafir, dan tempat

kotoran.

Dari beberapa kemaslahatan di atas, telah dijelaskan

bahwasanya untuk melakukan pembongkaran pada kuburan harus

memenuhi unsur kemaslahatan didalamnya, agar pembongkaran

pada mayat tidak menjadi haram sebab tidak ada kepentingan atau

udzur.

B. Arah Kiblat

1. Sejarah Arah Kiblat


Pada permulaan Islam disebarkan, yaitu ketika nabi

Muhammad SAW sebelum hijar ke Madinah. Arah kiblat umat

islam tidak serta merta telah menghadap ke arah Kab'ah. Hal ini

disebabkan masih banyaknya terdapat berhala-berhal sesembahan

bangsa Quraisy. Sehingga pada saat itu umat Islam dalam

melaksanakan ibadah sholat bebas menghadap ke pengurus arah.

Hal ini di dasarian pada firman Allah Swt dalam Q.S Al Baqarah

Ayat 115 yang berbunyi sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai