Anda di halaman 1dari 31

KODE DIKLAT : AA.AHP.THP.

114
KODE PAKET DIKLAT : AA.AHP.THP.114.L2
KODE MODUL : AA.AHP.THP.114.L2.5
JENJANG DIKLAT : LANJUT

MODUL/BAHAN AJAR

PEMBUATAN TEMPE

Oleh:
Noni Mulyadi, S.TP., M.Si.
Ir. Danik Dania A, MP.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN PERTANIAN
CIANJUR
Pembuatan Tempe

DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup.............................................................................................. 2
RANCANG BANGUN PEMBELAJARAN MATA DIKLAT/GBPP/
SILABUS ............................................................................................................ 3
KEGIATAN PEMBELAJARAN.............................................................................. 5
A. Lembar Informasi ....................................................................................... 5
B. Lembar Kerja ............................................................................................. 27
C. Lembar Evaluasi ........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 29

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur i


Pembuatan Tempe

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tempe merupakan produk fermentasi asli Indonesia dan sudah sangat dikenal di
seluruh manca negara. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan baku seperti kedelai,
lamtoro, kacang koro, benguk, ampas tahu, ampas kacang tanah, gude dan sebagainya.
Tempe yang dihasilkan dari bahan-bahan tersebut diberi nama sesuai bahan baku yang
digunakan. Tempe benguk misalnya, menunjukkan tempe yang dibuat dari bahan baku
kacang benguk, tempe gembus merupakan tempe yang dibuat dari bahan baku ampas
tahu. Namun yang paling populer adalah tempe yang dibuat dari kacang kedelai. Pada
modul ini yang dibahas adalah hanya tempe dari kacang kedelai.

Tempe yang selama ini dianggap makanan murahan, kini telah menjadi makanan
internasional karena nilai gizinya yang tinggi. Sebagai bahan makanan, tempe
merupakan sumber protein yang nilainya setara dengan daging. Dalam 100 g tempe
segar mengandung 18,3 g protein. Sedangkan dalam 100 g daging mengandung 18,8 g
protein dan dalam 100 g telur mengandung 12,2 g protein. Tempe merupakan sumber
yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi karena banyak mengandung asam amino
esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks dan serat. Selain itu tempe
mengandung senyawa fitokimia seperti isoflavonoid, genestein, daidzen, fitosterol,
saponin, yang diduga dapat mencegah penyakit degeneratif dan membantu dalam
pengaturan kadar kolesterol dalam darah. Keunggulan-keunggulan tempe tersebut
sangat sesuai untuk menu diet bagi masyarakat yang takut terhadap makanan-
makanan berkolesterol tinggi. Dengan demikian tempe dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok pangan fungsional. Seperti kita ketahui bahwa pangan fungsional adalah
bahan pangan yang mengandung komponen bio aktif yang memberikan efek fisiologis
bagi tubuh disamping zat gizi dan cita rasa. Pangan fungsional saat ini merupakan
produk pangan yang perkembangannya maju sangat pesat. Pada tahun 2003, nilai
transaksi produk ini di Indonesia mencapai Rp 220 triliun, hal tersebut berkembang

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 1


Pembuatan Tempe

seiring dengan semakin tingginya permintaan dan kesadaran masyarakat tentang


kesehatan.

Terobosan ekspor tempe ke berbagai negara merupakan prospek yang menjanjikan


bagi wirausaha-wirausaha di bidang pengrajin tempe. Peluang usaha ini semakin
menjanjikan ditunjang oleh teknologi pembuatan tempe yang relatif mudah dan
murah.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Umum :
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta diklat diharapkan dapat membuat
tempe sesuai dengan kriteria yang diinginkan

2. Tujuan Khusus :
Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta diklat diharapkan mampu:
a. Menjelaskan karakteristik bahan yang diperlukan
b. Menjelaskan jenis dan fungsi peralatan yang digunakan
c. Melakukan proses pembuatan tempe

C. Ruang Lingkup
Modul ini membahas tentang karakteristik bahan dasar dan bahan pendukung, jenis
dan fungsi peralatan yang digunakan serta proses pembuatan tempe.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 2


Pembuatan Tempe

II. RANCANG BANGUN PEMBELAJARAN MATA DIKLAT/GBPP/SILABUS

Mata Diklat Pembuatan Tempe


Alokasi Waktu 12 jam @ 45 menit
Deskripsi Singkat Mata diklat ini membahas tentang karakterisitik bahan, jenis dan fungsi peralatan yang digunakan,
dan proses pembuatan tempe
Tujuan Pembelajaran
a. Kompetensi : Peserta diklat dapat membuat tempe
Dasar
:
b. Indikator
Keberhasilan

ALAT BANTU ESTIMASI


No INDIKATOR KEBERHASILAN MATERI POKOK SUB MATERI POKOK METODE
MEDIA WAKTU
Peserta mampu:
1. Menjelaskan karakteristik Karakteristik 1.1. Karakteristik bahan 1. Ceramah 1. Laptop, 2 x 45
bahan yang diperlukan Bahan dasar 2. Tanya LCD menit
1.2. Karakteristik bahan jawab 2. Whit
pendukung 3. Curah e board
pendapat.
2. Menjelaskan jenis dan Peralatan yang 2.1. Jenis 1. Ceramah 1. Laptop, 1 x 45
fungsi peralatan yang digunakan 2.2. Fungsi 2. Tanya LCD menit
digunakan 2.3. Cara pengoperasian alat jawab 2. Whit
3. Curah e board
pendapat.
3. Melakukan proses Proses 3.1. Sortasi dan pencucian 1. Ceramah 1. Laptop, 9 x 45

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 3


Pembuatan Tempe

ALAT BANTU ESTIMASI


No INDIKATOR KEBERHASILAN MATERI POKOK SUB MATERI POKOK METODE
MEDIA WAKTU
pembuatan tempe pembuatan 3.2. Perendaman 2. Tanya LCD menit
tempe 3.3. Pemecahan biji jawab 2. Whit
3.4. Pengukusan 3. Curah e board
3.5. Pemberian ragi pendapat. 3. Alat
3.6. Pengemasan 4. Praktek dan bahan
praktek

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 4


Pembuatan Tempe

III. KEGIATAN PEMBELAJARAN

PEMBUATAN TEMPE
A. Lembar Informasi

1. Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Tempe

a. Kedelai

Kedelai merupakan bahan baku dalam pembuatan tempe. Sampai saat ini
kedelai masih relatif mudah diperoleh baik di pasar tradisional atau melalui
KOPTI (Koperasi Tahu Tempe Indonesia). KOPTI sudah tersebar diseluruh
wilayah Indonesia, tidak saja sampai kabupaten tapi sudah menjangkau
sampai kecamatan. Dengan demikian ketersediaan bahan baku pembuatan
tempe sudah sangat mudah diperoleh.

1) Jenis kedelai
Karakteristik kedelai yang baik sebagai bahan dasar pembuatan tempe
adalah kedelai yang berwarna putih atau kuning, kedelai juga harus
bebas dari cacat yang berupa kerusakan akibat fisik, kimia, mekanis
maupun hama penyakit. Disamping itu kedelai juga harus bebas dari
kotoran yang dapat berupa kerikil, ranting, daun dan kotoran lainnya.
Kedelai yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe juga
harus memiliki ketuaan yang optimal dan apabila kedelai akan
disimpan sebagai stok bahan dasar maka harus dalam kondisi yang
kering. Kondisi kedelai tua optimal diperoleh dari hasil pemanenan
yang tepat waktu dan pemanenan dilakukan dengan cara yang benar.
Pemanenan kedelai dilakukan apabila tanaman kedelai sudah benar-
benar tua. Tanda-tanda tanaman kedelai sudah tua antara lain: polong
buah berwarna kecoklatan dan retak-retak, batang berwarna kuning
kecoklatan, daun berguguran sehingga daun yang tertinggal pada
tanaman tinggal 2-3 daun yang berwarna kuning kecoklatan.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 5


Pembuatan Tempe

Varietas-varietas kedelai yang saat ini dikembangkan dan mudah


diperoleh adalah varietas Clack 63, T.K. 5, Taichung, Davros, Economic
Garden, Sumbing, Muria, Tidar dan lain-lain.

Gambar 1. Kedelai

2) Biji Kedelai
Bentuk biji kedelai bergantung kultivarnya, dapat berbentuk bulat, agak
gepeng, dan sebagian besar bulat telur. Sedangkan besar dan bobotnya
dibedakan menjadi tiga, yakni:
• Kedelai berbiji besar, bila bobot setiap 100 biji lebih dari 13 gr.
• Kedelai berbiji sedang, bila bobot setiap 100 biji antara 11-13 gr.
• Kedelai berbiji kecil, bila bobot setiap 100 biji antara 7-11 gr.

Biji kedelai terdiri dua bagian, yakni: kulit biji (testa), dan janin
(embrio). Kulit biji ini beragam warnanya, mulai kuning, hijau, coklat,
hitam, atau campuran antara warna-warna tersebut. Kulit biji ini
terdiri dari tiga lapisan sel. Sementara itu,janin terdiri dari kotiledon,
plumula, dan poros hipokotil-bakal akar. Kotiledon inilah merupakan
bagian terbesar dari biji kedelai, dan berisi bahan makanan yang
sebagian besar terdiri dari protein dan lemak.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 6


Pembuatan Tempe

3) Kriteria mutu kedelai


Kriteria mutu kedelai yang digunakan untuk bahan baku pembuatan
tempe dapat diklasifikasikan ke dalam kriteria umum dan kriteria
khusus.

Kriteria umum
a) Tua optimal, kondisi tua optimal diperoleh dari hasil pemanenan
tepat waktu dan pemanenan dilakukan dengan cara yang benar
b) Bebas dari sisa tanaman (kulit polong, potongan batang atau
ranting), batu, kerikil, tanah, atau biji-bijian tanaman lainnya.
c) Biji kedelai tidak luka atau bebas serangan hama dan penyakit.
d) Biji kedelai tidak memar atau rusak.
e) Kulit biji tidak keriput.

Kriteria khusus

Kriteria khusus berkaitan dengan tingkatan mutu kedelai yang biasanya


diklasifikasikan ke dalam tingkat mutu kedelai meliputi: tingkat mutu I,
tingkat mutu II, tingkat mutu III seperti tersaji pada tabel 1. Klasifikasi
ke dalam tingkat mutu tersebut didasarkan pada beberapa aspek
seperti kadar air, kotoran, butir rusak, butir keriput, butir belah, dan
keberadaan butir warna lain. Semakin besar nilai persentase aspek-
aspek tersebut, kedelai diklasifikasikan ke dalam tingkat mutu yang
rendah.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 7


Pembuatan Tempe

Tabel 1. Syarat mutu kedelai

No. Kriteria Mutu I Mutu II Mutu III

1. Kadar air maks (% bb) 13 14 16

2. Kotoran maks (% bobot) 1 2 5


3. Butir rusak (% bobot) 2 3 5
4. Butir keriput (% bobot) 0 5 8
5. Butir belah (% bobot) 1 3 5

6. Butir warna lain (% bobot) 0 5 10


Sumber: SK Mentan No. 501/Kpts/FP.830/8/1984

Keterangan:
• Kadar air adalah jumlah kandungan air di dalam biji kedelai yang
dinyatakan dalam persentase basis basah (bb).
• Kotoran adalah benda-benda bukan kedelai seperti batu, tanah,
pasir, batang, tangkai, kulit polong, dan biji lain.
• Butir rusak adalah biji kedelai atau sebagian biji kedelai yang rusak
karena faktor-faktor biologik, fisik, mekanik dan proses kimia seperti
berkecambah, kutuan, berjamur, busuk, warna, bau, rasa, dan
bentuk,
• Butir keriput adalah biji kedelai yang berubah bentuk menjadi
keriput, berasal dari biji muda atau karena pertumbuhannya tidak
sernpurna.
• Butir belah adalah biji kedelai tidak rusak, tetapi kulit biji terkupas
dan keping-kepingnya terlepas. Butir warna lain adalah biji kedelai
yang mempunyai kulit biji berwarna lain dari normal, misalnya
kedelai hitam terdapat kedelai kuning, hijau, dan coklat

Secara umum kedelai mengandung komponen-komponen zat gizi


berupa protein, air, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin. Kandungan
zat gizi yang terdapat dalam kedelai tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan zat-zat gizi pada kedelai

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 8


Pembuatan Tempe

Unsur zat Gizi Kedelai putih (%) Kedelai hitam (%)


Air 13,75 14,05
Protein 41,00 40,40
Lemak 15,80 19,30
Karbohidrat 14,85 14,10
Mineral 5,25 5,25

b. Ragi tempe
Bahan pendukung yang sangat menentukan keberhasilan fermentasi tempe
adalah ragi tempe atau inokulum tempe. Kualitas ragi atau inokulum tempe
sangat menentukan kualitas tempe yang dihasilkan. Kandungan
mikroorganisme yang utama yang terdapat dalam ragi tempe adalah spora
kapang Rhizopus-sp.

Berdasarkan jenis mikroorganisme penyusun dalam suatu inokulum, maka


dapat dibedakan inokulum kultur tunggal (biakan murni) dan kultur
campuran (biakan campuran). Inokulum biakan murni hanya mangandung
satu jenis biakan yaitu Rhizopus oligosporus. Jenis inokulum ini biasanya
hanya digunakan untuk tujuan penelitian yang dilakukan di laboratorium.
Sedangkan inokulum biakan campuran tidak hanya mengandung satu jenis
kultur saja (Rhizopus oligosporus) akan tetapi biasanya juga mengandung
jenis-jenis kapang lainnya misalnya Rhizopus arrhizuz, Rhizopus stolonifer, R.
oryzae dan galur lainnya seperti Mucor sp, dan Aspergillus sp. Ragi jenis ini
banyak dipasarkan dan digunakan untuk pembuatan tempe.

Jenis-jenis ragi yang selama ini digunakan untuk pembuatan tempe adalah
ragi dalam bentuk tepung dan bentuk “usar”. Ragi dalam bentuk tepung saat
ini sudah diproduksi skala pabrik oleh Puslitbang Kimia Terapan-LIPI
Bandung. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga sudah berdiri pabrik
yang juga memproduksi ragi bentuk tepung yaitu KOPTI Kodya Yogyakarta.
Produksi inokulum KOPTI Yogyakarta ini pada awalnya merupakan pilot
proyek pembuatan Inokulum untuk anggota KOPTI Yogyakarta saja, melalui

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 9


Pembuatan Tempe

kerjasama dengan Universitas Gajah Mada (UGM). Mengingat permintaan


akan ragi ini cukup besar, maka KOPTI Kodya Yogyakarta telah memproduksi
ragi dalam jumlah yang cukup besar, bahkan mempersiapkan untuk eksport.
Ragi bentuk “usar” terdapat pada lembaran permukaan daun waru (Hibiscus
tiliacius). Teknik penggunaan ragi jenis “usar” ini dengan mengoleskan
permukaan daun waru yang mengandung ragi ke permukaan kedelai yang
siap diinokulasi. Saat ini ragi jenis ini sudah jarang ditemui.

Gambar 2. Ragi tempe

Prinsip pembuatan inokulum atau ragi tempe adalah dengan menumbuhkan


mikroorganisme pembentuk tempe (kapang Rhizopus sp) pada substrat
tertentu misalnya nasi, kedelai, onggok atau bahan lain seperti daun waru
(Hibiscus tiliacius), pada daun jati (Tectona grandis) dan pada daun pisang
(Musa paradiciaca). Setelah terjadi pertumbuhan, maka jamur tersebut
pada tahap selanjutnya akan membentuk spora yang berfungsi sebagai
benih atau untuk berkembang biak.
2. Jenis dan Kegunaan Peralatan
Jenis peralatan yang diperlukan dalam pembuatan tempe terdiri dari timbangan,
wadah untuk merendam kedelai, alat untuk merebus , alat pengupas kulit kedelai,
alat pengemas (sealer) dan rak fermentasi.. Dari keseluruhan alat yang digunakan

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 10


Pembuatan Tempe

tersebut yang perlu dijelaskan pada bab ini, yaitu alat pengupas kulit kedelai dan
rak fermentasi.
a. Alat pengupas kulit kedelai (soybean miller)
Alat ini berfungsi untuk mempermudah proses pengupasan kulit kedelai.
Proses pengupasan kulit kedelai secara turun temurun dilakukan secara
manual menggunakan tangan atau kadangkala menggunakan kaki dengan
cara menginjak-injak kedelai sampai terlepas kulitnya. Tentu saja cara
manual ini tidak praktis, membutuhkan waktu relatif lama, dan seringkali
kondisinya tidak hiegenis. Dengan bantuan alat pengupas kedelai, proses
pengupasan kulit menjadi lebih mudah dan waktu yang dibutuhkan relatif
lebih cepat. Contoh profil alat pengupas kedelai dapat dilihat pada gambar
3.

Gambar 3. Alat pengupas kedelai (soybean miller)

Keterangan :
(a) corong pemasukan
(b) ruang pengupasan
(c) selinder pengupas
(d) landasan gesek
(e) corong pengeluaran, dan
(f) kran penyemprot air)

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 11


Pembuatan Tempe

Prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Biji kedelai yang telah
direbus dan direndam di masukkan ke dalam landasan gesek berupa
permukaan kasar melengkung. Sebuah selinder pengupas yang
permukaannya ditutupi karet berputar di atas landasan gesek sehingga biji
tergencet di antara landasan gesek dan selinder pengupas.

Saat ini jenis alat pengupas kedelai ini sudah banyak tersedia di pasaran
dengan berbagai jenis, kualitas, dan harga. Dengan demikian pengrajin tempe
lebih leluasa untuk memilih jenis alat pengupas kedelai sesuai dengan kondisi
dan kemampuan.

b. Rak fermentasi
Rak fermentasi dibutuhkan untuk meletakkan tempe yang sudah dikemas
baik dengan jenis daun tertentu atau menggunakan plastik pada tahap
proses fermentasi. Rak fermentasi dapat dibuat dari bahan-bahan yang
murah dan sederhana. Contoh profil rak fermentasi tempe dapat dilihat
pada gambar 4.

Gambar 4. Rak fermentasi


3. Proses Pembuatan Tempe
Proses pengolahan kedelai menjadi tempe sangat bervariasi, baik antar daerah,
antar pengrajin, atau berkembang sejalan dengan waktu. Ilustrasi proses
pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 5.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 12


Pembuatan Tempe

Gambar Proses pembuatan tempe

Gambar 5. Tahapan proses pembuatan tempe dijelaskan sebagai berikut.

a. Sortasi
Kedelai harus disortasi untuk mendapatkan kedelai yang baik (tidak cacat,
keriput, keropos atau busuk)
b. Pencucian/Perendaman
Setelah diperoleh kedelai yang baik selanjutnya kedelai dicuci dengan air
sampai bersih, apabila terdapat kotoran biji yang terapung harus dibuang.
Selanjutnya dilakukan perendaman minimal 6 jam dengan air bersih.

c. Perebusan
Perebusan dimaksudkan untuk memasak biji kedelai agar menjadi lunak
sehingga dapat ditembus oleh miselia kapang yang menyatukan biji, kedelai
yang terpisah menjadi kompak satu dengan yang lainnya. Perebusan ini juga
berguna untuk memberikan air ke dalam biji kedelai (hidrasi) sehingga biji
kedelai menjadi besar, kulit mudah terlepas dan yang penting dalam hidrasi

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 13


Pembuatan Tempe

ini adalah menjadikan kandungan air didalam biji kedelai cukup/memenuhi


syarat untuk pertumbuhan kapang Rhizopus sp. Kelunakan biji kedelai juga
memudahkan penetrasi asam untuk mengubah pH kedelai agar cocok untuk
pertumbuhan kapang.

Hidrasi adalah suatu proses agar biji kedelai yang kering dibiarkan menyerap
air sebanyak-banyaknya. Penyerapan air dapat juga terjadi apabila biji
kedelai direndam di dalam air. Air yang digunakan dapat air pada suhu ruang
atau air mendidih. Bila hidrasi dengan perendaman biji kedelai tidak
mengalami pemasakan dan pelunakan, maka waktu yang diperlukan untuk
hidrasi lebih lama dari pada waktu hidrasi dengan perebusan. Perendaman 1
kg kedelai dengan air pada suhu ruang memerlukan waktu sekurang-
kurangnya 3 jam sampai bobot kedelai mencapai 2 kali bobot kering.
Perendaman dengan air mendidih memerlukan waktu lebih singkat satu
sampai satu setengah jam, dengan perebusan hanya memerlukan 20-30
menit.

Perendaman biji kedelai dengan air pada suhu ruang memberi kesempatan
kepada enzim yang terdapat di dalam kedelai yaitu lipoksigenase untuk aktif
sehingga menimbulkan bau langu yang sangat tajam. Hal ini tidak terjadi
apabila digunakan air mendidih atau kedelai direbus. Pada proses hidrasi
dengan perendaman kedelai masih mentah belum lagi setengah matang,
keempukan rendah sehingga penetrasi asam kedalam keping biji kurang
baik. Selain itu aktifitas enzim mungkin akan terpacu kembali ketika pada
proses perendaman (proses ke 3) dalam bagan alir Gambar-5 dan hal ini
dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat. Setelah
proses hidrasi demikian perebusan kedelai untuk memasaknya tetap harus
dilakukan.

d. Pengupasan
Setelah proses hidrasi dilakukan pengupasan yaitu melepaskan kulit ari dari
keping biji kedelai, proses ini harus dilakukan agar terjadi penetrasi asam

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 14


Pembuatan Tempe

dan miselium kapang kedalam keping biji. Miselium kapang tidak dapat
menembus lapisan kulit ari kedelai karena zat tanduk (khitin) yang
terkandung dalam kulit, sehingga bila kulit tidak terlepas dari keping kedelai,
produk tempe tidak atau kurang kompak.

Pengupasan kedelai dalam jumlah kecil, 1-2 kg, dapat dilakukan dengan
tangan. Lebih dari jumlah itu, pengupasan dengan tangan terasa
merepotkan. Tangan diganti oleh kaki. Kedelai diinjak-injak di dalam
keranjang bambu. Cara ini menyebabkan orang tertentu enggan makan
tempe karena prosesnya tidak higenis. Untuk menghilangkan kesan tidak
higienis, kedelai dimasukan ke dalam karung, yang diinjak-injak karungnya.
Pengupasan dengan cara diinjak mempercepat proses dan mengurangi
pengeluaran energi, karena berat badan secara fisik membantu proses.

Cara pengupasan kedelai yang paling higienis dan estetis ialah yang
menggunakan alat pengupas. Alat pengupas sederhana terdiri dari dua
silinder kayu yang digerakkan tangan. Alat ini dapat dibuat sendiri. Setingkat
lebih maju, alat pengupas ini dilengkapi pedal sepeda, digerakkan oleh kaki,
seperti halnya mengayuh sepeda. Alat/mesin pengupas yang dibuat oleh
pabrik menggunakan motor listrik sebagai penggerak. Mesin pengupas
kedelai sudah banyak dijual di pasaran.

Pengupasan kedelai menggunakan alat akan bagus hasilnya jika ukuran biji
kedelai seragam. Jika ukuran biji kedelai beragam, biji yang ukurannya lebih
kecil dari kerenggangan silinder akan lolos, tidak terkupas, sedangkan biji
yang lebih besar akan hancur. Ukuran biji kedelai impor biasanya seragam
karena sudah melalui penyeragaman. Kedelai produksi dalam negeri perlu
diayak dulu untuk memperoleh biji yang seragam ukurannya.

e. Perendaman
Setelah melalui tahap pengupasan, keping biji kedelai dipisahkan dari kulit
kedelai. Kulit kedelai lebih ringan dari keping kedelai. Karena itu, bila kedelai

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 15


Pembuatan Tempe

terkupas ditaruh di dalam suatu wadah dan ditambah air, kulit kedelai
mengambang dan mudah dipisahkan.
Bila semua kulit kedelai dibuang, tempe yang dihasilkan dikenal sebagai
tempe mumi. Sebagian perajin tempe tidak membuang seluruh kulit kedelai
untuk meningkatkan volume tempe yang dihasilkan. Adanya campuran kulit
kedelai pada tempe dapat diketahui bila tempe diiris, akan tampak kulit
kedelai. Selain itu dapat juga diidentifikasi dengan memperhatikan jarak
antara keping biji kedelai yang jauh, atau bila tempe digoreng menyerap
banyak minyak. Kulit kedelai yang disisakan juga dapat memacu
pertumbuhan bakteri selama perendaman. Proses perendaman
dimaksudkan untuk mencapai tingkat keasaman (pH), yang sesuai untuk
pertumbuhan kapang pada keping kedelai. Kapang akan tumbuh baik bila PH
keping kedelai di antara 3.5 dan 5.2.

Pengasaman terjadi karena pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat


disebut Lactobacillus sp. Bakteri ini akan tumbuh di dalam air perendam
pada suhu di atas 15°C, lebih baik lagi diatas 20°C. Pertumbuhan bakteri
yang baik ditandai oleh bau kecut dan busa pada permukaan rendaman
kedelai. Bila pertumbuhan bakteri kurang sehingga pH yang diperlukan tidak
tercapai, rendaman kedelai perlu ditambah bahan pengasam. Asam laktat
merupakan pilihan pertama sebagai bahan pengasam. Jika tidak mungkin
memperoleh asam laktat, asam cuka dapat digunakan.

Penggunaan bahan pengasam menjadi keharusan pada cara cepat


pembuatan tempe, yang cocok sebagai cara industri. Pada cara cepat
perendaman cukup 2-3 jam. Pada cara tradisional, perendaman berlangsung
20-30 jam karena bakteri perlu waktu panjang untuk tumbuh dan
menghasilkan asam.

Proses pengasaman dengan pertumbuhan bakteri, mempunyai keuntungan


yang lebih dari pada dengan cara penambahan asam. Pada pengasaman
dengan fermentasi bakteri terjadi proses biologi yang akan mengubah

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 16


Pembuatan Tempe

komponen dalam kedelai dan akan terproduksi hasil metabolik bakteri yang
bermanfaat bagi tubuh. Pada proses biologi tahap ini terjadi transformasi
senyawa isoflavon dalam kedelai menjadi antioksidan yang lebih aktif.
Karena produksi asam oleh bakteri terjadi secara bertahap dan perlahan, zat
gizi terutama protein menjadi lebih mudah untuk dicerna atau dihidrolisis,
seperti halnya pencernaan dalam lambung, sebelum terjadi pencernaan oleh
enzim, terjadi pengasaman oleh HCI dalam lambung. Proses pengasaman
demikian juga memberi peluang untuk pertumbuhan bakteri lain penghasil
vitamin-vitamin B grup.

Selama perendaman kedelai, selain bakteri penghasil asam mungkin pula


tumbuh bakteri-bakteri lain penghasil vitamin seperti vitamin B2, B6, niasin,
biotin, asam folat dan pantotenat bahkan vitamin B 12.
Bakteri-bakteri ini terdapat di dalam air perendam secara alami. Air bebas
bakteri seperti air dari PAM yang memenuhi syarat, tidak mengandung dan
tidak memungkinkan pertumbuhan bakteri penghasil asam atau penghasil
vitamin. Karena itu air sumur lebih sesuai untuk pembuatan tempe dari pada
air dari PAM. Penggunaan air sungai, apalagi yang tercemar logam berat,
tidak dianjurkan. Air sungai mungkin mengandung kuman penyakit yang
mungkin saja bertahan hidup selama melewati seluruh tahap pembuatan
tempe. Kuman penyakit demikian dapat menyebabkan konsumen tempe
menjadi sakit. Selain proses pengasaman dan fermentasi bakteri yang
menimbulkan keunikan dalam komposisi komponen dalam tempe,
perendaman juga menyempurnakan hidrasi keping biji kedelai apabila pada
proses awal hal ini belum sempurna.
f. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk membuang kulit kedelai yang masih
tertinggal karena digunakan untuk memacu pertumbuhan bakteri pada
proses perendaman. Pencucian juga dimaksudkan untuk menghilangkan
bakteri dan mikroorganisme lain yang tumbuh selama perendaman, juga
untuk membuang kelebihan asam dan lendir yang terproduksi. Pencucian
harus dilakukan sampai keping biji kedelai tidak licin lagi oleh lendir dan

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 17


Pembuatan Tempe

kedelai tidak terlalu asam. Lendir dan bakteri apabila tidak tercuci bersih
akan mengganggu pertumbuhan kapang Rhizopus sp. dapat menyebabkan
kegagalan produksi.

g. Pemasakan
Proses pemasakan dapat dilakukan dengan cara merebus atau mengukus.
Proses pemasakan ini selain untuk melunakkan biji kedelai juga sebagai
proses sterilisasi untuk mematikan bakteri-bakteri yang tumbuh selama
proses perendaman. Keuntungan melalui proses ini yaitu tempe akan lebih
tahan lama, tidak berasa asam dan tidak berlendir. Pencucian saja meski
dilakukan sangat teliti tidak akan menghilangkan seluruh bakteri yang
tumbuh pada proses perendaman.

Setelah dilakukan pemasakan selama + 30 menit, dilakukan penirisan dan


pendinginan. Proses penirisan dimaksudkan untuk menghilangkan air yang
menempel pada biji kedelai. Tidak ada air menempel pada biji kedelai
menghambat pertumbuhan bakteri dan mempercepat pertumbuhan
kapang. Sedangkan proses pendinginan selain untuk menghilangkan air
yang menempel pada keping biji juga untuk mengkondisi suhu agar sesuai
untuk pertumbuhan kapang.
h. Penambahan Inokulum
Secara tradisional inokulum tempe disebut sebagai ragi tempe atau bibit
tempe atau laru tempe. Nama inokulum digunakan oleh Koperasi Karyawan
Puslitbang Kimia Terapan di Bandung yang membuat bibit tempe berbentuk
bubuk. Bibit tempe sebenarnya ialah spora kapang, semacam biji pada
tumbuhan tingkat tinggi. Spora kapang yang tua berwarna hitam. Pada
pembuatan tempe secara tradisional, yang menggunakan daun waru atau
daun pisang yang dicabik cabik sebagai bahan pengemas selama
pemeraman, spora menempel pada bulu daun waru atau disela-sela cabikan
daun pisang. Daun bekas pembungkus itu kemudian dikeringkan agar dapat
disimpan untuk digunakan bila perlu. Bibit pada daun digunakan dengan
cara menggosok-gosokkan daun pada keping biji kedelai. Kadang-kadang

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 18


Pembuatan Tempe

daun yang kering benar diremas dan dicampurkan ke dalam kedelai. Cara ini
mengakibatkan tempe kotor oleh serpihan daun.

Penggunaan bibit tempe pada daun memerlukan pengalaman. Misalnya


dikatakan selembar untuk 10 kg kedelai, belum tentu berhasil baik jika
dilakukan oleh pemula.
Cara menggosokkan daun, mengaduk kedelai, adanya spora di lingkungan
tempat menambahkan bibit, mempengaruhi keberhasilan menumbuhkan
bibit. Karena itu dibuat bibit berbentuk tepung yang disebut Inokulum yang
merupakan campuran spora kapang dengan tepung beras, tepung singkong,
tepung ampas singkong atau tepung terigu sebagai bahan pembawa.

Bahan pembawa mempengaruhi waktu simpan spora dan kecepatan


tumbuh pada waktu spora ditumbuhkan pada kedelai. Bahan pembawa yang
mengandung protein seperti tepung beras lebih baik dari pada tepung
singkong yang tidak mengandung protein.

Inokulum dapat digunakan dengan ukuran yang tepat sehingga


memudahkan bagi pemula. Jumlah spora pada satu unit ukuran inokulum,
gram atau sendok, dapat diubah dengan memperbanyak bahan pembawa.
Jumlah bahan pembawa yang lebih banyak memudahkan penyebaran spora
yang lebih merata, lebih menjamin pertumbuhan yang baik.

Inokulum yang dibuat dalam keadaan terbuka ke lingkungan selalu dimasuki


mikroorganisme lain, bakteri dan khamir. Ketiga mikroorganisme ini selama
fermentasi menimbulkan perubahan-perubahan yang berbeda pada zat-zat
di dalam kedelai. Akibatnya terjadi peningkatan mutu gizi, kemudahan
dicerna dan citarasa yang lebih baik pada tempe dari pada kedelai.

Lain halnya kalau digunakan Inokulum murni yaitu inokulum yang terdiri dari
spora kapang saja. Perubahan yang terjadi hanya yang ditimbulkan oleh
enzim-enzim yang dihasilkan kapang yaitu penguraian protein, karbohidrat

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 19


Pembuatan Tempe

dan asam lemak. Sedangkan aroma yang timbul karena penguraian


karbohidrat oleh khamir dan pembentukan vitamin-vitamin B serta senyawa
isoflavon oleh bakteri, tidak terjadi.

Sebaliknya pembentukan senyawa antibakteri akan lebih tinggi apabila


hanya digunakan satu jenis kapang, Penelitian mendapatkan bahwa kapang
Rhizopus oligosporus memacu aktifitas senyawa antibakteri paling tinggi.

Teknik penambahan inokulum yang dilakukan perajin ada dua cara yaitu
pertama inokulum ditaburkan pada kedelai yang telah ditiriskan dan
didinginkan, kedua Inokulum ditambahkan pada kedelai yang direndam air
dan dibiarkan beberapa lama, kemudian air dikeluarkan melalui lubang-
lubang kecil yang dibuat pada bagian dasar wadah. Teknik kedua
dimaksudkan agar Inokulum merata pada seluruh keping biji kedelai, karena
Inokulum yang ditambahkan hanya sedikit. Teknik kedua ini mengakibatkan
lingkungan tercemari oleh kapang sehingga kapang dapat tumbuh di mana-
mana.

Inokulum merupakan bahan yang paling penting pada pembuatan tempe,


karena inokulum pembawa kapang yang akan melakukan proses fermentasi.
Berdasarkan penelitian ada empat jenis kapang Rhizopus sp. yang terlibat
pada pembuatan tempe di Indonesia. Setiap jenis kapang mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam hal pertumbuhan, pembentukan enzim
dan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan. Kemampuan
kapang yang berbeda mengakibatkan perbedaan jangka waktu fermentasi
dan mutu kimiawi tempe yang dihasilkan.

i. Pengemasan
Keping-keping biji kedelai yang sudah dicampur dengan inokulum diperam
dalam kemasan. Kemasan diperlukan karena kapang hanya memerlukan
sedikit oksigen untuk tumbuh. Karena itu kemasan dilubangi agar oksigen
dapat masuk ke dalam kemasan. Kemasan juga berguna untuk mengkondisi

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 20


Pembuatan Tempe

suhu agar selalu sesuai untuk pertumbuhan kapang. Jenis pengemas dan
teknik pengemasan menentukan jangka waktu pemeraman.

Bahan pengemas tradisional seperti daun waru dan daun pisang dilubangi
dengan menusuk-nusukkan jarum besar (jarum layar), atau garpu
ketumpukan daun. Daun pisang dapat juga digores-gores memanjang
dengan pisau. Pada daun terdapat mata daun yang juga dapat dilewati
oksigen. Karena itu jumlah oksigen yang masuk ke dalam kemasan tidak
dapat diatur secara tepat. Akibatnya pertumbuhan kapang pada tempe yang
dikemas dengan daun lebih pesat dari pada tempe yang dikemas dengan
plastik. Di beberapa bagian kemasan terjadi pertumbuhan kapang yang
sangat pesat sehingga sporanya lebih dulu tua.

Bila digunakan bahan pengemas plastik jumlah oksigen yang mencapai


kedelai tergantung jumlah lubang yang dibuat. Jikapun plastik dapat dilewati
oksigen, jumlah oksigen yang masuk merata di seluruh permukaan kemasan.
Setelah kapang tumbuh lebat, lembar plastik menempel pada tempe
sehingga oksigen tidak dapat masuk berlebihan. Pematangan spora tidak
terjadi, karena itu tempe tampak tetap putih.

Pada tempe yang dikemas dengan daun, karena pertumbuhan kapang yang
cepat penguraian zat-zat gizi berlangsung cepat pula. Hasil uraian protein
berupa amonia akan menimbulkan bau. Biasanya dalam waktu 12 jam sejak
akhir pemeraman, tempe yang dibungkus dengan daun akan mulai
mengeluarkan bau. Hal demikian tidak terjadi pada tempe yang dikemas
dengan plastik. Selain daun pisang, daun waru, daun jati atau plastik, ada
pula perajin yang menggunakan pelepah pisang, bambu atau pipa pralon
sebagai bahan pengemas.

j. Pemeraman
Pemeraman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan tumbuh kepada
kapang. Pertumbuhan kapang yang baik akan terjadi pada suhu di antara

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 21


Pembuatan Tempe

20°C - 37°C. Bila suhu di bawah 20°C perlu diberi penghangatan dengan cara
menutupi kemasan kedelai dengan kain atau karung goni, atau ruang
pemeraman dipasangi lampu. Kelembaban dan oksigen mempengaruhi
kecepatan tumbuh kapang. Kelembaban rendah akan menghambat
pertumbuhan kapang. Sebaliknya, bila keping biji kedelai terlalu basah,
bakteri akan tumbuh mendahului kapang. Terlalu banyak oksigen akan
menyebabkan pertumbuhan kapang yang terlalu pesat, sedangkan bila
oksigen kurang, kapang tidaK tumbuh baik.

Jumlah inokulum mempengaruhi waktu pemeraman. Dengan kondisi yang


sama, penambahan atau pengurangan jumlah inokulum akan
mempersingkat atau memperpanjang waktu pemeraman. Jenis kapang
Rhizopus sp. yang terkandung dalam inokulum juga mempengaruhi waktu
pemeraman.

Waktu pemeraman dapat divariasikan dari 18 sampai 36 jam. Secara


tradisional, pemeraman berlangsung 36 jam. Waktu pemeraman ini ternyata
sangat baik untuk pembentukan zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan.
Jenis kapang dan waktu pemeraman menentukan produksi dan aktifitas
enzim amilase, lipase dan protease yang akan bekerja untuk mencernakan
karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam kedelai, sehingga
menentukan mutu gizi tempe yang diproduksi. Pembentukan dan aktifitas
enzim telah diteliti di Puslitbang Gizi menggunakan Rhizopus oligosporus,
Rhizopus oryzae dan campuran kapang tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aktifitas enzim yang diproduksi masing-masing kapang
selalu lebih tinggi dari pada campuran kapang.

Aktifitas enzim amilase terjadi pada periode pemeraman 0-12 jam dan
tertinggi tercapai pada waktu 12 jam. Aktifitas amilase tertinggi dihasilkan
oleh Rhizopus oryzae. Jumlah maltosa yang dibebaskan oleh kapang
mencapai maksimum pada fermentasi 12 jam. Aktifitas enzim protease pada
pemeraman 36 jam dari kapang Rhizopus oligosporus dan kapang campuran

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 22


Pembuatan Tempe

sama, sedang aktifitas protease dari kapang Rhizopus oryzae lebih rendah.
Aktifitas protease tertinggi dari Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae
tertinggi pada pemeraman 72 jam, namun pada periode antara 36 sampai
72 jam fermentasi aktifitas enzim protease ini bukan hanya untuk hidrolisa
protein menjadi asam amino namun juga untuk pembentukan amonia.

Kecepatan hidrolisis protein tertinggi dari kapang Rhizopus oligosporus dan


kapang campuran terjadi pada masa pemeraman 12-24 jam, sedangkan
kecepatan tertinggi dari kapang Rhizopus oryzae terjadi pada periode
pemeraman 24:-36 jam. Namun protein hidrolisat tertinggi diproduksi oleh
Rhizopus oligosporus dan mencapai jumlah optimum pada fermentasi 24
jam.

Aktifitas enzim lipase dari Rhizopus oligosporus lebih tinggi dibanding


dengan aktifitas dari Rhizopus oryzae atau kapang campuran. Kecepatan
hidrolisis lemak dari kapang Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae dan
kapang campuran terjadi pada periode 12-24 jam. Asam lemak bebas yang
diproduksi oleh kapang Rhizopus oligosporus selalu lebih tinggi dan jumlah
optimum terjadi pada fermentasi 36 jam. Asam lemak bebas yang dapat
diproduksi oleh kapang Rhizopus oryzae dan kapang campuran dari jumlah
kedelai yang sama tidak pernah mencapai jumlah yang diproduksi oleh
kapang Rhizopus oligosporus pada fermentasi 36 jam, meskipun waktu
fermentasi diperpanjang sampai 72 jam.

Berdasarkan produksi karbohidrat sederhana, protein hidrolisat dan asam


lemak bebas, sebaiknya waktu pemeraman tidak melebihi 36 jam.
Sebenarnya waktu pemeraman selama 36 jam sudah dilaksanakan oleh
perajin tempe sejak dulu, meskipun bukan didasarkan atas pengetahuan
mengenai aktifitas enzim. Mereka melakukannya berdasarkan segi
kepraktisan kerja dan ketersediaan waktu.

4. Pengendalian Mutu

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 23


Pembuatan Tempe

Teknologi pengolahan tempe yang sederhana setelah ditelaah teryata bahwa


setiap aktifitas proses mempunyai tujuan tertentu dan memberi pengaruh
tertentu pula. Pengaruh setiap aktifitas baik teknik, waktu ataupun sarana yang
digunakan terhadap mutu tempe dan ongkos produksi dapat positif dapat pula
negatif.

Secara ringkas teknologi pembuatan tempe terdiri dari hidrasi, pengupasan kulit,
pengasaman, pencucian, pemasakan, inokulasi dan fermentasi. Teknik
pelaksanaan dan sarana yang digunakan dapat bermacam-macam. Berdasarkan
telaahan uraian di atas, maka hidrasi sebaiknya dilakukan dengan perebusan
sampai kedelai setengah masak, dan kedelai dimasukkan setelah air mencapai
suhu diatas 45°C (belum mendidih tapi sudah beruap). Dengan demikian tidak
memberi kesempatan enzim lipoksigenase untuk aktif. Pada perebusan suhu
dapat mencapai 95°C, sehingga proses hidrasi bisa terjadi dengan cepat. Kedelai
setengah masak tidak akan menghambat pertumbuhan bakteri penghasil asam
dan masih cukup keras untuk tidak hancur pada proses pengupasan.

Pada proses perebusan sebaiknya digunakan alat yang tahan, yaitu bejana yang
dibuat dari stainless steel atau tembaga. Pada saat ini banyak perajin
menggunakan drum besi bekas pakai. Drum memang kuat panas dan dapat tahan
lama namun kemungkinan bahan yang tadinya dikemas dengan drum tersebut
adalah bahan kimia yang berbahaya, maka pada awal penggunaan mungkin dapat
menimbulkan bahaya.

Alat pemanas yang digunakan, bila ditinjau dari segi praktis dan kebersihannya,
tungku dengan bahan bakar gas dapat dianjurkan. Namun apabila ini dianggap
terlalu mahal, sehingga ongkos produksi menjadi tinggi, altematif lain adalah
tungku yang dapat merubah bahan bakar minyak tanah menjadi gas. Alat
pemanas yang disebut belakangan sudah banyak digunakan perajin tempe saat
ini.
Proses pengupasan kulit dapat dilakukan kering sebelum kedelai dihidrasi, dapat
pula dilakukan setelah kedelai dihidrasi. Proses kering mengakibatkan biji kedelai

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 24


Pembuatan Tempe

pecah, retak atau patah sama sekali. Biji kedelai yang hancur dapat terbuang
dalam proses selanjutnya. Namun pembuangan kulit kedelai kering lebih mudah
dari pada pembuangan kulit kedelai basah. Apabila kulit kedelai setengah masak
dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan atau ternak, maka pengupasan basah
lebih dianjurkan. Proses pengupasan sebaiknya menggunakan mesin pengupas,
lebih cepat dan lebih higienis.

Pengasaman dapat dilakukan secara biologi dengan pertumbuhan bakteri asam


laktat atau secara kimiawi dengan penambahan asam. Seperti telah dibahas
terdahulu pada proses biologi selain terjadi pengasaman juga terjadi produk
metabolit yang berpengaruh baik pada komposisi kimiawi tempe yang diproduksi.
Teknik biologi mudah, hanya memerlukan waktu lebih lama, untuk mempercepat
dapat dilakukan dengan penambahan air perendam bekas produksi sebelumnya.

Keuntungan lain menggunakan proses perendaman ialah bahwa pada proses ini
penetrasi asam dapat merata pada konsentrasi rendah, tidak akan ada bagian
yang lebih asam. Selain itu asam yang diproduksi secara biologi memberikan
aroma yang lebih lembut sehingga mempertinggi mutu organoleptik. Pada proses
ini terjadi pula penyempurnaan hidrasi.

Pencucian sebaiknya menggunakan air yang mengalir, sehingga lendir dan bakteri
dapat cepat terbuang. Proses selanjutnya yang baik dilakukan adalah pemanasan
kedua atau pemasakan. Proses ini selain untuk memasak biji kedelai, juga
terutama untuk mematikan bakteri yang masih terbawa dari perendaman baik itu
bakteri pembentuk asam maupun kontaminan yang tidak diharapkan.

Inokulasi kapang sebaiknya dilakukan kering. Setelah inokulasi pengadukan


sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat pengaduk yang dapat digerakan
dengan listrik atau tangan. Pengadukan dengan tangan telanjang memberi
peluang terjadi kontaminasi kembali.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 25


Pembuatan Tempe

Proses pengemasan dapat dilakukan dengan cara manual atau menggunakan alat
apabila jumlah kedelai yang diolah memerlukan terlalu banyak orang untuk
mengemas, sehingga akan meningkatkan biaya produksi. Proses selanjutnya
adalah pemeraman. Berdasarkan bahasan terdahulu jangka waktu pemeraman
paling menguntungkan dilakukan 36 jam. Pada saat itu semua komponen yang
menguntungkan terhadap kesehatan sudah diproduksi dalam jumlah optimal.
Ditinjau dari segi produksi komponen yang bermanfaat, inokulum yang dianjurkan
adalah yang populasi Rhizopus oligosporusnya lebih tinggi dari Rhizopus yang
lainnya, apabila inokulum yang hanya mengandung satu jenis kapang belum
dapat diproduksi. Kontaminasi khamir dalam inokulum tidak menimbulkan hal
yang merugikan bahkan dapat memberi aroma yang baik.

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 26


Pembuatan Tempe

B. Lembar Kerja

PEMBUATAN TEMPE

ALAT
• Panci perebus
• Kompor
• Tampah/Nyiru
• Centong Kayu
• Ember Plastik
• Plastik Pembungkus/Daun Pisang
• Rak fermentasi

BAHAN:
• Kedelai kuning
• Laru tempe/ragi tempe

LANGKAH KERJA
1. Persiapkan alat dan bah an yang diperlukan
2. Kedelai disortasi/dibersihkan
3. Rendam kedelai selama satu malam ( + 12 jam)
4. Rebus kedelai selama 30 menit
5. Kedelai dicuci dan dikupas kulit arinya
6. Kedelai yang telah dikupas kulitnya direndam kembali selama satu malam ( + 12
jam)
7. Rebus kembali kedelai selama + 45 menit
8. Tiriskan dan dinginkan
9. Inokulasi dengan laru tempe 1,5 g - 2,5 g/kg kedelai
10. Kemas/bungkus dengan daun pisang atau kantong pelastik yang sudah diberi
lubang
11. Simpan/inkubasi pada suhu kamar selama 36

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 27


Pembuatan Tempe

C. Lembar Evaluasi

1. Jelaskan keunggulan-keunggulan yang dimiliki tempe !

2. Jelaskan karakteristik kedelai yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan


tempe !

3. Jelaskan fungsi pemberian ragi pada proses fermentasi tempe !

4. Jelaskan fungsi perendaman dan perebusan pada pembuatan tempe !

5. Jelaskan perubahan-perubahan yang terjadi selama fermentasi tempe!

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 28


Pembuatan Tempe

DAFTAR PUSTAKA

B. Sarwono, 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta


Danik Dania A, 1998, Pembuatan Tempe, PPPG Pertanian, Cianjur

EIRI Board Of Consultants & Engineers. 2003. Hand Book of Modern Bakery Products.
Engineers India Research Institute. New Delhi. India.

Fellows, P. 1992. Food Processing Tecnology. Ellis Horwood. New York


Norman W. Desrosier, Ph.D. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Muchtadi, Tien R. Dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU IPB. Bogor
Sapuan dan Noer Soetrisno (Editor), 1996, Bunga Rampai Tempe Indonesia, Yayasan Tempe
Indonesia, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe, diakses tanggal 11 Februari 2011

Departemen Agroindustri dan Teknik Kimia PPPPTK Pertanian Cianjur 29

Anda mungkin juga menyukai