Dosen Pengampuh :
Dra. Susilawati, M. Pd
Zeintia ( 20591218)
PGMI 5G
FAKULTAS TARBIYAH
TAHUN 2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
dengan judul “ Refleksi dalam Tugas dan Pegembangan Profesi melalui Organisasi “ dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Kelompok 12
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
BAB II............................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 7
PENUTUP ...................................................................................................................... 29
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 29
B. Saran .................................................................................................................. 29
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan menelaah dan mempelajari secara saksama keseluruhan kandungan materi
paparan mulai dan Materi 1 hingga Materi 5, kiranya sudah diketahui, dipahami, dan
dihayati apa, mengapa, dan bagaimana sesungguhnya makna yang terkandung dalam
ungkapan Profesi Keguruan atau secara lebih komprehensifnya Profesi Kependidikan
itu.
Dalam Materi I telah dipaparkan hakikat pendidikan serta peran, tugas, dan
tanggung jawab seorang guru di dalamnya, baik sebagai pendidik maupun sebagai
pengajar. Kemudian telah dideskripsikan juga bagaimana alktualisasinya dalam upaya
membantu perkembangan siswa. Di dalam materi 2 telah dipaparkan secara lebih rinci
dan mendalam kompetensi profesional guru baik kompetensi pribadi, sosial, maupun
profesional. Selanjutnya, di dalam materi 3 telah ditunjukkan dengan tegas bahwa
tugas dan pekerjaan sebagai guru itu telah dilegitimasikan dan diinstitusionalisasikan,
dengan peran guru di dalam pembelajaran sebagai fokus utama kajian modul tersebut.
Dalam Materi 4 secara rinci dibahas peran guru di dalam bimbingan dan konseling
serta bagaimana guru memaharni kondisi stres yang mungkin dihadapinya dalam
pekerjaan serta cara mengelola dan mengendalikan stres. Sedangkan Materi 5
memaparkan Kode Etik Kependidikan dengan penerapannya secara operasional. baik
dalam konteks peran guru/pendidik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
masyarakat dan keluarga.Seandainya setiap guru dapat memahami dan menghayati
tugas-tugasnya sesuai dengan kode etiknya secara baik maka diyakini guru tersebut
mampu melaksanakan tugas jabatan profesinya secara baik pula. Apakah di dalarn
kenyataannya memang demikian? Jawabannya. mungkin sampai batas batas tertentu
dapat dikatakan ya, tetapi mungkin pula tidak. Tepatnya jawaban itu belum tentu,
bergantung konteksnya secara kondisional.
Untuk kondisi dewasa ini, kemungkinan alternatif jawaban ketiga itu paling tepat.
dengan sekurang-kurangnya ada tiga alasan. Pertama, para guru diduga kurang
menghayati keterkaitan antara tugas kesehariannya dengan Tujuan Pendidikan Jangka
Panjang (TPJP) yang didambakan, Kedua para guru terutama mereka yang tugas
4
utamanya mengajarkan bidang studi atau mata pelajaran khusus, cenderung lebih
mementingkan dan mengutamakan penguasaan materi pelajaran saja daripada
pembinaan perkembangan pribadi peserta didiknya secara utuh Dengan kata lain, para
guru cenderung kurang menghayati keterkaitan antara tugas kesehariannya dengan
Tujuan Utuh Pendidikan (TUP), yaitu mengembangkan manusia seutuhnya . Ketiga,
diduga sebagian dan para guru memiliki motif dasar keterlibatan dalam tugas
pekerjaannya cenderung lebih sebagai mata pencaharian (living earning) daripada
sebagai panggilan nurani (calling devotion).
Ketiga dugaan hipotetis itu secara akal schat memang dapat diduga lebih lanjut
sebagai kemungkinan ada kaitannya dengan terjadinya kecenderungan kesadaran
moralitas atau budi pekerti peserta didik khususnya dan masyarakat umumnya yang
semakin melemah. Hal itu ditengarai oleh kian maraknya fenomena penyimpangan-
penyimpangan normatif perilaku siswa dan remaja serta masyarakat umummya.
Sungguh, bencana yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan umat
manusia yang berkeadilan, beragama, dan berbudaya di muka bumi mi seandainya
dugaan hipotetis itu mengandung kebenaran.
Meskipun analisis di atas baru berdasarkan pertimbangan akal sehat common
sense), namun para calon guru seyogianya berjaga-jaga untuk mengantisipasinya.
Untuk itu maka marilah kita pelajari dengan saksama bagaimana sebenamya
hubungan atau keterkaitan antara tugas profesional kependidikan, itu, baik dengan
tujuan pendidikan jangka panjang maupun tujuan utuh pendidikan. Selain itu,
bagaimana pula seyogianya setiap guru itu menyikapi tugasnya agar mampu menjadi
panutan yang didambakan. Dalam Materi 6 ini, hal-hal tersebut akan kita pelajari
secara saksarna.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan Tujuan Pendidikan Jangka Panjang (TPJP) dengan Tugas
yang dirancang ( TYD) ?
2. Keterkaitan antara Tujuan Utuh Pendidikan (TUP) dengan Tugas yang Dirancang
(TYD) ?
3. Bagaimana perumusan atau menetapkan tindakan yang mengacu pada Tujuan
Utuh Pendidikan? 4. Menghayati hakikat refleksi profesional (apa, mengapa, dan
bagaimana refleksi profesional) ?
4. Apa sikap guru atau pendidik terhadap tugas-tugasnya ?
5
5. Apa eksistensi organisasi profesi dan manfaatnya bagi pengembangan profesi ?
C. Tujuan Makalah
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam materi ini terdiri dari 2 kegiatan
belajar yaitu:
1. Menambah pemahaman mengenai Refleksi dalam Tugas dan Berbagai Bentukya.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan Organisasi Profesi Guru.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
saja melainkan dapat juga dijabarkan secara operasional dan dapat diamati,
diungkapkan, bahkan sampai batas tertentu dapat diukur indikator-indikatornya
secara empiris (Bloom, Krathwohl, Maxia, 1974).
Persoalannya sekarang, tindakan-tindakan apa sajakah yang seyogianya
dilakukan agar TUP itu dapat diwujudkan rnenjadi kenyataan. Dengan kata lain,
bagaimana menjabarkan dan menerjemahkan dengan tepat TUP ke dalarn bentuk-
bentuk tindakan operasionalnya. Untuk menuju ke arah itu tampaknya kita perlu
mencermati kembali karaktenistik hubungan antara TUP dengan TYD. Sifat-sifat
hubungannya, baik derivatif- vertikal maupun derivatif-horizontal,
mengimplikasikan bahwa tindakan-tindakan yang dimaksudkan seyogianya
dilakukan secara berjenjang dan bertahap. Sebut saja tahapan dan jenjangnya itu
sebagai (1) tingkat struktural (organisasi penyelenggara sistem pendidikan
nasional di tingkat pusat dan daerah); (2) tingkat institusional (satuan pelaksana
penyelenggaraan sistem pendidikan, baik pada jalur/jenjang jenis persekolahan
maupun luar sekolah): dan (3) tingkat operasional (satuan pelaksana kegiatan
proses pembelajaran pendidikan pada jalur jenjang/jienis persekolahan dan
pendidikan luar sekolah).
Pada tingkat struktural (secara makro nasional dan regional), tindakan
tindakan yang seyogianya dilakukan antara lain:
a. Digariskan dan ditetapkan kriteria standar minimal bobot muatan isi
kurikulum berikut proporsi antarkomponennya, serta rambu-rambu prosedur
pengembangannya yang menjamin keterpaduan kontribusi relatif dan
keseluruhan perangkat komponen tersebut secara harmonis, sinergis, dan
sistemik sesuai dengan ketentuan TUP, untuk setiap program studi pada semua
kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
b. Digariskan dan ditetapkan kritenia standar minimal penilaian keberhasilan
sistem pembelajaran pendidikan secara menyeluruh berikut indikator bobot
kontribusi-relatifnya dan keseluruhan perangkat komponen kurikulum/sistem
pembelajaran pendidikan yang terhitung esensial (core componen) sehingga
dipandang merefleksikan tingkat jaminan mutu (quality assurance) atas
ketercapaian TUP. untuk setiap program studi pada semua kategori
jalur/jenjang jenis satuan pendidikan.
c. Diganiskan dan ditetapkan kriteria standar minimal penilaian kelayakan
kuantitatif dan kualitatif bahan sumber pembelajaran bahan ajar yang relevan
8
dengan tuntuan TUP secara menyeluruh dan untuk setiap komponen
kurikulum atau sistem pembelajaran sebagai refleksi jaminan mutu (quality
assurance) kredibilitas setiap program studi pada semua kategori jalur,
jenjang, jenis satuan pendidikan.
d. Digariskan dan ditetapkan kriteria standar minimal penilaian kecocokan dan
kepantasan (fit and proper) kualifikasi guru/tenaga kependidikan secara
profesional sesuai dengan tuntutan TUP sebagai refleksi jaminan mutu
(quality assurance) kredibilitas setiap program studi untuk semua kategori
jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
e. Digariskan dan ditetapkan kriteria standar minimal penilaian kelayakan
prasarana / sarana pendukung (support systems) lainnya sesuai dengan
tuntutan TUP sebagai jaminan mutu (quality assurance) untuk setiap program
studi pada semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
9
komponen maupun totalitas (keseluruhan) sistem pembelajarannya yang
dapat mengungkapkan dan mendeskripsikan profil manusia seutuhnya
yang diharapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan.
• Dipilih atau dikembangkan serta ditetapkan perangkat sumber bahan ajar
serta disediakan secara memadai sesuai dengan tuntutan TUP pada setiap
satuan pendidikan dengan mengindahkan standar kelayakan minimal yang
ditetapkan secara rasional yang mencerminkan keseimbangan, keselarasan,
dan keterpaduan sebagai media pencapaian manusia seutuhnya.
• Dipilih, ditempatkan, ditugaskan, disediakan, dan dikembangkan tenaga
guru secara memadai pada setiap satuan pendidikan dengan mengindahkan
kriteria standar kualifikasi profesional dengan kecocokan dan
kepantasannya, sebagai ujung tombak pelaksana upaya mewujudkan
manusia seutuhnya.
• Dipilih, dikembangkan, dibangun, disediakan secara memadai sumber
daya pendukung Sistem pembelajaran pada setiap satuan pendidikan,
sehingga dapat menjamin tercapainya Prakondisi bagi tumbuh
kembangnya manusia seutuhnya, misalnya sarana, prasarana, dan Fasilitas
pendidikan yang memadai.
10
untuk tidak mengulangi lagi perbuatan atau tindakan yang dipandang salah atau
keliru atau kurang terpuji, menyimpang, bahkan mungkin dapat merugikan pihak-
pihak berkepentingan.
Kemampuan seseorang untuk sanggup dan man merenungkan, memahami,
dan menyadari pengalaman-pengalaman masa lalu dalam hidupnya itulah
merupakan hakikat refleksi diri. Kemampuan seperti itu teramat penting bagi
mereka yang mengemban tugas- tugas profesional terutama yang termasuk
kategori helping profession atau profesi pelayanan bantuan, seperti dokter,
psikiater, guru dan lain-lainnya (Blocher, 1987)
Mengapa kemampuan melakukan refleksi profesional itu dipandang amat
penting dalam kajian keprofesionalan pelayanan bantuan? Jawabannya yang
paling mendasar dapat dikatakan bahwa tugas pekerjaan helping profession itu
sangat erat dengan masalah kelangsungan hidup dan nasib masa depan klien atau
customer. Contohnya, jika konselor keliru mendiagnosis masalah yang dialami
kliennya atau siswa, ia akan memberikan penanganan yang salah, yang pada
awalnya bertujuan membantu, akhirnya justru malah sebaliknya, merusak
perkembangan peserta didik yang bersangkutan. Kekeliruan praktik (malapraktek)
pelayanan bantuan profesional yang dilakukan oleh para pengemban tugasnya
dapat berakibat fatal, baik bagi klien yang bersangkutan (bahkan dapat kehilangan
nyawa) maupun bagi praktikan yang bersangkutan. Bagi profesi keguruan bahkan
dampak itu mungkin lebih jauh lagi, ialah terhadap kinerja pembangunan
kesejahteraan hidup umat manusia. Mochtar Buchori (1994) menekankan betapa
pentingnya kemampuan refleksi profesional itu dimiliki oleh pengemban tugas
kependidikan, khususnya para guru.
Urgensi refleksi profesional itu bagi bidang profesi keguruan lebih mendasar
lagi dengan memperhatikan pertimbangan berikut ini.
a. Meskipun secara umum dan universal telah diakui bahwa bidang pekerjaan
kependidikan itu sebagai suatu profesi, namun posisinya masih belum
sepenuhnya setara dengan profesi yang telah mapan, seperti profesi dokter,
jaksa, dan sebagainya, yang bersifat mandiri. Profesi kependidikan cenderung
masih baru merupakan profesi yang digaji/dibayar oleh instansi yang
mempekerjakannya, terutama pemerintah, dan bukan oleh klien langsung yang
menerima pelayanannya. Tidak mengherankan jika diangkat menjadi PNS itu
11
selalu menjadi dambaan para guru. Padahal di negara yang telah maju tidak
demikian halnya. Menuju globalisasi yang akan bersifat kompetitif (denan
system kontrak kerja) sudah jelas para pemgembang profesi kependidikan dan
keguruan harus selalu berupaya meningkatkan dan mempertahankan standar
kualitas keprofesionalannya agar mampu bersaing (Blocher, 1987).
Perkembangan IPTEK sangat mempengaruhi bidang profesi kependidikan
dan keguruan, terutama dalam hal antara lain: (a) muatan dan kemasan
kurikulum dan bahan ajarnya (curriculum content and learning resources and
materials), (b) strategi dan metodologi atau teknologi pembelajarannya
(teaching strategies and instructional technology), dan (c) manajemen sistem
pendidikan umumnya dan sistem pembelajaran pada khususnya. Pesatnya
kegiatan proyek-proyek penelitian yang dilakukan berbagai pihak semenjak
pertengahan kedua dan abad kedua puluh ini telah mengakibatkan terjadinya
pertambahan akumulasi substansi informasi pengetahuan yang bersifat ganda
hampir ribuan kali dibandingkan masa sebelumnya. Implikasinya, lembaga-
lembaga pendidikan dan para guru harus lebih mampu memilih dan mengemas
kurikulum dan bahan ajar mana yang patut diajarkan sesuai dengan tuntutan
zaman.
Kemudian, pesatnya temuan hasil-hasil uji coba teknologi termasuk
teknologi pendidikan telah mengakibatkan tersedianya banyak alternatif
pendekatan dan sistem pembelajaran, contohnya pendekatan dan sistem
pembelajaran AVA. media cetak dan elektonik, TV/radio, satelit, internet, dan
sebagainya. Implikasinya, guru dan institusi penyelenggara pendidikan harus
mampu memilih sistem pembelajaran yang kinerjanya lebih efektif, efisien,
dan produktif. Dengan semakin berkembangnya arena dan cakrawala bidang
pekerjaan pendidikan, tuntutan kemampuan manajerialnya semakin meningkat
baik pada tataran mikroskopik (PBM), mesoskopik (kelembagaan) maupun
makroskopik (strukturalnya).
14
Dengan melalui refleksi profesional, setiap guru dapat mengenali dan
memahami profil jati diri keprofesiannya. Dengan profil seperti itu guru akan
menyadari di mana letak titik- titik kekuatan, kelemahan, peluang dan juga
hambatan-hambatannya. Atas dasar itu, guru tinggal menentukan bagaimana
seharusnya menyikapi hal itu secara tepat demi kepentingan kelangsungan
masa depannya.
Sebagaimana telah dijelaskan, dengan refleksi profesional, setiap pendidik
atau guru akan mengenal dan memahami jati diri profesionalnya. Langkah
berikutnya ialah bagaimana seyogianya yang bersangkutan menyikapi secara
tepat. Yang seterusnya sudah barang tentu kemungkinan tindak lanjutnya akan
sangat ditentukan oleh kecenderungan-kecenderungan sikap yang
bersangkutan.
Secara umum, Fishbein dan Aizen (1975), menjelaskan bahwa orang akan
menunjukkan tiga. dimensi kemungkinan kecenderungan arah sikap terhadap
suatu hal yang dihadapinya, termasuk profesi kependidikan ataukeguruan di
dalamnya. Kecenderungan pertama orang akan menerima kenyataan apa
adanya. Dengan kemungkinan ia menerima sepenuhnya (strongly agree,
sangat setuju), atau menerima seperlunya (agree, setuju), atas objek yang
disikapinya. Dengan kata lain, yang bersangkutan menyikapi secara positif
atau sangat positif suatu hal yang dihadapinya. Dalam konteks bahan telaahan
ini berarti seorang guru atau pendidik itu menyikapi tugas tugas
profesionalnya secara positif.
Kecenderungan kedua, orang sebaliknya akan menolak (disagree, tidak
setuju) bahkan mungkin secara sadar atau tidak sadar sangat menolak
(strongly disagree, sangat tidak setuju) terhadap suatu hal yang dihadapinya.
Hal itu berarti seorang guru atau pendidik juga, sangat boleh jadi
sesungguhnya menolak atas tugas jabatan profesionalnya, walaupun secara
realitas ia terlibat dengan kegiatan yang bersangkutan.. Dengan kata lain
seorang guru sangat mungkin menyikapi tugas-tugas profesionalnya secara
negatif.
Kecenderungan ketiga, seseorang itu kemungkinan menyikapi suatu hal
yang dihadapinya dengan diliputi keragii-raguan (embivalencies) Dalam hal
tertentu sangat boleh jadi yang bersangkutan dapat menerima dan dalam hal
15
lain ia menolaknya. Hal itu sangat mungkin terjadi pada para guru dalam
menyikapi tugas profesionalnya.
17
Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/kependidikan telah
banyak mengalami diferensiasi dan diversifikasi. Hal mi sejalan dengan terjadinya
diferensiasi dan diversifikasi profesi kependidikan. Sebagaimana dinyatakan
dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6) bahwa "Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan."
Sebutan-sebutan tadi masih akan berdiferensiasi ke dalam yang lebih khusus,
misalnya: guru bidang studi matematika, sains, bahasa, dan sebagainya.
Di banyak negara maju, seperti Jepang. Australia, Kanada, Amerika Serikat,
dan negara-negara Eropa, organisasi profesi guru sudah lebih spesifik yang
mengarah kepada organisasi guru bidang studi, seperti Asosiasi Guru Matematika,
Asosiasi Guru Sains, Asosiasi Guru Geografi, dan sebagainya. Kecenderungan
yang sama telah terjadi juga di Indonesia walaupun masih dalam bentuk yang
belum berkembang pesat.
Beberapa organisasi profesi kependidikan di Indonesia, di samping PGRI,
yang sudah relatif berkembang pesat di antaranya Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia (ISPI). Organisasi ini beranggotakan para sarjana pendidikan dan
berbagai bidang pendidikan, yang di dalamnya mempunyai sejumlah himpunan
sejenis seperti Himpunan Sarjana Pendidikan Biologi. Himpunan Sarjana
Pendidikan Bahasa, dan sebagainya. Organisasi lain yang sudah lebih berkembang
ialah Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dulu bernama
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
ABKIN adalah organisasi profesi konselor Indonesia, yang untuk sementara
sebutan konselor di sekolah masih guru pembimbing/guru BP. ABKIN memiliki
empat divisi, yaitu: (1) Divisi Ikatan Pendidik Konselor Indonesia, (2) Divisi
Ikatan Sarjana Konseling Indonesia, (3) Divisi Ikatan Konselor Indonesia, (4)
Divisi Ikatan Instrumentasi Bimbingan Konseling Indonesia. Asosiasi profesi
konseling ini sudah melangkah lebih jauh untuk merumuskan standar profesi
konseling di Indonesia sebagai standar yang harus dipenuhi oleh para konselor di
Indonesia, bahkan sudah sampai kepada upaya penyelenggaraan program
pendidikan bagi peningkatan profesi konselor bekerja sama dengan perguruan
tinggi (LPTK) dan pemberian lisensi layanan profesional bagi para anggotanya.
18
Asosiasi sejenis telah lahir pula untuk bidang Manajemen Pendidikan. Kurikulum,
Teknologi Pendidikan, dan Evaluasi Pendidikan.
Organisasi kependidikan yang mengarah kepada internasionalisasi profesi, ada
yang disebut Indonesian Society for Special Needs Education (ISSE) dan
Indonesian Society for Adapted Physical Education (ISAPE). Kedua organisasi ini
menaruh kepedulian kepada pendidikan kebutuhan khusus, terutama bagi
kelompok yang mengalami gangguan dalam perkembangan baik secara fisik,
mental, maupun sosial.
Organisasi apa pun yang dibentuk oleh sebuah profesi, akhirnya harus
memberi manfaat kepada para anggota profesi itu terutama di dalam
meningkatkan kemampuan profesional, melindungi anggota dalam melaksanakan
layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan malapraktek
dan layanan profesional.
1) Ciri-ciri Profesi
Secara esensial, sesungguhnya ciri-ciri suatu profesi sudah tersirat
pada pembahasan hakikat suatu profesi. Namun pada pembahasan ini
secara luas akan dikemukakan bagaimana rumusan cini-ciri profesi dan
para ahli, terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Tentu saja, suguhan
ciri-ciri profesi dan para ahli ini sebagai bahan pertimbangan untuk
mendefinisikan suatu profesi yang lebih lengkap dan diterirna oleh banyak
kalangan. Erik Hoyle (1969: 80-85) mengemukakan enam ciri profesi,
yaitu:
➢ A profession perform an essential social service (suatu profesi
menunjukkan suatu pelayanan sosial);
21
➢ a profession is founded up on a systematic body of knowledge
(suatu profesi didasari oleh tubuh keilmuan yang sistematis);
➢ a profession requires a lengthy period of academic and practicel
training (suatu profesi memerlukan suatu pendidikan dan latihan
dalam periode waktu yang cukup lama): d. a profession has a light
degree of autonomy (suatu profesi memiliki otonomi yang tinggi):
➢ a profession has a code of ethics (suatu profesi memiliki kode
etik).
➢ a profession generate in service growth (suatu profesi berkembang
-dalarn proses pemberian layanan).
Menurut Sutan Zanti dan Syahriar Syahrun (1992: 133), suatu jabatan
profesional harus mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu: (a) pekerjaan itu
dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal; (b)
pekerjaan itu mendapat pengakuan dari masyarakat: (e) adaya pengawasan
dan suatu organisasi profesi, seperti IDI, PGRI dan IPBI; (d) mempunyai
kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
profesi tersebut.
Dedi Supniadi (1998: 96) mengemukakan lima ciri suatu profesi.
Pertama, pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena
diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Kedua, profesi menuntut
keterampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang
lama' dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara
sosial dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu
disiplin ilmu (a systematic body of knowledge), bukan sekadar serpihan
atau hanya common sense, Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman
perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap
pelanggar kode etik. Kelima, sebagai konsekuensi profesi secara
perorangan ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial atau materiil.
22
anggotanya. Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai pemersatu seluruh
anggota profesi dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki
fungsi peningkatan kemampuan profesional profesi ini. Kedua fungsi tersebut
dapat Anda simak pada pemaparan berikut ini.
a. Fungsi Pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dan motif yang
mendasarinya (Abin Syamsuddin, 1999: 95), yaitu dorongan yang
menggerakkan para profesional untuk membentuk suatu organisasi
keprofesian. Motif tersebut begitu bervariasi, ada yang bersifat sosial, politik,
ekonomi, kultural dan falsafah tentang sistem nilai. Namun, umumnya
dilatarbelakangi oleh dua motif (Abin Syamsuddin, 1999: 95), yaitu motif
intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik, para profesional terdorong oleh
keinginannya mendapatkan kehidupan yang layak, sesuai dengari tugas profesi
yang diembannya, bahkan mungkin mereka terdorong oleh semangat
menunaikan tugasnya sebaik dan seikhlas mungkin, Secara ekstrinsik, mereka
terdorong oleh tuntutan masyarakat pengguna jasa suatu profesi yang semakin
han semakin kompleks. Dilema ini menyebabkan terjadinya persaingan yang
ketat seirama dengan perkembangan sosio-kultural serta ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengembangan
suatu profesi, yang secara teoretis sangat sulit dihadapi dan diselesaikan secara
individual. Kesadaran atas realitas ini menyebabkan para profesional
membentuk organisasi profesi. Demikian pula organisasi profesi
kependidikan, merupakan organisasi profesi sebagai wadah pemersatu
pelbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas
tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan
mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan
memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan
melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk melindungi (to protect) dan
memperjuangkan kepentingan pana pengemban profesi kependidikan itu
sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
23
Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, Pasal 61
yang berbunyi:
Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah
untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan
profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. Peraturan
Pemerintah tersebut menunjukkan adanya legalitas formal yang secara tersirat
mewajibkan para anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan
kemampuan profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi
kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989: Pasal 31 ayat 4 dinyatakan
bahwa: Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan
kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pernbangunan bangsa.
Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini adalah apa yang disebut
dengan istilah kompetensi (competence), yang oleh Abin Syamsuddin dijelaskan
bahwa kompetensi merupakan kecakapan atau kemampuan mengejakan pekerjaan
kependidikan. Guru yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk
mengerjakan pekerjaan kependidikan disebut sebagai guru yang kompeten
(competent teacher).
Menurut Johnson (Abin Syamsuddin, 1999: 72), kompetensi kependidikan
dibangun oleh enam perangkat kompetensi berikut ini.
➢ Performance component, yaitu unsur kemampuan penampilan kinerja yang
tampak sesuai dengan bidang profesi kependidikan.
➢ Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/substans:
pengetahuan yang relevan dengan bidang profesi kependidikan sebagai
prasyarat (enabling campetencies) hagi penampilan komponen kinerjanya.
➢ Profesional component, yaitu unsur kemampuan penguasaan substansi
pengetahuan dan keterampilan teknis profesi kependidikan sebagai
prasyarat bagi penampilan kinerjanya.
➢ Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian
pendidik/guru sebagai prasyarat yang fundamental bagi keseluruhan
perangkat komponen kompetensi lainnya bagi terwujudnya komponen
penampilan kinerja profesi kependidikan.
24
Peningkatan kemampuan profesional tenaga kependidikan berkaitan dengan
Kurikulum 1994 dapat dilakukan melalui dua program, yaitu program terstruktur
dan tidak terstruktur. Program terstruktur adalah program yang dibuat dan
dilaksanakan sedemikian rupa, mempunyai bahan dan produk kegiatan belajar
yang dapat diakreditasikan secara akademik dalam jumlah SKS tertentu. Dengan
demikian, pada akhir program para peserta akan memperoleh sejumlah SKS yang
pada gilirannya dapat disertakan dengan kualifikasi tertentu tenaga kependidikan.
Program tidak terstruktur adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga
kependidikan yang dibuka berdasarkan kebutuhan tertentu sesuai dengan tuntutan
waktu dan lingkungan yang ada. Tercakup dalam program tidak terstruktur ini
adalah:
a) penataran tingkat nasional dan wilayah;
b) supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas atau pejabat yang terkait,
seperti Kepala Sekolah, Kepala Bidang, Kakandep:
c) pembinaan dan pengembangan sejawat, yaitu dengan sesama tenaga
kependidikan sejenis melalui forum komunikasi, seperti MGP
(Musyawarah Guru Pembimbing), MGBI (Musyawarah Guru Bahasa
Indonesia), dan sebagainya: d. pembinaan dan pengembangan individual,
yaitu upaya yang dilakukan atas inisiatif sendiri dengan berpartisipasi
dalam seminar, lokakarya atau forum ilmiah lainnya.
27
bersifat profesional. Beberapa bentuk partisipasi (guru) dalam organisasi profesi
guru/ kependidikan bisa berupa :
a. Aktif mengomunikasikan berbagai pikiran dan pengalaman yang mengarah
kepada pembaharuan dan perbaikan mutu pendidikan. Komunikasi ini bisa
dalam bentuk seminar, simposium, dan sejenisnya atau komunikasi tertulis
dalam bentuk jurnal profesi.
b. Secara aktif melakukan evaluasi diri, baik secara perorangan maupun
kelompok dalam hal praktek-praktek profesional (pendidikan) dengan
mengacu kepada standar profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
Setiap profesi mesti memiliki standar profesi baik untuk praktik maupun
proses pendidikan, dan standar itu dijadikan patokan bagi praktik dan layan
profesi di masyarakat. Seorang guru profesional mesti secara aktif melakukan
evaluasi apakah dirinya sudah melakukan praktik atau layanan pendidikan
dengan mengacu kepada standar profesional itu.
c. Bentuk partisipasi lain yang lebih menyangkut kepada segi internal pribadi
guru itu sendiri. Partisipasi ini ialah dalam bentuk mewujudkan perilaku dan
sikap profesional dalam kehidupan dan lingkungan kerja guru. ini merupakan
partisipasi ke dalam diri tetapi memiliki dampak besar terhadap organisasi
profesi. Disiplin, tanggung jawab, sikap profesional yang dilakukan guru di
dalam melaksanakan layanan pendidikan kepada anak akan memperkokoh
eksistensi dan identitas profesi, dan akan membentuk rekognisi atau
pengakuan masyarakat terhadap pekerjaan guru sebagai suatu profesi bahwa
pekerjaan guru tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang karena terikat pada
standar perilaku profesi.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Refleksi dalam tugas dan pengembangan profesi melalui organisasi pada modul
ini, diharakan para tenaga kependidikan/keguruan di lapangan memiliki dasar-dasar
yang kuat serta memiliki kepribadian yang dapat diteladani oleh masyarakat, bangsa
dan negara.
Agar ada kesesuaian antara Tujuan Pendidikan Jangka Panjang (TPJP). Tujuan
Utuh Pendidikan (TUP) dengan Tugas Yang dirancang (TYD) diperlukan tindakan
tindakan yang sistemik. Tindak tersebut hendaknya dilakukan pada (1) tingkat
structural (organisasi penyelenggara sistem pendidikan nasional di tingkat pusat dan
daerah): (2) tingkat institusional (satuan pelaksanaan penyelenggaraan sistem
pendidikan, baik pada jalur, jenjang, jenis persekolahan maupun luar sekolah); dan (3)
tingkat operasional (satuan pelaksana kegiatan proses pembelajaran dan pendidikan
pada jalur, jenjang, jenis persekolahan dan pendidikan luar sekolah). Untuk lebih
meningkatkan dan mengangkat citra profesi kependidikan, seorang guru, selain harus
mampu mengejawantahkan TPJP, dan TUP. pada TYD, ia juga dipandang perlu untuk
melakukan refleksi profesional dan memilih serta memutuskan tindakan-tindakan
positif demi kemajuan profesi kependidikan ini.
Profesi merupakan jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian tanggung
jawab dan kesetiaan dalam mengabdikan diri. Keahlian itu pada umumnya diperoleh
melalui suatu pendidikan formal dalam jangka waktu tertentu dan relatif lama. Dalam
melaksanakan tugas keprofesiannya, pengemban suatu profesi harus
mempertanggungjawabkannya kepada dirinya sendiri, lembaga dan organisasi
masyarakat, dan kepada Tuhannya. Unsur pengabdian menjadi sangat utama baginya,
sehingga sikap altruisme sangat diperlukan oleh seorang pengemban suatu profesi.
B. SARAN
Makalah yang kami buat ini masih banyak kekuranggannya, dan masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu Kami mohon kritik, saran serta masukan-masukan
dari rekan- rekan yang membaca makalah kami, agar kedepannya dalam pembuatan
makalah kami bisa lebih baik lagi.
29
DAFTAR PUSTAKA
Blocher,D.H. (1987). The Profesional Counselor. New York: Mac Millan. Buchori, M.
(1994). Ilmu pendidikan dan Praktik Pendidikan dalam Renungan. JAKARTA:
30