Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... 2


Daftar Isi .............................................................................................................. 3
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 5
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Ekonomi Islam.......................................................................... 6
2.2 Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.................................................................... 25
2.3 Makna Riba................................................................................................
2.4 Ekonomi Islam dan Pemerataan Kesejahteraan..........................................
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 32
3.2 Saran........................................................................................................... 33
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 34
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekonomi islam di bangun untuk tujuan suci di tuntun oleh ajaran islam dan dicapai
dengan cara-cara yang di tuntunkan pula oleh ajaran islam. Oleh karena itu, ke semua hal
tersebut saling terkait dan terstruktur secara hierarkis, dalam arti bahwa spirit ekonomi islam
tercermin dari tujuannya, dan di topang oleh pilarnya. Tujuan untuk mencapai falah hanya
bisa (Islamic values),dan pilar operasional, yang tercermin dalam prinsip-prinsip
ekonomi (Islam principles). Dari sinilah akan tampak suatu bangunan ekonomi islam dalam
suatu paradigma, baik paradigma dalam berpikir dan berperilaku maupun bentuk
perekonomiannya. Pilar ekonomi islam adalah moral. Hanya dengan moral islam inilah
bangunan ekonomi islam dapat tegak. Moralitas islam berdiri di atas suatu postulat keimanan
dan postulat ibadah. Esensi dan moral islam adalah tauhid. Implikasi dari tauhid, bahwa
ekonomi islam memiliki sifat transcendental ( bukan sekuler), di mana peranan Allah dalam
seluruh aspek ekonomi menjadi mutlak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud ekonomi islam?
2. Apasajakah prinsip-prinsip dalam ekonomi islam?
3. Apakah makna dari riba?
4. Bagaimanakah ekonomi islam dan pemerataan kesejahteraan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui arti dari ekonomi islam;
2. Mengetahui prinsip-prinsip ekonomi islam;
3. Mengetahui makna riba, dan
4. Mengetahui ekonomi islam dan pemerataan kesejahteraan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani: Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah
tangga (house-hold), sedang Nomos berarti aturan, kaidah, atau pengelolaan. Dengan
demikian secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah- kaidah, aturan-
aturan, atau cara pengelolaan suatu rumah tangga. Dalam bahasa Arab, ekonomi sering
diterjemahkan dengan al- iqtishad, yang berarti hemat, dengan perhitungan, juga
mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit. Jadi, ekonomi adalah mengatur
urusan rumah tangga, dimana anggota keluarga yang mampu, ikut terlibat dalam
menghasilkan barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa, lalu seluruh
anggota keluarga yang ada, ikut menikmati apa yang mereka peroleh. Kemudian
populasinya semakin banyak dan dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok
(community) yang diperintah oleh suatu Negara
Adapun istilah ekonomi islam berasal dari dua kata, ekonomi (terjemahan,
economics, economic, dan economy) dan islam (terjemahan: Islamic). Islam adalah kata
bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah,
dan berserah diri. Objek penyerahan diri ini, adalah pencipta seluruh alam semesta yakni
Allah SWT. Dengan demikian, islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT,
sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surat Ali Imran, yang artinya kurang lebih
sebagai berikut: “Sesungguhnya agama atau yang diridhoi disisi Allah adalah islam…”
Ekonomi Islam adalah pengetahuan bagaimana menggali dan mengimplementasi sumber daya
material untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia, dimana penggalian dan
penggunaan itu harus sesuai dengan syari’at Islam.
Ekonomi Islam merupakan bagian dari bentuk usaha duniawi yang bernilai ibadah, juga
merupakan suatu amanah, yaitu amanah dalam melaksanakan kewajiban kepada Allah (Hablum
minallah) dan kewajiban kepada sesama manusia (Hablum minannas).
Ekonomi islam adalah tata aturan yang berkaitan dengan cara berproduksi, distribusi, dan
konsumsi, serta kegiatan lain dalam rangka mencari ma’isyah (penghidupan individu maupun
kelompok) sesuai dengan ajaran islam (Al Qur’an dan Al Hadits).
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Kata Islam setelah “Ekonomi” dalam ungkapan Ekonomi Islam berfungsi sebagai
identitas tanpa mempengaruhi makna atau definisi ekonomi itu sendiri. Karena definisinya
lebih ditentukan oleh perspektif atau lebih tepat lagi worldview yang digunakan sebagai
landasan nilai. Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara
manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah
untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang
kolektif.

2.2 Prinsip-prinsip Ekonomi Islam


Prinsip ekonomi Islam adalah:
1. Kebebasan individu.
2. Hak terhadap harta.
3. Kesamaan sosial.
4. Keselamatan sosial.
5. Larangan menumpuk kekayaan.
6. Larangan terhadap institusi anti-sosial.
7. Kebajikan individu dalam masyarakat.

2.3 Makna Riba


Pengertian Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam istilah linguistik, riba berarti
tumbuh dan membesar. Akan tetapi tidak semua tambahan adalah riba. Dalam istilah fiqih, riba
adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil baik dalam transaksi maupun pinjam
meminjam.1
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian
berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan
denganprinsip muamalat dalam Islam.
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman
adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275: “...padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

Macam-Macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba piutang dan riba jual beli.
Kelompok pertama terbagi menjadi riba Qardh dan Jahiliyah, sedangkan kelompok kedua ada dua
macam, yaitu riba Fadl dan Nasi’ah.
a) Riba Qardh, yaitu suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(Muqtaridh).2 Maksudnya meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan bagi orang yang meminjami/ mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya
kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

1 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008). hlm. 129

2 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008). hlm. 133

b) Riba Jahiliyah, yaitu hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam
tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.3
Contoh: Susanto meminjam uang sebesar Rp.5.000.000,00 kepada Adi dan harus dikembalikan
pada waktu 2 minggu, karena Susanto tidak memiliki uang dalam 2 minggu tersebut akhirnya
ia tidak bisa mengembalikannya kepada Adi. Nah, akhirnya hutang Susanto naik 2 kali lipat
dari sebelumnya, dimana Susanto seharusnya mengembalikan uang kepada Adi sebesar
Rp.5.000.000,00 akan tetapi Susanto harus mengembalikan uang sebesar Rp.10.000.000,00.
c) Riba Fadl, yaitu pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda.4
Contoh: tukar menukar emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras dan
sebagainya.
d) Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya
perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang
diserahkan kemudian.5
Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan
membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram, dan apa bila terlambat 1
tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan
pembayaran satu tahun.
3. Hukum Riba
Secara garis besar, pandangan tentang hukum riba ada dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok pertama: mengharamkan riba yang berlipat ganda, karena yang diharamkan al-
qur’an adalah riba yang berlipat ganda saja, yakni riba nasi’ah, terbukti juga dengan hadis
tidak ada riba kecuali nasi’ah. Karenannya, selain riba nasi’ah maka diperbolehkan.
b. Kelompok kedua: mengharamkan riba, baik yang besar maupun kecil. Riba dilarang dalam
islam, baik besar maupun kecil, berlipat ganda atau tidak. Riba yang berlipat ganda haram
hukumnya karena zatnya, sedang riba kecil tetap haram karena untuk menutupi pintu ke
riba yang lebih besar.6
6 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008). hlm. 136
1. Larangan-Larangan Riba dalam Al Qur’an
Adapun dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di
antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut:

‫ل ُك ْم تُفْلِ ُحو َن‬- ‫ل َه َل َع‬- ‫ ُقوا ۟ ٱل‬-‫ضَ َعفَ ًۭة ۖ َوٱت‬


ٰ ‫ض ٰعَ ۭفًا ;م‬ B ۟ ‫ تَأ ْ ُك ُلوا‬Fَ ۟ ‫ل ِذي َن َءا َمنُوا‬- ‫ٓيَٰأ َ ;ي َها ٱ‬
ْ َ ‫ٱلر َب ٓوٰا ۟ أ‬
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Ali
Imran : 130)

ِ ِ
B ‫ َما ٱ ْلبَيْعُ مث ْ ُل‬-‫ ُه ْم َقا ُل ٓوا ۟ إِن‬-‫س ۚ ذَٰل َك ِبأَن‬
‫ل‬- ‫ٱلربَ ٰوا ۟ ۗ َوأ َ َح‬ B َ Z‫ٱلشيْطَٰ ُن ِم َن ْٱ‬
- ‫طُ ُه‬-‫خب‬ َ َ ‫ل ِذى يَت‬- ‫ َك َما يَ ُقو ُم ٱ‬F- ِ‫ يَ ُقو ُمو َن إ‬Fَ ۟ ‫ٱلربَ ٰوا‬ ِ
B ‫لذي َن يَأ ْ ُك ُلو َن‬- ‫ٱ‬
ۖ ‫ا ِر‬-‫ب ٱلن‬ ُ َ‫ص ٰح‬ ْ َ ‫ل ِه ۖ َو َم ْن َعا َد فَأ ُ ۟و ٓلَٰ ِئ َك أ‬- ‫ف َوأ َ ْم ُرهُۥٓ إِ َلى ٱل‬ َ ‫س َل‬َ ‫ ِهۦ فَٱنت َ َهىٰ فَ َلهُۥ َما‬B‫رب‬- ‫من‬B ‫ٱلربَ ٰوا ۟ ۚ فَ َمن َجآ َءهُۥ َم ْو ِعظَ ٌۭة‬B ‫ر َم‬- ‫ل ُه ٱ ْلبَيْعَ َو َح‬- ‫ٱل‬
‫خَلِ ُدو َن‬
ٰ ‫ُه ْم ِفي َها‬
Artinya: ”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah : 275)

ٍ ‫ا ٍر أ َ ِثيم‬-‫ل َكف‬- ‫ب ُك‬ ِ ُ‫ ي‬Fَ ‫ل ُه‬- ‫ت ۗ َوٱل‬


; ‫ح‬ ِ َ‫ٱلص َد ٰق‬
- ‫ٱلر َب ٰوا ۟ َو ُي ْر ِبى‬
B ‫ل ُه‬- ‫َي ْم َحقُ ٱل‬
Artinya: ”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”. (QS Al-Baqarah : 276)

َ ‫ٱلر َب ٓوٰا ۟ إِن ُكنتُم ;مؤ ِْم ِن‬


{ ِ ِ ِ
B ‫ل َه َوذ َُروا ۟ َما َبقىَ م َن‬- ‫ ُقوا ۟ ٱل‬-‫لذي َن َءا َمنُوا ۟ ٱت‬- ‫ٓيَٰأ َ ;ي َها ٱ‬
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS Al-Baqarah : 278)

ُ ‫سولِ ِهۦ ۖ َو إِن تُبْت ُ ْم فَ َل ُك ْم ُر ُء‬


‫ تُظْ َل ُمو َن‬Fَ ‫ تَظْلِ ُمو َن َو‬Fَ ‫وس أ َ ْم ٰوَلِ ُك ْم‬ ُ ‫ل ِه َو َر‬- ‫م َن ٱل‬B ‫ب‬
ٍۢ ‫ل ْم تَفْ َع ُلوا ۟ فَأْذَنُوا ۟ ِب َح ْر‬- ‫فَ ِإن‬
Artinya: ”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS Al-
Baqarah : 279)

ْ ُ Z‫ل ِه فَأ ُ ۟و ٓلَٰ ِئ َك ُه ُم ْٱ‬- ‫من زَ َك ٰو ٍةۢ تُ ِري ُدو َن َو ْج َه ٱل‬B ‫ل ِه ۖ َو َمآ َءاتَ ْيتُم‬- ‫ َي ْر ُبوا ۟ ِعن َد ٱل‬Éَ َ‫اس ف‬
‫ض ِعفُو َن‬ ِ - ‫ليَ ْربُ َوا ۟ ِفىٓ أ َ ْم ٰوَ ِل ٱلن‬B ‫ر ۭبًا‬B ‫من‬B ‫َو َمآ َءاتَيْتُم‬
Artinya: ”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (QS. Rum : 39)

Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :


َ ‫اه َديْ ِه َو َق‬
‫ ُه ْم‬: ‫ال‬ ِ ‫ش‬ ِ ‫ َو ُم‬، ‫آك َل الربَا‬
ِ ‫ َو َك‬، ‫وك َل ُه‬
َ ‫ َو‬، ‫اتبَ ُه‬ B َ ‫ل ُه َع َليْ ِه َو‬- ‫لى ال‬- ‫ص‬
ِ : ‫ل َم‬- ‫س‬ َ ‫ل ِه‬- ‫ول ال‬
ُ ‫س‬ُ ‫ َل َع َن َر‬: ‫ال‬ ِ ‫َع ْن َجا ِب ٍر ر‬
َ ‫ل ُه َعن ْ ُه َق‬- ‫ضيَ ال‬ َ
‫س َوا ٌء‬
َ
Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya,
penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

2. Dampak dan Hikmah Pelarangan Riba


Riba dapat berdampak buruk terhadap:
1. Pribadi seseorang
2. Kehidupan masyarakat
3. Ekonomi
Riba (bunga) menahan pertumbuhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional
serta kesejahteraan individual dengan cara menyebabkan banyak terjadinya distrosi di dalam
perekonomian nasional seperti inflasi, pengangguran, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan
resersi.·
Bunga menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi. Ia mendorong orang melakukan
penimbunan (hoarding) uang, sehingga memengaruhi peredaranya diantara sebagian besar
anggota masyarakat. Ia juga menyebabkan timbulnya monopoli, kertel serta konsentrasi
kekayaan di tangan sedikit orang. Dengan demikian, distribusi kekayaan di dalam masyarakat
menjadi tidak merata dan celah antara si miskin dengan si kaya pun melebar. Masyarakat pun
dengan tajam terbagi menjadi dua kelompok kaya dan miskin yang pertentangankepentingan
mereka memengaruhi kedamaian dan harmoni di dalam masyarakat. Lebih lagi karna bunga pula
maka distorsi ekonomi seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran terjadi.
Investasi modal terhalang dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu menghasilkan laba
yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekalipun proyek yang
ditangani oleh perusahaan itu amat penting bagi negara dan bangsa. Semua aliran sumber-
sumber finansial di dalam negara berbelok ke arah perusahaan-perusahaan yang memiliki
prospek laba yang sama atau lebih tinggi dari suku bunga yang sedang berjalan, sekaliun
perusahaan tersebut tidak atau sedikit saja memiliki nilai sosial.·
Riba (bunga) yang dipungut pada utang internasional akan menjadi lebih buruk lagi karena
memperparah DSR (debt-service ratio) negara-negara debitur. Riba (bunga) itu tidak hanya
menghalangi pembangunan ekonomi negara-negara miskin, melainkan juga menimbulkan
transfer sumber daya dari negara miskin ke negara kaya. Lebih dari itu, ia juga memengaruhi
hubungan antara negara miskin dan kaya sehingga membahayakan keamanan dan perdamaian
internasional.

Akibat-akibat buruk yang di jelaskan para ekonom muslin dan non-muslim, di antaraya:
a. Riba merusak sumber daya manusia
b. Riba merupakan penyebab utama terjadinya Inflasi
c. Riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi
d. Riba menciptakan kesenjangan social
e. Riba Faktor utama terjadinya krisis Ekonomi Global
3. Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya
perbankan Syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil
bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian
pendapat bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga
bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah
menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat
diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan
nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi
saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at.
Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam
menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:
a. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito.
b. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan atas dasar perjanjian
profit and loss sharing
c. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
d. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u cost plus atas dasar
harga pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
f. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka
yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah
yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian
deposan 60% dari total keuntungan yang di dapat oleh pihak bank.
g. Selain cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari dengan
cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara benar pasti
terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba ke sistem ekonomi
syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa
kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa bukan hanya mereka yang rajin shalat,
zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan larangan Allah swt.
Puasa bukan saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar
aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah mengajarkan agar
kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan riba. Sangat aneh bila ada orang
yang berpuasa dengan taat dan bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai
orang yang beriman yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan
sesungguhnya bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan
(komprehensif) manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam
Islam ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan Allah
pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya
syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
Ayat ini mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam
ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah ekonomi, masih
banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran ekonomi Islam. Ekonomi Islam
didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun
sangat banyak ditemukan ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah,
wadi’ah, dan sebagainya.
4. Hikmah di balik larangan riba:
Diantara hikmah dari adanya larangan riba yaitu:
1. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, tetapi
hanya mengharamkan apa yang sekiranya dapat membawa kerusakan baik individu maupun
masyarakat.
2. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang di peroleh si
pemilik dana bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Keuntungannya
diperoleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari
padanya.
3. Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang meribakan uang atau barang
akan kehilangan rasa sosialnya, egois.
4. Riba dapat menimbulkan kemalasan bekerja, hidup dari mengambil harta orang lain yang
lemah. Cukup duduk di atas meja, orang lain yang memeras keringatnya.
5. Riba dapat mengakibatkan kehancuran, banyak orang-orang yang kehilangan harta benda
dan akhirnya menjadi fakir miskin.

2.4 Ekonomi Islam Dan Pemerataan Kesejahteraan


Menurut An Nabhani dalam bukunya An-Nizam Al-Iqtishadi Fi Al-Islami, sistem ekonomi
Islam ditegakkan di atas tiga asas utama, pertama, konsep kepemilikan (al-milkiyah) ;
Kedua, pemanfaatan kepemilikan (al tasharuf fil al-milkiyah) ; Ketiga, distribusi kekayaan di
antara masyarakat (tauzi’u altsarwah bayna al-naas).
1. Konsep Kepemilikan (al-Milkiyah)
Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta. Bahwa harta pada hakikatnya adalah
milik Allah (Qs. 24: 33). Harta yang dimiliki manusia, sesungguhnya merupakan pemberian
dari Allah (Qs. 57: 7). Kata rizq artinya pemberian (a’tha). Atas dasar ini, kepemilikan atas
suatu barang yang artinya ada proses perpindahan kepemilikan- harus selalu didasarkan pada
aturan-aturan Allah SWT. Seseorang tatkala hendak memiliki sepeda motor, maka cara untuk
mendapatkan kepemilikan sepeda motor, maka cara untuk mendapatkan kepemilikan sepeda
motor tersebut harus didasarkan pada aturan-aturan Allah SWT, misalnya, dengan membeli,
atau diberi hadiah, atau dengan cara-cara lain yang dibenarkan oleh hukum Islam.
Menurut Dr. Husain Abdullah, kepemilikan (milkiyah) dibagi menjadi tiga macam, yakni: (1)
kepemilikan individu (milkiyah fardiyah), (2) kepemilikan umum (milkiyah amah)
dan (3) kepemilikan negara (milkiyah daulah).
a) Kepemilikan Individu (al-Milkiyah Fardiyah)
Kepemilikan individu adalah izin Syaari (Allah SWT) kepada individu untuk
memanfaatkan barang dan jasa. Adapun sebab-sebab pemilikan (asbabu al-tammaluk)
individu, secara umum ada lima macam: 1) Bekerja (al ‘amal), 2) Warisan (al-irts), 3)
Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian Negara (i’thau al-daulah) dari
hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah
pertanian, barang dan uang modal, dan 5) Harta yang diperoleh individu tanpa
harus bekerja.
b) Kepemilikan Umum (al-Milkiyah Amah)
Pemilikan umum adalah izin dari Syaari’ (Allah SWT) kepada masyarakat secara
bersama untuk memanfaatkan benda. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:
• Fasilitas umum, yaitu barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam
kehidupan sehari-haru seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), padang
rumput (hutan).
• Barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan
individu seperti; sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid dan sebagainya.
• Barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,
seperti emas, perak, minyak dan sebagainya.

c) Kepemilikan Negara (al-Milkiyah Daulah)


Kepemilikan negara adalah izin dari Syaari’ atas setiap harta yang hak
pemanfaatannya berada di tangan negara. Misalnya harta ghanimah, fa’i, khumus,
kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang
tidak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. Milik negara digunakan untuk
berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara seperti menggaji pegawai,
keperluan jihad dan sebagainya.
2. Pemanfaatan Kepemilikan (al-Tasharuf al-Milkiyah)
Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh terhadap konsep pemanfaatan
harta milik (tasharuf al-mal), yakni siapa sesungguhnya yang berhak mengelola
dan memanfaatkan harta tersebut Pemanfaatan pemilikan adalah cara -sesuai hukum
syara. seorang muslim memperlakukan harta miliknya. Pemanfaatan harta dibagi
menjadi dua topik yang sangat penting, yakni: (1) Pengembangan harta (tanmiyatu
al-mal), dan (2) infaq harta (infaqu al-mal).
a) Pengembangan Harta (Tanmiyatu al-Mal)
Pengembangan harta adalah upaya-upaya yang berhubungan dengan cara dan sarana yang
dapat menumbuhkan pertambahan harta.
Islam hanya mendorong pengembangan harta sebatas pada sektor riil saja; yakni
sektor pertanian, industri dan perdagangan. Islam tidak mengatur secara teknis
tentang budidaya tanaman; atau tentang teknik rekayasa industri; namun Islam
hanya mengatur pada aspek hukum tentang pengembangan harta.
Demikian pula dalam hal perindustrian, Islam juga mengatur hukum
produksi barang, manajemen dan jasa, semisal hukum perjanjian dan pengupahan.
Islam melarang beberapa aktivitas-aktivitas pengembangan harta, misalnya, riba
nashi’ah pada perbankan, dan riba fadhal pada pasar modal. Menimbun, monopoli,
judi, penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram dan sebagainya.
b) Infaq Harta (Infaqu al-Mal)
Infaq harta adalah pemanfaatan harta dengan atau tanpa ada kompensasi atau
perolehan balik. Islam mendorong ummatnya untuk menginfaqkan hartanya untuk
kepentingan umat yang lain terutama pihak yang sangat membutuhkan. Islam tidak hanya
mendorong kaum muslim untuk memanfaatkan hartanya dengan kompensasi atau perolehan
balik yang bersifat materi saja, akan tetapi juga mendorong ummatnya untuk memperhatikan
dan menolong pihak-pihak yang memperhatikan dan menolong pihak-pihak yang
membutuhkan, serta untuk kepentingan ibadah, misalnya zakat, nafkah anak dan istri,
dorongan untuk memberi hadiah, hibah, sedekah pada fakir miskin dan orang yang
memerlukan (terlibat hutang, keperluan pengobatan dan musibah), infaq untuk jihad fii
sabilillah.
3. Konsep Distribusi Kekayaan (Tauzi al-Tsarwah)
Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan diantara manusia dengan cara
sebagai berikut:
a) Mekanisme Pasar
Mekanisme pasar adalah bagian terpenting dari konsep distribusi. Akan tetapi
mekanisme ini akan berjalan dengan alami dan otomatis, jika konsep kepemilikan
dan konsep pemanfaatan harta berjalan sesuai dengan hukum Islam. Sebab, dalam
kehidupan ekonomi modern seperti saat ini, di mana produksi tidak menjadi
jaminan konsumsi, melainkan hanya menjadi jaminan pertukaran saja, maka
pengeluaran seseorang merupakan penghasilan bagi orang lain. Demikian pula
sebaliknya.
b) Bentuk Transfer Dan Subsidi
Untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam
mekanisme pasar -karena alasan-alasan tertentu, seperti; cacat, idiot dan
sebagainya-maka Islam menjamin kebutuhan mereka dengan berbagai cara sebagai
berikut:
• Wajibnya muzakki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik, khususnya
kalangan fakir miskin.
• Setiap warga negara berhak memanfaatkan pemilikan umum. Negara boleh
mengolah dan mendistribusikannya secara cuma-cuma atau dengan harga murah.
• Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada
yang memerlukan.
• Pemberian harta waris kepada ahli waris.
• Larangan menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.

Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyak-banyaknya


materi. Islam membolehkan tiap manusia mengusahakan harta sebanyak ia mampu,
mengembangkan dan memanfaatkannya sepanjang tidak melanggar ketentuan agama..
Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki sebanyak-banyaknya harta. Bahkan
ada beberapa kewajiban Islam yang menuntut dan membutuhkan kemampuan keuangan
yang cukup. Seperti haji, jihad fi sabilillah, serta kewajiban-kewajiban Islam
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul. 2008. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu


Muhammad. 2007. Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Graha Ilmu
Nur Diana, Ilfi. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang: UIN Maliki Press
Ridwan, Muhtadi. 2011. Geliat Ekonomi Islam. Malang: UIN Maliki Press
Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu
http://neynafn.blogspot.co.id/2015/05/makalah-prinsip-prinsip-ekonomi-islam.html

Unknown di 22.32

Berbagi

1 komentar:

Unknown 12 Desember 2016 pukul 02.30


good
Balas

Anda mungkin juga menyukai