Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan wanita, kadar hormon seks berpengaruh pada efek

psikologis dan kualitas individu. Estrogen dan progesteron bertanggung jawab

atas perubahan fisiologis wanita pada fase tertentu dalam hidup mereka yaitu fase

pubertas, siklus menstruasi, kehamilan, menopause, dan pascamenopause (Deepa

and Jain, 2016). Selain itu estrogen dan progesteron memiliki pengaruh yang

signifikan pada jaringan periodontal (Jafri et al, 2015).

Penyakit periodontal merupakan suatu bentuk peradangan pada jaringan

penyangga gigi (gingiva, ligamen periodontal, tulang alveolar, sementum) yang

disebabkan oleh bakteri, terutama bakteri gram negatif anaerob. Bakteri harus

berkolonisasi pada sulkus gingiva untuk dapat menyerang pertahanan host,

merusak barier epitel krevikular atau memproduksi substansi yang dapat

menimbulkan kerusakan jaringan (Adiantum, 2017). Ada beberapa tipe dari

penyakit gingiva yang berhubungan dengan hormon seks wanita yang dianggap

sebagai faktor awal dan faktor penyulit. Perubahan gingiva seperti pubertal

gingivitis, pregnancy gingivitis dan menopausal gingivostomatitis berkaitan

dengan perubahan hormon fisiologis dan ditandai oleh reaksi keradangan dan

komponen vaskular yang dominan berupa perdarahan. Perubahan hormonal dari

estrogen dan progesteron dapat menekan plaque induce gingivitis. Hal ini paling

banyak ditemukan pada fase kehamilan, tetapi perubahan siklus menstruasi,

pubertas dan penggunaan kontrasepsi oral dapat membuat gingivitis lebih parah

(Newman et al, 2006).

1
Beberapa laporan telah mengindikasikan bahwa ada peningkatan gingivitis

pada anak-anak memasuki masa pubertas yaitu pada usia 12 tahun 10 bulan pada

wanita dan 13 tahun 7 bulan pada pria (Markou E et al, 2009). Sebuah studi

longitudinal dari 127 anak usia 11 sampai 17 tahun menunjukkan prevalensi awal

pembesaran gingiva yang tinggi dan cenderung menurun dengan bertambahnya

usia (Newman et al, 2006). Peningkatan keparahan gingivitis pubertas terkait

dengan pembentukan plak daripada hormon (Markou E et al, 2009).

Pada masa kehamilan wanita, ada peningkatan kadar progesteron dan

estrogen pada akhir trimester ketiga mencapai 10 sampai 30 kali selama siklus

menstruasi. Perubahan hormon ini menginduksi perubahan permeabilitas vascular

yang mengarah ke edema gingiva dan inflamasi terhadap plak gigi dengan

peningkatan Prevotella intermedia pada subgingiva (Newman et al, 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jiang dkk membuktikan bahwa

perubahan hormon pada ibu hamil dapat memicu gingivitis. Beberapa studi

menyatakan bahwa efek perubahan hormon akan mempengaruhi kesehatan

gigi dan mulut pada ibu hamil sebesar 60%, dimana 10-27% mengalami

pembesaran gingiva. Di Indonesia, gingivitis merupakan masalah mulut dan gigi

yang sering dialami ibu hamil yaitu sekitar 5% - 10% mengalami pembesaran gingiva

(Soulissa, 2014).

Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral memiliki kadar estrogen dan

progesteron yang tinggi sama seperti kondisi wanita hamil. Perubahan periodontal

terlihat setelah lama menggunakan terapi kontrasepsi oral. Kebersihan rongga

mulut memiliki peran besar dalam hal ini (Ali et al, 2016). Kontrasepsi oral

memperburuk respon gingiva terhadap faktor lokal sama seperti terlihat pada

2
wanita hamil, setelah penggunaan lebih dari satu setengah tahun, meningkatkan

kerusakan jaringan periodontal. Peningkatan penggunaan kontrasepsi oral pada

wanita premenopause berkaitan dengan tingginya insidensi keradangan gingiva

dan perkembangan gingival enlargement, yang dapat dikembalikan dengan

penghentian kontrasepsi oral (Newman et al, 2006).

Menopause didefinisikan sebagai penghentian menstruasi permanen

karena hilangnya fungsi folikel ovarium dan biasanya terjadi antara usia 45 dan 55

tahun, dan juga dikaitkan dengan kerusakan penyakit periodontal pada wanita

yang lebih tua (Deepa and Jain, 2016). Osteoporosis merupakan kondisi fisiologis

pada wanita postmenopause, dengan menghasilkan kehilangan mineral tulang dan

perubahan struktur tulang yang berhubungan dengan resorpsi ketinggian tulang

alveolar. Klemetti et al mengevaluasi dari 227 wanita postmenopause sehat usia

48 sampai 56 tahun dan menemukan wanita dengan densitas mineral tulang yang

tinggi dengan periodontitis (poket periodontal dalam) lebih dapat

mempertahankan kehilangan gigi daripada wanita dengan osteoporosis (Newman

et al, 2006).

Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan adanya paparan mengenai

pengaruh hormonal pada jaringan periodontal dalam siklus kehidupan wanita.

3
BAB II

KASUS DAN PENATALAKSANAAN

2.1 Kasus

Pasien perempuan usia 33 tahun datang ke rumah sakit gigi dan mulut

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya dengan keluhan ingin

membersihkan karang giginya dan mengeluh gusi depan atas bawah mudah

berdarah dan bengkak sejak tiga bulan yang lalu. Psien baru pertama kali

mengalami hal tersebut sejak kehamilan bulan kedua sampai lima bulan ini. Pada

pemeriksaan objektif, keadaan umum pasien diperoleh pasien dalam keadaan

4
hamil trisemester ke dua (5 bulan). Sedangkan pada keadaan ekstra oral tidak ada

kelainan.

2.2 Foto Intra Oral

5
2.3 Pemeriksaan Intra Oral

1. Hiperplasi pada gigi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47

2. Resesi pada gigi 42, 43, 31, 32, 33, 34

3. Poket 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 31, 32, 33,

34, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47

4. Kalkulus pada gigi 15, 16, 26, 36, 43, 44, 46, 47

5. Plak pada gigi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 31,

32, 33, 34, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47

6. Perdarahan pada gigi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47

7. Kegoyangan pad gigi 41, 42, 31, 32, 33

8. Migrasi pada gigi tidak ada

9. Malposisi pada gigi 21, 22, 31, 32, 33, 34, 35, 41, 43, 44

10. Maloklusi tidak ada

11. Trauma oklusi pada gigi 31, 41 berupa resesi

12. Lain – lain pada gigi 43 berupa supernumerary teeth

13. Gigi yang akan dicabut / hilang tidak ada

14. Gigi yang karies pada gigi 17, 27, 37, 47 pada sisi oklusal

15. CPITN

7-4 3-3 4-7

3 3 3

3 3 3

6
2.4 Diagnosis

Pregnancy gingivitis pada gigi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 21, 22, 23, 24, 25,

26, 27, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47

2.5 Etiologi

- Bakteri plak

- Kalkulus

- Hormonal

2.6 Penatalaksanaan kasus

1) Fase 1

- Dental Health Education

- Scaling rahang atas dan rahang bawah

- Root planing pada gigi 42, 43, 31, 32, 33, 34

- Prokonservasi pada gigi 17, 27, 37, 47

2) Fase 4

- Maintenance

7
8
BAB III

9
PEMBAHASAN

3.1 Pubertas

Pubertas terjadi antara usia 11 sampai 14 tahun pada kebanyakan wanita.

Produksi hormon seks (estrogen dan progesteron) meningkat, kemudian kembali

konstan selama sisa dari fase reproduksi. Organisme anaerob dapat menggunakan

hormon ovarium sebagai pengganti faktor pertumbuhan yaitu vitamin K. Level

black-pigmented Bacteroides, terutama P. intermedia (lebih dikenal Bacteroides

intermedia) diperkirakan meningkat dengan meningkatnya hormon gonadotropik

pada masa pubertas (Newman et al, 2006).

Prevalensi gingivitis meningkat, tanpa meningkatnya jumlah plak. Bakteri

gram negatif an aerob, terutama Prevotella intermedia, terlibat dalam hubungan

gingivitis pubertas. . Spesies Capnocytophaga juga meningkat dalam insiden ini.

Organisme ini telah terlibat dalam peningkatan perdarahan. Kecenderungan

diamati selama masa pubertas (Newman et al, 2006). Menghilangkan faktor lokal

dengan menjaga kebersihan mulut merupakan kunci untuk manajemen gingivitis

terkait hormon (Markou et al, 2009).

Selama pubertas, edukasi orangtua atau pengasuh penting dalam

kesuksesan terapi periodontal. Gingivitis ringan merespon dengan baik dengan

scaling dan root planing dengan menjaga kebersihan mulut. Pada kasus gingivitis

yang parah dengan kultur mikroba, obat kumur antimikroba dan terapi antibiotik.

Kunjungan berkala untuk pemeliharaan periodontal dibutuhkan ketika

ketidakstabilan periodontal dicatat (Newman et al, 2006).

3.2 Menstruasi

10
Selama tahun-tahun reproduksi, siklus ovarium dikendalikan oleh kelenjar

anterior pituitary. Stimulasi hormon folikel gonadotropin (FSH) dan hormon

luteinizing (LH) dihasilkan dari kelenjar anterior pituitary. Sekresi dari

gonadotropin juga tergantung dari hipotalamus. Perubahan yang sedang

berlangsung dalam konsentrasi gonadotropin dan hormon ovarium terjadi selama

siklus menstruasi bulanan.

Dibawah FSH dan LH, estrogen dan progesteron adalah hormon steroid yang

diproduksi oleh ovarium selama siklus menstruasi. Selama siklus reproduksi,

tujuan estrogen dan progesteron adalah untuk mempersiapkan rahim untuk

implantasi sel telur (Newman et al, 2006).

Keradangan gingiva diperberat dengan ketidakseimbangan atau

peningkatan hormone seks. Interaksi antara estrogen dengan sel sistem imun dapat

memiliki efek regulasi non imun. Tumor necrosis factor alpha (TNF-α) yang

berfluktuasi selama siklus menstruasi, tingginya sintesis prostaglandin E 2, dan

faktor angiogenesis, endothelial growth factor dan reseptor dapat dimodulasi oleh

progesteron dan estrogen, yang berkontribusi dalam peningkatan keradangan

11
gingiva selama tahapan siklus menstruasi. Progesteron berkaitan dengan

peningkatan permeabilitas microvaskular, mengubah laju dan pola kolagen pada

gingiva dalam meningkatkan metabolisme folat dan merubah respon imun.

Progesteron menstimulasi produksi prostaglandin yang bertindak dalam respon

tubuh terhadap keradangan. PGE2 memproduksi monosit dan meningkatkan

inflamasi gingiva (Newman et al, 2006).

Selama masa premenstrual syndrome (PMS) terdapat perbedaan yang

signifikan antara estrogen dan progesteron wanita dengan PMS dan wanita tanpa

PMS. Pasien lebih sensitif dan kurang menerima prosedur perawatan, reflek

muntah tinggi dan respon sakit berlebih. Meningkatnya perdarahann gingiva dan

membutuhkan evaluasi perawatan lebih dekat. Obat kumur antimikroba sebelum

siklus keradangan mungkin dibutuhkan dan kebersihan mulut. Kumur fluoride,

debridemen periodontal dan menghindari obat kumur mengandung alkohol dapat

mengurangi penyakit yang terkait gingiva dan gejala karies. Bantalan kasa atau

cotton roll harus dibasahi dengan lubrikan, kumur chlorhexidine atau air sebelum

diaplikasikan dalam rongga mulut pasien. Retraksi dengan hati-hati pada mukosa

rongga mulut, pipi dan bibir pada pasien yang rentan terhadap luka. Sebelum

perawatan, pasien dengan hipoglikemik harus makan snack ringan. Pada wanita

menstrual, sekita 70% memiliki sindrom PMS, tetapi hanya 5% memiliki kriteria

diagnostik yang ketat (Newman et al, 2006).

3.3 Kehamilan

12
Penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang

berkoloni di permukaan gigi, yaitu plak bakteri dan produk-produk yang

dihasilkannya. Beberapa faktor lokal yang bersama-sama dengan plak bakteri

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal. Selain itu, kelainan

sistemik dapat mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Salah satu faktor

sistemik yang dapat mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal adalah

kehamilan (Newman, 2006).

Bakteri-bakteri seperti Actinobacillus actinomycetemcomitans,

Phorpyromonas gingivalis, Tannerella forsythensis, dan Treponema denticola

merupakan kelompok bakteri yang sering ditemukan dengan jumlah yang tinggi

pada periodontitis. Fusobacterium nucleatum adalah bakteri yang dihubungkan

dengan kelahiran prematur. Kenyataannya, Fusobacterium nucleatum lebih erat

kaitannya dengan penyakit periodontal dibandingkan dengan infeksi genital, maka

dapat diasumsikan bahwa kondisi kelahiran yang merugikan seperti kelahiran

prematur lebih disebabkan oleh karena proses inflamasi yang melalui plasenta

yang berasal dari rongga mulut (Lin et all., 2007).

Ada empat bakteri yang berhubungan langsung antara pematangan plak

dan periodontitis, yaitu Bakteriodes forshythus, Porphyromonas gingivalis,

Actinobacillus actinomycetemcomitans, Treponema denticola, yang ditemukan

lebih banyak jumlahnya pada wanita yang melahirkan bayi prematur

dibandingkan dengan wanita yang melahirkan tepat waktu. Bakteri-bakteri

tersebut mampu menghasilkan lipopolisakarida, protein, sitokin, dan memicu

peradangan melalui peredaran darah. Bakteri patogen periodontal merangsang

produksi prostaglandin dan komponen peradangan yang dapat menyebabkan

13
dilatasi serviks dan kontraksi uterus. Proses perpindahan bakteri yang dapat

memicu terjadinya kelahiran prematur dapat dimulai dari adanya bakterimia.

Bakterimia seringkali terjadi pada orang dengan kondisi periodontal yang tidak

sehat, yaitu adanya perdarahan pada gingiva baik secara spontan maupun pada

saat menyikat gigi. Perdarahan pada gingiva dapat memicu terjadinya bakterimia

dan selanjutnya peradangan akan melalui sistem peredaran darah masuk melalui

plasenta (Lin et all., 2007).

Bakteri dapat menyebabkan infeksi, dan lipopolisakarida yang dihasilkan

oleh bakteri akan menyebar ke dalam rongga rahim. Bakteri dan produknya akan

berinteraksi pada membran, memicu produksi prostaglandin atau secara langsung

menyebabkan kontraksi otot rahim dan dilatasi serviks sehingga bakteri yang

masuk lebih banyak dan terus berlanjut proses kerusakannya. Peradangan pada

jaringan periodontal dapat mempengaruhi kehamilan melalui bakteri Gram negatif

anaerob dan produknya seperti lipopolisakarida yang dapat merangsang pelepasan

modulator imun seperti PGE2 dan TNFα yang dibutuhkan pada waktu kelahiran

normal. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelahiran sebelum waktunya

karena sistem dalam tubuh mengira sudah waktu melahirkan oleh karena adanya

pelepasan PGE2 dan TNFα. Selain itu, bakteri Gram negatif juga dapat

mengakibatkan gangguan pengaturan sitokin dan hormon yang mengatur

kehamilan. Padahal dalam keadaan normal, hormon saat kehamilan dan aktivitas

sitokin memegang peranan penting dalam pematangan leher rahim, pengaturan

kontraksi rahim, dan pengiriman nutrisi ke janin. Akibatnya, hal tersebut bisa

memicu robeknya membran plasenta sebelum waktunya sehingga berakibat pada

kelahiran prematur (Soulissa, 2014).

14
Berbagai penelitian yang dilakukan menemukan bahwa infeksi jaringan

periodontal berperan sebagai faktor risiko kelahiran prematur dan berat badan

lahir rendah. Dalam hal ini perpindahan produk bakteri yaitu lipopolisakarida dan

sitokin lebih berpengaruh daripada perpindahan bakteri itu sendiri (Soulissa,

2014).

3.4 Kontrasepsi Oral

Wanita dengan kontrasepsi oral memiliki respon yang hampir sama

dengan pasien hamil. Tingkat inflamasi mulai dari edema ringan dan eritema

sampai keradangan yang parah dengan pendarahan atau hiperplasi gingiva.

Dilaporkan lebih banyak keradangan gingiva pengguna kontrasepsi oral daripada

wanita hamil karena perubahan microvascular, peningkatan permeabilitas gingiva

dan meningkatnya sintesis prostaglandin. Prostaglandin E sebagai mediator

inflamasi, muncul dengan meningkatkan level hormon seks. Ditemukan

peningkatan Bacteroides dalam pengguna kontrasepsi oral daripada wanita hamil,

meskipun tidak statistic dalam indeks gingiva dan aliran GCF. Keradangan

gingiva pada pengguna kontrasepsi oral dapat menjadi kronis (versus keradangan

akut kehamilan) karena periode diperpanjang bahwa wanita perpapar tingkat

estrogen dan progesterone yang lebih tinggi. Keradangan meningkat dengan

penggunaan kontrasepsi oral yang lama (Newman et al, 2006).

Kontrasepsi oral berisi estrogen dan progesterone. Meningkatnya

progesterone memicu peningkatan aliran darah pada jaringan gingiva dan

menyebabkan gingiva lebih sensitive dan rentan pada iritasi dan menguyah.

Vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas kapiler disebabkan oleh efek aditif

15
estrogen dan progesterone mengarah lebih jauh ke peningkatan migrasi cairan dan

sel darah putih pada pembuluh darah. Perubahan kadar estrogen dan progesteron

memiliki efek pada system imun seperti produksi kolagen pada gingiva. Kondisi

ini mempengaruhi kondisi tubuh dalam memperbaiki dan memelihara jaringan

gingiva. Wanita dengan kontrasepsi oral memiliki prevalensi karies ebih tinggi

karena peningkatan Streptococci mutans dalam rongga mulut (Ali et al, 2016).

3.5 Menopause

Menopause memicu berbagai perubahan dalam tubuh wanita dan rongga

mulut. Tidak adanya ovarium seks steroid terutama estrogen memperburuk

kesehatan gingiva. Peningkatan gingivitis, penyakit periodontal dan kehilangan

gigi telah dilaporkan. Pasien juga mengeluh mulut kering karena penurunan

sekresi saliva serta sensasi terbakar pada mulut dan lidah. Studi menunjukkan

kekurangan estrogen menyebabkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh. Produksi

estrogen yang rendah setelah menopause dikaitkan dengan produksi interleukin 1,

6, 8, 10, TNFα dan granulosit yang menstimulasi estrogen untuk menghambat

sitokin inflamasi yang berpengaruh pada resopsi tulang selama periodontitis,

inflamasi gingiva dan kehilangan tulang dan perlekatan dan kehilangan gigi (Jafri

et al, 2015).

Estrogen merupakan hormon steroid yang bertanggung jawab dalam

perubahan pembuluh darah dari sel target pada wanita. Menopause dan

berkurangnya steroid dalam ovarium menyebabkan perubahan pada jaringan ikat

dan memburuknya kesehatan gingiva. Estrogen berperan penting dalam

melindungi tulang karena estrogen bekerja menghambat fungsi osteoklas.

16
Berkurangnya estrogen, kalsium dan vitamin pada menopause menyebabkan

mulut kering karena berkurangnya sekresi saliva, dan sensasi terbakar pada mulut

dan lidah serta perubahan rasa metal (Deepa and Jain, 2016).

Selama menopause pada wanita mengalami dysesthesia, karies gigi,

periodontitis dan osteoporosis. Beberapa wanita mengalami menopausal

gingivostomatitis yang ditandai dengan gingiva yang kering dan mengkilap,

mudah berdarah, warna gingiva yang abnormal pucat sampai kemerahan. Gejala

pada wanita post menopause berhubungan dengan pengurangan keratinisasi epitel,

mukosa kering. Efek osteoporosis pada kondisi periodonsium wanita meliputi

wound healing yang menurun, berkurangnya formasi perlekatan, berkurangnya

mineral tulang pada rahang dan meningkatnya periodontitis dan kehilangan gigi

(Deepa and Jain, 2016).

17
KESIMPULAN

Hormon seks wanita yaitu estrogen dan progesterone terlibat dalam

perubahan kondisi periodontal. Keradangan gingiva diperburuk selama pubertas,

menstruasi, kehamilan, kontrasepsi oral dan menopause. Pada kasus dalam

laporan kasus ini menunjukkan respon inflamasi yang berlebihan terhadap plak.

Perawatan kebersihan mulut sangat penting bagi pasien karena pada kasus plak

gigi merupakan prevalensi penyakit periodontal yang berpengaruh pada hormon.

18
REFERENSI

Adiantum N, 2017. Hubungan Penyakit Periodontal (Gingivitis dan Periodontitis)

Terhadap Kehamilan. Available at Hubungan-Penyakit-Periodontal-

Gingivitis-Dan-Periodontitis-Terhadap-Kehamilan.pdf

Ali I, et all. Oral Health and Oral Kontraceptive – Is it a Shadow behind Broad

Day Light? A Systemic Review. J Clin Diagn Res. 2016 Nov; 10(11):

ZE01-ZE06. Available at

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5198473/

Deepa D and Jain G. Assessment of Periodontal Health Status in Postmenopausal

Women Visiting Dental Hospital from in and around Meerut City:

Cross-sectional Obsercational Study. Journal Midlife Health. 2016 Oct-

Dec; 7(4): 175-179. Available at

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5192987/

Jafri Z, et all. Influence of Female Sex Hormones on Periodontium: A Cace

Series. Journal of Natural Science, Biology and Medicine. 2015 Aug; 6

(Suppl 1). Available at

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4630749/

Lin D, Moss K, Beck JD, Hefti A, Offenbacher S, 2007. Persistently High Level

Of Periodontal Pathogens Associated with Preterm Pregnancy

Outcome. Journal of Periodontology 2007;78(5);833-841

19
Markou E, et all. The Influence of Sex Steroid Hormones on Gingiva of Women.

Open Dent Journal. 2009; 3: 114-119. Available at

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2758498/

Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, 2006. Carranza’s Clinical

Periodontology 10th Ed. USA: Saunders Elsevier

Soulissa AG, 2014. Hubungan Kehamilan dan Penyakit Periodontal. Jurnal PDGI

63 (3) Hal 71-77.2014. Available at

https://www.scribd.com/document/355599354/kehamilan-dan-

periodontal-pdf

20

Anda mungkin juga menyukai