Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RESUME

A. Nama Mahasiswa : Eko Nuswantoro


B. NIM : 2241036
C. Mata Kuliah : Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran
D. Tema Resume : Analisis Lintasan Sejarah Kurikulum di Indonesia
serta pengembangannya untuk masa yang akan
datang

Pengertian kurikulum:
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin yaitu curricular yang berarti jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari. Dengan demikian dalam pengertian sempit kurikulum diartikan
dengan sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik dalam jangka waktu
tertentu. Kurikulum dalam Bahasa Arab diterjemahkan dengan pendekatan Manhaj yang
bermakna jalan terang atau jalan terang yang dilalui manusia diberbagai bidang kehidupan (Al-
Syaibany, 1979). Pengertian Kurikulum dari aspek bahasa menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum
adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara
kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah (Kerr, J. F, 1968); usaha menyeluruh yang
dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang
sudah ditentukan (Inlow, 1966); semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak
sekolah (Neagley dan Evans, 1967); dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang
diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan
masalah dalam kehidupan sehari-hari (Beauchamp, 1968). Sedangkan pengertian kurikulum
menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah bagi pihak-
pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pihak guru, kepala
sekolah, pengawas, orang tua, masyarakat, dan pihak peserta didik itu sendiri. Selain sebagai
pedoman, bagi peserta didik, kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, fungsi
pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan/seleksi, dan fungsi
diagnostik.
Kurikulum pada dasarnya merupakan suatu sistem (system), artinya kurikulum tersebut
merupakan suatu kesatuan atau totalitas yang terdiri dari beberapa komponen, di mana antara
komponen satu dengan komponen lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam
rangka mencapai tujuan. Komponen-komponen kurikulum tersebut, yaitu tujuan, isi/materi,
strategi pembelajaran, dan evaluasi. Tujuan kurikulum menggambarkan kualitas manusia yang
diharapkan terbina dari suatu proses pendidikan. Secara umum isi/materi kurikulum merupakan
pengetahuan ilmiah yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan yang perlu
diberikan kepada siswa. Strategi pembelajaran merupakan bagian integral dalam pengkajian
tentang kurikulum. Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan siasat, cara atau sistem
penyampaian isi kurikulum dengan mempertimbangkan hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan
kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa. Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai
pencapaian tujuan kurikulum dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan.
Hasil evaluasi kurikulum dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum. Selain itu, hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai masukan dalam
penentuan kebijakan-kebijakan pengambilan keputusan tentang kurikulum dan pendidikan.
Sejarah kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia dengan ciri-ciri desain dan struktur serta
peruntukannya:
Selama 77 tahun Indonesia merdeka, telah mengalami 13 kali perubahan kurikulum. Rinciannya
1
adalah pada zaman Orde Lama (Orla) atau zaman Presiden Soekarno berkuasa, pernah terjadi 3
kali perubahan kurikulum, yaitu Kurikulum leer plan (Rencana Pelajaran) tahun 1947, Kurikulum
Rencana Pendidikan Sekolah dasar tahun 1964 dan Kurikulum Sekolah Dasar tahun 1968.
Kurikulum pendidikan pada awal kemerdekaan di Indonesia masih dipengaruhi sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan
sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang
merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan
pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan
bangsa lain di muka bumi ini. Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi
pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I
dan II yang asalnya berupa skor 10-100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II
hingga VI tetap menggunakan skor 10-100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum,
yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana):
a. Pengembangan Moral:
1) Pendidikan kemasyarakatan.
2) Pendidikan agama/budi pekerti.
b. Perkembangan kecerdasan:
1) Bahasa Daerah.
2) Bahasa Indonesia.
3) Berhitung.
4) Pengetahuan Alamiah.
c. Pengembangan emosional atau Artistik:
1) Pendidikan kesenian.
2) Pengembangan keprigelan.
d. Pendidikan keprigelan.
e. Pengembangan jasmani.
1) Pendidikan jasmani/Kesehatan
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah
menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan
berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat siswa.
Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pancasialis yang sosialis Indonesia,
dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tahun 1960. Kurikulum 1968 merupakan
pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum
pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Pada zaman Orde Baru (Orba) atau zaman kekuasaan Presiden Soeharto, terjadi 6 kali pergantian
kurikulum, yaitu Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) tahun 1973,
Kurikulum 1975, Kurikulum berbasis keterampilan proses 1984 atau sering disebut kurikulum
CBSA yang berangkat dari konsep student active learning, Kurikulum Berbasis Isi (KBI) 1994, dan
Revisi Kurikulum 1994 pada tahun 1997. Kurikulum 1973 sebagai pengganti kurikulum 1968
menggunakan prinsip-prinsip berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan
tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan
pendidikan, yang meliputi: tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler,
tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK); dan menganut
pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang
menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif. Kurikulum 1975 sebagai
pengganti kurikulum 1973 menggunakan prinsip-prinsip menekankan kepada efisiensi dan
efektivitas dalam hal daya dan waktu, menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal
dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah
2
laku siswa. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme,
yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari
luar, yaitu sekolah dan guru. Mata Pelajaran dalam Kurikulum tahun 1975 adalah Pendidikan
agama, Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika, IPA, Olah raga dan
kesehatan, Kesenian, dan Keterampilan khusus. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri berorientasi
kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional
dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus
dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa, pendekatan pengajarannya berpusat
pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual,
dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik
dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor; materi pelajaran dikemas dengan
nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan
bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan
jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan; menanamkan
pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus
didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk
menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami
konsep yang dipelajarinya. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak
dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah
menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks; menggunakan pendekatan
keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar-mengajar yang memberi
tekanan kepada proses pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan
secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan. Ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan
kurikulum 1994, adalah pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan,
pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi), bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah
yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar (muatan lokal/ kearifan lokal mulai diperhatikan). Berorientasi
pada siswa aktif. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah
kepada jawaban konvergen divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban),
penyelidikan, dan pemecahan masalah. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit
perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa (mulai ada kecenderungan mencongak,
dril les diluar jam pelajaran). Pelaksanaan kurikulum 1997 kecenderungan kepada pendekatan
penguasaan materi (content oriented): beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata
pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran, materi pelajaran dianggap
terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang
bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari, permasalahan di atas
terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994.
Kurikulum yang berorientasi pada pencapaian tujuan (1975-1999) berimplikasi pada penguasaan
kognitif lebih dominan namun kurang dalam penguasaan keterampilan (skill). Sehingga lulusan
pendidikan kita tidak memiliki kemampuan yang memadai terutama yang bersifat aplikatif,
sehingga diperlukan kurikulum yang berorientasi pada penguasaan kompetensi secara holistik.

Pada masa reformasi terjadi 3 kali perubahan kurikulum, yaitu Rintisan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) tahun 2004 seiring berlakunya undang-undang otonomi daerah, Kurikulum
Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) tahun 2006 dengan ciri sintak pembelajaran EEK-Eksplorasi
Elaborasi Kolaborasi, Kurikulum 2013 dengan ciri model pembelajaran saintifik-IL-DL-PBL-PjBL,
3
dan terakhir kurikulum merdeka dengan ciri perumusan tujuan pembelajaran disusun
komprehensif kualitatif dalam bentuk CP, konten diserahkan pada guru dengan muara CP,
diferensiasi pembelajaran, asesmen diagnostif-formatif-sumatif, dan adanya P5 (kelanjutan
Penguatan pendidikan karakter).
Kurikulum 2004 KBK memiliki keunggulan dibandingkan kurikulum 1994 dalam hal:
mengedepankan penguasaan materi hasil dan kompetensi dengan paradigma pembelajaran versi
UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be; silabus
ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus
menjadi kewenangan guru, jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu, tetapi jumlah mata pelajaran
belum bisa dikurangi, metode pembelajaran keterampilan proses dengan melahirkan metode
pembelajaran PAKEM dan CTL, sistem penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif,
penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan
penilaian berbasis kelas. KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar
(KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah (PKBS) yang berkembang menjadi manajemen berbasis kelas (MBS).
KHB berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara
keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun. PBK adalah melakukan penilaian secara seimbang di
tiga ranah, dengan menggunakan instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk,
kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala membangun makna atau
pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai motivator
yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan
optimal.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006
adalah sebagai berikut: Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan
lingkungannya. Pengembangan kurikulum didasarkan atas prinsip bahwa peserta didik adalah
sentral proses pendidikan agar menjadi manusia yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, serta
warga negara yang demokratis sehingga perlu disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan lingkungan siswa; beragam dan terpadu, artinya kurikulum dikembangkan
dengan memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi daerah dengan tidak membedakan
agama, suku, budaya, adat, serta status sosial ekonomi dan gender, kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu;
tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; relevan dengan
kebutuhan, menyeluruh dan berkesinambungan, artinya substansi kurikulum direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan, belajar sepanjang hayat,
artinya kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat; dan seimbang antara kepentingan global,
nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan masyarakat. Struktur dan muatan KTSP pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata
pelajaran sebagai berikut: mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan
kepribadian,  ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, serta jasmani, olahraga dan kesehatan
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif.
Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan.
Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik beratnya
adalah mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau
mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi
pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena
alam, sosial, seni, dan budaya. Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari
melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada
tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu,
sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal
35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Struktur mata pelajaran pada kurikulum 2013 Struktur Kurikulum SMP/MTs terdiri atas mata
4
pelajaran umum kelompok A dan mata pelajaran umum kelompok B. Khusus untuk MTs, dapat
ditambah dengan mata pelajaran keagamaanyang diatur oleh Kementerian Agama. Mata pelajaran
Kelompok A merupakan kelompok mata pelajaran yang muatan dan acuannya dikembangkan
oleh pusat. Sedangkan Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata pelajaran yang
muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten
lokal. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran muatan lokal yang berdiri sendiri.
Muatan lokal dapat memuat Bahasa Daerah.
Kurikulum Merdeka (salah satu opsi Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan
Pembelajaran mulai tahun 2022/2023) merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler
yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk
mendalami kami konsep dan menguatkan kompetensi yang dirumuskan dalam Capaian
Pembelajaran (CP) tiap fase. Dalam proses pembelajaran guru memiliki keleluasaan untuk
memilih berbagai perangkat pembelajaran sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan
kebutuhan belajar dan minat peserta didik yang dituangkan dalam modul ajar (MA) berikut
insersi diferensiasi pembelajaran dan asesmen. Di dalam kurikulum ini terdapat projek untuk
menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila sebagai lanjutan program penguatan pendidikan
karakter (PPK). Kemudian, dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh
pemerintah. Projek ini tidak bertujuan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu,
sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Inti dari kurikulum merdeka ini
adalah Merdeka Belajar. Hal ini dikonsep agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-
masing. Misalnya, jika dua anak dalam satu keluarga memiliki minat yang berbeda, maka tolok
ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Kemudian anak juga tidak bisa dipaksakan
mempelajari suatu hal yang tidak disukai sehingga akan memberikan otonomi dan kemerdekaan
bagi siswa dan sekolah. Penerapan kurikulum merdeka terbuka untuk seluruh satuan
pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, Pendidikan khusus, dan Kesetaraan. Selain itu, satuan
pendidikan menentukan pilihan berdasarkan angket kesiapan implementasi Kurikulum Merdeka
yang mengukur kesiapan guru, tenaga kependidikan dan satuan pendidikan dalam
pengembangan kurikulum. Pilihan yang paling sesuai mengacu pada kesiapan satuan pendidikan
sehingga implementasi Kurikulum Merdeka semakin efektif jika makin sesuai kebutuhan. Ciri
khas kurikulum merdeka adalah adanya rumusan kemampuan yang diharapkan pada murid
yang menyelesaikan satu fase pembelajaran dalam bentuk rumusan Capaian Pembelajaran (CP),
kekonten-strategi merdeka utk arah CP, diferensiasi pembelajaran, asesmen diagnostif-formatif-
sumatif, P5 (kelanjutan Penguatan pendidikan karakter)
Kritik atas masing-masing kurikulum: Indonesia telah banyak mengalami perubahan kurikulum,
di antaranya kurikulum 1947, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1997, 2004, 2006, dan terakhir
2013. Perubahan kurikulum sering dipengaruhi oleh faktor politik. Contohnya kurikulum 1964
disusun untuk meniadakan MANIPOL-USDEK, kurikulum 1975 digunakan untuk memasukkan
Pendidikan Moral Pancasila, dan kurikulum 1984 digunakan untuk memasukkan mata pelajaran
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Kurikulum 1994, di samping meniadakan mata
pelajaran PSPB juga untuk mengenalkan kurikulum SMU yang menjadikan pendidikan umum
sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi. pada dasarnya setiap kurikulum baru,
dirumuskan dan di implementasikan sebagai jawaban atas kekurangan pada kurikulum
sebelumnya. Termasuk implementasi kurikulum merdeka yang secara desain pembelajaran
identik dengan paradigma kurikulum situasional, humanis, mengacu pada rekonstruksi sosial
(penakanan pada kontekstualisasi dalam bentuk model pembelajaran project based learning
dengan mengacu pada keterampilan abad-21: critical thinking and problem solving,
Communication, Collaboration, Creativity and Inovation), penambahan porsi pendidikan karakter
dalam struktur project penguatan profil pelajar pancasila dan rahmatan lil ‘alamin juga bagian
dari jawaban atas masih kentalnya titik tekan kompetensi kognitif dan psikomotorik pada
kurikulum 2013, serta adanya asesmen baik itu berupa formatif (formatif, diagnostik kognitif,
diagnostik non kognitif) maupun sumatif yang berpijak pada teori penilaian: assessment of
learning (penilaian  akhir  pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran),
dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran) juga merupakan pengejawantahan
psikologi humanistik yang memandang peserta didik atau murid sebagai manusia yang memiliki
5
potensi masing-masing dan guru bertugas untuk merawat dan membantu menemukan
kemampuannya. Akan tetapi dalam implementasi masih ditemukan kejanggalan, 1) dengan
merdeka mengajar yang mana guru bisa mengambil sumber informasi pembelajaran dari sumber
apapun atau misalnya ketika mengajarkan tentang ayat kasih sayang bisa mengambil dari ayat
yang tidak harus sama, tetapi dalam realitasnya masih terjadi upaya penyamaan dalam bentuk
adanya LKS/modul bahan ajar, 2) kaitannya dengan proses pembelajaran tersebut adalah masih
adanya asesmen serentak dalam bentuk semacam penilaian akhir semester dengan soal yang sama
(padahal ketika disepakati merdeka mengajar, maka stimulus materi bisa berbeda), sehingga
aroma “kemerdekaan” ini menjadi setengah matang, 3) belum adanya layanan khusus untuk
melayani murid yang belum memiliki kemampuan prasyarat serta murid yang belum memenuhi
capaian pembelajaran selama fase berlangsung, 4) adanya pemberlakuan kurikulum baru dengan
struktur berbeda yang berjalan berdampingan dengan tingkat kelas lain dalam kurikulum berbeda
namun dengan pengajar yang sama tentu akan menemui kesulitan tersendiri, misalnya ketika
project berlangsung ternyata fasilitator dalam waktu bersamaan harus mengajar pada tingkat
kelas yang lain, padahal sistem blok akan memudahkan murid mencapai karakter yang dituju dari
P5, dibandingkan dengan model pelaksanaan beririsan dengan pembelajaran reguler dengan
mengambil 30% dari jam tatap muka pembelajaran, 5) pelaksanaan project yang kadang tidak
sesuai tradisi budaya yang benar-benar mengakar dimasyarakat tetapi justru “menciptakan”
sendiri dan mengelolanya di kelas/sekolah atau melaksanakannya diluar alokasi jam project
sehingga menambah beban belajar dan mengurangi jam bersosial maupun pendidikan keluarga
siswa. Maka menurut hemat saya, kurikulum merdeka bagus secara konsep, tetapi sosialisasi,
implementasi dan kontrol serta pendampingan yang intens akan benar-benar membuat penerapan
dan pengembangan di satuan pendidikan akan lebih sesuai dengan perencanaan yang diinginkan.

Benang merah implementasi kurikulum di Indonesia :


Jika ditarik kebelakang, sebenarnya implementasi kurikulum di Indonesia saling terkait dan
berkembang sesuai ruang dan waktunya. Misalnya pada kurikulum merdeka terdapat kegiatan
asesmen nasional (AN) dan survey lingkungan belajar yang nafasnya bukan untuk mengukur atau
menilai siswa dan sekolah tetapi untuk memetakan kebutuhan siswa dan sekolah ini adalah
kelanjutan dari kebijakan Ujian Nasional (UN/ UNBK) yang hasilnya bukan merupakan satu-
satunya faktor penentu kelulusan. AN juga merupakan tindak lanjut dari hasil analisis PISA
(Program for International Student Assessment) yang menempatkan Indonesia pada peringkat 62
kemampuan literasi dari 70 negara, dan peringkat 74 dari 80 negara terindeks. Sehingga dengan
model evaluasi AKM diharapkan mengatrol model pembelajaran dan kompetensi literasi dan
numerasi siswa sebagai bekal menguasai kompetensi lainnya. Dalam hal model pembelajaran
saintifik pada K-13 juga tidak dihilangkan, tetapi dikuatkan dengan adanya modul ajar yang
bahannya dapat diperoleh secara “merdeka” oleh guru serta dikuatkan dengan pembelajaran
berdiferensiasi.

Anda mungkin juga menyukai