Anda di halaman 1dari 17

MEDIASI

“ Laporan Hasil Penelitian Lapangan”

Pembagian Harta Bersama dan Hak Asuh Anak

OLEH:
Naharuddin SR (19.2100.026)

PRODI AHWAL AS-SYAKHSIYAH


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
TAHUN AJARAN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan
penelitian ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW. yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan penelitian yang menjadi tugas mata kuliah
Mediasi dengan judul “Pembagian Harta Bersama dan Hak Asuh Anak”. Di samping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama
pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa
memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini agar ke depannya bisa
diperbaiki.

Pinrang, 28 Desember 2021

Penyusun

Naharuddin SR
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk


memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan untuk memperoleh


kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Sedangkan mediator
sendiri adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai
pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah peneyelesaian. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang
diterbitkan oleh Mahakamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahakamah Agung, yang menyatakan bahwa seseorang telah
mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi.

Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai
pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau
lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang
menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi
Mediasi.
Daftar Mediator adalah catatan yang memuat nama Mediator yang ditunjuk
berdasarkan surat keputusan Ketua Pengadilan yang diletakkan pada tempat yang
mudah dilihat oleh khalayak umum. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek
hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke Pengadilan untuk
memperoleh penyelesaian.
Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses Mediasi sebagai bagian dari
biaya perkara, yang di antaranya meliputi biaya pemanggilan Para Pihak, biaya
perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan,
biaya ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi.

Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk


dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh
Para Pihak dan Mediator
Adapun kasus yang kami teliti adalah kasus pembagian harta bersama dan hak
asuh anak

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur mediasi pada kasus penelitian tersebut ?

C. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui prosedur mediasi pada kasus penelitian tersebut
BAB II

PEMBAHASAN

ERANDA

TENTANG PENGADILAN

LAYANAN PUBLIK

LAYANAN HUKUM

TRANSPARANSI

PUBLIKASI

INFORMASI LAINNYA

PROSEDUR MEDIASI

Prosedur Mediasi

Published: Wednesday, 03 February 2021 17:58 | Written by Super User | Print | Email | Hits:
3475

Dasar Hukum

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

Pengertian Mediasi
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 dalam Pasal 1 ayat 7, Mediasi adalah
cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para
pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Penyerahan Resume Perkara dan Lama Waktu Proses Mediasi

1. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain
dan kepada mediator.

2. Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator,
masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang
ditunjuk.

3. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih
oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim.

4. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari.

5. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.

6. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak
jauh dengan menggunakan alat komunikasi.

Apabila Tercapai Kesepakatan


1. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator
wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak
dan mediator.

2. Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib
menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.

3. Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan


perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang
tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktikad tidak baik.

4. Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan
untuk memberitahukan kesepakatan perdamaian.

5. Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam
bentuk akta perdamaian.

6. Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta
perdamaian, kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau
klausula yang menyatakan perkara telah selesai.

Apabila Tidak Tercapai Kesepakatan

1. Jika setelah batas waktu maksimal 40 (empat puluh) hari kerja para pihak tidak mampu
menghasilkan kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi
telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim.

2. Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara


sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.

3. Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk
mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan.

4. Upaya perdamaian berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak
menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan.

Tugas-Tugas Mediator

1. Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk
dibahas dan disepakati.
2. Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses
mediasi.

3. Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.

4. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Kewenangan Mediator Menyatakan Mediasi Gagal

1. Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak
atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai
jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut turut tidak
menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

2. Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang
sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata
berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain
yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, mediator
dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara yang
bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.

Kelebihan Mediasi:

1. Lebih sederhana daripada penyelesaian melalui proses hukum acara perdata

2. Efisien

3. Waktu singkat

4. Rahasia

5. Menjaga hubungan baik para pihak

6. Hasil mediasi merupakan KESEPAKATAN

7. Berkekuatan hukum tetap

8. Akses yang luas bagi para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan

Bagaimana proses mediasi berlangsung?


1. Proses Pra Mediasi

Para pihak dalam hal ini penggugat mengajukan gugatan dan mendaftarkan perkara

Ketua Pengadilan Negeri menunjuk majelis hakim

Pada hari pertama sidang majelis hakim wajib mengupayakan perdamaian kepada para pihak
melalui proses mediasi.

Para pihak dapat memilih mediator hakim atau non hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai
mediator dalam waktu 1 (satu) hari.

Apabila dalam waktu 1 (satu) hari belum ditentukan maka majelis menetapkan mediator dari
para hakim.

2. Proses Mediasi

Setelah penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat
duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan
sengketa kepada mediator dan para pihak

Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi

Pemanggilan saksi ahli dimungkinkan atas persetujuan para pihak, dimana semua biaya jasa ahli
itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan

Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik

Apabila diperlukan, kaukus atau pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa
kehadiran pihak lainnya, dapat dilakukan

3. Proses Akhir Mediasi

Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan paling lama adalah 40 hari kerja, dan dapat
diperpanjang lagi paling lama 14 hari kerja.

Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak wajib merumuskan secara tertulis
kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana hakim dapat
mengukuhkannya sebagai sebuah akta perdamaian

Apabila tidak tercapai suatu kesepakatan, hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai
dengan ketentuan Hukum Acara yang berlaku
Mediator :

Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :

Netral

Membantu para pihak

Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau
memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.

Tugas-tugas Mediator

Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk
dibahas dan disepakati.

Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.

Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.

Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka
dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Dalam alternatif penyelesaian sengketa, banyak pihak dalam dunia bisnis lebih menyukai
arbitrase ketimbang litigasi di pengadilan. Padahal ada satu lagi alternatif yang tersedia dengan
sejumlah keuntungan yang lebih mengedepankan win-win solution bagi para pihak yaitu
mediasi.

Karen Mills, advokat asing senior di Indonesia yang telah berpengalaman menyelesaikan
beragam kasus arbitrase, malah merekomendasikan para pihak menggunakan forum mediasi
terlebih dulu sebelum upaya penyelesaian sengketa lainnya. “Sangat menguntungkan untuk
selalu mencoba mediasi terlebih dahulu sebelum bersengketa ke pengadilan atau arbitrase,
akan menghemat waktu, biaya, kebahagiaan jika bisa menyelesaikannya dengan mediasi,”
tegasnya.

Karen memaparkan sejumlah perbandingan antara mediasi dengan arbitrase sebagai rangkaian
materinya di PERADI English Discussion series Kamis (27/4) lalu kepada para advokat anggota
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di kantor organisasi advokat itu di Slipi, Jakarta Barat.
Bagi Karen, mediasi adalah alternatif penyelesaian sengketa yang dikendalikan sepenuhnya
oleh para pihak untuk mengakomodasi kepentingan masing-masing. Berbeda dengan arbitrase
atau litigasi yang menyerahkan kuasa kepada pihak ketiga untuk memutuskan. (Baca juga:
Peradi Usulkan Pembentukan Pusat Mediasi Investasi).

Perlu diingat bahwa kesepakatan dalam mediasi dibuat sendiri oleh para pihak. Tidak ada
putusan yang dibuat oleh pihak ketiga sebagai penentu. Dalam proses mediasi ini sepenuhnya
dikendalikan oleh partisipasi para pihak. Berbeda dengan arbitrase atau litigasi dimana para
pihak menerima putusan yang dibuat oleh pihak ketiga sebagai solusi. Mediator sama sekali
tidak membuat keputusan, melainkan hanya mendengar, mendampingi, dan memfasilitasi
negosiasi antara para pihak untuk menentukan jalan keluar sengketa. Sementara peran hakim
dan arbiter adalah penentu jalan keluar dari perkara.

“Para pihak dapat mengendalikan keseluruhan proses mediasi, sementara dalam arbitrase para
pihak hanya mengendalikan proses arbitrase dalam tahap awal, menentukan arbiter serta
prosedur arbitrase yang dipilih,” katanya. (Baca juga: Referensi Penyelesaian Sengketa
Konstruksi).

Selanjutnya, mediasi dapat dihentikan kapanpun oleh para pihak. Jika terjadi kegagalan dalam
mediasi, tidak ada yang mengalami kerugian dan para pihak pun masih dapat melanjutkan
upaya penyelesaian dengan arbitrase atau litigasi. Sedangkan proses arbitrase tidak dapat
dibatalkan sepihak di tengah jalan setelah dijalankan hingga putusan dihasilkan. Prinsip
arbitrase dan litigasi adalah menang-kalah yang harus diterima apa adanya oleh para pihak.
Karena putusan berdasarkan hukum dan kontrak, berbeda dengan mediasi yang berusaha
mengakomodasi jalan tengah kebutuhan masing-masing pihak.

“Saat anda bersengketa di pengadilan atau arbitrase, itu adalah ‘perang’, dan mungkin itulah
akhir dari hubungan bisnis untuk selamanya dengan lawan,” ujar Karen. Sedangkan dengan
mediasi hubungan baik masih dapat dilanjutkan karena tidak meninggalkan kesan menang-
kalah dimana para pihak bekerjasama secara kooperatif untuk menyelesaikan sengketa. Hal ini
lebih menguntungkan bagi dunia bisnis dalam jangka panjang. (Baca juga: Begini Cara
Penyelesaian Sengketa Informasi di Pengadilan).

“Dalam mediasi, keputusannya bisa apa saja, bisa saja mereka memutuskan membatalkan
kontraknya dan membuat kontrak baru, terserah apapun yang mereka sepakati,” tambahnya

Mediasi seratur persen bersifat privat dan rahasia. Mediator dijamin oleh hukum untuk tidak
boleh bersaksi di pengadilan membuka isi mediasi. Bandingkan dengan sengketa perdata di
pengadilan yang bersifat terbuka untuk umum kecuali dalam perkara perceraian. Sedangkan
arbitrase bersifat sebagian rahasia, karena isi putusan arbitrase akan dibuka melalui putusan
pengadilan jika akhirnya putusan arbitrase dibatalkan oleh pengadilan.

Terakhir, masing-masing pihak dapat berkomunikasi secara pribadi dengan mediator tanpa
melibatkan pihak lainnya dalam forum bernama kaukus untuk mendiskusikan kepentingan yang
ingin diakomodasi. Berbeda dengan berbagai komunikasi dengan Hakim atau arbiter yang harus
menghadirkan seluruh pihak di ruang sidang. Pun prosedur mediasi sangat fleksibel tanpa
ketentuan ketat serta proses yang bisa sangat cepat berbiaya murah. Berbeda denga arbitrase
yang bisa jadi menjadi berlarut-larut hingga bilangan tahun dengan biaya besar.

Meskipun demikian, dengan segala keleluasaan mediasi justru menimbulkan keraguan bagi
para pihak yang merasa mediasi tidak memberikan kepastian.

Nirmala, advokat muda yang juga dosen di Universitas Bina Nusantara melihat mediasi masih
diragukan oleh banyak klien karena sifatnya yang sukarela dan masih berpeluang kembali
berperkara ke pengadilan. “Putusan pengadilan saja yang berkekuatan hukum tetap, masih
bisa di-challenge. Kepercayaan orang kurang, karena merasa maunya yang pasti, orang masih
belum paham,” kata Nirmala.

apabila di antara suami istri tersebut tidak pernah dibuat Perjanjian Kawin, maka berdasarkan
Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terhitung sejak perkawinan terjadi, demi
hukum terjadilah percampuran harta di antara keduanya (jika perkawinan dilakukan sebelum
berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan - “UU Perkawinan”).

Akibatnya harta istri menjadi harta suami, demikian pula sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai
harta bersama. Terhadap harta bersama, jika terjadi perceraian, maka harus dibagi sama rata
antara suami dan istri. Pembagian terhadap harta bersama tersebut meliputi segala
keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari usaha maupun upaya yang dilakukan oleh
pasangan suami/istri tersebut selama mereka masih terikat dalam perkawinan.

Sedikit berbeda dengan pengaturan sebelum berlakunya UU Perkawinan, setelah berlakunya


UU Perkawinan, tentang harta benda dalam perkawinan diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2)
UU Perkawinan.Yang berbeda adalah bagian harta yang mana yang menjadi harta bersama.
Dalam KUHPerdata, semua harta suami dan istri menjadi harta bersama. Dalam UU
Perkawinan, yang menjadi harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama
perkawinan, sedangkan harta yang diperoleh sebelum perkawinan menjadi harta bawaan dari
masing-masing suami dan istri. Harta bawaan dan harta benda yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masig sepanjang para pihak
tidak menentukan lain.
Oleh karena itu, jika investasi (harta) tersebut diperoleh dalam perkawinan, maka menjadi
harta bersama yang harus dibagi antara suami dan istri dalam hal terjadi perceraian (Pasal 37
UU Perkawinan).

pada sisi lain yang menjadi persoalan adalah Hak Asuh Anak Menurut UU Perkawinan

Mengenai kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, Anda dapat menilik bunyi Pasal 45
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”): Kedua orang
tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau
dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang
tua putus.

Yang dimaksud anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU
35/2014”) menegaskan: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.

Selanjutnya dikenal pula istilah kuasa asuh, yakni kekuasaan orang tua untuk mengasuh,
mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan
agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.

Adapun salah satu masalah yang sering muncul dari perceraian adalah mengenai hak asuh anak.
Siapa yang paling berhak atas hak asuh anak jika perkawinan orang tua putus karena
perceraian?

Maka dari itu bagaiamana penyelesaian pembagian harta bersama dan hak asuh anak pada
penelitian tersebut ? maka itulah yang akan saya ulas dalam tulisan ini. Adapun kasus penelitian
akan kami ulas berikut ini.

1. Identitas para pihak

pihak 1

Nama: Nur hayati

Umur: 45 tahun

Agama: Islam

Pekerjaan: Karyawati
Alamat: Kota Bekasi.

pihak 2

Nama: Saddam Ali

Umur: 55 tahun

Agama: Islam

pekerjaan: Karyawan Swasta

Alamat: Cikunir Raya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.

Mediator yang terlibat

mediator hakim

Mediator

Mediator dikenal dalam proses mediasi yang mengacu kepada Pasal 1 angka 2 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma
1/2016”), yaitu hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral
yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.

Yang dimaksud mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.Selain itu, setiap mediator
wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam
pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang
telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

Hakim tidak bersertifikat juga dapat menjalankan fungsi mediator dalam hal tidak ada atau
terdapat keterbatasan jumlah mediator bersertifikat dengan syarat adanya surat keputusan ketua
Pengadilan.[3]

Tugas mediator tercantum dalam Pasal 14 Perma 1/2016 yakni:

Dalam menjalankan fungsinya, mediator bertugas:


 memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling
memperkenalkan diri;
 menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak;
 menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan;
 membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak;
 menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa
kehadiran pihak lainnya (kaukus);
 menyusun jadwal mediasi bersama para pihak;
 mengisi formulir jadwal mediasi.
 memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan
usulan perdamaian;
 menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala
prioritas;
 memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:
 menelusuri dan menggali kepentingan para pihak;
 mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan
 bekerja sama mencapai penyelesaian;
 membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian;
 menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat
dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara;
 menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada
hakim pemeriksa perkara;

tugas lain dalam menjalankan fungsinya

Sehingga dapat diketahui bahwa peran mediator lebih condong kepada membantu merumuskan
kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa dengan posisi netral dan tidak mengambil
keputusan tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Setelah
dikeluarkannya kesepakatan perdamaian, mediator kemudian mengajukannya agar dikuatkan
dalam Akta Perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara.[4]

mediasi berhasil

A. Mediasi tidak mencapai kesepakatan

Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka pemeriksaan dipersidangan dilanjutkan sesuai
dengan tahapannya.

B. Mediasi mencapai kesepakatan

Jika mediasi mencapai kesepakatan, para pihak wajib menghadap hakim dengan membawa hasil
kesepakatan yang telah ditandatangani para pihak. Terhadap hasil kesepakatan tersebut para pihak
dapat : Meminta hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam putusan perdamaian (akta dading).
Mencabut gugatan sebagaimana klausula yang harus dicantumkan dalam kespakatan, jika hasil
kesepakatan tidak ingin dituangkan dalam putusan.

Untuk perkara Perceraian,maka jika tercapai kesepakatan Penggugat atau Pemohon wajib mencabut
gugatannya atau permohonannya. Akan tetapi apabila kesepakatan damai hanya tercapai sebagian
selain mengenai perceraian (kumulasi dengan perkara lain), maka hasil kesepakatan tersebut dapat
dimintakan untuk dicantumkan dalam putusan atau dicabut (mis. baik dalam konvensi dan/atau dalam
rekonvensi

Opsi penyelesaian masalah yang di tawarkan masing-masing pihak atau mediator

PENGGUGAT memperoleh 1 (satu) unit kios terletak di Thamrin City. Lantai 3A, Blok C7,
Nomor 5 (hook), Jalan Kebon Kacang Raya, Jakarta Pusat., dan mengenai pengalihan Hak
Kepemilikan Kios tersebut PENGGUGAT dan TERGUGAT mengikuti Tata Cara dan Peraturan
yang berlaku;

TERGUGAT memperoleh (satu) bidang tanah, luas 191 M2, terletak di Jalan Kuricang, Tanah
Kavling PB Kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, Banten;
(dua) unit Kios terletak di Thamrin City, X dan XX Jakarta Pusat

PENGGUGAT dan TERGUGAT telah sepakat telah menyerahkan Hak Asuh dan Hak
Pemeliharaan anak yang bernama XX, diberikan dan menjadi Tanggungan TERGUGAT, dan
TERGUGAT tidak akan membatasi kebabasan pada PENGGUGAT untuk bertemu, saling
kunjung mengunjungi dengan anak XX, sepanjang anak tersebut menyetujui, merasa nyaman
dan tidak mengganggu kegiatan sekolahnya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mediator dikenal dalam proses mediasi yang mengacu kepada Pasal 1 angka 2 Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma
1/2016”), yaitu hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral
yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.

Yang dimaksud mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.[1] Selain itu, setiap
mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan
lulus dalam pelatihan sertifikasi Mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau
lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.[2].

B. SARAN
Dari penelitian yang kami susun banyaklah kesalahan dan kekeliruan, baik disengaja
maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki segala keterbatasan
yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Anda mungkin juga menyukai