Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang bisa membawa

konsentrasi pada fetus, karena adanya peningkatan konsentrasi hormonal.

Dimana pada Saat kehamilan terjadi perubahan-perubahan yang dapat

mempengaruhi kesehatan sistem di dalam tubuh salah satunya rongga

mulut. Salah satu perubahan yang terjadi yaitu adanya perubahan

hormonal (Yoto, dkk., 2013).

Pada kehamilan, plasenta membentuk sejumlah besar hormon

diantaranya human chorionic gonadotropin, estrogen, progesteron, dan

human chorionic somatomammotropin (Guyton dan Hall, 2007).

Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron di dalam darah

disertai perubahan vaskuler menyebabkan gingiva menjadi sensitif

khususnya terhadap toksin maupun iritan lainnya, seperti plak dan kalkulus

yang mengakibatkan gingiva mengalami peradangan (Yoto, dkk., 2013).

Gingivitis pada ibu hamil tidak akan timbul tanpa adanya faktor

lokal atau keradangan pada gingiva, juga karena adanya akumulasi plak

dan bakteri pada gingiva sebelum pasca kehamilan, maka menyebabkan

bertambah parahnya peradangan gingiva pada masa kehamilan. Faktor

sistemik penyebabnya yaitu meningkatnya kadar hormon gonadotropin,

1
2

estrogen, dan progesteron selama masa kehamilan, dimana hal tersebut

merupakan faktor sekunder yang memperparah peradangan gingiva.

Kehamilan bukanlah penyebab langsung dari pregnancy gingivitis,

melainkan tergantung pula pada tingkat kebiasaan kebersihan mulut pasien

(Hasibuan, 2004).

Gingivitis ini pada umumnya terjadi pada trimester kedua

kehamilan dan secara progresif meningkat dengan bertambahnya usia

kehamilan. Ibu hamil dengan gingivitis memiliki faktor risiko terjadinya

bayi lahir dengan berat badan rendah (Hartati, dkk., 2011).

Berdasarkan penelitian yang dipaparkan oleh Peterson (2007)

sebanyak 60% hingga 75% kebanyakan dari ibu hamil menderita

gingivitis. Survei Kesehatan Nasional tahun 2002 menyebutkan 67% dari

ibu hamil yang menderita gingivitis melahirkan bayi secara prematur.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) yang dikutip dari Hartati dkk

(2011) juga mencatat radang gusi merupakan masalah gigi dan mulut yang

sering dijumpai pada ibu hamil dimana 5%-10% nya mengalami

pembengkakan gusi.

Penduduk di negara Indonesia sebanyak 60%, yang di desa maupun

di kota memiliki masalah penyakit gigi dan mulut. Berdasarkan survei

salah satunya ialah penyakit periodontal sebesar 87,84%. Kurangnya

pengetahuan ibu hamil terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut

dimana hanya 16 % dari ibu hamil yang menerima pendidikan kesehatan


3

gigi dan mulut, 97% menyikat giginya, 52% dari ibu hamil percaya

menyikat gigi secara rutin akan mengurangi risiko terjadinya masalah pada

gusi dan hanya 3,7% ibu hamil mengunjungi dokter gigi selama

kehamilan. Perilaku kunjungan ibu hamil ke dokter gigi banyak

dipengaruhi oleh faktor-faktor personal, status ekonomi, dan pengetahuan

mengenai hubungan kesehatan gigi dan mulut (Kaunang dkk., 2013 ).

Berdasarkan data Rikesdas tahun 2007, prevalensi penduduk

bermasalah gigi dan mulut di provinsi Bali sebesar 22,5%, lebih lanjut data

Rikesdas tersebut, prevalensi penduduk provinsi Bali yang melakukan

konseling/kebersihan gigi hanya 12,7%, dan juga presentasi penduduk

provinsi Bali yang berprilaku benar menggosok gigi sebesar 10,9%.

Gingivitis adalah inflamasi gingiva marginal atau peradangan pada

gusi (Departemen Kesehatan RI., 2007), menyebabkan perdarahan disertai

pembengkakan, kemerahan, eksudat, dan perubahan kontur normal.

Gingiva menjadi mudah berdarah karena rangsangan yang kecil seperti

saat menyikat gigi, atau bahkan tanpa rangsangan, pendarahan pada gusi

dapat terjadi kapan saja (Ubertalli, 2008). Gingivitis merupakan penyakit

periodontal stadium awal berupa peradangan pada gingiva, termasuk

penyakit paling umum yang sering ditemukan pada jaringan mulut (Irma

dan Intan, 2013).

Gingivitis pada saat kehamilan ditemukan pada 80%-100% ibu

hamil, umumnya terjadi pada trimester kedua kehamilan dan secara

progresif meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan (Yoto, dkk.,


4

2013). Perubahan gingiva biasanya mulai terlihat pada kehamilan usia dua

bulan, dan akan mencapai puncaknya pada bulan kedelapan (Hasibuan,

2007).

Data penelitian awal pada tahun 2016 menunjukkan bahwa ibu

hamil yang memeriksakan gigi di poli gigi Puskesmas Mengwi III

Kabupaten Badung Bali pada tahun 2016 sebanyak 197 kasus, dimana

65% dari kasus ini adalah penyakit gingivitis.

Dari uraian tersebut penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai

hubungan kehamilan dan gingivitis di poli gigi Puskesmas Mengwi III

Kabupaten Badung Bali April 2017.

Penelitian ini penulis lakukan untuk menjelaskan seberapa besar

hubungan kehamilan dan ginggivitis di poli gigi Puskesmas Mengwi III

Kabupaten Badung Bali, agar ke depannya dapat dilakukan pencegahan

upaya pencegahan dan penanggulangan masalah gingivitis terhadap ibu

hamil di poli gigi Puskesmas Mengwi III Kabupaten Badung Bali April

2017.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan apakah ada

hubungan kehamilan dan gingivitis di poli gigi Puskesmas Mengwi III

Kabupaten Badung Bali April 2017 ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan hubungan kehamilan

dan gingivitis di poli gigi Puskesmas Mengwi III Kabupaten Badung Bali.

D. Manfaat Penelitian
5

1. Manfaat Teoritis

Meningkatkan peranan dokter lulusan di bidang keilmuan kedokteran

gigi dan mulut dalam mencegah dan memperbaiki taraf kesehatan gigi

masyarakat, khususnya ibu hamil.

2. Manfaat Praktis
1) Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman dan motivasi kepada ibu hamil agar

selalu memelihara kesehatan gigi dan rongga mulut.


2) Manfaat bagi institusi terkait
Sebagai informasi dasar untuk munurunkan kejadian gingivitis pada

ibu hamil.
3) Manfaat untuk pengembangan diri peneliti
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan peneliti dapat

mengetahui hubungan usia kehamilan dengan tingkat gingivitis pada

ibu hamil secara menyeluruh dan intensif, sehingga data yang

dihasilkan dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian

selanjutnya.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Kehamilan

Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus dalam

tubuh, setelah penyatuan sel telur dengan sel sperma. Pada manusia,

fertilisasi sel telur dan sel sperma biasanya timbul pada bagian tengah

tuba uterina. Apabila satu sperma mencapai membran sel telur, sperma

tersebut berfusi dengan membran. Fusi tersebut menghasilkan sinyal

untuk memulai perkembangan (Ekaputri dan Sjahruddin 2005).

Embrio yang sedang berkembang disebut blastokista, bergerak ke

bawah sepanjang tubuh menuju uterus. Setelah berkontak dengan

endometrium, blastokista kemudian dikelilingi oleh sebuah lapisan luar

sinsitiotrofoblas menyebabkan erosi endometrium dan blastokista

terpendam di dalamnya (implantasi). Tempat implantasi biasanya di

dinding dorsal uterus. Kemudian terbentuk plasenta dan trofoblas yang

saling terhubun (Ekaputri dan Sjahruddin 2005).

1. Masa kehamilan

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7

hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam

3 triwulan, yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3

6
7

bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan

ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan (Prawiroharjo, 2008).

a. Trimester pertama

Kehamilan trimester pertama adalah keadaan mengandung

embrio atau fetus di dalam tubuh pada 0-12 minggu. Mual (nausea)

dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan

sering terjadi pada kehamilan trimester pertama. Mual biasanya

terjadi pada pagi hari tetapi dapat pula timbul setiap saat dan

malam hari. Gejala ini kurang lebih terjadi pada 6 minggu setelah

hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10

minggu (Prawiroharjo, 2008).

Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar

hormon esterogen dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin)

dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas,

mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung

yang berkurang. Tonus otot-otot tractus digestivus menurun,

sehingga motilitas seluruh tractus digestivus juga berkurang. Hal

ini mungkin baik untuk resorpsi, tetapi menimbulkan pula

obstipasi, yang memang merupakan salah satu keluhan utama

wanita hamil (Prawiroharjo, 2008).

Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan

ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat

berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi


8

terganggu dan kondisi umum menjadi buruk. Keadaan ini bila

terlampau parah menjadi patologis dan disebut hiperemesis

gravidarum (Prawiroharjo, 2008).

b. Trimester kedua

Kehamilan trimester kedua adalah keadaan mengandung

embrio atau fetus di dalam tubuh pada 13-27 minggu. Pada

trimester ini ibu hamil akan merasa lebih tenang, tentram, dan

tanpa gangguan yang berarti (Noerdin, 2001).

Pada trimester kedua janin tumbuh dan berkembang manuju

maturasi, maka pemberian obat-obatan harus dijaga agar jangan

mengganggu pembentukan gigi geligi janin, misalnya antibiotika,

tetrasiklin, dan klindamisin. Pada kehamilan trimester kedua

plasenta menghasilkan steroid seks dalam jumlah besar. Selain itu

juga membentuk human chorionic somatotropin (hCS), human

placental lactogen (hPL) atau human chorionic thyrotropin (hCT)

(Noerdin, 2001).

c. Trimester ketiga

Kehamilan trimester ketiga adalah keadaan mengandung

embrio atau fetus di dalam tubuh pada 28-40 minggu. Pada

trimester ketiga, rasa lelah, ketidaknyamanan, dan depresi ringan

akan meningkat (Prawirohardjo, 2008).

Tekanan darah ibu hamil biasanya meninggi, tetapi akan

kembali normal setelah melahirkan. Pada akhir trimester didapat


9

suatu sindroma supine hipersensitif berupa tekanan darah menurun,

berkeringat, mual, brakikardia, lemas, dan sulit untuk bernafas

dalam posisi supine (tertekan vena kafa inferior karena uterus

gravis). Hal ini dapat menyebabkan output jantung menurun dan

menyebabkan kesadaran terganggu hingga pingsan. Pada masa

trimester ketiga plasenta menghasilkan steroid seks dalam jumlah

sangat besar (Noerdin, 2001).

2. Faktor hormonal

Pada kehamilan, plasenta membentuk human chorionic

gonadotropin (HCG), esterogen, progesteron, dan human chorionic

somatotropin. HCG merupakan suatu glikoprotein yang mempunyai

berat molekul 39.000 serta struktur molekul dan fungsinya sangat

mirip dengan hormon lutein yang disekresi oleh hiposis. Sejauh ini,

fungsinya yang terpenting adalah mencegah involusi normal korpus

luteum pada akhir siklus seksual wanita. Sebaliknya, hormon ini akan

menyebabkan korpus luteum mensekresi lebih banyak lagi hormon

esterogen untuk bulan-bulan berikutnya. Hormon-hormon kelamin ini

mencegah menstruasi dan menyebabkan endometrium terus tumbuh

serta menyimpan nutrisi dalam jumlah besar dan tidah dibuang dalam

darah menstruasi (Guyton dan Hall, 2007).

Hormon esterogen diekskresi secara berlebihan selama

kehamilan. Jumlah esterogen yang sangat berlebihan akan


10

menyebabkan pembesaran uterus, genetalia eksterna wanita, payudara

dan pertumbuhan struktur duktus payudara. Esterogen juga

merelaksasi berbagai ligamentum pelvis sehingga persendian

sakroiliaka menjadi relatif lentur san simfisis pubis menjadi elastik.

Perubahan tersebut akan memudahkan jalannya fetus melalui jalan

lahir (Guyton dan Hall, 2007).

Progesteron merupakan hormon yang penting untuk kehamilan

(Guyton dan Hall, 2007). Selain disekresi dalam jumlah sedang oleh

korpus luteum pada permulaan kehamilan, progesteron juga disekresi

dalam jumlah yang sangat besar oleh plasenta, kadang-kadang

sebanyak 1 gram/hari menjelang akhir kehamilan. Pengaruh khusus

progesteron yang penting untuk perkembangan kehamilan yang

normal adalah sebagai berikut:

1. Progesteron menyebabkan sel-sel desidui memainkan peran penting

untuk memberi makanan pada embrio.

2. Progesteron mempunyai pengaruh khusus dalam menurunkan

kontraktilitas uterus grafid, jadi mencegah kontraksi uterus yang

menyebabkan abortus spontan.

3. Progesteron juga menyokong perkembangan uterus yang

dipersiapkan untuk implantasi sel telur, karena secara khusus

progesteron dapat meningkatkan sekresi tuba fallopi dan uterus

untuk memberikan zat-zat gizi yang sesuai bagi morulla dan

blastokista yang sedang berkembang.


11

4. Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga untuk membantu

menyiapkan kelenjar mammae untuk laktasi (Guyton dan Hall,

2007).

B. Gingivitis
1. Gingiva

Gingiva (gusi) merupakan bagian dari mukosa rongga mulut

yang menutupi mahkota gigi yang tidak muncul dan mengelilingi

leher gigi yang muncul, berfungsi sebagai struktur penunjang untuk

jaringan di dekatnya. Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut

yang mengelilingi gigi dan menutupi linggir (ridge alveolar), yang

merupakan bagian dari apparatus pendukung gigi, periodonsium, dan

membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva dapat beradaptasi

terhadap perubahan lingkungan dan rongga mulut yang merupakan

bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal masuknya

makanan dalam sistem pencernaan. Jaringan rongga mulut terpapar

terhadap sejumlah besar stimulus, temperatur dan konsistensi

makanan dan minuman, komposisi kimiawi, asam dan basa sangat

bervariasi. Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti

pisau seseuai dengan kontur gigi geligi (Dorland, 2012).

Fungsi gingiva adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan

gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Seperti semua

jaringan vital lainnya, gingiva dapat beradaptasi terhadap perubahan

lingkungan. Mekanisme pertahanan gingiva, mencakup:


12

1. aliran saliva dan kandungan saliva misalnya lisosim, dan

Imunoglobulin A
2. pergantian sel dan deskuamasi permukaan,
3. aktivitas mekanisme imun.

Gingiva dibagi menjadi dua daerah yaitu tepi gingiva (gingival

margin) dan gingiva cekat (attached gingival). Tepi gingiva

membentuk cuff selebar 1-2 mm di sekitar leher gigi dan dinding

eksternal leher gingiva yang mempunyai kedalaman 0-2 mm. Cuff

dapat dipisahkan dari gigi dengan menggunakan sonde tumpul. Antara

gigi geligi dan tepi gingiva terdapat papila gingiva yang berbentuk

konus, permukaan labialnya seringkali mempunyai groove yang

disebut `sluice-way`. Papila mengisi ruang pada apikal embrasur

interdental sampai titik kontak dan bentuk fasiolingualnya sesuai

dengan kurvatura dari daerah pertautan semento-enamel untuk

membentuk col interdental.

Epitelium col biasanya sangat tipis, tidak keratinisasi dan

terbentuk hanya dari beberapa lapis sel. Strukturnya mungkin

merefleksikan posisinya yang terlindung. Pertukaran sel-sel epithelial

sama seperti pada daerah gingiva lainnya. Regio interdental berperan

sangat penting karena merupakan daerah stagnasi bakteri yang paling

resisten dan strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka, di

daerah ini biasanya timbul lesi awal gingivitis. (Manson dan Eley,

2013).
13

Sumber: Fiorellini, 2005

Gambar II. 1 Bagian-bagian Gingiva

Lihat Gambar II. 1, permukaan tepi gingiva umumnya halus

berbeda dengan daerah gingiva cekat, yang dibatasi dengan groove

gingiva bebas atau free gingival groove. Gingiva cekat atau `mukosa

fungsional` meluas dari groove gingiva bebas ke pertautan

mukogingiva (mucogingival junction) dimana akan bertemu dengan

mukosa alveolar.

Mukosa alveolar adalah suatu mukoperiosteum yang melekat

erat dengan tulang alveolar di bawahnya. Pada pertautan

mukogingiva, mukoperiosteum terpisah sehingga mukosa alveolar

terpisah dari periosteum melalui perantaraan jaringan ikat longgar

yang sangat vaskular. Jadi mukosa alveolar umumnya berwarna merah

tua, berbeda dengan daerah gingiva cekat yang berwarna merah muda

(Manson dan Eley, 2013).

INCLUDEPICTURE "http://3.bp.blogspot.com/-dT0jKzMt-

n8/UyWvPXvO0RI/AAAAAAAAAMA/Uk9aY6uLdSs/s1600/Gingiva+normal+G
14

ingiva+normal.jpg" \* MERGEFORMATINET

Sumber: Itoiz, 2002, dalam Surtiana, 2011

Gambar II. 2 Gingiva Sehat

Lihat Gambar II. 2, gingiva yang sehat yaitu berwarna merah

muda, tepinya seperti pisau dan scallop agar sesuai dengan kontur gigi

geligi. Warnanya dapat bervariasi tergantung pada jumlah pigmen

melanin pada epitelium, derajat keratinisasi epitelium dan

vaskularisasi serta sifat fibrosa dari jaringan ikat di bawahnya.

Pigmentasi fisiologis harus dibedakan dengan pigmentasi yang terjadi

pada beberapa penyakit dan kontaminasi logam (Manson dan Eley,

2013).

Gingiva mempunyai banyak suplai darah dari tiga sumber:

pembuluh supraperiosteal dan pembuluh ligamen periodontal serta

pembuluh alveolar yang keluar dari puncak tulang alveolar.


15

Pembuluh-pembuluh ini saling bertautan pada gingiva untuk

membentuk lingkaran kapiler pada papila jaringan gingiva antara rete

peg epitelial. Drainase limfatik dimulai pada papila jaringan ikat dan

berdrainase ke nodus limfa regional dari gingiva mandibula ke nodus

servikal, submandibular dan submental dari gingiva maksila ke nodus

limfa servikal bagian dalam.

Jaringan ikat gingiva tersusun teratur untuk menjaga agar tepi

gingiva melakat erat di sekitar leher gigi dan untuk mempertahankan

integritas perlekatan dentogingiva. Susunan serabut-serabut ini cukup

rumit tetapi dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok bundle

serabut kolagen (Manson dan Eley, 2013).

1. Serabut dentogingiva atau serabut gingival bebas yang melekeat

pada sementum dan melebar ke luar ke gingiva dan ke atas tepi

gingiva untuk bergabung dengan tepi gingiva untuk bergabung

dengan periosteum dari daerah perlekatan gingiva.

2. alveolar gingival atau serabut puncak tulang alveolar yang keluar

dari puncak tulang alveolar dan berjalan ke coronal ke arah

gingival.

3. Serabut sirkular yang mengelilingi gigi.

4. Serabut transeptal yang berjalan dari satu gigi ke gigi lainnya di

coronal ke septum alveolar (Manson dan Eley, 2013).

2. Pengertian gingivitis
16

Gingivitis adalah inflamasi gingiva marginal atau peradangan

gusi menyebabkan perdarahan disertai pembengkakan, kemerahan,

eksudat, dan perubahan kontur normal. Gingivitis sering terjadi dan

bisa timbul kapan saja setelah timbulnya gigi, dimana gingiva tampak

merah (Departemen Kesehatan R.I., 2007).

Peradangan pada gusi dapat terjadi pada satu atau 2 gigi, tetapi

juga dapat terjadi pada seluruh gigi. Gingiva menjadi mudah berdarah

karena rangsangan yang kecil seperti saat menyikat gigi, atau bahkan

tanpa rangsangan, pendarahan pada gusi dapat terjadi kapan saja

(Ubertalli, 2008).

Gingivitis merupakan penyakit periodontal stadium awal berupa

peradangan pada gingiva, termasuk penyakit paling umum yang

sering ditemukan pada jaringan mulut. Dapat terjadi akut atau kronik

(Irma dan Intan, 2013). Gingivitis atau radang gusi, jika disertai

perubahan tulang, kondisi ini mengarah ke periodontitis.

Gingivitis adalah salah satu jenis penyakit periodontal dan

bersifat kronis. Faktor etiologi utama gingivitis adalah plak bakteri.

Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab

utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari

gingivitis, bila tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis

dimana terjadi kerusakan jaringan periodontal berupa kerusakan fiber,

ligamen periodontal dan tulang alveolar (Zubardiah et al., 2012).


17

3. Patofisiologi gingivitis

Keradangan gingiva atau gingivitis yang dikarenakan akumulasi

plak adalah kelainan klinis jaringan periodontal yang paling sering

terjadi pada wanita hamil, dan angka kejadiannya adalah 60-75%.

Perubahan gingiva biasanya terjadi antara bulan ke tiga hingga ke

delapan, mencapai puncaknya pada bulan ke enam kehamilan, sedikit

menurun pada bulan ke tujuh hingga sembilan, dan berangsur-angsur

menurun setelah melahirkan. Gingiva akan menjadi bengkak,

berwarna merah terang, sensitif dan mudah berdarah secara spontan

(Stein dan Weintraub, 2010).

Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio

interdental yang terlindung, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada

daerah papilla interdental dan menyebar dari daerah ini ke sekitar

leher gigi. Pada lesi awal perubahan terlihat pertama kali di sekitar

pembuluh darah gingiva yang kecil, di sebelah apikal dari epithelium

fungsional khusus yang merupakan perantara hubungan antara gingiva

dan gigi yang terletak pada dasar leher gingiva), tidak terlihat adanya

tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap ini. Bila deposit

plak masih ada perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai

dengan meningkatnya aliran cairan gingiva.

Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas

terlihat. Papilla interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak

serta mudah berdarah pada penyondean, dalam waktu dua sampai tiga
18

minggu akan terbentuk gingivitis yang lebih parah. Gingiva sekarang

berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah (Manson dan Eley,

2013).

4. Etiologi gingivitis

Gingivitis atau radang gusi ini dapat disebabkan oleh faktor

lokal maupun faktor sistemik. Faktor lokal diantaranya karang gigi,

bakteri, sisa makanan (plak), pemakaian sikat gigi yang salah, rokok,

dan tambalan yang kurang baik. Sedangkan faktor sistemik meliputi

Diabetes Melitus (DM), dan ketidakseimbangan hormon baik saat

pubertas, kehamilan, maupun menopause (Departemen Kesehatan R.I,

2007).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gingivitis

adalah sebagai berikut :

a. Faktor internal

Faktor internal yang bertanggung jawab atas terjadinya

penyakit gingiva:

1. Lapisan karang gigi dan noda atau zat-zat pada gigi


2. Bahan makanan yang terkumpul pada pinggiran gingiva tidak

dibersihkan oleh air liur dan tidak dikeluarkan oleh sikat.


3. Gigi berjejal secara abnormal sehingga makanan yang tertinggal

tidak teridentifikasi, kadang-kadang terbentuk ruangan

dikarenakan pembuangan gigi.


4. Kebiasaan seperti menempatkan peniti, kancing, buah pinang

dan kawat dalam mulut. Bahan ini melukai gusi dan

menyebabkan infeksi (Sriyono et al., 2005).


19

b. Faktor external

Makanan yang salah dan malnutrisi. Pada umumnya seseorang

yang kurang gizi memiliki kelemahan, gejala yang tidak diharap

tersebut dikarenakan factor sosial ekonomi yang berperan sangat

penting. Faktor-faktor yang berperan adalah latar belakang

pendidikan, pendapatan dan budaya. Golongan masyarakat

berpendapatan rendah tidak biasa melakukan pemeriksaan kesehatan

yang bersifat umum. Diet dengan hanya makan sayuran tanpa unsur

serat di dalamnya juga biasa menjadi faktor penambah (Manson dan

Eley, 2013).

Mukosa mulut umumnya dilumuri oleh saliva dan terpapar

makanan, flora rongga mulut dan stimulus atau trauma akibat sikat

gigi dan cara-cara pembersihan mulut lainnya, serta objek-objek lain

yang sering kali dimasukkan ke dalam mulut. Permukaan gigi yang

terpapar faktor-faktor tersebut sehingga tertutup seluruhnya atau

sebagian oleh sejumlah deposit, pelikel, plak, kotoran makanan,

kalkulus, material alba dan stain (Manson dan Eley, 2013).

Kebersihan mulut mempunyai peran penting di bidang kesehatan

gigi, karena kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan

timbulnya berbagai penyakit baik lokal maupun sistemik. Penyebab

primer keradangan gingiva adalah iritasi bakteri yang ada dalam

akumulasi plak gigi (Manson dan Eley, 2013).


20

Plak gigi merupakan lapisan bakteri yang lunak, tidak

terkalsifikasi, menumpuk dan melekat pada gigi-geligi dan objek lain

di dalam mulut misalnya restorasi, geligi tiruan, dan kalkulus. Dalam

bentuk lapisan yang tipis plak umumnya tidak terlihat dan hanya dapat

terlihat dengan bantuan bahan disclosing (Staf Bagian Periodonsia

FKG UJ, 2010).

Dalam bentuk lapisan yang tebal plak terlihat sebagai deposit

kekuningan atau keabu-abuan yang tidak dapat dilepas dengan kumur-

kumur atau irigasi tetapi dapat dihilangkan dengan penyikatan. Debris

rongga mulut adalah benda asing yang lunak yang melekat pada gigi.

Kalkulus adalah massa kalsifikasi yang terbentuk dan melekat pada

permukaan gigi, dan objek solid lainnya di dalam mulut, misalnya

restorasi dan geligi tiruan, yang tidak terpapar friksi (Manson dan

Eley, 2013).

Indeks status kebersihan rongga mulut yang sering digunakan

adalah indeks kebersihan mulut atau oral hygiene index. Oral

Hygiene Index merupakan indeks gabungan yang menentukan skore

debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya permukaan

gigi yang terpilih saja dan indeks plak (Manson dan Eley, 2013).

Pengukuran OHI-S dilakukan pada 6 permukaan dari 6 gigi,

dengan perincian: empat gigi diperiksa permukaan fasialnya (molar

satu atas kanan, insisivus satu atas kanan, molar satu atas kiri, dan

insisivus satu bawah kiri) dan dua gigi diperiksa pada permukaan
21

lingualnya (molar satu bawah kanan dan kiri). Masing-masing

permukaan gigi dibagi tiga bidang horizontal, yaitu daerah sepertiga

gingiva (gingival third), daerah sepertiga bagian tengah (middle

gingiva), dan daerah sepertiga insisal (incisal third) (Staf Bagian

Periodonsia FKG UJ, 2010).

Skor dan kriteria debris index-simplified (DI-S) adalah sebagai

berikut:

0 : tidak terdapat debris atau stain

1 :terdapat debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3

permukaan gigi

2 :terdapat debris lunak lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi, tetapi

tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 :terdapat debris lunak yang menutup lebih dari 2/3 permukaan gigi

Skor dan kriteria calculus index-simplified (CI-S) adalah

sebagai berikut:

0 : tidak terdapat kalkulus

1 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutupi tidak lebih dari 1/3

permukaan gigi

2 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 1/3

bagian permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

atau terdapat bercak kalkulus individual yang terletak subgingival

di sekitar bagian leher gigi, atau keduanya


22

3 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutup lebih dari 2/3

permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingival yang tebal dan

melingkar, atau keduanya.

Skore debris dan kalkulus harus ditambah dan dibagi dengan

jumlah permukaan yang diperiksa untuk menentukan skore

kebersihan mulut (Manson dan Eley, 2013).

Skore OHI-S per individu adalah total dari skor DI-S dan CI-

S. Skore dan kriteria klinis OHI-S yaitu:

a. Skore 0 - 1,2 kriteria klinisnya baik

b. Skore 1,3 - 3,0 kriteria klinisnya sedang

Skore 3,1 - 6 kriteria klinisnya buruk (Staf Bagian Periodonsia

FKG UJ, 2010).

3. Gambaran klinis

Pada keadaan yang sehat gingiva biasanya keras, berwarna

merah muda, mempunyai tepi setajam pisau, dan tidak berdarah pada

saat penyodean. Daerah leher gingiva atau sulcus biasanya dangkal

dan epitelium jungtional melakat erat pada enamel. Sistem serabut

gingiva tersusun secara teratur (Manson dan Eley, 2013).

Gingivitis dibagi dalam beberapa tahapan, lesi awal timbul 2-4

hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam waktu 2-3 minggu akan

menjadi gingivitis yang cukup parah (Manson dan Eley, 2013).


23

a. Lesi Awal

Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah

gingiva yang kecil, di sebelah apical dari epitelium jungsional.

Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivascular mulai

menghilang, digantikan dengan beberapansel inflamasi, sel plasma

dan limfosit terutama limfosit T, cairan jaringan dan protein serum

(Manson dan Eley, 2013).

Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui

epitelium jungsional dan eksudat dari cairan jaringan dari leher

gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat cairan dan PMN,

tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan

pada tahap penyakit ini (Manson dan Eley, 2013).

b. Gingivitis Tahap Awal

Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap

awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan

gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada

epitelium jungsional maupun pada epitelium krevikular

merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proliferasi dari

sel basal (Manson dan Eley, 2013).

Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundle kolagen dari

kelompok serabut dentongiva pecah sehingga seal dari cuff

marginal gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat

peningkatan jumlah sel-sel inflamasi, 75% diantaranya terdiri dari


24

limfosit. Juga terlihat adanya beberapa sel plasma dan makrofag.

(Manson dan Eley, 2013).

Sumber: Manson dan Eley, 2013

Gambar II. 3 Tanda-tanda Klinis Pertama


dari Inflamasi Gingiva

Lihat Gambar II. 3, pada tahap ini tanda-tanda klinis dari

inflamasi makin jelas terlihat. Papilla interdental menjadi sedikit

merah dan bengkak serta mudah berdarah pada penyondean (Manson

dan Eley, 2013).

Tahap ini gingivitis ditandai dengan adanya perubahan

vaskuler berupa dilatasi pembuluh darah perifer disertai dengan

naiknya aliran darah. Terdapat akumulasi plak tahap awal, yang

menyebabkan keluarnya PMN kearah sulkus gingiva. Pada saat

terbentuknya lesi awal, PMN yang keluar ini membentuk barrier pada

sulkus yang mengalami penurunan (Manson dan Eley, 2013).


25

c. Gingivitis Tahap Lanjut

Dalam waktu 2-3 minggu , akan terbentuk gingivitis yang lebih

parah. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini

sel-sel plasma terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan

jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan.

Immunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epitelium dan

jaringan ikat.

Sumber: Manson dan Eley, 2013

Gambar II. 4 Inflamasi Gingiva Tahap Lanjut


dengan Pembengkakan Papilla

Lihat Gambar II. 4, dengan bertambah parahnya kerusakan

kolagen dan pembengkakan inflamasi, tepi gingiva dapat dengan

mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar kemungkinan

terbentuknya poket gingiva atau ‘poket palsu’ (‘false pocket’).

Bila oedema inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar,

maka poket gingiva biasanya juga cukup dalam. migrasi sel-sel

epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar.

Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium

jungsional dan beberapa proliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat


26

bawahnya. Ditahap ini aliran darah pada gingiva berkurang sehingga

aliran vena lambat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi sel darah

merah ke dalam jaringan ikat terhambat sehingga pendistribusian

hemoglobin ke dalam komponen pigmen menjadi berkurang. Maka

secara klinis warna gingiva tampak memerah dan kebiru-biruan.

Selain perubahan warna dapat juga dijumpai perubahan ukuran

ataupun tekstur pada gingiva (Newman, dkk., 2006).

4. Indeks untuk mengukur gingivitis

Indeks inflamasi gingiva yang paling sering digunakan adalah

Indeks Gingiva. Keparahan kondisi ini dinyatakan dalam skala 0

sampai 3:

0 = Gingiva normal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan

warna, dan tidak ada perdarahan.

1 = inflamasi ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit

edema, tetapi tidak ada perdarahan saat penyondean

2 = inflamasi sedang : warna kemerahan, adanya edema, mengkilat,

dan terjadi perdarahan saat penyondean

3 = inflamasi berat : warna kemerahan yang nyata, adanya edema,

ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan (Loe dan

Silness, 1963 dalam Manson dan Eley, 2013).


27

C. Pengaruh kehamilan terhadap gingivitis

Awal kehamilan dan selama siklus ovarium normal, korpus luteum

merupakan sumber utama esterogen dan progesteron. Selama masa

kehamilan, plasenta mulai memproduksi esterogen dan progesteron.

Progesteron mencapai tingkat 100mg/ml, sepuluh kali fase puncak luteal

menstruasi. Estradiol pada plasma mungkin mencapai tiga puluh kali

lebih tinggi daripada siklus reproduksi. Estradiol adalah esterogen

ovarium dan plasenta paling kuat pada mamalia yang ditemukan secara

alamiah, bertugas menyiapkan rahim untuk implantasi telur yang sudah

dibuahi serta mendorong pematangan dan pemeliharaan organ reproduksi

aksesoris wanita serta ciri seks sekunder (Dorland, 2012).

Tingginya konsentrasi esterogen dan progesteron ditemukan pada

jaringan gingiva, saliva, serum, dan cairan krevikular yang

mengakibatkan respon berlebihan. Ditemukan peningkatan konsentrasi

esterogen dan progesteron dalam saliva pada bulan pertama dan mencapai

puncaknya pada bulan ke sembilan kehamilan (Dorland, 2012).

Peningkatan produksi hormon progesteron pada masa kehamilan

menyebabkan peningkatan vaskularisasi dan perubahan dinding pembuluh

darah gingiva, sehingga menjadi lebih permeabel dan dapat memperberat

proses keradangan. Ditunjukkan pula bahwa jumlah bakteri anaerob

berpigmen hitam pada subgingiva meningkat seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan.


28

Keadaan ini berhubungan dengan peningkatan level esterogen dan

progesteron seiring dengan peningkatan jumlah bakteri dan peningkatan

hormon steroid pada masa kehamilan. Hal ini mungkin berhubungan

dengan hormon esterogen yang menjadi bahan substitusi methadione,

yang merupakan bahan kebutuhan pertumbuhan bakteri (Newman, dkk.,

2006).

Selain teori hormonal, terdapat teori imunologis yang menjelaskan

pengaruh kehamilan terhadap gingiva, yaitu mengenai perubahan

imunologis pada masa kehamilan. Perubahan sistem imunologis pada

wanita hamil memiliki dampak yang serius pada kesehatan rongga mulut.

Sebagai contoh kehamilan dengan perubahan imunologis, khususnya

penurunan fungsi neutrofil merupakan penjelasan untuk plak yang

menyebabkan inflamasi gingiva pada masa kehamilan. Penurunan fungsi

neutrofil ini merupakan fakta yang penting untuk menjelaskan kelainan

periodontal (Newman, dkk., 2006).


29

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep Penelitian

Lokal Sistemik

1. Diabetes/Hipertensi
2. Lingkungan dan
1. Akumulasi plak tingkah laku
2. Trauma oklusi 3. Rokok

4. Kehamilan yang
menyebabkan
Perubahan hormon

Gingivitis

Variabel yang diteliti:

Variabel yang tidak diteliti:

Gambar III. 1: Kerangka Konsep

29
30

B. Penjelasan Kerangka Konsep

Ada beberapa faktor risiko dari penyakit gingivitis adalah faktor

lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal meliputi meliputi plak dan faktor

retentive plak yang nantinya akan menyebabkan akumlasi plak. Sedangkan

faktor Sistemik meliputi penyakit seperti diabetes, perubahan hormon

karena sesuatu hal seperti kehamilan, lingkungan dan tingkah laku serta

genetik. Kesemuannya akan menyebabkan ginggivitis. Penelitian ini lebih

menekankan kepada perubahan hormon yang diakibatkan karena

kehamilan yang nantinya akan dapat menyebabkan gingivitis.

C. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan kehamilan dan gingivitis di poli gigi Puskesmas

Mengwi III Kabupaten Badung Bali April 2017.


31

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional observation.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mengwi

III Kabupaten Badung Bali.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi yang digunakan adalah Subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi

penelitian ini adalah ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas

Mengwi III Kabupaten Badung Bali selama bulan Maret-April 2017.

31
32

2. Sampel

a. Besar sampel

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

seluruh ibu hamil yang datang melakukan pemeriksaan di

Puskesmas Mengwi III Kabupaten Badung Bali pada bulan April

2017. Rumus perhitungan sampel Sastroasmoro (2008):

NZ12a / 2 P (1  P )
n
Nd 2  Z12a / 2 P (1  P )

Dimana:
n = besar sampel
N = Besar Populasi
Z1-a/2 = nilai sebaran normal baku yang besarnya tergantung a
P = Proporsi Kejadian
D = besar penyimpangan yang bisa diterima

197 (1,96) 2 0,127(0,873)


n
197 (0,05) 2  (1,96%) 0,127 (0,873)

83,91
n
0,92

n = 91,21  dibulatkan menjadi 92

b. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel menggunakan teknik non

probability sampling dengan metode consecutive sampling.

Sampel diambil dari semua subjek yang datang dan memenuhi

kriteria pemilihan sampai rentang waktu yang ditetapkan, yaitu

ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Mengwi III


33

Kabupaten Badung Bali, pada bulan April 2017. Dengan kriteria

inklusi dan eksklusi yaitu :

c. Kriteria inklusi:

1) Ibu hamil yang berkunjung ke poli gigi Puskesmas

Mengwi III Kabupaten Badung Bali

2) Oral Hygiene Index dan Plaque index yang baik

3) Bersedia menandatangani informed consent

4) Bersikap kooperatif selama pengambilan data

d. Kriteria eksklusi:

1) Ibu hamil yang memiliki Oral Hygiene Index dan Plaque

Index yang buruk

2) Riwayat responden yang sudah memiliki masalah

plaque dan gingivitis pada saat sebelum kehamilan.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat,

dan ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang

sesuatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam

penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent) dan variabel terikat

(dependent) antara lain :

a) Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang menjadi

sebab timbulnya atau berubahnya dependent variable atau yang


34

mempengaruhi stimulus (Sugiyono, 2008). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah kehamilan.

b) Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, dan variabel

ini sering disebut variabel respon (Sugiyono, 2008). Variabel terikat

dalam penelitian ini yaitu gingivitis.

E. Definisi Operasional

Tabel IV. 1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Kategori&kriteria Alat Skala


operasional ukur
1 Kehamilan Keadaan 1. Trimester 1: 0- Rekam Ordinal
mengandung 12 minggu; Medis
embrio atau 2. Trimester 2: 13-
fetus. 27 minggu
3. Trimester 3: 28-
40 minggu.
2 Gingivitis Inflamasi 1. 0,1 - 1,0 = Indeks Ordinal
gingiva Gingivitis ringan Gingiva
marginal 2. 1,1 - 2,0 =
atau Gingivitis
peradangan sedang
pada gusi. 3. 2,1 - 3,0 =
Gingivitis berat

F. Prosedur Penelitian

1. Alur Prosedur Penelitian


35

Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1) Sampel dijelaskan mengenai prosedur pemeriksaan dan

menandatangani inform consent untuk persetujuannya.

2) Sampel penelitian mengisi lembar kuesioner dengan panduan

peneliti.

3) Sampel penelitian diinstruksikan kumur-kumur dengan air mineral

sebelum dilakukan pemeriksaan, responden akan diteliti oleh

peneliti dan dibantu dengan Dokter Gigi .

4) Pemeriksaan tingkat kebersihan rongga mulut diukur menggunakan

OHI-S dengan perincian: empat gigi diperiksa permukaan fasialnya

(molar satu atas kanan, insisivus satu atas kanan, molar satu atas

kiri, dan insisivus satu bawah kiri) dan dua gigi diperiksa pada

permukaan lingualnya (molar satu bawah kanan dan kiri). Masing-

masing permukaan gigi dibagi tiga bidang horizontal, yaitu daerah

sepertiga gingiva (gingival third), daerah sepertiga bagian tengah

(middle gingiva), dan daerah sepertiga insisal (incisal third).

Pemeriksaan OHI-S terdiri dari 2 komponen:

a) Pemeriksaan debris index-simplified (DI-S)

Skor dan kriteria DI-S adalah sebagai berikut:

0 : tidak terdapat debris atau stain

1 : terdapat debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3

permukaan gigi, atau terdapat stain yang menutupi

permukaan gigi
36

2 : terdapat debris lunak lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi,

tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 : terdapat debris lunak yang menutup lebih dari 2/3 permukaan

gigi

b) Pemeriksaan calculus index-simplified (CI-S)

Skor dan kriteria CI-S adalah sebagai berikut:

0 : tidak terdapat kalkulus

1 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutupi tidak lebih

dari 1/3 permukaan gigi

2 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 1/3

bagian permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan

gigi atau terdapat bercak kalkulus individual yang terletak

subgingival di sekitar bagian leher gigi, atau keduanya

3 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutup lebih dari 2/3

permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingival yang tebal

dan melingkar, atau keduanya

Skor OHI-S per individu adalah total dari skor DI-S dan CI-S.

Skor dan kriteria klinis OHI-S yaitu:

a. Skor 0 - 1,2 kriteria klinisnya baik


37

b. Skor 1,3 - 3,0 kriteria klinisnya sedang

c. Skor 3,1 - 6 kriteria klinisnya buruk (Staf Bagian Periodonsia

FKG UJ, 2010).

6) Plaque index adalah indeks yang menentukan skore akumulasi plak

gigi. Indeks plak plaque index adalah sebagai berikut:

0 : tidak ada plak

1 : selapis tipis plak yang hanya dapat dilihat dengan sonde atau

disclosing agent

2: akumulasi plak yang cukup banyak, dapat dilihat dengan mata

telanjang

3 : akumulasi yang tebal dari bahan lunak yang mengisi celah

antara tepi gingiva dan permukaan gigi. Regio interdental terisi

dengan akumulasi debris (Manson dan Eley, 2004).

Kriteria penilaian Silness and Loe :

Skor 0 = sangat baik

Skor 0,1-0,9 = baik

Skor 1-1,9 = sedang

Skor 2-3 = buruk

7) Pemeriksaan inflamasi gingiva menggunakan gingival index yang

dilakukan pada empat area gingiva per gigi, yaitu bagian fasial,

mesial, distal, dan lingual atau palatal (dua margin, dua papila)

yang diberi skor antara 0-3. Pemeriksaan dapat dilakukan pada

seluruh atau sebagian gingiva yang mengelilingi gigi dalam rongga


38

mulut Rata-rata skor pada tiap individu dapat dikalkulasikan

dengan menjumlahkan skor pada tiap permukaan gingiva yang

telah diperiksa, kemudian dibagi sesuai dengan jumlah permukaan

gingiva yang diperiksa. Kriteria Indeks Gingiva adalah sebagai

berikut:

0 = Gingiva normal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan

warna, dan tidak ada perdarahan.

1 = inflamasi ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan

sedikit edema, tetapi tidak ada perdarahan saat penyondean

2 = inflamasi sedang : warna kemerahan, adanya edema, mengkilat,

dan terjadi perdarahan saat penyondean

3 = inflamasi berat : warna kemerahan yang nyata, adanya edema,

ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan (Loe dan

Silness, 1963 dalam Manson dan Eley, 2013).

Skor indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut:

0,1 - 1,0 = Gingivitis ringan

1,1 - 2,0 = Gingivitis sedang

2,1 - 3,0 = Gingivitis berat

8) Setelah semua prosedur pemeriksaan selesai, dilakukan

pengolahan dan analisis data.

2. Kualifikasi dan Jumlah Petugas


39

Setelah menyetujui informed consent dan mengisi kuisioner,

sampel yaitu ibu hamil yang telah memenuhi kriteria inklusi akan

melakukan pemeriksaan klinis untuk mengetahui ada tidaknya

gingivitis. Pemeriksaan klinis dilakukan oleh dokter gigi atau seorang

yang telah ahli, sedangkan peneliti bertindak sebagai observer.

3. Bahan dan Alat/ Instrumen Penelitian


a. Bahan/ Instrumen Penelitian
1) Air mineral
2) Handscoon
3) Masker

b) Alat/ Instrumen Penelitian

1) Informed consent

2) Kuisioner

3) Kaca mulut

4) Senter

5) Sonde

4. Analisis Data

Pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

dengan cara memasukkan data-data yang telah terkumpul melalui

pemeriksaan klinis dan kuisioner ke dalam tabel dengan menggunakan

program tertentu dalam computer.

Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam komputer dan

dianalisis menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS)


40

Setelah didapatkan data hasil penelitian, data dianalisis dengan uji

korelasi Spearman (α<0,05), untuk mengetahui besar dan arah

hubungan antara usia kehamilan dengan tingkat gingivitis pada ibu

hamil.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Kesehatan Dasar di Puskesmas


2007, Pusat Data Depkes, Jakarta, hal. 72.

Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland 31th Edition, EGC,
Jakarta, hal. 569, 768, 906.

Ekaputri dan Sjahruddin. 2005. Hubungan Perilaku Wanita Hamil dalam


Membersihkan Gigi dan Mulut dengan Kedalaman Poket Periodontal
selama Masa Kehamilan. M.I. Kedokteran Gigi.

Fiorellini, J.P, 2005. The tooth-supporting structures. In: Newman MG, Takei
HH, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 th Ed.
Philadelphia: WB Saunder Co.
41

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22 th Edition, EGC,


Jakarta, hal. 463,

Guyton, A dan Hall, J. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran 11th Edition,
EGC, Jakarta, hal. 1083-1085.

Hartati, et al. 2011. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


gingivitis pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas talang tegal.
Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan. Vol 7 No 3: 170-189.

Hasibuan, S., 2007, Kehamilan dan manifestasi kehamilan dengan mulut.


Bagian ilmu penyakit mulut Fakultas kedokteran gigi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Hermawan, R. 2010. Menyehatkan Daerah Mulut, BukuBaru, Yogyakarta, hal


8.

Hidayat, A. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi 2.


Jakarta: Salemba Medika.

Irma Z, Indah. dan Intan S, Ayu. 2013. Penyakit Gigi, Mulut, dan THT, Nuha
Medika, Yogyakarta, hal. 22.

Kaunang, Wulan P.J., Wowor, V., dan Arisanty, A.D. 2013. Perilaku
Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Ibu Hamil di Puskesmas Bahu
Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Manson, J.D. dan Eley, B.M. 2013. Buku Ajar Periodonti Edisi 2, Hipokrates,
Jakarta, hal. 1-3, 6, 8, 21, 81, 82, 90, 96, 99.

Newman, M.G., Takei, H., dan Caranza, F.A. 2006. Clinical Periodontology
10th Edition, W.B. Saunders Company, Tokyo, hal. 355, 518.

Noerdin, S. 2001. Perawatan Gigi Pada Ibu Hamil, Review Dental


Manifestation of Pregnancy, Dentika Dental Journal, hal. 95.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Mital, Prachi, Amit, Raisingani, D., Mital, Premlata., Hooja, N., dan Priyanka.
2013. Dental Caries and Gingivitis in Pregnant Women. Scholars
Journal of Applied Medical Sciences (SJAMS) 1(6):718-723.
42

Mumpuni, Y. dan Pratiwi, E. 2013. 45 Masalah dan Solusi Penyakit Gigi dan
Mulut Edisi 1, Rapha Publishing, Yogyakarta, hal. 32-34.

Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta, hal. 95, 275.

Retnoningrum, D. 2006. Gingivitis Pada Ibu Hamil Sebagai Faktor Risiko


Terjadinya Bayi Berat Badan Lahir Rendah Kurang Bulan di RS. dr.
Kariadi Semarang. Dentika Dental Jurnal. Vol 1: 1-8

Rikesdas. 2007. Laporan Nasional 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Desember 2008,
hal. 131, 134, 138

Santoso, O., S.R, W.A., Retnoningrum, D. 2009. Hubungan Kebersihan Mulut


dan Gingivitis Ibu Hamil Terhadap Kejadian Bayi Berat Badan Lahir
Rendah Kurang Bulan di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan Jejaringnya.
Jurnal Media Medika Indonesia 43 (6): 289.

Scully, C. dan Cawson, R.A. 2013. Atlas Bantu Kedokteran Gigi: Penyakit
Mulut, Hipokrates, Jakarta, hal.123.

Sriyono, Widayanti N. 2005. Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan,


Jogyakarta Medika, Fakultas Kedokteran Gigi, UGM, Cetakan ke 1
p.34.

Staf Bagian Periodonsia FKG UJ. 2010. Buku Petunjuk Praktikum Periodonsia,
FKG Universitas Jember, Jember, hal. 83-84.

Stein, Ellen J., MD, MPH; Weintraub ,Jane A., DDS, MPH. 2010. Oral Health
During Pregnancy And Early Childhood: Evidence-Based Guidelines
For Health Professionals, Journal of The California Association,
California Dental Association Foundation, California, hal. 412.

Sugiyono. 2008. Metode penelitian kalitatif dan kuantitatif R & D. Bandung:


Alfabeta.

Surtiana, N. 2011. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan


Periodontal Disease Index (PDI) pada Usia Lanjut di Posbindu Desa
Jayapura Kecamatan Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011.
Skripsi. Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya.

Tjahja N., I dan Lely S., M. A. 2005. Hubungan Kebersihan Gigi dan Mulut
dengan Pengetahuan dan Sikap Responden di Beberapa Puskesmas di
Propinsi Jawa Barat. Artikel Media Litbang Kesehatan 15(4): 1.
43

Wahyukundari, M.H. 2008. Perbedaan Kadar Matix Metalloproteinase-8


Setelah Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita
Periodontitis Kronis. Jurnal PDGI 2010 58(1).

Wulandari, Ika N. 2012. Analisis Status Kesehatan Gingiva Ibu Hamil di


Puskesmas Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember
2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Yoto, H., P. S. Anindita, dan C. Mintjelungan. 2013. Gambaran Gingivitis pada


Ibu Hamil di Puskesmas Tuminting Kecamatan Tuminting Kota
Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Sulawesi
Utara.

Zubardiah, L., Mustaqimah, DN., dan Auerkari, EI. 2012. Effectiveness of


Lawsonia Inermis Linneaus Leaves Infusion in Gingivitis Healing.
Dentika Dental Journal 17(2): 105.

Lampiran 1

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


44

(Informed Consent)

Setelah saya mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan


manfaat penelitian yang berjudul “Hubungan Usia Kehamilan dengan Tingkat
Gingivitis pada Ibu Hamil di Puskesmas Mengwi III Kabupaden Badung Bali”,
saya mengerti bahwa saya diminta untuk mengisi kuisioner dan menjawab
tentang berbagai hal yang berkaitan dengan hubungan gingivitis pada ibu
hamil. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak membawa risiko. Apabila
ada pertanyaan yang menimbulkan respon emosional, penelitian akan
dihentikan dan peneliti akan memmberi dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan
dirahasiakan, dan kerahasiaannya ini akan dijamin. Informasi mengenai
identitas saya tidak akan ditulis pada instrument penelitian dan akan tersimpan
secara terpisah ditempat yang aman.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai
responden atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi atau
kehilangan semua hak saya.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini
atau mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini dengan menandatangani
Surat Persetujuan Menjadi Responden.

Surabaya, ………...................
Responden,

(………………………………..)
Saksi:
1. …………………………………… (tanda tangan)
…………………………………… (nama terang)

2. ……………………….…………... (tanda tangan)


…………………………………… (nama terang)
45

Lampiran 2

KUISIONER

Tanggal:

Pemeriksaan Indeks Gingiva:

6 1 6
6 1 6 = = =
6

Kriteria klinis:

0 = Gingiva normal, tidak ada keradangan, tidak ada perubahan warna,

dan tidak ada perdarahan.

1 = inflamasi ringan : terlihat ada sedikit perubahan warna dan sedikit

edema, tetapi tidak ada perdarahan saat penyondean

2 = inflamasi sedang : warna kemerahan, adanya edema, mengkilat, dan

terjadi perdarahan saat penyondean

3 = inflamasi berat : warna kemerahan yang nyata, adanya edema,

ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan spontan

Skor indeks gingiva:

0,1 - 1,0 = Gingivitis ringan

1,1 - 2,0 = Gingivitis sedang

2,1 - 3,0 = Gingivitis berat


46

Pemeriksaan OHI-S:

a. Pemeriksaan CI-S:

6 1 6
6 1 6
= = =
6

b. Pemeriksaan DI-S:

6 1 6
6 1 6 = = =
6

Skor OHI-S = CI-S + DI-S = + =

Kriteria klinis : baik / sedang / buruk

Keterangan:
Skor 0 - 1,2 = baik

Skor 1,3 - 3,0 = sedang

Skor 3,1 - 6 = buruk


47

Lampiran 3

Tata Cara Pemeriksaan Gingivitis

Tata cara pemeriksaan gingivitis, sebagai berikut:

1. Persilakan pasien pasien duduk pada dental chair, alat yang digunakan

untuk pemeriksaan berupa kaca mulut, sonde, excavator, dan probe

periodontal.

2. Perhatikan ada tidaknya karang gigi, jika ada catat seberapa dalam

karang gigi.

3. Perhatikan ada tidaknya kalkulus, kemudian catat hasil.

4. Perhatikan ada tidaknya resesi gingiva.

5. Kemudian periksa keadaan gigi dan gusi pasien, perhatikan warna gusi

dan apakah terdapat pemberaran gusi dari pasien.

6. Catatlah kelas inflamasi gingiva.

7. Setelah itu pasien berkumur dan pemeriksaan gingivitis selesai.

Anda mungkin juga menyukai