PEMBAHASAN
Menurut Lawrance Green Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-
faktor yang terdapat dari dalam diri dapat terwujud dalam bentuk usia, jenis kelamin,
penghasilan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai –nilai, dan sebagainya.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara ktif mengembangkan pontensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (UU Republik
Indonesia No 20 tahun 2003).
Tingkat pendidikan adalah salah satu penting yang dapat menggambarkan status social
dan dapat menjadi modal dasar untuk pengambilan keputusan dan bertindak. Semakin tinggi
pendidikan semakin udah seseorang menerima informasi serta lebih tanggap terhadap masalah
yang dihadapi, sehingga dapat menentukan alternative terbaik terhadap suatu hal (Suharjo, 2006)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar
untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
(Notoatmodjo, 2012)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Pada kenyataannya, perilaku yang didasari pengetahuan
akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh oengetahuan (Notoatmodjo, 2012)
(Herdiani & Candratika, 2020) dalam artikelnya mengatkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan kebidanan di RSUD Hasanuddin
Damrah Manna Kabupaten Bengkulu. Hasil penelitian didapatkan pengetahuan bidan dalam
kelengkapan pendokumentasian asuhan kebidanan didapat 17 responden pengetahuan kurang
baik dan 21 responden pengetahuan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan bidan di
RSUD Hasanuddin Damrah Manna Kabupaten Bengkulu Selatan sudah baik mengenai
kelengkapan pendokumentasian asuhan kebidanan. Pengetahuan bidan dalam kelengkapan
pendokumentasian asuhan kebidanan sudah baik karena lebih dari sebagian bidan yaitu 21
responden mengetahui pelaksanaan pendokumentasian asuhan kebidanan dengan lengkap dan
benar serta mengetahui pentingnya melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan dengan
lengkap. Diharapkan dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka akan berpengaruh pada
sikap dan perilaku yang baik, khususnya dalam kelengkapan pendokumentasian asuhan
kebidanan.
(Silalahi & Siallagan, 2018) dalam artikelnya mengatakan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan perawat tetang rekam medis dengan kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan
keperawatan. Perbedaan kelengkapan ini mungkin disebabkan oleh kurangnya tingkat
pengetahuan, kesadaran serta motivasi dari mahasiswa DIII Kebidanan tersebut untuk melakukan
proses dokumentasi dengan lengkap. Selain itu pendidikan akademi merupakan pendidikan
profesi pemula sehingga dalam pelaksanaan kerjanya membutuhkan pengalaman serta pelatihan
yang cukup agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Berdasarkan oleh data penelitian
yang telah dilakukan uji statistik, diperoleh nilai p=0,011 dan menunjukkan bahwa hipotesis
yang dikemukakan peneliti terbukti yaitu terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
mahasiswa. Agung Pribadi mengemukakan bahwa perawat yang berpengetahuan rendah
memiliki resiko 6,280 kali lebih besar untuk melakukan dokumentasi yang tidak lengkap.
(N.I.P, Susilani, & Hakam, 2015) dalam artikelnya mengatakan bahwa pengetahuan
petugas kesehatan mempengaruhi kelengkapan rekam medis. Kurangnya pengetahuan tenaga
kesehatan termasuk bidan mengenai pentingnya rekam medis bisa merugikan rumah sakit,
apabila sewaktu-waktu bisa terjadi tuntutan hukum bagi pihak rumah sakit. Lengkap atau
tidaknya rekam medis didapat dari partisipasi dan peran serta petugas kesehatan dimana salah
satunya adalah perilaku petugas kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa lembar
anamnesa oleh bidan yang dinyatakan tidak lengkap lebih banyak daripada lembar anamnesa
oleh bidan yang dinyatakan lengkap sebanyak 38 lembar (53,5%). Perbedaan kelengkapan ini
mungkin disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan yang dilihat dari karakteristik
responden berdasarkan umur dan masa kerja.
(Lum’ah & Pantiawati, 2020) dalam artikelnya mengatakan bahwa pengetahuan petugas
berhubungan dengan kelengkapan rekam medis. Hal ini disebabkan kurang adanya sosialisasi
tentang pengisian dokumen rekam medis pasien rawat inap kepada petugas atau perawat bangsal
yang menyebabkan banyaknya kolom kosong yang seharusnya diisi pada formulir pemberian
edukasi tersebut. Jika formulir rekam medis rawat inap tidak terdapat nama dan tanda tangan
wali penanggung jawab atau tidak lengkap mencantumkan salah satu akan mengakibatkan
petugas rekam medis sulit menentukan wali yang bertanggung jawab terhadap perawatan yang
diberikan kepada pasien. Dari hasil penelitian di RSUD Pandan Arang Boyolali tahun 2012
tentang Analisis Kuantitatif Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap Pada Kasus Chronic
Kidney Disease Triwulan Iv Di Rsud Pandan Arang Boyolali, Berdasarkan hasil
pendokumentasian yang benar (Penggunaan Garis Tetap) dapat diketahui bahwa persentase
penggunaan garis tetap tertinggi terdapat pada formulir ringkasan pasien pulang yaitu 71,43%
sebanyak 40 dokumen rekam medis.
Menurut (Notoatmodjo, 2005) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Gerungan
(2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang suatu objek yang
mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat
atau mengalami sendiri suatu objek
(Rini, Jak, & Wiyono, 2019) dalam artikelnya mengatakan bahwa faktor penyebab
ketidaklengkapan pengisian rekam medis adalah rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman
dari dokter penanggung jawab pelayanan akan pentingnya rekam medis dalam pelayanan rumah
sakit sehingga memerlukan peningkatan sosialisasi mengenai SOP dan kebijakan terkait rekam
medis kepada setiap unit pelayanan secara terpadu dan menyeluruh di RSIA Bunda Aliyah.
Dalam hal ini didapatkan sebagian besar informan dokter penanggung jawab pelayanan
menyampaikan tidak mengetahui adanya landasan Permenkes mengenai rekam medis dan
terdapat penambahan form rekam medis dengan beberapa pertanyaan berulang sehingga
dianggap isinya sama dan tidak perlu ditulis kembali. Selain itu dalam artikel ini juga
menjelaskan sikap dokter penanggung jawab bahwa bila ada form yang tidak lengkap dapat
mengandalkan perawat untuk melengkapi lembar rekam medis tersebut.
(Pepo & Yulia, 2015) dalam artikelnya mengatakan bahwa ada hubungan antara sikap
tenaga kesehatan terhadap kelengkapan rekam medis. Dijelaskan dalam artikel ini bahwa sikap
dokter dengan memberikan catatan diagnosa yang lengkap akan menunjang ketepatan
pengkodean klinis. Begitupula sebaliknya jika dokter tidak memberikan diagnose secara lengkap
maka akan berpengaruh terhadap ketidaktepatan pengkodean klinis. Diagnosa yang tidak
lengkap, selain dapat menambah waktu dan beban kerja coder karena harus membaca
keseluruhan rekam medis untuk memahami keadaan yang dialami pasien sebelum melakukan
pengkodean klinis, juga dapat mempengaruhi ketepatan pengkodean klinis karena diagnosa yang
tidak lengkap menggambarkan tingkat spesifikasi yang rendah yang sangat berpengaruh terhadap
spesifikasi nomor kode yang akan diberikan.
(Metasari & Sugandini, 2021) dalam artikelnya mengatakan bahwa sikap bidan berpengaruh
dalam pendokumentasian asuhan kebidanan. Dalam penelitian ini ditemukan sebagian bidan
masih belum mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan dalam bentuk SOAP,
sebagian besar PMB memilih untuk mengisi buku KIA, partograf dan kartu KB pada setiap
pemberian asuhan kebidanan. Hal ini disebabkan karena banyaknya pasien sehingga tidak
sempat mendokumentasikan secara rinci, pasien sudah membawa ringkasan hasil dokumentasi
asuhannya pada buku KIA, kartu KB, buku periksa dan catatan lain. Bimbingan
pendokumentasian SOAP diperlukan untuk mengubah sikap bidan yang belum terbiasa
mendokumentasikan dengan SOAP. Bimbingan pendokumentasian SOAP yang diperlukan
antara lain terkait dengan sistematika pelaporan, penentuan data focus, sistematis dan mudah
dimengerti, penentuan diagnose sesuai dengan nomenklatur kebidanan, penatalaksanaan dan
evaluasi.
(Gosanti & Ernawaty, 2017) dalam artikelnya mengatakan bahwa sikap petugas
kesehatan mempengaruhi ketidaklengkapan rekam medis. Dalam artikelnya ketidaklengkapan
disebutkan karena mereka memiliki banyak pekerjaan di Puskesmas X juga pasien mengalami
peningkatan, dll. Untuk meminimalkan ketidaklengkapan SOAP, KIE, dan ICD X, petugas
medis perlu mengekspos dengan sosialisasi rekam medis untuk mengingat tanggung jawab
mereka terhadap deskripsi pekerjaan mereka.
Menurut Lawrance Green faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya dalam
hal ini Kelengkapan Pengisian Catatan Medis (KLPCM)
Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dari faktor yang ada diluar
individu dapat terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku petugas kesehatan, kelompok referensi,
perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, peraturan atau norma yang ada. Dalam hal ini contoh
yang berhubungan adalah Standart Pelayanan Minimal (SPM)
Menurut UU No.23 tahun 2014 Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.
Menurut Peraturan Bupati Tentang Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Belitung Timur Tahun 2020-2024 Pasal 1 Ayat 7 Standart Pelayanan Minimal
adalah spesifikasi teknis tentang tolak ukur layanan minimum yang diberikan oleh RSUD kepada
masyarakat.
(Ulum, 2019) dalam artikelnya mengatakan bahwa berdasarkan hasil review identifikasi
pasien menunjukkan bahwa prosentase pengisian identifikasi pasien masih sekitar 60-80%
sehingga hasil tersebut belum memenuhi standart pelayanan minimal rumah sakit yaitu
prosentase kelengkapan pengisian dokumen rekam medis rawat inap harus 100%