Anda di halaman 1dari 3

KELAS XI

MEMAHAMI BUDAYA
Setiap orang memiliki budaya dan tidak seorang pun dapat dipisahkan dari
budayanya sendiri. Tantangan berat bagi para misionaris (baik dalam maupun
luar negeri) adalah mengidentifikasi diri dengan orang-orang yang dilayani.
Untuk itu, mereka dituntut memahami budaya kelompok masyarakat yang
dituju.
Langkah pertama untuk belajar budaya-budaya lain adalah menguasai budaya
sendiri. Apakah arti budaya itu? Budaya menurut para sarjana Antropologi
adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal (Kuncaraningrat). Budaya
adalah sejumlah kebiasaan yang saling berkaitan (Antropolog AS Boas Kroeber,
Clinton, dll.). Budaya adalah organisasi sosial yang direfleksikan oleh
keseluruhannya (Antropolog Inggris Malinowski, Raeliffie Brown). Lloyd E.
Kwast menjelaskan: “Budaya memiliki empat lapisan yang terdiri dari tingkah
laku, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan cara pandang dunia.”
1. Tingkah laku: “Apa yang Dibuat atau Dikerjakan”
Lapisan yang paling luar adalah “tingkah laku”, yang dapat diamati dengan
mudah. Hal-hal yang dapat diamati adalah: kebiasaan-kebiasaan serta bahasa-
bahasa dalam berbagai bentuk dan arti. Rangkaian antara bentuk dan arti
menghasilkan suatu simbol: “Apa yang dikerjakan?” Pertanyaan tersebut
melahirkan pertanyaan: “Apa artinya?”
Contoh: Acungan jempol, berjabat tangan, orang Barat berpelukan sambil
mencium pipi, dan lain-lain.
2. Nilai-Nilai: “Apa yang Baik atau yang Terbaik?”
Tingkah laku kebanyakan bersumber dari suatu sistem nilai-nilai standar
tingkah laku dan pertimbangan yang memberikan tuntutan ke dalam hal apa
yang baik dan indah atau terbaik dan terindah. Sistem nilai biasanya tumpang
tindih dengan budaya. Pertanyaan “Apa yang baik atau yang terbaik?”
mencetuskan pertanyaan lain: “Apa yang dibutuhkan?”
Contoh: Di Irlandia jumlah penduduk lebih besar daripada persediaan
makanan. Penduduknya sering mengalami kekurangan makanan yang amat
dahsyat, dan itu sudah biasa bagi mereka. Oleh karena itu, ada kebutuhan yang
nampak dan mendesak yaitu mengurangi jumlah penduduknya. Tetapi karena
jumlah mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Kristen yang menolak KB,
maka jalan keluarnya adalah menyusun dan mengembangkan kebudayaan
dengan suatu anjuran yang menyerupai keharusan. Setiap penduduknya
diminta untuk tidak menikah sebelum berusia 30 tahun. Akhirnya, laju
pertambahan penduduk bisa dikurangi karena adanya penundaan pernikahan.
Di India terjadi sebaliknya, pernah juga terjadi kelaparan yang sangat hebat
sehingga rata-rata orang di sana hanya berusia 28 tahun. Hampir setengah dari
anak-anak meninggal sebelum berusia 5 tahun, sehingga terjadilah kekurangan
KELAS XI

penduduk. Dengan demikian nampaklah suatu kebutuhan dan budaya yang


harus dikembangkan sebagai jalan keluar dari masalah tersebut. Wanita-
wanita di India diwajibkan untuk menikah pada usia 12 atau 13 tahun.
Akhirnya terjadilah ledakan jumlah penduduk yang luar biasa sampai sekarang.
3. Kepercayaan-Kepercayaan: “Apa yang Benar?”
Nilai-nilai merupakan refleksi dari kepercayaan-kepercayaan. Sering kali,
kepercayaan-kepercayaan dipertahankan secara teoretis tetapi tidak
memengaruhi nilai-nilai atau tingkah laku. Sistem kepercayaan-kepercayaan
berperan untuk memberikan tuntutan kepada masyarakat setempat dalam
mengambil keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan.
Contoh: Perang antara suku Madura dengan suku Dayak di Kalimantan Barat.
Suku Dayak identik dengan kekristenan yang percaya bahwa tidak
diperbolehkan membunuh manusia. Tetapi kebutuhan akan kelangsungan
hidup dan kejayaan suku tersebut membuat mereka memilih membunuh
daripada tetap mengikuti kepercayaannya.
4. Cara Pandang Dunia: “Apa yang Terjadi?”
Cara pandang dunia adalah keyakinan dasar seseorang yang berfungsi sebagai
lensa tafsir terhadap kenyataan dan penuntun menuju suatu keputusan.
Contoh: Orang dari suku Jawa percaya ada hari-hari tertentu yang baik yang
bisa mendatangkan kebaikan dan ada hari-hari tertentu yang tidak baik yang
mendatangkan sial. Jika ada rumah tangga yang berhasil atau gagal sering
ditafsirkan karena pengaruh hari perkawinannya.
Sifat Umum dari Budaya
1. Allah menciptakan budaya.
Para misiolog, khususnya yang berpaham injili, rata-rata percaya bahwa
budaya adalah ciptaan Allah yang baik pada mulanya dan rusak bersama
dengan jatuhnya manusia dalam dosa.
2. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk berbudaya.
Ini adalah satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain
yaitu manusia sebagai makhluk yang berbudi dan berbudaya.
3. Budaya telah rusak bersama dengan rusaknya gambar dan rupa Allah
dalam diri manusia.
Karena manusia tidak bisa dipisahkan dengan budayanya, maka penebusan
sudah barang tentu meliputi budaya. Oleh karena itu, para misiolog perlu
mengamati dan menghargai budaya-budaya lain, mengantisipasi karya Allah di
dalam dan melalui budaya-budaya tersebut.
KELAS XI

SOAL
1. Jelaskan pengertian budaya menurut pendapat kamu pribadi !
2. Jelaskan menurut pendapat kamu sendiri apa perbedaan dari lapisan-
lapisan budaya antara lapisan tingkah laku dan dan nilai-nilai !
3. Jelaskan menurut pendapat kamu sendiri apa hubungan antara lapisan
budaya kepercayaan-kepercayaan dan lapisan kebudayaan cara pandang
dunia !
4. Jelaskan menurut pendapat kamu sendiri mengapa Allah menciptakan
budaya ditengah-tengah umat manusia !
5. Apakah budaya-budaya yang kamu ketahui yang terdapat dalam Kitab Injil
(Matius, Markus, Lukas, Yohanes), jelaskan ! (Sebutkan minimal 5 contoh dan
jelaskan)

Anda mungkin juga menyukai