Anda di halaman 1dari 3

Nama : Astri Melinda

Kelas : IX-2

Penyesalan Ayah

Pada suatu malam yang sunyi, di sebuah rumah sederhana yang dekat dengan sawah. Ada
seorang anak kecil dan seorang ayah. Ayahnya bernama Pak Darjo sedangkan anaknya
bernama Reyhan. Mereka sedang berjaga di depan rumah menunggu ibunya pulang belanja.
Namun, ibunya tak kunjung pulang. Jam telah menunjukkan pukul 09.00 malam. Sekeliling
rumah itu sangat gelap. Mereka khawatir akan keadaan ibunya. Apalagi terdengar suara petir
yang menandakan bahwa akan segera turun hujan.

Selang beberapa menit, lampu di rumah itu padam. Rumah itu semakin gelap gulita.
“Nak kamu pergi ke kamar saja, ayah biar menunggu ibumu disini,” kata Pak Darjo.
“Iya Yah siap,” jawab Reyhan anaknya.
Reyhan pun segera pergi ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Sedangkan ayahnya
menjaga di depan rumah sambil melihat sekeliling rumahnya yang sangat gelap dan sepi
sekali.

Tak lama kemudian datang seorang bapak-bapak yang memberitahukan bahwa ada seorang
perampok berkeliaran disekitar rumahnya. Lantas Pak Darjo panik akan hal itu. Apalagi
istrinya tak berada di rumah.

Tak lama kemudian hujan turun. Pak Darjo hanya duduk di kursi depan sambil berjaga-jaga.
Hujan semakin deras diikuti angin berhembus kencang. Dari kejauhan terlihat seseorang yang
memakai jas hujan berwarna hitam sambil membawa sesuatu. Pak Darjo menyangka bahwa
itu adalah perampoknya. Ia pun segera mengambil sebuah pisau dan bersembunyi dibalik
pintu. Orang itu semakin mendekat. Pak Darjo bersiap-siap menyerangnya. Ketika orang itu
tepat berada didepan pintu, Pak Darjo langsung menusuk perut orang itu tanpa
memastikannya terlebih dahulu. Orang itu langsung terjatuh tepat dihadapan Pak Darjo.
Darah mengalir deras di perut orang itu. Ketika Pak Darjo melihat wajah orang itu, Pak Darjo
terkejut bahwa yang ia tusuk adalah istrinya sendiri. Ia tak menyangka bahwa telah
membunuh istrinya.

Pak Darjo menangis histeris. Istrinya langsung meninggal tepat dihadapannya. Pak Darjo
bingung tak tahu apa yang harus dilakukan, ia tak mau anaknya tahu bahwa ibunya telah
meninggal. Pak Darjo pun mempunyai ide untuk membuang jasad istrinya di tengah-tengah
sawah. Pak Darjo pun segera membawa jasad istrinya menuju tengah sawah sambil menangis
seakan menyesalinya.
Ditengah hujan yang lebat, Pak Darjo meletakkan jasad istrinya ditengah sawah begitu saja.
Lantas ia kemudian segera pergi dari tempat itu dan segera pulang ke rumahnya.

Ketika Pak Darjo sedang di kamarnya, ia menyesal telah menusuk sembarangan tanpa
memastikannya. Pak Darjo menangisi kepergian istrinya sambil melihat foto mereka berdua.
Tak lama kemudian Pak Darjo ketiduran sambil memeluk foto itu. Seketika foto yang Pak
Darjo lihat tadi, foto istrinya menghilang sehingga hanya tinggal foto Pak Darjo sendirian.

Keesokan harinya, Pak Darjo ketika bangun dari tidur, ia tak menyadari bahwa foto istrinya
telah menghilang. Ia langsung pergi melihat anaknya sedang duduk merenung menunggu
ibunya yang tak kunjung pulang. Pak Darjo ingin menjelaskan kejadian semalam, tapi ia
takut anaknya marah kepadanya.

“Nak, ibumu menginap di rumah nenek,” kata Pak Darjo berbohong sambil mendekati
anaknya.
“Serius ayah?”
“Iya nak.”
“Baiklah ayah, kalau gitu aku siap siap berangkat sekolah dulu ya.”
“Iya nak.”

Tak lama kemudian Reyhan berangkat ke sekolah. Pak Darjo yang kini sendirian di rumah, ia
kembali teringat akan kejadian semalam, ia kembali menangisi kepergian istrinya. Ketika Pak
Darjo hendak pergi ke kamarnya, punggung Pak Darjo terasa sakit. Ia merasa lelah sekali.
“Aduh kenapa ya punggungku, biasanya gak begini,” kata Pak Darjo sambil menuju
kamarnya.

Ketika di kamar menunggu anaknya pulang, Pak Darjo hanya menangis sambil menyesali
perbuatannya. Ketika Pak Darjo melihat fotonya bersama istrinya, ia baru sadar bahwa foto
istrinya tidak ada. Pak Darjo merasa bingung. Jam telah menunjukkan pukul 11 tepat. Reyhan
telah pulang dari sekolah. Namun, Reyhan merasa senang ketika pulang. Pak Darjo berpikir
bahwa Reyhan mendapatkan nilai yang bagus. Pak Darjo pun ikut senang.

Seminggu kemudian, ada kabar dari seorang petani bahwa ada jasad ibu-ibu yang tergeletak
di tengah sawah. Petani itu menyebarkan beritanya kepada seluruh warga dengan cepat. Di
sawah ramai sekali warga desa berkumpul. Pak Darjo yang baru saja pulang dari kerja, ia
segera menuju ke para warga yang berkumpul.
“Ada apa pak kok ramai sekali,” tanya Pak Darjo kepada salah satu warga disitu.
“Wah Pak Darjo, saya turut berduka cita atas kematian istri bapak,” kata warga itu.
“Iya pak, yang sabar ya,” sambung warga lainnya.
Pak Darjo yang sudah mengerti maksud mereka, segera menemui jasad istrinya dan
memeluknya sambil menangis seakan menyesalinya.

Tak lama kemudian datang para polisi untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pak
Darjo pun segera pulang ke rumahnya dan hendak memberi tahu kepada anaknya tentang hal
sebenarnya.

Ketika di rumah, Pak Darjo melihat anaknya sedang bermain mobil-mobilan sambil tertawa
senang. Pak Darjo tak tega ingin menyampaikan berita itu, tapi tak ada pilihan lain. Pak Darjo
pun mendekati Reyhan, anaknya.

“Nak sebenarnya ibumu sudah tiada,” kata Pak Darjo.


“Ha… Mana mungkin yah, ibu kan disini,” kata Reyhan.
“Tidak nak, ibumu telah meninggal seminggu yang lalu.”
“Tidak mungkin yah, barusan aku main sama ibu.”
“Tidak nak, tidak mungkin, ibu sudah meninggal seminggu yang lalu.”
“lohh… yahh… terus siapa barusan yang main sama aku,” kata Reyhan ketakutan.
“Loh mana ayah tahu Reyhan.”
“Lohh…”

Pak Darjo memeluk Reyhan sambil menangis. Tak lama kemudian Pak Darjo ingin
menunjukkan suatu foto yang ada di kamarnya kepada Reyhan. Ketika pergi ke kamarnya,
punggung Pak Darjo terasa sakit. Sudah seminggu punggungnya terasa sakit. Tapi Pak Darjo
membiarkannya saja.

Ketika Pak Darjo kembali ke Reyhan. Reyhan melihat ayahnya sedang menggendong ibunya.
Nampak ibunya tersenyum ke arah Reyhan.
“Loh bu katanya ayah ibu sudah meninggal,” kata Reyhan.
“Kamu ngomong sama siapa nak?” ujar Pak Darjo kebingungan.
“Itu yang ayah gendong kan ibuu…”
“Lohh Reyhan jangan ngomong aneh aneh.” Kata Pak Darjo ketakutan.
“Iya Yah ini ibu,” bisik arwah ibu Reyhan kepada Pak Darjo.

Anda mungkin juga menyukai