Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

" SAREKAT ISLAM "

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas SKI

Yang di bimbing oleh guru yang bernama " Bapak IKBAL"

Disusun oleh kelompok 1 :

1. Ach. Taufik Alfarizi (03)

2. Imam Wahyudi (18)

3. Milhatin Jamilah (21)

4. Moh. Nuril Agustin R.H (23)

5. Nayla Firdausil jannah (30)

6. Walid Maulana (34)

7. Wismawati (35)

MAN 2 Pamekasan, jl. KH. Wahid Hasyim No.28

Tahun pelajaran 2023-2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga Makalah Sarekat Islam ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam
semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah
Sejarah Indonesia yang berjudul Makalah Sarekat Islam ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan
sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Sarekat Islam ini
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah
ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
manusia. Semoga Makalah Sarekat Islam ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Capaian-capaian peradaban manusia merupakan siklus sejarah yang saling melengkapi satu sama lain.
Sebuah titik peristiwa sejarah merupakan guru bagi peristiwa-peristiwa sejarah yang datang kemudian.
Akumulasi dari rangkaian-rangkaian peristiwa sejarah itu melahirkan formula bahkan format bagi
sebuah peradaban.

Sejarah merupakan napak tilas peristiwa masa lalu, pembelajaran untuk masa sekarang dan prediksi bagi
masa depan. Perjalanan panjang kehidupan manusia dalam menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan
individu dan juga masyarakatnya, mengharuskan mereka berpikir dan berbuat. Hasil pemikiran dan
aktivitas itu ada yang membuahkan hasil cemerlang, namun tak sedikit yang menuai kegagalan yang
memilukan.

Melihat ke belakang (sejarah) dalam mencipta peradaban bagi kebahagiaan manusia adalah sebuah
usaha aktif yang maju guna merangkai formula-formula bahkan format-format kehidupan yang lebih
mapan; yang lebih baik dibanding sebelumnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menilik unsur-unsur dan
prinsip-prinsip sejarah kemudian diejawantahkan sesuai dengan tuntutan kehidupan kekinian.
Kegagalan sebuah sejarah diperlakukan sebagai cermin diri agar tak terulang lagi kesalahan yang pernah
ada. Keberhasilannya diurai dengan menghadirkan seluruh instrumen yang ada dalam kondisi tempat
formulasi itu diterapkan. Penyatuan kedua ritme kehidupan di atas, dengan berpijak pada sikap positif
dan pro aktif, akan membuahkan hasil yang lebih baik di banding masa sebelumnya.

Gambaran di atas ingin diajukan dalam uraian makalah ini, dengan menarik sebuah organisasi Islam
sebagai fokus kajiannya. Organisasi yang dimaksud adalah Syarikat Islam Indonesia. Masa Pergerakan
Nasional yang dimulai sejak tahun 1908 hingga 1942 merupakan awal mula pergerakan Indonesia. Hal ini
dikarenakan timbulnya banyak organisasi-organisasi yang sudah tersusun secara struktural. Maksud dari
organisasi yang tersusun secara struktural yaitu organisasi yang ada tidaklah bersifat tradisional.
Organisasi yang tradisional bercirikan adanya peran pemimpin yang dominan. Jika pemimpin tersebut
meninggal atau ditangkap maka organisasi tersebut akan bubar dan lenyap. Selain itu nasional di sini
dimaksudkan bahwa organisasi tersebut bukan hanya terpaku oleh daerah-daerah saja, tetapi juga
sudah melebarkan sayapnya hingga meraih anggota dan pengaruh ke daerah lain yang lebih luas lagi.

Salah satu Organisasi pada masa pergerakan nasional adalah Sarekat Islam. Sarekat Islam mula-mula
dinamakan Sarekat Dagang Islam. Ketika masih menjadi Sarekat Dagang Islam organisasi ini lebih
berfokus pada masalah perekonomian, tetapi ketika sudah berubah nama menjadi Sarekat Islam
organisasi ini lebih berfokus lagi pada masalah politik. Sarekat Islam merupakan suatu organisasi yang
banyak memberikan kontribusi kepada pergerakan nasional. Kongres-kongres yang dilakukan oleh
Sarekat Islam banyak yang memberikan kritik kepada pemerintah Belanda serta memberikan peluang
kepada masyarakat pribumi. Walaupun karena kritik tersebut Sarekat Islam pernah dibekukan atau di
non-aktifkan kegiatannya.

Sarekat Islam merupakan organisasi yang memiliki banyak pengikut. Oleh karena itu banyak sekali pihak
yang ingin menggunakannya untuk kepentingan politik sendiri. Paham-paham dari luar yang banyak
memberikan pengaruh juga memberikan dampak yang cukup besar bagi Sarekat Islam itu sendiri. Paham
tersebut juga menjadi bumerang bagi Sarekat Islam. Selain itu juga adanya pro dan kontra di dalam kubu
Sarekat Islam juga memberikan dampak yang begitu besar bagi organisasi tersebut. Indie Weerbaar dan
Volksraad juga memberikan kontribusi dalam perjalanan Sarekat Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah tentang
Sarekat Islam ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah awal Sarekat Islam?

2. Apa pengaruh sosialisme-revolusioner terhadap Sarekat Islam?

3. pengaruh ataupun peran dari Sarekat Islam pada masa Orde Lama?

4. Bagaimana pengaruh ataupun peran dari Sarekat Islam dalam pergerakan nasional?

C. Tujuan

1. Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Sarekat Islam ini adalah sebagai berikut:

2. Memberikan informasi tentang sejarah awal Sarekat Islam.

3. Mengetahui pengaruh sosialisme-revolusioner terhadap Sarekat Islam.

4. Memberikan pengetahuan terkait peran Sarekat Islam pada masa Orde Lama.

5. Menjelaskan pengaruh Sarekat Islam terhadap pergerakan nasional.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Sarekat Dagang Islam (SDI)

Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang
Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905, dengan tujuan
awal untuk menghimpun para pedagang pribumi muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat
bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan
Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi daripada
penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia Belanda
tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi
yang biasa di sebut sebagai Inlanders.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat
sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat
hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan
Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisurjo mendirikan lagi organisasi semacam
itu di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan yang serupa pada tahun
1912. Tjokroaminoto masuk Sarekat Islam bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India yang kelak
kemudian memegang keuangan surat kabar Sarekat Islam, Oetusan Hindia.

B. Sejarah Lahirnya PSII

Syarikat Islam yang kita bicarakan dalam makalah ini pada awalnya bernama Sarekat dagang Islam (SDI).
Ia didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo dengan tokoh pemrakarsanya seorang pedagang, H.
Samanhudi. Konteks yang melatari lahirnya SDI adalah lantaran adanya kesadaran Kaoem Boemipoetra
yang hidup berada dalam tekanan imperialisme kaum penjajah asing (Belanda) yang ketika itu
melahirkan strata masyarakat Nusantara kepada tiga golongan atau tingkatan:

Strata I Kaum Indo Belanda, bangsa Eropa.

Strata II Kaum Perantauan Timur Asing (Cina, Arab, India).

Strata III Kaum Inlander, yaitu bangsa Hindia Belanda (Indonesia).

Kesadaran akan nasib sebagai warga negara kelas tiga di tanah tumpah darahnya sendiri, menyebabkan
kalangan saudagar muslim dan para haji bangkit untuk memberdayakan kaumnya. Mereka melakukan
gerakan dagang atau ekonomi dengan iktikad melawan atau meruntuhkan dominasi kekuatan kaum
Cina perantauan yang kala itu mendapat hak-hak lebih dan istimewa dalam dunia ekonomi dan
perdagangan. Perdagangan besar dikuasai oleh kaum Indo-Belanda, sentra-sentra ekonomi berbasis
pasar dikuasai para Cina, Arab, India sedang bangsa Indonesia menjadi kaum kebanyakan, buruh dan
pekerja kasar.

Kondisi seperti diungkap di atas, jelas menampakkan bahwa kesadaran dasar yang muncul pertama kali
dalam sejarah organisasi Islam ditandai dengan kelahiran Sarekat Dagang Islam diawali dari kesadaran
akan ketereleminasian umat dari sisi ekonomi. Di samping itu yang penting pula diperhatikan dalam
latar belakang kemunculan SDI ini adalah adanya kesadaran dari sebagian masyarakat akan pentingnya
pencerahan pemikiran, terutama pemikiran keislaman, bagi bangkit dan majunya umat Islam di
Indonesia.

Lahirnya kesadaran dan bangkitnya kaum muslimin saat itu, sesungguhnya kuat didorong oleh adanya
kebangunan Islam dunia, dan peranan pelaksanaan haji di awal abad ke-20. Hal itu dapat
mengindikasikan bahwa pergerakan SDI pada dasarnya kuat dipengaruhi secara eksternal oleh
fenomena gerakan tajdid (pembaruan) pemikiran Islam yang sedang berlangsung di belahan dunia Timur
Islam, yang diprakarsai oleh antara lain: Syaikh Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan para
mujtahid lainnya. Hal itu langsung maupun tidak, berimbas juga pada dorongan internal yaitu kesadaran
kaum muslimin akibat adanya interaksi pergaulan pada mereka yang melaksanakan ibadah haji di tanah
suci

Dari sinilah kita menandai adanya kebangunan Islam di Indonesia, sebagai pertanda dan menjadi
rangkaian perubahan masyarakat di Nusantara ketika itu. Titik tekan terpenting yang menjadi sebab
kebangunan ataupun kebangkitan umat Islam saat itu adalah tumbuhnya kesadaran umat Islam di
seluruh dunia untuk melakukan perjuangan anti kolonialisme kaum kuffar yang menjajah banyak wilayah
Islam, termasuk Indonesia. Kehadiran para jamaah haji di tanah haram tentu memberikan pengaruh
tersendiri bagi terbangunnya sentimen keagamaan untuk kemudian berkembang menjadi sebuah
gerakan kaum muslimin atas keterjajahan diri dan bangsanya.

Sisi lain yang juga menjadi motivasi adalah dalam konteks menghadapi ancaman yang disebut Rosihan
Anwar sebagai “kerstening politiek” Belanda yang diberlakukan di tanah jajahan ini. Perlawanan atas
kebijakan politik Belanda itulah, membuat kaum muslimin Indonesia secara patriotik melakukan respons
perwiranya. Keragaman sebab yang merupakan kausa prima itu kemudian saling bersinergi satu sama
lain yang muaranya bertumpu dan berakumulasi pada lahirnya kesadaran baru kaum muslimin untuk
melepas diri dari keterkungkungan kaum penjajah, dan menghadapi persaingan dagang dengan kaum
Cina Perantauan dan keturunan India.

Mantan Ketua Umun Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam, M.A. Ghani, menyebutkan, bahwa ada 4 (empat)
pokok pikiran yang menjadi tujuan perjuangan SDI sebagai wadah perjuangan kaum muslimin ketika itu:

Upaya memperbaiki nasib rakyat dalam bidang sosial ekonomi;

Mempersatukan para pedagang batik agar dapat bersaing dengan pedagang dari keturunan Cina;

Kehendak mempertinggi derajat dan martabat bangsa pribumi;


Mengembangkan serta memajukan pendidikan dan agama Islam.

Dari awal gerakan yang berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan perdagangan, gerakan berubah
menjadi gerakan sosial, ekonomi dan keagamaan. Label Islam tetap menjadi citra kejuangannya. Maka
pada 1906 (atau ada juga yang menyebutnya pada 1911) berubahlah nama pergerakan itu menjadi
Sarekat Islam (SI). Perubahan nama menjadi Syarikat Islam (SI) ini secara langsung ataupun tak langsung
adalah disebabkan karena bergabungnya seorang tokoh “pemberontak” H.O.S. Tjokroaminoto yang
bekerja pada sebuah maskapai penerbangan di Surabaya ke dalam tubuh perkauman ini. Dari sini
stressing dan aksentuasi pergerakan tidak lagi bertumpu sekadar pada urusan dagang atau ekonomi
semata tetapi jauh lebih meluas, menyentuh aspek-aspek lainnya.

Partai Syarikat Islam Indonesia sering membanggakan dirinya sebagai Partai tertua di Indonesia, karena
ia memang berasal dari Sarekat Dagang Islam (SDI, 1911) dan Sarekat Islam (SI, 1912). Tetapi sebab
langsung partai tersebut didirikan kembali padahal sebelumnya telah ada kebulatan tekad untuk melihat
Masjumi sebagai satu-satunya partai Islam, ialah usaha formatir Amir Syarifuddin membentuk kabinet
pada tahun 1947 yang ingin mengikutkan kalangan Islam tetapi ditolak oleh Masjumi. Rupanya kalangan
PSII terpancing oleh ajakan Amir Syarifuddin; mereka bersedia duduk dalam kabinet yang ia bentuk.

Segera sesudah PSII didirikan kembali pada tahun 1947 itu, pimpinan PSII mengeluarkan pengumuman
yang mengatakan bahwa PSII tidak mempunyai perikatan dengan Masyumi. PSII masuk kabinet semata-
mata berdasarkan tanggung jawabnya terhadap negara yang sedang menghadapi ketegangan yang
sangat serta kesulitan besar sehingga partai merasa perlu menanggulanginya. Suatu konperensi
mewajibkan pimpinan partai menghubungi Masjumi guna mencari penyelesaian dalam kelangsungan
hidup bernegara, persatuan Islam dan umumnya orang Indonesia. Tetapi sampai Masjumi dibubarkan
pada tahun 1960 hubungan seperti itu tidak pernah dilakukan.

C. Pengaruh Sosialisme-Revolusioner Terhadap Sarekat Islam

Sarekat Islam (SI) yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme-revolusioner. Paha mini dibawa atau disebarkan oleh H.J.F.M.Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914.

Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut
tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan impor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga
usahanya kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai “Blok di
dalam”, mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu
membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Smaoen, Darsono,
Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi “SI Putih” yang dipimpin
oleh H.O.S. Tjokroaminoto dan “SI Merah” yang dipimpin oleh Semaoen. SI Merah berlandaskan asas
sosialisme-komunisme.

Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antara lain
Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini
dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat
untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.

Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya
organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin
ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000
orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.

Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga
dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial
mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak ISDV.

Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal)
dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di
Semarang.

SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo) berhaluan
kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri
berpusat di kota Semarang. Sedangkan H.O.S. Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara
kedua kubu tersebut.

Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komitmen (Partai
Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di
Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa
Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang
bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono
membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan
Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu,
Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).

D. Peran Sarekat Islam Pada Masa Orde Lama

Sarekat Islam adalah organisasi yang berjuang untuk Indonesia. Mencoba mempertahankan dan
memperjuangkan paham Pan Islamisme yang selalu diusik oleh lawannya dan penyusup. Sarekat Islam
adalah suatu organisasi pergerakan nasional di kalangan kaum muslimin, yang berkembang sebagai
organisasi massa rakyat Indonesia yang pertama. Organisasi ini bermula dari Sarekat dagang Islam yang
didirikan di Solo oleh H. Samanhudi pada akhir tahun 1911. Setelah mengalami masa kejayaannya tahun
1916 sampai 1921, organisasi ini sedikit demi sedikit mengalami kemunduran, karena adanya penetrasi
dari kaum Marxis dan perpecahan organisasi akibat perbedaan pandangan politik di antara pemimpin-
pemimpin organisasi.

Sarekat Dagang Islam mula-mula didirikan oleh kalangan pedagang batik di desa Lawehan, Solo.
Persaingan di bidang batik yang makin meningkat antara pedagang pribumi dan pedagang Cina, dan
sikap superioritas orang Cina terhadap orang Indonesia setelah berhasilnya Revolusi Cina tahun 1911,
mendorong pedagang-pedagang batik pribumi menghimpun diri. Selain karena alasan di atas, pedagang
batik Solo juga merasakan tekanan dari bangsawan setempat. Atas kepeloporan H. Samanhudi, saudagar
batik dari Lawehan, Solo, dan dukungan R.M. Tirtoadisuryo, seorang wartawan yang pernah mendirikan
Sarekat Dagang Islamiyah di Jakarta (1909) dan di Bogor (1911), didirikanlah Sarekat Dagang Islam.

Anggaran dasar pertama Sarekat Dagang Islam tertanggal 11 November 1911 dirumuskan oleh R.M.
Tirtiadisuryo. Tujuan organisasi menurut anggaran dasar adalah; berikhtiar meningkatkan persaudaraan
di antara anggota, dan tolong menolong di kalangan kaum Muslimin; berusaha meningkatkan derajat
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta kebebasan Negeri. Organisasi ini berhasil meluas sampai
masyarakat bawah.

Hal ini membuat pihak pengusaha khawatir, lebih-lebih setelah kegiatan para anggota di Solo meningkat
tanpa dapat diawasi oleh pengurus setempat. Kerusuhan meningkat dan perkelahian yang melibatkan
orang Cina kerap terjadi. Pemogokan dilancarkan oleh pekerja di perkebunan Krapyak di
Mangkunegaran. Pihak penguasa menganggap hal ini disebabkan oleh Sarekat Dagang Islam. Oleh sebab
itu, pada awal Agustus 1912, residen Surakarta segera membekukan organisasi ini, SDI dilarang
menerima anggota baru dan mengadakan rapat-rapat. Penggeledahan terhadap tokoh-tokoh organisasi
dilakukan, tetapi tidak menemukan bukti-bukti bahwa SDI memang berbahaya.

Pada tanggal 26 Agustus 1912, pembekuan ini dicabut dengan syarat bahwa anggaran dasar organisasi
ini diubah, dan organisasi ini terbatas di daerah Surakarta saja. Sekalipun demikian, tetapi anggota SDI
terus bertambah, tidak saja di Surakarta tetapi di daerah lain di Jawa.

Sementara itu di lingkungan organisasi muncul pemimpin baru yakni H. Oemar Said (H.O.S.)
Tjokroaminoto. Tanpa memperhatikan persyaratan yang dituntut Residen, Tjokroaminoto menyusun
anggaran baru: organisasi ini dinyatakan meliputi seluruh Indonesia, dan kata “dagang” dihapuskan. H.
Samanhudi diangkat menjadi ketua Sarekat Islam (SI), dan Tjokroaminoto Komisaris. Anggaran dasar
organisasi ini disahkan dengan akta di Surabaya pada tanggal 1912, dan segera diajukan kepada
pemerintah guna mendapatkan persetujuan.

Dilihat dari anggaran dasar yang baru, peran Sarekat Islam dalam pergerakan Nasional di antaranya
adalah:

Mengembangkan jiwa dagang,

Memberi bantuan kepada anggota yang menderita kesukaran,

Memajukan pengajaran dan memajukan semua yang dapat mengangkat derajat warga pribumi,

Menentang pendapat-pendapat keliru tentang Islam.


Tujuan politik tidak disinggung-singgung dalam anggaran dasar ini. Akan tetapi dalam kenyataannya,
seluruh kegiatan SI tidak lain adalah daripada untuk mencapai suatu tujuan kenegaraan. Keadilan dan
kebenaran selalu diperjuangkan dengan gigih oleh organisasi, misalnya terhadap praktik-praktik
penindasan dari pemerintah. Dalam kongresnya yang pertama pada bulan Januari 1913, Kegiatan SI
bersifat menyeluruh kepada segenap pelosok tanah air.

Dalam kongres ditetapkan wilayah SI dibagi tiga bagian, Wilayah Jawa Barat yakni Jawa Barat, Sumatra
dan pulau-pulau daerah Sumatra, wilayah Jawa Tengah yang meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan,
wilayah Jawa Timur yang meliputi Jawa Timur, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa dan pulau-pulau
lainnya di wilayah Indonesia Timur. Cabang-cabang SI ini berada di bawah pengawasan SI pusat di
Surakarta, yang diketuai oleh H. Samanhudi.

Pemerintah Hindia Belanda sangat berhati-hati menghadapi situasi yang demikian hidup dan
mengandung unsur-unsur Revolusioner ini. Pemerintah akhirnya menolak memberikan pengakuan
terhadap SI pusat, dan hanya memberikan pengakuan terhadap SI lokal. Sampai tahun 1914 ada 56 SO
lokal yang diakui badan hukumnya. Keputusan ini tentu saja mempengaruhi struktur organisasi SI.
Struktur pusat dan cabang yang ditetapkan dalam kongres tidak dapat diterapkan. Jalan keluar dicari,
persyaratan dari pemerintah dipenuhi, tetapi jaga dikembangkan kerja sama antara SI lokal. Untuk itu,
dalam suatu pertemuan di Yogyakarta pada tanggal 18 Februari 1914 diputuskan untuk membuat
pengurus sentral.

Pada tahun 1915 didirikanlah Central Sarekat Islam (CSI) berkedudukan di Surabaya, yang tujuannya
memajukan, membantu, dan memelihara kerja sama antara SI lokal. Pengurus CSI terdiri atas H.
Samanhudi sebagai ketua kehormatan, Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Gunawan sebagai wakil ketua.
Semua SI lokal merupakan anggota CSI. Pada tanggal 19 Maret 1916, CSI ini baru diakui pemerintah
dengan syarat wajib mengawasi tindakan-tindakan pengurus dan SI lokal. Sementara itu, jumlah anggota
dan cabang SI terus berkembang dengan pesat, dan SI menjadi organisasi massa yang pengaruhnya
sangat terasa dalam kehidupan politik Indonesia.

Pada tahun 1916, cabang SI lokal di seluruh Indonesia berjumlah 181 cabang, dengan anggota
seluruhnya 700.000 orang. Jumlah cabang yang mengikuti kongres tahun ini sebanyak 75 cabang.
Sebagai perbandingan, Budi Utomo di masa kejayaannya tahun 1909 hanya memiliki anggota 10.000
orang.

Pada periode setelah 1916, wawasan SI adalah wawasan nasional yang bertujuan terbentuknya suatu
bangsa. Inilah sebabnya sejak tahun 1916 ini kongres tahunan SI disebut kongres Nasional. Dalam
kongres Nasional SI pertama tahun 1916, berhasil dirumuskan sifat politik SI, yang kemudian disahkan
pada kongres Nasional partai yang kedua tahun 1917. Isi pokok politik organisasi, antara lain,
mengharapkan hancurnya kapitalisme yang jahat dan memperjuangkan agar rakyat pada akhirnya nanti
dapat melaksanakan pemerintahan sendiri.

Sejalan dengan perkembangan SI yang sangat pesat, orang-orang sosialis yang tergabung dalam ISDV
(Indische Sociaal Democratische Vereneging) seperti Sneevliet, P. Bergsma, H.W. Dekker berusaha
memanfaatkan SI sebagai jembatan ISDV kepada massa rakyat Indonesia. Dengan menggunakan taktik
infiltrasi, orang-orang sosialis ini berhasil menyusup ke tubuh SI, dan menyebarkan paham Marxis di
lingkungan anggota SI.

Dalam satu tahun, Sneevliet dan kawan-kawannya telah memiliki pengaruh yang cukup kuat di kalangan
anggota SI. Keadaan buruk akibat perang Dunia I, panen padi yang jelek, serta ketidakpuasan buruh
perkebunan terhadap upah yang rendah merupakan isu-isu yang menguntungkan bagi propaganda
mereka.

Selain itu, CSI sebagai koordinator SI lokal masih lemah dan kondisi kepartaian pada waktu itu
memungkinkan seseorang sekaligus menjadi anggota beberapa partai. Ini semua memudahkan mereka
melakukan Infiltrasi ke tubuh SI. Banyak anggota SI yang ditarik menjadi anggota ISDV.

Bahkan Sneevliat berhasil menarik beberapa pemimpin muda SI menjadi pemimpin ISDV. Yang
terpenting adalah Semaun dan Darsono. Mereka berdua tahun 1916 menjadi SI cabang Surabaya.
Semaun kemudian pindah ke Semarang, dan menjadi pemimpin SI Semarang, yang sebelumnya memang
telah menerima banyak pengaruh dari Sneevliet. Semarang sendiri merupakan tempat pertama kali ISDV
didirikan tahun1914. Dengan usaha Semaun yang gigih, SI Semarang mengalami perkembangan peesat.
Pada tahun 1916 anggotanya sudah 1.700 orang, dan tahun 1917 berjumlah 20.000 orang.

Semaun, Darsono dan kawan-kawannya, yang berorientasi Marxistis, senantiasa melancarkan oposisi
terhadap kepemimpinan Tjokroaminoto. SI Semarang tidak hanya menyerang pemerintah dan kapitalis
asing, tapi juga menyerang CSI. Hal ini menimbulkan krisis kepemimpinan dalam organisasi SI.
Sementara pertentangan antara pendukung paham Islam dan pendukung paham Marxis terus bergolak.

CSI melihat munculnya kesulitan-kesulitan dengan SI Semarang adalah akibat keterlibatan ISDV. Oleh
sebab itu, dalam kongres SI bulan Oktober 1917, organisasi memutuskan segala hubungan organisasi
dengan ISDV. Pertentangan tentang haluan politik partai telah muncul dalam kongres Nasional kedua
tahun 1917. Ditegaskan dalam kongres bahwa tujuan perjuangan organisasi adalah terwujudnya
pemerintahan sendiri, dan menentang segala bentuk pengisapan oleh kapitalis. Akan tetapi terdapat
dua pendirian yang saling bertentangan. Abdul Muis dan H. Agus Salim berpendirian bahwa untuk
mencapai tujuan organisasi perlu ditempuh dengan cara-cara yang legal. Sementara Semaun dan
Darsono, berpendirian bahwa apabila ingin mencapai apa yang dicita-citakan, organisasi harus
meninggalkan segala bentuk kerja sama dengan pemerintah.

Dalam pembahasan Volkskraad yang akan dibentuk pemerintah, pertentangan di antara kedua kubu
inipun terjadi. Abdul Muis menganggap Volkskraad sebagai langkah untuk mendirikan dewan perwakilan
yang sebenarnya, dan dengan ikut dalam volkskraad, SI dapat membela kepentingan rakyat. Semaun
berpendirian lain. Volkskraad baginya hanyalah akal kaum kapitalis untuk mengelabui rakyat jelata guna
memperoleh keuntungan yang lebih besar. Abdul Muis dan kawan-kawan lebih mendapat dukungan,
dan diputuskan bahwa SI tetap bergerak melalui jalan legal, dan ikut berpartisipasi dalam Volkskraad.

Sarekat Islam kemudian ikut dalam musyawarah Komite Nasional pada tahun 1917 tentang pemilihan
anggota-anggota Indonesia untuk Volkskraad yang akan dibentuk. H.O.S. Tjokroaminoto akhirnya
diangkat oleh pemerintah menjadi anggota Volkskraad setelah Volkskraad dibentuk tahun 1918.
Sementara itu, Abdul Muis menjadi anggota Volkskraad yang terpilih.

Pertentangan antara kubu Abdul Muis dan Kubu Semaun ini terjadi dalam hal Indie Weerbar Actie (Aksi
Ketahanan Hindia). Terjadi perbedaan yang tajam antara mereka, tidak hanya pertikaian antara dua
kubu, tetapi meluas sampai masalah-masalah pribadi. Pertikaian ini kemudian diselesaikan secara resmi
dalam kongres Nasional SI di Surabaya pada tahun 1918 bulan Oktober dengan keduanya membatasi
setiap pertentangan yang muncul. Akan tetapi usaha tersebut juga tidak mampu menjembatani kedua
kubu ini.

H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis menjadikan Volkskraad sebagai forum untuk mengemukakan
tuntunan-tuntunan partai seperti yang diputuskan dalam kongres. Keduanya bekerja sama dengan
wakil-wakil lain yang sehaluan dalam fraksi Radicale Concentratie dengan maksud mempercepat
realisasi badan perwakilan sesungguhnya. Akan tetapi masalah partisipasi partai di Volkskraad
menghangat kembali setelah penolakan dewan atas mosi partai untuk mengurangi luas tanah yang
dipergunakan untuk penanaman tembakau.

Beberapa pemimpin SI yang pada mulanya menyetujui partisipasi partai dalam volkskraad mulai
mempersoalkan perlu dan tidaknya partisipasi ini. Sosrodarsono, sekretaris CSI, menuntut agar
Tjokroaminoto dan Abdul Muis meninggalkan dewan. Sikap Si terhadap volkskraad kemudian berubah
sama sekali. H. Agus Salim yang semula sangat mendukung SI dalam volkskraad mencap bahwa
volkskraad tidak lebih dari “komedi kosong”, demikian juga Indiee Weerbaar Actie. SI mulai bersikap
lebih radikal. Jika pada tahun 1915-1916-an semboyan SI masih “kerja sama dengan pemerintah untuk
kepentingan Hindia”, pada tahun 1918 semboyan ini berubah menjadi menentang pemerintah dan
kapitalis yang jahat.

Dalam Kongres Nasional di Surabaya tahun 1918, yang dihadiri oleh 87 SI lokal, pemerintah jajahan
dikecam dengan hebat. Pemerintah dituduh hanya melindungi kepentingan kapitalis tanpa
menghiraukan nasib rakyat kecil. Pegawai-pegawai pemerintah pribumi dicap sebagai alat penyokong
kapitalis. SI menuntut perbaikan syarat-syarat perburuhan, adanya pemerintahan sendiri, adanya
undang-undang kepemilikan, hak angket dan interpelasi volkskraad, perwakilan yang seimbang, dan
lain-lain.

Sejalan dengan perubahan haluan politik SI ke arah non kooperasi, golongan marxis mendapatkan
jabatan di dalam tubuh CSI. Sehingga mereka memiliki pengaruh yang semakin kuat. Pada kongres
Nasional di Surabaya tahun 1918, Darsono, Prawoto Sudibyo dan Semaun mendapatkan kursi di CSI yang
baru. Walaupun H.O.S. tjokroaminoto dan Abdul Muis masih menjabat sebagai presiden dan wakil
presiden. Kepengurusan dari kaum Marxis tersebut merupakan sebuah kemajuan besar bagi golongan
itu. Pada Kongres Nasional SI tahun 1919 masalah kelas sedang menghangat. Dalam kongres disusun
serikat buruh dan dibentuk vaksentraal buruh. Kemudian semuanya dibuktikan dengan berdirinya PPKB
(Persatuan Pergerakan Kaum Buruh) pada 15 Desember 1919.

Pembentukan serikat ini menimbulkan persaingan antara Abdul Muis, H. Agus Salim dan kawan-kawan
dengan Semaun, Darsono dan kawan-kawan. Kedua pihak menginginkan menguasai PKBB tersebut.
Suryopranoto sebagai wakil presiden PPKB ingin memindahkan pusat PPKB dari Semarang ke
Yogyakarta. Semaun menuduh hal ini sebagai usaha untuk menghapuskan kaum komunis. Kedua belah
pihak saling mengecam. Pada tahun 1921 bulan Juni Semaun menyatakan PKBB bubar dan diganti
dengan Revolutionare Vakcentrale, nama yang sebelumnya diusahakan oleh Komunis saat penamaan
PPKB. Pembubaran ini tidak diakui oleh Suryopranoto, dalam rapat yang diadakan bulan Juli 1921
ditegaskan bahwa PPKB masih berlanjut.

Pada tahun ini SI berada di puncak kejayaan. Dengan memiliki jutaan anggota. Namun di tahun ini juga
merupakan titik balik perkembangan SI. Pertentangan, pertikaian, perbedaan ideologi menjadi corak
yang dalam kubu SI kini. Masalah-masalah tersebut membuat keretakan dalam hubungan organisasi.

Dalam kongres Istimewa bulan Maret tahun 1921 yang diselenggarakan di Yogyakarta dilakukan
penyusunan tafsir baru, antara lain mengenai kompromi antara kelompok yang bertikai. Walaupun
demikian, orang yang terpengaruh ISDV selalu menjadi Oposisi kebijakan yang dilakukan oleh SI. Ini
menimbulkan kebencian terhadap kaum komunis yang mendorong SI untuk mengeluarkan golongan
komunis dari tubuh SI.

Dalam kongres di Surabaya pada bulan Oktober tahun itu juga dibahas mengenai disiplin partai.
Diputuskan bahwa anggota SI dilarang untuk memiliki organisasi ganda. Mereka harus memilih atau
keluar dari SI. Beberapa SI lokal menentangnya, seperti dari Salatiga, Semarang, Sukabumi dan Bandung.
Akan tetapi suara terbanyak menyetujui disiplin partai tersebut. Maka dari itu anggota SI menyusut.
Anggota yang terpengaruh ISDV keluar dari SI. Untuk menggairahkan kembali organisasi, maka SI mulai
bergerak ke arah keagamaan. Dibentuklah Komite Kongres Al Islam bersama dengan Muhammadiyah
dengan mencoba menyebarkan paham Pan Islamisme. Hubungan dengan gerakan Islam di luar negeri
segera diusahakan.

Kepercayaan partai kepada pemerintah perlahan menurun, lalu lenyap dengan segera. Sehingga
organisasi benar-benar bersifat non kooperatif. Penahanan Tjokroaminoto oleh pemerintah selama
kurang lebih tujuh bulan dari 1921-1922 karena tuduhan keterlibatan dengan gerakan SI afdeeling B di
Jabar, menghilangkan kesediaan partai untuk patuh pada pemerintah.

Di kalangan SI muncul gagasan untuk melakukan reorganisasi. Susunan organisasi lama dianggap sudah
tidak cocok. Juga dapat membahayakan kepemimpinan organisasi. SI lokal dapat bergerak lebih bebas
dibandingkan CSI yang bertanggung jawab atas tindakan SI lokal. Maka dalam kongres ketujuh bulan
Februari 1923 dibahas kemungkinan SI untuk mundur dari volkskraad. Dalam kongres ini pula
diputuskan akan adanya reorganisasi. SI akhirnya diubah menjadi Partai Sarekat Islam.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari adanya pemaparan di atas tentang Sarekat Islam, maka dapat kita tarik kesimpulan, bahwasanya:

SDI pertama kali didirikan di Sola pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Kyai Haji Samanhudi dibantu oleh
M. Asmadimejo, M. Kertokirono, dan M. H. Rojak. Motif utama didirikannya organisasi ini adalah
berusaha menerapkan sistem ekonomi Islam di dunia perdagangan Indonesia, khususnya bagi pedagang
batik di Solo. Sebelum lahirnya SDI, terjadi diskriminasi tajam yang sengaja dilakukan pihak bangsawan
kepada masyarakat biasa. Juga sangat menonjol sikap angkuh dan superioritas dari kalangan pedagang
China kaya yang banyak mendominasi perdagangan pada saat itu. Maka, SDI dimaksudkan sebagai
benteng untuk menentang si superioritas dan dominasi pedagang China sekaligus mendobrak
diskriminasi bangsawan yang bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat awam

Sarekat Islam yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme
revolusioner. Menurut analisis tokoh-tokoh Sarekat Islam, munculnya ISDV yang dikembangkan oleh
orang Belanda H.J.F.M. Sneevliet merupakan usaha pemerintah Belanda untuk menggoncang kestabilan
Sarekat Islam, sekaligus pemecah belah dari akar tubuh Sarekat Islam karena pemerintah memang
khawatir dengan semakin kuatnya posisi Sarekat Islam. Usaha H.J.F.M. Sneevliet berhasil setelah mampu
mempengaruhi pimpinan Sarekat Islam di Semarang yang waktu itu dipegang oleh Semaon, dengan
masuknya ke tubuh ISDV. Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat
Islam cabang Semarang. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai “Blok di
dalam”, mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu
membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan dasar dan cara yang berbeda (ateis-
komunisme).

Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya
dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang
perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap, karena disiplin partai yang tidak
memperbolehkannya. Sekeluarnya dari Sarekat Islam, mereka semakin giat melakukan propaganda
dalam usaha memasyarakatkan ideologi sosialis, bahkan tidak sekedar propaganda, mereka juga
memfokuskan gerakan-gerakan yang bersifat “phsyie”(kejiwaan). Puncak peristiwa adalah ketika mereka
memproklamasikan berdirinya PKI, kemudian mengadakan pemberontakan di daerah Jawa Tengah dan
Sumatera Barat pada tahun 1926. Kelompok ini lebih dikenal dengan Sarekat Islam Merah (Sosialis
Indonesia). Sementara Sarekat Islam yang tulen dan Islamis disebut Sarekat Islam Putih.

Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa program kerja, program kerja dibagi atas delapan bagian
yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak
Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang
sesungguhnya untuk legislatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin
untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut penghapusan peraturan
diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islam pun
menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama
Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan
menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara
penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan
menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasionalisasi industri-industri
monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam
bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang
dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk
memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-
anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah
poliklinik dengan gratis. Oleh karena itu, Serikat Islam berhasil mencapai lapisan bawah masyarakat yang
berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita.

B. Saran

Perlu kiranya kita kembali membongkar dan menelaah perjuangan politik yang dilakukan oleh tokoh-
tokoh pergerakan kita, agar kita dapat mengetahui cita-cita mereka. Bagaimana mereka menjadikan
kerja politik, kerja sosial dan sebagainya tidak hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, namun
demi sebuah perbaikan nasib negeri ini. Dengan demikian kita akan lebih jernih menyelami akar dari
arah Indonesia ke depan yang terdapat dalam pemikiran tokoh pendahulu negeri ini, sehingga hal itu
dapat menjadi inspirasi bagi pergerakan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syaukani. 1997. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: PT Pustaka Setia.

Amel. 1996. H.O.S. Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Bulan Bintang.

Deliar, Noer. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.

Jamaludin. 2008. Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, Pengaruh Pergerakan Pemuda. (Skipsi).


Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah.

Kahin, George McTurnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Terj. Nin Bakdi Soemanto.
Surakarta: UNS Press.
Karim, M. Abdul. 2007. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Kolonialisme
sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sitorus, L.M. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Sudiyo. 1989. Perhimpunan Indonesia Sampai Dengan Lahirnya Sumpah Pemuda. Jakarta: Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai