Anda di halaman 1dari 2

ANDRI FEBRIAN

IX-B

Ada sebuah rumah yang sederhana berada di pedesaan, rumah tersebut dihuni oleh salah satu
keluarga yaitu Rigan, istrinya dan anaknya. Rigan bekerja sebagai kuli bangunan, istrinya bekerja sebagai
pembantu rumah tangga dan anaknya sekolah di TK, Rigan sudah lama tidak bekerja dan tidak
mendapatkan uang.

Rigan sudah mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya,
tetapi ia tidak mendapatkan pekerjaannya. Semakin hari semakin banyak kebutuhan-kebutuhan yang
deperlukan oleh keluarganya tetapi Rigan sudah bingung apa yang harus ia lakukan agar kebutuhannya
terpenuhi.

Rigan hampir putus asa dalam mencari pekerjaan, ia berencana ingin menjual rumahnya yang sudah ia
tempati dengan lama bersama keluarganya. Rigan sebenarnya tidak begitu yakin bahwa istrinya itu akan
menyetujui rencananya, tetapi menurut Rigan itu yang terbaik untuk kehidupan keluarganya. Rigan akan
memberi tahu setelah istrinya itu pulang bekerja.

Waktu menunjukkan pukul 17.00 Istri Rigan baru saja sampai di rumah sederhananya itu. Ya, istrinya
sendiri yang memilih bekerja setengah hari saja, mengingat mereka memiliki buah hati kecil yang masih
membutuhkan perhatian kedua orang tuanya. Meski sudah pasti upahnya pun berbeda dengan tinggal
menginap, tetapi menurutnya perkembangan anaknya lebih utama. Rigan melihat istri tercintanya itu
sedang merapihkan mainan yang berserakan di lantai.

Rigan menghampiri istrinya, ia berkata "Bu, baru pulang?" istrinya menoleh "Iya Pak, tadi Ibu
menunggu Bu Airin pulang dulu, kasihan anaknya kalau Ibu tinggal sendirian" jawab Ibu setelah
meletakkan mainan terakhir kedalam dus, sementara suaminya itu hanya mengangguk mengerti. "Ada
yang mau Bapak bicarakan Bu" ucap Rigan seraya duduk di hadapan istrinya "Bicara apa, pak?" jawab
istrinya "Bu, Bapak rasanya sudah putus asa. Di desa kecil seperti ini Bapak sulit sekali mencari pekerjaan
dan Bapak juga kasihan melihat Ibu terus-terusan bekerja dari pagi sampai sore. Bagaimana kalau kita
menjual rumah ini saja Bu. Bapak akan merantau ke kota dan mencari pekerjaan disana, dan Ibu tidak
perlu lagi bekerja di rumah Bu Airin" ucapnya panjang lebar.
Rigan melihat butiran bening mulai membasahi pipi Istri cantiknya, sungguh Rigan ingin sekali
membahagiakan Istri dan Anaknya. "Pak, Ibu bisa membantu mengumpulkan uang Bapak merantau, Ibu
tidak setuju kalau kita harus menjual rumah ini Pak." ucapnya terbata-bata. Seolah paham dengan
mengerti perasaan Istrinya, Rigan mengelus punggung wanita itu.

Rumah yang sekarang di tempati adalah hasil jerih payah Rigan dan sang Istri sewaktu dulu. Istri dan
anaknya sudah nyaman berada rumah yang sudah mereka tempati sejak lama, maka dari itu sang Istri
tidak mengizinkannya untuk dijual. Pikir istrinya, rumah ini sangatlah sederhana, namun kenangan di
dalamnya tak akan pernah terbayarkan dengan uang. Rigan pun akhirnya terdiam dan berpikir bahwa ia
harus bisa mendapatkan pekerjaan dahulu agar terkumpul biaya untuk dirinya merantau ke kota dan
bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

Beberapa tahun berlalu, kini Rigan memandang bangunan-bangunan indah di hadapan nya. Sungguh
Rigan begitu bersyukur kepada Allah SWT. ia di pertemukan dengan bos baik pemilik proyek ini yang
begitu mempercayai dirinya, kini ia sedang menjalani tugasnya menjadi mandor di sebuah pembuatan
perumahan besar di tengah-tengah kota.

Rigan tersadar, menjual rumahnya bukanlah alasan dirinya untuk sukses. Tetapi, usaha dan do'a
keluarganya yang telah menghantarkan ia menuju kesuksesannya saat ini. "Alhamdulilah Ya Allah,
engkau telah mempermudah jalan kehidupanku dan sekarang aku telah membahagiakan keluarga kecil
ku" ucapnya seraya bersujud mensyukuri nikmat-Nya.

Kita harus sentantiasa bersyukur dan menghargai hal-hal yang kita miliki, dan jangan pernah berputus
asa oleh suatu kegagalan, karena kegagalan hanyalah langkah pertama menuju kesuksesan.

Anda mungkin juga menyukai