Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Khitan atau sunat telah menjadi bagian dari tradisi yang menyatu

dalam siklus kehidupan sosial masyarakat muslim Indonesia. Khitan bahkan

telah menjadi budaya yang mendunia. Dalam hal ini budaya yang berbasis pada

ajaran agama. Khitan menjadi salah satu fase penanda dalam kehidupan sosial,

selain kelahiran, perkawinan, dan kematian (Asrorun, 2018). Budaya

menyampaikan bahwa umumnya di masyarakat, khitan dilakukan ketika anak

laki-laki masuk usia sekolah dasar. Imam Hanafi berpendapat bahwa waktu

yang tepat untuk khitan dilakukan sebelum usia akhil baligh, yaitu 9 tahun dan

10 tahun, atau pada saat anak dapat menahan rasa nyeri (Hermana, 2009).

Khitan bermanfaat untuk membersihkan dari kotoran yang terdapat

di kulup sebagai pusat terakumulasinya virus-virus dan bakteri-bakteri yang

dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang berbahaya (Andri Suwarno, 2020).

Selain itu khitan dilakukan dikarenakan indikasi medis diantaranya adalah

fimosis, yakni suatu keadaan dimana kulit bagian luar tidak dapat ditarik

sampai belakang glans penis. Selain itu juga ada suatu keadaan dimana kulit

bagian luar tertarik dan tertinggal di belakang glans penis yang dikenal dengan

istilah parafimosis (Hermana, 2009).

Khitan yang termasuk ke dalam kategori operasi kecil atau bedah

minor (pembedahan kecil) merupakan peristiwa komplek yang menegangkan,


sehingga selain mengalami gejala fisik akan memunculkan pula masalah

psikologis diantaranya adalah kecemasan (Amri & Saefudin, 2012). Selain hal

itu, alat-alat penunjang khitan juga dapat menjadi sumber kecemasan, seperti

gunting, klem, serta cautter yang menyala seperti bara api membuat siapapun

baik orang dewasa terlebih anak-anak yang mau melaksanakan khitan merasa

khawatir dan menegangkan. Ditambah lagi orangtua yang terkadang

memberikan informasi yang salah tentang khitan dapat menambah kecemasan

pada anak (Pranyoto, 2022).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Komunitas

sedekah khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi, terhitung sejak tahun 2022

sudah cukup banyak anak yang menerima sedekah khitan berdasarkan data

yang tersusun dilaporan komunitas sedekah khitan Indonesia. Kegiatan khitan

di kabupaten sukabumi pada bulan oktober 40 anak, november 30 anak,

desember 60 anak, bulan januari 66 anak dan februari 35 anak.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan bulan desember 2022

dengan teknik wawancara kepada tiga orang anak yang dikhitan didapat

informasi bahwa kecemasan yang dirasakan oleh anak yang dikhitan

disebabkan karena informasi yang tidak benar dari lingkungan, selain itu

peralatan khitan juga menambah rasa tegang dari ketiga anak, ketakutan anak

akan darah, suara-suara teriakan dan tangisan anak peserta khitan lain yang

membuat peserta khitan merasa takut dan ikut menangis. Disamping itu,

terlihat orang tua ikut terlibat menenangkan anak dengan memberikan

dukungan, mendengarkan kekhawatiran anak dan memdampingi saat khitan


membuat anak merasa tenang dan siap untuk dikhitan. Anggota keluarga yang

ikut mengantarkan ke lokasi khitan membuat anak merasa senang adalah

bentuk dukungan yang terlihat dalam kegitan khitan masal. Informasi yang

disampaikan bahwa khitannya hanya sebentar dan dapat hadiah adalah bentuk

dukungan informatif dan penghargaan dari keluarga.

Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi

individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga

seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai,

dan mencintainya (Setiadi, 2008) dalam (Pomarida simbolon, 2017). Dalam

kondisi anak yang akan menjalani khitan, tingkat kecemasan anak akan

meningkat. Seperti yang disebutkan Sutejo (2017) kecemasan adalah suatu

perasaan tidak santai yang samar-samar karena adanya ketidaknyamanan atau

rasa takut yang disertai suatu respons. Dukungan keluarga merupakan strategi

koping yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan. Dukungan tersebut

dapat berupa dukungan emosional, dukungan instrumental,, dukungan

informatif, dan dukungan penilaian (Friedman, 1998) dalam Dedeh

Husnaniyah, 2022.

Berdasarkan uraian masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti

”Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pada

Anak Yang Akan Mengikuti Khitan Massal di Sedekah Khitan Indonesia

Kabupaten Sukabumi”.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada Hubungan Antara

Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pada Anak Yang Akan

Mengikuti Khitan Massal di Sedekah Khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan anak yang akan mengikuti

khitan massal di sedekah khitan Indonesia kabupaten Sukabumi.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui gambaran dukungan keluarga pada anak yang akan

mengikuti khianan masal di Sedekah khitan Indonesia Kabupaten

Sukabumi.

b. Mengetahui gambaran tingkat kecemasan anak yang akan mengikuti

khitan masal di Sedekah Khitan Indonesia kabupaten Sukabumi.

c. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan

pada anak yang akan mengikuti khitan masal di Sedekah Khitan

Indonesia Kabupaten Sukabumi.


D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretris

Hasil penelitian ini secara teori dapat memperkaya wawasan dalam tingkat

kecemasan terutama pada efektifitas dukungan keluarga untuk menurunkan

tingkat kecemasan anak yang akan mengikuti khitan masal

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi peneliti, sebagai tambahan wawasan serta pengalaman khususnya

dalam hal penelitian, yang selanjutnya dapat menerapkan teori-teori dan

hasil penelitian yang telah didapatkan terutama yang berhubungan

dengan pelayanan keperawatan bedah dan khususnya perawat praktisi

khitan.

b. Bagi Komunitas Sedekah Khitan Indonesia, meningkatkan sistem

layanan khitan yang berkualitas dalam membantu anak yang akan

mengikuti khitan masal terutama pada tingkat kecemasan

E. Ruang Lingkup

Penelitian akan dilakukan di Kabupaten Sukabumi, yaitu dibeberapa

shelter kegiatan Sedekah Khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi. Adapun

waktu penelitian yang akan dilakukan adalah bulan Juni tahun 2023. Materi

dalam penelitian ini berfokus pada hubungan dukungan keluarga dengan

tingkat kecemasan pada anak yang akan mengikuti khitan masal di Sedekah

Khitan Indonesia Kabupaten Sukabum


F. Keaslian Penelitian

Table 1.1

Keaslian Penelitian

No. Penulis dan Tahun Judul Rancangan Penelitian Variable Hasil Perbedaan

1. Mieka Nur Sudiyanto Hubungan dukungan Menggunakan metode Variable Reponden yang Perbedaan pada

Tahun 2011 keluarga dengan tingkat penelitian survey independent yaitu paling banyak penelitian yang

kecemasan anak usia 10-13 analitik dengan dukungan keluarga. mendapatkan akan diteliti terletak

tahun yang akan menjalani pendekatan waktu cross Variable dependen dukungan dari pada subjek

khitan masal di Pendapa sectional. Teknik yaitu tingkat keluarga dalam penelitian dan

agung tamansiswa sampling dengan kecemasan menjalani khitan metode sampling.

Yogyakarta menggunakan total yaitu 24 orang Teknik

sampling atau sampel (80%). Tidak pengambilan

jenuh. Dengan jumlah mengalami sampel adalah

responden 30. kecemasan Ketika dengan teknik


akan menjalani nonprobability

khitan masal yaitu sampling dengan

27 orang (90%). metode accidental

Hasil uji statistik sampling.

menunjukan nilai π

0,667 dengan taraf

signifikasi 0,000.

Hasil hitung

signifikasi didapat

nilai Z hitung

sebesar 5,21.

Berdasarkan hal

tersebut dapat

disimpulkan ada

hubungan yang

signifikan antara

dukungan keluarga
dengan tingkat

kecemasan pada

anak usia 10-13

tahun yang akan

menjalani khitan

masal.

2. Ahmad maftukhin, Dwi Tingkat kecemasan pada Metode penelitiannya Variable Menunjukan bahwa Penelitian

agung susanti, Dwi pasien pre sirkumsisi menggunakan desain independent yaitu kurang dari sebelumnya

Novita sari tahun 2020 dengan Teknik laser penelitian deskriptif, sirkumsisi dengan sebagian pasien menggunakan

dengan teknik Teknik laser. mengalami tingkat sirkumsisi dengan

accidental sampling. Variable dependen kecemasan ringan Teknik laser

Dengan responden 20. yaitu tingkat yaitu 15 anak (75%) sebagai variable

kecemasan dan tidak cemas 3 independent dan

pasien (15%). penelitian ini

sebanyak 2 pasien menggunakan

(10%) dengan dukungan keluarga.

kecemasan sedang.
Sebagian besar

pasien pre

sirkumsisi dengan

Teknik laser

memiliki tingkat

kecemsan ringan.

3. Sumadi, tahun 2010 Hubungan fase usia anak Metode penelitiannya Variable Fase usia pra Perbedaan pada

dengan tingkat kecemasan menggunakan metode independent yaitu sekolah 3 anak penelitian yang

anak pre operasi sirkumsisi kuantitatif dengan fase usia. (100%) mengalami akan diteliti adalah

pendekatan cross Variable dependen tingkat kecemasan pada variable yang

sectional. Pengumpulan yaitu tingkat tidak cemas. Fase akan diteliti.

data dengan sampling kecemasan anak pre usia sekolah 6 anak Dimana fase usia

jenuh. Responden operasi sirkumsisi (66,7%) mengalami sebagai variable

penelitian ini berjumlah tingkat kecemasan independen dan

25 anak. cemas ringan. Fase kecemasan sebagai

usia remaja 6 anak variable dependen

(46,2%) mengalami
tingkat kecemasan

tidak cemas.

Tingkat kecemasan

anak pre operasi

sirkumsisi yaitu

tidak cemas

sebanyak 11

responden (44,0%),

mengalami tingkat

kecemasan sedang

11 responden

(44,0%), tingkat

kecemasan sedang

3 responden

(12,0%), sedangkan

untuk responden

yang mengalami
tingkat kecemasan

berat tidak ada

(0%). Diketahui

tidak ada hubungan

antara usia anak

dengan tingkat

kecemasan anak pre

operasi sirkumsisi

dengan p value

0.574

4. Nur hasanah, tahun 2014 Pengaruh pemberian Jenis penelitian ini Variable Tingkat kecemasan Perbedaan pada

informasi terhadap tingkat adalah kuntitatif dengan independent pada kelompok penelitian yang

kecemasan pada anak menggunakan desain pemberian control, Sebagian akan diteliti adalah

sebelum khitan di Pondok penelitian pra informasi. besar kecemasan pada variable yang

khitan R. Isnanta Wonosidi eksperimental. Variable dependen dalam kategori akan diteliti.

Lor Wates Rancangan penelitian tingkat kecemasan kecemasan ringan Dimana variable

ini adalah statis grup sebanyak 80 %. dependennya


comparison. Tinggat kecemasan adalah tingkat

Merupakan rancangan pada kelompok kecemasan dan

pra eksperimental eksperimen variable

dengan menambahkan Sebagian besar 9 independennya

kelompok kontrol. anak (90%) dalam adalah pemberian

Jumlah sampel dalam kategori tidak informasi.

penelitian sebanyak 20 cemas dan Rancangan

anak. Responden dibagi sebanyak 1 anak penelitian terdahulu

kelompok control dan (10%) kategori menggunakan

kelompok intervensi cemas ringan. praeksperimental

masing masing 10 anak. Terdapat pengaruh dan penelitian ini

pemberian menggunakan

informasi terhadap korelasional.

tingkat kecemasan

pada anak sebelum

khitan dengan p

value 0,000
(p<0,05)

5. Liandi ramalia, tahun Hubungan dukungan Metode penelitian yang Variable Dukungan keluarga Perbedaan pada

2015 keluarga dengan tingkat digunakan adalah independent adalah yang diberikan penelitian yang

kecemasan pre operasi korelasi dengan dukungan pada pre operasi akan diteliti adalah

pada anak usia sekolah di rancangan penelitian keluaraga. Sebagian besar pada variable yang

RSU PKU menggunakan Variable dependen dalam kategori akan diteliti.

Muhammadiyah Jogjakarta pendekatan cross adalah tingkat sedang yaitu Dimana variable

sectional. Populasi dari kecemasan. sebenar 60%. independennya

penelitian ini adalah Tingkat kecemasan adalah dukungan

semua anak sekolah yang terjadi keluarga dan

yang akan dilakukan Sebagian besar variable

Tindakan operasi di RS dalam kategori dependennya

PKU Muhammadiyah sedang yaitu tingkat kecemasan

Yogyakarta. Sampel 63,33%. preoperasi.

yang diambil dalam Tidak ada

penelitian ini sebanyak hubungan

30 responden. dukungan keluarga


terhadap tingkat

kecemasan pre

operasi pada anak

sekolah dengan p

value 0,283

(p<0,05)
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep khitan

1. Definisi

Khitan atau sunat adalah istilah yang dikenal dalam bahasa Indonesia

untuk tindakan memotong kulit yang mentupi kepala kelamin laki-laki

(Asrorun Sholeh, 2017). Ibnu Faris dalam Asrorun Ni’am Sholeh (2017)

berpendapat bahwa khitan berasal dari kata khatana (Arab), yang artinya

memotong. Bagi perempuan ada yang mengistilahkan khifadh (Arab).

Makna asli dalam bahasa Arab dari khitan adalah memotong sebagian kulit

kemaluan laki-laki atau perempuan. Bagian yang dipotong dinamakan quluf,

yaitu bagian ujung dari kulit kemaluan.

Secara medis, khitan disebut juga sirkumsisi adalah tindakan operatif

yang ditujukan untuk mengangkat sebagian, maupun seluruh bagian, dari

kulup atau prepusium dari penis. Sirkumsisi termasuk dalam prosedur bedah

minor. Prosedur ini yang paling umum dilakukan didunia (WHO, 2010).

Khitan atau sirkumsisi adalah pembuangan prepusium (foreskin),

yaitu kulit yang menutupi glans penis dengan tujuan menjalankan syari’at

islam ataupun indikasi medis (Pratignyo, 2018).

Dapat disimpulkan dari berbagai pengertian khitan diatas bahwa

khitan adalah prosedur bedah minor yang paling umum dilakukan didunia.
Yaitu menghilangkan Sebagian kulit kulup atau prepusium yang bertujuan

menjalankan syariat islam ataupun indikasi medis.

2. Hukum khitan menurut syari’at Islam

Dikutip dari buku Insikolepdi khitan, Ada beberapa pandangan dari

para ulama tentang hukum khitan. Menurut mazhab Hanafi, hukum khitan

bagi laki-laki adalah sunah, demikian juga menurut mazhab Maliki,

walaupun sebagian mazhab Maliki berpendapat bahwa khitan bagi laki-laki

hukumnya wajib. Menurut mazhab Syafi’i, khitan bagi laki-laki hukumnya

wajib. Pendapat ini mendapat banyak dukungan dari mayoritas ulama

(Andika Mianoki, 2014).

Khitan dalam perspektif syari’at dan kesehatan, Pardan Syafrudin

(2010) menerangkan dalam Sunnah Nabawiyah, banyak ditemukan hadist

tentang khitan. Sebagian redaksinya menunjukan umum, sebagian

menunjukan laki-laki, dan sebagian menunjukan khusus bagi kaum

perempuan.

Adapun hadist redaksinya umum yang termuat dalam Shahih al-

Bukhari, juz V, hal 2209, hadis nomor 5550 diriwayatkan oleh Abu Hurairah

RA, dari Rasulullah SAW sesungguhnya beliau bersabda “Ada lima hal

yang termasuk fitrah (sunah) yaitu; berkhitan, mencukur rambut kemaluan,

mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis”.

Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS ini merupakan ajaran yang

harus dilakukan oleh umatnya juga oleh kita sebagai umat Nabi Muhammad
SAW, sebab Allah berfirman : “Kemudian Kami wahyukan kepadamu

Muhammad ikutilah agama Ibrahim yang hanif … ” (QS An-Nahl : 123).

Diantara millah (ajaran/syariat) Nabi Ibrahim AS ialah berkhitan.

Dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Nabi Ibrahim

berkhitan dengan kapak disaat dia berumur delapan puluh tahun”.

3. Umur untuk berkhitan

Umur untuk berkhitan di Indonesia dipengaruhi oleh adat

istiadat setempat. Suku Jawa lazim mengkhitan anaknya diusia 15

tahun, sedangkan suku Sunda biasanya mengkhitan anak pada usia

diatas 4 tahun. Bahkan di Flores ada yang mengkhitan anaknya diusia

21 tahun (Mahdian, 2017).

Nabi Ibrahim AS mengkhitan putranya, Nabi Ishak AS,

ketika beliau usia 7 hari dan beliau mengkhitan putranya yang pertama,

Nabi Ismail AS pada usia 13 tahun (Zaghlul an-Najjar, 2011).

Hadist dari Jabir radhiyallahu’anhu, beliau berkata bahwa,

“Rasulullah SAW mengaqiqah Hasan dan Husain dan mengkhitan

mereka berdua pada hari ketujuh” (HR Ath Thabrani dalam Ash

Shogir).

Tidak berbeda menurut menurut pandangan medis waktu

yang tepat dilakukan khitan adalah usia kurang dari 1 tahun. Hal ini

sejalan dengan studi klinis yang dilakukan di Rumah sakit Afiliasi

Erzincan University of Medical Sciences, Turki pada tahun 2014 dan di

dimuat dalam Iranian Red Crescent Medical Journal, berjudul “At


What Age Range Should Children Be Circumcised”. Anak-anak yang

di khitan dievaluasi dalam 3 kelompok, yaitu kurang dari 1 tahun (grup

1), 1 – 7 tahun (grup 2), dan > 7 tahun (grup 3).

Durasi pemulihan pascaanestesi terpendek setelah intervensi

bedah, dan waktu sampai keluar Rumah sakit semua merujuk pada grup

1 yaitu kelompok kurang dari 1 tahun.

Pratignyo (2019) Idealnya khitan dilakukan pada usia

neonates atau bayi (khususnya kurang dari 3 bulan) karena beberapa

alasan, antara lain mencegah infeksi saluran kencing. Penyembuhan

pada neonates dan bayi jauh lebih cepat. Biasanya, dalam 5-7 hari luka

sudah sembuh dan 14 hari sudah sembuh total. Bayi tidak mengalami

ereksi yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan, bahkan sering

tidak perlu dijahit karena penyembuhan sangat sempurna.

3. Prinsip Khitan

Pada prinsipnya proses khitan adalah pemotongan bagian

kulit penis yang menutup glans (kepala penis). Long skin short mucosa

adalah hal yang wajib di perhatikan oleh praktisi khitan (Mahdian,

2017).

Andika Mianoki (2014) menyebutkan sebelum proses

pemotongan propetium, ada beberapa tahapan proses sebelumnya,

diantaranya :

a. Pembiusan

Sebelum proses khitan, Tindakan yang pertama dilakukan


adalah pembiusan. Khitan pada umumnya dilakukan dengan

pembiusan lokal dengan suntik. Walaupun pada beberapa kondisi

perlu dilakukan pembiusan total, seperti pada bayi dan anak yang

sangat takut.

b. Pelepasan perlengketan

Tahapan selanjutnya adalah pelepasan perlengketan kulit

pada kepala penis. Jika terjadi perlengketan, harus dilepaskan

sebelum dilakukan pemotongan kulup penis.

c. Pembersihan smegma

Setelah kulup sudah tidak mengalami perlengketan dengan

kepala penis, Langkah selanjutnya adalah pembersihan smegma.

Smegma adalah secret dari kelenjar yang dapat mengeras, berupa

butiran-butiran putih seperti lemak yang terkumpul antara mukosa

dan kepala penis.

d. Pemotongan preputium

Langkah ini merupakan inti dalam pelaksanaan khitan.

Banyak metode yang bisa digunakan untuk memotong kulup. Bisa

menggunakan metode konvensional menggunakan pisau atau

gunting bedah. Atau menggunakan alat seperti electrical cautter,

klem, dan laser.

e. Penjahitan

Pada teknik khitan yang umum, biasanya masih dilakukan

penjahitan. Penjahitan berfungsi untuk menyatukan kulit dengan


mukosa, agar bekas irisan dapat menyatu dan cepat kering. Pada

beberapa teknik khitan ada yang tidak memerlukan penjahitan.

f. Pembalutan luka

Pembalutan luka setelah khitan bertujuan untuk melindungi

luka dari kontaminasi. Sebagian praktisi khitan, ada yang tidak

melakukan pembalutan pasca khitan dengan tujuan agar evaporasi

berlangsung lebih bak sehingga luka cepat kering.

4. Metode Khitan

Saat ini metode khitan sudah sangat berkembang seiring

kemajuan teknologi serta perkembangan ilmu kedokteran di era

modern. Khitan jaman dulu dilakukan menggunakan gunting dan pisau

dibantu dengan penjepit dari kayu, kini bisa dilakukan dengan berbagai

metode. Di Indonesia, metode khitan meliputi tiga macam, yakni teknik

iris gunting atau pembedahan biasa, teknik klem, dan teknik laser

(Akhmad Adni, 2022).

Tiga metode yang disebutkan diatas pun masih terbagi

menjadi beberapa jenis. Seperti metode klem memiliki beberapa varian

diantaranya metode Mahdian klem, Smart klem, Sunathrone klem,

Teknoklem dan Super ring yang merupakan riset dan produk dari

Indonesia. Metode laser yang juga terbagia atas dua jenis, laser CO-2

dan menggunakan energi panas (Mahdian, 2017).

Penting dan perlu menjadi catatan jika berbicara mengenai


metode yang paling aman dilakukan metode iris gunting adalah yang

paling disarankan.

5. Indikasi

Terdapat sejumlah indikasi terkait tindakan khitan diantaranya :

a. Agama

Seperti telah diuraikan diatas khitan wajib bagi laki-laki dan

sunah bagi perempuan. Seluruh perintah dalam syartiat Islam

pastilah mengandung kemaslahatan yang didapat dalam

melaksanakannya (Adika mianoki, 2014).

b. Kesehatan

Khitan diindikasikan untuk mencegah penyakit menular

ataupun penanggulangan kelainan dengan prepusium, antara lain :

1) Fimosis

Yaitu prepusium tidak dapat ditarik proksimal atau

kebelakang melewati glans penis. Prepusium yang tidak dapat

ditarik kebelakang ini dapat mengakhibatkan peradangan dan

fibrosis. Peradangan dan fibrosis yang berulang dapat

mengakibatkan lubang propusium yang makin menyempit

sehingga dapat menyebabkan obstruksi air seni dan dapat

mengakibatkan peradangan kronis (Pratignyo. 2019).

2) Parafimosis

Yaitu keadaan dimana prepusium yang dapat ditarik

kebelakang melewati glans penis dengan sedikit tekanan tetapi


sulit untuk dikembalikan kedepan seperti semula. Konsisi ini

membuat glans penis tercekik oleh prepusium (Pratignyo.

2019).

3) Pencegahan kanker penis dan prostat

Berkhitan akan menurunkan resiko kanker penis dan

prostat pada laki-laki. Pada laki-laki yang tidak berkhitan, pada

ujung penisnya akan menumpuk kotoran (smegma). Jika

smegma ini tidak atau jarang dibersihkan, akan mengiritasi

jaringan sekitarnya. Iritasi yang berlangsung terus-menerus

(kronis) dapat mengubah sel menjadi sel kanker yang

berbahaya (Adika mianoki, 2014).

4) Infeksi saluran kemih

Laki-laki yang belum dikhitan memiliki resiko

terjadinya infeksi saluran kemih. Penyebabnya berawal dari

kulup yang menjadi tempat berkumpulnya bakteri sulit untuk

dibersihkan (Adika mianoki, 2014).

5) Candyloma accuminata (veneral warts)

Candyloma accuminata adalah istilah medis dari kutil

genitalis. Penyebabnya adalah Human papilloma virus (HPV).

Penularannya melalui hubungan seksual (Adika mianoki,

2014). Berkhitan dilakukan untuk membuang kelainan kulit

tersebut.
6) Balanitis Xerotica Obliterans

Balanitis xerotica obliterans adalah peradangan

kronis dan dermatitis sklerosing atropik di area prepusium dan

glans yang belum jelas penyebabnya. Kondisi ini dapat terjadi

pada anak-anak dan dewasa. Penyakit ini bersifat progresif yang

melibatkan kulit, meatus, sampai uretra distal. Sirkumsisi

menyembuhkan 96% dari penyakit ini (Pratignyo. 2019).

7) Posthitis/ Balanoposthitis

Posthitis/ Balanoposthitis adalah peradangan pada

prepusium yang dapat melibatkan glans menjadi

balanoposthitis. Penyebab pastinya tidak spesifik, seperti :

kebersihan yang kurang, iritasi akibat sabun atau pakaian,

manipulasi berlebihan prepusium, sampai infeksi akibat bakteri

atau kandida. Angka kejadiannya lebih sering pada anak yang

belum disirkumsisi sehingga dapat dijadikan indikasi prosedur

ini (Pratignyo. 2019).

8) Retensi benda

Benda asing yang sering tertinggal adalah resleting

yang menjepit prepusium. Meskipun melepas jepitan dapat

dibuat sayatan pada bagian prepusium yang terjepit, tetapi hal

ini memberi hasil yang kurang kosmetik dan tidak dapat

mencegah terulangnya kejadian serupa sehingga sirkumsisi

menjadi pilihan yang lebih baik untuk keadaan ini (Pratignyo.


2019).

6. Kontra indikasi

Dikutip dari Ensiklopedi khitan, Adika mionaki (2014)

menerangkan sebenarnya semua laki-laki dapat dikhitan tetapi tidak

semua dapat dikhitan dengan fasilitas, metode dan tenaga standar. Hal

ini menyangkut kelainan pada penis ataupun kelainan sistemik sehingga

pelaksanaannya pun harus dokter ahli pada bidangnya dengan fasilitas

disesuaikan dengan penatalaksanaaan kelainannya.

a. Hipospadia

Hipospadia adalaj kelainan kongenital (bawaan) penis,

lubang uretra terletak dibagian ventral penis, skrotum, atau

perineum. Berdasarkan lokasi, lubang ini (ostium uretra eksterna/

OUE) dibuat klasifikasi hipospadia yaitu anterior, midle, dan

posterior (Pratignyo, 2018).

b. Epispadia

Kelainan bawaan ini jarang dan berbeda dengan hipospadia

karena OUE terletak didorsal batang penis. Biasanya penis pendek

dan datar. Bagian dorsalnya pipih/ datar dan lebar dengan lapisan

mukosa yang licin, dikenal sebagai epispadic urethral groove.

Kadang epispadias disertai kelainan yang lebih berat berupa ekstropi

buli (kandung kemih yang terbelah dan terbuka) menghadap dunia

luar (Pratignyo, 2018).

c. Penis tersembunyi (buried penis)


Penis yang tersembunyi (buried penis) ini dibagi menjadi

beberapa subtype, yaitu webbed penis, trapped penis, dan

micropenis. Beberapa penyebab dari buried penis antara lain adalah

kelaianan jaringan fibrosa yang menjerat batang penis ke dalam

sehingga penis tampak lebih pendek dan lemak suprapubic yang

berlebihan (Pratignyo, 2018).

d. Kelainan hemostasis atau hemofilia

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah yang

diturunkan melalui kromosom X. oleh karena itu banyak terjadi pada

pria sedangkan Wanita hanya sebagai carrier (pembawa). Pada

penderita hemofilia bisa dilakukan khitan. Namun dengan perawatan

khusus. Perawatan sebelum khitan dan pasca khitan memerlukan

penanganan dan pengobatan khusus (Adika mionaki, 2014).

e. Kondisi sakit berat

Khitan merupakan Tindakan medis yang tergolong Tindakan

operasi bedah minor (operasi kecil). Setiap Tindakan medis idealnya

membutuhkan konsisi fisik yang sehat. Demikian juga saat anak akan

dikhitan. Pastikan anak dalam kondisi yang fit dan tidak sedang

dalam kondisi sakit. Kondisi sakit akan berpengaruh dalam proses

khitan dan penyembuhannya (Adika mionaki, 2014).

f. Anak dengan kebutuhan khusus

Khitan pada anak dengan kebutuhan khusus seperti autism,

retardasi mental, down syndrome, dan hyperaktif memerlukan


penanganan yang khusus. Khitan pada anak yang seperti ini

memerlukan kerjasama yang baik antara operator dan keluarga.

Anak yang tidak kooperatif disarankan dengan bius total selama

proses khitan (Adika mionaki, 2014).

7. Perawatan Pasca Khitan

Perawatan pasca khitan dilakukan dengan pembalutan yang

bertujuan untuk melindungi luka dari kontaminasi. Sebagian praktisi

khitan ada yang tidak melakukan pebalutan pasca khitan dengan tujuan

agar proses evaporasi berlangsung lebih baik sehingga luka lebih cepat

kering (Adika mianoki, 2014).

Setelah berkhitan diperlukan perawatan yang tepat agar

penyembuhan berlangsung cepat dan tanpa terjadi komplikasi. Dalam

perkembangannya, khitan modern tidak lagi diperlukan perawatan

khusus dan hampir tanpa kontrol pasca khitan. Dokter akan

memberiikan obat antibiotik untuk mencegah infeksi dan pereda sakit

setelah khitan. Tidak ada makanan dan minuman yang dipantang

setelah khitan jika tidak ada alergi (Adika mianoki, 2014).

8. Komplikasi Khitan

Pratignyo (2019) dalam Sirumsisi metode konvensional dan

modern menjelaskan komplikasi atau penyulit yang timbul dari

tindakan khitan secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu penyulir

dini dan lanjut.

a. Penyulit dini
1) Hematom

Terjadi karena pecahnya pembuluh darah yang kemudian darah

berkumpul di submucosa sehingga menimbulkan benjolan.

Penyebabnya bisa akibat penususkan jarum Ketika anestesi.

2) Udem

Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan

sehingga obat tersebut berkumpul dalam jaringan ikat longgar

mukosa dan submucosa.

3) Gland penis tertusuk/ tersayat

Perdarahakan pada glans penis tertusuk biasanya cukup deras

apalagi jika sedang ereksi. Tindakan pertama yang harus

dilakukan adalah menekannya dengan kasa beberapa saat

sampai perdarahannya berkurang. Jika perdarahannya tetap

banyak segera konsul dokter untuk kompres adrenalin dan

tindakan lainnya.

4) Syok anafilaktik, syok neurogenic

Syok anafilaktik, terjadi karena reaksi alergi tipe cepat, segera

atau beberapa saat masuknya allergen, misalnya obat . reaksi ini

bersifat individual dan sulit diduga.

Syok neurogenic disebabkan oleh kegagalan resistensi arteri

sehingga darah tertimbun pada pembuluh darah yang berdilatasi

akibat perangsangan saraf atau psikis. Pada tahap lanjut,

penderita dapat pingsan diikuti hipotensi dan bradikardi.


5) Perdarahkan pasca khitan

Perdarahan ini dapat terjadi bebrapa saat setelah tindakan khitan

selesai atau saat anak sudah pulang ke rumah. Hal ini

disebabkan oleh ikatan/ ligasi yang lepas.

b. Komplikasi lanjut

1) Infeksi

Infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dari luar setelah

Tindakan khitan selesai atau dari instrument yang tidak steril.

Akibatnya luka khitan menjadi lama sembuh. Konsultasi dokter

dan pemberian antibiotik diperlukan untuk mencegah infeksi

berkelanjutan.

2) Prepusium tumbuh lagi

Pada beberapa kasus, adakalanya prepusium memanjang

Kembali sehingga menutupi glans penis. Hal ini mungkin terjadi

akibat tidak dilakukan penjahitan antara kulit dan mukosa. Dan

daput juga disebabkan mukosa yang dipotong terlalu pendek.

Bila hal ini terjadi, harus dilakukan khitan ulang.

3) Sukar kencing

Hal ini disebabkan sumbatan oleh bekuan darah pada meatus

uretra eksterna. Bila hal ini terjadi, tindakannya cukup dengan

membersihkan meatus uretra eksterna dari kotoran tadi.

Sukar kencing juga dapat terjadi akibat rasa takut anak.


Kuncinya adalah melakukan penerangan dan pendekatan

dengan baik.

B. Konsep Dukungan Keluarga

1. Pengertian dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah salah satu bentuk interaksi yang

didalamnya terdapat hubungan yang saling memberi dan menerima

bantuan yang bersifat nyata yang dilakukan oleh keluarga (Pomarida,

2017).

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan dimana sifat dan jenis dukungannya

berbeda-beda dalam berbagai tahap dalam siklus kehidupan. Dukungan

bisa berasal dari orang lain (orang tua, anak, suami, istri, saudara) yang

dekat dengan subjek dimana bentuk dukungan dapat berupa informasi,

tingkah laku tertentu atau materi yang dapat menjadikan individu

merasa disayangi, diperhatikan dan dicintai (Husnaniyah, 2022).

2. Fungsi dukungan keluarga

Dukungan keluarga memiliki peranan sangat penting, karena

keluarga dapat bisa memberikan dorongan fisik maupun mental.

Keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu (Ayuni 2020) :

a. Dukungan informational

Keluarga berfungsi sebagai pemberi informasi, dimana


keluarga menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi

yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.

b. Dukungan penilaian dan penghargaan

Keluarga bertindak membimbing dan menengahi pemecahan

masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota

keluarganya diantaranya memberikan support, penghargaan, dan

pengertian.

c. Dukungan instrumental

Keluarga sebagai sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya adalah dalam hal kebutuhan keuangan, makan minum

dan istirahat.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

istirahat serta pemulihan dan membantu penguasaan terhadap

emosi. Dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan

dalam bentuk adanya kepercayaan dan perhatian.

3. Sumber dukungan keluarga

Menurut Friedman (2013) dalam Pomarida simbolon (2017)

sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial keluarga

yang dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal seperti

dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung

atau dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti paman dan bibi.
Menurut Akhmadi (2009), dukungan sosial keluarga

mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga

sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yaitu

dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

4. Manfaat dukungan keluarga

Manfaat Dukungan Keluarga Menurut Setiadi (2008) dalam

Ayuni (2020), dukungan sosial keluarga memiliki efek terhadap

kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan. Adanya

dukungan yang kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih

mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi.

Selain itu, dukungan keluarga memiliki pengaruh yang positif pada

pemyesuaian kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress.

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga

berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun

demikian dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial

keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan

dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013). Sedangkan Smet (2000)

mengungkapkan bahwa dukungan keluarga akan meningkatkan:

a. Kesehatan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat dengan


orang lain jarang terkena penyakit dan lebih cepat sembuh jika

terkena penyakit dibanding individu yang terisolasi.

b. Manajemen reaksi stres, melalui perhatian, informasi, dan umpan

balik yang diperlukan untuk melakukan koping terhadap stres.

c. Produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran,

kepuasan kerja dan mengurangi dampak stres kerja.

d. Kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri melalui

perasaan memiliki, kejelasan identifikasi diri, peningkatan harga

diri, pencegahan neurotisme dan psikopatologi, pengurangan dister

dan penyediaan sumber yang dibutuhkan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa

dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan fisik, manajemen,

reaksi stres, produktivitas, dan kesejahteraan psikologis dan

kemampuan penyesuaian diri.

5. Hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan

Keadaan cemas yang muncul pada anak yang akan mengikuti

khitan masal dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dukungan yang

diberikan oleh keluarga mampu meberikan perasaan senang, aman dan

nyaman. Dukungan keluarga sangat diperlukan dan diyakini mampu

meberikan semnagat dan menurunkan tingkat kecemasannya

(Sudiyanto, 2011).
C. Konsep Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Cemas atau ansietas merupakan sebuah emosi dan

pengalaman subjektif dari seseorang. Pengertian lain dari cemas adalah

suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam

beberapa tingkatan. Jadi cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti

dan tidak berdaya (Kusumawati, 2012).

Ansietas merupakan perasaan tidak tenang yang samar-

samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons

(penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Stuart (2012)

dalam Sutejo (2017) menyatakan bahwa ansietas adalah perasaan tidak

tenang yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau ketakutan yang

disertai dengan ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi, dan

ketidakamanan. Perasaan takut dan tidak menentu dapat mendatangkan

sinyal peringatan tentang bahaya yang akan datang dan membuat individu

untuk siap mengambil tindakan menghadapi ancaman (Sutejo, 2017).

Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-

samar karena adanya ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

respons. Sumber perasaan tidak santai tersebut tidak spesifik atau tidak

diketahui oleh individu. Ansietas dapat pula diterjemahkan sebagai suatu

perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh antisipasi

bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu untuk bersiap

mengambil tindakan untuk menghadapi ancaman (Sutejo, 2017).


Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kecemasan merupakan sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari

seseorang, karena ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai dengan

ketidakpastian, ketidakberdayaan, isolasi, dan ketidakamanan. Disebabkan

oleh antisipasi bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu

untuk bersiap mengambil tindakan untuk menghadapi ancaman.

2. Tanda dan Gejala Kecemasan

Hawari (2013) menyebutkan tanda dan gejala kecemasan

dapat berupa khawatir, mudah tersinggung, tegang, tidak tenang, gelisah,

takut sendirian, gangguan pola tidur, gangguan konsentrasi, rasa sakit pada

otot dan tulang, pendengaran berdengung, berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan dan sakit kepala.

Maramis (2012) menyebutkan tanda dan gejala kecemasan

berupa was-was, tegang terus menerus, dan tidak mampu berlaku santai,

bicara cepat tetapi terputus-putus/ nadi lebih cepat, kaki dan tangan dingin,

memar pada jari-jari tangan. Selain itu yang memanifestasi gejala

kecemasan dikategorikan menjadi gejala fisiologi, gejala emosional, dan

gejala kongnitif, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Gejala fisiologi berupa peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah,

frekuensi nafas, keluar keringat berlebihan, suara bergetar, gemetar,

palpasi, mual dan muntah, sering berkemih, diare, insomnia,

kelelahan, kelemahan, pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan

dan nyeri (khususnya dada, punggung, dan leher), gelisah, pingsan/


pusing, rasa panas dan dingin.

b. Gejala emosional berupa perasaan ketakuatan, tidak berdaya, gugup,

kehilangan kontrol, tegang, tidak dapat rileks. Individu meperlihatkan

peka terhadap rangsang/ tidak sabar, marah meledak, manangis,

cendrung menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri

sendiri dan orang lain, menarik diri, kurang inisiatif dan mengutuk diri

sendiri.

c. Gejala kognitif berupa ketidakmampuan berkonsentrasi, kurangnya

orientasi lingkungan, pelupa, termenung, ketidakmampuan mengingat

dan perhatian lebih. Nursalam (2013) menjelaskan gejala klinis

kecemasan sebagai berikut :

1) Tahap protes (Phase of protest)

Pada tahap ini ditandai dengan menangis kuat, menjerit dan

memanggil ibunya atau menggunakan tingah laku agresif, misalnya

menendang, menggigit, memukul, mencubit, mencoba untuk

membuat orang tuanya tetap tinggal dan menolak perhatian orang

lain. Prilaku protes tersebut seperti menangis akan terus berlanjut

dan berhenti apabila merasa kelelahan. Pendekatan dengan orang

asing yang tergesa-gesah akan meningkatkan protes tersebut.

2) Tahap putus asa (phase of despair)

Pada tahap ini anak tampak tegang, menangis berkurang, tidak

aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, manarik diri,

tidak mau berkomunikasi, sedih, apatis dan regresi (misalnya,


mengompol atau mengisap jari). Pada tahap ini kondisi anak

menghawatirkan karena anak menolak untuk makan, minum, atau

bergerak.

3) Tahap menolak (phase of denial)

Pada tahap ini secara samar-samar akan menerima perpisahan,

mulai terkait dengan yang ada disekitarnya, dan membina

hubungan pada orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Tahapan

ini biasanya terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orang tua.

3. Rentang Respon Kecemasan

Menurut Stuart, 2012 bahwa rentang respons ansietas dari

yang adaptif ke maladaptif

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 1.1

Rentang respon kecemasan

Sumber : (Struart, 2012)

Rentang respon cemas dapat dikonseptualisasi dalam rentang

respon diatas. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif

dan maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan


destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami

terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan

tidak nyaman dan fokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi

destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan tingkah laku maladaptive

serta fungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik (Susilawati,

2015).

4. Tingkatan kecemasan

Kecemasan memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek

membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan, lama

kecemasan yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping

terhadap kecemasan.

Tingkat kecemasan menurut Sutejo (2017), adalah sebagai berikut:

a. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

hidup sehari-hari sehingga menyebabkan seseorang menjadi waspada

dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas menumbuhkan

motivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

b. Ansietas sedang

Ansietas sedang dapat membuat seseorang untuk

memusatkan perhatian pada hal penting dan mengesampingkan yang

lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, tetapi

dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.


c. Ansietas berat

Ansietas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Adanya kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu hal lain.

d. Ansietas panik

Ansietas ini berhubungan dengan ketakutan dan merasa

diteror, serta tidak mampu melakukan apapun walau dengan

pengarahan. Panik meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan

kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang,

serta kehilangan pemikiran rasional.

5. Penatalaksanaan Kecemasan

Menurut Hawari (2016) dalam Adam asrori (2021) penatalaksanaan

ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode

pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik),

psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya

seperti pada uraian berikut:

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:

1) Makan-makanan yang bergizi dan seimbang.

2) Tidur yang cukup.

3) Cukup olahraga.

4) Tidak merokok.
5) Tidak meminum-minuman keras.

b. Terapi Psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas

dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi

gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf

pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai

adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam,

bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan

alprazolam.

c. Terapi Somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai

gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk

menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan

obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu,

antara lain:

1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan

dorongan agar klien yang bersangkutan tidak merasa putus asa

dan diberi keyakinan serta percaya diri.

2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan

koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.


3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki

kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami

goncangan akibat stressor.

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif klien,

yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan

daya ingat.

5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan

proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa

seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial

sehingga mengalami kecemasan.

6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan

kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor

penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor

pendukung.

e. Terapi Psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat

hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi

berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

6. Factor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Anak yang dilakukan tindakan medis seperti khitan menunjukkan

reaksi penurunan mood karena ketakukan. Penyebab penurunan mood antara

lain lingkungan yang jauh dari rutinitasnya sehari-hari serta keterbatasan

koping mekanisme anak dalam memecahkan masalah. Reaksi anak terhadap


kecemasan dipengaruhi oleh faktor usia, perpisahan, pengalaman anak

terhadap tindakan medis, pembawaan anak dan keterampilan koping, dan

support system. (Hockenberry & Wilson, 2009) dalam Husniyah (2022).

Menurut Moersintowati (2008), faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kecemasan pada anak antara lain: lingkungan rumah sakit,

bangunan rumah sakit, bau khas rumah sakit, obat-obatan, alat-alat medis,

tindakan-tindakan medis, serta petugas kesehatan.

7. Kecemasan Pada Anak yang Akan Mengikuti Khitan

Kecemasan merupakan hal yang normal dan umum dirsakan oleh

anak-anak. Dalam kebanyakan kasus, kecemasan pada anak bersifat

sementara dan dapat dipicu oleh peristiwa stress tertentu.

Pada umumnya setiap anak akan merasa takut dan cemas jika

berhadapan dengan dokter atau tenaga medis. Keadaan ini merupakan salah

satu hambatan besar jika anak yang akan dikhitan tidak kooperatif (Hermana,

2009).

8. Pengukuran Kecemasan

Pengukuran kecemasan pada anak dilakukan dengan berbagai cara

diantaranya VAS-A (Visual Analog Scale for Anxiety), FIS (Face Image

Scale) dan lembar observasi.

Menurut Hasyati (2018), VAS-A merupakan tingkat yang biasa di

pakai untuk mengukur tekanan cemas. Esstimasi VAS dengan nilai 0

seharusnya tidak mengalami cemas, nilai 1-3 dianggap kegelisahan ringan, 4-


6 dianggap kecemasan sedang, antara 7-9 kegelisahan serius, dan 10

dipandang sebagai kepanikan atau rasa cemas yang tidak bisa diperhitungkan

lagi.

Gambar 1.2

Pengukuran tingkat kecemasan

Visual Analog Scale (VAS) Sumber : Breivik cit. Hasyati (2018).

Facial Image Scale (FIS) merupakan alat ukur yang digunakan untuk

mengetahui tingkat kecemasan seseorang berdasarkan pada ekspresi yang

ditunjukkan oleh pasien. Pengukuran tingkat kecemasan dengan FIS ini

menggunakan sistem skor dari 1 sampai dengan 5. Skor 1 menunjukkan

ekspresi wajah sangat senang sedangkan skor 5 menunjukkan ekspresi wajah

sangat tidak senang (Buchanan & Niven, 2002) dalam Anisyah (2019).
Gambar 1.3

Tingkat kecemasan facial image scale (FIS)

Buchanan & Niven (2002) dalam Anisyah (2019)

Pada instrument observasi meliputi: respon fisiologis dan psikologis

(Siti Aspuah, 2019). Instrument ini menggunakan check-list yang berisi daftar

kegiatan yang akan diamati dan observer memberikan tanda check (√) pada

kolom jawaban “ya” dan “tidak” bila tidak dilakukan. Jawaban “ya” diberi

skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Jumlah item pada instrument

observasi ini adalah 20 item. Penentuan nilai menggunakan rumus Supartini

(2004) sebagai berikut :


Ʃ Benar
Nilai = 𝑥 100%
Ʃ Soal

Kategori untuk tingkat kecemasan adalah jika nilai anatar 76-100

termasuk kategori sangat berat, 56-75 termasuk kategori berat, 40-55

termasuk kategori sedang dan kurang dari 40 termasuk kategori ringan.


D. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting (Sugiyono, 2019).

Kerangka teori pada penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Dukungan keluarga antara lain :

1. Dukungan informational Kecemasan anak yang


Keluarga berfungsi sebagai pemberi akan mengikuti khitan
informasi, dimana keluarga menjelaskan masal
tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan
suatu masalah.
2. Dukungan penilaian dan penghargaan
Keluarga bertindak membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai
sumber dan validator indentitas anggota
keluarganya diantaranya memberikan
support, penghargaan, dan pengertian.
3. Dukungan instrumental
Keluarga sebagai sumber pertolongan
praktis dan konkrit, diantaranya adalah
dalam hal kebutuhan keuangan, makan Tingkat kecemasan
minum dan istirahat. 1. Anxietas ringan
4. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan
2. Anxietas sedang
damai untuk istirahat serta pemulihan dan 3. Anxietas berat
membantu penguasaan terhadap emosi. 4. Anxietas panik
Dukungan emosional meliputi dukungan
yang diwujudkan dalam bentuk adanya
kepercayaan dan perhatian.

Gambar 1.4

Kerangka teori penelitian


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variable

independen dan dependen, dapat digambarkan pada bagan 1.1 sebagai berikut:

Variable independent Variable dependen

Dukungan keluarga Tingkat kecemasan

Gambar 1.5

Kerangka konsep

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2019).

Adapun bentuk hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari

penelitian ini adalah :

H0 : Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan pada anak yang akan mengikuti khitan masal di Sedekah


khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi.

H1 : Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan pada anak yang akan mengikuti khitan masal di Sedekah

khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi.

C. Jenis dan rancangan penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan rancangan korelasional yaitu bertujuan untuk

mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel (Nursalam, 2016).

Dalam penelitian ini, peneliti meneliti hubungan antara variabel

independen yaitu dukungan keluarga dengan variabel dependen yaitu tingkat

kecemasan. Pengukuran kedua variabel ini dilakukan dengan menggunakan

kuesioner dan observasi dengan pendekatan cross sectional.

D. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2019).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang akan

mengikuti khitan masal Sedekah khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi.

Dengan data rata-rata peserta khitan sejumlah 46 anak perbulan dalam

bulan oktober sampai dengan februari 2023.

2. Sampel
Sampel dapat diartikan sebagai bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh pupulasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semuanya yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

sampel dari populasi tersebut (Sugiyono, 2019).

Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang akan mengikuti khitan

masal di Sedekah khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi.

Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan teknik nonprobability sampling dengan metode

accidental sampling. Menurut Sugiyono (2019) accidental sampling adalah

proses pengambilan responden untuk menjadi sample berdasarkan sampel

yang kebetulan ditemui dengan peneliti. Kemudian responden dirasa cocok

dijadikan sumber data.

Dalam pengambilan sampel agar karakteristik sampel tidak

menyimpang dari populasi maka ditentukan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian mewakili

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Sedangkan

kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitan tidak dapat

dijadikan sebagai sampel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Kriteria

responden dari penelitian ini adalah :

a. Kriteria Inklusi :

1) Peserta khitan masal

2) Peserta dan keluarga yang bersedia menjadi responden


3) Ditemani orangtua atau keluarga

4) Keluarga bisa membaca dan menulis

b. Kriteria Ekskusi

1) Peserta khitan yang mengalami masalah kesehatan (sakit, penyulit

dan dirujuk)

2) Peserta dengan kebutuhan khusus.

c. Kriteria Drop Out

1) Responden yang memberikan data kurang lengkap

2) Responden yang tidak mau lagi ikut berpartisipasi dalam penelitian.

Menurut Sugiyono (2019) adapun cara menentukan jumlah

sampel pada accidental sampling, yaitu dengan rumus slovin sebagai

berikut:

Pada penelitiaan ini menggunakan rumus Slovin, dengan jumlah

rata-rata 46 peserta khitan perbulan, didapatkan perhitungan sebagai

berikut :
𝑁
n = 1+𝑁𝑎2
46
n = 1+46(10%)²

46
n = 1+46(0,1)²

46
n = 1,46 = 31,5

berdasarkan perhitungan diatas, maka sampel dalam penelitian ini

dibulatkan menjadi 32 responden.

E. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).

Adapun definisi operasional dari penelitian ini dijelaskan dalam tabel

berikut :
Tabel 1.2

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil ukur Skala

1. Variabel independent Dukungan keluarga adalah salah satu bentuk interaksi Diukur dengan skala Likert.
Kuesioner Ordinal
dukungan keluarga yang didalamnya terdapat hubungan yang saling 1 : Tidak pernah

memberi dan menerima bantuan yang bersifat nyata 2 : Kadang-kadang

yang dilakukan oleh keluarga. Dukungan keluarga 3 : Sering

berupa 4 : Selalu

1. Dukungan emosional Hasil kategori digolongkan

2. Dukungan penghargaan menjadi 3 :

3. Dukungan instrumental
a. Dukungan baik
4. Dukungan informatif
b. Dukungan cukup

c. Dukungan buruk

2. Observasi Observasi meliputi respon Ordinal


Variabel dependen tingkat Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan
fisiologis dan psikologis.
kecemasan anak kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya Penentuan nilai menggunakan

sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam rumus Supartini (2004)
Ʃ Benar
Nilai = 𝑥 100%
Ʃ Soal

Kategori untuk tingkat

kecemasan jika nilai

76-100 = Cemas sangat berat

56-75 = Cemas berat

40-55 = Cemas Sedang

<40 = Cemas ringan


F. Instrument penelitian

Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Instrumen

penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang

diamati (Sugiyono, 2019).

Instrumen penelitian adalah instrumen yang digunakan pada peneltian ini

adalah wawancara, kuesioner data demografi, kuesioner untuk dukungan keluarga dan

lembar observasi untuk tingkat kecemasan anak.

1. Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi responden

(Sugiyono, 2019) yang meliputi nama (inisial), usia anak, hubungan keluarga dengan

anak, usia keluarga yang mendampingi, pendidikan, dan pekerjaan keluarga.

2. Kuesioner dukungan keluarga

Kuesioner dukungan keluarga terbagi atas 4, yaitu dukungan emosional,

dukungan informasional, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Dukungan

keluarga diukur menggunakan skala likert dimana untuk pertanyaan bila dijawab

selalu (SL) diberi nilai 4, sering (SR) skor 3, kadang-kadang (KD) skor 2, dan tidak

pernah (TP) skor 1 (Siti aspuah, 2019).

Penentuan kategori dukungan keluarga dengan membaginya menjadi 3 :

dukungan baik, dukungan cukup, dukungan buruk. Dengan perhitungan :

a. Menentukan skor tertinggi dan terendah

Skor tertinggi = 4 x jumlah item

Skor terendah = 1 x jumlah item

b. Menghitung mean ideal

M = ½ (skor tertinggi + skor terendah)


c. Menghitung standar deviasi (SD)

SD = (skor tertinggi-skor terendah) 6

Hasil perhitungan skor tertinggi, skor terendah, mean, dan standar deviasi

kemudian dijadikan acuan untuk mebuat kategorisasi.

No. Interval Kategori

X < (µ-1,0σ) Buruk


1.

(µ-1,0σ) ≤ X < (µ+1,0σ) Cukup


2.

(µ+1,0σ) ≤ X Baik
3.

Keterangan :

X = Jumlah skor

µ = Mean

σ = Standar deviasi

(Azwar, 2017)

Kuesioner dukungan keluarga yang digunakan peneliti dalam penelitian

menggunakan skala likert yang disusun dan dimodifikasi sesuai kebutuhan dan telah

diujikan pada 30 responden di kegiatan khitan masal Gunung putri Bogor pada tanggal

16 April 2023. Didapatkan hasil uji validitas adalah pernyataan pertama r = 0.412,

pernyataan kedua r = 0.497, pernyataan ketiga r = 0.409, pernyataan keempat r =

0.462, pernyataan kelima r = 0.678, pernyataan keenam r = 0.435, pernyataan ketujuh

r = 0.456, pernyataan kedelapan r = 0.512, pernyataan kesembilan r = 0.527,

pernyataan kesepuluh r = 0.578, pernyataan kesebelas r = 0.452, pernyataan kedua

belas r = 0.586, pernyataan ketiga belas r = 0.423, pernyataan keempat belas r = 0.395,
dan pernyataan kelima belas r = 0.387. kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung >

r tabel (r tabel = 0,361), sehingga dapat dinyatakan jika semua item pernyataan dalam

kuesioner ini valid.

Pada uji reliabilutas didapatkan nilai Cronbach's Alpha 0.733 dengan

nilai tersebuat variabel dinyatakan reliable, karena nilai Cronbach's Alpha > 0.70

(Sugiyono, 2019).

Tabel 1.3

Blueprint dukungan keluarga

No. Aspek No pernyataan Positif Negative

1. Dukungan emosional No 1 s.d 6 No 1, 3, 4, 6 No 2, 5

2. Dukungan informatif No 7 s.d 10 No 7, 8 No 9, 10

3. Dukungan instrumental No 11 s.d 12 No 11, 12 -

4. Dukungan penghargaan No 13 s.d 15 No 13, 14, 15 -

3. Observasi tingkat kecemasan anak

Observasi sebagai teknik pengumpulan data penelitian mempunyai ciri

yang spesifik dibanding teknik lain. Dalam proses pelaksaan pengumpulan data,

peneliti menggunakan proses participant observation, yaitu peneliti terlibat dalam

kesehari-harian orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data

penelitan (Sugiyono, 2019).

Observasi meliputi respon fisiologis dan psikologis. Instrument

observasi ini menggunakan check-list yang berisi daftar kegiatan yang akan diamati

dan observer memberukjan tanda check (√) pada jawaban “ya” dan “tidak”, jawaban

“ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0 (Siti aspuah, 2019). Penentuan
nilai menggunakan rumus Supartini (2004)

Ʃ Benar
Nilai = 𝑥 100%
Ʃ Soal

Kategori untuk tingkat kecemasan jika nilai

76-100 = Cemas sangat berat

56-75 = Cemas berat

40-55 = Cemas Sedang

<40 = Cemas ringan

G. Prosedur penelitian

Tahapan pelaksanaan prosedur penelitian ini terdapat tiga tahap, yang

dijelaskan sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

Tahap persiapan penelitian terdiri dari :

a. Mengajukan surat permohonan penelitian dari STIKes Ummi Bogor.

b. Mengajukan permohonan izin penelitian pada instansi yang menaungi subjek

peneltian. Permohonan ini dilakukan secara lisan maupun tertulis.

c. Pengurusan etika penelitian, karena penelitian ini dilakukan pada manusia.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Tahapan pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara, antara lain :

1) Mengambil data pada subjek penelitian yaitu orang tua dan seluruh anak yang

akan mengikuti khitan masal di Sedekah Khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi


2) Menjelaskan tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek (informed concent)

untuk pengambilan data.

3) Peneliti memberikan kuesioner kepada subjek ketika sedang menunggu antrian

untuk register ulang. Setelah subjek mengisi kuesioner demografi dan dukungan

keluarga, peneliti melakukan check-list observasi kecemasan anak sesuai

instrumen tingkat kecemasan yang telah dibuat.

4) Data mengenai dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan anak dalam bentuk

kuesioner dan lembar observasi kemudian diberi jawaban oleh responden pada

saat itu juga hingga selesai. Kemudian data tersebut disajikan sebagai data

penelitian.

H. Teknik pengolahan dan Analisa data

1. Pengolahan data

Seperti yang telah disinggung diatas proses pengolahan data adalah tahap

melakukan scoring pada setiap hasil skala, menghitung dan melakukan analisa data

dengan menggunakan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis penelitian (Erwin

widiasworo, 2019), pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:

a. Editing ( Penyuntingan Data)

Tahap ini merupakan langkah paling awal yang dilakukan terhadap data

yang telah disiapkan. Hasil dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing)

terlebih dahulu (Erwin widiasworo, 2019).

Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan

perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut :

1) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas dan


terbaca.

3) Apakah jawaban-jawaban relevan dengan pertanyaannya.

4) Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan

yang lainnya.

b. Coding

Tahap pengkodean, adalah mengklasifikasikan data-data. Maksudnya

bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti

tertentu pada saat dianalisis (Erwin widiasworo, 2019).

Data demografi penelitian ini menggunakan kode sebagai berikut:

1) Responden orang tua diberikan kode: Ro1 – Ro32

2) Responden anak diberikan kode: Ra1 – Ra32

3) Jenis kelamin orang tua diberikan kode: o1= laki-laki, o2 = perempuan

4) Usia orang tua diberikan kode: o1 = 17 – 25 tahun, o2 = 26 – 35 tahun, o3 =

36 – 45 tahun

5) Usia anak diberikan kode: a3 = 3 tahun, a4 = 4 tahun, a5 = 5 tahun, a6 = 6

tahun

6) Tingkat pendidikan orang tua diberikan kode: o1= SD, o2 = SMP, o3 = SMA,

o4 = Diploma, o5 = Sarjana

c. Data Entry/Proccessing

Data yang merupakan jawaban-jawaban dari masing-masing responden

dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

software komputer.

Dalam proses ini, dituntut ketelitian dari orang yang melakukan data

entry, apabila tidak maka akan menjadi bias meskipun hanya memasukan data
saja.

d. Cleaning (Pembersihan Data)

Cleaning adalah kegiatan pengecekan/pembersihan kembali data yang

sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak dan menyakinkan bahwa data yang

telah dikumpulkan merupakan data yang benar-benar berhubungan dengan

kebutuhan penelitan sehingga tidak terdapat kesalahan yang dilakukan oleh

peneliti (Sugiyono, 2019).

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-

kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi

(Erwin widiasworo, 2019).

2. Teknik analisa data

Pada penelitian ini digunakan dua penganalisaan data, yaitu univariat dan

bivariat.

a. Analisa univariate adalah untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variable

penelitian. Bentuk Analisa univariat tergantung yang dilakukan terhadap tiap

variable dari hasil penelitian yang pada umumnya dalam Analisa ini hanya

menghasilakn distribusi atau persentase dari tiap variable. Untuk data numerik

digunakan niali mean atau rata-rata, median, dan standar deviasi (Notoatmodjo,

2018). Dalam penelitian ini, yang bisa dilakukan untuk analisa univariat adalah

data demografi responden, variable dukungan keluarga, dan tingkat kecemasan.

b. Analisa Bivariate dilakukan untuk menguji terhadap dua variabel (independent

dan dependen) yang diduga berhubungan (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian

ini, dilakukan analisa korelasi antara dukungan keluarga dan tingkat kecemasan
dengan uji statistik yang digunakan adalah uji pearson dan Chi-square

menggunakan program komputer dengan Penilaian

I. Etika penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan

penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan

masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitiantersebut (Notoatmodjo, 2018).

Tujuan dari etika penelitian memperhatikan dan mendahulukan hak-hak responden

(Notoatmodjo, 2018).

Melakukan penelitian ini peneliti mendapat izin dari Ketua Yayasan Sedekah

Khitan Indonesia dan Ketua Chapter Sedekah Khitan Indonesia Kabupaten Sukabumi

Khususnya seluruh orangtua dan anak yang mengikuti khitan masal di Sedekah Khitan

Indonesia Kabupaten Sukabumi.

Peneliti melakukan penelitian dengan memperhatikan dan menekankan pada

masalah etika meliputi :

1. Menghormati harkat dan martaba manusia (Respect for Human Dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek peneliti untuk mendapatkan

informasi tentang tujuan dilakukannya penelitian tersebut, disamping itu peneliti juga

memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak

memberikan informasi (berpartisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti menghormati

harkat dan martabat subjek penelitian dan mempersiapkan formulir persetujuan subjek

penelitian (Informed Consent) yang mencakup :

a. Penjelasan manfaat penelitian.

b. Penjelasan risiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

c. Penjelasan manfaat yang didapatkan.

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek


berkaitan dengan prosedur penelitian.

e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian kapan

saja.

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang

diberikan kepada responden.

(Notoatmodjo, 2018)

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subek peneliti (Respect for Privacy and

Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak

memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh karena itu, peneliti tidak

boleh menampilkan inforasi mengenai identitas dan kerahasiaan subjek

(Notoatmodjo, 2018). Peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti

identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (Respect for Justice and Inclusiveness)

Prinsip keadilan dan keterbukaan perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran

dan hati-hati. Prinsip keadilan harus menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa membedakan (Notoatmodjo,

2018).

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (Balancing Harm and

Benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya

berusaha meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek penelitian. Namun

dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk masyarakat umum, khususnya bagi
subjek penelitian (Notoatmodjo, 2018).

Anda mungkin juga menyukai