Anda di halaman 1dari 15

l.

ASPEK PELUANG USAHA

A. ANALISA PASAR DAN PEMASARAN

a) JENIS PRODUK
b) STRATEGI PEMASARAN
b.1. SEGMENTASI PASAR

b.2. TARGET PEMASARAN

b.2.1. WILAYAH PEMASARAN


b.2.2. JUMLAH/TARGET KONSUMEN (SASARAN
BIDIK)

B.ANALISA KEUANGAN

1.ANALISA BIAYA PRODUKSI

 PENGERTIAN BIAYA
 PENGERTIAN BIAYA PRODUKSI
 PENGERTIAN BIAYA OPERASIOANAL
 PENGERTIAN BIAYA NON OPERASIONAL
 PENGERTIAN BIAYA OVERHEAD PABRIK (BOP)
 PENGERTIAN BIAYA TETAP (FIXED COST)
 PENGERTIAN TIDAK TETAP(VARIABLE COST)
 PENGERTIAN BREAK EVENT POINT(BEP)
 PENGERTIAN PAY BACK PEROID (BPB)
 PENGERTIAN RETURN ON INVESTASI(ROI)

2.PERHITUNGAN BIAYA PRODUKSI

 TABEL KEBUTUHAN BAHAN BAKU DAN BAHAN


PEMBANTU
 BIAYA OVERHEAD PABRIK(BOP)
 BIAYA TENAGANA KERJA LANSUNG
 BIAYA PRODUKSI/UNIT

3.ANALISA BREAK EVENT POIN (BEP)

4.ANALISA PAY BACK PEROID (PBP)

5.ANALISA RETURN ON INVESTASI (ROI)

C.KELAYAKAN PELUANG USAHA

KESIMPULAN DARI HASIL ANALISA DI ATAS


RUMUS

1.ANALISA BREAK EVENT POINT (BEP)

A. BEP UNIT = (BIAYA TETAP )/ (HARGA PER UNIT- BIAYA VERIABLE


PER UNIT)
B. BEP RUPIAH = ( BIAYA TETAP) / ( KONSTRIBUSI MARGIN PER UNIT /
HARGA PER UNIT)

KETERANGAN

A) BEP UNIT / RUPIAH = BEP DALAM UNIT (Q) DAN BEP DALAM
RUPIAH(RP)
B) BIAYA TETAP = BIAYA YANG JUMLAHNYA TETAP WALAUPUN USAHA
NANDA TIDAK SEDANG BERPRODUKSI
C) BIAYA VARIABLE= BIAYA YANG JUMLAHNYA MENINGKAT SEJALAN
PENINGAKTAN JUMLAH PRODUKSI SEPERTI BAHAN BAKU, BAHAN
BAKU PEMBANTU, LISTRIK, BAHAN BAKAR, FDAN LAIN LAIN
D) HARGA PER UNIT= HARGA JUAL BARANG ATAU JASA PERUNIT YANG
DIHASILKAN

2. RUMUS PAYBACK PEROID

(INVENTASI AWAL/ PENDAPATAN BERSIH) X 1 TAHUN

3. RUMUS ROI

(LABA/ INVENTASI) X 100%

LITERATUR

1. STRATEGI MARKETING PLAN

C.M LINGGA PURNAMA,MM

PT. GRANMEDIA PUSTAKA UTAMA.2001

2.BUDGETING PERUSAHAN

DSR.DANANG SUNOYO,SH,SE,MM

CAPS( CENTER FOR ACADEMIC PUBLISHING SERVICES0, 2012


3.MENGGALI PONTENSI WIRAUSAHA

Ir. Harmaizar ,dkk

CV. DIAN ANUGERAH PRAKARSA,2006

4.AKUNTASI PENGANTAR 1(EDISI KE 7)

SMAET SUGIRI

BOGAT AGUS RIYONO

UNIT PENERBIT PERCETAKAN

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN YKPN,2008


I

Pengertian Biaya Produksi, Jenis, & Cara


Menghitungnya
  

Biaya produksi adalah salah satu aspek terpenting laporan keuangan.

Biaya produksi adalah komponen penting dalam penyusunan harga jual di pasaran.
Agar terhindar dari kerugian, Anda sebagai pengusaha harus menghitung secara
terperinci biaya produksi, mulai dari bahan baku hingga biaya tak terduga lainnya.

Apa Itu Biaya Produksi?


Dalam operasional bisnis, pengertian biaya produksi adalah sejumlah dana yang
dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka melakukan pengolahan dan produksi
bahan baku demi terciptanya suatu produk.
Biaya produksi diperlukan untuk mengetahui harga jual suatu produk. Setelah
seluruh biaya produksi dihitung, perusahaan bisa membaginya dengan total output
yang dihasilkan dari biaya tersebut dan menetapkan harga lengkap dengan margin
labanya.

Jenis Jenis Biaya Produksi


Secara garis besar, biaya produksi perusahaan ada dua jenis, yaitu biaya produksi
eksplisit dan implisit. Selengkapnya tentang penjelasan dua jenis biaya produksi
tersebut adalah sebagai berikut.

1. Biaya Eksplisit (Langsung)


Biaya eksplisit atau langsung merupakan jenis biaya produksi yang dialokasikan
perusahaan dalam membeli sejumlah kebutuhan dengan pembayaran tunai. Dalam
hal ini, contoh biaya produksi adalah pembelian bangunan, tanah, mesin, gaji
karyawan, dan bahan baku.
Jenis biaya produksi eksplisit akan dicatat secara langsung dalam laporan
keuangan. Besaran biaya langsung seringkali berbeda setiap waktunya. Mengingat
harga bahan baku atau kebutuhan lainnya mengalami naik turun.

2. Biaya Implisit (Tersembunyi)


Terakhir, jenis biaya produksi adalah biaya implisit (tersembunyi). Biaya implisit
merupakan pengeluaran perusahaan dalam memberikan fasilitas produksi tanpa
mempengaruhi proses manufaktur secara langsung. Namun hasilnya dirasakan
dalam jangka panjang. Biasanya biaya tidak langsung ini dimasukkan dalam biaya
overhead. Contoh biaya produksi eksplisit yaitu perawatan mesin, pelatihan SDM,
biaya sewa, dan sebagainya.

Komponen Biaya Produksi


Komponen biaya produksi terdiri dari biaya tetap, variabel, rata-rata, marginal, dan
total. Berikut penjelasan masing-masing komponen biaya produksi.

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)


Biaya tetap adalah komponen biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan
dengan besaran tetap dan tidak akan berubah walaupun kapasitas produksi
meningkat atau menurun. Keuntungannya, perusahaan dapat membuat anggaran
dana secara pasti. Contoh biaya produksi tetap yaitu sewa pabrik, gaji SDM
bulanan, modal mendirikan bangunan.
2. Biaya Variabel (Variable Cost)
Terdapat beberapa pengeluaran yang tidak bisa dipastikan besaran nominalnya
karena akan mengalami perubahan. Dalam hal ini, komponen biaya produksi adalah
biaya variabel.
Besaran biaya variabel tergantung jumlah output. Saat tingkat produksi semakin
tinggi, maka biaya variabel juga ikut meningkat. Sebaliknya, jumlah produksi rendah,
maka biaya variabel akan menurun. Tetapi, biaya variabel hanya dibutuhkan ketika
proses produksi sedang berlangsung. Contoh biaya variabel yaitu bahan baku.
3. Biaya Rata-Rata (Average Cost)
Biaya rata-rata adalah hasil pembagian total pengeluaran dan besaran hasil
produksi besaran sehingga didapatkan harga per satuan produk. Dengan biaya
tersebut, perusahaan dapat mengukur persentase laba.
4. Biaya Marginal
Selanjutnya, komponen biaya produksi adalah biaya marginal. Biaya marginal
merupakan biaya pengeluaran modal perusahaan dilakukan secara fleksibel.
Biasanya, biaya marginal dikategorikan sebagai biaya tambahan agar produksi
meningkat. Perhitungannya akan ditambahkan bersama biaya variabel.
Tujuan alokasi biaya marginal yaitu agar perusahaan mampu memaksimalkan
aktivitas operasional sehingga mendapat keuntungan lebih tinggi. Dalam komponen
ini, contoh biaya produksi adalah saat terjadi peningkatan kuantitas produksi
sehingga diadakan biaya marginal.

5. Biaya Total
Biaya total merupakan komponen biaya produksi dari penjumlahan biaya variabel
dan campuran. Perhitungan biaya total dilakukan setelah produksi selesai. Hasil
akhir ini merupakan total dana yang dikeluarkan perusahaan selama proses
produksi dan akan diolah sebagai pertimbangan penetapan harga jual.

Unsur Biaya Produksi


Proses produksi tidak hanya melibatkan pengolahan bahan baku saja. Terdapat
unsur lain yang patut diperhitungkan dalam biaya produksi. Oleh sebab itu,
beberapa unsur biaya produksi wajib ada, antara lain:

1. Biaya Bahan Baku


Bahan baku merupakan aspek terpenting dalam produksi suatu produk. Sehingga
unsur biaya produksi adalah biaya bahan baku. Biaya pengeluaran ini digunakan
dalam memenuhi kebutuhan bahan material/baku agar terciptanya suatu produk.
Hasilnya, bahan baku ini terlihat secara fisik.
2. Biaya Sumber Daya Manusia
Dalam proses pengolahan bahan baku menjadi suatu produk memerlukan bantuan
mesin dan tenaga manusia. Keterlibatan sumber daya manusia membuat
perusahaan wajib memberikan upah sebagai ganti tenaga yang telah dikeluarkan.
Sehingga, unsur biaya produksi adalah biaya sumber daya manusia. Biaya ini
dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk gaji bulanan atau dalam periode tertentu
sesuai kesepakatan.
3. Biaya Overhead Pabrik
Terakhir, unsur biaya produksi adalah biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik
merupakan pengeluaran perusahaan terhadap kebutuhan manufaktur dan secara
tidak langsung berkaitan dengan hasil produksi. Dapat dikatakan, biaya overhead
pabrik yaitu besaran dana untuk keperluan penunjang proses produksi. Dari
penjelasan tersebut, contoh biaya produksi adalah biaya listrik, perawatan mesin
pabrik, dan sebagainya.
Teori Biaya Produksi
Sebelum menginjak pembahasan cara menghitung biaya produksi, sebaiknya Anda
perlu mengetahui teori biaya produksi. Adapun penjelasan teori biaya produksi
adalah sebagai berikut.

1. Full Costing
Teori biaya produksi pertama yakni full costing. Full costing adalah metode
perhitungan biaya produksi dengan menjumlahkan seluruh unsur biaya produksi
dalam perilaku tetap dan variabel. Jadi seluruh biaya bahan baku, sumber daya
manusia, dan overhead akan dijumlah hingga menghasilkan biaya full costing.
2. Variable Costing
Ada pula cara perhitungan biaya produksi hanya melibatkan biaya variabel saja
dengan unsur biaya produksi sama. Kondisi demikian masuk dalam teori biaya
produksi adalah variable costing. Namun sangat jarang perusahaan menggunakan
metode tersebut karena biaya tetap tidak akan muncul nantinya.

Cara Menghitung Biaya Produksi


Setelah mengetahui berbagai jenis biaya produksi, di bawah ini dijelaskan cara
menghitung biaya produksi sehingga Anda bisa menetapkan harga jual suatu
produk.

1. Tentukan Penggunaan Teori Biaya Produksi


Pertama, cara menghitung biaya produksi adalah menentukan penggunaan teori
biaya produksi. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan teori biaya produksi
untuk digunakan dalam perhitungan akhir. Anda dapat menyesuaikan kondisi
keuangan perusahaan dengan teori biaya produksi yang cocok.
2. Susun dan Total Pembelian Bahan Baku
Setelah menentukan metode yang tepat, silahkan buat list seluruh bahan baku
terbeli beserta harga per satuannya. Kemudian, jumlahkan seluruh harga pembelian
bahan baku. Adapun rumus biaya produksi adalah berikut ini:
Sisa awal bahan baku + pembelian bahan baku – sisa akhir bahan baku = biaya
bahan baku telah digunakan
3. Rincikan dan Jumlahkan Biaya SDM
Langkah selanjutnya yaitu membuat perhitungan rinci terkait jumlah sumber daya
manusia yang dipekerjakan beserta posisi dan besaran upah masing-masing. Lalu,
total seluruh gaji masing-masing tenaga kerja. Hasil akhir tersebut merupakan biaya
sumber daya manusia dan digunakan dalam perhitungan harga produksi.
4. Buat Perhitungan Biaya Overhead
Berikutnya, perhitungan unsur biaya produksi adalah biaya overhead. Setiap periode
produksi bisa saja alokasi dan besaran biaya ini berbeda-beda. Catat seluruh
pengeluaran biaya overhead secara terperinci baik kuantitas dan harganya. Buat
perhitungan biaya dari seluruh pengeluaran tersebut.
5. Jumlahkan Seluruh Biaya Pengeluaran
Semua besaran total masing-masing unsur biaya produksi telah diketahui.
Selanjutnya, cara menghitung biaya produksi adalah melakukan penjumlahan
seluruh biaya pengeluaran baik secara variabel atau tetap. Anda bisa menerapkan
rumus biaya produksi di bawah ini dalam perhitungannya.
Total Biaya Produksi = Total Biaya Bahan Baku + Total Biaya Sumber Daya
Manusia + Total Biaya Overhead Produksi
6. Tetapkan Harga Pokok Produksi Setiap Produk
Terakhir, silahkan menetapkan harga pokok produksi setiap produk melalui cara
membagi total biaya produksi akhir dengan total kuantitas produk. Selain cara
tersebut, Anda juga bisa menggunakan rumus biaya produksi ini.
Harga Pokok Produksi = (Jumlah biaya produksi + Sisa awal persediaan barang saat
proses produksi – sisa akhir persediaan barang saat proses produksi) : kuantitas
produk
Di atas merupakan penjelasan lengkap terkait pengertian biaya produksi, jenis,
unsur, komponen, dan cara menghitung biaya produksi. Biaya produksi adalah hal
yang wajib ada saat menyusun laporan keuangan dan penting dalam perhitungan
harga jual suatu produk

Return On Investment (ROI): Pengertian dan Cara Menghitung

Salah satu keharusan bagi setiap pebisnis adalah memahami ROI (return on
investment) atau tingkat pengembalian investasi secara keseluruhan dalam bisnis
yang mereka jalankan. Di artikel Mekari Jurnal ini akan menjelaskan cara
menghitung ROI (return on investment) serta rumus atau formula yang digunakan.

Alasan utama dari pentingnya memahami ROI adalah karena merupakan tolok
ukuran keuntungan bisnis yang paling tepat.

Dengan mengetahui tingkat pengembalian investasi, segala kegiatan operasional


dapat dievaluasi tingkat pengembalian investasinya.

Beberapa pakar keuangan di Tanah Air menganggap ROI sebagai uang atau aset
yang diperoleh atau hilang dalam proses investasi sebuah bisnis.

Dalam hal ini, investasi mengacu pada pembelian aset, modal, dan anggaran yang
diperlukan sebagai biaya investasi.

Untuk penjelasan yang lebih mendalam, mari simak serba-serbi tentang tingkat
pengembalian investasi di bawah ini.

Pengertian Return On Investment (ROI)

Return on invesment (ROI) adalah rasio yang menunjukkan hasil dari jumlah aktiva
yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang efisiensi manajemen.

Rasio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang dikendalikan dengan
mengabaikan sumber pendanaan, rasio ini biasanya diukur dengan persentase.
Dalam banyak kasus, ROI digunakan untuk menghitung berapa nilai suatu investasi.
Misalnya, investor ingin mengetahui potensi ROI dari suatu investasi sebelum
memberikan dana apa pun ke perusahaan.

Menghitung potensi atau return on investment keuangan aktual perusahaan


biasanya melibatkan pembagian pendapatan atau laba tahunan perusahaan dengan
jumlah investasi awal atau saat ini.

ROI juga digunakan untuk menggambarkan “biaya peluang,” atau pengembalian


yang diberikan investor untuk berinvestasi di perusahaan.

Jika seorang pemilik bisnis menginvestasikan uang mereka di pasar saham, mereka
dapat mengharapkan untuk menerima pengembalian tahunan minimal 5%.

Dengan menginvestasikan uang yang sama di sebuah perusahaan, pemilik akan


mengharapkan untuk melihat return on investment yang serupa, jika tidak lebih
tinggi, untuk uang mereka.

Perusahaan bahkan menggunakan return on investment untuk mengukur


keberhasilan proyek tertentu.

Jika pemilik bisnis menginvestasikan uang dalam kampanye iklan, mereka akan
menganalisis penjualan yang dihasilkan oleh iklan dan menggunakan informasi
tersebut untuk menentukan ROI.

Jika uang yang dihasilkan melebihi jumlah yang dibelanjakan, maka bisnis dapat
menganggapnya sebagai ROI yang dapat diterima.

Saat menghitung ROI tahunan, Anda mencari laba atas investasi tahunan rata-rata
yang diperoleh selama periode investasi.

Ini menunjukkan kepada Anda seberapa menguntungkan usaha itu, yang sangat
membantu, karena ROI tidak termasuk periode holding investasi dalam formulanya.

ROI tahunan dapat membantu Anda menganalisis dan membandingkan kinerja


investasi Anda selama periode waktu tertentu.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Return On Investment (ROI)

Berikut adalah faktor yang dapat mempengarhui return on investement (ROI):

1. Turnover dari operating assets atau tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk


kegiatan operasional, yaitu kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu
periode tertentu.
2. Profit margin, adalah besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam bentuk
persentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin dapat mengukur tingkat
keuntungan perusahaan dan dihubungkan dengan penjualannya.

Return on investment sebagai bentuk teknik analisa rasio profitabilitas sangat


penting dalam suatu perusahaan.
Pengusaha dapat mengetahui seberapa efisien perusahaan guna memanfaatkan
aktiva untuk kegiatan operasional dan dapat memberikan informasi ukuran
profitabilitas perusahaan.

Manfaat atau Kegunaan Analisis Return on Investment

Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi yang baik, maka manajemen
dengan menggunakan teknik analisa ROI dapat mengukur efisiensi penggunaan
modal yang bekerja, efisiensi produksi, dan efisiensi bagian penjualan.

Apabila perusahaan mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh rasio


industri, maka dengan analisa ROI dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal
pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat
diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-rata.

Dengan demikian akan dapat diketahui di mana kelemahan dan kekuatan


perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis.

Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh masing-masing divisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan
semua biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan.

Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing
produk yang dihasilkan oleh perusahaan.

ROI selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan
perencanaan.

Misalnya return on investment adalah dapat digunakan sebagai dasar untuk


pengambilan keputusan jika perusahaan akan mengadakan ekspansi.

Kelemahan Analisis Return On Investment (ROI)

Salah satu kelemahan ROI adalah sulitnya dalam membandingkan ROI suatu
perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis.

Hal ini karena terkadang praktik akuntansi yang digunakan oleh masing-masing
perusahaan berbeda-beda.

Perbedaan metode dalam penilaian berbagai aktiva antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain dapat memberi gambaran yang salah.

Kelemahan lain dari teknik analisa ini adalah terletak pada adanya fluktuasi nilai dari
uang (daya belinya).
Cara Menghitung Return on Investment (ROI)

ROI bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya.

Rumus atau formula sebagai cara menghitung ROI atau return of investment adalah


sebagai berikut:

ROI= (Pendapatan Investasi-Biaya Investasi) / Biaya Investasi x 100%

Perhatikan contoh berikut ini:

Misalnya, jika investasi sebesar Rp10.000.000 menghasilkan penjualan sebesar


Rp15.000.000, berarti diperoleh laba sebesar Rp5.000.000.

Maka secara sederhana perhitungan return on investment (ROI) dalam presentase


menggunakan rumus atau formula di atas adalah:

ROI =  (Rp15.000.000-Rp10.000.000)

Rp 10.000.000x 100%

ROI = 50%

Dari perhitungan sesuai rumus atau formula di atas, dapat


disimpulkan tingkat return on investment (ROI) adalah sebesar 50%.

Cara Menghitung Payback Period pada Studi Kelayakan Bisnis

Payback Period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan nilai
investasi yang telah dikeluarkan.

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Payback Period dalam dunia bisnis
dapat disebut juga dengan Periode Pengembalian Modal. Pelaku usaha dan investor
sering menggunakan metode

Payback Period ini sebagai penentu atau kriteria dalam mengambil keputusan
investasi apakah secara finansial layak untuk menginvestasikan modalnya ke suatu
proyek atau tidak. Oleh karenanya diperlukan pengetahuan cara menghitung
Payback Period itu sendiri.

Jika suatu proyek yang periode pengembalian keuntungannya sangat lama tentunya
kurang menarik bagi sebagian besar pelaku usaha ataupun investor.

Pengertian Payback Period


Pengertian Payback Period menurut Dian Wijayanto dalam bukunya “Pengantar
Manajemen” terbitan tahun 2012 mendefinisikan Payback Period sebagai periode
yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash
investment).

Menurut Bambang Riyanto dalam bukunya “Dasar-Dasar Pembelanjaan


Perusahaan” terbitan tahun 2004 menyebutkan bahwa Payback Period adalah suatu
periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi
dengan menggunakan proceeds atau aliran kas netto (net cash flows).

Dari definisi para ahli tersebut, bisa disimpulkan payback period merupakan jangka
waktu yang diperlukan agar dana investasi yang masuk ke dalam suatu kegiatan
investasi dapat diperoleh kembali secara penuh/seluruhnya.

Metode analisis Payback Period ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama


(periode) investasi yang akan dapat dikembalikan saat terjadinya kondisi break
even-point (titik impas).

Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam Payback Period oleh para pelaku
usaha dan investor, antara lain sebagai berikut:

1. Berapa lama harus membiayai proyek


2. Kapan manfaat akan diperoleh

Kelemahan dan Kelebihan Payback Period

Metode payback period memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:

1. Mengabaikan penerimaan investasi atau proceeds yang didapat setelah payback period
tercapai.
2. Mengabaikan Time Value Of Money (Nilai Waktu Uang). Tidak memberikan informasi
mengenai tambahan value untuk perusahaan.
3. Mengabaikan tingkat likuiditas perusahaan secara keseluruhan Pay back period
digunakan untuk mengukur kecepatan kembalinya dana, dan tidak mengukur
keuntungan proyek pmbangunan yang telah direncanakan.
4. Metode ini tidak membedakan antara proyek yang membutuhkan investasi kas yang
berbeda Metode ini mengabaikan biaya yang digunakan untuk mendukung investasi,
bahkan selama payback period Tidak memperhitungkan nilai sisa dari investasi

Meskipun metode analisis payback period ini memiliki banyak kelemahan, namun
metode ini masih cukup populer untuk digunakan dan memberikan beberapa
manfaat bagi para pelaku usaha dan investor.

Berikut ini kelebihan dari payback period:

1. Digunakan untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan untuk pengembalian


investasi dengan risiko yang besar dan sulit Dapat digunakan untuk menilai dua proyek
investasi yang mempunyai rate of return dan risiko yang sama sehingga dapat dipilih
investasi yang jangka waktu pengembaliannya cepat.
2. Metode cukup sederhana untuk memilih beberapa alternatif investasi.
3. Mudah dan sederhana bisa dihitung untuk menentukan lamanya waktu pengembalian
dana yang diinvestasikan akan kembali.
4. Memberikan informasi mengenai lamanya Break Even Point (BEP) project. Sebagai alat
pertimbangan risiko karena semakin pendek payback periodnya maka semakin pendek
pula risiko kerugiannya.

Indikator Payback Period

 Jika periode pengembalian lebih cepat dari waktu yang ditentukan,


maka Layak/Diterima untuk melakukan investasi;
 Jika periode pengembalian lebih lama atau melebihi waktu yang telah ditentukan,
maka Tidak layak/Ditolak untuk melakukan investasi;
 Jika alternatif proyek investasi lebih dari satu, maka periode pengembalian yang diambil
adalah yang lebih cepat.

Cara Menghitung Payback Period

Payback Period atau Periode Pengembalian Modal dapat dihitung dengan cara
membagikan nilai investasi (cost of invesment) dengan aliran kas bersih yang masuk
per tahun (annual net cash flow).

Rumus Payback Period

Metode Payback Period dapat dirumuskan sebagai berikut:

Catatan : Rumus di atas mengasumsikan bahwa besarnya kas masuk bersih adalah
sama pada setiap periode atau arus kas tetap setiap tahunnya.

 Contoh soal 1

Perusahaan PT. ABC mengusulkan proyek investasi dengan dana Rp. 900 juta dan
ditargetkan penerimaan dana investasi setiap tahunnya adalah Rp. 90 juta, berapa
payback periodnya?

Jawab:
Diketahui
Nilai Investasi    = Rp. 900 juta
Proceeds             = Rp. 90 juta

Maka,
Payback Period = Rp. 900.000.000,- = 10 Tahun

Rp.   90.000.000,-

Jadi nilai Proyek sebesar Rp. 900 juta dapat kembali nilai investasinya dalam waktu
10 tahun 0 bulan.

 Contoh Soal 2

UKM Maju Jaya sedang mempertimbangkan pembelian mesin produksi roti. Dengan
membeli mesin produksi tersebut yang total semuanya adalah Rp. 220 juta,
keuntungan atau pendapatan bersih didapat dari penambahan mesin tersebut
adalah sebesar Rp. 80 juta pertahun. Berapakah Payback Period untuk Mesin
Produksi ini?

Jawaban

Diketahui:

Nilai Investasi = Rp.220.000.000,-


Kas Masuk Bersih = Rp.80.000.000,-

Payback Period =?

Payback Period = Nilai Investasi / Kas Masuk Bersih


Payback Period = Rp. 220.000.000,-/ Rp.80.000.000,-
Payback Period = 2,75

Jadi periode pengembalian modal atau payback period untuk mesin produksi
pembuat roti adalah selama 2 tahun 9 bulan.

Bila proceeds proyek pertahunnya tidak sama maka harus dihitung satu persatu


(pertahun), seperti di bawah ini:

Hal ini dilakukan terus sampai nilai sisa lebih kecil dari nilai proceed tahun
berikutnya maka nilai sisa tersebut dibagi dengan nilai proceed tersebut atau dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:

n : Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum menutup investasi mula-
mula
a : Jumlah investasi mula-mula
b : Jumlah investasi arus kas pada tahun ke-n
c : Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke-n + 1

Anda mungkin juga menyukai