Anda di halaman 1dari 2

Menggerakkan Para Lokus NU untuk Gerakan Ekonomi Hijau

Untuk membangun suatu gerakan itu tidak mudah. Perlu persiapan jangka pendek dan
jangka panjang. Tidak bisa dibangun sendiri, tetapi harus dibangun dengan kesadaran
bersama. Bukan berarti kita tidak sadar, melainkan kita hanya perlu digugah kembali
kesadarannya. Dalam beberapa hal, kesadaran itu berdurasi. Punya waktu. Sebentar sadar,
sebentar lagi lupa.

Tidak mungkin orang bisa tegak lurus terus menerus. Sepanjang waktu benar terus. Ada
sedikit beloknya itu wajar. Proses penggugahan ini sebenarnya tidak terlalu sulit, karena
mungkin kita pernah sadar, tetapi tidak paham. Kali ini kesadaran patut dibarengi dengan
pemahaman. Agar selaras dan cepat untuk mencapai tujuan.

Dalam hal gerakan ekonomi hijau (GKH), atau ekonomi Nahdliyin, para warga Nahdliyin, baik
struktural atau kultural, penting sekali punya kesadaran tentang nilai gerakan dalam
organisasinya. Itu nilai besar. Jangan dianggap sepele. Kalau besar saja disepelekan,
bagaimana yang kecil.

Ke depan kita tidak tahu, kondisi hidup kita yang terikat pada Indonesia ini seperti apa. Ada
kalanya perlu berpikir ulang untuk menginternalisasi diri kita ke komunal masyarakat yang
punya basis nilai kuat. Sedikitlah bersandar pada ajaran-ajaran yang menguatkan. Setelah
itu disandarkan lagi ke sandaran paling utama, yaitu Tuhan. Salah satu sandaran itu adalah
NU.

Membangun Kesadaran Kolektif

Kesadaran sederhana yang perlu diperhatikan bahwa NU bukan hanya milik mereka yang
ada di struktural, tetapi milik mereka juga yang kultural. NU tanpa kultural, bagai pesawat
tanpa penumpang. Pilot hanya berdiam diri, sendiri di peswat tanpa penumpang satupun.

Analoginya, ketika kita bergerak, maju, dan berlari, kita tidak tahu di depan ada rintangan
apa. Jangan berpikir tidak ada rintangan. Itu ciri orang tidak waspada. Sebaiknya sebelum
melangkah, kita perlu menyiapkan diri. Waspada terhadap segala sesuatu.

Barang bawaan, obat-obatan, makanan ringan, dan sebagainya perlu diperhatikan lagi.
Namun saya ingat, barang-barang itu memang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah
mengerti kondisi jiwa raga kita. Memungkin atau tidak untuk bergerak. Sedang sehat atau
sakit. Dibutuhkan analisis khusus terakait hal itu.

Jika dihubungkan dengan NU, maka ini sudah selaras. Kenapa begitu? Basis NU terbanyak
ada di kulturalnya. Sedangkan untuk menggerakkan GKH ada di sana, masyarakat sipil
menengah ke bawah. Tinggal memberdayakan segmentasi organ atau lembaga dalam
struktural di NU-nya.
Mengingat, NU ada di mana-mana. Dari pusat sampai desa-desa, ada. Sekaligus juga dengan
lembaga dan badan Otonomnya. Dari IPPNU, Fatayat, sampai GP Ansor, dan lembaga-
lembaga lainnya. Jadi cocok bila dipakai untuk membuat gerakan-gerakan ekonomi yang
masif.

Sekali lagi, prinsip ideologi organisasi penting ditanamkan kembali. Aswaja sebagai landasan
berpikir dan bergerak seharusnya mampu mengoordinir segala sesuatu yang berhubungan
dengan masyarakat Nahdliyin, utamanya di bidang ekonomi. Sebab, komplektifitas Aswaja
melingkupi semua hal, dari ekonomi, sosial, maupun politik.

Mayoritas dari mereka ada di bawah. Jika ingin mewujudkan GKH, mesinnya mereka.
Caranya bagaimana? Sederhana. Bisa diterapkan pada proses kaderisasi di internal
organisasi mereka. Memasukkan satu atau dua materi tentang GKH, kemudian dijelaskan
secara teknis rincian pengaplikasiannya. Bila satu orang paham dan sadar, ia akan
menularkan ke orang di sekitarnya.

Cara tersebut paling sederhana yang bisa dilakukan, asal dari atas sampai bawah punya
rumusan dasar tentang GKH. Punya cita-cita bersama untuk menggerakkan GKH. Paling
tidak, jika cara di atas kurang berhasil, pakai cara lain, yaitu mendatangkan investor. Buat
sasaran berupa komunal, entah kecil atau besar. Lalu mereka langsung diberi dana untuk
usaha. Diberi sedikit pelatihan, langsung jalan.

Jelas itu cara agak mendadak, tapi semoga bisa terlaksana pelan-pelan. Bergantung pada
penerapannya, GKH ini dijadikan sebuah doktrinasi turun temurun. Dari kecil sampai besar.
Dari atas sampai bawah. Atau langsung spontan tanpa teknis yang matang. Kemudian hilang
perlahan. Sehingga jadi gerakan semu sesaat.

Anda mungkin juga menyukai