Yusmita
Fakultas Syariah IAIN Bengkulu
Jl. Raden Fatah Pagar Dewa Bengkulu
Email: yusmitag@gmail.com
Abstract: This article would like to point out that some rules about family law in Indonesia are heavily influenced by the
growing local culture in society. Evident from the provisions of the Marriage Act no. 1 of 1974 and the Compilation of
Islamic Law is quite much influenced by the culture and conditions that developed in Indonesia and the progress of the
times. This is evident from the desire to get out of the classical Jurisdiction of fiqh that puts too much of a man in a very
high position, and women in disadvantaged positions. For example, the article that regulates the balance of the rights and
the position of husband and wife in the household, in the association in society, and in doing legal action. The influence
of local culture that is already rooted in the community appears in the statement that the husband is the head of the
household and the wife is a housewife. This implies an imbalance in the position of the husband and wife, this is clearly
influenced by the local culture and is supported by religious doctrine that is already integral with society, which states men
are leaders for women.
Keywords: local culture, family law, rights and obligations
Abstrak: Artikel ini ingin menunjukkan bahwa beberapa aturan tentang hukum keluarga di Indonesia banyak dipengaruhi
oleh budaya lokal yang berkembang di masyarakat. Terbukti dari pasal-pasal di dalam Undang-Undang Perkawinan No.
1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang cukup banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi yang berkembang
di Indonesia serta kemajuan zaman. Ini tampak dari keinginan untuk keluar dari kungkungan fikih klasik yang terlalu
memposisikan laki-laki pada posisi yang sangat tinggi, dan wanita pada posisi yang kurang diuntungkan. Sebagai contoh
pasal yang mengatur tentang keseimbangan hak dan kedudukan suami isteri dalam rumah tangga, dalam pergaulan di
masyarakat, dan dalam melakukan perbuatan hukum. Pengaruh budaya lokal yang sudah mengakar di masyarakat tampak
pada pernyataan bahwa suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga. Ini menunjukkan ketidak
seimbangan kedudukan suami dan isteri, hal ini jelas dipengaruhi oleh budaya lokal dan didukung oleh doktrin agama yang
sudah menyatu dengan masyarakat, yang menyatakan laki-laki adalah pemimpin bagi wanita.
Kata kunci: budaya lokal, hukum keluarga, hak dan kewajiban
Lingkungan dan kehidupan sosial kini me kata yang muncul merupakan simbol dari pe
rupakan suatu kenyataan yang ikut mempengaruhi ngalaman mental yang direduksi dari interaksi
kegiatan pelaksanaan ajaran agama. Hukum yang sosial seseorang. Karena itu, jika ingin me
ditetapkan oleh para ulama tempo dulu, hanya ngetahui suatu makna kata, penelusuran
merupakan jawaban atas realitas kehidupan yang sosiologis terhadap pemakaian kata di mana ia
ada pada masa itu. Agar selalu eksis, hukum Islam tumbuh dan berkembang menjadi sangat perlu.2
dituntut untuk menyesuaikan dirinya dengan Dari penggunaan terma ini dalam tutur kata
lingkungan serta problema hidup yang sedang bangsa Arab, Ibnu Manzur mendefinisikan
dihadapi oleh umat manusia. Sedangkan sesuatu ‘urf sebagai segala bentuk anjuran syari’at yang
yang dikatakan cocok dengan satu lingkungan mencakup seluruh kebaikan dan begitu juga
belum tentu sesuai dengan lingkungan lainnya. larangan yang mencakup keburukan sifat-sifat
Dengan demikian, lingkungan budaya lokal yang ghalib (sesuatu yang telah dikenal/umum/
menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh biasa) yang jika dilihat manusia, mereka tidak
para pembuat undang-undang ketika mereka akan merasa asing terhadapnya.3
akan menetapkan hukum, khususnya hukum
Ulama yang pertama sekali mendefinisikan
Islam yang menjadi hukum positif.
‘urf secara konsepsional adalah Abdullah bin
Kasus Imam Syafi’i agaknya dapat dijadikan Ahmad al-Nasafi (w.710 H) dalam kitabnya al
contoh nyata betapa ulama dahulu juga sangat Mushtshafa, yang kemudian diikuti oleh ulama
mempertimbangkan masalah ‘urf ini. Ketika ber berikutnya. Sebagaimana dikutip oleh Abu
ada di Mesir, Imam Syafi’i merubah sebagian sanah, ‘urf menurut al-Nasafi adalah sesuatu yang
keputusan hukumnya yang telah ditetapkan di telah melembaga dalam jiwa manusia dengan
Baghdad. Hal ini lantaran ia melihat adat di Mesir landasan rasional, dan akal sehat manusia dapat
sangat berbeda dengan adat di Baghdad. Sehingga menerimanya.4
ia mempunyai dua madzhab yakni qaul qadim dan
Menurut Abu Sanah sendiri, ‘urf adalah suatu
qaul jahid. Syari’at Islam mengakui keberadaan ‘urf
masalah yang telah biasa dan mentradisi dalam
dalam penetapan hukum. Karena itu di Indonesia
jiwa manusia dan benar-benar telah melembaga.
seyogianya juga harus mempertimbangkan urf dari
Penetapan itu didasarkan kepada akal sehat
masyarakat Indonesia dalam pembuatan aturan.
manusia, sehingga orang yang memiliki naluri
Sehingga peraturan dan isi dari undang-undang
yang baik tidak menolaknya dalam kehidupan
yang sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat
bermasyarakat.5
Indonesia seharusnya direvisi dan disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Pada Dari dua definisi di atas, penggambaran
makalah ini yang akan dilihat adalah pengaruh adat tentang kebiasaan masyarakat masih bersifat
masyarakat Indonesia terhadap isi undang-undang umum. Ulama Ushul Fiqh kontemporer (Abdul
no. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam Wahhab Khallaf dan Wahbah Zuhaili misalnya),
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban lebih terperinci dalam mendeskripsikan definisi
suami isteri dalam perkawinan. mereka, walaupun intinya sama. Abdul Wahhab
Khalaf mendefinisikan ‘urf sebagai “sesuatu yang
Kedudukan ‘Urf dan Adat dalam Pembentukan dikenal oleh khalayak ramai, di mana mereka
Hukum
(Selangor: Darul Ehsan, Pelanduk Publications, 1995), h. 359.
Secara etimologis, ‘urf berasal dari bahasa 2
E. Sumaryono, Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat,
Arab yaitu “arafa” yang berarti “mengetahui” (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 24-25
ia merupakan lawan dari “ankara” yang ber
3
Ibnu Manzur, Lisan al ‘Arab, Dar al Mishriyyat, (Mesir: Dar
al-Mishriyyat, t.th), Jilid XI, h. 144.
arti “tidak tahu”.1 Dalam falsafat bahasa, tutur 4
Ahmad Fahmi Abu Sanah, Al ‘Urf wa al-‘Adat fi Ra’yi al-
Fuqaha, (Mesir:Matba`ah al-Azhar, 1947), h. 8.
1
Mohammad Hashim Kamali, Principle Of Islamic Jurisprudence, 5
Ahmad Fahmi Abu Sanah, Al ‘Ur f wa al-‘Adat..., h. 8
14
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di 16
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
Indonesia, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008), h. 3. (Jakarta: Akademika Pressindo, 2005), h. 132
15
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan ... , h. 104 17
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan..., h. 105.
undang-undang ini di mana gerakan umat Islam lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
yang tergabung di dalam ormas-ormas Islam, telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
aktifis dan organisasi-organisasi perempuan sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang
menginginkan adanya aturan yang mengikat bagi taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
umat Islam dalm bidang perkawinan. Mereka, suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah me
terutama perempuan menginginkan adanya ke melihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
setaraan antara laki-laki dan perempuan dalam khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
rumah tangga. Sebelumnya posisi perempuan dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dalam rumah tangga selalu di bawah kekuasaan dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
laki-laki, maka budaya lokal ini coba digeser para men taatimu, Maka janganlah kamu mencari-
aktifis perempuan menjadi budaya baru yaitu cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
Simposium ISWI (Ikatan sarjana Wanita Pemahaman masyarakat Indonesia juga sudah
Indonesia) tanggal 29 Januari 1972 memberi dipengaruhi oleh perkembangan hukum keluarga
saran kepada pengurusnya agar memperjuang di negara-negara muslim lain, seperti Mesir, Suadi
kan kembali Undang-undang Perkawinan untuk Arabia, Turki dan yang lainnya, yang sudah lebih
diberlakukan kepada seluruh warga negara dahulu menerobos keluar dari kungkungan fiqh
Indonesia. Kemudian Badan Musyawarah klasik untuk mengengkat derajat kaum wanita.
Organisasi-organisasi Wanita Islam Indonesia Walaupun belum seutuhnya keluar, minimal
pada tanggal 22 Februari 1972 juga mendesak sudah berani menetapkan aturan baru yang ber
pemerintah agar mengajukan kembali kedua beda dengan fiqh klasik. Ijtihad di kalangan
RUU tentang Perkawinaan yang dahulu di ulama juga sudah mulai terbuka sehingga dapat
kembalikan oleh DPR kepada pemerintah. memahami ajaran Islam secara konprehensip,
Desakan ini juga dilakukan oleh Himpunan karena ayat-ayat lain dan hadis lain banyak yang
Mahasiswa Islam (HMI) dalam acara sarasehan jarang dimunculkan dalam penganalisaan tentang
pada tanggal 11 Februari 1973 di Jakarta.23 hak dan kewajiban suami istri.
Pada saat munculnya undang-undang ini, Kalau kita cermati ayat di atas juga mem
kaum perempuan sudah mulai keluar dari punyai kontibusi yang besar terhadap pasal
kungkungan fiqh klasik, yang selalu memposisi 31 ayat (3) suami adalah kepala rumah tangga
kan perempuan dalam kekuasaan suaminya. dan isteri adalah ibu rumah tangga. Budaya
Karena pemahaman mereka terhadap ayat al- lokal masyarakat Indonesia pada saat itu juga
Quran dalam surat al-Nisa’ ayat 34: masih menganut paham bahwa laki-laki adalah
penentu dan pemimpin dalam rumah tangga
ﭑﭒﭓﭔﭕﭖﭗﭘ ﭙ nya. Pemikiran itu juga masih berlanjut sampai
ﭚ ﭛ ﭜ ﭝ ﭞﭟ ﭠ ﭡ saat ini. Dengan demikian pasal ini benar-benar
merupakan akomodasi budaya lokal masyarakat
ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦﭧ ﭨ ﭩ ﭪ Indonesia yang berlaku dari dahulu sampai
ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯﭰ ﭱ sekarang. Hal ini dipengaruhi oleh budaya
patrelineal yang mayoritas dianut suku-suku
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ di Indonesia, dan bagi yang beragama Islam
ﭼ diperkuat lagi dengan ajaran Islam klasik yang
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum sangat patrilineal.
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se Kebanyakan dalam kejadian selama ini,
bahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang ketidak terpenuhinya hak dan kewajiban
antara suami dan isteri, dan lebih cenderung
23
Abdul Manan, Aneka Masalah..., h. 4.
kepada isteri, mungkin dikarenakan kurangnya rakat, yang menginginkan adanya keseimbangan
pemahaman dalam ayat maupun hadist tentang antara laki-laki dan perempuan. Kata “saling”
hak dan kewajiban suami isteri. Selain itu juga, pada pasal di atas sangat jelas menunjukkan
kesalahan dalam pemahaman hadist nabi yang keseimbangan. Budaya lokal yang ada pada saat
artinya: Nabi Muhammad saw pernah bersabda: ini adalah budaya keinginan keluar dari tradisi
“Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk fiqh klasik yang memposisikan perempuan pada
menyembah yang lain, aku akan memerintahkan posisi nomor dua di dalam keluarga. Budaya
istri untuk menyembah suaminya.” (HR. Bukhari lokal yang mempengaruhi ini juga merupakan
dan Muslim) budaya lokal di kalangan kaum terpelajar dan
Semuanya ditafsirkan hanya tekstual saja, aktifis dan organisasi perempuan. Karena kalau
padahal dalam ayat yang terkandung dalam ayat dilapisan masyarakat bawah budaya fiqh klasik
dan hadist tersebut memaknai adanya hak-hak yang mempsosisikan perempuan berada di
isteri, seperti: bawah laki-laki masih sangat dominan. Karena
banyak ayat Alquran dan hadis yang tidak
والرجل راع اهله وهو مسؤل عن رعيته disyi’arkan kepada mereka. Padahal ayat Alquran
“Laki-laki menjadi pemimpin bagi keluarganya menjelaskan dalam surat Al-Baqarah: 228
dan dia bertanggung jawab atas apa yang
ﮘ ﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝ ﮞ ﮟ ﮠﮡ ﮢ ﮣ
dipimpinnya” (HR Bukhari Muslim)
ﮤ
واملرأة راعية ىف بيت زوجهاومسؤلة عن رعيتها
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
“Perempuan adalah pemimpin di dalam rumah kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi
tangga suaminya dan dia bertanggung jawab Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
terhadap apa yang dipimpinnya” (HR. Bukhari). daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi
Kebanyakan para ulama sebelumnya meng Maha Bijaksana.
abaikan ayat-ayat lain yang menyatakan tentang
keseimbangan antara laki-laki dan perempuan ﮪ ﮫ ﮬ ﮭ ﮮ ﮯ ﮰ ﮱ ﯓ ﯔﯕ
dan keharusan berbuat baik pada isteri. ﯖ ﯗ ﯘﯙ ﯚ ﯛﯜ ﯝﯞ
Pasal 33 yakni suami dan isteri wajib saling ﯟ ﯠﯡ ﯢ ﯣﯤ ﯥ ﯦ
cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada ﯧ ﯨﯩﯪﯫﯬﯭﯮﯯ
yang lain. Pengaruh adat istiadat pada kewajiban Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi
saling mencintai, hormat menghormati setia dan kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa.
memberi bantuan lahir dan batin ini jika mereka Ddan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
masih terikat dengan hubungan kekerabatan, hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
mereka juga harus mencintai, menghormati, saling telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
bantu membantu dalam hubungan “dalihan na melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah
tolu” di tanah Batak. Dalam hubungan kemenakan dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu
dengan mamak, anak pisang dengan bako-bakinya tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
di Minangkabau, denganadik wari, lebu kelama, mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal
menulung, di tanah Lampung. 24 Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Pasal di atas juga dipengaruhi oleh keinginan Hadis Rasul menyatakan “ orang yang paling
umat Islam yang sudah mulai berusaha men baik di antara kalian adalah orang yang paling
ciptakan budaya baru di tengah-tengah masya baik memperlakukan keluarganya, dan aku
adalah orang yang paling baik memperlakukan
24
Hilman hadikusuma, Hukum Perkawinan ..., h. 106.
keluargaku”. Hadis lain “ Orang mukmin yang
paling sempurna keimanannya adalah orang wanita sudah sangat banyak bekerja, terutama
yang paling baik akhlaknya di antara kalian. ke ladang untuk memenuhi kebutuhan ke
Dan orang yang paling baik di antara kalian luarganya.
adalah orang yang paling baik kepada isterinya”. Pasal 34 ayat (3) Jika suami isteri melalai
Pasal 34 (1) Suami wajib melindungi istrinya, kan kewajibannya, masing-masing dapat meng
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup ajukan gugatan kepada pengadilan. Klausula
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. ini membuka pintu bagi mereka yang akan
(2) Isteri wajib mengatur rumah tangga sebaik- mempergunakannya. Jika masalah yang menjadi
baiknya. perselisihan tidak lagi dapat diatasi secara
Ajaran Islam sangat berpengaruh terhadap kekeluargaan. 26
pasal-pasal yang terdapat undang-undang no. Ini menunjukkan bahwa kesadaran hukum
1/1974 dan KHI, hal ini karena ajaran Islam masyarakat ketika aturan ini diundangkan
sudah menyatu dengan umat Islam, sehingga sudah baik, sehingga apapun kejadian hukum
terkadang sulit membedakan antara budaya yang berhubungan dengan rumah tangga harus
dan ajaran Islam. Pada daerah-daerah tertentu memiliki kekuatan hukum yang tetap. Pasal ini
ajaran Islam menjadi budaya lokal yang tidak juga menunjukkan keinginan masyarakat untuk
bisa dipisahakn terlebih lagi ajaran Islam memposisikan antara suami dan istri memiliki
yang dipahami ulama klasik sangat fatrilineal hak yang sama dalam mengambil keputusan
yang sesuai dengan mayoritas budaya lokal untuk membubarkan perkawinan apabila ada
masyarakat Indonesia. Karena itu pasal 34 UUP hak masing-masing tidak terpenuhi. Dengan
No. 1/1974 di atas benar-benar dipengaruhi adanya aturan ini keinginan memposisikan
budaya lokal, yang membebankan kepada suami wanita sebagai manusia yang dapat menentukan
bertanggung jawab terhadap nafkah keluarga jalan hidupnya baik di masyarakat maupun di
dan bertanggung jawab untuk melindungi dalam keluarga dapat diakomodir. Di samping
keluarganya. itu, tersurat keseimbangan hak dan kewajiban
Isteri karena pemahaman masyarakat pada suami istri itu seimbang dan sederajat.
posisi ibu rumah tangga, yang sesuai dengan pasal
31 ayat (3), sebagai ibu rumah tangga, maka ia Penutup
berkewajiban mengatur rumah tangga sebaik- Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
baiknya. Ia berkewajiban serta bertanggung jawab pasal-pasal di dalam undang-undang perkawinan
terhadap penggunaan fasilitas untuk kelangsungan no. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
hidup keluarga itu. Ia wajib mengatur dan me banyak dipengaruhi oleh budaya dan kondisi
nata penggunaan kekayaan materi tado, untuk yang berkembang di Indonesia, terutama
kepentingan kehidupan rumag tangga, kewajiban keinginan untuk keluar dari kungkungan fiqh
untuk mengurus suami dan (bila ada) anak-anak. klasik yang terlalu memposisikan laki-laki pada
Gambaran di atas menunjukkan kedudukan isteri posisi yang sangat tinggi, dan wanita pada posisi
sebagai ibu rumah tangga.25 yang kurang diuntungkan. Sebagian pasal-pasal
Jelas sekali pasal ini dipengaruhi oleh pe tersebut dipengaruhi oleh budaya dan cara ber
mahaman msayrakat, khususnya umat Islam pikir yang sudah mengikuti perkembanagn
pada saat keluarnya undang-undang ini. Walau zaman, seperti pasal yang mengatur tentang
pun pada kenyataannya itu hanya pada tatanan keseimbangan hak dan kedudukan suami
pemahaman, karena kalau kita lihat secara me isteri dalam rumah tangga, dalam pergaulan di
nyeluruh di Indonesia pada saat itu wanita- masyarakat dan dalam melakukan perbuatan
25
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2013), h. 244. 26
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan..., h. 106.
hukum serta suami dan isteri wajib saling cinta Khallaf, Abdul Wahhab, Mashadir al-Tasyri’i fi
mencintai, hormat menghormati, setia dan Ma La Nassha, terj. Oleh Bahrun Abubakar
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada dengan judul Sumber-Sumber Hukum Islam,
yang lain. Bandung: Risalah, 1984.
Sebagian lain dipengaruhi oleh budaya lokal Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata
yang sudah mengakar dimasyarakat seperti per Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Media
nyataan suami adalah kepala rumah tangga dan Group, 2008.
istri adalah ibu rumah tangga. Ini menunjukkan Manzur, Ibnu , Lisan al-‘Arab, Mesir: Dar al-
ketidak seimbangan kedudukan suami dan isteri, Mishriyyat, t.th., Jilid XI
hal ini dipengaruhi oleh budaya lokal dan bentuk Mohammad Hashim Kamali, Principle Of
pernikahan yang memposisikan kedudukan isteri Islamic Jurisprudence, Selangor, Darul Ehsan,
lebih rendah dari suami, dan ini juga didukung Pelanduk Publications, 1995
oleh doktrin agama yang sudah menyatu dengan
Mulia, Siti Musdah, Perempuan Dan Hukum,
masyarakat, yang menyakan laki-laki adalah
Menuju Hukum Perkawinan Yang Adil:
pemimpin bagi wanita.
Memberdayakan Perempuan Indonesia,
Adapun aturan jika suami isteri melalaikan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2008
kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan Prodjodikoro, Wirjono, Perkawinan di Indonesia,
gugatan kepada pengadilan. Ini dipengaruhi oleh Bandung: Vorkink Van hoeve, t.th.
kesadaran hukum yang sudah timbul di tengah-
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 7, Bandung: PT.Al-
tengah masyarakat tentang suatu perbuatan
Ma’arif, 2007.
hukum harus mempunyai kekauatan hukum
yang dilindungi oleh negara. Dengan demikian Sanah, Ahmad Fahmi Abu, al ‘Urf wa al ‘Adat
jelaslah bahwa sebuah perundang-undangan selalu Fi Ra’yi al Fuqaha, Mesir: Matbaah al-Azhar,
dipengaruhi oleh budaya lokal dan kondisis yang 1947.
sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia,
yang menginginkan hak dan kewajiban suami istri Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2013.
seimbang dan sederajat. Sumaryono, E., Hermeneutik, Sebuah Metode
Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Pustaka Acuan Suyuthi, Jalaluddin al-, Al-Asybah wa al-
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Nazha’ir, t,tp.
Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2005. Zuhaili, Wahbah al-, Fiqh Islam Wa Adillatuhu,
Alhamdani, HSA, Risalah Nikah, Jakarta: Damaskus: Gema Insani & Darul Fikri,
Pustaka Amani, 1989. 2007.
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Zuhaili, Wahbah al-, Ushul al Fiqh al Islamy,
Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2007. Beirut: Darl al-Fikr, 1986.