Anda di halaman 1dari 10

AKOMODASI BUDAYA LOKAL DALAM LEGISLASI

BIDANG HUKUM KELUARGA (HUKUM TENTANG HAK DAN


KEWAJIBAN DALAM RUMAH TANGGA)

Yusmita
Fakultas Syariah IAIN Bengkulu
Jl. Raden Fatah Pagar Dewa Bengkulu
Email: yusmitag@gmail.com

Abstract: This article would like to point out that some rules about family law in Indonesia are heavily influenced by the
growing local culture in society. Evident from the provisions of the Marriage Act no. 1 of 1974 and the Compilation of
Islamic Law is quite much influenced by the culture and conditions that developed in Indonesia and the progress of the
times. This is evident from the desire to get out of the classical Jurisdiction of fiqh that puts too much of a man in a very
high position, and women in disadvantaged positions. For example, the article that regulates the balance of the rights and
the position of husband and wife in the household, in the association in society, and in doing legal action. The influence
of local culture that is already rooted in the community appears in the statement that the husband is the head of the
household and the wife is a housewife. This implies an imbalance in the position of the husband and wife, this is clearly
influenced by the local culture and is supported by religious doctrine that is already integral with society, which states men
are leaders for women.
Keywords: local culture, family law, rights and obligations

Abstrak: Artikel ini ingin menunjukkan bahwa beberapa aturan tentang hukum keluarga di Indonesia banyak dipengaruhi
oleh budaya lokal yang berkembang di masyarakat. Terbukti dari pasal-pasal di dalam Undang-Undang Perkawinan No.
1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang cukup banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi yang berkembang
di Indonesia serta kemajuan zaman. Ini tampak dari keinginan untuk keluar dari kungkungan fikih klasik yang terlalu
memposisikan laki-laki pada posisi yang sangat tinggi, dan wanita pada posisi yang kurang diuntungkan. Sebagai contoh
pasal yang mengatur tentang keseimbangan hak dan kedudukan suami isteri dalam rumah tangga, dalam pergaulan di
masyarakat, dan dalam melakukan perbuatan hukum. Pengaruh budaya lokal yang sudah mengakar di masyarakat tampak
pada pernyataan bahwa suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga. Ini menunjukkan ketidak
seimbangan kedudukan suami dan isteri, hal ini jelas dipengaruhi oleh budaya lokal dan didukung oleh doktrin agama yang
sudah menyatu dengan masyarakat, yang menyatakan laki-laki adalah pemimpin bagi wanita.
Kata kunci: budaya lokal, hukum keluarga, hak dan kewajiban

Pendahuluan utus­nya Nabi Muhammad saw. Seluruh hukum


Para ulama telah sepakat bahwa seluruh per­ Islam yang diketahui, baik melalui nash maupun
masalahan yang timbul dan dialami oleh umat jalan lain tersebut, dinamakan dengan fiqih
manusia, hukumnya telah digariskan dalam Islam. Bila suatu masalah muncul dan telah di­
syari’at Islam. Hukum- hukum tersebut, sebagian tentu­kan hukumnya oleh nash, maka umat
dapat diketahui melalui nash, baik Alquran Islam wajib mengikuti petunjuk tersebut. Tetapi
maupun hadis, sedangkan yang lainnya dapat apabila dalam nash tidak disebutkan hukumnya
di­­
ketahui melalui dalil-dalil yang tidak, secara secara qath’i, maka para mujtahid mempunyai
langsung bersumber pada nash, seperti ijma’, kewajiban untuk menentukan hukumnya ber­
dasar­kan pertimbangan-pertimbangan tertentu,
qiyas, istihsan, mashalih mursalah, ‘urf, istishab
di antaranya pertimbangan ‘urf dan adat kebiasaan
dan berdasarkan syari’at orang-orang sebelum di­
masyarakat.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 135 |


Volume 4, No. 2, 2017
Yusmita

Lingkungan dan kehidupan sosial kini me­ kata yang muncul merupakan simbol dari pe­
rupakan suatu kenyataan yang ikut mem­pe­ngaruhi ngalaman mental yang direduksi dari interaksi
kegiatan pelaksanaan ajaran agama. Hukum yang sosial seseorang. Karena itu, jika ingin me­
ditetapkan oleh para ulama tempo dulu, hanya ngetahui suatu makna kata, penelusuran
merupakan jawaban atas realitas kehidupan yang sosiologis terhadap pemakaian kata di mana ia
ada pada masa itu. Agar selalu eksis, hukum Islam tumbuh dan berkembang menjadi sangat perlu.2
dituntut untuk menyesuaikan dirinya dengan Dari penggunaan terma ini dalam tutur kata
lingkungan serta problema hidup yang sedang bangsa Arab, Ibnu Manzur mendefinisikan
dihadapi oleh umat manusia. Sedangkan sesuatu ‘urf sebagai segala bentuk anjuran syari’at yang
yang dikatakan cocok dengan satu lingkungan mencakup seluruh kebaikan dan begitu juga
belum tentu sesuai dengan lingkungan lainnya. larangan yang mencakup keburukan sifat-sifat
Dengan demikian, lingkungan budaya lokal yang ghalib (sesuatu yang telah dikenal/umum/
menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh biasa) yang jika dilihat manusia, mereka tidak
para pembuat undang-undang ketika mereka akan merasa asing terhadapnya.3
akan menetapkan hukum, khususnya hukum
Ulama yang pertama sekali mendefinisikan
Islam yang menjadi hukum positif.
‘urf secara konsepsional adalah Abdullah bin
Kasus Imam Syafi’i agaknya dapat dijadikan Ahmad al-Nasafi (w.710 H) dalam kitabnya al
contoh nyata betapa ulama dahulu juga sangat Mushtshafa, yang kemudian diikuti oleh ulama
mempertimbangkan masalah ‘urf ini. Ketika ber­ berikutnya. Sebagaimana dikutip oleh Abu
ada di Mesir, Imam Syafi’i merubah sebagian sanah, ‘urf menurut al-Nasafi adalah sesuatu yang
keputusan hukumnya yang telah ditetapkan di telah melembaga dalam jiwa manusia dengan
Baghdad. Hal ini lantaran ia melihat adat di Mesir landasan rasional, dan akal sehat manusia dapat
sangat berbeda dengan adat di Baghdad. Sehingga menerimanya.4
ia mempunyai dua madzhab yakni qaul qadim dan
Menurut Abu Sanah sendiri, ‘urf adalah suatu
qaul jahid. Syari’at Islam me­ngakui keberadaan ‘urf
masalah yang telah biasa dan mentradisi dalam
dalam penetapan hukum. Karena itu di Indonesia
jiwa manusia dan benar-benar telah melembaga.
seyogianya juga harus mempertimbangkan urf dari
Penetapan itu didasarkan kepada akal sehat
masyarakat Indonesia dalam pembuatan aturan.
manusia, sehingga orang yang memiliki naluri
Sehingga peraturan dan isi dari undang-undang
yang baik tidak menolaknya dalam kehidupan
yang sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat
bermasyarakat.5
Indonesia seharusnya direvisi dan disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Pada Dari dua definisi di atas, penggambaran
makalah ini yang akan dilihat adalah pengaruh adat tentang kebiasaan masyarakat masih bersifat
masyarakat Indonesia terhadap isi undang-undang umum. Ulama Ushul Fiqh kontemporer (Abdul
no. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam Wahhab Khallaf dan Wahbah Zuhaili misalnya),
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban lebih terperinci dalam mendeskripsikan definisi
suami isteri dalam perkawinan. mereka, walaupun intinya sama. Abdul Wahhab
Khalaf mendefinisikan ‘urf sebagai “sesuatu yang
Kedudukan ‘Urf dan Adat dalam Pembentukan dikenal oleh khalayak ramai, di mana mereka
Hukum
(Selangor: Darul Ehsan, Pelanduk Publications, 1995), h. 359.
Secara etimologis, ‘urf berasal dari bahasa 2
E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat,
Arab yaitu “arafa” yang berarti “mengetahui” (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 24-25
ia merupakan lawan dari “ankara” yang ber­
3
Ibnu Manzur, Lisan al ‘Arab, Dar al Mishriyyat, (Mesir: Dar
al-Mishriyyat, t.th), Jilid XI, h. 144.
arti “tidak tahu”.1 Dalam falsafat bahasa, tutur 4
Ahmad Fahmi Abu Sanah, Al ‘Urf wa al-‘Adat fi Ra’yi al-
Fuqaha, (Mesir:Matba`ah al-Azhar, 1947), h. 8.
1
Mohammad Hashim Kamali, Principle Of Islamic Jurisprudence, 5
Ahmad Fahmi Abu Sanah, Al ‘Ur f wa al-‘Adat..., h. 8

| 136 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 2, 2017
Akomodasi Budaya Lokal dalam Legislasi Bidang Hukum Keluarga

terbiasa melakukannya, baik perbuatan ataupun ter­


masuk permasalahan pribadi, seperti ke­
perkataan.6 biasaan seseorang dalam tidur, makan, dan
Wahbah Zuhaili memberikan definisi yang meng­­konsumsi jenis makanan tertentu, atau
lebih rinci. Menurutnya ‘urf adalah sesuatu permasalahan yang menyangkut orang banyak.
yang telah menjadi kebiasaan manusia dan Adat juga bisa muncul karena sebab alami,
men­tradisi di kalangan mereka dalam bentuk seperti cepatnya seseorang menjadi dewasa
perbuatan yang muncul dalam interaksinya. (baligh) di daerah tropis, demikian juga cepatnya
Atau berupa lafaz yang penggunaannya telah pohon berbuah diwilayah yang beriklim panas.
dikenal di tengah masyarakat dengan makna Di samping itu, adat juga bisa muncul dari hawa
tertentu, sekalipun terma itu tidak lazim dipakai nafsu dan kerusakan akhlak, seperti korupsi,
dalam ilmu bahasa, tetapi masyarakat tidak asing sebagaimana adat juga bisa muncul dari kasus-
ketika mendengarnya. ‘Urf dalam pengertian ini kasus tertentu, seperti perubahan budaya suatu
sama dengan adat (kebiasaan sosial). Definisi ini daerah disebabkan pengaruh budaya asing.
mencakup ‘urf amali dan ‘urf qauli”.7 Dengan demikian, terlihat adanya perbedaan
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh antara adat dengan ‘urf. ‘Urf harus berlaku pada
dua ulama ushul tersebut, dapat diketahui bahwa kebanyakan orang didaerah tertentu, bukan
‘urf memiliki dua bentuk, yakni perkataan dan pada pribadi atau kelompok. ‘Urf bukanlah ke­
perbuatan. Kedua kategori ini manakala masih biasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam
asing dan belum mapan dalam perkataan dan kebanyakan adat, tetapi muncul dari suatu
tingkah laku masyarakat, tidak dapat dikatakan pengalaman dan pemikiran, seperti kebiasaan
‘urf. Di samping itu, kebiasaan tersebut harus mayoritas masyarakat pada daerah tertentu yang
didasarkan kepada rasionalitas manusia, artinya menetapkan bahwa untuk memenuhi keperluan
akal sehat manusia tidak ada yang menolaknya. rumah tangga pada suatu perkawinan biasa
Apabila kebiasaan tersebut didasarkan kepada diambil dari mas kawin yang diberikan suami.
hawa nafsu dan syahwat, itu bukan urf.
Sementara itu, adat (custom) berarti pe­ Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Hukum
Adat Secara Umum
ngulangan (tikrar) yakni perbuatan yang di­
laku­kan secara berulang-ulang, ini mencakup Hukum adalah aturan-aturan normatif yang
praktek-praktek yang dilakukan individu mengatur pola perilaku manusia. Hukum tidak
maupun kelompok. Oleh karena itu kebiasaan tumbuh di ruang vakum, melainkan tumbuh
personal seseorang termasuk dalam kategori dari kesadaran masyarakat yang membutuh­
adat. 8 Abu sanah mendefinisikan adat dengan kan adanya suatu aturan bersama. Oleh karena
sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang itu, hukum seharusnya berkembang sehingga
tanpa ada hubungan rasional.9 dapat mengadopsi nilai-nilai yang tumbuh di
masyarakat termasuk nilai-nilai adat tradisi dan
Definisi di atas menunjukkan bahwa apabila
agama. Yang dimaksudkan dengan kaidah Aladatu
suatu perbuatan dilakukan secara berulang-
muhakkamah dalam teori hukum Islam. Artinya,
ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan
tradisi atau adat istiadat suatu masyarakat dapat
adat. Definisi tersebut juga menunjukkan
dijadikan hukum.10 Konsekuensi­ nya, produk
adat itu mencakup persoalan yang amat luas,
hukum harus dilihat sebagai produk zamannya
6
Abdul Wahhab Khallaf, Mashadir al-Tasyri’i fi Ma La yang sulit melepaskan diri dari berbagai pengaruh 
Nassha, terj. Oleh Bahrun Abubakar dengan judul: Sumber-
sumber Hukum Islam, (Bandung: Risalah, 1998), h. 205.
10
Jalaluddin Al-suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazha’ir, h. 
7
Wahbah Zuhaili, Ushul al Fiqh al-Islamy, (Beirut: Darl al- 63.  Lihat juga Siti Musdah mulia, Perempuan Dan Hukum,
Fikr, 1986), h. 828. Menuju Hukum Perkawinan Yang Adil: Memberdayakan
8
Mohammad Hashim Kamali, Principle…, h. 359. Perempuan Indonesia, (Jakarta: Yayasan obor Indonesia, 2008),
9
Ahmad Fahmi Abu Sanah, Al ‘Ur f wa al-‘Adat..., h. 10. h. 133

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 137 |


Volume 4, No. 2, 2017
Yusmita

yang melingkupi kelahirannya, baik pengaruh dalam perundang-undangan.


sosiokultural maupun pengaruh sosio-politis. Dalam hal hak dan kewajiban dalam per­
Sebagai produk sosial dan kultural, bahkan juga kawinan dengan hukum adat ini, dimungkin­
produk politik yang bernuansa ideologi, hukum kan ketidakseimbangan dalam pemenuhannya. 
idealnya   bersifat kontekstual.11 Contoh yang riel  adalah seorang isteri yang hanya
Upaya konkrit pembaharuan hukum keluarga disuruh menunggu ladang dan pemenuhan atas
di Indonesia dimulai kembali tahun 1960-an haknya sama sekali tidak diperhatikan, terjadi di
yang berujung dengan lahirnya undang-undang Lampung . Mengapa isteri diperlakukan seperti
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. itu?, karena dalam adat suku Lampung asli,
Undang-undang perkawinan ini merupakan wanita itu dibeli untuk dijadikan isteri, sehingga
undang-undang pertama di Indonesia yang terkesan setelah menjadi isteri wanita itu bisa
mengatur soal perkawinan secara nasional. diperlakukan semau suami. Apalagi jika si isteri
Sebelum itu, urusan perkawinan diatur melalui tersebut tidak membawa “sesan” (serah-serahan),
beragam hukum yaitu hukum adat bagi warga mka akan semakin parah diperlakukan seenaknya
negara asli hukum Islam bagi warga  Indonesia oleh suaminya.
asli yang beragama Islam, ordonansi perkawinan Namun hukum adat dewasa ini kebanyakan
Indonesia kristen bagi warga negara Indonesia sudah berkembang dan menyesuaikan diri
yang beragama Kristen di Jawa Minahasa dan dengan keadaan zaman. Ia tidak melarang lagi
Ambon. Kitab undang-undang hukum perdata wanita bebas keluar rumah, baik suami maupun
bagi warga Indonesia keturunan Eropa dan isteri berhak untuk melakukan perbuatan
Cina dan peraturan perkawinan campuran bagi hukum.13
perkawinan campuran.12
Hak dan kewajiban suami isteri dilihat dari Akomodasi Budaya lokal dalam Aturan
hukum adat, dapat dianalisa bahwa hukum adat Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam UU
hanya berlaku di daerah yang sangat kental akan No.1/1974 Dan KHI
adat budayanya. Dan tidak dapat dipakai di adat Sebelum Indonesia merdeka, sudah ada hukum
lainnya, jadi hukum adat adalah hukum yang tertulis tentang perkawinan bagi golongan-
diwariskan turun temurun dari nenek moyang. golongan tertentu. Yang menjadi masalah waktu
Adapun contoh perkawinan dalam hukum adat itu adalah bagi warga bumiputra yang beragama
adalah perkawinan semanda, perkawinan bebas, Islam. Bagi mereka tidak ada aturan sendiri yang
perkawinan belarian dan yang lainnya. mengatur tentang perkawinan, tidak ada undang-
Mayoritas perumusan tentang hak dak undang tersendiri yang dapat dijadikan patokan
kewajiban suami istri merupakan produk para dalam pelaksanaan akad nikah perkawinan­
fuqaha, di mana mereka dalam menetapkannya nya. Bagi mereka selama itu berlaku hukum
tidak terlepas dari budaya lokal tempat mereka Islam yang sudah diresipilir dalam hukum adat
menetapkan hukum. Pendapat para fuqaha berdasarkan teori recepsi yang dikemukakan oleh
itu juga dipengaruhi oleh kondisi dan waktu Hurgronye, Van Vollen Hoven, Ter Harr dan
mereka menetapkan hukum. Dengan kata lain murid-muridnya. Tuntutan beberapa organisasi
berubahnya zaman, tempat dan kondisi sosial wanita di masa itu cukup memberikan gambar­
masyarakat dapat merubah produk hukum. an bahwa usaha memiliki Undang-undang
Demikian juga di Indonesia tentang hak dan Perkawinan sudah diusahakan sejak Indonesia
kewajiban suami isteri ini diatur khusus di belum merdeka. Hal ini dapat dibuktikan pula
bahwa persoalan tersebut pernah dibicarakan
11
Siti Musdah Mulia, Perempuan dan Hukum…, h. 133.
12
Wirjono Prodjodikoro, Perkawinan di Indonesia, 13
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia,
(Bandung: Vorkink Van hoeve, t.th), h. 77 (Bandung: Mandar Maju, 2007), h. 105

| 138 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 2, 2017
Akomodasi Budaya Lokal dalam Legislasi Bidang Hukum Keluarga

di Volksraad dalam rangka memenuhi tuntutan perbuatan hukum.16


beberapa organisasi pada masa tersebut.14 Pasal di atas terlihat satu segi adanya kese­
Dalam UU no 1 tahun 1974, yakni undang- imbangan antara kedudukan suami dan isteri di
undang perkawinan nasional mengatur tentang dalam kehidupan berumah tangga, masyarakat
hak dan kewajiban suami isteri pada bab IV ayat dan hak melakukan perbuatan hukum. Tapi di
30 sampai 34. Pasal 30 disebutkan bahwa suami sisi lain, terlihat ketidak seimbangan kedudukan
isteri memikul kewajiban yang luhur untuk me­ antara suami dan isteri. Suami dinyatakan sebagai
negakkan rumah tangga yang menjadi sendi kepala rumah tangga sementara isteri hanya ibu
dasar dari susunan masyarakat. rumah tangga. Jika keseimbangan yang diinginkan
Menurut hukum adat pada umumnya yang seharusnya suami adalah bapak rumah tangga, isteri
berlaku dalam masyarakat bangsa Indonesia, baik adalah ibu rumah tangga. Hal ini jelas dipengaruhi
dalam masyarakat kekerabatan bilateral maupun oleh adat dan budaya yang belum bisa lepas dari
unilateral (patrilineal dan matrilineal) ataupun masyarakat Indonesia.
yang beralih-alih (altemerend), kewajiban untuk Hukum adat dewasa ini kebanyakan sudah
menegakkan keluarga/rumah tangga (suami menyesuaikan diri dengan keadaan zaman, ia
isteri) bukan semata-mata menjadi kewajiban tidak melarang lagi wanita bebas keluar rumah,
dan tanggung jawab dari suami isteri itu sendiri. baik isteri maupun suami masing-masing berhak
Masih ada tanggung jawab dan dan kewajiban melakukan perbuatan hukum. Isteri bebas ber­
moral orang tua dan kerabat, walaupun sifatnya belanja ke pasar, isteri bebas melakukan jual beli,
immaterial dan tidak langsung berupa perhatian berdagang keliling, menunggu kedai, bekerja
dan pengawasan. Apalagi jika yang ditegakkan di kantor, menjadi guru, menjadi kepala desa,
itu keluarga/rumah tangga yang masih baru bahkan menjadi angkatan bersenjata. Tetapi
dengan suami isteri yang berumur muda.15 dalam hal tertentu yang menyangkut adat,
Pasal 31 (1) Hak dan kedudukan suami isteri mengenai harta kekayaan adat, bangunan adat,
adalah seimbang dengan hak dan kedudukan tanak kerabat, tanah adat, kedudukan adat, isteri
suami dalam kehidupan rumah tangga dan tidak berhak melakukan perbuatan sendiri tanpa
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) persetujuan suami, tanpa persetujuan kerabat.
Masing-masing pihak mempunyai hak untuk Tanah pusaka di Minangkabau atau tanah
melakukan perbuatan hukum. (3) suami adalah kerabat di Lampung hanya wewenang lelaki
kepala rumah tangga dan isteri adalah ibu rumah untuk membuat transaksinya. Di minangkabau
tangga. kedudukan penghulu tidak dipegang wanita, di
Lampung tidak ada wanita yang berkedudukan
Di dalam Kompilasi Hukum Islam hal
sebagai sebatin atau punyimbang.17
ini diatur di dalam Pasal 78 suami istri harus
mempunyai tempat kediaman yang tetap. Di samping itu, ketidak seimbangan antara
Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat suami dan isteri di dalam rumah tangga pada
(1), ditentukan oleh suami istri bersama. Pasal hukum positif dan realita di masyarakat juga
79 suami adalah kepala keluarga dan istri tidak terlepas dari bentuk perkawinan yang
ibu rumah tangga. Hak dan kedudukan istri terjadi, seperti bentuk perkawinan jujur, per­
adalah seimbang dengan hak dan kedudukan kawinan semenda, perkawinan bebas, per­
suami dalam kehidupan rumah tangga dan kawinan pologami, perkawinan ganti tikar
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (levirat), perkawinan turun ranjang (sororat),
Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perkawinan belarian, perkawinan memeruskan

14
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di 16
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
Indonesia, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008), h. 3. (Jakarta: Akademika Pressindo, 2005), h. 132
15
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan ... , h. 104 17
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan..., h. 105.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 139 |


Volume 4, No. 2, 2017
Yusmita

dan (keturunan), perkawinan memasukkan masing dapat mengajukan guguatan kepada


(dalam kerabat), dan sebagainya. Bentuk-bentuk Pengadilan Agama.20
perkawinan tersebut besar pengaruhnya bagi Pasal 80 KHI Suami adalah pembimbing
kedudukan suami dan isteri tidak seimbang.18 terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi
Bentuk perkawianan adat lain yang me­ mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
nunjuk­ kan ketidak seimbangan kedudukan penting-penting diputuskan oleh suami istri
antara suami dan isteri adalah bentuk per­kawinan ber­sama. Suami wajib melindungi istrinya dan
dengan pembayaran jujur yang memper­tahankan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
keturunan menurut garis lelaki, di mana isteri berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
setelah perkawinan masuk dalam kerabat suami, Suami wajib memberi pendidikan agam kepada
maka hak dan kewajiban suami dan isteri ber­ istrinya dan memberi kesempatan belajar penge­
beda. Hak dan kedudukan isteri lebih rendah tahuan yang berguna dan ber­manfaat bagi agama,
dari hak dan kedudukan suami. Isteri harus dan bangsa. Sesuai dengan penghasilannya suami
tunduk dan patuh kepada suami dan kerabatnya, menanggung: (a) nafkah, kiswah dan tempat
segala sesuatu diselesaikan dengan musyawarak kediaman bagi istri, (b) biaya rumah tangga, biaya
kerabatnya. Isteri hanya pendamping suami, perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
membantu suami dalam mengatur kehidupan anak, (c) biaya pendidikan bagi anak. Kewajiban
rumah tangga dan hubungan kekerabatan atau suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat
dalam pergaulan masyarakat (adat).19 (a) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah
Pasal 33 UU Perkawinan/1974 yakni suami ada tamkin sempurna dari istrinya. Istri dapat
dan isteri wajib saling cinta mencintai, hormat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
menghormati, setia dan memberi bantuan dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf
lahir batin yang satu kepada yang lain. Pasal a dan b. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud
34 (1) Suami wajib melindungi istrinya, dan ayat (2) gugur apabila istri nusyuz.21
memberikan segala sesuatu keperluan hidup Pasal 82 suami yang mempunyai istri lebih
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. dari seorang berkewajiban memberi tempat
(2) Isteri wajib mengatur rumah tangga sebaik- tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing
baiknya. (3) Jika suami isteri melalaikan ke­ istri secara berimbang menurut besar kecilnya
wajibannya, masing-masing dapat mengaju­kan keluarga yang ditanggung masing-masing
gugatan kepada pengadilan. istri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
Sementara pada Kompilasi Hukum Islam, pasal Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami
77 suami istri memikul kewajiban yang luhur dapat menempatkan istrinya dalam satu tempat
untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, kediaman.22
mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar Pasal 31 Undang-undang perkawinan tahun
dari susunan masyarakat. Suami istri wajib saling 1974 ayat (1) Hak dan kedudukan suami isteri
cinta mencintai, hormat meng­hormati, setia dan adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada suami dalam kehidupan rumah tangga dan
yang lain. Suami istri memikul kewajiban untuk pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.(2)
mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, Masing-masing pihak mempunyai hak untuk
baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani melakukan perbuatan hukum. Pasal di atas
maupun kecerdasannya dna pendidikan agamnya. sejalan dengan pasal 79 ayat 2 dan 3 KHI. Kalau
Suami istri wajib meme­lihara kehormatannya. Jika kita cermati pasal di atas dan waktu keluarnya
suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-
20
Abdurrahman, Kompilasi Hukum..., h. 132.
18
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan..., h. 104. 21
Abdurrahman, Kompilasi Hukum..., h. 132-133.
19
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan..., h. 104-105. 22
Abdurrahman, Kompilasi Hukum..., h. 134.

| 140 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 2, 2017
Akomodasi Budaya Lokal dalam Legislasi Bidang Hukum Keluarga

undang-undang ini di mana gerakan umat Islam lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
yang tergabung di dalam ormas-ormas Islam, telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
aktifis dan organisasi-organisasi perempuan sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang
meng­­inginkan adanya aturan yang mengikat bagi taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
umat Islam dalm bidang perkawinan. Mereka, suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah me­
terutama perempuan menginginkan adanya ke­ melihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
setaraan antara laki-laki dan perempuan dalam khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
rumah tangga. Sebelumnya posisi perempuan dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dalam rumah tangga selalu di bawah kekuasaan dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
laki-laki, maka budaya lokal ini coba digeser para men­ taatimu, Maka janganlah kamu mencari-
aktifis perempuan menjadi budaya baru yaitu cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
Simposium ISWI (Ikatan sarjana Wanita Pemahaman masyarakat Indonesia juga sudah
Indonesia) tanggal 29 Januari 1972 memberi dipengaruhi oleh perkembangan hukum keluarga
saran kepada pengurusnya agar memper­juang­ di negara-negara muslim lain, seperti Mesir, Suadi
kan kembali Undang-undang Perkawinan untuk Arabia, Turki dan yang lainnya, yang sudah lebih
diberlakukan kepada seluruh warga negara dahulu menerobos keluar dari kungkungan fiqh
Indonesia. Kemudian Badan Musyawarah klasik untuk mengengkat derajat kaum wanita.
Organisasi-organisasi Wanita Islam Indonesia Walaupun belum seutuhnya keluar, minimal
pada tanggal 22 Februari 1972 juga mendesak sudah berani menetapkan aturan baru yang ber­
pemerintah agar mengajukan kembali kedua beda dengan fiqh klasik. Ijtihad di kalangan
RUU tentang Perkawinaan yang dahulu di­ ulama juga sudah mulai terbuka sehingga dapat
kembalikan oleh DPR kepada pemerintah. memahami ajaran Islam secara konprehensip,
Desakan ini juga dilakukan oleh Himpunan karena ayat-ayat lain dan hadis lain banyak yang
Mahasiswa Islam (HMI) dalam acara sarasehan jarang dimunculkan dalam penganalisaan tentang
pada tanggal 11 Februari 1973 di Jakarta.23 hak dan kewajiban suami istri.
Pada saat munculnya undang-undang ini, Kalau kita cermati ayat di atas juga mem­
kaum perempuan sudah mulai keluar dari punyai kontibusi yang besar terhadap pasal
kungkungan fiqh klasik, yang selalu memposisi­ 31 ayat (3) suami adalah kepala rumah tangga
kan perempuan dalam kekuasaan suaminya. dan isteri adalah ibu rumah tangga. Budaya
Karena pemahaman mereka terhadap ayat al- lokal masyarakat Indonesia pada saat itu juga
Quran dalam surat al-Nisa’ ayat 34: masih menganut paham bahwa laki-laki adalah
penentu dan pemimpin dalam rumah tangga­
‫ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘ ﭙ‬ nya. Pemikiran itu juga masih berlanjut sampai
‫ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ‬ saat ini. Dengan demikian pasal ini benar-benar
merupakan akomodasi budaya lokal masyarakat
‫ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧ ﭨ ﭩ ﭪ‬ Indonesia yang berlaku dari dahulu sampai
‫ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯﭰ ﭱ‬ sekarang. Hal ini dipengaruhi oleh budaya
patrelineal yang mayoritas dianut suku-suku
‫ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ‬ di Indonesia, dan bagi yang beragama Islam
‫ﭼ‬ diperkuat lagi dengan ajaran Islam klasik yang
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum sangat patrilineal.
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se­ Kebanyakan dalam kejadian selama ini,
bahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang ketidak terpenuhinya hak dan kewajiban
antara suami dan isteri, dan lebih cenderung
23
Abdul Manan, Aneka Masalah..., h. 4.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 141 |


Volume 4, No. 2, 2017
Yusmita

kepada isteri, mungkin dikarenakan kurangnya rakat, yang menginginkan adanya keseimbangan
pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang antara laki-laki dan perempuan. Kata “saling”
hak dan kewajiban suami isteri. Selain itu juga, pada pasal di atas sangat jelas menunjukkan
kesalahan dalam pemahaman hadist nabi yang keseimbangan. Budaya lokal yang ada pada saat
artinya: Nabi Muhammad saw pernah ber­sabda: ini adalah budaya keinginan keluar dari tradisi
“Jika aku boleh memerintahkan sese­orang untuk fiqh klasik yang memposisikan perempuan pada
menyembah yang lain, aku akan me­merintahkan posisi nomor dua di dalam keluarga. Budaya
istri untuk menyembah suaminya.” (HR. Bukhari lokal yang mempengaruhi ini juga merupakan
dan Muslim) budaya lokal di kalangan kaum terpelajar dan
Semuanya ditafsirkan hanya tekstual saja, aktifis dan organisasi perempuan. Karena kalau
padahal dalam ayat yang terkandung dalam ayat dilapisan masyarakat bawah budaya fiqh klasik
dan hadist tersebut memaknai adanya hak-hak yang mempsosisikan perempuan berada di
isteri, seperti: bawah laki-laki masih sangat dominan. Karena
banyak ayat Alquran dan hadis yang tidak
‫والرجل راع اهله وهو مسؤل عن رعيته‬ disyi’arkan kepada mereka. Padahal ayat Alquran
“Laki-laki menjadi pemimpin bagi keluarganya menjelaskan dalam surat Al-Baqarah: 228
dan dia bertanggung jawab atas apa yang
‫ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝ ﮞ ﮟ ﮠﮡ ﮢ ﮣ‬
dipimpinnya” (HR Bukhari Muslim)
‫ﮤ‬
‫واملرأة راعية ىف بيت زوجهاومسؤلة عن رعيتها‬
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
“Perempuan adalah pemimpin di dalam rumah kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi
tangga suaminya dan dia bertanggung jawab Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
terhadap apa yang dipimpinnya” (HR. Bukhari). daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Kebanyakan para ulama sebelumnya meng­ Maha Bijaksana.
abaikan ayat-ayat lain yang menyatakan tentang
keseimbangan antara laki-laki dan perempuan ‫ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔﯕ‬
dan keharusan berbuat baik pada isteri. ‫ﯖ ﯗ ﯘﯙ ﯚ ﯛﯜ ﯝﯞ‬
Pasal 33 yakni suami dan isteri wajib saling ‫ﯟ ﯠﯡ ﯢ ﯣﯤ ﯥ ﯦ‬
cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada ‫ﯧ ﯨﯩﯪﯫﯬﯭﯮﯯ‬
yang lain. Pengaruh adat istiadat pada kewajiban Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi
saling mencintai, hormat menghormati setia dan kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa.
memberi bantuan lahir dan batin ini jika mereka Ddan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
masih terikat dengan hubungan kekerabatan, hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
mereka juga harus mencintai, menghormati, saling telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
bantu membantu dalam hubungan “dalihan na melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
tolu” di tanah Batak. Dalam hubungan kemenakan dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu
dengan mamak, anak pisang dengan bako-bakinya tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
di Minangkabau, denganadik wari, lebu kelama, mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal
menulung, di tanah Lampung. 24 Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Pasal di atas juga dipengaruhi oleh keinginan Hadis Rasul menyatakan “ orang yang paling
umat Islam yang sudah mulai berusaha men­ baik di antara kalian adalah orang yang paling
ciptakan budaya baru di tengah-tengah masya­ baik memperlakukan keluarganya, dan aku
adalah orang yang paling baik memperlakukan
24
Hilman hadikusuma, Hukum Perkawinan ..., h. 106.
keluargaku”. Hadis lain “ Orang mukmin yang

| 142 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 2, 2017
Akomodasi Budaya Lokal dalam Legislasi Bidang Hukum Keluarga

paling sempurna keimanannya adalah orang wanita sudah sangat banyak bekerja, terutama
yang paling baik akhlaknya di antara kalian. ke ladang untuk memenuhi kebutuhan ke­
Dan orang yang paling baik di antara kalian luarganya.
adalah orang yang paling baik kepada isterinya”. Pasal 34 ayat (3) Jika suami isteri melalai­
Pasal 34 (1) Suami wajib melindungi istrinya, kan kewajibannya, masing-masing dapat meng­
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup ajukan gugatan kepada pengadilan. Klausula
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. ini membuka pintu bagi mereka yang akan
(2) Isteri wajib mengatur rumah tangga sebaik- mempergunakannya. Jika masalah yang menjadi
baiknya. perselisihan tidak lagi dapat diatasi secara
Ajaran Islam sangat berpengaruh terhadap kekeluargaan. 26
pasal-pasal yang terdapat undang-undang no. Ini menunjukkan bahwa kesadaran hukum
1/1974 dan KHI, hal ini karena ajaran Islam masyarakat ketika aturan ini diundangkan
sudah menyatu dengan umat Islam, sehingga sudah baik, sehingga apapun kejadian hukum
terkadang sulit membedakan antara budaya yang berhubungan dengan rumah tangga harus
dan ajaran Islam. Pada daerah-daerah tertentu memiliki kekuatan hukum yang tetap. Pasal ini
ajaran Islam menjadi budaya lokal yang tidak juga menunjukkan keinginan masyarakat untuk
bisa dipisahakn terlebih lagi ajaran Islam memposisikan antara suami dan istri memiliki
yang dipahami ulama klasik sangat fatrilineal hak yang sama dalam mengambil keputusan
yang sesuai dengan mayoritas budaya lokal untuk membubarkan perkawinan apabila ada
masyarakat Indonesia. Karena itu pasal 34 UUP hak masing-masing tidak terpenuhi. Dengan
No. 1/1974 di atas benar-benar dipengaruhi adanya aturan ini keinginan memposisikan
budaya lokal, yang membebankan kepada suami wanita sebagai manusia yang dapat menentukan
bertanggung jawab terhadap nafkah keluarga jalan hidupnya baik di masyarakat maupun di
dan bertanggung jawab untuk melindungi dalam keluarga dapat diakomodir. Di samping
keluarganya. itu, tersurat keseimbangan hak dan kewajiban
Isteri karena pemahaman masyarakat pada suami istri itu seimbang dan sederajat.
posisi ibu rumah tangga, yang sesuai dengan pasal
31 ayat (3), sebagai ibu rumah tangga, maka ia Penutup
berkewajiban mengatur rumah tangga sebaik- Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
baiknya. Ia berkewajiban serta bertanggung jawab pasal-pasal di dalam undang-undang perkawinan
terhadap penggunaan fasilitas untuk kelangsungan no. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
hidup keluarga itu. Ia wajib mengatur dan me­ banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi
nata penggunaan kekayaan materi tado, untuk yang berkembang di Indonesia, terutama
kepentingan kehidupan rumag tangga, kewajiban keinginan untuk keluar dari kungkungan fiqh
untuk mengurus suami dan (bila ada) anak-anak. klasik yang terlalu memposisikan laki-laki pada
Gambaran di atas menunjukkan kedudukan isteri posisi yang sangat tinggi, dan wanita pada posisi
sebagai ibu rumah tangga.25 yang kurang diuntungkan. Sebagian pasal-pasal
Jelas sekali pasal ini dipengaruhi oleh pe­ tersebut dipengaruhi oleh budaya dan cara ber­
mahaman msayrakat, khususnya umat Islam pikir yang sudah mengikuti perkembanagn
pada saat keluarnya undang-undang ini. Walau­ zaman, seperti pasal yang mengatur tentang
pun pada kenyataannya itu hanya pada tatanan keseimbangan hak dan kedudukan suami
pemahaman, karena kalau kita lihat secara me­ isteri dalam rumah tangga, dalam pergaulan di
nyeluruh di Indonesia pada saat itu wanita- masyarakat dan dalam melakukan perbuatan
25
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2013), h. 244. 26
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan..., h. 106.

MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan 143 |


Volume 4, No. 2, 2017
Yusmita

hukum serta suami dan isteri wajib saling cinta Khallaf, Abdul Wahhab, Mashadir al-Tasyri’i fi
mencintai, hormat menghormati, setia dan Ma La Nassha, terj. Oleh Bahrun Abubakar
mem­beri bantuan lahir batin yang satu kepada dengan judul Sumber-Sumber Hukum Islam,
yang lain. Bandung: Risalah, 1984.
Sebagian lain dipengaruhi oleh budaya lokal Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata
yang sudah mengakar dimasyarakat seperti per­ Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Media
nyataan suami adalah kepala rumah tangga dan Group, 2008.
istri adalah ibu rumah tangga. Ini me­nunjukkan Manzur, Ibnu , Lisan al-‘Arab, Mesir: Dar al-
ketidak seimbangan kedudukan suami dan isteri, Mishriyyat, t.th., Jilid XI
hal ini dipengaruhi oleh budaya lokal dan bentuk Mohammad Hashim Kamali, Principle Of
pernikahan yang mem­posisikan kedudukan isteri Islamic Jurisprudence, Selangor, Darul Ehsan,
lebih rendah dari suami, dan ini juga didukung Pelanduk Publications, 1995
oleh doktrin agama yang sudah menyatu dengan
Mulia, Siti Musdah, Perempuan Dan Hukum,
masyarakat, yang menyakan laki-laki adalah
Menuju Hukum Perkawinan Yang Adil:
pemimpin bagi wanita.
Memberdayakan Perempuan Indonesia,
Adapun aturan jika suami isteri melalaikan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008
kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan Prodjodikoro, Wirjono, Perkawinan di Indonesia,
gugatan kepada pengadilan. Ini dipengaruhi oleh Bandung: Vorkink Van hoeve, t.th.
kesadaran hukum yang sudah timbul di tengah-
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 7, Bandung: PT.Al-
tengah masyarakat tentang suatu perbuatan
Ma’arif, 2007.
hukum harus mempunyai kekauatan hukum
yang dilindungi oleh negara. Dengan demikian Sanah, Ahmad Fahmi Abu, al ‘Urf wa al ‘Adat
jelaslah bahwa sebuah perundang-undangan selalu Fi Ra’yi al Fuqaha, Mesir: Matbaah al-Azhar,
dipengaruhi oleh budaya lokal dan kondisis yang 1947.
sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia,
yang menginginkan hak dan kewajiban suami istri Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2013.
seimbang dan sederajat. Sumaryono, E., Hermeneutik, Sebuah Metode
Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Pustaka Acuan Suyuthi, Jalaluddin al-, Al-Asybah wa al-
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Nazha’ir, t,tp.
Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2005. Zuhaili, Wahbah al-, Fiqh Islam Wa Adillatuhu,
Alhamdani, HSA, Risalah Nikah, Jakarta: Damaskus: Gema Insani & Darul Fikri,
Pustaka Amani, 1989. 2007.
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Zuhaili, Wahbah al-, Ushul al Fiqh al Islamy,
Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2007. Beirut: Darl al-Fikr, 1986.

| 144 MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi dan Keagamaan


Volume 4, No. 2, 2017

Anda mungkin juga menyukai