Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL

TERAPI AIR HANGAT PADA MAHASISWA PENDERITA

GASTRITIS TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN

NYERI LAMBUNG

DI UNIVERSITAS BHAKTI TUNAS HUSADA

KARYA TULIS ILMIAH

ELSA TRI ERYANZANI


NIM : 10120116

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA

2023

TERAPI AIR HANGAT PADA MAHASISWA PENDERITA

GASTRITIS TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN

NYERI LAMBUNG

DI UNIVERSITAS BHAKTI TUNAS HUSADA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar


Ahli Madya Keperawatan

KARYA TULIS ILMIAH

ELSA TRI ERYANZANI


NIM : 10120116

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BAKTI TUNAS HUSADA

2023

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan Semua sumber
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Elsa Tri Eryanzani


NIM : 10120116
Tanda Tangan :
Tanggal :
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk
Dipresentasikan Dalam Seminar Proposal KTI

JUDUL : TERAPI AIR HANGAT PADA MAHASISWA PENDERITA


GASTRITIS TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN
NYERI LAMBUNG DI UNIVERSITAS BHAKTI TUNAS

HUSADA TASIKMALAYA

PENYUSUN : Elsa Tri Eryanzani


NIM : 10120116

Tasikmalaya, Juni 2023

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Asep Robby, S.Kep., Ners., M.Kep Teti Agustin, S.Kp., M.Kep.,


NIDN : 0403038302 NIDN: 0417087103

Mengetahui
Ketua Prodi DIII Keperawatan
Asep Robby, S.Kep., Ners., M.Kep
NIDN : 0403038302
HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Dipertahankan
Dalam Sidang KTI

JUDUL : TERAPI AIR HANGAT PADA MAHASISWA PENDERITA


GASTRITIS TERHADAP FREKUENSI KEKAMBUHAN
NYERI LAMBUNG DI UNIVERSITAS BHAKTI TUNAS

HUSADA TASIKMALAYA

PENYUSUN : Elsa Tri Eryanzani


NIM : 10120116

Tasikmalaya, Juni 2023

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Asep Robby, S.Kep., Ners., M.Kep Teti Agustin, S.Kp., M.Kep.,


NIDN : 0403038302 NIDN: 0417087103

Mengetahui
Ketua Prodi DIII Keperawatan
Asep Robby, S.Kep., Ners., M.Kep
NIDN : 0403038302

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah
ini. Penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai syarat
menyelesaikan Pendidikan gelar Ahli Madya Keperawatan Program Studi
Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Baktu Tunas
Husada.
Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Hj. Yayah Syafariah, S.Kep., Ners., MM selaku Ketua Yayasan Bakti
Tunas Husada

2. Dr. Ruswanto, M.Si., selaku Rektor Universitas Bakti Tunas Husada.

3. Dr. Rudy Hidana, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Bakti Tunas Husada.

4. Asep Robby, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku Ketua Prodi D III Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Tunas Husada.

5. Asep Robby, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku Pembimbing Utama yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan proposal ini.

6. Teti Agustin, S.Kp., M.Kep., selaku dosen wali sekaligus sebagai


Pembimbing Pendamping dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah.
7. Ns. Syaefunnuril Anwar H, Sp.Kep.MB., selaku Penguji Seminar Proposal
Karya Tulis Ilmiah

8. Seluruh staf dosen dan laboran Prodi D III Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Bakti Tunas Husada yang telah membimbing
terhadap selama mengikuti perkuliahan.

9. Seluruh staf perpustakaan Universitas Bakti Tunas Husada yang telah


membantu penyediaan buku sumber.

10. Pihak lahan penelitian yang telah mengizinkan dan memfasilitasi dalam
proses pengambilan data.

11. Orang tua tercinta yang senantiasa memberikan do’a, bimbingan, dukungan
material maupun moral selama penulis mengikuti pendidikan di Universitas
Bakti Tunas Husada

12. Sahabat tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, selama penulis


mengikuti Pendidikan di Universitas Bakti Tunas Husada dan.

13. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan ke 28 Program Studi Diploma III


Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Tunas Husada yang
telah bersama-sama menempuh pembelajaran di kampus tercinta.

Akhir kata penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan


semua pihak yang telah membantu. Semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu khususnya ilmu keperawatan.

Tasikmalaya, Juni 2023


Penulis

Elsa Tri
Eryanzani
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan kesehatan pada masyarakat khususnya di negara


berkembang seperti di Indonesia sangat beragam, penyakit gastritis merupakan
salah satu penyakit yang banyak dialami. Penyakit gastritis atau yang biasa
dikenal dengan maag merupakan proses inflamasi atau peradangan yang
terjadi pada mukosa lambung dan sub mukosa lambung. Masalah kesehatan
yang paling sering dijumpai pada fasilitas kesehatan seperti klinik, puskesmas
bahkan rumah sakit, salah satunya yaitu gastritis. Penyakit ini banyak dan
sering ditemui di fasilitas kesehatan dengan gejala seperti rasa mual atau
muntah, rasa lemah, rasa nyeri, sakit kepala hingga nafsu makan menurun
(Priyanta, 2013).
Proses peradangan ini mengakibatkan terjadinya bengkak di mukosa
lambung hingga epitel terlepas, terlepasnya epitel kemudian merangsang
terjadinya proses inflamasi pada lambung. Penyakit gastritis adalah salah satu
permasalahan dalam hal kesehatan bagian pencernaan yang sering ditemukan,
ada sekitar 10% orang datang di IGD (Instalasi Gawat Darurat) dengan adanya
nyeri tekan didaerah epigastrium. Selain nyeri, gastritis juga membutuhkan
pemeriksaan penunjang lainnya, seperti endoskopi untuk memperkuat
diagnosa yang akan diangkat oleh para dokter atau tim medis lain (Sunarmi,
2018).
Gastritis memiliki banyak faktor yang membuat angka kejadian
semakin meningkat, menurut WHO (World Health Organization) di setiap
tahunnya insiden penyakit gastritis di dunia ada sekitar 1,8 juta - 2,1 juta
penduduk, seperti di Kanada (35%), China (31%), Jepang (14,5%) Inggris
(22%), dan Perancis (29,5%). Pada tahun 2016 terdapat angka kematian
didunia yang diakibatkan oleh penyakit gastritis di ruang perawatan inap
sekitar 17-21% dari kasus yang ada. Di tiap tahunnya di Asia Tenggara ada
sekitar 583.635 yang menderita penyakit ini, sedangkan di Negara Indonesia
berdasarkan data menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2016
memiliki 40,8% peristiwa penyakit gastritis. Di beberapa bagian daerah di
Indonesia menunjukkan angka kejadian yang cukup tinggi dengan prevalensi
274.396 kasus (Waluyo & Suminar 2017).
Presentase kejadian penyakit gastritis di Negara Indonesia didapatkan
ada40,8% menurut WHO terbilang cukup tinggi. Pada tahun 2017 berdasarkan
profil kesehatan Indonesia, kejadian gastritis menempati posisi kelima dari
sepuluh besar penyakit yang paling banyak dialami oleh pasien di ruang
perawatan inap di sebagian besar Rumah sakit yang ada di Indonesia dengan
jumlah kasus ada 24.716 dan menduduki posisi keenam dari sepuluh besar
penyakit paling banyak dialami pasien rawat jalan di Rumah sakit yang ada di
Indonesia yakni sebanyak 88.599 kasus.
Nyeri merupakan suatu masalah yang umumnya sering terjadi pada
para penderita gastritis. Nyeri dapat dikatakan sebagai sebuah pengalaman
emosional dan sensori yang tidak mengenakan yang diakibatkan dari rusaknya
suatu jaringan secara aktual maupun potensial. Yang menjadi alasan utama
seseorang yang mencari fasilitas kesehatan yakni diakibatkan karena rasa nyeri
yang dirasakan. Rasa nyeri dialami bersamaan dengan beberapa proses
penyakit atau dengan beberapa prosedur pemeriksaan diagnostic atau
pengobatan. Rasa nyeri adalah hal yang sifatnya subjektif, yang berhubungan
dengan panca indra manusia. Nyeri juga dapat disebut sebagai perasaan
individual yang rumit, unik dan universal (Potter & Perry, 2013).
Taylor (2013) mendefinisikan nyeri sebagai suatu yang sulit dimengerti
dan merupakan peristiwa yang cukup kompleks meski bersifat mendunia, akan
tetapi masih merupakan suatu hal yang misterius. Nyeri merupakan
mekanisme pertahanan dibagian tubuh manusia yang dimana menunjukkan
bahwa adanya suatu masalah. Nyeri juga adalah keyakinan dan respon
seseorang terhadap rasa sakit yang sedang dialaminya. Tanda dan gejala untuk
memastikan bahwa seseorang sedang mengalami nyeri dapat berupa respon
psikologis, seperti suara yang menangis dan merintih, ekspresi wajah dimana
seseorang mengerutkan dahinya dan mengatupkan gigi, atau dapat dilihat dari
pergerakan tubuh seperti gelisah, otot tegang, dan bergerak melindungi bagian
tubuh yang nyeri hingga menghindari percakapan serta kontak sosial.
Nyeri gastritis terjadi akibat mukosa lambung mengalami infeksi atau
peradangan. Secara normal lambung mengeluarkan asam klorida (HCl) atau
biasa dikenal dengan asam lambung fungsinya untuk memperlancar
pencernaan. Selain karena terjadi perlukaan di dinding lambung, terkena HCl
juga merupakan pemicu terjadinya nyeri. Ada beberapa sel saraf yang berada
di lambung berfungsi sebagai neurotransmitter, yaitu menerima rangsangan
nyeri tersebut sehingga di transmisikan sampai ke otak, maka rasa nyeri dapat
di presepsikan. Lalu munculah rasa nyeri di ulu hati yang biasa dialami oleh
pasien gastritis (Priyanta, 2013).
Pengukuran intensitas nyeri memiliki beberapa metode, diantaranya
Verbal Rating Scale (VRSs), Numerical Rating Scale (NRSs), Visual
Analogue Scale (VASs), McGill Pain Questionnaire (MPQ), dan The Faces
Pain Scale. Metode pengukuran skala nyeri yang paling sering digunakan
adalah NRSs (Numerical Rating Scale) dimana angka 0 sampai 10 bertujuan
untuk mengartikan tingkat nyeri mana yang dirasakan seseorang (Wardani,
2017). Nyeri yang dirasakan seseorang dibagian perut bisa menjadi tanda
adanya gangguan dalam tubuh. Salah satu usaha masyarakat mengatasi nyeri
yaitu dengan datang ke fasilitas kesehatan terdekat guna memperoleh obat.
Terapi farmakologi yang diperoleh setelah datang ke fasilitas kesehatan untuk
menurunkan rasa nyeri biasanya dengan menggunakan analgetic yang
memiliki efek samping. Akan tetapi, jika seseorang mengalami rasa nyeri yang
hebat tentunya membutuhkan terapi tambahan atau bisa sebagai terapi sebelum
sampai ke fasilitas kesehatan yang dituju agar nyeri dapat berkurang. Terapi
non farmakologis dapat menjadi solusi tambahan untuk mengurangi rasa nyeri,
salah satunya yaitu terapi komplementer (Darsini & Praptini, 2019).
Menurut penelitian Mia (2017) Manajemen nyeri non farmakologi
merupakan tindakan menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan agen
farmakologi. Salah satu penyembuhan non farmakologi atau fase rehabilitasi
untuk menurunkan nyeri adalah teknik kompres hangat. Penggunaan kompres
hangat diharapkan dapat meningkatkan relaksasi otot-otot dan mengurangi
nyeri akibat spasme atau kekakuan serta memberikan rasa hangat lokal. Pada
umumnya panas cukup berguna untuk pengobatan. Panas meredakan iskemia
dengan menurunkan kontraksi dan meningkatkan sirkulasi. Kompres hangat
dapat menyebabkan pelepasan endorfin tubuh sehingga memblok transmisi
stimulasi nyeri.
(Subekti & Utami, 2016) Implementasi keperawatan dalam penggunaan
teknik nonfarmakologis (kompres air hangat) merupakan salah satu
implementasi yang dilakukan untuk menangani gastritis.
Dalam penelitian Rezky, 2013 dan Rizka, 2014 yang dijelaskan dalam
jurnal Ners dan Kebidanan tahun 2018 menyatakan bahwa kompres hangat
dapat menurunkan nyeri. Kompres hangat meredakan nyeri dengan
mengurangi spasme otot, merangsang nyeri, menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah. Pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki
peredaran darah dalam jaringan tersebut. Manfaatnya dapat memfokuskan
perhatian pada sesuatu selain nyeri, atau dapat tindakan penglihatan seseorang
tidak terfokus pada nyeri lagi, dan dapat relaksasi
Menurut Hanifah & Kuswantri (2020) terapi komplementer sederhana
tanpa biaya dan mudah dilakukan yaitu dengan kompres hangat. Dalam
penelitiannya menyatakan kompres hangat menjadi salah satu alternatif
pengobatan selain obat analgetik yang dapat digunakan sewaktu-waktu ketika
muncul rasa nyeri. Pemberian metode kompres hangat pada bagian tubuh
adalah salah satu upaya seseorang untuk mengurangi gejala nyeri akut maupun
gejala nyeri kronis. Kompres hangat menjadi salah satu tindakan mandiri
sekaligus efektif untuk meredakan segala jenis nyeri termasuk nyeri ulu hati
yang dirasakan pasien gastritis. Kompres hangat dilakukan dengan cara
memakai kain yang sudah terlebih dahulu dibasahi dengan air yang hangat dan
diletakkan ke area tubuh yang dirasa nyeri. (Arovah & Natalie, 2013).
Penggunaan kompres hangat yang diletakkan dibagian tubuh dapat
meningkatkan relaksasi pada otot, memberikan rasa hangat dan mengurangi
rasa nyeri akibat kekakuan. Umumnya panas merupakan suatu hal yang
berguna dalam proses pengobatan. Panas dapat meredakan iskemia dengan
mengurangi kontraksi dan meningkatkan sirkulasi. Metode kompres hangat ini
dapat menyebabkan pelepasan endofrin sehingga tubuh memblokir transmisi
penyebab nyeri (Utami & Kartika, 2018).
Setelah dilakukan wawancara pada mahasiswa penderita gastritis di
Universitas Bhakti Tunas Husada Tasikmalaya, didapatkan bahwa rata- rata
pasien yang datang mengalami nyeri epigastrium melakukan tindakan awal
pengobatan yaitu dengan beristirahat serta melakukan terapi air hangat yaitu
dengan mengkompres bagian yang nyeri. Mahasiswa akan datang ke Fasilitas
Kesehatan ketika merasa bahwa pengobatan yang dilakukan tidak berhasil
meredakan sakit yang dirasa
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang terapi air hangat pada mahasiswa penderita gastritis terhadap frekuensi
kekambuhan nyeri lambung di Universitas Bhakti Tunas Husada.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam


penulisan ini adalah “Bagaimana efek terapi air hangat pada mahasiswa
penderita gastritis terhadap frekuensi kekambuhan nyeri lambung di
Universitas Bhakti Tunas Husada?”
C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek terapi air hangat pada mahasiswa penderita


gastritis terhadap frekuensi kekambuhan nyeri lambung di Universitas
Bhakti Tunas Husada
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui frekuensi kekambuhan nyeri lambung sebelum


diberikan terapi air hangat pada mahasiswa penderita gastritis di
Universitas Bhakti Tunas Husada
b. Untuk mengetahui frekuensi kekambuhan nyeri lambung setelah
diberikan terapi air hangat pada mahasiswa penderita gastritis di
Universitas Bhakti Tunas Husada
D. Manfaat KTI

1. Bagi Pasien
Pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu, memperkuat teori yang sudah ada dan
mendukung penelitian selanjutnya, khususnya dibidang keperawatan
dalam peningkatan intervensi Terapi air hangat.
3. Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi tentang terapi air hangat terhadap frekuensi
kekambuhan nyeri lambung yang dapat menjadi masukan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan terapi air hangat
pada mahasiswa penderita gastritis
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Gastritis

1. Definisi Gastritis

Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat

akut, kronik, difusi atau lokal. Menurut penelitian sebagian besar gastritis

disebabkan oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis. Selain

itu, beberapa bahan yang sering di makan dapat menyebabkan rusaknya

sawar mukosa pelindung lambung (Wijaya & Putri, 2013).

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung. Gastritis akut

berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari dan sering kali

disebabkan oleh diet yang tidak bijaksana (memakan makanan yang

mengiritasi dan sangat berbumbu atau makanan yang terinfeksi).

Penyebab lain mencakup penggunaan aspirin secara berlebihan dan

penggunaan obat anti inflamasi nonstreoid (NSAID) lain, asupan alkohol

yang berlebihan, refluks empedu, dan terapi radiasi. Bentuk gastritis akut

yang lebih berat disebabkan oleh asam atau alkali yang kuat, yang dapat

menyebabkan gangren atau perforasi pada mukosa lambung. Gastritis

juga dapat menjadi tanda pertama infeksi sistemik akut

(Brunner&Suddarth, 2019).
Gastritis kronis adalah inflamasi lambung yang berkepanjangan

yang mungkin disebabkan oleh ulkus lambung jinak atau ganas atau

disebabkan oleh bakteria seperti Helicobacter plyori. Gastritis kronis

dapat disebabkan oleh penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa,

faktor diet seperti kafein, penggunaan obat seperti NSAID atau bifosfonat

(mis. alendronat fosamax), risedronat (actonel), ibandronat (bonvial),

alkohol, merokok, atau refluks sekresi pankreas dan empedu ke dalam

lambungdalam waktu lama. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat

memicu perdarahan atau hemoragi (Brunner&Suddarth, 2019).

2. Klasifikasi Gastritis

Menurut Ardiansyah (2012), klasifikasi gastritis dibedakan

menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronis:

a. Gastritis akut

Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang

menyebabkan erosif dan perdarahan pada mukosa lambung setelah

terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan

yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis. Erosinya

juga tidak mengenai lapisan otot lambung.

b. Gastritis kronis

Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan

mukosa lambung yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan

tersebut terjadi dibagian permukaan muka lambung dan


berkepanjangan, yang bisa disebabkan karena bakteri Helicobacter

pylori. Gastritis ini dapat pula terkait dengan atropi mukosa gastrik,

sehingga produksi HCl menurun dan menimbulkan tukak pada

saluran pencernaan.

3. Etiologi Gastritis

Penyebab terjadinya gastritis sering berkaitan dengan hal – hal sebagai

berikut :

a. Pemakaian obat anti inflamasi

Pemakaian obat anti inflamasi nonstreoid seperti aspirin, asam

mefenamat, aspilet dalam jumlah besar. Obat anti inflamasi non

steroid dapat memicu kenaikan produksi asam lambung, karena

terjadinya difusi balik ion hidrogen ke epitel lambung. Selain itu

jenis obat ini juga mengakibatkan kerusakan langsung epitel mukosa

karena bersifat iritatif dan sifatnya yang asam menambah derajat

keasaman pada asam lambung (Sukarmin, 2013).

b. Konsumsi alkohol

Bahan etanol merupakan salah satu bahan yang dapat merusak sawar

pada mukosa lambung. Rusaknya sawar memudahkan terjadinya

iritasi pada mukosa lambung.

c. Terlalu banyak merokok


Asam nikotinat pada rokok dapat meningkatkan adhesi trombus

yang berkontribusi pada penyempitan pembuluh darah sehingga

suplai darah ke lambung mengalami penurunan. Penurunan ini dapat

berdampak pada produksi mukosa yang salah satu fungsinya untuk

melindungi lambung dari iritasi. Selain itu karbon yang dihasilkan

oleh rokok lebih mudah di ikat oleh Hb daripada oksigen sehingga

memungkinkan penurunan perfusi jaringan pada lambung. Kejadian

gastritis pada perokok juga dapat dipicu oleh pengaruh asan

nikotinat yang menurunkan rangsangan pada pusat makan, perokok

menjadi tahan lapar sehingga asam lambung dapat langsung

mencerna mukosa lambung bukan makanan karena tidak ada

makanan yang masuk.

d. Uremia

Ureum pada darah dapat mempengaruhi proses metabolisme di

dalam tubuh terutama saluran pencernaan (gastrointestinal uremik).

Perubahan ini dapat memicu kerusakan epitel mukosa lambung.

e. Pemberian obat kemoterapi

Obat kemoterapi mempunyai sifat dasar merusak sel yang

pertumbuhannya abnormal, perusakan ini ternyata dapat juga

mengenai sel inang pada tubuh manusia. Pemberian kemoterapi

dapat juga mengakibatkan kerusakan langsung pada epitel mukosa

lambung.
f. Infeksi sistemik

Pada infeksi sistemik toksik yang dihasilkan oleh mikroba akan

merangsang peningkatan laju metabolik yang berdampak pada

peningkatan aktivitas lambung dalam mencerna makanan.

Peningkatan HCl lambung dalam kondisi seperti ini dapat memicu

timbulnya perlukaan pada lambung.

g. Iskemia dan syok

Kondisi iskemia dan syok hipovolemia mengancam mukosa lambung

karena penurunan perfusi jaringan lambung yang dapat

mengakibatkan nekrosis lapisan lambung.

h. Trauma mekanik

Trauma mekanik yang mengenai daerah abdomen seperti benturan

saat kecelakaan yang cukup kuat juga dapat menjadi penyebab

gangguan kebutuhan jaringan lambung. Kadang kerusakan tidak

sebatas mukosa, tetapi juga jaringan otot dan pembuluh darah

lambung sehingga pasien dapat mengalami perdarahan berat, trauma

juga bisa disebabkan tertelannya benda asing yang keras dan sulit

dicerna

i. Infeksi mikroorganisme

Koloni bakteri yang menghasilkan toksik dapat merangsang

pelepasan gastrin dan peningkatan sekresi asam lambung seperti

bakteri Helycobacter ployri.


j. Stress berat

Stress psikologi akan meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang

dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung. Peningkatan

HCl dapat dirangsang oleh mediator kimia yang dikeluarkan oleh

neuron simpatik seperti epinefrin.

4. Faktor Resiko Gastritis

Banyak peneliti yang mengemukakan hasil penelitiannya tentang resiko

yang berhubungan dengan kejadian gastritis. Faktor – faktor yang

berhubungan dengan kejadian gastritis adalah sebagai berikut:

a. Merokok.

b. Stress

c. Usia.

d. Jenis kelamin.

e. Pola makan (jenis makanan dan frekuensi makan)

f. Kebiasaan minum kopi

g. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid.

h. Riwayat gastritis keluarga.

5. Manifestasi Klinis Gastritis

Menurut Brunner & Suddarth (2019), manifestasi klinis gastritis

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Gastritis akut
Awitan gejala mungkin berlangsung cepat :

1) Ketidaknyamanan abdomen.

2) Sakit kepala

3) Kelesuan.

4) Mual.

5) Anoreksia.

6) Muntah.

7) Cegukan.

b. Gastritis kronis

1) Mungkin tidak begejala.

2) Keluhan anoreksia, nyeri ulu hati setelah makan, bersendawa,

rasa asam di mulut, atau mual dan muntah.

3) Pasien gastritis kronis akibat defisiensi vitamin biasanya

diketahui mengalami malabsorbsi vitamin B.

6. Patofisiologi Gastritis

Mukosa barier lambung pada umumnya melindungi lambung

dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, prostaglandin memberikan

perlindungan ini ketika mukosa barier rusak maka timbul peradangan

pada mukosa lambung (gastritis). Setelah barier ini rusak terjadilah

perlukaan mukosa yang dibentuk dan diperburuk oleh histamin dan

stimulasi saraf cholinergik. Kemudian HCl dapat berdifusi balik ke

dalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, dan
mengakibatkan terjadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung.

Alkohol, aspirin, refluks isi duodenal diketahui sebagai penghambat

difusi barier. Perlahan – lahan patologi yang terjadi pada gastritis

termasuk kongesti vaskuler, edema, peradangan sel supervisi. Manifestasi

patologi awal pada gastritis adalah penebalan. Kemerahan pada membran

mukosa dengan adanya tonjolan. Sejalan dengan perkembangan penyakit

dinding dan saluran lambung menipis dan mengecil, atropi gastrik

progresif karena perlukaan mukosa kronik menyebabkan fungsi sel

utama pariental memburuk.

Ketika fungsi sel sekresi asam memburuk, sumber – sumber

faktor intrinsiknya hilang. Vitamin B12 tidak dapat terbentuk lebih lama,

dan penumpukan B12 dalam batas menipis secara merata yang

mengakibatkan anemia yang berat. Degenerasi mungkin ditemukan pada

sel utama dan pariental sekresi asam lambung menurun secara berangsur,

baik jumlah maupun konsentrasi asamnya sampai tinggal mucus dan air.

Resiko terjadinya kanker gastrik yang berkembang dikatakan meningkat

setalah 10 tahun gastritis kronik.

Perdarahan mungkin terjadi setelah satu episode gastritis akut

atau dengan luka yang disebabkan oleh gastritis kronis (Dermawan &

Rahayuningsih, 2010).

7. Komplikasi Gastritis

a. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat di timbulkan oleh gastritis akut adalah

perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa haematomesis

dan melena, dapat berakhir dengan syok hemoragik. Khusus untuk

perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptic. Gambaran

klinis yang di perlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptic

penyebab utamanya adalah Helicobacter Pylory, sebesar 100% pada

tukak duodenum dan 60 – 90% pada tukak lambung. Diagnosis pasti

dapat ditegakkan dengan endoskopi (Hardi & Amin, 2015).

b. Gastritis kronis

Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, feporasi dan anemia

karena gangguan absorbsi vitamin B12 (Hardi & Amin, 2015).

8. Pentalaksanaan Gastritis

Menurut Sukarmin (2012) orientasi utama pengobatan gastritis

berpaku pada obat – obatan . Obat – obatan yang digunakan adalah obat

yang mengurangi gejala yang mungkin menyertai gastritis, serta

memajukan penyembuhan lapisan perut. Pengobatan ini meliputi:

a. Antasida yang berisi alumunium dan magnesium, serta karbonat

kalsium dan magnesium. Antasida dapat meredakan mulas ringan

atau dyspepsia dengan cara menetralisasi asam diperut.Ion H+

merupakan struktur utama asam lambung. Dengan pemberian

alumunium hidroksida maka suasana asam lambung dapat dikurangi.

Obat – obatan ini dapat menghasilkan efek samping seperti diare


atau sembelit, karena dampak penurunan H penurunan rangsangan

peristaltik usus.

b. Histamin (H2) blocker, seperti famotidine dan ranitidine. H2 blocker

mempunyai dampak penurunan produksi asam dengan

mempengaruhi langsung pada lapisan epitel lambung dengan cara

menghambat rangsangan sekresi oleh saraf otonom pada nervus

vagus.

c. Inhibitor Pompa Proton (PPI), seperti omeprazole, lansoprazole, dan

dexlansoprazole. Obat ini bekerja menghambat produksi asam

melalui penghambat terhadap elektron yang menimbulkan potensial

aksi saraf otonom vagus. PPI diyakini lebih efektif menurunkan

produksi asam lambung daripada H2 blocker. Tergantung penyebab

gastritis, langkah – langkah tambahan atau pengobatan mungkin

diperlukan.

d. Jika gastritis disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID

(Nonsteroid Antiinflamasi Drugs) seperti aspirin dan aspilet, maka

penderita disarankan untuk berhenti minum NSAID, atau beralih ke

kelas lain obat untuk nyeri. Walaupun PPI dapat digunakan untuk

mencegah stress gastritis saat pasien sakit kritis.

e. Jika penyebab adalah Helicobacter pylori maka perlu penggabungan

obat antasida, PPI, dan antibiotik seperti amoksisilin dan


klaritromisin untuk membunuh bakteri. Infeksi ini sangat berbahaya

karena dapat menyebabkan kanker atau ulkus di usus.

f. Pemberian makanan yang tidak merangsang. Walaupun tidak

mempengaruhi langsung pada peningkatan asam lambung tetapi

makanan yang merangsang seperti pedas atau asam, dapat

meningkatkan suasana asam, dapat meningkatkan suasana asam pada

lambung sehingga dapat menaikkan resiko inflamasi pada lambung.

Selain tidak merangsang makanan juga dianjurkan yang tidak

memperberat kerja lambung, seperti makanan yang keras.

g. Penderita juga dilatih untuk manajemen stress sebab dapat

mempengaruhi sekresi asam lambung melalui nervus vagus, latihan

mengendalikan stress bisa juga di ikuti dengan peningkatan spiritual

sehingga penderita lebih pasrah ketika menghadapi stress.

9. Pemeriksaan Penunjang Gastritis

Menurut Hurst (2016), pemeriksaan penunjang pada penyakit gastritis

meliputi:

a. Esofagogastroduodenoskopi (EGD) untuk memeriksa inflamasi area

lambung dan memastikan diagnosis.

b. Pemeriksaan darah untuk memeriksa anemia jika terjadi perdarahan.

c. Pemeriksaan darah, napas urea, dan feses untuk memeriksa

Helicobacter pylori.

B. Teori Kekambuhan Gastritis


1. Pengertian Kekambuhan

Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah

tampaknya mereda dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Dorland,

2002)

2. Faktor-Faktor Kekambuhan Gatritis

a. Stress

Stres adalah reaksi tubuh tidak spesifik terhadap kebutuhan

tubuh yang terganggu. Stres suatu fenomena yang sering terjadi

dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari setiap orang.

Stres memberikan dampak secara total pada individu seperti dampak

fisiksosial, psikologik, dan spiritual (Phatmanathan & Husada,

2013).

Stres adalah suatu reaksi adaptif bersifat sangat individual. Stres

seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berfikir,

tingkat pendidikan, dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan,

serta dapat mengancam keseimbangan fisiologis seseorang.

Respon mual muntah yang dirasakan saat seseorang mengalami

stress pada saluran pencernaan antar lain menurunkan saliva mulut

menjadi kering. Hal ini menyebabkan kontraksi yang tidak terkontrol

sehingga sulit untuk menelan. Peningkatan asam lambung

menyebabkan produksi mukus yang melindungi dinding saluran

cerna menurun sehingga menyebabkan iritasi luka pada dinding


lambung dan perubahan mortilitas usus yang dapat meningkat

sehingga menyebabkan konstipasi. Konstipasi pada individu terjadi

saat depresi sedangkan diare terjadi saat individu terjadi saat panik.

Hal ini menunjukkan bahwa stress memiliki pengaruh yang negative

terhadap saluran pencernaan antar lain gastritis yang bias mengalami

kekambuhan kapan saja (Greenberg, 2002 dalam Prio, 2009).

Menurut Lukaningsih (2011), stres memiliki dua gejala, yaitu:

a) Gejala fisik

Gejala fisik disebabkan karena keadaan fisik mengalami

perubahan. Stres fisik bisa berupa jantung berdebar, nafas

cepat dan memburu, perut melilit, nyeri kepala, letih yang tak

beralasan, tangan lembab, berkeringat, panas, dan otot

meregang.

b) Gejala psikis

Gejala psikis disebabkan oleh gangguan psikologis atau

ketidakmampuan kondisi pskikologis untuk menyesuaikan

diri. Stres psikis bisa berupa perasaan bingung, salah paham,

labil, agresi, marah, jengkel, dan rasa cermat yang

berlebihan.

b. Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara untuk mengatur jumlah atau

jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan


kesehatan, pencegah atau membantu menyembuhkan penyakit

(Depkes, 2009).

Pola makan yang baik selalu mengacu pada gizi yang

seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan

kebutuhan dan seimbang. Kebutuhan zat gizi tubuh hanya dapat

terpenuhi hanya dengan pola makan yang bervariasi dan beragam,

semakin lengkap jenis makanan yang kita peroleh, maka semakin

lengkaplah perolehan zat gizi untuk mewujudkan kesehatan yang

optimal (Prita, 2010).

Pola makan menggambarkan perilaku seseoarang yang

berhubungan dengan kebiasaan makan yang tidak teratur, meliputi

frekuensi makan, jenis makan dan jumlah makan. Beberapa jenis

makanan yang mengandung gas, asam, pedas, dan konsumsi

minuman soda termasuk dalam makanan dan minuman yang

merangsang saluran pencernaan. Apabila makanan dikonsumsi

dalam jumlah yang banyak dapat mengiritasi lambung dan memicu

terjadinya kekambuhan gastritis (Sulastri, 2012).

Pola makan terdiri dari:

a) Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah cara individu untuk

menyusun jenis makanan dan jumlah makanan pada waktu

tertentu. Gastritis bisa disebabkan oleh kebiasaan makan


yang tidak baik dan tidak teratur, sehingga lambung lebih

sensitif bila asam lambung meningkat (Baliwati,2004).

Kebiasaan makan teratur sangat penting bagi sekresi

lambung, karena lambung dapat mengenali waktu makan

sehingga produksi lambung dapat terkontrol. Kebiasaan

makan tidak teratur akan membuat lambung sulit beradaptasi,

menyebabkan produksi asam lambung akan berlebih

sehingga dapat mengiritasi dinding lambung (Nadesul,2005).

b) Frekuensi Makan

Frekuensi makan merupakan jumlah makanan dalam

sehari-hari yang dilakukan berulang kali dalam

mengkonsumsi makanan baik makanan utama maupun

makanan selingan (Okviani, 2011)

Frekuensi makan yang kurang dari tiga kali dalam

sehari dapat menimbulkan maag. Makan pagi sangat penting

sebab dapat membekali tubuh berbagai zat guna menjadi

cadangan energi untuk melakukan aktivitas. Selain makan

utama, makan selingan juga harus dilakukan guna

menanggulangi rasa lapar, sebab jarak waktu makan yang

lama.

c) Jenis Makanan

Jenis makanan merupakan variasi bahan makan yang


dicerna dan diserap akan menghasilkan susunan menu sehat

dan seimbang. Variasi makanan bergantung pada individu

dalam menentukan makanan yang dapat menyebabkan

ganguan pencernaan seperti halnya makanan pedas (Okviani,

2011).

Mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali

dalam seminggu selama 6 bulan secara terus menerus dapat

menyebabkan irirtasi pada lambung. Sehingga pada penderita

gastritis atau maag disarankan untuk mempertimbangkan

makanan yang dapat mengurangi nyeri pada lambung seperti

kentang, pisang, brokoli, kol, dan bubur (Okviani, 2011).

3. Frekuensi kekambuhan gastritis

Kekambuhan gastritis adalah penderita mengalami lagi gejala-

gejala penyakit gastritis mulai dari dua kali hingga lebih. Menurut

Jacobs (2008, dalam Sukarmin, 2012). Frekuensi kekambuhan gastritis

dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Kekambuhan ringan

Bila frekuensi kekambuhan 2-3 kali dalam sebulan dan sudah

mengalami gastritis ± 1 bulan.

b. Kekambuhan sedang

Bila frekuensi kekambuhan 6-5 kali dalam sebulan dan sudah

mengalami gastritis antara 2-3 bulan. Hal ini dikaitkan dengan


gaya hidup masyarakat yang tidak sehat. Kekambuhan sedang

adalah kekambuhan yang paling banyak terjadi di masyarakat.

c. Kekambuhan berat

Bila frekuensi kekambuhan 6-7 kali dalam sebulan dan sudah

mengalami gastritis lebih dari empat bulan bahkan menahun,

biasanya rasa nyeri yang dirasakan melebihi nyeri yang pernah

dialami saat kambuh sebelumnya.

C. Pengaruh Terapi Air Hangat Terhadap Keluhan Gastritis

Menurut Aprinda 2022, minum air putih bermanfaat untuk mencukupi

asupan cairan yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh. Sementara untuk sistem

pencernaan, minum air selama atau setelah makan bisa membantu proses

pencernaan. Pertama, air dan cairan lainnya membantu memecah makanan

sehingga tubuh dapat menyerap nutrisi dengan mudah. Kedua, air juga

melunakkan feses sehingga feses lebih mudah melewati usus dan keluar dari

tubuh.

1. Manfaat minum air hangat untuk lambung diantaranya :

a. Meredakan gejala magg dan GERD

Ketika masuk ke tubuh air hangat dapat mengencerkan asam

lambung. Air hangat bahkan bisa membunuh bakteri atau virus

berbahaya yang ada di lambung sehingga tubuh terlindungi dari

infeksi. Sementara itu, pengidap GERD cenderung mengalami perut

kembung, sensasi panas di dada (heartburn), sendawa, mulut pahit,


dan susah menelan. Nah, semua gejala tersebut bisa diredakan dengan

minum air hangat.

b. Mencegah kambuhnya gejala magg dan GERD

Maag dan gejala GERD bersifat kambuhan. Itu artinya, gejala dapat

muncul kapan saja ketika terpicu oleh faktor tertentu. Jika Anda

terbiasa minum air hangat dan mengonsumsi makanan berserat, gejala

tersebut bisa dicegah kekambuhannya. Ini karena kombinasi air

hangat dan serat bisa menyerap asam lambung yang berlebih. Di

samping itu, serat dan air membuat perut jadi kenyang sehingga

menakan rasa lapar dan mencegah Anda makan terlalu banyak.

2. Hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan manfaat dalam pemberian

air hangat pada penderita gastritis

a. Temperatur Air

Banyak orang yang mungkin masih salah memahami air hangat

dengan air panas. Yang dimaksud dengan air hangat adalah antara 54°

dan 71°C (130° dan 160°F). Lebih panas dari ini dapat menyebabkan

kerusakan jaringan, termasuk menyebabkan tenggorokan dan mulut

melepuh.

Manfaat minum air hangat termasuk meningkatkan pencernaan,

membantu penurunan berat badan, efek positif pada fungsi sistem saraf

pusat dan sirkulasi darah, dan meningkatkan metabolisme.

b. Frekuensi Minum Air Hangat


Aturan yang perlu Anda patuhi adalah jangan minum air hangat

berlebihan. Alih-alih mendapatkan manfaat, minum air hangat

kebanyakan malah membuat perut kembung. Jika punya masalah

lambung, minum terlalu banyak akan memicu kambuhnya gejala.

Banyaknya air hangat yang ideal dalam sehari sebenarnya satu

aturan dengan asupan air putih per harinya. Memang, setiap orang

kebutuhan cairan per harinya berbeda-beda, bergantung usia, aktivitas,

dan kondisi kesehatan. Menurut situs Mayo Clinic, setidaknya

dianjurkan minum air putih atau air hangat 8 gelas per hari.

c. Waktu Konsumsi Air Hangat

Waktu terbaik untuk minum air hangat adalah di pagi hari

menurut para ahli. Sarah Krieger, ahli gizi diet terdaftar dari Florida,

menyatakan ini karena “Anda tidak minum saat Anda tidur dan Anda

bangun sudah mengalami dehidrasi. Memiliki air dapat membuat Anda

kembali ke garis dasar”. Pedoman 2015 dalam European Journal of

Pharmaceutical and Medical Research oleh Suchita Patel et al. tentang

manfaat air hangat anjurkan minum satu atau dua gelas di pagi hari,

sebelum menggosok gigi.

Studi mencatat bahwa baik untuk minum satu gelas setidaknya

15-30 menit sebelum makan. Minum air hangat sebelum tidur juga

direkomendasikan oleh penelitian tersebut.


Berdasarkan Picco menyatakan bahwa minum air setelah makan

membantu pencernaan. Dia melanjutkan dengan menjelaskan bahwa air

dan cairan lain membantu memecah makanan sehingga tubuh dapat

menyerap nutrisi.

D. Kerangka Teori

Faktor Kekambuhan gastritis :


a. Stress Minum Air Hangat
b. Pola makan

Frekuensi Kekambuhan
a. Ringan
B. Sedang
c. Berat

BAB III

METODE KASUS STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus


Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kuantitatif

dengan desain penelitian observasional. Desain Penelitian observasional adalah

suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan mengapa

suatu fenomena terjadi melalui sebuah analisis statistik (Maturoh and A, 2018).

Dalam hal ini, peneliti ingin mencari tahu respon responden terhadap

terapi air hangat pada mahasiswa penderita gastritis terhadap frekuensi

kekambuhan nyeri lambung di Universitas Bhakti Tunas Husada Tasikmalaya.

B. Subyek Studi Kasus

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. apabila peneliti ingin

meneliti semua elemennya yang ada dalam wilayah penelitian maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi. Objek pada populasi diteliti

hasilnya dianalisis, disimpulkan dan kesimpulannya berlaku untuk seluruh

populasi (Arikunto,2017).

Populasi yang diamati peneliti dalam Studi kasus ini adalah mahasiswa

di Universitas Bhakti Tunas Husada Tasikmalaya yang menderita gastritis.

Sebanyak 2 orang.

2. Sampel

Kriteria sample yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu :

1) Kriteria inklusi

Karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang

terjangkau dan akan diteliti. Maka kriteria inklusinya :


a. Menderita Gastritis

b. Kooperatif

2) Kriteria ekslusi

Karakteristik menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi. Maka kriteria ekslusinya :

a. Responden tidak terjangkau oleh peneliti saat pengambilan data

b. Responden mengundurkan diri

C. Fokus Studi

Fokus Studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan

titik acuan. Penelitian ini berfokus pada respon responden terhadap terapi air

hangat pada mahasiswa penderita gastritis terhadap frekuensi kekambuhan

nyeri lambung di Universitas Bhakti Tunas Husada Tasikmalaya

D. Defenisi Operasional Fokus Studi

Definisi operasional merupakan pengertian secara operasional tentang


suatu variable yang diamati dalam kerangka konsep yang dikembangkan
peneliti, untuk memudahkan menyusun instrument pengumpulan data (Sucipto,
2020)

Definisi Operasional
1. Terapi Air Hangat adalah Implementasi pemberian terapi air hangat
yaitu berupa minum air hangat dengan jumlah dan suhu air yang
ditentukan
2. Kekambuhan adalah kembalinya suatu penyakit setelah tampaknya
mereda dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Dorland, 2002)
3. Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difusi atau lokal. Menurut penelitian sebagian besar gastritis
disebabkan oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis. Selain
itu, beberapa bahan yang sering di makan dapat menyebabkan rusaknya
sawar mukosa pelindung lambung (Wijaya & Putri, 2013).

E. Lokasi dan waktu

Lokasi yang menjadi tempat pengambilan kasus adalah di Universitas

Bhakti Tunas Husada Tasikmalaya.

F. Prosedur Penulisan KTI

1. Penyusunan proposal
2. Konsultasi
3. Seminar proposal
4. Revisi proposal dan pengurusan etik penelitian
5. Proses pengambilan data
6. Analisis data
7. Penyusunan laporan studi kasus
8. Sidang laporan studi kasus
9. Dokumentasi
G. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

a. Administrasi

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1) Mengajukan izin ke kampus Universitas Bhakti Tunas Husada

Tasikmalaya.

2) Peneliti menentukan calon responden. Setelah itu peneliti

menjelaskan tentang tujuan, manfaat, peran serta responden selama

penelitian, jaminan kerahasiaan calon responden, hak responden dan

penandatanganan lembar persetujuan oleh responden.


b. Teknis

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrument berupa

kuesioner untuk mengetahui therapi air hangat dengan kekambuhan

nyeri lambung pada mahasiswa penderita gastritis di Universitas

Bhakti Tunas Husada Tasikmalaya Pembagian kuesioner kepada

responden dalam waktu yang ditetapkan. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Melakukan pendekatan pada Mahasiswa Universitas Bhakti

Tunas Husada Tasikmalaya

2) Menjelaskan tujuan penelitian secara singkat kepada masing-

masing koordinator kelas

3) Membagi kuesioner kepada responden melalui koordinator

kelas

4) Koordinator kelas meminta responden untuk menjawab seluruh

pertanyaan dalam lembar kuesioner

5) Peneliti mengambil kembali lembar kuesioner yang telah diisi

lengkap oleh responden melalui koordinator kelas.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data. Adapun instumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berupa kuesioner.

1). Instrumen Terapi air hangat


Jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur terapi air hangat

diberi tanda kuesioner A yaitu dengan menggunakan check list terdiri dari

16 pertanyaan dengan jenis kuesioner tertutup. Instrumen terapi air hangat

dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori tentang penerapan terapi air

hangat yang terdiri dari frekuensi minum air hangat, temperatur air, dan

waktu konsumsi air hangat.

Perhitungan nilai kategori pola makan menggunakan Method of

Summated Rating. Nilai kategori maksimal (nilai skor tertinggi X jumlah

soal) sedangkan nilai kategori minimal (nilai skor terendah X jumlah soal).

2) Instrumen Kekambuhan Gastritis

Untuk kekambuhan menggunakan instrument yang diukur dengan

menggunakan daftar ceklis.

I. Analisis Data

Analisis data adalah data yang diolah sedemikian rupa sehingga hasil

yang diperoleh mudah dipahami oleh peneliti. Analisis data berupa informasi

tentang hasil pengolahan data, pengelompokan hasil pengolahan data,

merangkum hasil pengolahan data menjadi suatu kesimpulan penelitian

(Sahir, 2022)

Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk Narasi Deskriptif

yang menggambarkan respon mahasiswa dalam menerapkan terapi air hangat

terhadap kekambuhan gejala nyeri lambung.

J. Etika Studi kasus


1) Informed Consent (Lembar persetujuan)

Informed Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan pada subjek

penelitian. Subjek diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian. Jika

subjek bersedia responden menandatangani lembar persetujuan diminta

menanda tangani lembar konsep

2) Anonimity (Tanpa nama)

Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data. Cukup menulis nomor responden atau inisial saja

untuk menjamin kerahasiaan identitas.

3) Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden akan dijamin

kerahasiaan oleh peneliti. Penyajian data atau hasil penelitian hanya

ditampilkan pada forum akademis.

4) Beneficence (keuntungan)

Peneliti memperhatikan prinsip beneficence, yang artinya penelitian ini

mengarah pada kebaikan yaitu dapat memberi manfaat baik secara

langsung ataupun secara tidak langsung untuk responden.

5) Nonmaleficence (tidak merugikan)

Peneliti memperhatikan prinsip nonmaleficence, yang artinya penelitian

ini tidak menimbulkan resiko masalah bagi responden karena responden

hanya mengisi kuesioner yang didampingi oleh peneliti atau asisten

peneliti
6) Justice (keadilan)

Prinsip etik keadilan mengacu pada kewajiban etik untuk

memperlakukan setiap orang (sebagai pribadi otonom) sama dengan

moral yang benar dan layak dalam memperoleh haknya. Prinsip etik

keadilan terutama menyangkut keadilan yang merata (distributive justice)

yang mempersyaratkan pembagian seimbang (equitable), dalam hal

beban dan manfaat yang diperoleh subjek dari keikutsertaan dalam

penelitian. Ini dilakukan dengan memperhatikan distribusi usia dan

gender, status ekonomi, budaya dan pertimbangan etnik. (Komisi Etik

Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Nasional Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI, 2017). Peneliti

menjelaskan prosedur penelitian dan menjamin bahwa responden

penelitian memperoleh perlakuan yang sama tanpa membedakan gender,

agama, etnis, dan sebagainya.

7) Veracity (Kejujuran)

Pada penelitian ini peneliti harus melakukan kejujuran dalam mengambil

kesimpulan dari kuesioner yang telah diisi oleh responden. Sehingga

tidak akan menimbulkan konflik antara peneliti dan responden.

Menjelaskan kegiatan yang sebenar-benarnya sebelum responden

mengikuti penelitian dan tanpa ada pemaksaan dari pihak peneliti

8) Fidelity (Keyakinan)
Prinsip etik keyakinan yaitu peneliti menghargai keputusan dari

responden budaya yang dilaksanakan oleh responden. Di dalam

penelitian ini peneliti harus mengikuti keputusan responden dan tidak

memaksa responden yang tidak bersedia untuk mengikuti penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai