Anda di halaman 1dari 170

MAKALAH

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem Pencernaan Dan Metabolisme
Endrokin

Dosen Pengajar : Dina Rawan G. Rana, S.Kep, Ners.

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1

Alan Satria Budi : 2020-01-14401-004

Desie : 2020-01-14401-008

Nicko Chardo : 2020-01-14401-021

Nina Pebriana : 2020-01-14401-022

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
berkat karunianya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai tepat
pada waktunya. Makalah ini kami beri judul “Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem Pencernaan Dan
Metabolisme Endrokin”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Anak dari Guru pengampu mata pelajaran. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para
pembaca.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada
selaku Guru Dina Rawan G. Rana, S.Kep, Ners. mata pelajaran Keperawatan
Anak

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang bisa
membangun kemampuan kami, agar kedepannya bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami
khususnya sebagai penulis.
Daftar Pustaka

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................................3

2.1 ......................................................................................................................................4

2.2 ......................................................................................................................................5

2.3........................................................................................................................................5

2.4........................................................................................................................................6

BAB III PENUTUP...........................................................................................................12

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................12

3.2 Saran.............................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki
berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan usia
tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologi
seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan
lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang
juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual. (Hidayat, 2008).
Ibu adalah primary care yang mempunyai keterlibatan langsung dalam
perawatan dan pemberian makan pada balita, oleh karena itu ibu memiliki
peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan anak. Dalam pemberian
nutrisi, ibu berperan merencanakan variasi makanan, menyediakan daftar menu
yang diperlukan anak dan keluarga, serta mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
yang diperlukan anak.(Sodikin, 2011).
Kebiasaan pemberian makanan yang benar sangat penting untuk
keberlangsungan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, serta gizi bayi dan
anak. Gizi merupakan salah satu faktor lingkungan dan merupakan penunjang
agar proses tumbuh kembang tersebut dapat berjalan dengan memuaskan. Hal
ini berarti pemberian makanan yang berkualitas dan kuantitasnya baik
menunjang tumbuh kembang, sehingga anak dapat tumbuh normal dan sehat
serta terbebas dari penyakit. (Mitayani & Sartika. W, 2010). Pengetahuan ibu
tentang kebutuhan gizi, cara pemberian makan, dan jadwal pemberian makan
anak balita sangat berperan dalam menentukan status gizi anak salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mencukupi kebutuhan lahir dan
batin anak-anaknya (Dahlia & Ruslianti, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Sejalan dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat di rumuskan
permasalahan yaitu Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem
Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin ?

1.3.1 Tujuan Umum


Secara umum penulisan laporan studi kasus ini ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran nyata mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem
Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan laporan studi kasus ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang :
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian Konsep Asuhan Keper-
awatan
Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis
Dari Sistem Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin
2. Mahasiswa mampu menegakan Konsep Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis
Dari Sistem Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin
3. Mahasiswa mampu melaksanakan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem
Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin
4. Pelaksanakan Keperawatan pada Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak
Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem
Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin
5. Evaluasi pada pengkajian Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Patologis Dari Sistem
Pencernaan Dan Metabolisme Endrokin
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan terhadap masalah kebutuhan nutrisi dapat meliputi


pengkajian khusus masalah nutrisi dan pengkajian fisik secara umum yang
berhubungan dengan kebutuhan nutrisi :

a. Identitas

Melakukan pengkajian yang meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, pekerjaan, alamat, pendidikan terakhir, tanggal masuk, nomer
register, diagnosa medis, dan lain-lain.

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola makanan, tipe
makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makanan yang lebih disukai, yang
dapat digunakan untuk membantu merencanakan jenis makanan untuk sekarang
dan rencana makanan untuk masa selanjutnya.

c. Keluhan Utama

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan pengkajian

d.Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien bercerita tentang riwayat penyakit, perjalanan dari rumah ke rumah sakit

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Data yang diperoleh dari pasien, apakah pasien mempunyai penyakit dimasa lalu
maupun sekarang

f. Riwayat Penyakit Keluarga

g. Data yang diperoleh dari pasien maupun keluarga pasien, apakah keluarga

ada yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun menular.

h. Tingkat Aktifitas sehari-hari

1) Pola Istirahat /Tidur

Waktu tidur: Waktu tidur yang dialami pasien pada saat sebelum sakit dan
dilakukan di rumah, waktu tidur yang diperlukan oleh pasien untuk dapat tidur
selama di rumah sakit.
Waktu bangun: Waktu yang diperlukan untuk mencapai dari suatu proses NREM
ke posisi yang rileks, waktu bangun dapat dikaji pada saat pasien sebelum sakit
dan pada saat pasien sudah di rumah sakit. Masalah tidur: Apa saja masalah-
masalah tidur yang dialami oleh

pasien pada saat sebelum sakit dan pada saat sudah masuk di rumah sakit.

Hal-hal yang mempermudah tidur: Hal-hal yang dapat membuat pasien mudah
untuk dapat tidur secara nyenyak. Hal-hal yang mempermudah pasien terbangun:
Hal-hal yang menyangkut masalah tidur yang menyebabkan pasien secara mudah
terbangun.

2) Pola Eliminasi

Buang Air Kecil: Berapa kali dalam sehari, adakah kelainan, berapa banyak,
dibantu atau secara mandiri

Buang Air Besar: Kerutinan dalam eliminasi alvi setiap harinya, bagaimanakah
bentuk dari BAB pasien (encer, keras, atau lunak) Kesulitan BAK / BAB:
Kesulitan-kesulitan yang biasanya terjadi pada pasien yang kebutuhan nutrisinya
kurang, diet nutrisi yang tidak adekuat

Upaya mengatasi BAK / BAB: Usaha pasien untuk mengatasi masalah yang
terjadi pada pola eliminasi

3) Pola Makan dan Minum

Jumlah dan jenis makanan: Seberapa besar pasien mengkonsumsi makanan dan
apa saja makanan yang di konsumsi Waktu pemberian makanan: Rentang waktu
yang diperlukan pasien untuk dapat mengkonsumsi makanan yang di berikan.

Jumlah dan jenis cairan: Berapakah jumlah dan apa sajakah cairan yang bisa
dikonsumsi oleh pasien yang setiap harinya di rumah maupun dirumah sakit

Waktu pemberian cairan: Waktu yang di butuhkan pasien untuk mendapatkan


asupan cairan

Masalah makan dan minum: Masalah-masalah yang dialami pasien saat akan
ataupun setelah mengkonsumsi makanan maupun minuman

4) Kebersihan Diri / Personal Hygiene

Pemeliharaan badan: Kebiasaan pasien dalam pemeliharaan badan setiap harinya


mulai dari mandi, keramas, membersihkan kuku dan lain-lain

Pemeliharaan gigi dan mulut: Rutinitas membersihkan gigi, berapa kali pasien
menggosok gigi dalam sehari
Pola kegiatan lain: Kegiatan yang biasa dilakukan oleh pasien dalam
pemeliharaan badan

5) Data Psikososial

Pola komunikasi: Pola komunikasi pasien dengan keluarga atau orang lain, orang
yang paling dekat dengan pasien

Dampak di rawat di Rumah Sakit: Dampak yang ditimbulkan dari perawatan di


Rumah Sakit

6) Data Spiritual

Ketaatan dalam beribadah Keyakinan terhadap sehat dan sakit Keyakinan


terhadap penyembuhan

2. Pemeriksaan Fisik.

a. Keadaan Umum

Kesadaran: composmentis, somnolen, koma, delirum

b. Tanda-tanda vital

Ukuran dari beberapa criteria mulai dari tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu

c. Pemeriksaan Kepala

Pada kepala yang dapat kita lihat adalah bentuk kepala, kesimetrisan, penyebaran
rambut, adakah lesi, warna, keadaan rambut.

d. Pemeriksaan Wajah

Inspeksi : adakah sianosis, bentuk dan struktur wajah

e. Pemeriksaan Mata

Pada pemeriksaan mata yang dapat dikaji adalah kelengkapan dan kesimetrisan

f. Pemeriksaan Hidung

Bagaimana kebersihan hidung, apakah ada pernafasan cuping hidung, keadaan


membrane mukosa dari hidung

g. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi: Keadaan telinga, adakah serumen, adakah lesi infeksi yang akut atau
kronis

h. Pemeriksaan Leher

Inspeksi: adakah kelainan pada kulit leher

Palpasi: palapasi trachea, posisi trachea (miring, lurus, atau bengkok), adakah
pembesaran kelenjar tiroid, adakah pembendungan vena jugularis

i. Pemeriksaan Integumen

Bagaimanakah keadaan turgor kulit, adakah lesi, kelainan pada kulit, tekstur,
warna kulit

j. Pemeriksaan Thorax

Inspeksi dada, bagaimana bentuk dada, bunyi normal

k. Pemeriksaan Jantung

Inspeksi dan Palpasi: mendeteksi letak jantung, apakah ada pembesaran jantung

Perkusi : mendiagnosa batas-batas diafragma dan abdomen

Auskultasi : bunyi jantung I dan II

l. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi: bagaimana bentuk abdomen (simetris, adakah luka, apakah ada


pembesaran abdomen)

Auskultasi: mendengarkan suara peristaltic usus 5-35 dalam 1 menit

Perkusi: apakah ada kelainan pada suara abdomen, hati (pekak), lambung
(timpani)

Palpasi: adanya nyeri tekanan atau nyeri lepas saat dilakukan palpasi

m. Pemeriksaan Genetalia

Inspeksi: keadaan rambut pubis, kebersihan vagina atau penis, warna dari kulit
disekitar genetalia

Palpasi: adakah benjolan, adakah nyeri saat di palpasi

n. Pemeriksaan Anus

Lubang anus, peripelium, dan kelainan pada anus


o. Pemeriksaan Muskuloskeletal

Kesimetrisan otot, pemeriksaan abdomen, kekuatan otot, kelainan pada anus

p. Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran atau meninggal ringan, syaraf otak, fungsi motorik, fungsi
sensorik

q. Pemeriksaan Status Mental

Tingkat kesadaran emosi, orientasi, proses berfikir, persepsi dan bahasa, dan
motivasi

r. Pemeriksaan Tubuh Secara Umum

Kebersihan, normal, postur

s. Pemeriksaan Penunjang

t. Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum, Hemoglobin, glukosa,
elektrolit, dan lain-lain. (AAA.Hidayat.2006)

3.Diagnosa Keperawatan (NANDA 2015.).

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan mual dan muntah

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan gangguan absorbsi

4. Intervensi Keperawatan (Bulecchek. G. 2013).

Diagnosa 1: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan anoreksia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka


diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi dan nafsu makan pasien
meningkat
Kriteria Hasil : Observasi TTV dalam keadaan normal, Pasien mau makan lagi,
Nafsu makan pasien meningkat, Pasien mengatakan merasa nyaman dan lebih
sehat karena kebutuhan nutrisinya terpenuhi

Intervensi :

a. Dilakukan tindakan terapeutik (pendekatan terapeutik) pada pasien dan


keluarga, misal : senyum, sapa, salam, sopan dan santun

b. Berikan informasi pada pasien tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan


nutrisi

c. Kaji faktor yang berhubungan dengan nafsu makan

d. Motivasi pasien untuk makan sedikit (dalam porsi kecil rendah lemak dan
rendah serat) dan makan lebih sering (selama tidak ada kontraindikasi)

e. Observasi TTV

f. Kolaborasi dengan tim medis

Diagnosa 2: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan mual dan muntah

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi


pasien dapat terpenuhi dan mual atau muntah pasien hilang

Kriteria Hasil : Observasi TTV dalam keadaan normal, Porsi makan habis, Intake
makan meningkat, Mual dan muntah pasien hilang, Pasien mengatakan merasa
nyaman karena kebutuhan nutrisi terpenuhi dan merasa lebih sehat.

Intervensi :

a. Dilakukan tindakan terapeutik (pendekatan terapeutik) pada pasien dan


keluarga, misal : senyum, sapa, salam, sopan dan santun

b. Berikan informasi pada pasien tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan


nutrisi

c. Monitor Berat Badan

d. Berikan makanan kesukaan jika tidak ada kontraindikasi

e. Modifikasi pengujian makanan

f. Anjurkan untuk menjaga oral hygiene

g. Atur jadwal tindakan medis keperawatan agar tidak menurunkan nafsu makan
Diagnosa 3: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan gangguan absorbsi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi


pasien dapat terpenuhi.

Kriteria Hasil : Observasi TTV dalam keadaan normal, Intake makanan


meningkat, Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, Pasien merasa lebih sehat

Intervensi :

a. Lakukan tindakan terapeutik (pendekatan terapeutik) pada pasien dan keluarga,


misal : senyum, sapa, salam, sopan dan santun

b. Berikan informasi pada pasien tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan


nutrisi

c. Motivasi pasien untuk makan sedikit (dalam porsi kecil) dan lebih sering
(selama tidak ada kontraindikasi)

d. Observasi TTV

e. Kolaborasi dengan tim medis Berikan terapi medika mentosa sesuai program
dan berikan nutrisi parenteral per IV sesuai program

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap maslah kebutuhan nurisi secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam:

a. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam


makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi kurang dari kebutuhan.

b. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukan dengan tidak adanya tanda


kekurangan atau kelebihan berat badan 3.

c. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan dengan


adanya proses pencernaan makan yang adekuat

3. Pemeriksaan diagnostik dal laboratorium

1. Berbagai Jenis Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik :


1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling umum


dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah
pasien untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit atau kondisi


medis tertentu, seperti anemia dan infeksi. Melalui pemeriksaan penunjang ini,
dokter dapat memantau beberapa komponen darah dan fungsi organ, meliputi:

Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit atau keping
darah

Plasma darah

Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam urat, zat besi,
dan elektrolit

Analisis gas darah

Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan kelenjar tiroid

Tumor marker

Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada dokter mengenai


persiapan apa yang harus dilakukan, misalnya apakah perlu berpuasa atau
menghentikan pengobatan tertentu sebelum pengambilan sampel darah.

2. Pemeriksaan urine

Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering kali dilakukan
untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal, serta apakah seseorang
mengonsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, pemeriksaan urine juga biasanya
dilakukan pada ibu hamil untuk memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi
preeklamsia.

Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian dari medical check-up rutin
atau ketika dokter mencurigai adanya penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal,
infeksi saluran kemih, atau batu ginjal.
3. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau kerja jantung,


khususnya irama detak jantung dan aliran listrik jantung. EKG juga dapat
dilakukan untuk mendeteksi kelainan jantung, seperti aritmia, serangan jantung,
pembengkakan jantung, kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung
koroner.

Pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD rumah sakit, atau
di ruang perawatan pasien, seperti di ICU atau di bangsal rawat inap.

Saat menjalani pemeriksaan EKG, pasien akan diminta untuk berbaring dan
melepaskan baju serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya dokter akan
memasang elektroda di bagian dada, lengan, dan tungkai pasien.

Ketika pemeriksaan berlangsung, pasien disarankan untuk tidak banyak bergerak


atau berbicara karena dapat mengganggu hasil pemeriksaan.

4. Foto Rontgen

Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang menggunakan radiasi


sinar-X atau sinar Rontgen untuk menggambarkan kondisi berbagai organ dan
jaringan tubuh. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk mendeteksi:

1) Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan
pergeseran sendi (dislokasi)
2) Kelainan gigi
3) Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
4) Batu saluran kemih
5) Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu
Pada kasus tertentu, dokter mungkin akan memberikan zat kontras kepada pasien
melalui suntikan atau per oral (diminum), agar hasil foto Rontgen lebih jelas.
Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa menimbulkan beberapa efek
samping, seperti reaksi alergi, pusing, mual, lidah terasa pahit, hingga gangguan
ginjal.

5. Ultrasonografi (USG)

USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara untuk


menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh.

Pemeriksaan penunjang ini sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan di organ


dalam tubuh, seperti tumor, batu, atau infeksi pada ginjal, pankreas, hati, dan
empedu.

Tak hanya itu, USG juga umum dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan
kehamilan untuk memantau kondisi janin serta untuk memandu dokter saat
melakukan tindakan biopsi.

Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan meminta pasien


untuk berpuasa serta minum air putih dan menahan buang air kecil untuk
sementara waktu. Pasien kemudian akan diperbolehkan buang air kecil dan makan
kembali setelah pemeriksaan USG selesai dilakukan.

6. Computed tomography scan (CT Scan)

CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar Rontgen


dengan mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan organ di dalam
tubuh.

Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan terlihat lebih jelas daripada foto
Rontgen biasa. Pemeriksaan CT scan biasanya berlangsung sekitar 20–60 menit.

Untuk menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik atau lebih akurat dalam
mendeteksi kelainan tertentu, seperti tumor atau kanker, dokter dapat
menggunakan zat kontras saat melakukan pemeriksaan CT scan.
7. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini tidak
memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang magnet dan
gelombang radio berkekuatan tinggi untuk menggambarkan kondisi organ dan
jaringan di dalam tubuh. Prosedur MRI biasanya berlangsung selama 15–90
menit.

Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk memeriksa hampir seluruh bagian tubuh,
termasuk otak dan sistem saraf, tulang dan sendi, payudara, jantung dan pembuluh
darah, serta organ dalam lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar prostat.

Sama seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan
menggunakan zat kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang dihasilkan
pada pemeriksaan MRI.

8. Fluoroskopi

Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan sinar


Rontgen untuk menghasilkan serangkaian gambar menyerupai video. Pemeriksaan
penunjang ini umumnya dikombinasikan dengan zat kontras, agar gambar yang
dihasilkan lebih jelas.

Fluorokospi biasanya digunakan untuk mendeteksi kelainan tertentu di dalam


tubuh, seperti kerusakan atau gangguan pada tulang, jantung, pembuluh darah,
dan sistem pencernaan. Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu dokter
ketika melakukan kateterisasi jantung atau pemasangan ring jantung.

9. Endoskopi

Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan endoskop, yaitu
alat berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi kamera di ujungnya. Alat
ini terhubung dengan monitor atau layar TV, sehingga dokter dapat melihat
kondisi organ dalam tubuh.
Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau kondisi saluran
cerna dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti gastritis atau peradangan pada
lambung, tukak lambung, GERD, kesulitan menelan, perdarahan saluran
pencernaan, serta kanker lambung.

Selain beberapa jenis pemeriksaan penunjang di atas, ada beberapa jenis


pemeriksaan penunjang lainnya yang juga sering dilakukan dokter, seperti:

1) Ekokardiografi
2) Biopsi
3) Elektroensefalografi (EEG)
4) Pemeriksaan tinja
5) Pemeriksaan cairan tubuh, seperti cairan otak, cairan sendi, dan cairan
pleura
6) Pemeriksaan genetik
Ada banyak sekali jenis pemeriksaan penunjang dengan fungsi, kelebihan, dan
kekurangannya masing-masing. Suatu pemeriksaan penunjang mungkin cocok
untuk mendeteksi jenis penyakit tertentu, tapi tidak efektif untuk mendeteksi jenis
penyakit lainnya. Bahkan, kadang dibutuhkan beberapa jenis pemeriksaan
penunjang untuk mendiagnosis suatu penyakit.

2. Laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium, diantaranya untuk mendeteksi adanya penyakit,


menentukan faktor risiko penyakit, memantau perkembangan penyakit dan
memantau efektivitas pengobatan. Hasil pemeriksaan laboratorium memiliki
peranan penting dalam pengambilan keputusan medis, karena itu akurasi hasil
menjadi suatu keharusan. Hasil pemeriksaan yang tidak akurat dikarenakan
persiapan pemeriksaan yang kurang optimal akan menyebabkan tujuan
pemeriksaan tidak tercapai dan dapat mengakibatkan diagnosa yang kurang tepat
dan berujung pada penanganan medis yang kurang tepat pula.

Persiapan pasien tergantung dari jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Berikut
ini, kami sampaikan beberapa persiapan pemeriksaan yang umum dianjurkan :
1. Pasien harus puasa minimal selama 10 jam sebelum pengambilan darah, kecuali
untuk pemeriksaan glukosa puasa minimal 8 jam. Untuk pemeriksaan trigliserida,
sebaiknya pasien puasa selama 12 jam.

2. Selama puasa, pasien tidak diperbolehkan makan dan minum, kecuali air putih.

3. Hindari merokok, makan permen karet, minum kopi dan teh (tanpa gula),
alkohol, addictive drugs (seperti amphetamine, morphine, heroin, cannabis)
karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

4. Jangan berpuasa lebih dari 14 jam.

5. Jangan melakukan aktivitas berat seperti berolahraga sebelum pengambilan


darah.

6. Pengambilan darah sebaiknya dilakukan pagi hari, antara pukul 07.00 - 09.00.
Hal ini karena pagi hari merupakan keadaan basal tubuh dimana pada umumnya
belum melakukan banyak aktivitas.

Terkadang sebagian pasien masih mengabaikan anjuran tersebut, baik karena lupa,
terlalu sulit dilakukan ataupun karena kesibukan yang tidak memungkinkan
pasien mengikuti anjuran tersebut. Padahal persiapan pemeriksaan ini dibuat
berdasarkan berbagai pertimbangan yang fokus pada keselamatan pasien (patient
safety).

Masalah keperawatan anak dengan gangguan kebutuhan nutrisi pada KKP

Definisi KKP

Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang
kurangmendapat masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan
proteinkurang dalam waktu yang cukup lama (Ngastiyah, 1997).Kurang kalori
protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yangdikarenakan adanya
defisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi
protein maupun energi (Sediatoema, 1999)

Manifestasi Klinis Anak dengan KKP

Kwashiorkor:

1.Edema tubuh, terutama pada bagian punggung kaki

2.Wajah membulat dan sembab

3.Rambut tipis dan kemerahan seperti rambut jagung

4.Atrofi/pengecilan otot

5.Kulit terdapat bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menajdicokelat dan kehitaman dan terkelupas

6.Sering disertai penyakit infeksi akut seperti diare

Marasmus:

1.Tampak kurus, seperti tulang yang tinggal terbungkus kulit

2.Wajah seperti orang tua

3.Kerusakan integritas kulit yaitu keriput

4.Perut cekung

5.Disertai penyakit infeksi seperti diare kronik atau konstipasi

Klasifikasi Anak dengan KKP

Menurut Departemen Kesehatan RI (1999) KKP/ KEP yang dibagi


berdasarkangejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi
buruk). UntukKEP/KKP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya
anak tampak kurussedangkan gejala klinis KKP/ KEP berat (gizi buruk) secara
garis besar dapatdibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-
kwashiorkor.AdapunKwashiorkor merupakan KKP berat karena kekurangan
protein(terjadi edema di sekujurtubuh terutama bagian ekstremitas), Marasmus
ialah KKP berat karena kekuranganKalori atau karbohidrati (Anak tampak kurus
dan wajahnya seperti orangtua) danMarasmik-Kwashiorkor karena kekurangan
karbohidrat dan protein (campuran gejalaklinik dari kwashiorkor dan marasmus
dengan edema tidak mencolok).

Mengetahui Patofisiologi Anak dengan KKP


A. Patofisiologi Marasmus

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan
kekuranganmakanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhikebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakankarbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untukmempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untukmenyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadikekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
denganmenghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal.Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumberenergi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akanmempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-
kirakehilangan separuh dari tubuh.

B. Patofisiologi Kwashiorkor

Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang


sangatlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya.Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yangmeyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam
diet,akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukanuntuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amino dalam
serum iniakan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang
kemudian berakibat edem. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan
beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan
akibatterjadinya penimbunan lemah dalam hati.

Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Anak dengan KKP

Menurut WHO untuk pemeriksaan atau pengkajian pada pasien dengan


kekurangankalori protein (KKP) sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Fisik

a) Kaji tanda-tanda vital.

b) Kaji perubahan status mental, pada anak apakah anak nampak cengeng
atauapatis.

c) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan


kerusakanfungsi hati, pankreas dan usus.
d) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan
keelastisankulit

e) dan membran mukosa.

f) Pengamatan pada output urine.

g) Kaji perubahan pola eliminasi.

h) Perhatikan apakah ada ditemukan gejala seperti diare, perubahan frekuensi


BAB, dan

i) di tandai adanya keadaan lemas dan konsistensi BAB cair.

j) Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari.

l) dengan penurunan berat badan.

m) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati


tingkahlaku

n) anak melalui rangsang.Kemudian untuk menegakkan diagnose pada


Kekurangan Kalori Protein ini juga bisadidukung dengan pemeriksaan
penunjang :

2. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan darah tepi untuk memperlihatkan apakah dijumpai anemia


ringansampai sedang, umumnya

 pada KKP dijumpai berupa anemia hipokronik atau normokromik.

 Pada uji faal hati:Pada pemeriksaan uji faal hati tampak nilai albumin sedikit
atau amat rendah,trigliserida normal, dan kolesterol normal atau merendah.

 Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.

 Kadar gula darah umumnya rendah. (normalnya Gula darah puasa : 70-
110mg/dl, Waktu tidur : 110-150 mg/dl, 1 jam setelah makan < 160 mg/dl, 2
jamsetelah makan : < 125 mg / dl

 Asam lemak bebas normal atau meninggi.

 Nilai beta lipoprotein tidak menentu, dapat merendah atau meninggi.

 Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat


normal,merendah maupun meninggi.
 Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin
meningkatdan indeks hidroksiprolin menurun.

 Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai
dengankasus perlemakan berat.

 Kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat.

 Kadar imunoglobulin A sekretori rek)

Mengetahui Penatalaksanaan Anak dengan KKP

Penatalaksanaan kurang kalori protein:

1.Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin

2.Pemberian terapi cairan dan elektrolit

3.Penannganan diare bila ada : cairan, antidiare, dan antibioticPenatalaksanan


KKP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin:

I. Atasi atau cegah hipoglikemiPeriksa kadar gula darah bila ada hipotermi (suhu
skala < 35 derajatcelciul suhu rektal 35,5 derajat celcius). Pemberian makanan
yang lebih sering penting untuk mencegahkedua kondisi tersebut. Bila kadar gula
darah di bawah50 mg/dl, berikan :

a.50 mlbolus glukosa 10 % atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5adm air)
secara oral atau sonde / pipa nasogastric

b.Selanjutnya berikan lanjutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam(setiap kali


berikan ¼ bagian dari jatah untuk 2 jam)

c.Berikan antibiotik

d. Secepatnya berikan makanan setiap 2 jam, siangdan malam

II. Atasi atau cegah hipotermiBila suhu rektal < 35.5 derajat celcius :

a.Segera berikan makanan cair / formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila
perlu)

b.Hangatkan anak dengan pakaian atau seelimut sampai menutup kepala,letakkan


dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas)atau peluk anak di
dasa ibu, selimuti.

c.Berikan antibiotik d. Suhu diperiksa sampai mencapai > 36,5 derajatcelcius

III. Atasi atau cegah dehidrasiJangan mengunakan jalur intravena untuk rehidrasi
kecuali keadaansyok/rentan. Lakukan pemberian infus dengan hati – hati, tetesan
pelan – pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. Gunakan larutan
garam khususyaitu resomal (rehydration Solution for malnutrition atau
pengantinya). Anggapsemua anak KKP berat dengan diare encer mengalami
dehidrasi sehingga harusdiberikan :

a.Cairal Resomal/pengantinya sebanyak 5ml/kgBB setiap 30 menit selama2 jam


secara oral atau lewat pipa nasogastric

b.Selanjutnya beri 5 -10 ml/kgBB/jam selama 4-10 jam berikutnya ; jumlah yang
tepat harus diberikan tergantung berapa baanyak anakmenginginkannntya dan
banyaknya kehilangan cairan melalui tinja danmuntah.

c.Ganti Resomal/penganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formulaskhusus


sejumlah yang sama, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.

d.Selanjutnya mulai beri formula khusus.

IV.Koreksi gangguan keseimbangan elektrolitPada senua KKP berat terjadi


kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium
(K) dan magnesium (Mg)msering terjadidan paling sedikit perlu 2 minggu untuk
pemulihan. Ketidakseimbangan ini ikutandil pada terjadinya edema (jangan obati
dengan pemberian diuretik). Berikan:

a) Tambahkan K2-4 mEq/kgBB/hari (=150-300mg KCL/kgBB/hari)

b) Tambahkan Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (=7,5-15mgKCL/kgBB/hari)

c) Siapkan makanan tanpa beri garam

Tambahkan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dantambahkan


langsung pada makanan. Penambahan 20ml larutan pada 1 literformula. Selain itu
atasi penyakit penyerta, yaitu :

a.Defisiensi vitamin A, seperti korelasi defisiensi mikro

b.DermatosisUmum defisiensi Zn terdapat pada keadaan ini dan dermatosis


membaik dengan pemberian suplementasi Zn, selain itu :

a.Kompres bagian kulit yang terkena dengan KmnO (K-permanganat) 1%selama


10 menit.

b.Beri salep (Zn dengan minyak kastor)

c.Jaga daerah perineum agar tetap kering

d.Parasit/cacing, beri mebendazol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari.


e.Diare melanjutDiare biasa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada
pemberianmakanan secara berhati – hati. Bila ada intoleransi laktosa (jarang)
obati hanya bila diare berlanjutnya diare. Bila mungkin lakukan pemeriksaan
tinjamikroskopik, berikan metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

Masalah keperawatan anak dengan gangguan kebutuhan nutrisi pada anak


Typoid

1.Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman
yangterkontaminasi oleh bakteri tersebut.

Definisi lain dari demam tifoid atau Typhus Abdominalis

ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaandan
gangguan kesadaran (Ngastiyah,2009).Demam tifoid disebarkan melalui jalur
fekal +oral dan hanya menginfeksi manusia yang mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonellatyphi. Ada dua sumber
penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam tifoid dan karier. Seseorang
yang karier adalah orang yang pernah menderita demam tifoid dan terus
membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah, 2014).

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkaninfeksi


Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
Salmonella (Smeltzer, 2014).

Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12 – 13 tahun (70%80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% )
dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010).Demam
typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu,gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia,
2006). Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram
negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi
dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran
darah. (Darmowandowo, 2006)

Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella
parathypi

(S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram
negatif,mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun
bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi,pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O


(berasal dari tubuh kuman).

2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal


dari

3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan


antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya
makin besar pasien menderita tifoid (Sudoyo, 2009).

Patofisiologi

Penularan salmonella typi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5f yaitu: food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah),
fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat
menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat dimana lalat akan hinggap di makanan yang
akan di makan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Sebagian kuman akan di musnahkan oleh asam lambung, sebagian masuk ke usus
halus, jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vulli usus halus.
Kemudian kuman masuk keperedaran darah (bakteremia primer) dan mencapai
sel-sel retikuloendoteal, hati, limpa, dan organ lain. Proses ini terjadi pada masa
tunas dan berakhir saat sel-sel retukuloendoteal melepaskan kuman kedalam
peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kali. Kemudian
kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limp, usus dan kandung
empedu Pada minggu I, terjadi hyperplasia plaks player pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu II terjadi nekrosis. Minggu III terjadi ulserasi plaks player.
Minggu IV terjadi penyembuhan dengan menimbulkan sikatrik, ulkus dapat
menyebabkan perdarahan sampai perforasi usus, hepar, kelenjar mesenterikal dan
limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala
saluran cerna karena kelainan pada usus bakteri salmonella typhi (lewat perantara
5 F) saluran pencernaan lambung infeksi usus halus nausea, vomit intake & nafsu
makan menurun inflamasi Peristaltik usus menurun pembuluh limfe Bising usus
menurun suhu tubuh meningkat, demam bakteri masuk ke aliran darah Gangguan
pada termoregulator Hepatomegali&splenomegali Menurut Mansjoer, 2010 pada
demam typoid memiliki masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi
ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak
khas) :

1. Perasaan tidak enak badan 

2. Lesu

3. Nyeri kepala 

4. Pusing 

5. Diare 

6. Anoreksia 

7. Batuk

 8. Nyeri otot

Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu :

1. Demam

a. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam hari

b. Minggu II: Demam terus

c. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan,
jarang disertai tremor

b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan

c. Terdapat konstipasi, diare

3. Gangguan kesadaran

a. Kesadaran yaitu apatis–somnolen

b. Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam


kapiler kulit)

Menurut Sudoyo, 2010 komplikasi dari typoid dapat dibagi dalam :


a. Perdarahan usus 

b. Perforasi usus 

c. Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra intestinal

a. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis,


trombosis, dan tromboflebitie.

b. Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik c. Paru :


pneumonia, empiema, pleuritis

d. Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis. e. Ginjal :


glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis. 

f. Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.

g. Neuropsikiatrik : delirium, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom


katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang
terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan
umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.

Pemeriksaan Penunjang

1. Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa Pemeriksaan leukosit
demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT SGOT Dan SGPT pada demam typhoid
seringkali meningkat tetapi dapat kembali

3. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi


dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.

4. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan
dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid Uji widal
dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi.
Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam
sekali pemeriksaan. Pengobatan typoid sampai saat ini masih menganut Trilogi
penatalaksanaan demam thypoid, yaitu :

a. Kloramphenikol : dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4 x 500 mg,
diberikan selama demam berkanjut sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis
diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian

b. Ampisilin/Amoksisilin : dosis 50 – 15- mg/Kg/BB/hari, diberikan selama 2


minggu

c. Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametosazol-80


mg trimetropim), diberikan selama dua minggu.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Diet

1) Cukup kalori dan tinggi protein


2) Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas panas dapat
diberikan bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi sesuai tingkat kesembuhan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar)
dapat diberikan secara aman.

3) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan


intensif dengan nutrisi parenteral total.

b. Istirahat

Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Klien harus


tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama
14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi.
Klien dengan kondisi kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam
untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air
kecil perlu perhatian karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi urine.

c. Perawatan sehari – hari

Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan tempat tidur,


pakaian, dan peralatan yang digunakan oleh klien. Prognosis demam typoid
tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan
virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada
anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa adalah 7,4 %.

Pencegahan

1. Terhadap lingkungan

a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan

b. Pembuangan kotoran manusia (faeces) BAB dan BAK yang


tertutup c. Pemberantasan lalat

d. Pengawasan terhadap rumah-rumah makan dan penjualan


makanan. 2. Terhadap manusia

a. Imunisasi aktif maupun pasif

b. Menemukan dan mengawasi Carier Typhoid

c. cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi),
hindari minum air
Masalah keperawatan anak dengan gangguan kebutuhan nutrisi pada DM
Juvenil

Pengertian Diabetes Juvenile

Diabetes merupakan kondisi kadar gula darah tubuh yang lebih tinggi dari
seharusnya akibat kekurangan insulin. Diabetes juvenile, atau disebut juga
diabetes melitus tipe I, merupakan diabetes melitus yang terjadi pada anak-anak
akibat pankreas (organ dalam tubuh yang menghasilkan insulin) tidak
menghasilkan insulin sebagaimana mestinya.

Penyebab Diabetes Juvenile

Dalam keadaan normal, saat makan, tubuh akan memecah-mecah makanan yang
dikonsumsi menjadi glukosa dan diserap usus menjadi gula darah. Saat gula darah
meningkat, organ pankreas akan mengeluarkan insulin yang akan mengantarkan
gula darah tersebut ke dalam sel tubuh untuk diubah menjadi sumber energi. Pada
diabetes juvenile, urutan mekanisme tersebut tidak terjadi karena adanya
gangguan sistem imun yang menyebabkan pankreas rusak dan tidak mampu
menghasilkan insulin. Karena tak mampu menghasilkan insulin, maka gula akan
menumpuk di dalam darah dan tidak dapat masuk ke dalam sel. Hingga saat ini,
penyebab diabetes juvenile belum diketahui dengan jelas. Namun diduga faktor
genetik mempengaruhi terjadinya diabetes pada anak-anak. Penyakit ini tidak
menurun dari orang tua ke anak.

Diagnosis Diabetes Juvenile

Untuk memastikan diabetes, dokter akan melakukan pemeriksaan darah, berupa


pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah dua jam setelah makan. Kadar gula
darah yang tinggi akan memastikan adanya diabetes. Untuk memastikan bahwa
diabetes tersebut adalah diabetes juvenile, perlu dilakukan pemeriksaan kadar C-
peptida dari darah. Kadar C-peptida yang rendah memastikan bahwa diabetes
yang dialami merupakan diabetes juvenile.

Gejala Diabetes Juvenile

Diabetes juvenile dapat terjadi secara perlahan maupun secara mendadak. Namun
biasanya pada tahap awal penyakit, diabetes juvenile tidak menunjukkan gejala
apa pun juga. Bila ada gejala yang muncul, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:

1.Buang air kecil lebih sering dari biasanya, bahkan harus terbangun beberapa kali
di malam hari untuk buang air kecil.

2.Minum lebih banyak dari anak seusianya pada umumnya.

3.Terlihat lemas dan lebih cepat lelah.


4.Berat badan turun, atau peningkatan berat badannya tak seperti yang seharusnya.

Pada anak perempuan, kadang gejala yang muncul berupa pubertas yang
terlambat, atau adanya keputihan di vagina akibat infeksi jamur. Bila diabetes
tidak terkendali, tak jarang menimbulkan komplikasi berupa ketoasidosis diabetik
(KAD). Kondisi ini ditandai dengan penumpukan zat kimia yang disebut keton,
menimbulkan gejala mual, muntah, nyeri perut, gangguan pernapasan, bahkan
bisa menyebabkan kesadaran menurun. Selain itu, dalam jangka panjang, kadar
gula darah yang terus menerus tinggi bisa menyebabkan stroke, penyakit jantung,
gangguan penglihatan, dan gagal ginjal. Dan bila komplikasi-komplikasi ini
terjadi, umumnya tak dapat disembuhkan.

Pengobatan Diabetes Juvenile

Bila diabetes juvenile telah dipastikan, maka anak harus ditangani oleh dokter
spesialis anak ahli endokrinologi. Diabetes juvenile tidak dapat disembuhkan.
Namun dengan menggunakan insulin secara rutin setiap hari, maka kadar gula
darah pada penderita diabetes juvenile bisa dikontrol. Insulin diberikan dengan
cara disuntikkan di kulit yang memiliki banyak lapisan lemak, biasanya di perut.
Biasanya insulin disuntikkan tiga kali dalam sehari. Selain itu, beberapa hal ini
juga perlu diperhatikan:

1.Mengonsumsi makanan yang tinggi serat, dan membatasi karbohidrat yang


dikonsumsi

2.Memeriksa kadar gula darah secara rutin

3.Melakukan aktivitas fisik dengan teratur, setidaknya 3–4 kali dalam seminggu
Semua pengobatan ini diperlukan agar anak dapat tetap bertumbuh kembang
seperti kebanyakan anak pada umumnya. Oleh karena itu, pengobatannya
membutuhkan kerja sama antara dokter, pasien, dan orangtuanya.

Pencegahan Diabetes Juvenile

Hingga saat ini belum ada hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes
juvenile.

Rencana keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dengan


KKP

PENGERTIAN

Tubuh memerlukan energi dan fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan


tubuh,mempertahankan, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel yang
rusak.Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh. Proses
metabolismedapat berupa anabolisme (membangun) dan katabolisme
(pemecahan).Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan
metabolisme tubuhserta faktor-faktor yang memengaruhinya.Secara umum faktor
yang memengaruhikebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untuk kebutuhan
metabolisme basal, faktor patofisiologi seperti adanya penyakit tertentu yang
mengganggu pencernaan ataumeningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor
sosioekonomi seperti adanya kemampuanindividu dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi. Nutrisi adalah zat-zat gisi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk
menerima makananatau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan
bahan-bahan tersebutuntuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan
sisanya. Nutrisi dapatdikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat
lain yang terkandung, aksi,reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit (Tarwoto,Wartonah, 2006 :26).Menurut Alimul (2015),
nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zatmakanan oleh tubuh yang
bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitastubuh. Fungsi utama
nutrisi adalah untuk memberi energi bagi aktivitastubuh,membentuk struktur
kerangka dan jaringan tubuh, serta mengatur berbagai proses kimia di dalam
tubuh (Mubarak, 2008:27). Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai elemen yang
dibutuhkan untuk proses danfungsi tubuh. Kebutuhan energi didapatkan dari
berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral
(Potter and Perry, 2010:275.

 Elemen Nutrisi

Menurut Tarwoto, Wartonah (2006), Elemen nutrient/zat gizi terdiri atas:

1. Karbohidrat.
2. Protein.
3. Lemak.
4. Vitamin.
5. Mineral.
6. Air.
Karbohidrat, lemak, dan protein disebut energi nutrient karena merupakansumber
energi dari makanan; sedangkan vitamin, mineral, dan air merupakan substansi
penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengatur metabolisme
jaringantubuh.Fungsi zat gizi adalah:

1.Sebagai penghasil energi bagi fungsi organ, gerakan, dan kerja fisik.

2.Sebagai bahan dasar untuk pembentukan dan perbaikian jaringan.

3.Sebagai pelindung dan pengatur.


1.Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama. Hampir 80% energi dihasilkandari


karbohidrat. Setiap 1 gram karbohidrat mengahasilkan 4 kilokalori
(kkal).Karbohidrat yang disimpan dalam hati dan otot berbentuk glikogen dengan
jumlahyang sangat sedikit. Glikogen adalah sintesis dari glukosa. Pemecahan
energi selamamasa istirahat/puasa. Kelebihan energi karbohidrat berbentuk asam
lemak.

a.Jenis karbohidrat

Berdasarkan susunan kimianya karbohidrat digolongkan menjadi tiga jenisyaitu


monosakarida, disakarida, dan polisakarida.

1.Monosakarida

Monosakarida merupakan jenis karbohidrat yang paling sederhana danmerupakan


molekul yang paling kecil. Dalam bentuk ini molekul dapatlangsung diserap oleh
pembuluh darah. Jenis dari monosakarida adalah glukosal dektrosa yang banyak
terdapat pada buah-buahan dan sayuran,fruktosa banyak terdapat pada buah,
sayuran, madu, dan galaktosa yang berasal dari pecahan disakarida.

2) Disakarida

Jenis disakarida adalah sukrosa, maltose, dan laktosa.Sukrosa dan maltose banyak
pada makanan nabati, sedangkan laktosa yaitu merupakan jenisgula dalam air susu
baik susu ibu maupun susu hewan.

3) Polisakarida

Merupakan gabungan dari beberapa molekul monosakarida.

a.Jenis polisakarida adalah zat pati, glikogen, dan selulosa.

b. Fungsi karbohidrat

1) Sumber energi yang murah.

2) Sumber energi utama bagi otak dan saraf.

3) Membuat cadangan tenaga tubuh.

4) Pengaturan metabolisme lemak.

5) Untuk efesiensi penggunaan protein.

6) Memberikan rasa kenyang.

c. Sumber karbohidrat
Sumber karbohidrat umumnya adalah makanan pokok, umumnya berasaldari
tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, kacang, sagu, singkong, dan lain-lain.
Sedangkan pada karbohidrat hewani berbentuk glikogen.

d.Metabolisme karbohidrat

Proses dari makanan sampai dapat digunakan oleh tubuh melalui pencernaan,
absorpsi, dan metabolisme.

e. Metabolisme karbohidratProses dari makanan sampai dapat digunakan oleh


tubuh melalui pencernaan, absorpsi, dan metabolisme.

Pencernaan adalah memecahkan makanan menjadi bagian yang lebih kecil dan
dapat diabsorpsi melalui cairantubuh. Mekanisme pencernaan bisa secara mekanik
maupun secara kimia.Pencernaan secara mekanik melibatkan fungsi saraf dan otot
untuk memindahkanmakanan dalam saluran pencernaan melalui kontraksi otot,
pencernaan secarakimia melalui tipe sekresi yang diproduksi pada saluran
pencernaan. Ada 4 tipe produk sekresi yang dapat membantu pencernaan yaitu
enzym yang spesifik, Hcl,mucus, air, dan elektrolit.Zat gizi diabsorpsi oleh usus
kecil dan bagian proksimal usus besarmetabolisme karbohidrat mengandung tiga
proses

1) Perubahan dari katabolisme glikogen menjadi glukosa, kabon dioksida, dan


air disebut
 Glikogenolisis.

2) Perubahan dari anabolisme glukosa menjadi glikogen disebut Glikogenesis.


3) Perubahan dari asam amino dan gliserol menjadi glukosa disebut
Glukoneogenesis.
 f. Masalah-masalah yang terkait dengan karbohidratPenyakit Kurang Kalori dan
Protein (KKP) atau Protein Energi Malnutrisi(PEM) dan penyakit kegemukan
karena ketidakseimbangan antara asupan denganenergi yang dibutuhkan. Penyakit
akibat gangguan metabolisme karbohidrattampak pada Diabetes Mellitus.

Protein

Protein berfungsi sebagai pertumbuhan, mempertahankan dan mengganti jaringan 
tubuh. Setiap 1gram protein menghasilan 4 kkal. Bentuk sederhana dari protein ad
alah asam amino.

 Asam amino disimpan dalam jaringan dalam bentukhormone dan enzim.


Asam amino esensial tidak dapat disintesis dalam tubuh tetapiharus didapat dari
makanan. Jenis asam amino esensial diantaranya lisin, triptofan,fenilalanin,
leusin.Berdasarkan susunan kimianya, protein dapat dibagi menjadi tigagolongan
yaitu:
a).Protein sederhana

Jenis protein ini tidak berkaitan dengan zat lain, misalnya abumin dan globulin. 

b) Protein bersenyawaProtein ini dapat membentuk ikatan dengan zat lain seperti
glikogen membentukglikoprotein, dengan hemoglobin membentuk kromoprotein.

c) Turunan atau devirat dari protein Termasuk dalam turunan protein adalam
albuminosa, pepton, dan gelatin.

a.Fungsi Protein

1) Untuk keseimbangan cairan yaitu dengan meningkatkan tekanan


osmotikkoloid, keseimbangan asam.

2) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan.

3) Pengaturan metabolisme dalam bentuk enzim dan homon.

4) Sumber energi di samping karbohidrat dan lemak.

5) Dalam bentuk kromosom, protein berperan sebagai tempat menyimpan


danmeneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk genes.

Rencana keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dengan


Typoid

Asuhan keperawatan pada anak dengan demam thypoid dalam pemenuhan


kebutuhan nutrisi. Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
Gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Tujuan studi
kasus ini adalah untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dengan demam thypoid. Metode
yang digunakan adalah penelitian studi kasus berupa pendekatan asuhan secara
komprehensif sesuai proses keperawatan bertujuan menggambarkan asuhan
keperawatan pada anak dengan demam thypoid dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi Manfaat bagi penulis adalah dapat menambah pengetahuan dan wawasan
serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh
selama perkuliahan. Hasil penelitian diketahuinya proses pengkajian pemenuhan
kebutuhan nutrisi yang dilakukan oleh penulis, ketiga anak dengan pemenuhan
kebutuhan nutrisi yang hampir sama yakni tidak terjadinya kekurangan nutrisi dari
tahap evaluasi selama 3 kali pertemuan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
tidak terjadi kesenjangan antara teori dan fakta yang didapat di lapangan yakni
ada hubungan antara demam thypoid dengan pemenuhan nutrisi. Saran bagi
peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan agar dapat
mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi pencegahan infeksi.
kit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran yang disebabkan infeksi salmonella typhi.
(Sodikin, 2012) Menurut (World Health Organization) WHO demam thypoid
adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, biasanya melalui
konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyakit akut ditandai dengan
demam berkepanjangan, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan dan
sembelit atau kadang-kadang diare. Gejala sering tidak spesifik dan klinis tidak
dapat dibedakan dari penyakit lainnya. Namun, keparahan klinis bervariasi
dan kasus yang menyebabkan komplikasi yang serius bahkan kematian. Hal ini
terjadi terutama berkaitan dengan sanitasi yang buruk dan kurangnya air minum
yang bersih. Menurut perkiraan terbaru, sekitar 21 juta kasus dan 222.000
kematian terkait tifus terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Penyakit serupa
tetapi sering kurang parah, demam paratifoid, disebabkan oleh salmonella
parathyphi A, B atau C. (WHO, 2018) Profil kesehatan Indonesia tahun 2013
memperlihatkan bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap
di rumah sakit, prevalensi kasus demam thypoid sebesar 5,13%. Penyakit
demam thypoid termasuk dalam kategori penyakit dengan case fatality Rate
tertinggi sebesar 0,67% pada laporan Riset Kesehaatan Dasar Nasional tahun
2014 memperlihatkan bahwa prevalensi demam thypoid di Jawa Tengah sebesar
1,61% yang 2 tersebar diseluruh kabupaten dengan prevalensi yang berbeda-
beda disetiap tempat. Demam thypoid menurut karakteristik responden
tersebar merata menurut umur dan merata pada umur dewasa, akan tetapi
prevalensi demam thypoid banyak ditemukan pada umur (5-19 tahun) sebesar
1,9% dan paling rendah pada bayi 0,8%. Prevalensi demam thypoid menurut
tempat tinggal paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan, dengan
pendidikan rendah dan dengan jumlah pengeluran rumah tangga rendah.
(Saputra dkk, 2017) Thypoid harus mendapat perhatian serius dari berbagai
pihak, karena penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan
masyarakat. Permasalahannya semakin kompleks dengan meningkatnya kasus-
kasus (carrier) dan resistensi terhadap obat-obat yang dipakai, sehingga
menyulitkan upaya pengobatan dan pencegahan. (Kemenkes, 2015) Di Provinsi
Sulawesi Selatan melaporkan penyakit demam thypoid tercatat sebanyak
16.743 penderita yaitu laki-laki sebanyak 7.925 dan perempuan sebanyak
18.818 penderita dengan insiden rate (2,07) dan kasus yang tertimggi yaitu di kota
Makassar (2.325 kasus). (Dinkes Sul-Sel, 2015) Nutrisi adalah salah satu
komponen yang penting dalam menunjang keberlangsungan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Adapun kebutuhan
zat gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan
air. Kebutuhan ini sangat diperlukan, apabila tidak atau kurang terpenuhi
akan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Manfaat dari nutrisi
dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak
dan mencegah terjadinya penyakit akibat nutrisi dalam tubuh seperti
kekurangan nutrisi. Nutrisi pada penderita demam thypoid dimasa lampau
diberikan makanan lunak yaitu bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan pemberian makanan padat
dini, yaitu lauk pauk yang rendah selulosa yaitu, pantang sayuran dengan
serat kasar dapat diberikan dengan aman pada penderita demam thypoid. Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh merupakan salah satu masalah
yang dialami pada penderita thypoid karena salmonella typhi masuk ke saluran
pencernaan lewat minuman dan makanan yang terinfeksi meningkatkan asam
lambung sehingga terjadi anoreksia. (Nurarif & Kusuma, 2015) Menurut Depkes
(2014) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi, antara lain
kondisi fisik dan pola asuh pemberian makanan. Pola asuh makanan akan
mempengaruhi konsumsi buah atau sayuran pada anak, konsumsi makanan
tinggi lemak dan gula dan aktivitas fisik pada anak. Sumber tenaga nutrisi dapat
diperoleh sebesar 50-55% dari lemak sebanyak 30-35% dan dari protein
sebanyak kebutuhan nutrisi pada anak harus seimbang dan mengandung semua
zat gizi oleh tubuh.

Rencana keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dengan DM


Juvenil

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kejadian dengan jumlah penderita semakin


meningkat tiap tahunnya. Salah satu faktor pendukung yang dapat menstabilkan
gula darah adalah penatalaksanaan DM yang dikenal dengan empat pilar utama
meliputi edukasi, diet, latihan jasmani dan pengelolaan farmakologis. Tujuan
penelitian untuk mengetahui persepsi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada
penderita Diabetes Mellitus. Metode Penelitian; metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi dengan metode pengambilan sampel purposive
sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Mellitus di
wilayah Suruh Tani. Sampel pada penelitian kualitatif disebut juga partisipan.
Penelitian ini menggunakan 8 partisipan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa
pengelolaan diet nutrisi pada pasien DM tersebut akan berhasil apabila penderita
memiliki kepatuhan yang baik dalam menjalankan diet, untuk itu penderita DM
membutuhkan motivasi yang baik. Motivasi akan berkembang dengan baik
apabila seorang penderita DM mendapatkan dukungan keluarga dan akses
pelayanan kesehatan yang baik. Responden yang memiliki dukungan keluarga
yang baik maka memiliki kepatuhan yang baik sedangkan responden yang
mendapat dukungan keluarga yang kurang baik maka tidak memiliki kepatuhan.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien Diabetes militus merupakan terapi
utama dari lima dasar pengobatan diabetes militus yang dinamakan pentalogi
terapi diabetes militus. Adapun kebutuhan nutrisi pada penderita Diabetes militus
berpatokan pada disiplin kebutuhan nutrisi pada pasien diabetes militus yaitu
Jadwal makan, Jenis makanan, dan Jumlah makanan. Manajemen diet bagi pasien
diabetes harus diketahui dan dilaksanakan dengan baik oleh pasien diabetes untuk
mengontrol asupan nutrient yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.Penelitian ini
telah dilaksanakan di Bima tahun 2019. Jenis penelitian ini termasuk jenis
penelitian Deskriftif dimana peneliti ingin melihat suatu gambaran pada variabel
yang diteliti. Berdasarkan tujuan penelitian desain yang digunakan adalah cross
sectional yaitu rencana studi yang mengukur variabel penelitian dalam waktu
yang bersamaan dalam kurun waktu tertentu. Dengan jumlah sampel sebanyak 37
responden. Hasil penelitian didapatkan bahwa bahan makanan, pengolahan
makanan, serta pengaturan jadwal makan pasien diabetes militus rata – rata
memiliki pengetahuan kurang. Kepada keluarga penderita penyakit diabetes
melitus harapkan selalu memberikan dukungan yang nyata,pengharapan dan
emosional kepada anggota keluarga penderita diabataes miletus.

A.Intervensi

Intervensi adalah untuk menguraikan berbagai diagnosa keperawatan


diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dalam menentukan tujuan
dan hasil yang akan dicapai (Potter & Perry, 2005). Tahap dalam perencanaan
melibatkan perawat, klien, keluarga, dan orang terdekat klien untuk
merumuskan rencana tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah yang
sedang di alami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis untuk
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakkuan kepada klien sesuai dengan kebutuhan berdasarkkan diagnose
keperawatan.

No Intervensi Keperawatan

Dx

1. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Tujuan Jangka Panjang :

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang akan teratasi dibuktikan dengan

adanya keseimbangan nutris dan makan yang adekuat dan status

nutrisi yang baik.

Tujuan Jangka Pendek :

b. Jumlah asupan makanan dan nutrisi yang masu kedalam tubuh


terpenuhi selama 24 jam.

Kriteria Hasil :

1. Meningatkan nafsu makan.

2. Mempertahankan berat badan.

Rencana Tindakan Rasional

Kaji : 1. Mengetahui penyebab

ketidakseimbangan nutrisi

1. Kaji tanda dan gejala nafsu kurang.

makan menurun (makan bubur 2. Mengidentifikasi kebutuhan

tim1kali/hari dengan porsi kecil pertimbangan keinginan

tidak habis, hanya ingin individu dapat memperbaiki

mengkonsumsi susu formula dan masukan diet.

berat badan menurun). 3. Untuk mengetahui kebutuhan

2. Kaji riwayat nutrisi, termasuk nutrisi.

makanan yang disukai dan yang 4. Untuk mengetahui tandatanda


vital.
tidak disukai.
5. Memdahkan makanan

masuk.
Observasi :
6. Menentukan diet yang tepat
3. Observasi masukan makanan
untuk pasien.
Dan timbang berat badan
7. Mempercepat proses
Tindakan mandiri :
penyumbu buhan.
4. Monitor tanda-tanda vital.
8. Meningkatkan pengetahuan
5. Anjurkan selingi makan dengan
pasien untuk dapat menjaga
minum.
keseimbangan nutrisi

Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan tim gizi.

7. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian terapi obat

suplemen.

Pendidikan kesehatan :

8. Memberitahukan informasi

kepada keluarga tentang

pentingnya kebutuhan nutrisi dan

makan dalam tumbuh kembang

anak yang berhubungan

penyakitnya.

No Intervensi Keperawatan
.

Dx

2 Tujuan dan Kriteria Hasil :

1. Memiliki asupan makanan dan minum yang adekuat.

2. Tidak mengalami harus yang berlebih.

3. Memiliki hemoglobin dan hematoroit dalam batas normal.

4. Memiliki konsentrasi urin yang normal (berat jenis urin)

Rencana Keperawatan Rasional

Kaji : 1. Untuk mengetahui mudahan

1. Kaji tanda membran mukosa dalam megatasi rasa haus dan

kering kulit kering, BAK 4- untuk mengindentifikasi

5kali/hari adanya rasa haus. pennyebab membrane


mukosa dan kulit kering.

Observasi : Mengetahui masukan dan

2. Observasi masukan dan keluaran pengeluarran cairan.

cairan urin (frekuensi, warna dan 2. Untuk mengetahui tanda-tanda


vital pasien.
berat jenis).
3. Untuk memenuhi kebutuhan

makan dan minum.


Tindakan mandiri :
4. Mempercepat proses
3. Monitor tanda-tanda vital.
penyembuhan.
4. Anjurkan untuk makan dan
5. Meningkatkan pengetahuan
minum sedikit tapi sering.
pasien untuk menjaga

keseimbangan cairan
Kolaborasi :

5. Kolaborasikan dengan tim medis

dalam pemberian terapi seperti

pemberian susu formula dan

obat.

Pendidikan Kesehatan :

6. Memberitahukan informasi

tentang kebutuhan cairan

berhubungan dengan

penyakitnya.

B.Evaluasi Asuhan

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan nutrisi pada anak secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam Evaluasi dari proses keperawatan adalah
mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan serta kemajuan pasien
kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan (P. A. Potter & Perry, 2005).
Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut (Dinarti et
al., 2009) yaitu format SOAP yang terdiri dari :

a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien.

b. Objective, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.

c. Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dala
bentuk masalah keperawatan).

d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.

Evaluasi keperawatan terhadap pasien defisit nutrisi yang diharapkan menurut


(Nurarif & Kusuma, 2015) ialah :

1. Pasien mengalami peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.

2. Pasien maupun keluarga mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

3. Pasien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.

4. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang berarti.

5. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam


makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi kurang dari
kebutuhan.

6. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukkan dcngan tidak adanya tanda


kekurangan atau kelebihan bcrat badan.

7. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parcntcral ditunjukkan dengan


adanya proses pencernaan makan yang adckuat.

8. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi.

9. Menunjukkan penurunan berat badan dengan pemeliharaan kesehatan


optimal.

C.Dokumentasi asuhan keperawatan pada anak

Dokumentasi pada anak mencakup mengenai pola atau kecenderungan,


membandingkan pola ini dengan kesehatan yang normal dan menarik konklusi
tentang respon klien. Perawat memperhatikan pola kecenderungan sambil
memeriksa kelompok data terdiri atas batas karakteristik. Fungsi analisa data
adalah perawat yag mengumpulkan data diperoleh dari pasien atau dari sumber
lain, sehingga data yang diperoleh dapat dijadikan pengambilan keputusan
untukmenentukan masalah keperawatan dan kebutuhan pasien. Ada dua tipe
data antara lain :

a. Data Subjektif

Data yang di dapat dari klien sebagai suatu pendapat klien tentang masalah

kesehatan atau kejadian informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh


perawat.Mencakup persepsi, perasaan, dan status kesehatannya. Misalnya
ketidaknyamanan fisik, kecemasan dan sters mental (Potter & Perry, 2005).

b. Data Objektif

Data yang di dapat dari observasi dan pengukuran data dapat di peroleh dari
menggunakan panca indra (dilihat,didengar, diraba dan di cium) selama
melakukan pemeriksaan fisik. Misalnya pernafasan, frekuensi nadi, tekanan
darah, berat badan dan tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005).

D.Praktek anamnesa pada anak dengan gangguan kebutuhan nutrisi

Pengertian Melakukan pengkajian perawatan pada pasien dengan


gangguan nutrisi

Tujuan Memperoleh data subyektif pasien melengkapi data pasien

Kebijakan Dilakukan pada pasien dengan gangguan kebutuhan nutrisi

Petugas Perawat

Peralatan Alat tulis untuk dokumentasi

Prosedur Fase praorientasi

Pelaksanaan 1.Melakukan pengecekan program terapi

2.Mencuci Tangan

Fase orientasi

1.Memberi salam

2.Menanyakan indentitas pasien

3.Memperkenalkan diri

4.Menjelaskan tujuan kedatangan,prosedur pelaksanaan,dan


kontrak waktu
5.Menanyakan kesiapan pasien

Fase kerja

1.Menanyakan bagaimana napsu makan sebelum dan selama


sakit

2.Menanyakan bagaimana pola makan pasien sebelum dan


selama sakit(frekuensi.porsi)

3.Menanyakan ke pasien atau keluarga terkait apakah pasien


mengalami penurunan berat badan dalam kurun waktu 6 bulan
terakhir

4.Menanyakan apakah pasien mengalami kesulitan menelan

5.Menanyakan apakah pasien mengalami mual, muntah

6.Menanyakan makanan kesukaan pasien


(asin,manis,gurih,berlemak/gorengan, bakar-bakaran

7.Menanyakan apakah pasien sering mengkomsumsi makanan


buah-buahan, sayur-sayuran.

H.Prosedur pemeriksaan fisik pada anak dengan gangguan kebutuhan


nutrisi

1.Pemeriksaan atrometri penghitung IMT

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok


orang yang diakibatkanoleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
(utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorangtersebut dapat diukur dan
diasses (dinilai). Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang,
makadapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status
gizinya tergolong normal ataukah tidaknormal.Antropometri adalah
pengukuran bagian-bagian tubuh. Perubahan dalam dimensi-dimensi
tubuhmerefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau
penduduk tertentu. Antropometri digunakanuntuk menilai dan memprediksi
status gizi, performan, kesehatan dan kelangsungan hidup seseorang
danmerefleksikan keadaan sosial ekonomi atau kesejahreraan
penduduk.Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang sangat luas
digunakan. Alasan penggunaanantropometri yang luas tersebut adalah :

a. Kehandalannya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah


kesehatan dan sosial ekonomi.

b. Mudah digunakan dan relatif tidak mahal.

c. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat trauma bagi orang yang
diukur).

Ukuran yang biasa digunakan adalah tinggi badan (atau panjang badan), berat
badan, lengkar lenganatas, dan umur. Tinggi dan berat badan paling sering
digunakan dalam pengukuran karena dapat membantumengevaluasi
pertumbuhan anak-anak dan menentukan status gizi orang dewasa. Indeks
massa tubuh (IMT)merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi masalah gizi pada seseorang.Antropometri dapat digunakan untuk
berbagai tujuan, tergantung pada indikator antropometri yangdipilih. Sebagai
contoh, indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator kekurusan dan
kegemukan.Pengukuran IMT merupakan cara yang paling murah dan mudah
dalam mendeteksi masalah kegemukan disuatu wilayah. Masalah kegemukan
sekarang ini semakin meningkat dengan semakin meningkatnyakesejahteraan
masyarakat dan peningkatan kemajuan teknologi yang memungkinkan aktivitas
masyarakatsemakin rendah. Peningkatan masalah kegemukan ini saat erat
kaitannya dengan berbagai penyakit kronisdegeneratif, seperti hipertensi,
diabetes, penyakit jantung koroner, kanker, dll.

Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang


dewasa. Pada anak-anak danremaja pengukuran IMT sangat terkait dengan
umurnya, karena dengan perubahan umur terjadi perubahankomposisi tubuh
dan densitas tubuh. Karena itu, pada anak-anak dan remaja digunakan indikator
IMT menurutumur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.IMT adalah
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara
pengukurannya adalahpertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya.
Selanjutnya dihitung IMT-nya, yaitu :

Berat badan (kg)

IMT=
Tinggi badan 2(meter)

Dimana : berat badan dalam satuan kg, sedangkan tinggi badan dalam satuan
meter.

Kelemahan penggunaan IMT Penggunaan IMT mempunyai kelemahan.


Kelemahan yang terjadi adalah dalammenentukan obesitas. Kita tahu bahwa
obesitas adalah kelebihan lemak tubuh. IMT hanyamengukur berat badan dan
tinggi badan. Kelebihan berat badan tidak selalu identik dengankelebihan
lemak. Berat badan terdiri dari lemak, air, otot (protein), dan mineral.
Padaseorang yang sangat aktif, misalkan olahragawan, maka biasanya
komposisi lemak tubuhnyarelatif rendah dan komposisi ototnya relatif tinggi.
Pada orang yang sangat aktif IMT yangtinggi tidak berarti kelebihan lemak
tubuh atau bukan obes.

2.Pemeriksaan kondisi saluran pencernaan,bentuk abdomen, kesulitan


mengunyah dan menelan serta bising usus

A.Pencernaan

Pengertian Sistem Pencernaan Sistem pencernaan merupakan salah satu


komponen vital dalam menunjang kehidupansebab system pencernaan manusia
terdiri dari semua organ yang berfungsi untuk mengunyah,menelan,mencerna
dan mengabsorpsi makanan serta mengeliminasi makanan yang tidak
dapatdicerna dan tidak dicerna tubuh (Watson,2002:315)

Saluran,pencernaan terdiri dari


mulut,tenggorokan,kerongkongan,lambung,usushalus,usus besar,rectum dan
anus.Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan,yaitu pancreas,hati dan kandung empedu (Raden,2010)

b. Pemeriksaan Fisik Sistem Pencernaan

1.Pemeriksaan Rongga Mulut

Pemeriksaa rongga mulut dimulai dari dengan menilai higienitis oral bau nafas
pasien,seperti bau nafas aseton pada pasien diabetes mellitus ketosiadosis atau
kelaparan,bau nafas amoniak pada pasien koma uremikum,bau nafas gangrene
pada pasien abses paru serta foetor hepatic pada pasien koma hepatik.

a.Inspeksi :

1.Nilai bagaimana higienitas oral

2.Bibir :

a. Nilai kesemitrisan bentuk bibir


b.Adakah labioskisis,fisura?

c. Adakah tandatanda bibir pucat,sionisis?

d.Adakah lesi disekitar bibir

3.Mukosa pipi

a.Adakah lesi pada mukosa pipi

b.Identifikasi duktus parotid dan niliai aliran saliva

4.Selaput Lendir

Adakah stomatitis,leukoplakia

5.Gigi-geligi

a.Adakah karies,abses alveoli,misising teeth,karang gigi

b. Adakah gigi palsu

6.Lidah (Periksa dalam keadaan diam dan terjulur)

a. Apakah berselaput,terlihat kering/basah

b. Adakah tremor

c.Adakah atrofi papil,fissura,leukoplakia,glosistis,kanula?

7. Palatum Apakah terdapat palatoskisis,tonus palatine

8.Dasar mulur (Pasien diminta mengangkat lidah)

a. Periksa prenulus digaris tengah b.Periksa duktus submandibular pada kedua


sisi

b.Palpasi

1.Palpasih perlahan daerah bibir dan sekitarnya untuk meresakan adanya massa
submukosa yang tidak terlihat

2.Meminta pasien membuka mulutdan mengangkat lidah,tekan daerah


submandibular,akan terlihat aliran dari kedua duktus submandibular

c.Perkusi

Ketuk gigi geligi secara perlahan untuk mencari adakah rasa nyeri atau infeks

B.Abdomen
Tujuan pemeriksaan fisik abdomen adalah mendapatkan atau mengidentifikasi
tanda penyakit atau kelainan pada daerah abdomen. Teknik pemeriksaan
abdomen :

a.Inspeksi

1.Apakah simetris abdomen terlihat

2.Bagaimana bentuk atau kontur abdomen

3.Bagaimana ukuran abdomen

4.Apakah terdapat kondisi khusus dinding abdomen,antara lain:

a. Kelainan kulit

b.Kelainan vena

c.Kelainan umbilicus

d. Striac alba

e.Bekasoperasi:
apaendiktomi,kolesistektomi,liparatomi,sectioseserea,nefrektomi

5.Pengerakan dinding abdomen.

b.Palpasi

1,Palpasih superfisial

Posisi tangan menempel pada dinding perut.Umumnyan penekanan dilakukan


oleh ruas terakhir dan ruas tengah-tengah jari,bukan dengan ujung jari.

2. Palpasi Dalam

Palpasi dalam (deep palpation) dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri


yang didapat dari palpasi superfesial dan untuk lebih menegaskan kelainan
yang dapat pada palpasi superfesial dab yang terpenting adalah untuk palpasi
organ secara specific misalnya palpasi hati.ginjal dan limfa.

c.Perkusi

Perkusi abdomen mempunyai beberapa tujuan:

1. Untuk pembesaran hati dan limfa.

2. Untuk menentukan ada tidaknya nyen ketok


3. Untuk diagnosis adanya cairan atau massa padat

d.Auskultasi

Bertujuan untuk mendengarkan suara abdomen

1.Suara paristaltik

Dalam keadaan normal.suara usus akan terdengar setiap 10 detik,bahkan suara


pristaltik usus kadang-kadang dapat didengar walaupun tanpa menggunakan
stetoskop,biasanya setalah makan atau dalam kcadaan lapar. Jika terdapat
obstriksi usus,suara paristaltik akan meningkat (metalic sound),lebih pada saat
timbul rasa sakit kolik.Peningkatan suara usus disebut Barborigami.

2.Suara pembulu darah

Suara siastolik atau diastolic atau murmmur mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen.Bruit sistolik didengar pada aneurisma aorta apada
pembesaran hati karena hepatoma.Bising vena (Venous hum) yang kadang-
kadang disertai dengan terabahnya gctaran,dapat didengar diantara umbilicus
dan epigastrium

C. kesulitan mengunyah dan menelan

1. DISFAGIA

Disfagia berasal dari bahasa Yunani yang berarti gangguan makan.Disfagia


biasanya merujuk kepada gangguan dalam makan sebagai gangguan dari
proses mengunyah dan menelan. Disfagia menjadi ancaman yang terhadap
kesehatan seseorang karena adanya resiko pneumonia aspirasi, malnutrsi,
dahidrasi, penurunan berat badan,dan sumbatan jalan nafas. Beberapa
penyebab telah ditujukan pada populasi dengan kondisi neurologis dan
nonneurologis.

Gangguan yang menyebabkan disfagia dapat memepengaruhi fase


oral,fariengeal,atau esophagus dari fase menelan.Anamnesa yang lengkap dan
pemeriksaan fisik yang seksama adalah penting dalam diagnosis dan
pengobatan dari disfagia.Pemeriksaan fisik ditempat tidur harus menyertakan
pemeriksaan, leher, mulut, arofaring, dan laring.Pemeriksaan neurologis juga
harus dilakukan. Beberapa pemeriksaan menelan juga telah diajukan, namun
pemeriksaan menelan dengan videofluoroscopic diterima sebagai pemeriksaan
standart untuk mendeteksi dan menilai kelaianan menelan. Metode ini mampu
memperkirakan resiko aspirasi dan kelianan respirasi dan komplikasi resprasi
dan juag membantu menentukan strategi diet dan komplikasi. Pemeriksaan
endoskopi serat optik diperluakan pada gangguan menelan oral dan faringeal
biasanya mampu untuk rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan
tekhik dan manuyur menelan. Pasien dengan gangguan yang parah, memintas
rongga mulut dan faring didalam keseluruhannya dan memberikan nutrisi
enteral mungkin diperlukan.

D. Pemeriksaan Fisik Bising Usus

a.Pengertian Bising Usus Normal

adalah suara yang terdengar di sekitar perut yang berasal dari makanan, cairan,
atau gas di dalam usus. Suara bising dari usus merupakan hal yang normal.
Bising usus umumnya hanya bisa didengar melalui stetoskop, tapi ada pula
kondisi yang membuat suara bising terdengar sangat jelas tanpa alat bantu apa
pun.  Bising usus yang normal menandakan bahwa sistem pencernaan bekerja
dengan baik. Suara yang di dengar sebenarnya adalah gema yang memantul di
dalam rongga perut. Ini terjadi karena bentuk usus yang kopong
memungkinkan terjadinya gema. Bising usus mungkin terdengar seperti suara
gemericik, keroncongan, geraman, hingga suara bernada tinggi. Suara yang
terdengar sesekali biasanya tidak menandakan hal yang serius, tapi waspadalah
bila suara perut terdengar terus-menerus. Suara bising yang tidak normal bisa
menjadi tanda. dari gangguan..pencernaan tertentu. Ketidaknormalan mungkin
berbentuk penurunan hingga hilangnya suara di dalam perut, atau justru
meningkatnya frekuensi suara menjadi lebih tinggi.

1.Tujuan Pemeriksaan Bising Usus Normal

Pemeriksaan bising usus bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas usus


termasuk normal. Selama pemeriksaan, dokter juga akan memeriksa apakah
adalah gejala Jain seperti perut kembung. mual, muntah, dan perubahan
gerakan usus. Jika bising usus tidak normal dan mengalami gejala gangguan
pencernaan lain, Anda kemungkinan perlu menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan lanjutan biasanya berupa CT scan perut, rontgen perut, tes darah,
dan ndoskopi. 2.Teknik Pemeriksaan Bising Usus Normal Prosedur
pemeriksaan bising usus normal cukup sederhana dan tidak memakan banyak
waktu pemeriksaan dilakukan dengan teknik auskultasi,pemeriksaan dilakukan
selama beberapa menit karena bising usus umumnya muncul dalam siklus
setiap 30 menit sekali. Frekuensi bising usus orang dewasa yang normal adalah
5-30 kali per menit. Dokter atau perawat mungkin akan mendengar bunyi
deguk yang panjang sesekali. Dengarkan suara perut untuk mengetahui apakah
deguk tersebut normal. Frekuensi bising usus lebih rendah dari rentang normal
(hipoaktif) menandakan bahwa terjadi penurunan aktivitas usus. Sebaliknya,
nilai frekuensi yang lebih tinggi (hiperaktif) menandakan bahwa aktivitas usus
meningkat. Suara yang dihasilkan usus belum tentu menjadi gejala dari
masalah pencernaan. Akan tetapi, bising usus yang disertai gejala tertentu bisa
saja menandakan penyakit pada sistem pencernaan mencari tahu apakah
terdapat gejala seperti:

1. demam,

2. mual dan muntah,

3. perut kembung atau begah,

4. diare berkepanjangan,

5. sembelit,

6. BAB berdarah. atau rasa tak nyaman padaulu hati (heartburn) yang tidak
membaik dengan konsumsi obat apotek.

3.Hasil Pemeriksaan Fisik

Suara yang terdengar dari perut Anda adalah bagian dari proses pencernaan
yang normal. Namun, bising usus yang disertai dengan gejala lain bisa saja
disebabkan oleh gangguan kesehatan yang serius atau efek suatu pengobatan.
Melansir US National Library of Medicine, berikut berbagai hal yang dapat
membuat bising usus menjadi hipoaktif, hiperaktif, atau hilang sama sekali.

 Ileus, yaitu menurunnya aktivitas usus sementara akibat faktor tertentu.


 Berkurangnya aliran darah menuju usus sehingga usus tidak mendap-
atkan suplai darah. Kondisi ini bisa disebabkan oleh penggumpalan
darah, penyakitiskemia usus, penyumbatan pembuluh darah, dan lain
lain.
 Paralvtic ileus, yaitu menurunnya aktivitas usus akibat gangguan peng-
hantaran saraf menuju saluran pencernaan.
 Penyumbatan usus akibat hernia, tumor, perlengketan usus, dan seba-
gainya.
 .Infeksi pada saluran pencernaan.
 Trauma atau cedera pada saluran pencernaan.
 Kadar kalsium atau kalium darah yang tidak normal.
faktor-faktor lainnya yang dapat menurunkan aktivitas usus sehingga frekuensi
bising usus menjadi di bawah normal.

 Ileus, yaitu menurunnya aktivitas usus sementara akibat faktor tertentu.


 Berkurangnya aliran darah menuju usus sehingga usus tidak mendap-
atkan suplai darah. Kondisi ini bisa disebabkan oleh penggumpalan
darah, penyakit iskemia usus, penyumbatan pembuluh darah, dan lain-
lain.
 Paralvtic ileus, yaitu menurunnya aktivitas usus akibat gangguan peng-
hantaran saraf menuju saluran pencernaan.
 Penyumbatan usus akibat hernia, tumor, perlengketan usus. dan seba-
gainya.
 Infeksi pada saluran pencernaan.
 Trauma atau cedera pada saluran pencernaan.
 Kadar kalsium atau kalium darah yang tidak normal.

faktor-faktor lainnya yang dapat menurunkan aktivitas usus sehingga frekuensi


bising usus menjadi di bawah normal.

 Efek obat bius total.


 Efek obat bius yang disuntikkan melalui tulang belakang.
 Radiasi pada area perut.
 Pembedahan pada arca perut.
 Efek obat-obatan yang memperlambat gerakan usus seperti kodein dan
antikolinergik. Sementara itu. kondisi yang bisa meningkatkan aktivitas
usussehingga membuat bising usus lebih terdengar termasuk:
 lambung kosong karena belum makan,
 perdarahan pada saluran pencernaan,
 diare,
 infeksi virus atau bakteri, dan
 Kolitis. ulseratif
Suara bising usus merupakan hal yang normal dan biasanya disebabkan oleh
gerak peristaltik otototot usus. Namun, perubahan pada bising usus juga dapat
kumenandakan masalah tertentu pada sistem pencernaan yaitu obstruksi usus
halus dan obstruksi usus besar.

I. Prosedur Persiapan Pemeriksaan Diagnostik Pada Anak Dengan Gangguan


Kebutuhan Nutrisi : Pemeriksaan Barium Meal/Barium Unema USG Abdomen
dan Endoskopi

Pada prosedure pemeriksaan barium enema pada anak, banyak hal yang menjadi
perhatian, hal ini antara lain disebabkan oleh kondisi pasien anak yang belum bisa
kooperatif, pergerakan dari pasien, kesulitan berkomunikasi, penggunaan media
kontras dikarenakan mengingat sensitifnya organ pencernaan anak, serta faktor
lainnya, sehingga pemeriksaan Barium Enema pada anak memerlukan
penanganan khusus. Salah satu klinis yang sering muncul pada pemeriksaan
Barium Enema Pediatric adalah Morbus Hirschprung, yaitu suatu kelainan yang
disebabkan oleh kegagalan perkembangan dari Fleksus Submukosa Meissner dan
Fleksus Mensentrik Aurbach. Bagian Colon ini tidak dapat mengembang sehingga
tetap sempit dan terjadinya Defekasi. Akibat gangguan Defekasi ini Colon bagian
Proksimal yang normal akan melebar oleh feses yang menumpuk membentuk
pembesaran Colon.

1. Persiapan Pasien
Premedikasi seharusnya dapat di berikan kepada pasien yang tidak kooperatif,
seperti pemberian obat bius atau Anastesi, tetapi di lapangan Premedikasi jarang
di lakukan untuk menghindari terjadinya komplikasi lain terhadap pasien sehingga
proses Premedikasi tidak di berikan, di lain hal proses fiksasi lebih di utamakan
untuk pasien terkhusus pasien anak. Persiapan pasien lainnya yaitu 24 jam
sebelum pemeriksaan Anus tidak boleh di colok-colok di khawatirkan adanya
udara yang masuk dan terjadinya manipulasi gambaran, karena ciri Hirschprung
adalah tidak adanya udara di dalam Colon.
2. Persiapan Alat dan Bahan

Catheter yang digunakan adalah Polycather, sedangkan yang digunakan di


lapangan adalah jenis Catheter Nelaton, penggunaan Nelaton lebih aman dan
hasilnya tidak akan mengganggu gambaran, penggunaan Polycatheter bisa saja
digunakan tanpa menggunakan system balonning tetapi untuk menghindari
kesalahan prosedur pemeriksaan yangmengakibatkan mengembangnya balon
sehingga terjadinya penekanan pada dinding mukosa colon dan mengakibatkan
Superposisi balon dengan bagian organ yang akan diperiksa pada saat melakukan
Eksposi.
3. Penggunaan Bahan Kontras
Penggunaan bahan kontras berdasarkan teori adalah BaSO4 dengan konsentrasi
kontras 1:8, berdasarkan hasil observasi, menggunakan bahan kontras Iodine
karena sifat dari kontras Iodine mudah di serap oleh tubuh, mengingat sensitifnya
Colon anak maka kontras Iodine cocok di gunakan untuk pemeriksaan Barium
Enema Pediatric dibandingkan BaS04 yang bersifat cepat mengkristal sehingga
menyulitkan pembuangan kontras setelah pemeriksaan di lakukan. Perbandingan
kontras yang digunakan tergantung tergantung dai klinis dan Anatomi Colon
masing-masing pasien.
4. foto pendahuluan

Dibuat 2 foto pendahuluan yaitu

1) proyeksi AP dengan Central Ray tegak lurus Vertical. Pasien Posisi Supine dan

2). PA dengan Central Ray Horizontal, dengan posisi pasien prone tujuannya
untuk melihat transisi udara daerah Colon. Tujuan umum dibuat foto pendahuluan
adalah untuk melihat gambaran Abdomen secara umum, melihat persiapan yang
dilakukan oleh pasien serta kemungkinan adanya kontra indikasi dan menentukan
faktor Eksposi pada proyeksi selanjutnya.
J. Prosedur Tindakan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi:

1) Pemberian minum pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan menggu-
nakan cawan, dan cawan juga dapat diberikan pada bayi dengan berat
badan lahir rendah sampai mereka matur untuk menyusu langsung pada
payudara ibu. Cara pemberian minum dengan cawan :
- Ukur jumlah ASI dalam cawan

- Posisikan bayi pada posisi setengah tegak di pangkuan ibu

- Posisikan cawan di bibir bayi


- Letakkan cawan pada bibir bawah secara perlahan
- Sentuhkan tepi cawan sedemikian rupa hingga ASI menyentuh bibir bayi

- Jangan tuangkan ASI ke mulut bayi


- Bayi akan bangun, membuka mulut dan mata, kemudian akan minum
- Bayi akan menghisap ASI dan sedikit ada yang tumpah
- Bayi kecil akan memasukkan susu ke mulutnya dengan lidahnya
- Bayi menelan ASI
- Bayi akan selesai minum bila sudah menutup mulut atau pada saat
- sudah tidak tertarik lagi terhadap ASI
- Bayi mendapatkan minum dengan cawan secara cukup, apabila bayi
- menelan sebagian besar ASI dan menumpahkan sebagian kecil serta
- berat badannya meningkat.

2) Perawatan NGT/OGT

- Bilas selang dengan air hangat 30-50cc, tutup lubang selang untuk
menghindari bakteri berkembang biak, pemberian air minum disetiap
perselangan pemberian makan .
- 30 menit setelah pemberian makan baru boleh terlentang atau balik badan
.
- Cuci alat alat yang dipakai seteleh memberi makan dan keringkan
diwadah tertutup .

Kewaspadaan perawatan selang hidung :


- Setiap hari bersihkan mulut dengan sikat spons dan bersihkan rongga
hidung dengan kapas .

- Gunakan plester kertas biasa atau plester tekstur lembut sebagai perekat
selang, plester yang tidak lengket atau mudah lepas tidak disarankan .
plester perekat harus diganti setiap hari 1 kali, jika banyak cairan hidung
yang keluar atau hidung berminyak pergantian plester boleh ditambah agar
selang nasogastrik tidak lepas, hindari merekat plester pada posisi yang
sama , perlu ganti posisi .
- Saat mengganti plester , bersihkan kulit hidung dengan air, jangan gerak
kedalaman selang hidung, umumnya pada posisi 45-55cm ( selang
nasogastrik tanda 1 atau tanda 2 ), jika longgar tidak melebihi 10cm,
pertama-tama periksa rongga mulut, bila tanpa belitan selang nasogastrik
maka perlahan dorong kembali ke posisi semula.

- Perbedaan stektur selang nasogastrik , berbeda pula masa pergantiannya,


ada yang 7 hari, 1 bulan, 3 bulan, untuk mengganti selang nasogastrik
dapat minta bantuan perawat untuk kerumah atau ke rumah sakit terdekat .

3) Pemberian makan melalui NGT/OGT

Sebelum memberi makan :


- Cuci tangan, siapkan cairan susu, air hangat, tabung suntik atau kantong,
handuk .
-Atur posisi duduk pasien 30-45 derajat, dilarang berbaring terlentang, jika
pasien perlu sedot dahak ,maka sedot dahak dulu baru minum susu .

- Letakan handuk didepan dada pasien

- Lipat selang nasogastrik dekat mulut selang, buka penutup selang


nasogastrik

- Hubungkan tabung nasogastrik ke mulut selang, tarik tabung nasogastrik


untuk memastikanselang berada didalam lambung, sekalian cek cairan
yang keluar dari lambung serta kapasitasnya, bila kapasitas kurang dari
100cc atau setengah dari total makanan sebelumnya, maka dorong balik
kedalam lambung dan boleh mulai beri makan .

- Jika cairan yang keluar berwarna coklat atau hitam, untuk sementara
hentikan pemberian makan , amati isi perut pada pemberian makan
berikutnya .

Sewaktu memberi makan :


- Tuang air hangat 30cc, basahi dinding bagian dalam selang hidung, jika
terasa sulit, mungkin

1. selang nasogastrik tersumbat : gunakan tabung suntik tarik balik,


kemudian tuang air hangat agar selang lancar, ulang beberapa kali,

2. selang terhalang dinding perut : perlahan tarik keluar selang sekitar


2cm, cobalagi beri air hangat, kalau tidak berhasil, sebaiknya minta dokter
atau perawat mengganti yang baru .
- Pemberian makan sepelan mungkin, sekitar 10-15 menit selesai, kalau
ada mual, muntah, diare dan efek samping lainnya, sebaiknya mengubah
komposisi makanan seperti kekentalan, suhu, kecepatan .
- Sewaktu memberi makan bila pasien batuk tidak berhenti, muntah, atau
gejala aneh lainnya segera hentikan pemberian makan, amati dengan
seksama dan hubungi perawat atau antar kerumah sakit terdekat .

4) Memberikan obat sesuai dengan program terapi

Dokter bertanggung jawab utama dalam pemberian resep obat untuk


masing-masing pasien yang diminta di rumah sakit. Kemudian apoteker
memberikan obat yang sesuai dengan resep dokter. Sementara cara
pemberian obat harus sesuai dengan prosedur dan tergantung pada keadaan
umum pasien,kecepatan tanggapan yang diinginkan, sifat dan tempat kerja
obat yang diinginkan serta pengawasan terkait efek obat dan sesuai dengan
SOP rumah sakit yang diperlukan.

Prosedur pemberian obat berdasarkan prinsip 7 benar pemberian obat


dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam memersiapkan obat
yang diberikan kepada pasien sebagai upaya untuk menghindari masalah
yang diterima pasien :

a. Benar pasien

Perawat harus memastikan sebelum memberikan obat yang diberikan


benar sesuai dari catatan keperawatan dengan identitas gelang klien.
Identifikasi menggunakan dua identitas klien dan penanda otentikasi klien.
b. Benar dosis

Setelah memastikan obat yang akan diberikan pada klien benar, perawat
juga perlu memastikan dosis dengan jumlah yang benar. Semua
perhitungan dosis obat harus diselesaikan ulang agar tidak terjadi
kesalahan pemberian obat.
c. Benar jenis obat
Sebelum memberikan obat pada klien, perawat menerima kembali obat
yang telah diresepkan oleh dokter dengan persetujuan label obat sebanyak
tiga kali.
d. Benar waktu

Perawat perlu mengatur kapan waktu yang tepat untuk memberikan obat.
Sebagai contoh klien yang diberikan resep dokter yang diberikan 8 jam
sekali dalam tiga kali sehari, misal dari pukul 6 pagi, 2 sore, dan jam 10
malam.
e. Benar cara memberikan
Sikap hati-hati sangat diperlukan agar perawat dapat memberikan obat
yang benar. Perawat perludiverifikasi obat yang akan diberikan sudah
dengan jalur yang tepat. Perawat juga perlu disetujui pada dokter jika tidak
disertakan jalur pemberian obat.
f. Benar petugas
Perawat sebagai orang yang bekerja di ruang keperawatan harus sesuai
dengan perannya. Hal ini dapat dilihat antara kesesuaian perawat yang
memberikan obat dengan obat yang diberikan.Tujuannya untuk
memulihkan obat yang diberikan oleh petugas yang memiliki tanggung
jawab dan peran terhadap pasien.

g. Benar Dokumentasi
Setelah memberikan obat perawat harus diselesaikan tindakan yang telah
diberikan segera setelahtindakan dengan mencatat nama klien, nama obat
dan kesalahan, dosis obat, jalur obat, serta waktu pemberian obat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai
kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan usia tumbuh
kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologi seperti
kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur dan lain-lain.
Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga
membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual.

Kebiasaan pemberian makanan yang benar sangat penting untuk


keberlangsungan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, serta gizi bayi dan
anak. Gizi merupakan salah satu faktor lingkungan dan merupakan penunjang
agar proses tumbuh kembang tersebut dapat berjalan dengan memuaskan. Hal ini
berarti pemberian makanan yang berkualitas dan kuantitasnya baik menunjang
tumbuh kembang, sehingga anak dapat tumbuh normal dan sehat serta terbebas
dari penyakit.

Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan
kekuranganmakanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhikebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakankarbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untukmempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh
untukmenyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadikekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
denganmenghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal.Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumberenergi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.

3.2 SARAN

3.2.1 Penulis

Diharapkan dengan adanya makalah ini membuat penulis mengerti


dan mempelajari bagaimana pelayanan yang baik yang harus diberikan
kepada pasien agar kebutuhan pasien terpenuhi. Dan penulis dapat
menambah referensi serta meningkatkan keterampilan praktiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi. 2020 Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta: Mediaction


Bulechek et al. 2019. Nursing Intervensi Classification

Hidayat. A. Aziz Ahmul.2021. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan, Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan

Kozier dkk. 2019. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta: EGC

Suratun & Lusianah. 2020 Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta Timur: Trans Info Media

Sri Hartati & Aldistira Yusda.2020. Teknik Pemeriksaan Barium Enema Pada
Pasien Anak Dengan Kinis Morbus Hirschprung. Jakarta: Atro Nusantara

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN AMAN NYAMAN DARI SISTEM TERMOREGULASI DAN
IMUN

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 3

ALDI JINARKO : 2020-01-14401-005

DIANA SAFITRI : 2020-01-14401-009

EMYLYA : 2020-01-14401-012

KHOFIFAH DIAH AYU PRAMESTI : 2020-01-14401-015

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2022
62

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan konsep Asuhan
Keperawatan yang berjudul “ Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman Dari Sistem Termoregulasi dan Imun ”

Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan untuk


menyusun laporan ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Konsep asuhan
keperawatan ini terselesaikan berkat adanya bantuan dari banyak pihak, sehingga pada
kesempatan ini kami tak lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Kami menyadari bahwa Konsep asuhan keperawatan ini mungkin terdapat


kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya 24 Maret 2022

Penulis
63

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................


DAFTAR ISI ...............................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................................................

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................
1.3 Tujuan Laporan.................................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................

2.1 Konsep Dasar aman nyaman ............................................................................................


2.2 Konsep peningkatan suhu tubuh ( Demam) .....................................................................
2.3 Proses keperawatan .........................................................................................................
2.4 Praktik anamnesa pada anak dengan gangguan pemenuhan aman nyaman....................
2.5 Pemeriksaan fisik pada anak............................................................................................
2.6 Prosedur persiapan untuk pemeriksaan diagnostic..........................................................
2.7 Prosedur tindakan dalam kebutuhan aman dan nyaman..................................................

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................................

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................


3.2 Saran .................................................................................................................................
64

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suhu tubuh adalah pengukuran panas di dalam tubuh klien (suhu inti);
suhu tubuh adalah keseimbangan antara panas yang diproduksi dan panas yang
keluar ditubuh. Tubuh menghasilkan panas saat membakar makanan dan
kehilangan panas melalui kulit dan paru. Suhu tubuh yang menggunakan
pengukuran oral (O; per os, PO) normalnya tetap berada
disekitar 37°C. Namun, keragaman dapat terjadi dan tetap dianggap“normal”
untuk seorang individu. Pengukuran suhu yang jauh lebih tinggiatau lebih rendah
menunjukkan bahwa beberapa perubahan dalam systempengaturan tubuh
menggangu keseimbangan. Tanda-tanda peningkatan suhu mudah dikenali: wajah
memerah, kulit panas, mata terang secara tidak biasa, gelisah, menggigil, dan
haus. Sikap tidak bergairah dan pucat,kulit dingin, lembap sering kali menandai
suhu tubuh kurang dari normal.

Suhu diukur pada skala Celcius (centigrade-C) atau Fahrenheit (F).


Sebagian besar masyarakat Amerika familier dengan nilai pengukuran
Fahrenheit. Jika seorang perawat bekerja di sebuah lembaga yang menggunakan
pengukuran Celsius, penting untuk mempelajari ekuivalen Fahrenreit guna
mentranslasikan pengukuran dengan mudah untuk klien dan anggota kelurganya.
Mengubah pengukuran dari Celsius ke Fahrenheit dan sebaliknya sering kali
diperlukan.

Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau
bisa juga keadaan aman dan tentram. Perubahan kenyaman adala keadaan dimana
individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap
suatu rangsangan yang berbahaya. Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari
kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban yang optimum, nutrisi , dan suhu yang
optimum akan mempengaruhi kemampuan seseorang. Kenyamanan yaitu suatu
kondisi suatu mekanisme prolektif tubuh yang timbul bilamana jaringan
65

mengalami kerusakan dan menyebabkan individu tersebut beraksi untuk


menghilangkan rangsangan tersebut.

Peningkatan suhu tubuh diakibat produksi panas tubuh meningkat atau


kehilangan panas menerus; keduanya dapat terjadi secara bersamaan. Jika suhu
meningkat, terjadi demam (pireksia). Individu dikatakan Febris. Demam adalah
tanda beberapa gangguan di dalam tubuh. Demam sering kali menyertai penyakit
dan menandai bahwa tubuh sedang melawan infeksi. Dalam beberapa kasus suhu
yang sedikit diatas normal berguna untuk melawan mikroorganisme. Karena
alasan ini, mengobati demam dapat ditunda sampai diagnosis dikonfirmasi. Suhu
oral pada kondisi demam dapat berkisar dari 37,5°C sampai
39,4°C (100°F-103°F) atau lebih tinggi. Suhu yang sangat tinggi dapat
mengancam jiwa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah ini adalah


“Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan
Diare?”

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum

Memberikan Asuhan keperawatan dengan prioritas gangguan


kebutuhan dasar aman nyaman akibat peningkatan suhu tubuh

2. Tujuan Khusus
b. Melakukan pengkajian keperawatan dengan masalah kebutuhan dasar
aman nyaman akibat peningkatan suhu tubuh
c. Menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah kebutuhan dasar
aman nyaman akibat peningkatan suhu tubuh
d. Merencanakan intervensi dengan masalah kebutuhan dasar aman nyaman
akibat peningkatan suhu tubuh
e. Melakukan implementasi dengan masalah kebutuhan dasar aman nyaman
akibat peningkatan suhu tubuh
66

f. Melakukan evaluasi pada dengan masalah kebutuhan dasar aman nyaman


akibat peningkatan suhu tubuh

1.4 Manfaat Penulisan

1. Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka, perbandingan untuk
mengembangkan ilmu keperawatan, serta menjadi sumber informasi bagi
mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Perawat
Sebagai bahan masukan bagi perawat yang ada di rumah sakit untuk
mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka upaya
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan
keperawatan pasien demam pada anak dengan masalah keperawatan
gangguan rasa aman nyaman akibat peningkatan suhu tubuh.
67

3. Keluarga
Meningkatkan kemandirian dan pengalaman dalam menolong diri sendiri
serta keluarga sebagai acuan bagi keluarga untuk melakukan perawatan
kepada anak yang mengalami demam
4. Penulis
Memperoleh pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
pasien, meningkatkan keterampilan dan wawasan peneliti
68

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kebutuhan Aman Nyaman


Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat seseorang merasa
nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa sakit terutama nyeri
(Purwanto dalam Karendehi, 2015).
Menurut Potter & Perry (2006) yang dikutip dalam buku (Iqbal Mubarak,
Indrawati, & Susanto, 2015) rasa nyaman merupakan merupakan keadaan terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan ketentraman (kepuasan yang dapat
meningkatkan penampilan sehari -hari), kelegaan (kebutuhan yang telah terpenuhi), dan
transenden.
2.2 Peningkatan suhu tubuh (Demam)
1) Definisi Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
hipotalamus. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat
suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature≥38,0°C atau
oral temperature≥37,5°C atau axillary temperature≥37,2°C. Istilah lain
yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia
adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi
pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat

2) Etilogi demam
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi.Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit.Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan
demam pada anak-anak.antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,
appendisitis,tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis,
meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan
lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara
lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam
69

chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang


pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan
helmintiasis. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang
eksternal yang terlalu tinggi,keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit
autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll),
keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll),
dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan
antihistamin).Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai
akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal
lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam
adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status
epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.

3) Patofisiologi demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan
nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan
demam.Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang
berasal dari luar tubuh pasien.Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.Salah satu
pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah
pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan
IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit,
neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan
pirogen endogen jika terstimulasi. Proses terjadinya demam dimulai dari
stimulasi sel-sel darah put ih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh
pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi
imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimiayang
dikenal dengan pirogen endogen(IL-1, IL-6, TNF-α,
70

dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang


endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin
yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat
termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu
sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.
Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh
naik ke patokan yang baru tersebut. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase
kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase
kedinginan merupakan fase peningkatan suhu. tubuh yang ditandai
dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot
yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan
merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan
panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.

Exogenous pyrogens
(seperti ; bakteri, virus, kompleks antigen antibodi)

Sel host inflamasi
Seperti ; makrofag, netrofil, sel kuffer, makrofag splenic dan alveolar)

Memproduksi endogenous pyregens
(interleukin 1, interieukin 6, faktor nekrosis tumor, dan cytokin pyrogenic
lain)

Sintesis PGE2 dalam hipotalamus

Pusat termoregulator
71

(neuron preoptik pada hipotalamus anterior)



Perubahan fisiologi dan tingkah laku

Demam

4) Penatalaksanaan demam
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi
fisiologis terhadap perubahan titik patokan di
hipotalamus.Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu
tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: non-
farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan
demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur <3
bulan dengan suhu rektal >38°C, penderita dengan umur 3-12 bulan
dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan demam dengan
suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam.
72

2.3 Proses Keperawatan


A. Pengkajian
a. Identitas Klien
• Nama, jenis kelamin, umur, agama orangtua, nama orangtua, pekerjaan
orangtua, pendidikan orangtua, alamat, tanggal pengkajian, golongan darah,
diagnose medis
b. Riwayat Kesehatan
• Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami peningkatan suhu tubuh >38ºC, peningkatan nadi, keletihan dan
kelemahan umum, sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan rasa sakit kepala, klien merasa nyeri dan diare
• Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat campak, demam pada klien sebelumnya, tidak ada riwayat alergi
pada klien
• Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit berat sebelumnya, keluarga hanya
mengeluh penyakit ringan seperti:flu dan demam
c. Pemeriksaan Fisik
• Kepala : berbentuk oval dan terlihat bersih
• Leher : tidak terdapat pembengkakan
• Dada: simetris kiri-kanan, tidak teraba Massa
• Abdomen : distansi abdomen, terdengar bising Usus
• Ekstremitas: tidak terdapat pembengkakan Ataupun gangguan pada bagian-
bagian tertentu
• Genitalia : tidak ada keluhan
• Tanda- tanda vital :
- Suhu tubuh klien meningkat lebih Dari 38ᵒC
- Pernapasan klien meningkat lebih 22x/menit
d. Analisis data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai kesehatan klien,
kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya Pada data fokus dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu :
 Data objektif
adalah data yang didapat dari hasil pemeriksaan dandari hasil observasi perawat
73

 Data subjektif
adalah data yang didapat dari keluhan pasien,keliuarga atau hasil anamnesaData
ini mempermudah perawat dalam memudahkan dalam menentukan masalah
kebutuhan pasien.Pada kotak masalah diisi kebutuhan yang telah ditentukan oleh
perawat sesuai dengan data-data yang telah didapat dan ditulis pada data fokus.
Masalah ini berfungsi untuk mempermudahkan perawat dalam perumusan
diagnose dan perencanaan tindakan terhadap pasien.

B. Diagnosa keperawatan
Perawat mengkaji temuan pengkajian dan pengelompokkan karakteristik yang
ditentukan untuk membuat diagnosa keperawatan. Misalnya, pada peningkatan suhu
tubuh, kulit kemerahan, kulit hangat saat disentuh. Diagnose keperawatan
mengidentifikasikan faktor resiko pasien terhadap perubahan suhu tubuh atau perubahan
suhu aktual. Jika pasien memiliki faktor yang meningkatkan perubahan suhu. Pada
peningkatan suhu tubuh, faktor yang berhubungan dengan aktivitas yang berat akan
menghasilkan intervensi yang sangat berbeda daripada faktor yang berhubungan dengan
ketidakmampuan atau berkeringat. Beratnya perubahan suhu dan efeknya, disertai dengan
status kesehatan klien secara umu, akan mempengaruhi prioritas perawat dalam merawat
pasien.
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien dengan masalah kebutuhan dasar aman
nyaman akibat peningkatan suhu tubuh:
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
74

C. Intervensi Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Aman Nyaman

Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan yang dirancang oleh perawat,


atau suatu perawatan yang di lakukan berdasarkan penilaian secara klinis dan pen
getahuan perawat yang bertujuan untuk meningkatkan outcome pasien atau klien.
Perencanaan keperawatan mencakup perawatan langsung serta perawatan tidak la
ngsung. Kedua perawatan ini ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat
dan orang-orang yang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberia
n layanan kesehatan lainnya (PPNI, 2018).

D. Implementasi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman

Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan setelah


perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien yang
bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak ataupun respon yang dapat
ditimbulkan oleh adanya masalah keperawatan serta kesehatan. Implementasi
keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat (Debora, 2013).

E. Evaluasi Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pemenuhan Aman


Nyaman

Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan terakhir


yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan menentukan apakah seluruh
proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan tindakan berhasil dengan baik
(Debora, 2013). Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada pasien gastritis dalam
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah dapat mengontrol terhadap adanya gejala,
menyatakan rasa nyaman, tidak adanya mual.

2.4 Praktik anamnesa pada anak dengan gangguan pemenuhan aman nyaman sis-
tem termoregulasi dan imun
Anamnesa adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara yang
bertujuan untuk mendapatkan sumber informasi (Nursalam, 2013).

a) Identitas
75

Identitas harus didapatkan sebelum melakukan wawancara agar untuk


memastikan bahwa klien yang diperiksa itu benar yang dimaksud dan tidak ada
kekeliruan. Identitas meliputi :

a. Nama anak : nama harus jelas dan lengkap disertai dengan nama panggilan
akrabnya.
b. Umur : usia anak juga perlu menginterpretasikan data pemeriksaan klinis anak
serta untuk menentukan saat pemberian dosis obat pada anak.
c. Jenis kelamin : dikaji untuk identitas dan penilaian data pemeriksaan klinis,
misalnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan reproduksi.
d. Anak keberapa : agar mengetahui ada berapa anggota dalam satu keluarga dan
untuk mendaptkan data genogram.
e. Nama orang tua : dikaji agar jelas dan tdak keliru dengan orang tua pasien yang
lain.
f. Agama : keyakinan orang tua pasien dan merupakan pedoman hidup dan dapat
dijadikan pegangan dalam mengmbil keputusan untuk memberikan tindakan
keperawatan dalam spiritual.
g. Pendidikan : dikaji untuk memperoleh keakuratan data yang diperoleh serta di-
tentukan pola penektan anamnesis.
h. Pekerjaan : dikaji untuk mengetahui kemampuan orang tua dalammenentukan
tindakan dan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan
orang tua untuk membiayaiperawatan anaknya.
i. Alamat : dikaji untuk mengetahui tempat tinggal pasien dan kondisi pasien.

b) Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan adalah informasi mengenai kesehatan masa lalu


seseorang, kesehatan keluarganya, dan masalah lainnya.
76

a. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakn oleh pasien, sehingga menjadi
alasan mengapa pasien dibawa kerumah sakit, dan keluhan utama pada kasus febris
adalah panas dan rewel.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang untuk mengetahui kapan terjadinya demam,


sudah berapa hari demam terjadi, karakteristik demam (pagi hari, siang hari, malam
hari, atau sepanjang hari), dan keluhan lain yang dirasakan pada saat demam (mual,
muntah, batuk, pilek).

c. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu untuk mengetahui apakah pasien sebelumnya


sudah pernah mengalami penyakit yang sama atau yang lain.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah keluarga pernah


menderita penyakit yang sama, apakah keluarga memiliki penyakit yang menurun
atau menular.

2.5 Pemeriksaan fisik pada anak


a) Keadaan Umum : CM
b) Tanda-tanda vital :
 Suhu tubuh : 39◦C
 Tekanan darah : 95/65 mmHg
 Nadi : 94 x/menit
 Pernapasan : 24 x/menit
c) Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala :
 Bentuk : normal dan simetris
 Kulit kepala : tidak ada peradangan maupun bekas luka didaerah
kepala yang merusak integritas jaringan kulit kepala.
b. Rambut :
77

 Penyebaran dan keadaan rambut : rambut pasien menyebar secara


merata pada kepala, berwarna hitam, pertumbuhan rambut baik
 Bau : tidak ada bau saat pengkajian dilakukan.
 Warna rambut : warna rambut hitam.
78

c. Wajah :
 Warna kulit wajah : kemerah-merahan.
 Struktur wajah : simetris anatara pipi kanan dan kiri, simetris antara
mata kanan dan kiri.
d. Mata :
 Kelengkapan dan keseimbangan : organ mata terlihat dalam keadaan
lengkap dan simetris.
 Palpebra : palpebra pasien dalam keadaan normal, tidak ada oedem
pada daerah palpebra pasien antara kiri dan kanan.
 Konjungtiva dan sklera : konjungtiva pasien terlihat sedikit anemis
dan sklera pasien terlihat bersih dengan warna putih.
 Pupil : pupil dalam keadaan simetris antara pupil kiri dan kanan dan
isokor.
 Kornea dan iris : kornea dan iris simetris dan dalam bentuk serta
warna yang normal.
 Visus : visus dalam keadaan normal
 Tekanan bola mata : normal.
e. Hidung :
 Tulang hidung dan posisi septum nasi : tulang hidung dalam keadaan
nornal, septum nasi dalam keadaan normal, tidak ada pembengkakan
pada bagian dalam hidung pasien, tidak ada nyeri tekan pada bagian
sinus maksilaris, frontalis dan sinus etmoideus.
 Lubang hidung : lubang hidung dalam keadaan simetris.
 Cuping hidung : pasien tidak bernapas dengan cuping hidung.
f. Telinga :
 Bentuk telinga : bentuk daun telinga dalam keadaan normal dan
simetris.
 Ukuran telinga : ukuran telinga dalam keadaan normal dan simetris an-
tara kiri dan kanan
 Lubang telinga : lubang telinga ada dan diameter lubang telinga dalam
keadaan normal dan simetris antara kiri dan kanan.
 Ketajaman pendengaran : ketajaman pendengaran pasien baik.
g. Mulut dan faring :
79

 Keadaan bibir : mukosa bibir terlihat kering dan terlihat sedikit p


ecah - pecah.
 Keadaan gusi dan gigi : gusi dalam keadaan baik, warna gusi me
rah muda, gigi belum lengkap.
 Keadaan lidah : keadaan lidah cukup baik.
 Orofaring : orofaring terlihat baik dan berwarna merah muda.
80

h. Leher :

 Posisi trakea : posisi trakea dalam keadaan baik, tidak ada massa
yang teraba
 Thyroid : tidak ada pembengkakan pada kelenjar throid
 Suara : suara pasien terdengar nornal tetapi sedikit lemah
 Kelenjar Limfa : tidak ada pembengkakan kelenjar limfa
 Vena jugularis : vena jugularis teraba
 Denyut nadi karotis : denyut nadi karotis teraba dan frekuensiny
a sama dengan frekuensi denyut nadi radialias.
81

i. Pemeriksaan integumen :
 Kebersihan : kebersihan integumen pasien cukup bersih, tidak ada
ruam ataupun jejas pada daerah kulit.
 Kehangatan : Akral hangat
 Warna : Warna kulit putih
 Turgor : Turgor kulit dalam keadaan baik, tidak terlihat adanya edema
pada daerah ekstermitas.
 Kelembaban : Integumen masih dalam keadaan lembab
 Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan (jejas dan penyakit kulit lain-
nya) kulit pasien.
j. Pemeriksaan thoraks/ dada
 Inspeksi thoraks : Thoraks pasien dalam keadaan normal, tidak terlihat
kelainan pada bentuk thoraks pasien, tidak ada kelainan pada bentuk
tulang belakang pasien, dan terlihat adanya retraksi dada
 Pernafasan : Sifa pernapasan pasien terlihat kombinasi antar perna-
pasan dadadan pernapasa perut, ritme pernapasam takipnea dengan
frekuensi 24x/menit
 Tanda kesulitan benafas : Tidak ada tanda kesulitan saat pasien berna-
pas
k. Pemeriksaan paru
 Palpasi getaran suara : Adanya vocal fremitus yang simetris antara kiri
dan kanan
 Perkusi : Terdengar sonor pada saat memperkusi paru-paru pasien
 Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler dan tidak ada terdengar bunyi
suara nafas tambahan
l. Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : Normal
 Palpasi : Tidak ada pembengkakkan saat dipalpasi
 Perkusi : Saat dilakukan perkusi terdengar suara pekak
 Auskultasi : Saat dilakukan auskultasi tidak terdengar suara tambahan
82

m. Pemeriksaan abdomen

 Inspeksi : Abdomen terlihat dalam keadaan simetris


 Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik
 Perkusi : Terdengar bunyi timpani
 Palpasi : Tidak teraba massa pada abdomen pasien

n. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

 Genitalia : Normal tidak terdapat kelainan


 Anus dan perineum : Anus dan perineum ada dalam bentuk yang
normal dan tidak ada mengalami kelainan.

2.6 Prosedur Persiapan Untuk Pemeriksaan Diagnostic

A. Persiapan Pemeriksaan Diagnostik


1. Pra Instrumentasi
Tahapan pra instrumentasi meliputi: Pemahaman instruksi dan pengisian
formulir laboratorium.

a) Persiapan penderita
b) Persiapan alat yang akan dipakai
c) Cara pengambilan sampel
d) Penanganan awal sampel (termasuk pengawetan) dan transportasi.
1) Pemahaman Instruksi dan Pengisian Formulir
Pemahaman instruksi harus diperhatikan, hal ini penting untuk
menghindari pengulangan pemeriksaan yang tidak penting, membantu persiapan
pasien sehingga tidak merugikan pasien dan menyakiti pasien.

2) Persiapan Penderita
a. Puasa.
b. Obat.
c. Waktu
d. Posisi pengambilan,
3) Persiapan Alat yang Akan Dipakai
a. Persiapan Alat.
83

Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan


instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional dalam
bekerja.

b. Pengambilan Darah.
Yang harus dipersiapkan antara lain, kapas alkohol 70 %, karet
pembendung (torniket), spuit sekali pakai umumnya 2.5 ml atau 5 ml,
penampung kering bertutup dan berlabel. Penampung dapat tanpa anti koagulan
atau mengandung anti koagulan tergantung pemeriksaan yang diminta oleh
dokter. Kadang-kadang diperlukan pula tabung kapiler polos atau mengandung
antikoagulan.

c. Penampungan Urine.
Digunakan botol penampung urin yang bermulut lebar, berlabel, kering,
bersih, bertutup rapat dapat steril (untuk biakan) atau tidak steril. Untuk urin
kumpulan dipakai botol besar kira-kira 2 liter dengan memakai pengawet urin.
84

d. Penampung khusus.
Biasanya diperlukan pada pemeriksaan mikrobiologi atau pemeriksaan
khusus yang lain. Yang penting diingat adalah label harus ditulis lengkap
identitas penderita seperti pada formulir termasuk jenis pemeriksaan sehingga
tidak tertukar.

4) Cara pengambilan sampel


Pada tahap ini perhatikan ulang apa yang harus dikerjakan, lakukan
pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai etika dan sopan santun,
beritahukan apa yang akan dikerjakan. Selalu tanyakan identitas pasien sebelum
bekerja sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil bahan dengan pasien
lain. Karena kepanikan pasien akan mempersulit pengambilan darah karena vena
akan konstriksi. Darah dapat diambil dari vena, arteri atau kapiler. Syarat mutlak
lokasi pengambilan darah adalah tidak ada kelainan kulit di daerah tersebut, tidak
pucat dan tidak sianosis. Lokasi pengambilan darah vena : umumnya di daerah
fossa cubiti yaitu vena cubiti atau di daerah dekat pergelangan tangan. Selain itu
salah satu yang harus diperhatikan adalah vena yang dipilih tidak di daerah infus
yang terpasang/sepihak harus kontra lateral. Darah arteri dilakukan di daerah lipat
paha (arteri femoralis) atau daerah pergelangan tangan (arteri radialis). Untuk
kapiler umumnya diambil pada ujung jari tangan yaitu telunjuk, jari tengah atau
jari manis dan anak daun telinga. Khusus pada bayi dapat diambil pada ibu jari
kaki atau sisi lateral tumit kaki.

5) Penanganan Awal Sampel dan Transportasi


Pada tahap ini sangat penting diperhatikan karena sering terjadi sumber
kesalahan ada disini. Yang harus dilakukan :

 Catat dalam buku ekspedisi dan cocokan sampel dengan label dan formulir.
Kalau sistemnya memungkinkan dapat dilihat apakah sudah terhitung bi-
ayanya (lunas).
 Jangan lupa melakukan homogenisasi pada bahan yang mengandung an-
tikoagulan
 Segera tutup penampung yang ada sehingga tidak tumpah
 Segera dikirim ke laboratorium karena tidak baik melakukan penundaan
85

 Perhatikan persyaratan khusus untuk bahan tertentu seperti darah arteri un-
tuk analisa gas darah, harus menggunakan suhu 4-8°C dalam air es bukan es
batu sehingga tidak terjadi hemolisis.

2.7 Prosedur Tindakan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman dan Nyaman

1. Melakukan Tepid Water Sponge


Merupakan tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh saat
demam yaitu dengan merendam anak di dalam air hangat, mengelap sekujur
tubuh dengan air hangat menggunakan waslap, dan dengan kompres pada bagian
tubuh tertentu yang memiliki pembuluh darah besar.

a) Alat dan Bahan


1) Thermometer air raksa
2) Kom kecil berisi air hangat kira-kira 450C
3) Beberapa buah waslpa/kain kasa dengan ukuran tertentu
b) Prosedur Kerja
1) Tahap Pra interaksi
 Melaksanakan verifikasi data dan program sebelumnya bila ada.
 Menyiapkan alat dan bahan
 Mencuci tangan.
 Membawa alat di dekat klien.
2) Tahap Orientasi
 Memberi salam dan menyapa nama klien.
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tepid water sponge kepada klien
dan keluarga.
 Menanyakan kesediaan dan kesiapan klien
3) Tahap Kerja
 Dekatkan alat-alat ke klien
 Cuci tangan, Masukkan waslap/kain kasa kedalam kom berisi air
hangat lalu peras sampai lembab
 Letakkan waslap/kain kasa tersebut pada area yang akan dikompres
yaitu pada dahi, axilah, lipatan paha, dan diusapakan keseluruh
tubuh
86

 Ganti waslap/ kain kasa dengan waslap/ kain yang sudah terendah
dalam kom berisi air hangat
 Diulang-ulang sampai suhu tubuh turun
 Rapikan klien dana bereskan alat-alat bila sudah selesai
4) Tahap Tereliminasi
 Melakukan Evaluasi Tindakan
 Berpamitan Dengan Klien
 Membereskan Alat
 Mencuci Tangan

2. Melakukan Teknik Restram Pada Anak


a. Sheet and ties
Penggunaan selimut untuk membungkus tubuh pasien supaya tidak
bergerak dengan cara melingkarkan selimut ke seluruh tubuh pasien dan menahan
selimutnya dengan perekat atau mengikatnya dengan tali.
87

b. Restraint Jaket
Restraint jaket digunakan pada anak dengan tali diikat dibelakang tempat
tidur sehingga anak tidak dapat membukanya. Pita panjang diikatkan ke bagian
bawah tempat tidur, menjaga anak tetap di dalam tempat tidur. Restrain jaket
berguna sebagai alat mempertahankan anak pada posisi horizontal yang
diinginkan.

c. Papoose board
Papoose board merupakan alat yang biasa digunakan untuk menahan
gerak anak saat melakukan perawatan gigi. Cara penggunaannya adalah anak
ditidurkan dalam posisi terlentang di atas papan datar dan bagian atas tubuh,
tengah tubuh dan kaki anak diikat dengan menggunakan tali kain yang besar.
Pengendalian dengan menggunakan papoose board dapat diaplikasikan dengan
cepat untuk mencegah anak berontak dan menolak perawatan

d. Restraint Mumi atau Bedong


Selimut atau kain dibentangkan diatas tempat tidur dengan salah satu
ujungnya dilipat ke tengah. Bayi diletakkan di atas selimut tersebut dengan bahu
berada di lipatan dan kaki ke arah sudut yang berlawanan. Lengan kanan bayi
lurus kebawah rapat dengan tubuh, sisi kanan selimut ditarik ke tengah melintasi
bahu kanan anak dan dada diselipkan dibawah sisi tubuh bagian kiri. Lengan kiri
anak diletakkan lurus rapat dengan tubuh anak, dan sisi kiri selimut dikencangkan
melintang bahu dan dada dikunci dibawah tubuh anak bagian kanan.

e. Restraint siku
Restraint siku Penting dilakukan pada pasien setelah bedah bibir atau
agar anak tidak menggaruk pada kulit yang terganggu. indakan mencegah anak
menekuk siku atau meraih kepala atau wajah.

f. Pedi-wrap
Pedi-wrap merupakan sejenis perban kain yang dilingkarkan pada leher
sampai pergelangan kaki pasien anak untuk menstabilkan tubuh anak serta
menahan gerakan tubuh anak. Pedi-wrap mempunyai berbagai variasi ukuran
sesuai dengan kebutuhan.
88

3. Melakukan Penatalaksanaan Kejang Pada Anak


a) Anjurkan orang tua atau pengasuh untuk lakukan hal-hal berikut bila sedang ter-
jadi kejang demam anak:
1) Jangan tahan anak dalam keadaan kejang, posisikan anak di tempat yang aman
(contoh: lantai)
2) Sebisa mungkin kepala dimiringkan ke samping agar bila anak muntah, tidak ter-
jadi aspirasi
3) Jangan diberikan apapun ke dalam mulutnya
4) Bila orang tua memiliki diazepam sediaan rektal, berikan dengan dosis 5 mg un-
tuk < 10 kg, atau 10 mg untuk > 10 kg
5) Bila kejang tidak berhenti dalam 10 menit, segera bawa anak ke Unit Gawat
Darurat terdekat.
b) Tatalaksana yang dilakukan saat anak datang dalam keadaan kejang adalah:
1) Diazepam intravena 0.3 – 0.5 mg/kgBB bolus pelan 1 – 2 mg/menit (3 – 5 menit),
dosis maksimal 20 mg.
2) Bila belum terpasang akses intravena atau dilakukan di Rumah, bisa diberikan di-
azepam rektal 0.5 – 0.75 mg/kgBB atau 5 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk
BB > 10 kg
3) Bila diazepam rektal diberikan oleh orang tua di Rumah, dengan 2 kali pemberian
diazepam rektal berselang 5 menit, kejang masih belum berhenti, anjurkan ke
Rumah Sakit dan diberikan diazepam intravena
4) Bila kejang belum berhenti setelah tatalaksana awal, berikan Fenitoin intravena
dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/pemberian (kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau ku-
rang dari 50 mg/menit)
5) Bila kejang berhenti, fenitoin diberikan kembali 4 – 8 mg/kgBB/hari 12 jam sete-
lah dosis awal.
6) Bila kejang belum berhenti, rawat ruang intensif untuk diberikan obat-obatan
anestesi.
4. Prinsip Isolasi Pada Anak Dengan Campak
Prinsip isolasi yang dilakukan pada anak dengan campak yaitu :

1) Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama 4 hari setelah tim-
bulnya rash .
2) Menepatkan anak pada ruang khusus atau mempertahakan isolasi di rumah sakit
89

3) Melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni, dari hari pertama
hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan
pasien dengan risiko tinggi lainnya.
4) Pada anak yang sehat umumnya gejala campak dapat sembuh sendiri. Pengobatan
yang diberikan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suple-
men nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, antikonvulsi
jika terdapat kejang dan pemberian vitamin A.

Pada kasus campak tanpa komplikasi penatalaksanaan berupa:

 Tirah baring di tempat tidur


 Diet makanan cukup cairan dan cukup kalori
 Antipiretik bila demam: parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diulang pembe-
riannya setiap 4 jam.
90

5. Memberikan Obat Sesuai Jam Terapi


Perawat bertanggungjawab terhadap keamanan pasien dalam pemberian
terapi, oleh karena itu dalam memberikan obat, seorang perawat harus melakukan
tujuh hal yang benar :

a) Klien Yang Benar


Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien dan
meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Sebelum obat diberikan, identitas
pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya.

b) Obat Yang Benar


Untuk menghindari kesalahan, sebelum memberi obat kepada pasien,
label obat harus dibaca tiga kali :

 Pada saat melihat botol atau kemasan obat,


 Sebelum menuang/ mengisap obat dan
 Setelah menuang/mengisap obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh
dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
c) Dosis Yang Benar
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker,
sebelum dilanjutkan ke pasien.Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus
mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis
obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain. Jika pasien
meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi.

d) Waktu Yang Benar


Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus
diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti
b.i.d (dua kali sehari), t.i.d (tiga kali sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h
(setiap 6 jam), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat
mempunyai waktu paruh (t ½) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari.

e) Rute Yang Benar


Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
91

kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja
yang diinginkan. Obat dapat diberikan melalui oral, sublingual, parenteral,
topikal, rektal, inhalasi.

f) Dokumentasi Yang Benar


Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan
merupakan media komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim
pelayanan kesehatan pasien.

g) Informasi Yang Benar.

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
(Demam) adalah suatu reaksi fisiologis tubuh yang kompleks terhadap penyakit
yang ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal akibat rangsangan
zat pirogen terhadap pengatur suhu tubuh di hipotalamus. Suhu normal tubuh
manusia berkisar antara 36-37,2°C. Suhu subnormal yaitu <36°C, hipotermia
merupakan suhu <35°C, Demam terjadi jika suhu 37,2°C, hiperpireksia merupakan
suhu 241,2°C. Terdapat perbedaan pengukuran suhu di oral, aksila, dan rectal sekitar
0,5°C, suhu rectal > suhu oral suhu aksila.

Dari tanda dan gejala dapat ditemukan masalah gangguan rasa nyaman akibat
suhu tubuh yang tinggi dan resiko tinggi Hipertermia disebabkan proses penyakit.

B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan khususnya dalam membuat asuhan keperawatan
yang akan di buat. Maka penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Penulis mengharapkan agar mahasiswa/ mahasiswi dapat memahami tentang


bahaya peningkatan suhu tubuh pada anak
2. Hendaknya bagi tenaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas dirinya agar
menjadi tenaga kesehatan yang profesioanal yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan dalam memberi asuhan keperawatan
92

3. Bagi para pembaca dapat mengetahui penyebab, pengobatan dan


perawatannya
4. Mengembangkan inovati tentang pencegahan infeksi dan kuman

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam.2018. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik. Jakarta :


Salemba

Medika Ambarwati, E R, dkk. 2017. KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Nuha Medika Eko,

Nurul, dkk. 2018. KDPK (Keterampilan Dasar Praktik Klinik) Kebidanan. Yogyakarta:
Pustaka

Rihamna Uliyah, Musrifatul, dkk. 2015. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk
Kebidanan. Jakarta.
93

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


KEBUTUHAN KHUSUS
Dosen Pengampu: Dina Rawan G. Rana, S.Kep., Ns.

Oleh

Kelompok V

Abdul Ghani

Dila

Miki

Yetri Dea Puspitasari

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


94

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

2022
BAB 1KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunia-
Nya penulis dapat menyusun makalah dengan judul Konsep Asuhan Keperawatan pada
Anak Dengan Kebutuhan Khusus: Pengkajian ini dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen mata kuliah
Keperawatan Anak Ibu Dina Rawan G. Rana, S.Kep., Ns. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi
para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu, penulis membutuhkan kritik dan saran agar kedepannya, penulis bisa menulis
makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, dan
bagi kami khususnya sebagai penulis.

Palangka Raya, 23 Maret 2022

Penulis
BAB 2DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1

1.3 Tujuan ...............................................................................................................1

BAB 2......................................................................................................................3
PEMBAHASAN .....................................................................................................3

2.1 Pengkajian..........................................................................................................3

2.1.1 Anamnesa................................................................................................3
2.1.2 Pemeriksaan Fisik Pada Anak Kebutuhan Khusus.................................5
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................9

2.2 Masalah Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus.......................10

2.2.1 Retardasi Mental...................................................................................10


2.2.2 Down Syndrom.....................................................................................13
2.2.3 Autism...................................................................................................15
2.2.4 Child Abuse..........................................................................................15

BAB 3....................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan..................................................................................................19
3.2 Saran.............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
BAB 1

BAB 3PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
3.1 Penanganan anak berkebutuhan khusus, memerlukan keberpihakan
kultural dan struktural dari berbagai pihak baik orangtua, masyarakat dan
pemerintah. Hal ini karena masih adanya pemahaman yang keliru dan sikap
diskriminatif terhadap anak berkebutuhan khusus di lingkungan keluarga dan
masyarakat, baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Selain itu anak
berkebutuhan khusus rentan mendapatkan kekerasan dan perlakuan salah.
3.2 Dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus, para pendamping
memerlukan pengetahuan tentang anak-anak tersebut, keterampilan
mengasuh dan melayaninya. Anak berkebutuhan khusus perlu mendapat
dorongan, tuntunan, dan praktek langsung secara bertahap. Potensi yang
dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus akan tumbuh berkembang seiring
dengan keberhasilan peran pendamping dalam memahami dan memupuk
potensi anak-anak tersebut.
3.3 Jumlah anak Indonesia sebanyak 82.980.000. Dari populasi tersebut,
9.957.600 anak adalah anak berkebutuhan khusus. Sedangkan jumlah anak
dengan kecerdasan istimewa dan berbakat istimewa adalah sebesar 2,2% dari
populasi anak usia sekolah (4-18 tahun) atau sekitar 1.185.560 anak. Data ini
menjadi dasar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak bersama Kementerian/Lembaga terkait dan lembaga masyarakat dalam
menyusun Buku Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus.

1.2 Rumusan Masalah


3.4 Dari urairan latar belakang tersebut kita dapati rumusan masalah yaitu
bagaimana cara asuhan keperawatan pada anak dengan kebutuhan khusus
pada konsep.

1
2

1.3 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa dapat memahami konsep pengkajian pada perawatan pada anak
dengan kebutuhan khusus.

1.2.2 Tujuan Khusus


1) Mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan anamnesis pada anak den-
gan kebutuhan khusus
2) Mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan pemeriksaan fisik pada
anak dengan kebutuhan khusus.
3) Mahasiswa dapat memahami pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada anak dengan kebutuhan khusus.
3
BAB 2

BAB 4PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnesa
1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, no. Tgl MRS.
2) RiwayatKesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya
autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
autisme adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai
APGAR SCORE rendah< 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan,
letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir rendah ( < 2500 gram).

b) Riwayat kesehatan sekarang (RKS)


Anak dengan autism biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang
lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata
atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan
terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak
membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung
kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu.

c) Riwayat kesehatan keluarga (RKG)


Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme

3) Psikosoisal
Biasanya menunjukkan perilaku menarik diri, tidak responsif terhadap orang tua,
memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem, keterikatan yang tidak pada
tempatnya dengan objek, perilaku menstimulasi diri, pola tidur tidak teratur,
permainan stereotip, perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain,
tantrum yang sering, peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan, kemampuan bertutur kata menurun, menolak mengkonsumsi
makanan yang tidak halus.

4) Neurologis

4
5

Biasanya memiliki respon yang tidak sesuai dengan stimulus, reflek mengisap
buruk, dan tidak mampu menangis ketika lapar.

5) Gastrointestinal
Biasanya mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik Pada Anak Kebutuhan Khusus


1) Screening dengan Menggunakan CHAT
Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) dapat digunakan oleh
dokter umum atau spesialias anak untuk skrining GSA dengan memberikan lembar
isian pada orang tua, dan hanya memerlukan 5-10 menit. Instrumen ini
merupakan revisi CHAT karena mempunyai nilai sensitifitas sangat rendah yaitu
0,18-0,38 pada sampel masyarakat dan 0,65 pada sampel klinis. Sensitifitas M-
CHAT di Amerika dilaporkan sebesar 0,85 pada sampel populasi dan klinis, dan
sensitifitas sebesar 0,93-1,0.

Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) merupakan alat skrining


GSA level 1, digunakan untuk usia 16-48 bulan, terdiri atas 23 pertanyaan dimana
6 pertanyaan adalah item kritits. Anak dikatakan gagal M-CHAT jika terdapat 2
atau lebih pertanyaan kritis dengan jawaban tidak, atau gagal menjawab benar
pada 3 pertanyaan apa saja dari 23 pertanyaan ya atau tidak. Jawaban ya atau
tidak tersebut menggambarkan respon lulus atau gagal. Anak yang gagal M-CHAT
tidak semua memenuhi kriteria diagnosis GSA. Anak yang gagal M-CHAT harus
dievaluasi lebih mendalam oleh dokter atau dirujuk ke spesialis anak untuk
evaluasi perkembangan lebih lanjut.

Skrining adalah deteksi dini adanya risiko keterlambatan perkembangan dengan


menggunakan instrumen terstandarisasi, pada interval waktu tertentu, untuk
mendukung dan memperbaiki faktor risiko. Skrining dilakukan pada saat usia
tertentu pada populasi umum atau apabila pada saat surveilens perkembangan
rutin mengindikasikan adanya risiko gangguan perkembangan. 10 Skrining
perkembangan bertujuan untuk mengidentifikasi anak-anak yang membutuhkan
evaluasi secara menyeluruh. Evaluasi tersebut meliputi penegakan diagnosis
definitif, perencanaan penanganan komprehensif, dan pengawasan selanjutnya
jika diperlukan.2,13 American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan
untuk melakukan skrining pada semua anak dengan menggunakan instrumen
terstandarisasi pada interval waktu tertentu (usia 9 bulan, 18 bulan dan 24 bulan
atau usia 30 bulan saat kunjungan ke tempat kesehatan).

Alat skrining dikatakan baik jika memiliki sensitifitas, spesifisitas, dan reliabilitas
yang baik. Alat skrining perkembangan yang masih dapat diterima jika memiliki
sensitifitas lebih dari 70% dan spesifisitas 70-80%.

2) Kuisioner Gangguan Mental Emosional/KMME


6

Kuisioner Masalah Mental dan Emosional Anak (KMME) adalah salah satu
tes skrining dini yang dapat digunakan untuk gangguan mental dan emosional
yang ditujukan untuk anak berusia 3-6 tahun. Kuisioner Masalah Mental
Emosional dapat mensuspek diaognosis anak, dengan skrining ini orang tua
dapat segera menindak lanjuti dan dapat segera mengkonsultasikan kepada
tenaga medis.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


4.1.1 Pemeriksaan penunjang dilakukan pada setiap anak yang mengalami
keterlambatan perkembangan atau autisme, termasuk pemeriksaan audiologi,
laboratorium dan tes untuk timbal atau logam-logam berat lainnya kalau
diperlukan. Tes untuk logam berat juga dilakukan bila terdapat gejala pica.
Pemeriksaan penunjang ini diperlukan untuk penatalaksanaan dan intervensi yang
akan diberikan nanti.
7

2.2 Masalah Keperawatan Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus


2.2.1 Retardasi Mental
1. Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan intelegensi yang
kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan tetapi
gejala yang utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental.

Retardasi mental atau tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan


kecerdasan mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan
yang optimal.

Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya gangguan keterampilan baik
kecakapan ataupun skill selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
semua tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, verbal, motorik, maupun
sosial (Lumbantobing, 2006). Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa
anak). biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan,
tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna mental.

2. Etiologi
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas
sebabnya (simpleks) keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor
sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam
kandungan atau anak-anak.

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :

1) Akibat infeksi dan atau intoksikasi. Dalam kelompok ini termasuk keadaan retar-
dasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial, karena
serum, obat atau zat toksis lainnya.
2) Akibat rudapaksa dan atau sebab fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir juga trauma
lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan aborsi dapat men-
gakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak be-
gitu sering mengakibatkan retardasi mental.
8

3) Akibat gangguan metabolism, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental


yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolism (misalkan gangguan me-
tabolism lemak, karbohidrat, dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk
dalam kelompok ini. Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung
lama sebelum umur 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan da-
pat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan mem-
perbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri den -
gan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
4) akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini, termasuk re -
tardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena
rudapaksa atau peradangan) dan beberapa rekasi sel-sel otak yang nyata, tetapi
yang belum diketahui betul etiologiya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini
dapat bersifat degenerative, infiltrative, radang, proliferative, sklerotik atau
reparatif.
5) Akibat penyakit atau pengaruh prenatal yang tidak jelas. Keadaan ini diketahui
sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk
anomali cranial primer dan defek congenital yang tidak diketahui sebabnya.
6) Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah
atau dalam bentuknya.
7) Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan
dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram
dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-
sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
8) Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnose ini harus jelas telah
terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi
otak.
9) Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor-fak-
tor biomedik maupun sosiobudaya.

3. Penatalaksanaan dan pencegahan


Menurut Maramis yang di kutib dari buku Prabowo (2014), penatalaksanaan dan
pencegahan retardasi mental adalah :

a. Peanatalaksanaan medis
9

1) Psikostimulan untuk anak yang menunjukkan gangguan konsentrasi atau


hiperaktif.
2) Obat psikotropika (untuk anak dengan perilaku yang membahayakan diri)
3) Anti depresan
b. Pencegahan
1) Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,
perbaikan keadaan sosioekonomi, konseling genetic dan tindakan
kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan
persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun
dikurangi dan pencegahan keradangan otak pada anak-anak. Tiap usaha
mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya).

2) Pencegahan sekunder
Meliputi diagnose dan pengobatan dini keradangan otak, peradangan
subdural, kraniostenosis sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat
dibuka dengan kraniotomi, pada mikrosefali yang congenital, operasi tidak
menolong.

3) Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya
disekolah luar biasa (SLB) dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah
hiperaktif atau destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga anti
histamine berguna juga pada hiperkinesa berbiturat kadang-kadang dapat
menimbulkan efek paradokal dengan menambah kegelisahan dan
ketegangan dapat dicoba juga dengan obat-obatan yang memperbaiki
mikrosirkulasi diotak (membuat masuknya zat asam dn makanan dari darah
ke sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki metabolism sel-
sel otak, akan tetap hasilnya, kalau ada tidak segera dapat dilihat.

2.2.2 Down Syndrom


1) Definisi
Sindrom Down (SD) merupakan suatu kelainan genetik yang paling sering terjadi
dan paling mudah di identifikasi. SD atau yang lebih dikenal sebagai kelainan genetik
trisomi, di mana terdapat tambahan kromosom pada kromosom 21. Kromosom
ekstra tersebut menyebabkan jumlah protein tertentu juga berlebih sehingga
mengganggu pertumbuhan normal dari tubuh dan menyebabkan perubahan
perkembangan otak yang sudah tertata sebelumnya. Selain itu, kelainan tersebut
dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar,
10

penyakit jantung, bahkan kanker darah/leukemia. Kelainan ini sama sekali tidak
berhubungan dengan ras, negara, agama, maupun status sosial ekonomi.

2) Klasifikasi Sindrom Down (SD)


Berdasarkan kelainan struktur dan jumlah kromosom, Sindrom Down terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada pen-
derita Sindrom Down, di mana terdapat tambahan kromosom pada kromosom
21. Angka kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua penderita Sin -
drom Down.
2. Translokasi adalah suatu keadaan di mana tambahan kromosom 21 melepaskan
diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom yang lainnya. Kro-
mosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini terjadi
sekitar 3-4% dari seluruh penderita Sindrom Down. Pada beberapa kasus,
translokasi Sindrom Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.
Gejala yang ditimbulkan dari translokasi ini hampir sama dengan gejala yang
ditimbulkan oleh trisomi 21.
3. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, di mana hanya beber-
apa sel saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang lahir
dengan Sindrom Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah kese -
hatan yang lebih ringan dibandingkan bayi yang lahir dengan Sindrom Down tri-
somi 21 klasik dan translokasi. Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4%
dari penderita Sindrom Down.

3) Etiologi Sindrom Down (SD)


Hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab Sindrom Down. Namun,
diketahui bahwa kegagalan dalam pembelahan sel inti yang terjadi pada saat
pembuahan dapat menjadi salah satu penyebab yang sering dikemukakan dan
penyebab ini tidak berkaitan dengan apa yang dilakukan ibu selama kehamilan.
Sindrom Down terjadi karena kelainan susunan kromosom ke-21, dari 23 kromosom
manusia. Pada manusia normal, 23 kromosom tersebut berpasang-pasangan hingga
berjumlah 46. Pada penderita Sindrom Down, kromosom 21 tersebutberjumlahtiga
(trisomi), sehingga total menjadi 47 kromosom. Selain nondisjunction, penyebab lain
dari Sindrom Down adalah anaphase lag, yaitu kegagalan dari kromosom atau
kromatid untuk bergabung kesalah satu nukleusanak yang terbentuk pada
pembelahan sel, sebagai akibat dari terlambatnya perpindahan atau pergerakan
selama anafase. Kromosom yang tidak masuk kenukleusselanak akan menghilang.
Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis

4) Faktor Resiko Sindrome Down (SD)


11

Pada Sindrom Down, meiosis I menghasilkan ovum yang mengandung 21


autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa autosom 21,
maka terbentuk zigot trisomi 21. Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu:

1. Infeksi virus.
Rubela merupakan salah satu jenis infeksi virus tersering pada prenatal yang
bersifat teratogen lingkungan yang dapat memengaruhi embrio genesis dan
mutasi gen sehingga menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur
kromosom.

2. Radiasi
Radiasi merupakan salah satu penyebab dari nondisjunctinal pada Sindrom
Down. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan Sindrom Down pernah
mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Kecelakaan reaktor
atom Chernobyl pada tahun 1986 dikatakan merupakan penyebab beberapa
kejadian Sindrom Down di Berlin.

3. Penuaan sel telur


Peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur. Sel telur akan
menjadi kurang baik dan pada saat terjadi pembuahan oleh spermatozoa, sel
telur akan mengalami kesalahan dalam pembelahan. Sel telur wanita telah
dibentuk pada saat masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per
satu setiap bulan pada saat wanita tersebut mengalami menstruasi. Pada saat
wanita memasuki usia tua, kondisi sel telur tersebut terkadang menjadi kurang
baik, sehingga pada saat dibuahi oleh spermatozoa, sel benih ini mengalami
pembelahan yang salah. Proses selanjutnya disebabkan oleh keterlambatan
pembuahan akibat penurunan frekuensi bersenggama pada pasangan tua. Faktor
selanjutnya disebabkan oleh penuaan sel spermatozoa laki-laki dan gangguan
pematangan sel sperma itu sendiri di dalam epididimis yang akan berefek pada
gangguan motilitas sel sperma itu sendiri juga dapat berperan dalam efek ekstra
kromosom 21 yang berasal dari ayah.

4. Usiaibu.
Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi
dengan Sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari 35
tahun). Angka kejadian Sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1
dalam 400 kelahiran. Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar
kurang dari 1 dalam 1000 kelahiran. Perubahan endokrin seperti peningkatan
sekresi androgen, penurunan kadar hidroepiandrosteron, penurunan
konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptorhormon,
peningkatan hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating
Hormone) secara mendadak pada saat sebelum dan selama menopause, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction.
12

5) Karakteristik Sindrome Down (SD)


Anak Sindrom Down dapat dikenali dari karakteristik fisiknya. Beberapa
karakteristik fisik khusus, meliputi:

a. Bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang normal
(microchephaly) dengan area datar di bagian tengkuk.
b. Ubun-ubun berukuran lebih besar dan menutup lebih lambat (rata-rata usia
2 tahun).
c. Bentuk mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epican-
thal folds).
d. Bentuk mulut yang kecil dengan lidah besar (macroglossia) sehingga tampak
menonjol keluar.
e. Saluran telinga bisa lebih kecil sehingga mudah buntu dan dapat menye-
babkan gangguan pendengaran jika tidak diterapi.
f. Garis telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian crease) - penu-
runan tonus otot (hypotonia)
g. Jembatan hidung datar (depressed nasal bridge), cuping hidung dan jalan
napas lebih kecil sehingga anak Sindrom Down mudah mengalami hidung
buntu.
h. Tubuh pendek. Kebanyakan orang dengan Sindrom Down tidak mencapai
tinggi dewasa rata-rata.
i. Dagu kecil (micrognatia)
j. Gigi geligi kecil (microdontia), muncul lebih lambat dalam urutan yang tidak
sebagaimana mestinya.
k. Spot putih di iris mata (Brushfield spots)

6) Penatalaksaan Sindrome Down (SD)


Penatalaksanaan Down syndrome dilakukan dengan pemberian medika
mentosa dan pembedahan untuk penyakit komorbid, serta terapi suportif. Tata
laksana ini bertujuan untuk mencegah mortalitas serta meningkatkan kualitas
hidup pasien. Terapi medika mentosa spesifik diberikan untuk menangani
penyakit komorbid yang ditemukan pada pasien Down syndrome, misalnya
pemberian hormon tiroid pada pasien Down syndrome dengan hipotiroidisme.
Pengawasan terhadap respons terapi obat dan efek samping obat harus
13

dilakukan karena terdapat perbedaan farmakoterapi pada pasien Down


syndrome dengan orang normal

2.2.3 Autisme
1. Defenisi Austisme Pada Anak
4.1.2 Autisme adalah Suatu keadaan dimana seseorang anak
berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan
ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun.
Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio-ekonomi mapan maupun
kurang, anak atau dewasa.
4.1.3 Autisme spectrum disorder (ASD) atau yang lebih sering
disebut autisme merupakan gangguan perkembangan saraf.Gangguan terse-
but memengaruhi perkembangan bahasa dan kemampuan seorang anak un-
tuk berkomunikasi, berinteraksi, serta berperilaku.Bukan hanya autisme,
ASD juga mencakup sindrom Asperger, sindrom Heller, dan gangguan
perkembangan pervasif (PPD-NOS). Perlu diingat bahwa autisme bukanlah
penyakit, melainkan kondisi di mana otak bekerja dengan cara yang berbeda
dari orang lain.
4.1.4 Mereka yang menyandang autisme dapat mengalami kesuli-
tan memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Hal ini membuat
mereka sulit untuk mengekspresikan diri.Baik dengan kata-kata atau melalui
gerak tubuh, ekspresi wajah, dan sentuhan.Selain itu, penyandang autisme
juga mungkin akan memiliki kendala saat belajar. Keterampilan mereka
mungkin berkembang tidak merata.Misalnya ketika penyandang autisme
memiliki kesulitan berkomunikasi, bisa saja dirinya sangat pandai dalam
seni, musik, memori, hingga matematika.

2. Klasifikasi autism
Ada beberapa klasifikasi autism, diantaranya adalah :

1) Aloof Anak dengan autisme dari tipe ini senantiasa berusaha menarik diri dari
kontak sosial, dan cenderung untuk menyendiri di pojok.
2) Passive Anak dengan autisme tipe ini tidak berusaha mengadakan kontak sosial
melainkan hanya menerima saja.
14

3) Active but odd Sedangkan pada tipe ini, anak melakukan pendekatan namun
hanya bersifat repetitif dan aneh.
3. ETIOLOGI
Penyebab Autisme diantaranya adalah

1) Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama
pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
2) Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil). 3. Neurokimia
(katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
3) Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan
tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, pe-
rubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan
4) Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sen-
sori serta kejang epilepsy
5) Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
6) Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh Pada masa
bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon
saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan
jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu
atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komu-
nikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.

4. TANDA DAN GEJALA


Gejala pada anak autismee sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun, yaitu
antara lain dengan tidak adanya kontak mata, dan tidak menunjukkan respon
terhadap lingkungan. Jika kemudian tidak diadakan upaya terapi, maka setelah usia
3 tahun perkembangan anak terhenti atau mundur, seperti tidak mengenal suara
orang tuanya dan tidak mengenali namanya.

Sedang menurut beberapa pakar tertentu , penderita autismee klasik memiliki 3


gejala yaitu :

a. Gangguan interaksi social


b. Hambatan dalam komunikasi ucapan dan bukan ucapan (bahasa tubuh dan
isyarat)
c. Kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas.
15

Sifat-sifat lainnya yang biasa ditemukan pada anak autisme adalah :

a. Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain


b. Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
c. Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
d. Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
e. Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan
f. Tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka
g. Jarang memainkan permainan khayalan
h. Memutar benda, terpaku pada benda tertentu
i. Sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara
fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif

Anak autis mengalami keterlambatan bicara, mungkin menggunakan bahasa dengan


cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama jika seseorang
berbicara dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak
autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya
sebagai kamu, bukan sebagai saya) Pada beberapa kasus mungkin ditemukan perilaku
agresif atau melukai diri sendiri Kemampuan motorik (gerakan) kasar/halusnya ganjil
(tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun balok).

Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat, selain itu perilaku
autismee biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai
dengan usianya.Untuk mendiagnosis autisme tidak memiliki tes medis, tetapi suatu
diagnosis yang akurat harus berdasarkan pengamatan yang menyeluruh terhadap
kemampuan berkomunikasi, perilaku dan tingkat perkembangan anak.Informasi yang
didapat dari orang tua dari saat kehamilan hingga pertumbuhan anak sekarang dapat
menunjang diagnosis yan tepat.

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :

1) Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang
tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-
lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit esti-
masi potensi intelektual.
kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan
percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan
ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan
16

bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas


intelektual yang memadai.Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa,
analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan
waktu untuk bermain sendiri.

2) Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang


sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3) Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak
tercenggang dengan objek mekanik.
4) Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memeli-
hara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat
dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan.
5) Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin. 6. Kontak mata minimal atau
tidak ada.
6) Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas ter-
hadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya
respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya
sensitivitas pada rangsangan lain.
7) Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emo-
sional
8) Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung
pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya
mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan
pada umur 2 tahun.
9) Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.

6. Pencegahan Austisme
Tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mencegah autisme. Maka dari itu,
langkah awal yang harus diambil oleh orangtua apabila Si Kecil menunjukkan gejala
autisme adalah dengan menghubungi dokter.Sebab, penanganan yang dilakukan
17

sedini mungkin pada penyandang autisme tentu dapat membantu mereka memiliki
kehidupan yang layak.

7. Pengobatan Austisme
1) Terapi Perilaku dan Komunikasi
Terapi ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pengajaran pada
pengidap, termasuk kemampuan dasar sehari-hari, baik verbal maupun
nonverbal. Berikut adalah beberapa jenis contoh dari terapi perilaku dan
komunikasi, yaitu:

a. Analisis perilaku terapan (ABA), untuk meningkatkan perilaku positif dan


mencegah perilaku negatif.
b. Terapi okupasi, yang bertujuan untuk membantu keterampilan hidup seperti
berpakaian, makan, dan berhubungan dengan orang lain.
c. Terapi integrasi sensorik, untuk membantu seseorang yang memiliki
masalah dengan sentuhan atau dengan pemandangan atau suara.
d. Terapi wicara untuk meningkatkan keterampilan komunikasi penyandang
autisme.
2) Terapi Keluarga
Terapi ini ditujukan untuk orang tua dan keluarga pengidap autisme.
Tujuannya adalah agar keluarga bisa belajar bagaimana cara berinteraksi dengan
pengidap dan juga mengajarkan pengidap berbicara dan berperilaku normal.

3) Pemberian Obat-obatan
Pemberian obat-obatan tidak bisa menyembuhkan autisme, melainkan
dapat mengendalikan gejalanya.Contohnya obat untuk mengatasi kejang, obat
untuk mengatasi masalah perilaku, obat untuk mengatasi depresi, dan obat
untuk mengatasi gangguan tidur.

2.2.4 Child Abuse (Kekerasan Pada Anak)

1. Pengertian
Secara harfiah kekerasan diartikan sebagai "sifat atau suatu hal yang keras;
kekuatan; paksaan". Sedangkan secara terminologi kekerasan berarti "perbuatan
seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang
lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain." Segala macam
18

perbuatan yang menimbulkan penderitaan baik itu berupa fisik atau menyebabkan
kerusakan bagi orang lain dapat diartikan sebagai kekerasan.

Menurut WHO (World Health Organization) kekerasan adalah menggunakan


kekuatan fisik atau kekuasaan, ancaman atau perlakuan kasar dengan
mengakibatkan kematian, trauma, meninggalkan kerusakan, menyebabkan luka,
atau pengambilan hak. Kekuatan fisik dan penggunaaan kekuasaan termasuk
kekerasan meliputi penyiksaan fisik, penelantaran, dan seksual.

Fontana pada tahun 1971 menyatakan bahwa termasuk child abuse yaitu
malnutrisi dan menelantarkan anak merupakan awal dari gejala perlakuan salah dan
penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari tingkatan
perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya. Yang dimaksud dengan child
abuse dan neglect adalah perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak,
menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan terjadinya kekerasan seksual pada
anak.

2. Etiologi
Abuse (kekerasan) seringkali terjadi dalam keluarga. Hal ini terjadi disebabkan
akibat dari keluarga tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Kriteria keluarga
yang tidak sehat adalah :

a. Keluarga tidak utuh, broken home by death (kematian), divorce (perceraian).


b. Kesibukan orang tua sehingga jarang berada di rumah, ketidakberadaan dan
ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah sehingga anak hampir tidak
diperhatikan oleh orang tua.
c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik.
Suami istri yang sering bertengkar, ketidak-akuran saudara satu dengan yang
lain, hubungan orang tua dan anak yang juga tidak saling berbicara.
d. Subsitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi
daripada kejiwaan (psikologis). Orang tua lebih banyak memberikan harta yang
berlimpah dari pada memberikan sedikit perhatian. Anak tercukupi kebutuhan
materinya tetapi dia tidak pernah diberi perhatian mengenai perkembangan
sekolahnya atau sekedar bertanya sudah makan atau belum.
BAB 5

19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ABK adalah mereka yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya
atau anak-anak pada umumnya. Perbedaan yang dialami ABK ini terjadi pada beberapa
hal, yaitu proses pertumbuhan dan perkembangnnya yang mengalami kelainan atau
penyimpangan baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional.

Sedangkan menurut penjelasan Suharlina dan Hidayat. ABK merupakan anak


yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan
dan kelainan yang dialami anak.

3.2 Saran

Dari data yang didapat pada pemeriksaan baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan peninjang agar menjadi data yang akurat yang dapat mendukung segala
penilaian klinis untuk penegakan diagnosa keperawatan dan intervensi, implementasi
sampai evaluasi ketika pemeberian asuhan keperawatan pada anak dengan kebutuan
khusus.

20
21

BAB 6DAFTAR PUSTAKA


Soetjiningsih, Dkk. Deteksi Dini Dan Diagnosis Gangguan Spektrum Autisme (Gsa).

Adriana. D .Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Selemba Medika.

Agustin, Mubiar. Permasalahan Belajar Dan Inovasi Pembelajaran.Bandung: Refika


Aditama.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.( 2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan


Dasar.Jakarta: Pusat penelitian pengembangan kesehatan

Hidayat, A.A. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika Kemenkes.

RI. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Depkes.

Siswanto, H. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Rihana.

Mashar, R. Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembanganya. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. .Jakarta: Rineka Cipta.

Makalah

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Gangguan Eliminasi


Patologis Dari Sistem Pencernaan Dan Kemih /Kelaianan Kongenital/ peri
Operratif Care

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas dari Dina G. Rana, S.Kep., Ns.
22

Disusun oleh :

Adi Pranata 2020-01-14401-002

Agus 2020-01-14401-003

Ela Dwiyanti 2020-01-14401-011

Ririn 2020-01-14401-024

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA

D-III KEPERAWATAN

2021/2022
i

BAB 7KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah berjudul Konsep Asuhan Keperawatan
Pada Bayi Dengan Gangguan Eliminasi Patologis Dari Sistem Pencernaan Dan Kemih
/Kelaianan Kongenital/ peri Operratif Care ini dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen mata
Keperawatan Anak ibu Dina G. Rana, S.Kep., Ns. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi
para pembaca.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan,
agar kedepannya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca, dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

Palangkaraya,27 Maret 2022

Penulis

i
ii

BAB 8DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................5
1.3 Tujuan..................................................................................................................5
1.4 Manfaat................................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN TEORI...........................................................................................6

2.1 Pengertian Antenatal Care/ANC..........................................................................6


2.2 Pengertian Intanal Care (INC).............................................................................6
2.3 Post Natal Care (PNC).........................................................................................7
2.4 Pengkajian............................................................................................................8
2.5 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................8
2.6 Intervensi Keperawatan........................................................................................9
2.7 Implementasi......................................................................................................10
2.8 Evaluasi..............................................................................................................11
2.9 Dokumentasi......................................................................................................12
2.10 Praktik Anamnesi.............................................................................................13
2.11 Prosedur Pemeriksaan Fisik.............................................................................13

ii
iii

2.12 Persiapan Anak dan Bayi untuk Pemeriksaan Penunjang................................14


2.13 Prosedur Tindakan Pada Bayi dan anak dengan gangguan eliminasi l............15
2.14 Menyiapkan informed consent pemberian nutrisi melalui dot/ogt/cawan.......17

iii
1

BAB 9BAB 1

BAB 10PENDAHULUAN

10.1 1.1 Latar Belakang


` Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kan-
dung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi
urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010).
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh se-
tiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar,
menyatak an bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila sis-
tem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ
akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi
eliminasi. Sehingga mengakibatkan masala h kebutuhan eliminasi urine, antara
lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebu-
tuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien pasien rumah sakit yang terpasang
kateter tetap (Hidayat, 2010).
Penggunaan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan yang
banyak dilakukan di rumah sakit. Kasus pemasangan kateter di Indonesia lebih
banyak pada lakilaki dibanding perempuan. Pada kasus pemasangan kateter di-
mana sebanyak 4% penggunaan kateter di lakukan pada perawatan rumah dan se-
banyak 25% pada perawatan akut. Sebanyak 15% 25% pasien di rumah sakit
menggunakan kateter menetap.
Hal ini dilakukan untuk mengukur haluan urin dan untuk membantu
pengosongan kandung kemih (Basuki, 2011). Kandung kemih tidak dapat terisi
dan berkontraksi pada saat terpasang kateter, hal ini menyebabkan kapasitas kan-
dung kemih menurun atau hilang (atonia). Menurunya rangsangan berkemih ter-
jadi akibat pemasangan kateter tetap dalam waktu yang lama sehingga mengaki-
batkan k andung kemih tidak akan terisi dan berkontraksi dalam waktu yang lama

1
2

pula. Ketika hal ini terjadi pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonus-
nya. Apabila atonia terjadi dan kateterpun di lepas maka akan terjadi komplikasi
gangguan fungsi perkemihan (Smeltzer & Bare, 2010). Efek samping dari pe-
masangan kateter tetap adalah terjadinya inkontinensia urin. Inkontinensia urin
adalah keadaan dimana urin yang keluar terus menerus setelah kateter dilepas atau
pasien tidak mampu mengendalikan atau menahan ur in (Potter & Perry, 2013).
Data dari WHO (2012) menunjukkan 200 juta penduduk dunia men-
gakami inkontinensia urine. Sedangkan dari data DEPKES (2012) didapatkan data
5,8 % penduduk Indonesia mengalami inkontinensia urine. Inkontinensia urin da-
pat menimbulk an permasalahan, antara lain : permasalahan medik, sosial,
maupun ekonomi. Permasalahan medik yang terjadi antara lain kerusakan kulit
dan iritasi disekitar kemaluan yang disebabkan oleh urin. Masalah sosial timbul
akibat inkontinensia urin antara lain per asaan malu, mengisolasi diri dari per-
gaulannya dan mengurung diri di rumah. Selanjutnya untuk permasalahan atau
dampak ekonomi yang terjadi adalah pemakaian diapers atau perlengkapan lain
guna menjaga supaya tidak Poltekkes Kemenkes Yogyakarta3 selalu basah oleh
urin. Pemakaian setiap h yang tidak sedikit ( Purnomo, 2012).

10.2 1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian ANC?
2. Pengertian INC?
3. Pengertian PNC?
4. Apa saja yang di kaji ?

10.3 1.3 Tujuan


Untuk mengetahui bagaiaman asuhana keperawatan pada kasus gang-
guan eliminasi patologis dan system pencernaan

10.4 1.4 Manfaat


1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Rangkuman hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai data untuk dapat di-
gunakan dalam asuhan keperatan tentang gangguan eliminasi patologis dan
2
3

system pencernaan.
2. Instansi Terkait (Bidang Keperawatan)
Untuk pengembangan tindakan mandiri keperawatan, khususnya perawat
yang akan melakuhkan asuhan keperawataan tentan gangguan eliminasi patol-
ogis dan system pencernaan.

BAB 11BAB 2

BAB 12TINJAUAN TEORI

12.1 2.1 Pengertian Antenatal Care/ANC


Antenatal Care (ANC) merupakan suatu pelayanan yang diberikan oleh perawat
kepada wanita selama hamil, misalnya dengan pemantauan kesehatan secara fisik,
psikologis, termasuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta mempersiapkan
proses persalinan dan kelahiran supaya ibu siap mengahadapi peran baru sebagai
orangtua (Wagiyo & Putrono, 2016). Menurut Depkes RI (2005, dalam Rukiah &

3
4

Yulianti, 2014) mendefinisikan bahwa pemeriksaan kehamilan merupakan


pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara
berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan.
Pada hakikatnya pemeriksaan kehamilan bersifat preventif care dan bertujuan
mencegah hal-hal yang yang tidak diinginkan bagi ibu dan janin (Purwaningsih &
Fatmawati, 2010)

Tujuan Pemeriksaan Kehamilan (ANCIAntenatal Care) Tujuan pemeriksaan


kehamilan menurut Kementrian Kesehatan RI pemeriksaan kehamilan menurut Ken
(2010) adalah : Tujuan Umum Untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh
pelayanan antenatal yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan
sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang schat. Sebuah b. Tujuan
Khusus Tujuan khusus ANC adalah menyediakan pelayanan antenatal yang terpadu,
komprehensif, serta berkualitas, memberikan konseling kesehatan dan gizi ibu hamil,
konseling KB dan pemberian ASI; meminimalkan "missed opportunity" pada ibu
hamil untuk mendapatkan pelayanan antenatal terpadu, komprehensif.dan berkualitas
mendeteksi secara dini adanya kelainan atau penyakit yang diderita ibu hamil dapat
melakukan intervensi yang tepat tehadap kelainan atau penyakit sedini mungkin pada
ibu hamil ; dapat melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan kesehatan. sesuai
dengan sistem rujukan yang sudah ada. Selain itu. pemeriksaan kehamilan atau
antenatal care juga dapat dijadikan sebagai ajang promosi kesehatan dan pendidikan
tentang kehamilan, persalinan, dan persiapan menjadi orang tua (Simpson & Creehan,
2008 dalam Novita, 2011)

12.2 2.2 Pengertian Intanal Care (INC)


Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun
kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala, yang berlangsung selama 18 jam produk konsepsi
dikeluarkan sebagai akibat dari kontraksi teratur, progesif, sering dan kuat yang

4
5

nampaknya tidak saling berhubungan bekerja dalam keharmonisan untuk melahirkan


bayi (Walyani dan Purwoastuti, 2016:4). Persalinan adalah proses membuka dan
menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37
42 minggu lahir spontan dengan entasi belakang kepala, komplikasi baik ibu maupun
janin (Asri dkk, 2015:1). Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung selama 18 jam produk konsepsi dikeluarkan sebagai akibat
kontraksi teratur, progresif, sering dan kuat yang nampaknya tidak saling
berhubungan bekerja dalam keharmonisan untuk melahirkan bayi (Elisabeth dkk,
2016:4).

Persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan. aterm (bukan
premature atau postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi), selesai
setelah 4 jam dan sebelum 24 jam, mempunyai janin tunggal dengan presentasi
puncak kepala, terlaksana tanpa bantuan, tidak mencakup komplikasi dan plasenta
lahir normal (Elisabeth dkk, 2016:3). Persalinan merupakan proses membuka dan
menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan lahir kemudian berakhir dengan
pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan atau dapat hidup diluar.
kandungan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
melalui jalan lahir atau dengan bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan dianggap
normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan

12.3 2.3 Post Natal Care (PNC)


Post Natal Care (PNC) atau biasa juga disebut postpartum, akan tetapi Post Natal
Care lebih dikenal dengan masa nifas. Masa nifas (puerperium) adalah dimulai saat
plasenta lahir dan berakhir saat alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil atau dimulai saat 2 jam setelah plasenta lahir sampai 6 minggu (42 hari) setelah
lahirnya plasenta. (Pitriani R & Andriyani R, 2014). Selama masa nifas, ibu akan
mengalami perubahan fisiologis. Perubahan terjadi pada sistem reproduksinya.

5
6

Perubahan pada sistem reproduksi tersebut diantaranya adalah involutio uterus,


pengeluaran lokia, perubahan pada endometrium, serviks, vulva dan vagina,
perineum, dan pada payudara (mamae).

Setiap ibu yang telah menjalani proses persalinan akan merasakan sensasi nyeri
pada daerah perineum. Rasa nyeri pada perineum yang dialami karena melahirkan
normal biasanya dikaitkan dengan perineum robek atau digunting dengan
pembedahan. Seperti luka lain yang baru diperbaiki, tempat episiotomi atau tempat
yang koyak perlu waktu untuk sembuh – biasanya tujuh hingga sepuluh hari.
(Murkoff, et al, 2007). Luka Perineum adalah luka yang disebabkan oleh episiotomy.
Episiotomy adalah tindakan bedah dengan menggunting perineum atau otot jalan lahir
yang terletak antara liang vagina dan anus. Episiotomy dilakukan untuk
mempermudah persalinan. (Rahmatullah, 2016).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang
untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. (Smeltzer dan Bare, 2000 dalam Judha,
et al, 2012). Nyeri luka perineum menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan
pada ibu seperti kesakitan dan rasa takut untuk bergerak sehingga banyak ibu dengan
luka perineum jarang mau bergerak sehingga mengakibatkan timbulnya masalah
seperti sub involuti uterus, pengeluaran lochea yang tidak lancar, dan perdarahan
pasca partum. Menurut Judha,et al, (2012) terdapat beberapa teknik tindakan untuk
mengurangi rasa nyeri pada luka perineum yaitu mandi air hangat, latihan dasar
panggul, dan kompres dingin. Kompres dingin efektif digunakan untuk menurunkan
nyeri yang dialami ibu postpartum.

12.4 2.4 Pengkajian


1. Anamnesa

6
7

2. Pemeriksaan Fisik

3. Persiapan untuk Pemeriksaan Diagnostik

12.5 2.5 Diagnosa Keperawatan


1. Hosfrung

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen SDKI


(D.0074)

2. Anresia Ani

Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (post operasi) dibuktikan
dengan P: pasien mengatakan nyeri pada bagian post operaso , Q: Ditusuk-tusuk, R:
Perut samping kiri, S: Skala nyeri 3, T: Timbul hilang, pasien tampak gelisah dan
meringis (SDKI, D.0077: Hal 172)

3. Labiopalatoschzisis

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

4. Hipospadia

Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (post operasi) dibuktikan
dengan P: pasien mengatakan nyeri pada bagian post operaso , Q: Ditusuk-tusuk, R:
tempat operasi di genitalia, S: Skala nyeri 3, T: Timbul hilang, pasien tampak gelisah
dan meringis (SDKI, D.0077: Hal 172)

12.6 2.6 Intervensi Keperawatan


1.Hosfrung

7
8

a. Kaji terhadap tanda nyeri.

b. Berikan tindakan kenyamanan: menggendong, suara halus, ketenangan.

c. Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.

2. Anresia Ani

SLKI Tingkat nyeri (L.08066) Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x12 jam
diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kiteria hasil:

1) Tingkat nyeri menurun dengan skor 5

2) Tingkat gelisah pasien menurun dengan skor 5

3) Tingkat meringis pasien menurung dengan skor

4 SIKI Manajemen Nyeri (I.08238)

Observasi

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

2) Identifikasi skala nyeri

3) Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik

4) Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (terapi musik terapi
pijat, kompres hangat)

5) Fasilitas istirahat dan tidur Edukasi

6) Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri

7) Jelaskan strategi meredakan nyeri Kolaborasi

8) Kolaborasi pemberian analgetik

8
9

3. Labiopalatoschzisis

1. Bantu ibu dalam menyusui, bila ini adalah keinginan ibu. Posisikan dan
stabilkan.
2. 2.dan posisi puting yang stabil membentuk puting susu dengan baik di dalam
rongga kerja lidah dalam pemerasan susu mulut.
3. Bantu enstimulasi refleks ejeksi Asi

4. Hipospadia

SLKI Tingkat nyeri (L.08066) Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x12 jam
diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kiteria hasil:

1. Keluhan nyeri menurun dengan skor 5


2. Meringis menurun dengan skor 5
3. Gelisah menurun dengan skor 5
4. Kesulitan tidur menurun dengan skor 5
5. Pola tidur memebaik dengan skor 5

SIKI Manajemen Nyeri (I.08238)

1. Lakukan pengkajian nyeri secara kompresif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi,frekuensi,kualitas dan factor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengatahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

12.7 2.7 Implementasi


1. Hosfrung

- Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

- Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

9
10

- Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

2. Anresia Ani

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan dan pengobatan
dan tindakan untuk memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klienkeluarga atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari (Safitri,
2019)

3. Labiopalatoschzisis

1. 1.Karena pengisapan di perlukan untuk menstimulasi susu yang pada awalnya.


2. 2.mungkin tidak ada secara manual dengan pompa payudara
3. Membantu kesulitan makan bayi,

4. Hipospadia

- Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan Tindakan selanjutnya

- Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri pada ganitelia

12.8 2.8 Evaluasi


1. Husfrung

a. Hirschsprung Pola eliminasi berfungsi normal

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

c. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi

d. Nyeri pada abdomen teratasi

10
11

2. Anresia Ani

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan dalam proses keperawatan pada tahap


evaluasi ini dilakukan kembali pengkajian ulang mengenai respon pasien terhadap
tindakan yang sudah diberikan oleh perawat. Pada tahap ini dilakukan kegitan untuk
menentukan pakah rencana keperawatan dan apakah bisa dilanjutkan atau tidak,
merevisi, atau bisa juga dihentikan. Evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua yaitu,
evaluasi formatif dan evaluasi sumantif. Format evaluasi menggunakan S : Data
subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya terhadap data tersebut,
O : Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat, termasuk
tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data
fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan), A : Objektif Analisa
adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan objektif, dan P : Planning
adalah pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk mencapai status
kesehatab klien yang optimal (Simanullang, 2019)

3. Labiopalatoschzisis

4. Hipospadia

Evaluasi keperawatan merupakan tahapan dalam proses keperawatan pada tahap


evaluasi ini dilakukan kembali pengkajian ulang mengenai respon pasien terhadap
tindakan yang sudah diberikan oleh perawat. Pada tahap ini dilakukan kegitan untuk
menentukan pakah rencana keperawatan dan apakah bisa dilanjutkan atau tidak,
merevisi, atau bisa juga dihentikan. Evaluasi keperawatan dibagi menjadi dua yaitu,
evaluasi formatif dan evaluasi sumantif. Format evaluasi menggunakan S : Data
subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya terhadap data tersebut,
O : Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat, termasuk
tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit pasien (meliputi data
fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan), A : Objektif Analisa

11
12

adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan objektif, dan P : Planning
adalah pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk mencapai status
kesehatab klien yang optimal (Simanullang, 2019)

12.9 2.9 Dokumentasi


1. Hosfrung

Dokumentasi adalah kegiatan mencatat seluruh tindakan yang dilakukan seperti


mengajar ibu pasien menggendong bayinya agar bisa rileks agar mengurangkan rasa
nyeri

2. Anresia Ani

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki


perawat dalam melakukan catatan keperawatan yang berguna untuk kepentingan
klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dan
Dokumentasi adalah kegiatan mencatat seluruh tindakan yang telah dilakukan.
Dokumentasi keperawatan sangat penting untuk dilakukan karena berguna untuk
menhindari kejadian tumpang tindih, memberikan informasi ketidaklengkapan asuhan
keperawatan, dan terbinanya koordinasi antar teman sejawat atau pihak lain(Passya,
Rizany and Setiawan, 2019)

3. Labiopalatoschzisis

4. Hipospadia

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki


perawat dalam melakukan catatan keperawatan yang berguna untuk kepentingan
klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dan

12
13

Dokumentasi adalah kegiatan mencatat seluruh tindakan yang telah dilakukan.


Dokumentasi keperawatan sangat penting untuk dilakukan karena berguna untuk
menhindari kejadian tumpang tindih, memberikan informasi ketidaklengkapan asuhan
keperawatan, dan terbinanya koordinasi antar teman sejawat atau pihak lain(Passya,
Rizany and Setiawan, 2019)

12.10 2.10 Praktik Anamnesi


- difokuskan pada identifikasi faktor risiko dan kemungkinan etiologi. Anamnesis
perlu mencakup detil riwayat prenatal, persalinan, serta riwayat pertumbuhan dan
perkembangan. Riwayat perkembangan yang ditanyakan terutama adalah
perkembangan motorik

- menanyakan identitas pasien dengan maksud untuk mengenal penderita dan


menentukan status sosial ekonominya, melakukan anamnesa tentang pasangan,
menanyakan tentang riwayat perkawinan, memnanyakan keluhan utama pasien,
menanyakan tentang haid untuk mengetahui faal kandungan ibu.

- Teknik pemeriksaan fisik postpartum adalah dengan melakukan pemeriksaan umum


secara menyeluruh, yang secara garis besar mencakup tanda vital, pemeriksaan
payudara, pemeriksaan abdomen, kandung kemih, lochia, perdarahan, serta
pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi subinvolusi uterus, penyembuhan serviks,
vagina, dan perineum.

12.11 2.11 Prosedur Pemeriksaan Fisik


- Pemeriksaan colok dubur adalah prosedur pemeriksaan untuk mengevaluasi keadaan
rektum (dubur) dan organ di sekitarnya. Saat melakukan pemeriksaan ini, dokter akan
meraba area dubur dan sekitar serta memasukkan jari ke dalam dubur untuk
mengetahui adanya kelainan seperti benjolan, perubahan struktur dubur, hingga
gangguan otot di area tersebut.

13
14

- Tindakan medis ini juga dikenal dengan nama digital rectal examination (DRE).
DRE mungkin bisa menimbulkan ketidaknyamanan pada orang yang menjalaninya.
Namun pemeriksaan ini penting dilakukan untuk mengevaluasi gangguan saluran
cerna, penyakit kelamin, serta masalah saluran kemih tertentu.

- Prosedur pemeriksaan bising usus cukup sederhana dan tidak memakan banyak
waktu. Anda akan diminta untuk berbaring terlentang. Dokter lalu menempelkan
stetoskop pada perut Anda untuk mendengarkan suara yang dihasilkannya. Dokter
akan memeriksa area kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah perut Anda.
Pemeriksaan dilakukan selama beberapa menit karena bising usus umumnya muncul
dalam bentuk siklus setiap 30 menit sekali. Frekuensi bising usus orang dewasa yang
normal adalah 5-30 kali per menit. Dokter mungkin akan mendengar bunyi deguk
yang panjang sesekali. Dokter masih akan terus mendengarkan suara perut Anda
untuk mengetahui apakah deguk tersebut normal. Frekuensi bising usus lebih rendah
dari rentang normal (hipoaktif) menandakan bahwa terjadi penurunan aktivitas usus.
Sebaliknya, nilai frekuensi yang lebih tinggi (hiperaktif) menandakan bahwa aktivitas
usus meningkat. Suara yang dihasilkan usus belum tentu menjadi gejala dari masalah
pencernaan. Akan tetapi, bising usus yang disertai gejala tertentu bisa saja
menandakan penyakit pada sistem pencernaan Anda.

12.12 2.12 Persiapan Anak dan Bayi untuk Pemeriksaan Penunjang


- Barium enema adalah jenis pemeriksaan radiologi atau rontgen untuk mendeteksi
perubahan atau kelainan pada usus besar. Pada prosedur ini, cairan kontras yang
mengandung zat logam (barium) akan dimasukkan melalui enema ke dalam rektum
dan melalui lubang dubur. Cairan tersebut kemudian akan melapisi permukaan usus
besar sehingga saat pengambilan rontgen dilakukan, gambar usus besar akan terlihat
lebih jelas.

14
15

Prosedur barium enema juga dapat disebut sebagai rontgen usus besar atau kolon.
Normalnya, rontgen biasa tidak dapat memberikan gambaran jelas dari jaringan lunak.
Namun dengan barium enema, zat barium akan melapisi permukaan usus besar dan
memberikan gambar hasil rontgen keadaan usus besar yang lebih jelas. Sebelum
menjalani pemeriksaan barium enema, Anda akan diminta mengosongkan usus besar
Anda terlebih dahulu. Pasalnya, gambaran rontgen bisa terganggu bila masih ada zat-
zat sisa di usus besar.

Guna melakukan pengosongan usus besar, Anda akan diminta untuk:

 Menerapkan pola makan khusus sehari sebelum pemeriksaan. Anda hanya


akan diperbolehkan mengonsumsi cairan bening, seperti air putih dan sup
kaldu.
 Berpuasa setidaknya delapan jam sebelum pemeriksaan.
 Mengonsumsi obat pencahar pada malam sebelum hari pemeriksaan.
 Menanyakan pada dokter mengenai obat rutin yang boleh dan tidak boleh
terus dikonsumsi sebelum pemeriksaan.

12.13 2.13 Prosedur Tindakan Pada Bayi dan anak dengan gangguan eliminasi/
kelainan kongenital

1) Definisi kelainan kongenital


Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetic. Anomali
kongenital disebut juga cacat lahir, kelainan kongenital atau kelainan bentuk
bawaan (Effendi, 2014).
2) Patofisiologi
kelainan kongenital Berdasarkan pathogenesis menurut Effendi (2014)
kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Malformasi

15
16

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan


atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Beberapa
contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-
langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek
sekat jantung. Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan
minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi
akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan
hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem
kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik.
Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk
malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak
mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu
adalah contoh dari malformasi minor
b. Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal
bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan
normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang
kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus
ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit,
abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.
c. Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang
disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal.
Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang
hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh
iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran
amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai
bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak serta muka .
1. Displasia

16
17

Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat


fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di
seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan
biokimia di dalam sel biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau
sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena
jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik efek klinisnya menetap atau
semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu.
Malformasi, deformasi dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun
waktu yang jelas meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin
berlangsung lama tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat.
Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur
hidup.
3) Beberapa macam pengelompokkan kelainan kongenital
a. Menurut gejala klinis
1. Kelainan tunggal (single-system defects) Porsi terbesar dari kelainan
kongenital terdiri dari kelainan yang hanya mengenai satu regio dari satu
organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan
kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus,
dislokasi sendi panggul kongenital dan penyakit jantung bawaan. Sebagian
besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial.
2. Asosiasi (Association) Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital
yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan
kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan
kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” (Vertebral
Anomalies Anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula,
renal anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini
tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut tetapi lebih sering
mempunyai variasi dari kelainan di atas.

17
18

3. Sekuensial (Sequences) Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan


multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada
“Potter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya
produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan
pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan
akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur
pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga
berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh
sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak
meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal.
4. Kompleks (Complexes) Istilah ini menggambarkan penyimpangan
pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal hal ini dapat
menyebabkan kelainan pembentukan struktur pembuluh darah. Beberapa
kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Sebagai contoh absennya
sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian
atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada
masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot
yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks termasuk hemifacial
microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, poland anomaly, dan moebius
syndrome.
5. Sindrom Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single), atau
dalam kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan
ini terjadi berulang-ulang dalam pola yang tetap, pola ini disebut dengan
sindrom. Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah
suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat. Apabila penyebab
dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang
lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis
type

18
19

12.14 2.14 Menyiapkan informed consent pemberian nutrisi melalui


dot/ogt/cawan
metode alternatif yang dikenal adalah pemberian minum melalui botol/dot (bottle
feeding), cawan (cup feeding), tangan (finger feeding), sendok (spoon feeding), dan
pemberian minum secara enteral yaitu Oral gastric tube (OGT) (Riordan &
Wambach, 2010).

Botol/dot masih digunakan dalam pemberian minum pada bayi baru lahir di
Rumah Sakit (RS). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Righard tahun 2018,
bahwa bayi yang menggunakan botol/dot memiliki pola menghisap payudara yang
dangkal dibandingkan dengan bayi yang langsung menyusu pada payudara ibu serta
kelanjutan menyusu menjadi buruk bila bayi sudah diperkenalkan pada dot/botol
dalam pemberian minum.

Penelitian yang dilakukan oleh Howard et al (2003), di antara bayi yang


dilahirkan secara sesar, pemberian minum dengan cawan pada masa awal usia bayi,
memiliki dampak lebih lama pada durasi menyusu eksklusif, predominan dan parsial,
dan menyusu eksklusif empat minggu lebih singkat pada bayi yang diberikan
botol/dot. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Aloysius dan Hickson (2016),
menunjukkan bahwa perawat menilai cawan memiliki banyak tumpahan dibanding
dot. Kemudahan minum dan keadaan bayi selama minum tidak signifikan ditemukan
berbeda pada penggunaan cawan dan dot. Rekomendasi dari penelitian ini adalah
bahwa cawan mungkin metode yang tidak layak digunakan secara rutin pada bayi
prematur tapi penelitian lebih lanjut mungkin dapat dilakukan pada sampel dengan
umur gestasional yang berbeda atau pada tahapan lain untuk menyapih dari
penggunaan (Oral Gastric Tube) OGT ke oral feeding.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu merasa tidak nyaman dengan


penggunaan cawan dan sendok karena membutuhkan waktu yang lama dan
mengalami kesulitan ketika digunakan pada malam hari. Selain itu ibu merasa
khawatir bila asupan bayi tidak cukup karena banyaknya tumpahan. Belum ada

19
20

penelitian lain yang menjelaskan tentang efek penggunaan dan keamanan dari sendok
dalam pemberian minum pada bayi (Dowling & Thanattherakul, 2021). Walaupun
sendok masih digunakan sebagai media pemberian minum pada bayi.

1) Tindakan post operasi


 Menyiapkan Tempat Tidur Aether Bed
Tempat tidur untuk pasien pasca bedah ( aether bed ) adalah tempat tidur
yang disiapkan untuk klien pascaoperasi yang mendapat narkose (obat
bius) Tujuan :

- Menghangatkan pasien.

- Mencegah penyulit ( komplikasi ) pasca bedah.

- Alat – alat tenun tidak kotor.

- Memudahkan perawatan.

Persiapan alat – alat :

- Alat – alat tenun untuk tempat tidur terbuka ditambah satu selimut,

- Dua buli – buli panas,

- Perlak serta handuk dalam satu gulungan, handuk dibagian dalam.

Cara kerja :

- Mencuci tangan.

- Mengangkat dan melipat sprei penutup jika tersedia tempat tidur ter-
tutup.- Mengangkat bantal dan membentangkan gulungan perlak dan
handuk pada bagian kepala.
- Melepaskan sprei dan selimut atas pada bagian kaki dari bawah kasurdan
kemudian di lipat ke atas.
- Memasang selimut tambahan hingga menutup seluruh permukaantempat
tidur.

20
21

- Meletakkan buli – buli panas di atas sprei bagian kaki, diarahkanmulut-


nya ke pinggir tempat tidur.
- Mengangkat buli – buli panas sebelum pasien dibaringkan setelahkem-
bali dari kamar bedah.
- Melipat pinggir selimut tambahan bersama – sama selimut dan sprei
atasdari sisi tempat pasien akan masuk sampai batas pinggir kasur, lalu
dilipat sampai sisi yang lain.
- Meletakkan pasien di atas tempat tidur.

- Menarik kembali lipatan tadi untuk menutup pasien.

- Memasukkan kembali selimut dan sprei atas di bagian kaki ke bawahka-


sur, jika pasien sudah sadar.
- Mencuci tangan.

 Anamnesa dan observasi sirkulasi (tekanan darah, nadi, pernafasan dan


suhu)
12.15 Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan
menimbulkan perubahan faal, sebagai respon terhadap trauma.
12.16 Gangguan faal tersebut meliputi tanda- tanda vita serta organ-organ
vital seperti sistem respirasi, sistem kardiovaskular, panca indera (SSP),
sistem urogenital, sistem pencernaan dan luka operasi.
12.17 Berikut ini hal-hal yang harus dipantau secara singkat, jelas, lengkap,
dan dituliskan setiap harinya dalam periode yang berlangsung tepat
sesudah pembedahan:
1) Tanda-tanda vital
2) Respirasi kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi, sifat dan bunyi
nafas
3) Cek suhu tubuh dan nadi
Berikut-berikut adalah pengkajian-pengkajian yang harus
dimonitoring secara aktual meliputi:

21
22

a. Sistem Kardiovaskuler

12.18 Pasien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan


darah secara aktual dan potensial dari tempat pembedahan, balans
cairan, efek samping anastesi, ketidak seimbangan elektrolit dan
depresi mekanis meresulasi sirkulasi normal. Adapun hal-hal yang
harus di monitoring adalah:

 Tekanan darah dan denyut nadi

12.19 Harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih sering
sehingga penderita stabil.Sesudah itu, tanda-tanda harus dicatat
setiap jam selama beberapa jam.
12.20 Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan
darah terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara
internal lukabedah. Pendarahan dapat menyebabkan turunnya
tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan
pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta
gelisah). Apabila pendarahan terjadi secara eksternal,
memperhatikan adanya peningkatan drainase yang mengandungi
darah pada balutan atau melalui drain.

b. Sistem Pernafasan

12.21 Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan


sehingga perlu waspada terhadap pernafasan yang dangkal dan
lambat serta batuk yang lemah. Frekuensi, irama, kedalaman
ventilasi pernafasan, kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi
nafas dan membrane mukosa dimonitor. Apabila pernafasan
dangkal letakan tangan diatas muka / mulut pasien sehingga dapat
merasakan udara yang keluar.

 Pemeriksaan Kesadaran

22
23

12.21.1 Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat


kesadaran yang berbeda. Oleh karena itu, seorang harus
memonitor tingkat respon pasien dengan berbagai cara. Misalnya
dengan memonitor fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah
pasien dapat berespon dengan baik ketika diberi stimulus atau
tidak sama sekali. Ataupun juga dapat memonitor tingkat
kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow
Coma Scale (GCS). GCS ini memberikan 3 bidang fungsi
neurologik : memberikan gambaran pada tingkat responsif pasien
dan dapat digunakan dalam mengevaluasi motorik pasien, verbal,
dan respon membuka mata. Masing-masing respon diberikan
angka dan penjumlahan dari gambaran ini memberikan indikasi
beratnya keadaan koma dan sebuah prediksi kemungkinan yang
terjadi dari hasil yang ada. Elemenelemen GCS ini dibagi menjadi
tingkatan-tingkatan yang berbeda seperti dibawah ini:

BAB 13Skala Koma Glaskow / Glaskow Coma Scale (GCS)

• Membuka mata
Spontan :4

Dengan perintah :3

Dengan nyeri :2

Tidak berespon :1

• Responmotorikterbaik
Dengan perintah :6

Melokalisasi nyeri :5

Menarik area yang nyeri :4

23
24

Fleksi Abnormal :3

Ekstensi Abnormal :2

Tidak berespon :1

• Respon verbal
Beorientasi :5

Bicara membingungkan :4

Kata-kata tidak tepat :3

Suara tidak dapat dimengerti: 2

Tidak ada respon :1

Nilai terendah yang di dapat adalah 3 (respon paling sedikit).


Nilai tertinggi adalah 15 (paling berespon). Nilai 7 atau nilai
dibawah 7 umumnya dikatakan sebagai koma dan membutuhkan
intervensi bagi pasien koma tersebut.

 Mengobservasi Bising Usus

24
25

13.1.1 Bising usus adalah bunyi gemerincing pada usus yang dapat
didengar melalui stetoskop. Bising usus adalah kontraksi tonik
bersifat kontinu, berlangsung bermenit-menit, atau berjam-jam,
kadang-kadang meningkat atau menurun intensitasnya tetap
kontinu. Kontraksi ini dapat disebabkan ole serangkaian potensial
aksi atau perangsangan non elektronergik oleh hormone. Kontraksi
ritmik pada saluran pencernaan terjadi secepat 12 kali permenit
atau 3 kali permenit. Anestesi umum menimbulkan pelemasan,
relaksasi otot polos mengalami penurunan diperlukan suatu
tindakan mengembalikan bising usus dengan meningkatkan suhu
tubuh. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama
setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah,
dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
1. Bising usus tidak ada (-) : dijumpai setelah tindakan pembeda-
han, peritonitis, ileus paralitik
2. Bising usus meningkat disebabkan hipermotilitas usus pada di-
are atau gastro enteritis, obstruksi usus
Bising abdomen (bruit) merupakan bunyi dari pembuluh darah
(artery narrowing)

 Membimbing Latihan Nafas Dalam

13.1.2 Nafas dalam adalah bernafas secara perlahan dan menggunakan


diafragma.
- Tujuan Latihan Nafas Dalam
- Meningkatkan kapasitas paru dan mencegah atelektasis

 Latihan Nafas Dalam dilakukan pada :

- Pasien dengan gangguan paru obstruktif maupun restriktif


- Pasien pada tahap penyembuhan dari pembedahan thorax

25
26

- Untuk metode relaxasi

 Prosedur Pelaksanaan

13.1.3 Tahap PraInteraksi


1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

Tahap Orientasi

1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy pasien

2. Mempersiapkan pasien

3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dansatu tangan


di abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menariknafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnyaabdomen (cegah
lengkung pada punggung) 6. Meminta pasien menahan nafas
hingga 3 hitungan 7. Meminta menghembuskan nafas perlahan
dalam 3 hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kon-
traksi dari otot

9. Merapikan pasien

Tahap Terminasi

1. Melakukan evaluasi tindakan

26
27

2. Berpamitan dengan klien

3. Mencuci tangan

4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

13.2 Membimbing batuk efektif


Batuk efektif adalah suatu teknik batuk yang benar, dimana klien dapat
menghemat tenaga dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal.

Tujuan Batuk Efektif

• Membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret


• Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laboraturium
• Mengurangi sesak nafas karena akumulasi secret

Batuk Efektif dilakukan pada :

• Pasien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret


• Pasien yang akan di lakukan pemeriksaan diagnostik sputum
• Pasien setelah menggunakan bronkodilator

Peralatan

1. Kertas tissue

2. Bengkok

3. Perlak/alas

4. Sputum pot berisi desinfektan

5. Air minum hangat

Prosedur Pelaksanaan

Tahap PraInteraksi

1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

27
28

3. Menyiapkan alat

Tahap Orientasi

1. Memberikan salam dan sapa nama pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

Tahap Kerja

1. Menjaga privacy pasien

2. Mempersiapkan pasien

3. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di-
abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melaluihidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (ce-
gahlengkung pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan

7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat-


mulut, bibir seperti meniup)

8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi-


dari otot
9. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila
dudukatau di dekat mulut bila tidur miring)
10. Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang ke-3:

inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat

11. Menampung lender dalam sputum pot

12. Merapikan pasien

Tahap Terminasi

28
29

1. Melakukan evaluasi tindakan

2. Berpamitan dengan klien

3. Mencuci tangan

4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

 Melatih Ambulasi

Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera


pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai
pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan
alat sesuai dengan kondisi pasien (Roper, 2002)

Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati


tanpa tergesa-gesa untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah
flebotrombosis (Hin Chiff, 1999)

Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk


semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan
fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di
tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan
tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier (1995 dalam
Asmandi, 2008) ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi dini
merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
paska operasi dimulai dari duduk sampai pasien turun dari tempat
tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi
pasien.

Tindakan-Tindakan Ambulasi Dini

Duduk diatas tempat tidur


a) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b) Tempatkan klien pada posisi terlentang
29
30

c) Pindahkan semua bantal


d) Posisi menghadap kepala tempat tidur
e) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke
kepala tempat tidur di belakang kaki yang lain.
f) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu
klien, sokong kepalanya dan vetebra servikal.
g) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan temapt
tidur.
h) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan
perawat dari depan kaki ke belakang kaki.
i) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tem-
pat tidur.
Duduk di tepi tempat tidur
a) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
b) Tempatkan px pada posisi miring, menghadap perawat di sisi
tempat tidur tempat ia akan duduk.
c) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
d) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditol-
eransi pasien.
e) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
f) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan
pasien dan menjauh dari sudut tempat tidur.
g) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tem-
pat tidur di depan kaki yang lain
h) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di
bawah bahu pasien, sokong kepala dan lehernya
i) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
j) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
k) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan
tungkai atas pasien memutar ke bawah.
30
31

l) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke be-


lakang tungkai dan angkat pasien.
m) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
n) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
 Memindahkan Pasien dari TT ke Kursi

a) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi


kursi pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggu-
nakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi
terkunci.
b) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
c) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan anti-
slip.
d) Regangkan kedua kaki perawat.
e) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat
dengan pasien
f) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila
pasien dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
g) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil melu-
ruskan panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
h) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan
lutut perawat.
i) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien
secara langsung ke depan kursi
j) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada
kursi untuk menyokong.
k) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke
kursi.
l) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
m) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi

31
32

n) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk
kemajuan dan penampilannya.

Membantu Berjalan

a) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan


atau memegang telapak tangan perawat.
b) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu
pasien.
c) Bantu pasien berjalan

Memindahkan Pasien dari TT ke Brancard

a) Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan


pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari
tempat tidur ke branchard.
b) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
c) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
d) Berdiri menghadap pasien
e) Silangkan tangan di depan dada
f) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh
pasien.Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu
dan bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di
bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
g) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard

- Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan


Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobil-
itas pasien. Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu
jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun perawat
32
33

tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin


bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap di-
lakukan.
 Perawatan Post Operasi Labioplasty
Setelah lapangan operasi diberihkan dengan Naci 0,9% Juka
operasi dan jahitan diberi dengan gentamisin zalp mata. Diberikan
antibiotic selama 3 hari. Setiap 2-3 kali luka dibersihkan dengan
kassa yang dibasahi Nact 0,9 %, kemudian di olesi lagi dengan
cream antibiotic.

Jahitan diangkat pada hari ke 6. Anak dianjurkan untuk minum


dengan sendok selama 2 minggu, setelah itu diperbolehkan
menggunakan dot ( Djohansyah Marjuki, 2012)
Komplikasi operasi
- Early perdarahan, wound dehisense, infeksi
- Delay: fistula, parut tidak baik, asimetri bibir, wound
dehisens
Segera setelah sadar, pemnderita diperbolehkan minum dan
makanan cair sampai dengan 3 minggu dan selanjutnya makan
makanan biasa Bagi anak kecil biasakan setelah makan makanan
cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotic selama
3 hari.(Djohansyah Marjuki, 2020)
 Perawatan Setelah Operasi Kolostomi
Setelah menjalani operasi kolostomi, Anda masih perlu
mendapat perawatan di rumah sakit selama 3–7 hari. Perawatan di
rumah sakit mungkin bisa lebih lama pada kasus ketika kolostomi
dilakukan sebagai tindakan darurat.

33
34

Setelah pulang ke rumah, Anda juga harus melakukan


perawatan secara mandiri untuk menjaga luka operasi kolostomi
tetap bersih dan tidak mengalami infeksi atau komplikasi lainnya
Berikut ini adalah beberapa panduan merawat luka kolostomi bagi
Anda yang sedang menjalani masa pemulihan di rumah:
1) Memperbanyak istirahat
Anda yang sudah menjalani kolostomi dan diperbolehkan
pulang dianjurkan untuk tetap beristirahat selama 6–8 minggu di
rumah. Selama masa ini, Anda sebaiknya tidak melakukan
aktivitas berat seperti berkendara, olahraga berat, atau
mengangkat beban berat.
2) Memasang dan mengganti kantong kolostomi
Sebelum pulang ke rumah, perawat atau dokter akan
menjelaskan dan mengajari Anda mengenai prosedur pemasangan
dan penggunaan kantong kolostomi.
Perhatikan dengan benar semua instruksi dari dokter maupun
perawat rumah sakit. Pastikan Anda memahami semua instruksi
mengenai cara memasang dan menggunakan kantong kolostomi.
Bila perlu, Anda bisa mencoba mempraktikkan sendiri cara
memasang kantong kolostomi saat masih berada di rumah sakit
sambil dipantau oleh perawat.
3) Mengganti kantong kolostomi secara rutin
Beberapa jenis kantong dapat digunakan selama 3–7 hari.
Namun, ada juga jenis kantong yang perlu diganti setiap hari.
Tanyakan pada dokter atau perawat mengenai jenis kantong
kolostomi yang perlu Anda gunakan.
Anda harus segera mengganti kantong ini ketika kotoran mulai
merembes atau mengenai kulit di sekitarnya. Anda juga disarankan
untuk mengganti kantong kolostomi ketika kotoran pada kantong
sudah mencapai sepertiga dari kapasitas kantong.
34
35

4) Merawat lubang kolostomi dengan benar


Anda perlu selalu menjaga kebersihan lubang kolostomi di
perut dan kulit di sekitarnya. Cara membersihkannya adalah
dengan lap yang sudah dibasahi dengan air hangat dan sabun
berbahan kimia lembut. Selanjutnya, bilas hingga bersih dan
keringkan dengan handuk.
5) Mencuci tangan sebelum dan sesudah perawatan
Jangan lupa untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan prosedur perawatan luka kolostomi agar terhindar dari
risiko infeksi. Anda juga perlu selalu mencuci tangan ketika
tangan bersentuhan dengan feses.
6) Menjalani diet khusus
Setelah menjalani kolostomi, Anda biasanya akan disarankan
untuk menjalani diet khusus, misalnya diet rendah serat. Anda
juga dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan yang dapat
meningkatkan produksi gas di saluran cerna, seperti bawang,
kembang kol, asparagus, brokoli, dan kubis.
7) Mengenali gejala infeksi atau komplikasi
Periksa kondisi lubang setiap kali Anda membersihkan kulit
atau mengganti kantong kolostomi. Periksa juga kemungkinan
munculnya reaksi alergi yang bisa disebabkan oleh bahan dari
kantong kolostomi. Jika hal ini terjadi, coba gunakan kantong
kolostomi dengan bahan yang lain.
Normalnya, lubang kolostomi akan berwarna merah muda dan
tampak sedikit basah atau lembap selama beberapa minggu setelah
tindakan kolostomi dilakukan. Kolostomi yang terinfeksi atau
mengalami komplikasi dapat ditandai dengan perubahan pada
bentuk, warna, bau, dan ukuran lubang.
Biasanya, perubahan tersebut disertai rasa mual atau muntah
yang berkepanjangan, demam, dan perdarahan pada lubang
35
36

kolostomi. Anda perlu segera menghubungi dokter jika mengalami


gejala-gejala tersebut.
Menjalani hidup dengan kantong kolostomi di perut pada awalnya
mungkin terasa kurang nyaman. Namun, dengan perawatan yang
tepat dan dukungan dari keluarga serta dokter yang merawat Anda,
kondisi Anda akan berangsur membaik.

2. pemberian obat sesuai terapi

36
37

1) Definisi Obat
Obat yaitu zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan
biologis pada organ tubuh manusia (Batubara, 2018). Definisi lain
menjelaskan obat yang mengandung subtansi yang digunakan dalam proses
diagnosis, pengobatan, pemulihan dan perbaikan terhadap masalah kesehatan
tubuh. Obat adalah semua terapi primer yang memiliki hubungan erat dengan
proses penanganan penyakit (Potter & Perry, 2019). Jadi, resolusi obat
merupakan terapi primer tersusun atas zat kimia yang digunakan dalam proses
diagnosis, perbaikan atau perbaikan terhadap proses penyakit serta kaitannya
dengan organ tubuh secara biologis.
2) Prosedur pemberian obat
Dokter bertanggung jawab utama dalam pemberian resep obat
untuk masing-masing pasien yang diminta di rumah sakit. Kemudian
apoteker memberikan obat yang sesuai dengan resep dokter. Sementara cara
pemberian obat harus sesuai dengan prosedur dan tergantung pada keadaan
umum pasien, kecepatan tanggapan yang diinginkan, sifat dan tempat kerja
obat yang diinginkan serta pengawasan terkait efek obat dan sesuai dengan
SOP rumah sakit yang diperlukan (Depkes, 2014). Prosedur pemberian obat
berdasarkan prinsip 7 benar pemberian obat dari suatu kegiatan yang
dilakukan oleh perawat dalam memersiapkan obat yang diberikan kepada
pasien sebagai upaya untuk menghindari masalah yang diterima pasien (RSU
PKU Muhammadiyah Bantul, 2014).
3) Prinsip 7 benar-benar dalam pemberian obat
Perawat sebagai pelaksana dalam memberikan obat hanya
boleh menyediakan obat sesuai dengan resep yang telah diberikan oleh dokter
dan melakuk suatu pemeriksaan ulang yang ada pertanggungan jawab atas
verifikasi tersebut. Proses pemberian obat minimal menggunakan prinsip 7
benar dalam pemberian obat dengan cara membandingkan resep yang
diperoleh terhadap label obat. Berdasarkan prinsip 7 benar berdasarkan
standar yang berlaku di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul
nomor SPO.220 / 004/2014 yang direkomendasikan antara lain:
a. Benar pasien Perawat harus memastikan sebelum memberikan obat
yang diberikan benar sesuai dari catatan keperawatan dengan identitas
gelang klien. Identifikasi menggunakan dua identitas klien dan
penanda otentikasi klien
b. Benar dosis Setelah memastikan obat yang akan diberikan pada klien
benar, perawat juga perlu memastikan dosis dengan jumlah yang
benar. Semua perhitungan dosis obat harus diselesaikan ulang agar
tidak terjadi kesalahan pemberian obat.

37
38

c. Benar jenis obat Sebelum memberikan obat pada klien, perawat


menerima kembali obat yang telah diresepkan oleh dokter dengan
persetujuan label obat sebanyak tiga kali.
d. Benar waktu Perawat perlu mengatur kapan waktu yang tepat untuk
memberikan obat. Sebagai contoh klien yang diberikan resep dokter
yang diberikan 8 jam sekali dalam tiga kali sehari, misal dari pukul 6
pagi, 2 sore, dan jam 10 malam.
e. Benar cara memberikan Sikap hati-hati sangat diperlukan agar perawat
dapat memberikan obat yang benar. Perawat perlu diverifikasi obat
yang akan diberikan sudah dengan jalur yang tepat. Perawat juga perlu
disetujui pada dokter jika tidak disertakan jalur pemberian obat.
f. Benar petugas Perawat sebagai orang yang bekerja di ruang
keperawatan harus sesuai dengan perannya. Hal ini dapat dilihat
antara kesesuaian perawat yang memberikan obat dengan obat yang
diberikan. Tujuannya untuk memulihkan obat yang diberikan oleh
petugas yang memiliki tanggung jawab dan peran terhadap pasien.
g. Benar Dokumentasi Setelah memberikan obat perawat harus
diselesaikan tindakan yang telah diberikan segera setelah tindakan
dengan mencatat nama klien, nama obat dan kesalahan, dosis obat,
jalur obat, serta waktu pemberian obat.

38
39

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Edisi 8
Vol 1. EGC. Jakarta.

Barbara C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Yayasan Ikatan Alumni


Pendidikan Keperawatan. Bandung.

Potter & Perry. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Edisi 4 Vol 2.
EGC. Jakarta

Supit L, Prasetyono TO. Cleft lip and palate review: Epidemiology, Risk Factors, Quality
of Life, and importance of classifications. Med J Indones Vol.17, No.4, October-
Desember 2008.

Sjamsuhidajat, de Jong. Kelainan bawaan. In Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. P.424-6.

Juniper RP, Smith WP. Cleft Lip and Palate. Developmental abnormalities of the face,
palate, jaws, and teeth. In Bailey Surgical Textbook. 2001. P.403-6.

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta: EGC. Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta :
Sagung Seto. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Sri
Kurnianingsih (Fd), Monica Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:
EGC Ester (Alih bahasa) edisi - 4 Jakarta: EGC. Corwin. Elizabeth J. 2000. Buku
Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm

MAKALAH

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI TATANAN


PELAYANAN KESEHATAN “BAYI BARU LAHIR 0-5 Tahun”

Dosen Pengajar : Dina Rawan G. Rana S.Kep.,Ners

39
40

Disusun oleh :

Kelompok 7

Anindita Rizki 2020-01-14401-007

Sintia Praditha 2020-01-14401-025

Viraynita 2020-01-14401-026

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah

40
41

yang dengan pembahasan tentang “Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di


Tatanan Pelayanan Kesehatan “Bayi Baru Lahir 0 -5 Tahun” ini.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi Mata Kuliah
Keperawatan Anak yang diberikan Dosen kepada kami yaitu, Ibu Dina Rawan G.
Rana, S.Kep. Ners.

Tidak lupa juga Kami mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan Makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun, agar makalah ini bisa
berguna dan dapat di terima dengan baik.

Palangka Raya , 23 Maret 2022

Penulis

41
42

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................4

1.1 Latar Belakang ...................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4

1.3 Tujuan.................................................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................6

2.1 Konsep Manajemen Terpadu Balita Sakit ..................................6

2.1.1 Definisi....................................................................................6

2.1.2 Penilaian..................................................................................6

2.1.3 Klasifikasi................................................................................6

2.1.4 Tindakan dan Pengobatan Pra Rujukan...................................7

2.1.5 Rujukan....................................................................................7

2.1.6 Nasehat Pada Ibu.....................................................................7

2.1.7 Kunjungan Ulang.....................................................................8

BAB III PENUTUP..........................................................................9

3.1 Kesimpulan..................................................................................9

3.2 Saran............................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................10

42
43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu


pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana bayi dan balita sakit yang
datang berobat ke fasilitas rawat jalan di pelayanan kesehatan dasar.
MTBS mencakup upaya perbaikan manajemen penatalaksanaan terhadap
penyakit seperti pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi teliga,
malnutrisi serta upaya peningkatan pelayanan kesehatan, pencegahan
penyakit seperti imunisasi, pemberian vitamin K, vitamin A dan konseling
pemberian ASI atau makanan. MTBS digunakan sebagai standar
pelayanan bayi dan balita sakit sekaligus sebagai pedoman bagi tenaga
keperawatan (bidan dan perawat) khususnya di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar (Dinkes Palangka Raya, 2017).

Manajemen Terpadu Balita Sakit, adalah pendekatan yang mampu


mengintegrasi dan memadukan penanganan berbagai masalah diatas.
Penerapan MTBS dengan baik dapat meningkat kan upaya penemuan
kasus secara dini, memperbaiki manajemen penanganan dan pengobatan,
promosi serta peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu dalam merawat
anaknya dirumah serta upaya mengoptimalkan sistim rujukan dari
masyarakat ke fasilitas pelayanan primer dan rumah sakit sebagai pusat
rujukan (Dinkes Palangka Raya, 2017).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan


tentang bagaimana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Tatanan
Pelayanan Kesehatan “Bayi Baru Lahir 0-5 Tahun”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui


mengenai bagaimana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di
Tatanan Pelayanan Kesehatan “Bayi Baru Lahir 0 -5 Tahun”

1.3.2 Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk


mengetahui lebih dalam mengenai Manajemen Terpadu Balita Sakit

43
44

(MTBS) Di Tatanan Pelayanan Kesehatan “Bayi Baru Lahir 0-5 Tahun”


yaitu :

1) Mahasiswa dapat melakukan Penilaian terhadap MTBS di tatanan


pelayanan kesehataan

2) Mahasiswa dapat melakukan Klasifikasi terhadap MTBS di tatanan


pelayanan kesehtan

3) Mahasiswa dapat melakukan Tindakan dan pengobatan pra rujukan


pada MTBS di tatanan pelayanan kesehtan

4) Mahasiswa dapat melakukan Rujukan terhadap MTBS di tatanan


pelayanan kesehatan

5) Mahasiswa dapat memberikan Nasehat pada ibu MTBS di tatanan


pelayanan kesehatan

6) Mahasiswa dapat memahami Kunjungan ulang terhadap MTBS di


tatanan pelayanan kesehatan

7) Mahasiswa dapat melakukan Catatan dan pelaporan terhadap


MTBS di tatanan pelayanan kesehatan

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu keperawatan


dimasa yang akan datang khususnya pada.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi mahasiswa

Untuk masukan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu


Balita Sakit (MTBS) bayi baru lahir 0-5 Tahun..

2) Bagi Pendidikan

Dapat dijadikan reverensi campuran yang tepat dalam


pembelajaran mengenai Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) bayi baru lahir 0-5 Tahun.

44
45

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Tatanan


Pelayanan Kesehatan 0-5 Tahun

2.1.1 Definisi

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah modul yang


secara rinci menjelaskan penanganan balita sakit yang datang ke fasilitas
kesehatan (Syafrudin & Hamidah). Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI dalam
Bahasa Inggris) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau
terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5 tahun secara menyeluruh
(Maryunani, 2014).

2.1.2 Contoh Penilaian

Penilaian pertama yang dilakukan terhadap balita sakit adalah


memeriksa tanda bahaya umum, bila ditemukan satu atau lebih tanda-tanda
bahaya umum maka diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat.
Kemudian dilanjutkan penilaian keluhan utama yang dimulai dengan
pertanyaan 'apakah anak menderita baruk atau sukar bernafas? Bila ya,
maka dihitung frekuensi natas anak permenit, memeriksa tanda-tanda
pneumonia berupa adanya tarikan dinding dada kedalam dan stridor.
Penilaian: bila ada tanda bahaya umum diikuti adanya tarikan dinding dada
kedalam dan adanya stridor maka anak diklasifikasikan sebagai
'pneumonia berat atau penyakit sangat berat. Bila hanya ada nafas cepat
maka diklasifikasikan sebagai 'pneumonia', tetapi bila tidak ada tanda-
tanda pneumonia atau penyakit sangat berat maka diklasifikasikan sebagai
batuk bukan pneumonia. Selanjutnya menilai diare, demam, dst.

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian


untuk menggolongkan derajat keparahan suatu penyakit. Klasifikasi
bertujuan untuk menentukan tingkat kegawatan dari suatu penyakit yang
digunakan untuk menentukan tindakan bukan diagnosis penyakit yang
spesifik. Setiap klasifikasi penyakit mempunyai warna dasa.Warna merah.
penanganan segera atau perlu dirujuk.Warna kuning. pengobatan spesifik
di pelayanan kesehatan.Warna hijau. perawatan di rumah.

45
46

2.1.4 Tindakan dan Pengobatan Pra Rujukan

Tindakan/ Pengobatan yang telah ditetapkan dalam penilaian/ klasifikasi


1. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah;
2. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah;
3. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di
rumah, misal aturan penanganan diare di rumah;
4. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan
selama anak sakit maupun dalam keadaan sehat;
5. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan, dan lain-
lain.

2.1.5 Rujukan
Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera. Menentukan
memberikan rujukan harus mengetahui tanda bahaya umum dan klasifikasi
penyakit, yaitu :
- Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum. Anak dengan
tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat, sehingga mereka
memerlukan rujukan.
- Rujukan berat atau penyakit sangat berat. Anak dengan klasifikasi
pneumonia berat atau penyakit sangat berat, benar-benar menderita sakit
yang serius dan membutuhkan rujukan segera untuk tindakan seperti
oksigen dan lain lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis pertama antibiotik
yang sesuai, untuk membantu mencegah pneumonia berat menjadi parah,
serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis atau meningitis

2.1.6 Nasehat Pada Ibu


Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu
balita konseling atau nasehat adalah :
Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik. Pengobatan di
puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan pengobatan dirumah
tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan ibu
penderita yang meliputi: menasehati ibu cara pengobatan di rumah,
mengecek pemahaman ibu.
Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah. Langkah-
langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah kepada
balita seperti, menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk umur
atau berat badan anak, member tahu ibu alasan pemberian obat kepada
anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu
menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian
bungkus obat diberi tanda dan lain-lain.

46
47

1. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah


2. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan
3. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak
4. Menasehati ibu kapan harus kembali tenaga kesehatan

2.1.7 Kunjungan Ulang


Menasihati ibu agar kembali segera bila ditemukan tanda-tanda
sebagai berikut :
1.Setiap anak sakit (Tidak bisa minum atau menyusu, bertambah parah,
timbul demam)
2. Anak dengan batuk : bukan pneumonia juga kembali jika : (Napas
cepat, sukar bernapas)
3. Jika anak diare, juga kembali jika (Tinja campur darah, Malas minum)
4. Jika anak : Mungkin DBD atau demam mungkin bukan DBD , juga
kembali jika ( Ada tanda-tanda pendarahan, Nyeri ulu hati, Muntah
yang trerus menerus, Gelisah, Tidak aktif/lemas, ada penurunan

47
48

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah modul yang secara rinci
menjelaskan penanganan balita sakit yang datang ke fasilitas kesehatan.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu pendekatan
yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5 tahun secara
menyeluruh.

MTBS mencakup upaya perbaikan manajemen penatalaksanaan terhadap


penyakit seperti pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi
serta upaya peningkatan pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit seperti
imunisasi, pemberian vitamin K, vitamin A dan konseling pemberian ASI atau
makanan.

3.2 Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menjadi referensi tambahan dan
pembelajaran dalam Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bayi baru lahir 0-5
Tahun sehingga dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat tau dan memahami
lebih dalam tentang bagaima Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bayi baru
lahir 0-5 Tahun Penulis juga terbuka terhadap segala kritik maupun saran yang
mungkin dapat diberikan untuk membuat makalah ini menjadi lebih baik.

48
49

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, D. A. (2015). Pengaruh konseling tentang manajemen terpadu


balita sakit (MTBS) terhadap perilaku perawatan anak demam oleh
ibu di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul. Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia. 01(1), 1-16.
http://lib.unisayogya.ac.id.
Dinkes Kota Medan. (2017). Profil kesehatan Kota Medan tahun 2016.
Medan
Dinkes Prov Sumatera Utara. (2017). Profil kesehatan Provinsi Sumatera
Utara tahun 2016. Medan

49

Anda mungkin juga menyukai