BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani: Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah
tangga (house-hold), sedang Nomos berarti aturan, kaidah, atau pengelolaan. Dengan
demikian secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah- kaidah, aturan-
aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab, ekonomi sering
diterjemahkan dengan al- iqtishad, yang berarti hemat, dengan perhitungan, juga
mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit. Jadi, ekonomi adalah mengatur
urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang mampu, ikut terlibat dalam
menghasilkan barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa, lalu seluruh
anggota keluarga yang ada, ikut menikmati apa yang mereka peroleh. Kemudian
populasinya semakin banyak dan dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok
(community) yang diperintah oleh suatu Negara
Adapun istilah ekonomi islam berasal dari dua kata, ekonomi (terjemahan,
economics, economic, dan economy) dan islam (terjemahan: Islamic). Islam adalah kata
bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah,
dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini, adalah pencipta seluruh alam semesta yakni
Allah SWT. Dengan demikian, islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT,
sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat Ali Imran, yang artinya kurang lebih
sebagai berikut: “Sesungguhnya agama atau yang diridhoi disisi Allah adalah islam…”
Ekonomi Islam adalah pengetahuan bagaimana menggali dan mengimplementasi sumber daya
material untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia, dimana penggalian dan
penggunaan itu harus sesuai dengan syari’at Islam.
Ekonomi Islam merupakan bagian dari bentuk usaha duniawi yang bernilai ibadah, juga
merupakan suatu amanah, yaitu amanah dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah (Hablum
minallah) dan kewajiban kepada sesama manusia (Hablum minannas).
Ekonomi islam adalah tata aturan yang berkaitan dengan cara berproduksi, distribusi, dan
konsumsi, serta kegiatan lain dalam rangka mencari ma’isyah (penghidupan individu maupun
kelompok) sesuai dengan ajaran islam (Al Qur’an dan Al Hadits).
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai
identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya
lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai
landasan nilai. Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara
manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah
untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang
kolektif.
Macam-Macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba piutang dan riba jual beli.
Kelompok pertama terbagi menjadi riba Qardh dan Jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua
macam, yaitu riba Fadl dan Nasi’ah.
a) Riba Qardh, yaitu suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(Muqtaridh).2 Maksudnya meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan bagi orang yang meminjami/ mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
1 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008). hlm. 129
2 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008). hlm. 133
b) Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.3
Contoh: Susanto meminjam uang sebesar Rp.5.000.000,00 kepada Adi dan harus dikembalikan
pada waktu 2 minggu, karena Susanto tidak memiliki uang dalam 2 minggu tersebut akhirnya
ia tidak bisa mengembalikannya kepada Adi. Nah, akhirnya hutang Susanto naik 2 kali lipat
dari sebelumnya, dimana Susanto seharusnya mengembalikan uang kepada Adi sebesar
Rp.5.000.000,00 akan tetapi Susanto harus mengembalikan uang sebesar Rp.10.000.000,00.
c) Riba Fadl, yaitu pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda.4
Contoh: tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan
sebagainya.
d) Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya
perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang
diserahkan kemudian.5
Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1
tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan
pembayaran satu tahun.
3. Hukum Riba
Secara garis besar, pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat ganda, karena yang diharamkan al-
qur’an adalah riba yang berlipat ganda saja, yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis
tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenannya, selain riba nasi’ah maka diperbolehkan.
b. Kelompok kedua: mengharamkan riba, baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam
islam, baik besar maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram
hukumnya karena zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutupi pintu ke
riba yang lebih besar.6
6 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008). hlm. 136
1. Larangan-Larangan Riba dalam Al Qur’an
Adapun dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di
antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut:
ِ ِ
B َما ٱ ْلبَيْعُ مث ْ ُل- ُه ْم َقا ُل ٓوا ۟ إِن-س ۚ ذَٰل َك ِبأَن
ل- ٱلربَ ٰوا ۟ ۗ َوأ َ َح B َ Zٱلشيْطَٰ ُن ِم َن ْٱ
- طُ ُه-خب َ َ ل ِذى يَت- َك َما يَ ُقو ُم ٱF- ِ يَ ُقو ُمو َن إFَ ۟ ٱلربَ ٰوا ِ
B لذي َن يَأ ْ ُك ُلو َن- ٱ
ۖ ا ِر-ب ٱلن ُ َص ٰح ْ َ ل ِه ۖ َو َم ْن َعا َد فَأ ُ ۟و ٓلَٰ ِئ َك أ- ف َوأ َ ْم ُرهُۥٓ إِ َلى ٱل َ س َلَ ِهۦ فَٱنت َ َهىٰ فَ َلهُۥ َماBرب- منB ٱلربَ ٰوا ۟ ۚ فَ َمن َجآ َءهُۥ َم ْو ِعظَ ٌۭةB ر َم- ل ُه ٱ ْلبَيْعَ َو َح- ٱل
خَلِ ُدو َن
ٰ ُه ْم ِفي َها
Artinya: ”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah : 275)
ْ ُ Zل ِه فَأ ُ ۟و ٓلَٰ ِئ َك ُه ُم ْٱ- من زَ َك ٰو ٍةۢ تُ ِري ُدو َن َو ْج َه ٱلB ل ِه ۖ َو َمآ َءاتَ ْيتُم- َي ْر ُبوا ۟ ِعن َد ٱلÉَ َاس ف
ض ِعفُو َن ِ - ليَ ْربُ َوا ۟ ِفىٓ أ َ ْم ٰوَ ِل ٱلنB ر ۭبًاB منB َو َمآ َءاتَيْتُم
Artinya: ”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Rum : 39)
Akibat-akibat buruk yang di jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di antaraya:
a. Riba merusak sumber daya manusia
b. Riba merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi
c. Riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
d. Riba menciptakan kesenjangan social
e. Riba Faktor utama terjadinya krisis Ekonomi Global
3. Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian
pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga
bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah
menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat
diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan
nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi
saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at.
Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam
menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian
profit and loss sharing
c. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
f. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka
yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah
yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian
deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.
g. Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan
cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti
terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi
syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa
kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat,
zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar
aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar
kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada orang
yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai
orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan
sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan
(komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam
Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah
pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya
syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam
ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih
banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam
didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun
sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah,
wadi’ah, dan sebagainya.
4. Hikmah di balik larangan riba:
Diantara hikmah dari adanya larangan riba yaitu:
1. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi
hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun
masyarakat.
2. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh si
pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Keuntungannya
diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari
padanya.
3. Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau barang
akan kehilangan rasa sosialnya, egois.
4. Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain yang
lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.
5. Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta benda
dan akhirnya menjadi fakir miskin.
DAFTAR PUSTAKA
Unknown di 22.32
Berbagi
1 komentar: