Anda di halaman 1dari 23

TUTORIAL I SKENARIO I BLOK 13

Dosen Pembimbing: drg. Nurdiana Dewi, MDSc Sp.KGA

Moderator : Afifah Rahmadela

Notulensi : Qantya Auliana Alifa Rahma

Anggota Kelompok 2 :

1. ERIEL PALDAOUNY GANDRUNG

2. GAMA PUTRA PAMUNGKAS

3. MELATI RAIHAN ANIDAR

4. MUHAMMAD HAFLY FARIZ ASYRAQ

5. IFTAH IKHFAFAH

6. QANTYA AULIANA ALIFA RAHMA

7. MUHAMMAD NABIEL TAQIYUDDIN HAM

8. NURUL FITRIYANI DEWI

9. NI WAYAN GAYATRI AYU PRAMESTI

10. RENI AMIRAH SALSABILA FITRI

11. RESHA YUSNIDA

12. AFIFAH RAHMADELLA

Sasaran Belajar

1. Mengetahui Definisi Epulis Gravidarum


- (Eriel) Epulis adalah nama non spesifik yang diberikan untuk pertumbuhan
yang menyerupai tumor dan pembengkakan gingiva, biasanya disebabkan oleh
iritasi kronis. Epulis gravidarum merupakan lesi yang tumbuh dengan cepat
dan jinak, dan biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan. Epulis
gravidarum biasanya ditandai dengan lesi berwarna merah cerah dan banyak
vaskularisasi yang kadang memiliki flek putih di permukaannya, biasanya
bertangkai dan dapat mencapai diameter 2 cm, serta tidak menimbulkan rasa
sakit sehingga tidak menimbulkan keluhan berarti selain karena
ukurannya(Ireland,2017).

Ireland R. 2017. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.

- (qantya) Epulis gravidarum (pregnancy epulis, pregnancy granuloma,


pregnancy tumor) merupakan gambaran umum dan khas yang muncul pada
ibu hamil. 0.2-5 Persen ibu hamil mengalami lesi ini dan biasanya muncul
pada gusi rahang atas. (utama) Bentuknya berdungkul, lunak, kemerahan,
tumbuh pada bagian interdental, dan seringkali muncul pada bagian anterior
maksila. Kondisi ini diakibatkan progesterone menghambat aktivitas
kolagenase yang menyebabkan akumulasi dari kolagen sehingga muncul
pembengkakan dan meningkatkan aliran pembuluh darah. Kondisi ini biasanya
terjadi pada masa trimester kedua dan dapat tumbuh hingga lebih dari diameter
2 cm(Wijaksana IKE,2019).

Sumber : Wijaksana IKE. 2019. Dental Treatment Consideration in Pregnant


Women. Jurnal Kesehatan Gigi. 6(2) : 124.

- (resha) Epulis Gravidarum adalah tumor kehamilan yang berbentuk


seperti nodul jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
sebuah ketidak nyamanan. Pada gigi sering terinfeksi ditemukan karies
atau gigi yang berlubang yang menyebabkan sakit nyeri atau gusi
bengkak pada ibu. Penyakit yang saling berkaitan akan
menimbulkan suatu komplikasi, yang menimbulkan dampak negatif
bagi ibu hamil (Rahmawati D dan Mayong OP,2017)

Rahmawati D, Mayong OP. 2017. PERAWATAN KESEHATAN


RONGGA MULUT IBU HAMIL DI PUSKESMAS
TRENGGALEK JAWA TIMUR. Jurnal Kebidanan; 6(1): 2.

2. Mengetahui Etiologi Epulis Gravidarum


Menurut (Soulissa AG, 2014):
- 1. Peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron pada masa kehamilan
diyakini dapat mempengaruhi kesehatan gingiva. Perubahan yang terjadi pada
gingiva tampak berlebihan walaupun jumlah plak sebagai faktor iritan lokal
tidak terlalu banyak. Selain itu, progesteron bersama-sama dengan estrogen
dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah sehingga sering terjadi
pembesaran pada gingiva ibu hamil. Perubahan paling menonjol selama masa
kehamilan yang berkaitan dengan jaringan periodontal
2. perubahan pola makan dan kebiasaan tidak menjaga kebersihan gigi dan
mulut pada sebagian ibu hamil dapat meningkatkan risiko penyakit
periodontal yang pada perkembangannya akan mempengaruhi lagi kondisi
kehamilannya. Risiko penyakit periodontal akan semakin besar dan parah
apabila kondisi periodontal sebelum hamil memang sudah buruk. Prevalensi
penyakit periodontal meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.
Hal ini disebabkan oleh karena kurangnya pemeliharaan kebersihan mulut.
3. Bakteri yang meningkat drastis selama masa kehamilan adalah P.
intermedia. Peningkatan ini erat kaitannya dengan tingginya kadar estrogen
dan progesteron di dalam tubuh. Selain itu terdapat penurunan sel limfosit-T
yang matang yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan
respon jaringan terhadap plak. Ada empat bakteri yang berhubungan langsung
antara pematangan plak dan periodontitis, yaitu Bakteriodes forshythus,
Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans,
Treponema denticola(Soulissa AG,2014).
Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal
PDGI. 63(3): 71-77.

- (Afifah) Jika kesehatan rongga mulut pada ibu hamil tidak dilakukan
pemeriksaan dan perawatan yang benar, maka nantinya dapat menyebabkan
adanya jaringan yang tumbuh yang disebut tumor jinak atau dalam istilah
kedokteran disebut epulis gravidarum. Hal ini karena terjadinya pelunakan
dari jaringan daerah gusi akibat peningkatan hormon. Pembengkakan yang
terjadi pada gusi mencapai puncaknya pada bulan ketujuh dan
kedelapan(Angwirawan LS et al.,2015).

Angwirawan LS, Ticoalu SH, Siagian KV. 2015. Gambaran Klinis Gingiva
Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang. e-GiGi; 3(2):
324-329.

- (reni) Penyebab ketidakseimbangan hormon yang terjadi bersamaan dengan


kehamilan meningkatkan respons organisme terhadap iritasi. Perkembangan
jenis gingivitis khusus ini, khas pada kehamilan, tidak jauh berbeda dari yang
muncul pada wanita tidak hamil, menunjukkan adanya hubungan antara lesi
gingiva dan kondisi hormonal yang diamati pada kehamilan(Saravanan T et al,
2012).

Sumber : Saravanan T, Shakila KR, Shantini K. 2012. Pregnancy Epulis.


Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry. 2(3) ; 514-517.

- (iftah) Saat ini, Penyebab epulis gravidarum hingga saat ini masih belum
dipastikan. Biofilm plak gigi dianggap sebagai faktor pencetus yang mengarah
pada pembentukan tumor gingiva. Faktor pemicu lokal lainnya juga meliputi:
mikrotrauma mukosa, impaksi makanan, dan gigi berjejal. Peningkatan kadar
hormon seks yaitu hormon estrgen dan progesteron selama kehamilan
merupakan fasilitator sistemik dari pregnancy tumor(Cheng et al., 2021)

Iritasi lokal atau plak merupakan penyebab primer epulis gravidarum. Karena
perubahan hormonal yang menyertai selama kehamilan maka perubahan
hormonal dapat memperberat reaksi keradangan pada gusi oleh iritasi lokal.
Iritasi lokal tersebut berupa kalkulus, plak, sisa-sisa makanan, tumpatan gigi
kurang baik, dan gigi tiruan yang kurang baik. Berikutnya, penyebab sekunder
epulis ini adalah perubahan keseimbangan hormonal. Kehamilan merupakan
keadaan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal,
terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron. Peningkatan
konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada masa kehamilan
mempunyai efek bervariasi pada jaringan, diantaranya pelebaran pembuluh
darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gingiva
menjadi lebih merah, bengkak, dan mudah mengalami perdarahan.
(Kusumawardani and Robin, 2018)

Cheng, G. et al. (2021) ‘Experience in the treatment of gingival tumors with


different characteristics during pregnancy’, West China Journal of
Stomatology, 38(6), pp. 718–725.

Kusumawardani, B. and Robin, D. M. C. (2018) Penyakit Dentomaksilofasial.


Malang: Intermedia.

3. Mengetahui Epidemiologi Epulis Gravidarum


- (Nurul): Prevalensi 1-5% pada wanita hamil 94,9 % tumbuh secara cepat pada
bulan ke-2 dan ke-3 kehamilan Lokasi tersering : anterior maksila ; papila
interdental, tepi gingiva. Di dunia, angka kejadian epulis gravidarum
diperkirakan mencapai 5% setiap kehamilan. Efek perubahan hormonal akan
memengaruhi kesehatan gigi wanita hamil sebesar 60% dengan 10-27%
mengalami pembengkakan gusi. Menurut PDGI, mencatat radang gusi
merupakan masalah mulut dan gigi yang paling sering menimpa ibu hamil
dimana 5-10% mengalami pembengkakan pada gusi Gingivitis kehamilan atau
gingivitis gravidarum biasanya terjadi pada bulan ke-2 dan ke-3 masa
kehamilan, biasanya pada minggu 8. Puncak keparahan terdapat pada bulan
ke-8 masa kehamilan atau kehamilan pada minggu 32, kemudian menurun
pada bulan ke-9 masa kehamilan seiring dengan menurunnya kadar hormon
dalam tubuh. Lesi ini sering terjadi pada wanita sekitar 75% saat masa subur,
terutama saat kehamilan dan terdapat lebih dari 5% kehamilan merupakan
sebuah hiperplasi karena peradangan dari gingiva yang tidak hanya menimpa
wanita hamil, tetapi juga pada wanita selama pubertas, menopause dan selama
menggunakan kontrasepsi oral (Andriyani et al., 2014; Hasan, 2006).
Andriyani PD, Apriasari ML, Putri DBT. 2014. Studi Deskripsi Kelainan
Jaringan Periodontal pada Wanita Hamil Trimester 3 di RSUD ULIN
BANJARMASIN. Dentino Jurnal kedokteran Gigi: 2(1); 96.

- (Hafly) Efek perubahan hormon akan mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut
pada ibu hamil sebesar 60%, dimana 10-27% mengalami pembesaran gingiva.
Di Indonesia, epulis gravidarum merupakan masalah gigi dan mulut yang
sering dialami ibu hamil, yaitu sekitar 5% - 10% mengalaminya. Pada tahun
2003, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menyatakan bahwa gingival
inflammation merupakan masalah gigi dan mulut yang sering dialami ibu
hamil dimana 5-10% ibu hamil mengalami pembengkakan gusi. Pada suatu
penelitian di poli kebidanan RSUD Banjarbaru tahun 2012 dilaporkan kasus
wanita hamil dengan gingivitis gravidarum sebesar 30,2% dan kasus epulis
gravidarum sebesar 7,5% dari 53 wanita hamil. Epulis gravidarum
memengaruhi sekitar 5%-10% ibu hamil dibuktikan dengan penelitian yang
dilakukan dari bulan November 2010 sampai Januari 2017 dengan mengambil
sampel sebanyak 228 wanita hamil di Indonesia usia berbeda dari 24 sampai
40 tahun. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil wanita yang mengalami
epulis gravidarum sebanyak 5,5 % dari keseluruhan sampel (Christi MC,
2019; Prihastari et al., 2015).

Christi MC. 2019. Increased Epulis Gravidarum Prevalence in Women with


Both Nasal and Oral Symptoms. Orolaryngology Open Journal; 5(1): 18-21.

Prihastari L, Andreas P. 2015. Faktor Antesenden Perilaku yang


mempengaruhi Utilisasi Pelayanan Kesehatan Gigi Ibu Hamil (Studi
Pendahuluan di RSUD Banjarbaru). Majalah Kedokteran Gigi Indonesia; 1(2):
208-215.

- (Nabil)

a. Gingivitis kehamilan sangat umum, terjadi pada 30% hingga 100% wanita
hamil.
b. Granuloma piogenik (yaitu, tumor kehamilan atau epulis kehamilan) terjadi
pada 0,2% hingga 9,6% kehamilan. Mereka secara klinis dan histologis tidak
dapat dibedakan dari granuloma piogenik yang terjadi pada wanita tidak hamil
atau pada pria. Granuloma piogenik paling sering muncul selama bulan kedua
atau ketiga kehamilan.
Newman, M. G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., Carranza, F.A. 2018.
Newman and Carranza’s Clinical Periodontology. Elsevier.
Dalam ulasan lain, rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 1-1,2. Dalam
ulasan ini, ketika mempertimbangkan baik kulit dan varian mukosa, pasien
laki-laki tampaknya terjadi pada usia yang lebih muda, biasanya dari masa
kanak-kanak hingga akhir dua puluhan, dibandingkan untuk wanita, yang
biasanya hadir kemudian di antara usia tiga puluh sampai empat puluh tahun.
Sarwal P, Lapumnuaypol K. 2021. Pyogenic Granuloma. In: StatPearls-
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.

-
4. Mengetahui Patogenesis Epulis Gravidarum
- (qantya) Gingivitis kehamilan merupakan manifestasi oral yang paling sering
terjadi selama kehamilan, dengan gambaran klinis berupa marginal dan
interdental membesar, merah terang sampai merah kebiruan, permukaan licin
dan mengkilap, konsistensi udem sampai fibrotik dan mudah berdarah.
Keadaan ini umumnya terjadi pada bulan kedua kehamilan dan memuncak
pada bulan kedelapan, dan akan menurun setelah melahirkan. Gingivitis
kehamilan ini terjadi sebagai akibat peningkatan hormon estrogen dan
progesteron, yang akan merangsang prostaglandin pada gingiva ibu hamil.
Perubahan hormon tersebut akan menekan limfosit T dan mempengaruhi
peningkatan Prevotella intermedia.

SUWANDI, Trijani. Hubungan Penyakit Periodontal pada Kehamilan dengan


Kelahiran Bayi Prematur. Jurnal Kedokteran Gigi Terpadu, 2019, 1.1.

- Interaksi antara bakteri dan hormon dapat menimbulkan perubahan pada


komposisi plak dan berperan penting pada proses peradangan gingiva.
Konsentrasi bakteri subgingiva berubah menjadi bakteri anaerob dan
jumlahnya meningkat selama masa kehamilan. Bakteri yang meningkat drastis
selama masa kehamilan adalah Prevotella intermedia. Peningkatan ini erat
kaitannya dengan tingginya kadar estrogen dan progesteron di dalam tubuh.
Selain itu terdapat penurunan sel limfosit-T yang matang yang merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perubahan respon jaringan terhadap plak.
Selain peningkatan jumlah P. intermedia, kadar progesteron yang meningkat
selama masa kehamilan juga dapat memicu terjadinya peradangan gingiva
dengan menghambat produksi interleukin-6 (IL-6). Interleukin-6 berfungsi
menstimulasi diferensiasi limfosit B, limfosit T dan mengaktifkan sel
makrofag dan sel NK, dimana sel-sel tersebut berperan menyerang dan
memfagositosis bakteri yang masuk ke sirkulasi darah, sehingga dengan
dihambatnya produksi IL-6 mengakibatkan gingiva rentan terhadap
peradangan. Progesteron juga merangsang produksi prostaglandin (PGE2)
dimana PGE2 merupakan mediator yang poten dalam respon inflamasi.
Prostaglandin sendiri berperan sebagai imunosupresan, sehingga
mengakibatkan peradangan gingiva semakin meningkat. Pengaruh perubahan
hormonal juga dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan gingiva berwarna kemerahan dan peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat menyebabkan gingiva mengalami pembengkakan (Soulissa,
2014).
Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal
(Relationship between pregnancy and periodontal disease). Jurnal PDGI;
63(3): 71-77.

- (gama) Epulis gravidarum biasanya terjadi pada trimester II dan akan menjadi
parah pada trimester III. Gingivitis pada trimester II dan III terjadi karena
perubahan hormone estoregen dan hormone progesterone disertai
hipervaskularisasi selama kehamilan yang dapat merangsang pembentukan
prostaglandin dan menekan sel limfosit T sehingga terjadi peningkatan jumlah
bakteri prevotella intermedia yang menyebabkan terjadinya gingivitis. Suatu
reaksi jaringan granulasi terhadap rangsangan yang berulang-ulang,
berhubungan dengan peningkatan hormon estrogen dan progesteron pada
wanita hamil. Peningkatan hormon ini akan memacu mukosa mulut untuk
memberi respon berlebihan terhadap trauma ringan (Pradyanaputri KE, 2018;
Zhu et al., 2016).

Kalkulus menginduksi iritasi gingiva lalu terjadi inflamasi dan terjadi


mikroulserasi yang menyebabkan mikroflora masuk ke jaringan ikat gingiva
sehingga terjadi respon hiperplastik vaskuler berlebihan (bengkak). Hormon
kehamilan meningkat. Esterogen mengalami peningkatan sehingga Growth
factor meningkat (Fibroblas GF, Transforming GF) dan terjadi pembentukan
jaringan granula. Progesteron dapat merangsang prostaglandin ( PGE2) pada
gingiva. Hormon kehamilan meningkat sehingga mikroflora subgingiva
meningkat lalu mempengaruhi sel target (keratinosit & fibroblast)
mengakibatkan OH buruk, respon jar. Berlebihan yang akan menstimulasi
fibroblast & VEGT lalu terjadi tumor & peningkatan angiogenik F
(perdarahan) (Zhu et al., 2016).

Pradyanaputri KE, Kusumadewi S, Susanti DNA. 2018. Prevalensi Gingivitis


Pada Ibu Hamil Berdasarkan Usia kehamilan, Pekerjaan Dan Pendidikan Di
RSUD Klungkung Tahun 2017. ODONTO Dental Journal: 5(2); 100.

Zhu. YG, et al. 2016. Initial Periodontal Therapy for The Treatment of
Gingiva Pregnancy Tumor. Genetics and Molecular Research; 15(2): 2-8

- (Afifah) Ibu hamil memiliki risiko yang tinggi terhadap perkembangan


kerusakan jaringan periodontal selama kehamilan. Hal ini dikarenakan oleh
adanya perubahan pola makan dan kebersihan mulut, sehingga risiko penyakit
periodontal cukup signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sikap dan
perilaku ibu hamil yang kurang peka dalam memelihara kesehatan gigi dan
mulutnya serta kurang mendapatkan pengetahuan mengenai pentingnya
kesehatan gigi dan mulut. Kondisi kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan
periodontal karena adanya perubahan hormonal. Selama masa kehamilan,
kadar estrogen dan progesteron terus meningkat sehingga dapat
mengakibatkan perubahan pada rongga mulut khususnya pada gingiva.
Peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron ini dapat mempengaruhi
terjadinya gingivitis, yang biasanya dimulai pada bulan ke-2 dan ke-3 saat
kehamilan. Keadaan gingivitis ini akan terus terjadi selama masa kehamilan,
dan akan menurun tingkat keparahannya seiring dengan menurunnya kadar
hormon estrogen dan progesteron. Secara umum dapat dikatakan perubahan
hormonal dapat mempengaruhi respon jaringan terhadap plak sehingga rentan
terhadap peradangan. Tingginya kadar estrogen dan progesteron dapat
menyebabkan penurunan jumlah sel limfosit-T yang matang serta dapat
meningkatkan jumlah P.intermedia. Selain itu, interleukin-6 yang berperan
dalam menstimulasi diferensiasi limfosit B, limfosit T serta mengaktifkan
makrofag dan sel NK dihambat produksinya. Menurunnya sistem pertahanan
di dalam rongga mulut serta meningkatnya jumlah bakteri tentu menyebabkan
jaringan rentan terhadap peradangan. Hal ini disebabkan karena kadar
progesteron yang tinggi dapat merangsang produksi prostaglandin yang
berperan sebagai imunosupresan. Pengaruh perubahan hormonal juga dapat
meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga mengakibatkan gingiva
berwarna kemerahan dan peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
menyebabkan gingiva mengalami pembengkakan.

Ketidakseimbangan hormonal akan menyebabkan respon berlebih terhadap


plak karena penekanan fungsi limfosit T sebagai bagian dari mekanisme
pertahanan gingiva dan peningkatan P.intermedia, sehingga gingiva menjadi
lebih rentan terhadap peradangan. Kondisi kehamilan akan memicu terjadinya
kelainan jaringan periodontal berupa gingivitis kehamilan dan epulis
gravidarum yang disebabkan karena peningkatan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Sedangkan penyakit periodontal sendiri juga dapat
mempengaruhi kondisi kehamilan melalui perpindahan bakteri beserta
produknya melalui plasenta yang dapat merangsang pelepasan modulator imun
sehingga dapat mengakibatkan rupture pada dinding rahim.

Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal


PDGI; 63(3): 71-77.

5. Mengetahui Manifestasi Klinis Epulis Gravidarum


- (Melati)Menurut (Soulissa AG. 2014) :

1. Epulis gravidarum biasanya ditandai dengan lesi berwarna merah cerah dan
banyak vaskularisasi yang kadang memiliki flek putih di permukaannya,
biasanya bertangkai dan dapat mencapai diameter 2 cm, serta tidak
menimbulkan rasa sakit sehingga tidak menimbulkan keluhan berarti selain
karena ukurannya.

2. epulis gravidarum kebanyakan timbul di papila interdental, dan umumnya


lebih sering di daerah labial pada rahang atas. Gigi yang berdekatan dengan
epulis dapat bergeser dan menjadi lebih mudah goyang, meskipun kerusakan
tulang jarang terjadi di sekitar gigi yang berdekatan dengan epulis.

Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal


PDGI. 63(3): 71-77.
Menurut (Henriko,2016; Soulissa,2014; Praba,2012; Suwandi,2019) :
Makroskopis :
● Berupa massa polipoid berwarna merah-kebiruan kenyal
● Ukuran bervariasi , umumnya 2 cm
● Ulser ditutupi membrane fibrin berwarna kekuningan Nodul lunak seperti
daging
● Permukaan mengkilap
Mikroskopis :

● Pola pertumbuhan eksofotik dikelilingi jaringan yang normal


● Dilapisi epitel gepeng berlapis yang rata
● Terdapat sel radang limfosit dan sel plasma
● Neutrofil terdapat di superficial dari daerah ulserasi.
● Henriko,2016; Soulissa,2014; Praba,2012; Suwandi,2019).
● Henriko R. Granuloma Piogenik pada Gingiva. Jk Unila. Oktober 2016:1(2);428- 430.
● Soulissa AG. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal PDGI. 2014;
63(3): 71-77.
● Praba FN, Rahardjo BD. 2012. Penatalaksanaan Ekstirpasi Epulis Fibromatosa
Ukuran Besar Pada Gingiva Rahang Bawah dengan Anastesi Lokal. Majalah
Kedokteran Gigi. 19(1):59.

- (Esty) Epulis gravidarum bermanifestasi dalam rongga mulut dimana pada
pemeriksaan terdapat nodul berwarna merah keunguan pada daerah gusi
pasien sampai ada beberapa yang mengalami nodul berwarna merah kebiruan
yang menunjukan bahwa granuloma yang diderita sudah mulai berbahaya
(Rahmawati et al., 2017).
Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu
Hamil Di Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal Kebidanan. 1(1): 1-9.

- (Resha) Epulsi gravidarum biasanya terjadi pada gusi di antara dua gigi
(interdental) dan terutama gigi depan. Pembengkakan yang terjadi dapat
berkembang dengan cepat, meskipun umumnya diameter bengkaknya
berukuran tidak lebih dari 2 cm. Gejala yang muncul gusi dapat mengalami
perdarahan walaupun hanya dengan sentuhan ringan, misalnya waktu
menggosok gigi. Penderita baru datang berobat bila perdarahan yang terjadi
dianggap hebat atau mengalami rasa nyeri yang tidak tertahankan lagi
(Stiawan, 2017).

Stiawan SM, Aini I, Mildiana YE. 2017. Asuhan Kebidanan Komprehensif


Pada Ny “I” dengan Kehamilan Fisiologis di Bpm Hj Dayaroh, Sst Ds.
Sembung Perak Jombang. Midwifery Journal Of STIKes Insan Cendekia
Medika Jombang. 13 (1).

6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Epulis Gravidarum


- (Reni)
- Pasien menjalani biopsi eksisi dengan anestesi lokal dan massa yang dipotong
dikirim untuk pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi
mengungkapkan epitel skuamosa berlapis parakeratinized terkait dengan
jaringan ikat fibrovaskular. Di sebagian besar daerah epitel mengalami
ulserasi. Jaringan ikat di bawahnya memperlihatkan banyak pembuluh darah
yang melebar, sel endotel yang berproliferasi dan ekstravasasi darah merah sel
(RBC). Ada infiltrasi sel inflamasi kronis difus di seluruh jaringan. Dengan
demikian, diagnosis akhir 'granuloma piogenik' pada gingiva dikonfirmasi.
(Saravanan T et al, 2012)

Sumber : Saravanan T, Shakila KR, Shantini K. 2012. Pregnancy Epulis.


Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry. 2(3) ; 514-517.

- (Eriel)

Pada penegakan diagnosa kasus epulis gravidarum diperlukan pemeriksaan


penunjang, seperti biopsi, pemeriksaan darah, bahkan radiografi. Biopsi
merupakan pengangkatan spesimen jariangan untuk analisis mikroskopis guna
membantu proses diagnosis , sebagian besar biopsi rongga mulut
menggunakan teknik eksisional atau insisional. Biopsi insisional adalah
pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau bedah
diambil sedikit untuk diperksa. Biopsi eksisional adalah pengambilan semua
massa yang dicurigai untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
Gambaran HPA dari epulis gravidarum ini akan berwarna merah keunguan
dikarenakan banyak ditemukan endotel dan pembuluh darah (Sun WL, 2014).

Sun WL, Lei LH, Chen LL. 2014. Multipe Gingival Pregnancy Tumors with
Rapid Growth. Journal of Dental Sciences; 9: 290-291

- (Nabil)

Pemeriksaan Imunohistokimia, yaitu pemeriksaan yang memanfaatkan reaksi


antigen antibody untuk mengetahui reaksi imunitas sel terhadap antigen.
Pemeriksaan imunohistokimia pada epulis gravidarum akan memberikan
ekspresi faktor VIII pada endotel dan negative pada area seluler. Epulis
gravidarum juga memberikan ekspresi pada bFGF, anti-CD34, dan VEGF
(Hanriko, 2016).
Hanriko R. 2016. Granuloma Piogenik Pada Ginggiva. JK Unila; 1(2): 430.
7. Mengetahui Diagnosis Banding Epulis Gravidarum
- (Gama)

Diagnosis banding pada kasus granuloma pyogenikum ini adalah fibroma,


perypheal giant sel granuloma, hemangioma, kanker yang bermatastase,
sarkoma kaposi, bacillary angiomatosis, angiosarcoma dan nonhodgkins
lymphoma.

Pascawinata A. 2016. Penatalaksanaan Granuloma Pyogenikum Pada Bibir


Bawah. Jurnal B-Dent. 3(1): 18-22.

Diagnosis banding granuloma piogenik adalah angiomatosis basiler, yaitu


penyakit proliferasi vaskuler infeksius yang disebabkan oleh Bartonella
henselae, termasuk dalam famili Bartonellaceae yang merupakan bakteri gram
negatif dan sering terdapat pada pasien-pasien dengan HIV. Secara klinis dan
histopatologis lesi-lesi angiomatosis basiler terlihat hampir sama dengan
granuloma piogenik, namun berbeda dalam etiologis maupun
patogenesisnya.lPerjalanan penyakitnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu
infeksi lokal dan sistemik. Perbedaan yang paling utama dengan granuloma
piogenik adalah lesinya terasa nyeri dan jika terjadi penyebaran infeksi
sistemik akan disertai dengan demam, malaise, penurunan berat badan, mual,
muntah, diare dan menggigil." Berdasarkan gambaran klinis di atas maka
diagnosis banding dengan angiomatosis basiler dapat disingkirkan.

Diagnosis banding lainnya adalah sarkoma Kapossi yang merupakan neoplasia


vaskuler multisistem yang ditandai dengan adanya lesi mukokutan berwarna
keunguan dan disertai edema di sekitar organ terdekat yang terkena. Beberapa
pasien ini berhubungan dengan kondisi imunokompromais misalnya pada
pasien HIV. Gambaran klinis diawali dengan makula yang berbentuk seperti
ekimosis yang berubah menjadi papul, plak, nodul dan tumor berwarna merah
keunguan, merah, merah muda dan coklat keunguan. Lesi awalnya timbul
pada tempat yang mengalami trauma dan biasanya pada daerah akral.
Berdasarkan gambaran klinis pada pasien di atas maka diagnosis sarkoma
Kapossi juga dapat disingkirkan.

Lawalata, T.O.H., et al. 2010. Granuloma Piogenik Multipel. Berkala Ilmu


Kesehatan Kulit & Kelamin; 22(2): 152.

- (esty)

Peripheral giant cell granuloma

Peripheral giant cell granuloma secara makroskopis berupa massa pedunculated


atau sessile atau nodul cerah, kenyal dan berbatas tegas. Pertumbuhan lesi relatif
lebih cepat dibanding granuloma gravidarum. Lesi terletak antara gigi permanen
molar I dan insisivus. Secara mikroskopis elemen dasar lesi adalah hiperplasi
fibroblas disertai multinucleated giant cell dan sel radang kronis. Netrofil lebih
sering ditemukan pada lesi yang mengalami ulserasi (Hanriko, 2016).

- Peripheral ossifying fibroma


Peripheral ossifying fibroma karena secara makroskopis memberikan gambaran
yang sama namun massanya berwarna lebih terang dan biasanya terjadi pada area
gigi molar permanen. Secara mikroskopis peripheral ossifying fibroma berupa
lesi lobuler terdiri dari hyperplasia fibroblast dengan tulangi matur dan osteoid
(Hanriko, 2016).

Hanriko R. 2016. Glanuloma Piogenik pada Ginggiva. JK Unila. 2(1).

Gingivitis gravidarum, Terjadi sebagai hasil dari peningkatan kadar hormon


progesteron dan estrogen. Gingivitis kehamilan mempunyai gambaran klinis
berupa marginal gingiva dan papila interdental yang berwarna merah terang
sampai merah kebiruan, permukaannya licin dan mengkilap, berkurangnya
kekenyalan dan mudah berdarah. Perubahan yang jelas terlihat pada bulan kedua
kehamilan, dan mencapai puncaknya pada bulan kedelapan, serta akan berkurang
setelah melahirkan. Menyebabkan kerusakan tulang alveolar (Soulissa, 2014).
Epulis gravidarum biasanya ditandai dengan lesi berwarna merah cerah dan
banyak vaskularisasi yang kadang memiliki flek putih kekuningan di
permukaannya, biasanya bertangkai dan dapat mencapai diameter 2 cm, serta
tidak menimbulkan rasa sakit sehingga tidak menimbulkan keluhan berarti selain
karena ukurannya. Tidak menyebabkan kerusakan tulang alveolar (Soulissa,
2014).
Soulissa AG. Hubungan Kehamilan dan Penyakit periodontal. Jurnal PDGI.
2014; 63 (3) Hal. 71-77

- (Afifah) Epulis Fibromatosa

Epulis fibromatosa adalah tumor jinak yang tumbuh lambat dan lesi yang tidak
terasa sakit, akan tetapi dapat mengganggu estetik dan pengunyahan saat
makan. Etiologi epulis fibromatosa berasal dari iritasi kronis. Tampakan klinis
yang terlihat,antara lain bertangkai atau tidak, warna agak pucat, konsistensi
kenyal, batas tegas, padat dan kokoh.

Mubarak H, Rasul I, Nurwahida. 2020. Penatalaksanaan giant fibromatous


epulis: sebuah laporan kasus. Makassar Dental Journal; 9(2): 128-130.

Hiperplasi gingiva

Hiperplasia gingiva merupakan salah satu akibat pemberian beberapa obat-


obatan antikonvulsan, imunosupresan, dan calcium channel blockers.
Pertumbuhan gingiva dimulai sebagai pembesaran papilla interdental yang
nyeri dan serupa manik-manik, meluas dari marginal gingiva fasial dan
lingual. Seiring dengan perkembangan kondisi penyakit, pembesaran marginal
dan papilla bersatu kemudian berkembang menjadi lipatan jaringan masif yang
menutupi sebagian mahkota gigi pembesaran tersebut dapat mengganggu
oklusi.
Djais AI, Astuti LA. 2014. PENATALAKSANAAN HIPERPLASIA
GINGIVA DISEBABKAN OLEH PENGGUNAAN AMLODIPINE: Sebuah
Laporan Kasus. As-Syifaa; 06 (02): 125-134.

- (Melati): 1. Epulis fisuratum

● Hyperplasia mukosa akibat trauma ringan kronik oleh pinggiran gigi palsu.
● Bentuk memanjang, berbatas jelas, pink, tidak mudah berdarah, tidak
menimbulkan rasa sakit, terlihat seperti lipatan gusi(Leepel,2016).
Leepel MB. Epulis Fisuratum Akibat Pemakaian Gigi Tiruan Lengkap Yng
Longgar. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2016;3(4).
2. Epulis fibramatosa

● Disebabkan karena iritasi atau luka pada gusi di tempat sama yang terjadi
secara berulang-ulang dalam waktu yang lama.
● Bertangkai/ tidak, agak pucat, kenyal, berbatas tegas dan tidak sakit
(Sueroso,2014)
Sueroso Y, dan Wicaksono A. Hiperplasia Gingiva. Prosiding The Third
NScientific Seminar in Periodontics IPERI. Jakarta; 2014. 36-41
3. Epulis Granulomatosa
● Biasa terjadi pada lubang bekas gigi dicabut atau bekas operasi akibat
kemasukan kotoran sisa makanan setelah selesai pencabutan.
● bentuk yang tidak beraturan, berwarna merah kebiruan, lunak dan mudah
berdarah, serta bertangkai(Manovijay,2015).
Manovijay B, Rajathi P, Fenn SM dkk. 2015. Recurrent Epulis Granulomatosa:
A Second look. Journal of Advanced Clinical & Research Insight ; 2 : 140-
142.
4. Gingivitis Kehamilan atau pregnancy gingivitis: Pembesaran marginal dan
interdental, merah terang-kebiruan, permukaan licin dan mengkilap, mudah
berdarah (Suwandi T, 2019)
Suwandi T. 2019. Hubungan Penyakit Periodontal pada Kehamilan dengan
Kelahiran Bayi Prematur. JKGT; 1(1):54.

8. Mengetahui Penatalaksanaan Epulis Gravidarum


- (Nurul):

Penatalaksanaan Epulis Gravidarum (Soeprapto, 2017)

1. Fase I (Initial fase): berupa DHE, Scalling Root Planing (SRP).


Perawatan pada kehamilan dilakukan pada trimester ke-2 (jika mengganggu).
Apabila epulis gravidarum tidak menghilang setelah melahirkan maka
dilanjutkan dengan tindakan bedah (Fase II)
2. Fase II (Bedah)
A. Sebelum dilakukan tindakan bedah pasien diminta untuk mengisi
informed consent sebagai persetujuan akan dilakukan tindakan bedah.
B. Jika tidak terdapat pengurangan, eksisi dengan teknik pisau bedah
(surgical scalpel no.15)
C. Desinfeksi area operasi yg akan dilakukan tindakan bedah.
D. Lakukan anastesi dengan menggunakan laruan anastesi local. Ex:
pehacaine atau sejenisnya.
E. Beri tanda pada area yg akan dilakukan eksisi berupa outline
menggunakan sonde untuk menentukan titik point batas pemotongan
gingiva.
3. Fase 3 (Maintenance)
4. Fase IV (Pemeliharaan) :
A. OHIS
B. Cek kondisi gingiva
C. Cek oklusi dan kegoyangan gigi
D. Cek apakah ada perubahan patologis
Soeprapto A. 2017. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi.
Jembatan Merah: Yogyakarta.
- (Qantya):
- Waktu ideal perawatan gigi dan mulut bagi ibu hamil Perawatan darurat
kedokteran gigi dapat dilakukan pada seluruh masa kehamilan. Prosedur
rekonstruksi seperti pembuatan mahkota dan gigi tiruan sebaiknya tidak
dilakukan selama masa kehamilan.

- Pada trimester pertama, dokter gigi harus menilai status kesehatan gigi dan
mulut pasien secara menyeluruh, memberikan perubahan rongga mulut yang
terjadi selama kehamilan, serta mendiskusikan prosedur perawatan gigi dan
mulut pada ibu hamil. Tujuan dari perawatan adalah untuk menjaga janin dari
hipoksia, keguguran atau lahir premature, serta mencegah efek teratogenik

- dokter gigi harus berkonsultasi dengan dokter kandungan yang merawat


untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi pasien secara keseluruhan,
terutama jika dibutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut yang darurat
pada trimester pertama kehamilan.

- Riwayat kesehatan ibu hamil harus diketahui menyeluruh termasuk data


tekanan darah, bagi ibu hamil yang tekanan darahnya tinggi harus dirujuk ke
dokter kandungan. Selain perawatan darurat, disarankan untuk menunda
perawatan gigi dan mulut pada trimester pertama agar tidak berpengaruh pada
tahap pembentukan organ (organogenesis) dan menghindari potensi kematian
janin.

- Trimester kedua merupakan waktu terbaik untuk melakukan perawatan


gigi dan mulut pada ibu hamil (usia kehamilan 14-20 minggu).3,5 Pada masa
ini tidak terdapat resiko teratogenesis, rasa mual dan muntah sudah menurun,
dan uterus belum cukup besar untuk menyebabkan ketidaknyamanan.3 Tujuan
perawatan pada masa ini adalah merawat penyakit yang aktif dan melakukan
perawatan pencegahan terhadap penyakit yang mungkin timbul pada trimester
ketiga.4,6 Pada masa ini penting untuk melakukan perawatan pada seluruh
masalah kesehatan gigi dan mulut, namun tetap berkoordinasi dengan dokter
kandungannya.

- Pada masa awal dari trimester ketiga masih merupakan waktu yang relatif
baik untuk melakukan perawatan gigi dan mulut. Namun, pada akhir trimester
ketiga sebaiknya tidak dilakukan perawatan gigi dan mulut. Pada akhir
trimester ketiga, uterus sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar. Waktu
perawatan yang lama harus di hindari untuk mencegah ketidaknyamanan
pasien
- Posisi ibu hamil pada kursi perawatan (dental chair) Pada masa kehamilan
dapat terjadi supine hypotensive syndrome, dimana pada posisi supine
pembuluh darah besar terutama vena cava inferior tertekan oleh uterus. Hal ini
menyebabkan aliran balik darah menuju jantung menurun sehingga dapat
menyebabkan hipotensi, penurunan cardiac output, dan dapat menyebabkan
penurunan kesadaran. Untuk mengatasi supine hypotensive syndrome, pasien
dapat diposisikan miring ke kiri untuk mengurangi tekanan pada vena cava
inferior, serta memperlancar aliran balik darah dari area pinggul dan kaki.
Untuk melakukan perawatan gigi dan mulut kembali, perlu dilakukan tindakan
pencegahan dengan menempatkan handuk yang digulung setebal 6 inchi atau
bantal kecil dibawah pinggul sisi kanan ibu hamil. Dengan tindakan ini akan
mendorong uterus lebih kesisi kiri dan menjauh dari vena cava. Tindakan
pencegahan lain adalah dengan memastikan posisi kepala pasien selalu lebih
diatas daripada kaki.

- Radiografi gigi pada ibu hamil Pembuatan radiografi gigi pada ibu hamil
harus mempertimbangkan dosis radiasi dan usia kehamilan. Masa yang terbaik
untuk membuat radiografi gigi adalah pada trimester dua kehamilan. Namun
dengan menggunakan apron serta pelindung tiroid dileher, dilakukan dalam
waktu yang cepat dan dengan prosedur yang benar serta mengikuti prinsip
utama ALARA (As Low As Reasonably Achievable), maka dosis radiasi pada
pembuatan radiografi dental sangat rendah untuk dapat mempengaruhi kondisi
janin.

- Restorasi amalgam Penggunaan dental amalgam pada wanita hamil masih


merupakan kontrovesi mengingat restorasi amalgam mengandung merkuri
yang diketahui dapat menyebabkan gangguan kongenital.

- Penggunaan obat pada ibu hamil Pertimbangan utama dalam meresepkan


obat pada ibu hamil adalah adanya resiko teratogenesis mengingat obat-obatan
dapat menuju plasenta melalui difusi sederhana. Obat hanya diberikan pada
ibu hamil jika obat itu sangat penting bagi sang ibu dan harus dipilih yang
toksisitasnya terendah dengan tujuan utama meningkatkan kesehatan ibu dan
janin.

WIJAKSANA, I. Komang Evan. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal


Kesehatan Gigi, 2019, 6.2: 118-125.

Target penting dalam merencanakan perawatan gigi bagi wanita hamil adalah
mencapai lingkungan rongga mulut yang sehat dan kebersihan rongga mulut
yang optimal. Hal ini meliputi program kontrol plak yang dapat meminimalisir
inflamasi pada jaringan gusi akibat lokal iritan yang biasanya menyertai
perubahan hormon pada kehamilan. Instruksi agar menjaga kebersihan mulut
meliputi teknik membersihkan rongga mulut harus diajarkan, diperkuat dan
dimonitor. Konseling diet, dengan pembatasan konsumsi karbohidrat tertentu
perlu dilakukan. Scaling (pembersihan karang gigi) dan atau kuretase akar
dapat dilakukan kapanpun diperlukan. Plak kontrol sebagai pencegahan harus
dilaksanakan sejak trimester pertama. Hal ini perlu dilakukan sesering
mungkin untuk mengontrol penyebab lokal dan mengurangi inflamasi pada
gusi.

ANGWIRAWAN, Lucyana S.; TICOALU, Shane HR; SIAGIAN, Krista V. Gambaran Klinis
Gingiva Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang. e-GiGi, 2015, 3.2.

- (Esty)

Penatalaksanaan dalam mengenai masalah Epulis Gravidarum adalah dengan


peran mandiri yaitu ANC terpadu, perawatan dan skrining antenatal untuk
deteksi dini secara pro-aktif, dengan mengenali masalah yang perlu
diwaspadai serta menemukan secara dini adanya tanda bahaya pada
kehamilan, persalinan, nifas dan pada neonates dan peran kolaborasi yaitu
melakukan rujukan ke dokter spesialis gigi dan kandungan (Stiawan, 2017).

Stiawan SM, Aini I, Mildiana YE. 2017. ASUHAN KEBIDANAN


KOMPREHENSIF PADA NY “I” DENGAN KEHAMILAN FISIOLOGIS DI
BPM HJ DAYAROH, SST DS. SEMBUNG PERAK JOMBANG. Midwifery
Journal Of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang. 13 (1): 51-55.

Epulis gravidarum dapat sembuh spontan setelah masa kehamilan namun jika
epulis mengganggu baik secara fungsi maupun estetik, dapat dilakukan eksisi
dan anatesi lokal pada masa kehamilan. Pada kondisi ini terdapat resiko
perdarahan berlebih akibat kondisi pembuluh darah yang mudah berdarah.
Pasien harus diberikan penjelasan bahwa kondisi ini mungkin muncul kembali
selama masa kehamilan (Wijaksana, 2019).

Wijaksana IKE. Dental Treatment Consideration in Pregnant Women. Jurnal


Kesehatan Gigi. 2019; 6(2): 118-125.

9. Mengetahui Prognosis Epulis Gravidarum


- (Hafly)

Prognosis baik karena setelah melahirkan biasanya epulis gravidarum akan


sembuh sendiri dikarenakan hormone sex sudah mulai stabil dan di tambah
jika pasien menjaga kebersihan rongga mulut maka untuk terjadinya infeksi
sekunder dapat dihindari. Epulis gravidarum sendiri tidak memiliki potensi
yang mengarah pada keganasan (Kshirsagar, 2018)

Kshirsagar T, Balamurugan. 2018. Role of Sex Hormones in Periodontium


during Pregnancy: A Review. IJADS; 4(4): 169-170
- (Resha)

Prognosa pada pasien adalah baik selama pada hasil pemeriksaan patologi
anatomi tidak didapatkan tanda keganasan dan penanganannya sudah sesuai
prosedur yaitu ekstirpasi masa jaringan dengan menghilangkan faktor
penyebab atau iritan kronis. Pasien dianjurkan untuk selalu menjaga
kebersihan gigi dan mulut, dan kontrol secara rutin ke dokter gigi, terutama
saat kehamilan selanjutnya untuk mencegah kekambuhan epulis (Hasan
CY,2006).

Hasan CY, Rahmat MM. 2006. Penatalaksanaan epulis gravidarum maksila


sinistra. Maj.Ked. Gi; 13(2).

- (Iftah)

Prognosis perawatan epulis gravidarum sangat baik. Umumnya lesi ini akan
mengecil dan menghilang dengan sendirinya segera setelah ibu melahirkan
bayinya, sehingga perawatan yang berkaitan dengan lesi ini sebaiknya ditunda
hingga setelah kelahiran kecuali bila ada rasa sakit dan perdarahan terus
terjadi sehingga mengganggu penyikatan gigi yang optimal dan rutinitas
sehari-hari. Namun pada kasus-kasus di mana epulis tetap bertahan setelah
bayi lahir, diperlukan biopsi untuk pemeriksaan lesi secara histologis.
Rekurensi yang terjadi secara spontan dilaporkan pada 75 persen kasus,
setelah 1 hingga 4 bulan setelah melahirkan. Bila massa tonjolan berukuran
besar dan mengganggu pengunyahan dan bicara, tonjolan tersebut dapat
diangkat dengan bedah eksisi yang konservatif (Kusumawardani and Robin,
2018)

Kusumawardani, B. and Robin, D. M. C. (2018) Penyakit Dentomaksilofasial.


Malang: Intermedia.

10. Mengetahui Komplikasi Epulis Gravidarum


- (Nurul):

Komplikasi kehamilan yang telah dihubungkan dengan penyakit periodontal,


meliputi kelahiran prematur, berat lahir rendah, keguguran, dan preeklampsia.
Mekanisme terjadinya kelahiran prematur dengan atau tanpa disertai BBLR
(berat badan lahir rendah) dimulai dari adanya bakterimia yang terjadi karena
adanya perdarahan pada gingiva. Hal ini menyebabkan perpindahan bakteri
dan produknya seperti lipopolisakarida dan aktivasi mediator inflamasi dari
rongga mulut ke uterus. Lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri akan
memicu pelepasan modulator imun seperti IL-1β, TNF-α dan PGE-2. Bakteri
dan produk-produknya ini akan bersirkulasi ke dalam peredaran darah dan
menembus barier plasenta serta memicu timbulnya kelahiran prematur karena
terjadi gangguan pengaturan fungsi sitokin yang berperan dalam pengaturan
kontraksi rahim dan distribusi nutrisi untuk janin (Banun, 2013).

Banun K. 2013. Penyakit Periodontal dan Komplikasi Kehamilan. J. K. G


Unej; 10(3): 110.

Soulissa AG. September-Desember 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit


periodontal (Relationship between pregnancy and periodontal disease). Jurnal
PDGI; 63(3): 71-77.
- (Eriel)

Komplikasi kasus epulis gravidarum dapat menyebabkan ketidaknyamanan


(terutama pada trisemester kedua) dan tidak menutup kemungkinan akan
membuat keadaan rongga mulut ibu hamil semakin tidak sehat. Pengaruh
lainnya yang dapat terjadi yakni dapat menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur dengan/tanpa disertai BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).
Mekanismenya dimulai dari perdarahan pada gingiva sehingga terjadi
bakterimia. Bakterimia menyebabkan bakteri dan produknya (lipopolisakarida
dan mediator inflamasi yang teraktivasi) berpindah dari rongga mulut lalu ke
sirkulasi peredaran darah dan menembus barrier plasenta. Pengaturan fungsi
sitokin yang berperan dalam kontraksi rahim dan distribusi nutrisi ke janin
menjadi terganggu sehingga bayi lahir prematur. Perawatan periodontal pada
ibu hamil dapat menurunkan risiko kelahiran BBLR dan prematur (Soulissa,
2014).

Soulissa AG. 2014. Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal. Jurnal


PDGI; 63(3): 71-77.

- (Iftah)
Komplikasi yang mungkin disebabkan oleh Epulis gravidarum selama
kehamilan yang tidak dirawat dan terus tumbuh, antara lain destruksi dan
absorpsi tulang alveolar, goyang dan perpindahan gigi, serta nyeri. Ketika
Epulis gravidarum membesar, karena pertimbangan persalinan, wanita hamil
sering tidak dapat menemui dokter tepat waktu, yang menyebabkan
peningkatan berlebihan Epulis gravidarum, terutama Epulis gravidarum di
ruang yang berdekatan antara dua gigi. Epulis gravidarum yang membesar
menekan gigi-geligi dan menyebabkan Resorpsi tulang, melonggarnya,
pergeseran dan perpindahan gigi. Selama kehamilan, pregnency mungkin
mempengaruhi mastikasi serta nyeri dapat terjadi. Komplikasi ini tidak dapat
segera diobati. Perawatan non-bedah harus dilakukan pada waktu yang tepat
untuk mengontrol plak. Pertimbangkan apakah gigi goyang memiliki indikasi
untuk pencabutan gigi. Jika penyerapan tulang alveolar tidak melebihi 1/3 dari
panjang akar, gigi yang dipindahkan setelah reseksi tumor gingiva akan sering
kembali ke posisi semula (Cheng et al., 2021).

Cheng, G. et al. (2021) ‘Experience in the treatment of gingival tumors with


different characteristics during pregnancy’, West China Journal of
Stomatology, 38(6), pp. 718–725.

- (Nabil)

Keguguran, Penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri anaerob gram


negatif. Toksin dari bakteri ini berupa endotoksin / lipopolisakarida (LPS),
yang akan mencapai uterus melalui aliran darah dan merangsang respon
inflamasi jaringan periodontal. Proses ini akan menimbulkan bakterimia. LPS
akan memicu mediator inflamatori pada organ sistemik dan jaringan
periodontal, terutama sitokini, tumor nekrosis faktor (TNF-α), interleukin (IL-
1ß), dan prostaglandin (PGE2) yang dapat mempengaruhi kehamilan.
Mediator ini dapat membahayakan unit fetoplasenta dengan menimbulkan
kontraksi otot rahim dan dilatasi leher rahim. Keadaan ini meningkatkan
resiko keguguran ( Rahmawati et al., 2017).

- Rahmawati D, Mayong OP. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu Hamil di


Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal Kebidanan STIKES William
Booth. 2017.
11. Mengetahui Pencegahan Epulis Gravidarum
- (Gama)

Salah satu penyebab granuloma Kehamilan/ Epulis Gravidarum adalah


gingivitis yang tidak diobati yang akan berkembang menjadi granuloma, dan
penyebab lainnya dari granuloma adalah kebersihan rongga mulut yang
kurang. Menyikat gigi setiap hari dan berkumur serta pemeriksaan rutin dapat
mengurangi risiko terkena granuloma, jika hal tersebut tidak diperhatikan
dengan baik tentunya granuloma akan meluas Karena hal tersebut ibu hamil
harus mampu merawat kesehatan rongga mulutnya dengan baik, seperti halnya
cara menyikat gigi yang tepat. Dengan metode tepat alat, tepat cara, tepat
waktu dan tepat target, ibu hamil bisa memulai merawat gigi dengan cara yang
benar, selain perawatan yang ditekankan pola makan juga harus diperhatikan.
Kemungkinan besar ibu hamil dengan granuloma berkurang nafsu makan,
diakibatkan kondisi ketidaknyamanan dari rongga mulut, karena hal tersebut
ibu hamil perlu mengatur pola makan seperti pemilihan makanan yang
bertekstur lembut, mengurangi makanan manis. Karena granuloma adalah
penyakit yang menyerang gusi salah satu untuk pemulihannya adalah
pemenuhan vitamin C yang banyak terdapat pada buah-buahan seperti jeruk,
mangga, jambu biji dan delima. Karena kekurangan vitamin C salah satunya
dapat menyebabkan ibu hamil rentan terhadap penyakit gusi.

Rahmawati D, Mayong OP. 2017. Perawatan Kesehatan Rongga Mulut Ibu


Hamil Di Puskesmas Trenggalek Jawa Timur. Jurnal Kebidanan;6(1): 1-69.

- (Reni)Trimester Pertama (1-12 minggu): Ini adalah periode organogenesis dan


diferensiasi janin. Janin yang sedang berkembang rentan terhadap pengaruh
teratogenik dan 50% hingga 75% dari semua aborsi spontan terjadi selama
periode ini. Rekomendasi adalah:

1. Ajarkan pasien tentang perubahan mulut ibu yang terjadi selama kehamilan.

2. Tekankan instruksi kebersihan mulut yang ketat dan dengan demikian


kontrol plak.

3. Perawatan gigi harus dibatasi pada perawatan darurat dan profilaksis


periodontal.

4. Hindari pengambilan radiografi rutin. Gunakan secara selektif dan bila perlu

- Trimester kedua (13 -24 minggu): Organogenesis selesai dan risiko pada janin
rendah. Ini adalah periode teraman untuk perawatan gigi. Rekomendasi
adalah:

1. Instruksi kebersihan mulut dan kontrol plak.

2. Lakukan scaling, polishing dan kuretase, jika perlu.

3. Pengendalian penyakit mulut aktif, jika ada.

4. Prosedur gigi elektif aman.

5. Hindari pengambilan radiografi secara rutin. Gunakan secara selektif dan


bila perlu
- Trimester ketiga (25-40 minggu): Pertumbuhan janin berlanjut dan fokus
perhatian adalah pada risiko proses kelahiran yang akan datang dan
keselamatan dan kenyamanan ibu hamil wanita. Perawatan gigi rutin aman
dilakukan pada awal trimester ketiga, tetapi sebaiknya dihindari pada
pertengahan trimester ketiga. Jadwalkan janji temu singkat dengan posisi yang
tepat untuk mencegah hipotensi terlentang.

Rekomendasi adalah:

1. Instruksi kebersihan mulut dan kontrol plak.

2. Lakukan scaling, polishing dan kuretase, jika perlu

3. Hindari perawatan gigi elektif selama paruh kedua trimester ketiga

4. Hindari pengambilan radiografi rutin. Gunakan secara selektif dan bila


perlu. (Jasmine TJ, 2020)

Jasmine TJ. 2020. Dental Management in Pregnancy. Clinical Dentistry. XIV;


17-22.

Anda mungkin juga menyukai