Anda di halaman 1dari 13

Gastroenteritis

Gastritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan


peradangan ("-itis") pada saluran pencernaan yang Gastroenteritis
melibatkan lambung ("gastro"-) dan usus kecil
("entero"-), sehingga mengakibatkan kombinasi diare,
muntah, dan sakit serta kejang perut.[1] Gastroenteritis
juga sering disebut sebagai gastro, stomach bug, dan
stomach virus. Walaupun tidak berkaitan dengan
influenza, penyakit ini juga sering disebut flu perut
dan flu lambung.

Secara global, sebagian besar kasus pada anak-anak


disebabkan oleh rotavirus.[2] Pada orang dewasa,
norovirus[3] dan Campylobacter[4] menjadi penyebab
yang lebih umum. Penyebab lain yang lebih jarang
ditemukan yakni bakteri lain (atau racun bakteri) dan
Gastroenteritis viruses: A = rotavirus, B =
parasit. Penularannya bisa terjadi karena konsumsi
makanan yang dimasak secara tidak benar atau air adenovirus, C = Norovirus and D = Astrovirus.
yang terkontaminasi atau melalui persinggungan Partikel virus ditampilkan pada pembesaran
langsung dengan orang yang terinfeksi. yang sama untuk memungkinkan
perbandingan ukuran.
Yang paling utama dalam penanganan penyakit ini
Informasi umum
adalah hidrasi yang cukup. Untuk kasus ringan atau
sedang, ini bisa dilakukan melalui pemberian larutan Spesialisasi Gastroenterologi 
rehidrasi oral. Untuk kasus yang lebih berat,
pemberian cairan melalui infus mungkin diperlukan. Gastroenteritis paling banyak terjadi pada anak-anak
dan masyarakat di negara berkembang.

Gejala dan tanda


Gastroenteritis biasanya disertai dengan diare dan muntah,[5] atau, meskipun tidak terlalu banyak terjadi,
hanya disertai dengan salah satu gejala tersebut.[1] Kejang perut juga bisa timbul.[1] Tanda-tanda dan gejala
biasanya muncul 12–72 jam setelah terjangkit agen penginfeksi.[6] Bila disebabkan oleh virus, kondisi ini
biasanya membaik dalam satu minggu.[5] Beberapa gejala yang diakibatkan oleh virus juga mungkin
diasosiasikan dengan demam, letih, sakit kepala, dan nyeri otot.[5] Jika tinja mengandung darah, lebih kecil
kemungkinannya disebabkan oleh virus [5] dan lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh bakteri.[7]
Beberapa infeksi bakteri juga bisa diasosiasikan dengan nyeri perut akut dan mungkin bertahan selama
beberapa minggu.[7]

Anak-anak yang terinfeksi rotavirus biasanya sembuh total dalam tiga sampai delapan hari.[8] Akan tetapi,
di negara-negara miskin, perawatan untuk infeksi akut sering kali sulit didapatkan sehingga biasanya diare
terus-menerus terjadi.[9] Dehidrasi merupakan komplikasi umum dari diare,[10] dan pasien anak dengan
tingkat dehidrasi parah bisa mengalami pengisian kembali pembuluh kapiler berkepanjangan, turgor kulit
yang buruk, dan pernapasan abnormal.[11] Infeksi berulang biasanya ditemukan di tempat-tempat dengan
sanitasi buruk, dan malagizi,[6] yang dapat menghambat pertumbuhan, dan keterlambatan kognitif jangka
panjang.[12]
Artritis reaktif terjadi pada 1% dari kelompok yang terinfeksi spesies Campylobacter, dan 0,1% mengalami
sindrom Guillain-Barre.[7] Sindrom uremik-hemolitik (HUS) dapat terjadi karena infeksi spesies
Escherichia coli atau Shigella yang mengeluarkan racun Shiga, sehingga mengakibatkan jumlah trombosit
yang rendah, fungsi buruk ginjal, dan jumlah sel darah merah yang rendah (karena kerusakannya).[13]
Anak-anak lebih cenderung mengalami HUS dibandingkan orang dewasa.[12] Beberapa infeksi virus
mungkin mengakibatkan kejang infantil jinak.[1]

Penyebab
Virus (terutama rotavirus) dan spesies bakteriEscherichia coli dan Campylobacter adalah penyebab utama
gastroenteritis.[6][14] Akan tetapi, banyak agen infeksi lain yang dapat menyebabkan sindrom ini.[12]
Penyebab non-infeksi kadang kala terlihat, tetapi lebih jarang daripada etiologi virus atau bakteri.[1] Risiko
infeksi lebih tinggi pada anak-anak karena kurangnya kekebalan mereka dan kebersihan yang relatif
buruk.[1]

Virus

Virus yang diketahui menyebabkan gastroenteritis meliputi rotavirus, norovirus, adenovirus, dan
astrovirus.[5][15] Rotavirus adalah penyebab gastroenteritis yang paling umum pada anak-anak,[14] dan
mengakibatkan tingkat insiden yang serupa baik di negara maju maupun negara berkembang.[8] Virus
mengakibatkan sekira 70% episode diare menular pada kelompok usia anak-anak.[16] Rotavirus lebih
jarang menjadi penyebab pada orang dewasa karena kekebalan alami mereka.[17]

Norovirus adalah penyebab utama gastroenteritis pada orang dewasa di Amerika, mengakibatkan lebih dari
90% wabah.[5] Epidemi lokal ini biasanya terjadi jika sekelompok orang berada dalam jarak fisik yang
berdekatan, seperti di kapal pesiar,[5] rumah sakit, atau di restoran.[1] Orang-orang mungkin tetap bisa
menularkan virus bahkan setelah sembuh dari diarenya.[5] Norovirus adalah penyebab dari kira-kira 10%
kasus pada anak-anak.[1]

Bakteri

Di negara maju Campylobacter jejuni menjadi penyebab utama


gastroenteritis bakteri, dimana separuh dari kasus ini terkait dengan
pajanan terhadap unggas.[7] Pada anak-anak, bakteri merupakan
penyebab dari sekira 15% kasus, dengan jenis yang paling umum
meliputi spesies Escherichia coli, Salmonella,Shigella, dan
Campylobacter.[16] Bila makanan terkontaminasi dengan bakteri
dan berada pada suhu ruangan selama beberapa jam, bakteri
berkembang biak dan meningkatkan risiko infeksi pada orang-
orang yang mengonsumsi makanan tersebut.[12] Beberapa makanan Salmonella enterica serovar
yang umum dikaitkan dengan penyakit ini yakni daging mentah Typhimurium (ATCC 14028) seperti
atau daging yang kurang matang, ayam, makanan laut, dan telur; terlihat pada mikroskop dengan
kecambah mentah; susu yang belum dipasteurisasi dan keju lunak; pembesaran 1000 kali dan
serta jus jeruk dan sayuran.[18] Di negara berkembang, khususnya pewarnaan Gram.
Afrika subwilayah Sahara dan Asia, kolera adalah penyebab umum
gastroenteritis. Infeksi ini biasanya ditularkan melalui air atau
makanan yang terkontaminasi.[19]
Clostridium difficile toksigenik adalah penyebab utama diare yang lebih sering terjadi pada manusia berusia
lanjut.[12] Bayi dapat menjadi pembawa bakteri ini namun tidak berlanjut ke arah munculnya gejala.[12] Ini
adalah penyebab diare yang umum pada mereka yang dirawat inap dan sering dikaitkan dengan
penggunaan antibiotik.[20] Diare infeksi Staphylococcus aureus juga mungkin terjadi pada mereka yang
menggunakan antibiotik.[21] " Traveler’s diarrhea" biasanya merupakan jenis gastroenteritis bakteri. Obat
penekan asam tampaknya meningkatkan risiko infeksi secara signifikan setelah terpajan sejumlah
organisme, termasuk spesies Clostridium difficile, Salmonella, dan Campylobacter.[22] Risiko ini lebih
tinggi bagi mereka yang menggunakan penghambat pompa proton dibandingkan dengan mereka yang
menggunakan antagonis H2.[22]

Parasit

Beberapa protozoa dapat mengakibatkan gastroenteritis – paling umum adalah Giardia lamblia – tetapi
spesies Entamoeba histolytica danCryptosporidium juga terlibat.[16] Sebagai sebuah kelompok, agen ini
mencakup sekira 10% kasus pada anak-anak.[13] Giardia lebih umum terjadi di negara berkembang, tapi
agen etiologi ini menyebabkan jenis penyakit ini dengan jumlah tertentu hampir di semua tempat.[23] Ini
lebih umum terjadi pada orang-orang yang pernah bepergian ke tempat-tempat dengan prevalensi tinggi,
anak-anak di penitipan anak, laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki, dan dalam keadaan
setelah terjadinya bencana.[23]

Penularan

Penularan dapat terjadi melalui konsumsi air yang terkontaminasi, atau ketika sekelompok orang
menggunakan benda pribadi mereka bersama-sama.[6] Di wilayah yang memiliki musim hujan dan musim
kemarau, kualitas air biasanya memburuk selama musim hujan, dan ini berhubungan dengan saat terjadinya
wabah.[6] Di negara-negara dengan beberapa musim, infeksi lebih banyak terjadi pada musim dingin.[12]
Pemberian susu untuk bayi menggunakan botol yang tidak disterilisasikan dengan benar adalah penyebab
terbesar dalam skala global.[6] Tingkat penularan juga berhubungan dengan kebersihan yang buruk,
terutama pada kalangan anak-anak,[5] di perumahan padat,[24] dan pada kelompok yang pernah mengalami
gizi buruk.[12] Setelah mengembangkan toleransi terhadap penyakit ini, orang dewasa dapat menjadi
pembawa organisme tertentu tanpa menunjukkan tanda atau gejala, dan mereka berperan sebagai reservoir
alami dari penularan.[12] Beberapa agen (seperti Shigella) hanya muncul pada primata, sedangkan yang
lainnya dapat muncul pada berbagai jenis binatang (seperti Giardia).[12]

Non-infeksi

Ada beberapa penyebab non-infeksi peradangan saluran pencernaan.[1] Beberapa penyebab yang lebih
umum meliputi obat-obatan (seperti NSAID), makanan tertentu seperti laktosa (bagi mereka yang tidak bisa
mengonsumsi laktosa), dan gluten (bagi mereka dengan penyakit seliak).Penyakit Crohn juga merupakan
sumber non-infeksi gastroenteritis (yang sering kali akut).[1] Penyakit yang disebabkan oleh racun juga
mungkin terjadi. Beberapa kondisi yang diakibatkan oleh makanan dikaitkan dengan mual, muntah, dan
diare termasuk: keracunan ciguatera karena konsumsi ikan pemangsa yang terkontaminasi, scombroid yang
diasosiasikan dengan konsumsi jenis ikan tertentu yang telah basi, keracunan tetrodotoksin karena
konsumsi antara lain ikan buntal, dan botulisme yang biasanya disebabkan oleh makanan diawetkan secara
tidak benar.[25]

Patofisiologi
Gastroenteritis diartikan sebagai muntah-muntah atau diare yang disebabkan oleh infeksi di usus kecil atau
usus besar.[12] Perubahan di usus kecil biasanya bukan peradangan, sedangkan di usus besar merupakan
peradangan.[12] Jumlah patogen yang dapat menyebabkan infeksi bervariasi dari satu (untuk
Cryptosporidium) sampai 108 (untuk Vibrio cholerae).[12]

Diagnosis
Gastroenteritis biasanya didiagnosis secara klinis, berdasarkan tanda-tanda dan gejala yang dialami seorang
pasien.[5] Tidak ada perbedaan dalam penanganan kondisi apa pun penyebabnya, sehingga menentukan
penyebab penyakit ini tidak diperlukan.[6] Akan tetapi, kultur tinja harus dilakukan pada mereka yang
tinjanya mengandung darah, mereka yang mungkin keracunan makanan, dan mereka yang baru bepergian
ke negara berkembang.[16] Uji diagnostik juga dapat dilakukan untuk observasi.[5] Karena hipoglikemia
terjadi pada sekira 10% bayi dan anak kecil, pengukuran glukosa serum pada populasi ini sangat
dianjurkan.[11] Elektrolit dan fungsi ginjal juga harus diperiksa ketika muncul kekhawatiran terhadap
terjadinya dehidrasi akut.[16]

Dehidrasi

Penentuan apakah seseorang mengalami dehidrasi atau tidak adalah bagian penting dari penilaian.
Dehidrasi secara umum dibagi menjadi kasus ringan (3–5%), sedang (6–9%), dan berat (≥10%).[1] Pada
anak-anak, tanda paling akurat dari dehidrasi sedang atau berat adalah pengisian kembali pembuluh kapiler
yang berkepanjangan, turgor kulit yang buruk, dan pernapasan yang tidak normal.[11][26] Penemuan lain
yang berguna(jika dikombinasikan) termasuk mata cekung, aktivitas yang berkurang, kurangnya air mata,
dan mulut kering.[1] Urin yang normal dan konsumsi cairan oral dapat memastikan kondisi ini.[11] Uji
laboratorium memberikan lebih sedikit manfaat klinis dalam penentuan tingkat dehidrasi.[1]

Diagnosis diferensial

Penyebab potensial lain dari tanda dan gejala yang sama seperti pada gastroenteritis yang perlu
dikesampingkan meliputi usus buntu,volvulus, penyakit usus inflamatori, infeksi saluran kencing, dan
diabetes melitus.[16] Insufisiensi pankreas, sindrom usus pendek, penyakit Whipple, penyakit seliak, dan
penyalahgunaan pencahar juga harus dipertimbangkan.[27] Diagnosis diferensial agak rumit bila seseorang
hanya menunjukkan gejala muntah atau diare (alih-alih keduanya).[1]
Usus buntu dan muntah, sakit perut, dan beberapa kali diare terjadi pada hampir 33% kasus.[1] Ini bertolak
belakang dengan diare yang sering yang umum terjadi pada gastroenteritis.[1] Infeksi paru-paru atau saluran
kencing pada anak-anak juga dapat menjadi penyebab muntah atau diare.[1] Ketoasidosis diabetik (DKA)
klasik muncul dengan sakit perut, mual, dan muntah, tapi tanpa diare.[1] Salah satu studi menemukan
bahwa 17% dari anak-anak dengan DKA mulanya didiagnosis mengalami gastroenteritis.[1]

Pencegahan

Gaya hidup

Pasokan air yang tidak terkontaminasi dan mudah didapat serta


penerapan sanitasi yang baik menjadi hal penting untuk mengurangi
tingkat infeksi dan gastroenteritis yang berarti dari segi klinis.[12]
Persentase uji rotavirus dengan hasil
Langkah-langkah pribadi (seperti mencuci tangan) diketahui dapat
positif, per minggu pengamatan,
mengurangi tingkat insidensi dan prevalensi gastroenteritis baik di
Amerika Serikat, Juli 2000 – Juni
negara berkembang maupun di negara maju hingga sebesar
2009.
30%.[11] Gel berbahan dasar alkohol mungkin juga efektif.[11]
Menyusui itu penting, terutama di tempat-tempat dengan kebersihan
yang buruk, begitu juga dengan meningkatkan kebersihan secara umum.[6] ASI mengurangi frekuensi dan
durasi infeksi.[1] Menghindari makanan atau minuman yang terkontaminasi juga efektif.[28]

Vaksinasi

Karena efektivitas dan keamanannya, pada tahun 2009 World Health Organization merekomendasikan agar
vaksin rotavirus diberikan kepada semua anak di seluruh dunia.[14][29] Dua vaksin rotavirus sudah tersedia
untuk dapat dibeli dan beberapa lainnya sedang dikembangkan.[29] Di Afrika dan Asia vaksin ini
mengurangi penyakit akut pada bayi[29] dan negara-negara yang telah mengadakan program imunisasi
nasional telah melihat adanya penurunan jumlah dan tingkat keparahan penyakit ini.[30][31] Vaksin ini juga
dapat mencegah menyebarnya penyakit ini pada anak yang tidak divaksin dengan cara mengurangi jumlah
infeksi yang beredar.[32] Sejak tahun 2000, penerapan program vaksin rotavirus di Amerika Serikat telah
mengurangi jumlah kasus diare hingga 80 persen.[33][34][35] Dosis vaksin pertama harus diberikan kepada
bayi berusia antara 6 sampai 15 minggu.[14] Vaksin kolera oral diketahui dapat bekerja secara efektif
hingga 50–60% selama lebih dari 2 tahun.[36]

Manajemen
Gastroenteritis secara umum merupakan penyakit akut dan terbatas yang tidak selalu memerlukan
pengobatan.[10] Pengobatan yang disukai untuk mereka yang mengalami dehidrasi ringan hingga sedang
yakni dengan terapi rehidrasi oral (ORT).[13] Akan tetapi metoclopramide dan/atau ondansetron dapat
bermanfaat pada sekelompok pasien anak,[37] dan butylscopolamine berguna untuk mengobati sakit
perut.[38]

Rehidrasi
Penanganan utama untuk gastroenteritis pada anak-anak maupun orang dewasa adalah dengan rehidrasi. Ini
sebaiknya dilakukan melalui terapi rehidrasi oral, walaupun pemberian infus mungkin diperlukan bila
tingkat kesadaraan berkurang atau pada dehidrasi berat.[39][40] Produk terapi pengganti terapi oral yang
dibuat dengan karbohidrat kompleks (yakni yang terbuat dari gandum atau beras) terkadang lebih baik
dibandingkan dengan yang berbasis gula sederhana.[41] Minuman dengan kandungan gula sederhana yang
sangat tinggi, seperti minuman ringan dan jus buah, tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak di
bawah 5 tahun karena dapat memperparah diare.[10] Air putih dapat digunakan bila persiapan ORT yang
lebih spesifik dan efektif tidak tersedia atau tidak disukai karena rasanya yang tidak enak.[10] Nasogaster
tube dapat digunakan oleh anak kecil untuk memasukkan cairan apabila diperlukan.[16]

Makanan

Bayi yang mengonsumi ASI dianjurkan untuk tetap disusui seperti biasa, dan bayi yang diberi susu formula
melanjutkan konsumsi formulanya sesaat setelah rehidrasi dengan ORT.[42] Formula bebas laktosa atau
pengurangan laktosa biasanya tidak diperlukan.[42] Anak-anak harus melanjutkan makanannya seperti
biasa selama diare namun harus menghindari makanan yang banyak mengandung gula sederhana.[42] Diet
BRAT diet (pisang, nasi, saus apel, roti panggang dan teh) tidak direkomendasikan lagi, karena tidak
mengandung gizi yang cukup dan tidak memiliki manfaat dibandingkan dengan pemberian makanan
seperti biasa.[42] Beberapa probiotik terbukti bermanfaat untuk mengurangi lamanya penyakit dan frekuensi
buang air besar.[43] Probiotik juga mungkin berguna dalam mencegah dan mengobati diare terkait
antibiotik.[44] Produk susu fermentasi (seperti yogurt) juga bermanfaat.[45] Suplemen seng tampaknya
efektif dalam mengobati dan mencegah diare pada kalangan anak-anak di negara berkembang.[46]

Antimuntah

Obat antimuntah mungkin berguna untuk menangani muntah pada anak-anak. Ondansetron memiliki
beberapa kegunaan, dimana satu dosisnya diasosiasikan dengan berkurangnya kebutuhan atas cairan infus,
berkurangnya kemungkinan rawat inap, dan berkurangnya muntah.[47][48][49] Metoclopramid juga
mungkin berguna.[49] Akan tetapi, penggunaan ondansetron mungkin berhubungan dengan meningkatnya
frekuensi perawatan kembali di rumah sakit pada pasien anak-anak.[50] Persiapan infus untuk ondansetron
dapat diberikan secara oral bila diperlukan berdasarkan penilaian klinis.[51]Dimenhydrinate, walaupun
mengurangi muntah, tampaknya tidak mempunyai manfaat klinis yang berarti.[1]

Antibiotik

Antibiotik biasanya tidak digunakan untuk gastroenteritis, meskipun terkadang dianjurkan jika gejalanya
termasuk berat[52] atau jika penyebab bakteri rentannya terisolasi atau masih sebatas kecurigaan.[53] Bila
antibiotik akan diberikan, makrolid (seperti azitromisin) lebih diutamakan dibandingkan dengan
fluoroquinolone karena tingginya tingkat kekebalan terhadap fluoroquinolone.[7] Kolitis
pseudomembranosa, yang biasanya disebabkan oleh penggunaan antibiotik, ditangani dengan
menghentikan agen penyebab dan mengobatinya dengan metronidazol atau vankomisin.[54] Bakteri dan
protozoa yang dapat diobati termasuk spesies Shigella[55] Salmonella typhi,[56] dan Giardia.[23] Pada
penyakit yang disebabkan oleh spesies Giardia atau Entamoeba histolytica, pengobatan tinidazol lebih
disarankan dan lebih baik dibandingkan metronidazol.[23][57] World Health Organization (WHO)
menganjurkan penggunaan antibiotik pada anak kecil yang mengalami diare berdarah dan demam.[1]

Agen antimotilitas

Obat antimotilitas mempunyai risiko yang secara teori dapat menyebabkan komplikasi, dan meskipun
pengalaman klinis menunjukkan ini tidak mungkin terjadi,[27] obat ini tidak disarankan bagi orang yang
mengalami diare berdarah atau diare yang disertai demam.[58] Loperamid, sebuah analog opioid, umumnya
digunakan untuk pengobatan gejala diare.[59] Akan tetapi loperamid tidak dianjurkan untuk digunakan
pada anak-anak, karena mungkin dapat menimbulkan sawar darah otak tidak matang dan menyebabkan
toksisitas. Bismut subsalisilat, kompleks tidak larut dari bismut trivalen dan salisilat, dapat digunakan pada
kasus ringan sampai sedang,[27] tetapi toksisitas salisilat dapat terjadi berdasarkan teori yang ada.[1]

Epidemiologi
Diperkirakan tiga sampai lima miliar kasus gastroenteritis terjadi di
seluruh dunia setiap tahun,[13] terutama menjangkiti anak-anak dan
orang di negara berkembang.[6] Ini mengakibatkan sekira 1,3 juta
kematian pada anak-anak di bawah usia lima tahun sejak 2008,[60]
sebagian besar kasus terjadi di negara-negara paling miskin di
dunia.[12] Lebih dari 450.000 kematian tersebut disebabkan oleh Tahun hidup tuna upaya untuk diare
rotavirus pada anak di bawah usia 5 tahun.[61][62]Kolera per 100.000 penduduk pada tahun
menyebabkan sekira tiga hingga lima juta kasus penyakit dan 2004.
membunuh sekira 100.000 orang setiap tahun.[19] Di negara    no data    3000–3500
berkembang anak-anak di bawah usia dua tahun sering mengalami    ≤less 500    3500–4000
infeksi enam kali atau lebih setiap tahun sehingga mengakibatkan    500–1000    4000–4500
tingginya gastroenteritis secara klinis.[12] Ini lebih jarang terjadi    1000–1500    4500–5000
pada orang dewasa, sebagian karena berkembangnya kekebalan    1500–2000    5000–6000
dapatan.[5]    2000–2500    ≥6000
   2500–3000
Pada tahun 1980, gastroenteritis dengan semua penyebabnya
mengakibatkan 4,6 juta kematian pada anak-anak, dengan
mayoritas kasus terjadi di negara berkembang.[54] Tingkat kematian berkurang secara signifikan (menjadi
sekitar 1,5 juta kematian setiap tahun) sejak tahun 2000, terutama karena pengenalan dan penggunaan luas
terapi rehidrasi oral.[63] Di AS, infeksi yang menyebabkan gastroenteritis adalah infeksi paling umum
kedua (setelah selesma), dan menyebabkan 200 hingga 375 juta kasus diare akut[5][12] dan sekira sepuluh
ribu kematian setiap tahun,[12] 150 hingga 300 kematian ini terjadi pada anak-anak di bawah usia lima
tahun.[1]

Sejarah
Istilah "gastritis" pertama kali digunakan pada 1825.[64] Sebelumnya penyakit ini secara khusus dikenal
antara lain sebagai demam tifoid atau "kolera morbus", atau lebih umum disebut "keluhan usus",
"kekenyangan", "fluks", "kolik", "masalah usus", atau beberapa nama kuno lain untuk diare akut.[65]

Masyarakat dan budaya


Gastritis diasosiasikan dengan banyak nama dalam gaya bahasa tidak formal, antara lain "Pembalasan
Montezuma", "Delhi belly", "la turista", dan "back door sprint".[12] Istilah tersebut banyak digunakan
dalam banyak kampanye militer dan diyakini sebagai asal usul istilah "no guts no glory".[12]

Gastritis menjadi alasan utama dari 3,7 juta kunjungan ke dokter setiap tahun di Amerika Serikat[1] dan 3
juta di Prancis.[66] Di Amerika Serikat gastroenteritis secara keseluruhan diyakini menghabiskan biaya 23
miliar dolar AS per tahun[67] penyebab yang berupa rotavirus sendiri menghabiskan biaya 1 miliar dolar
AS per tahun.[1]

Penelitian
Terdapat beberapa vaksin yang sedang dikembangkan untuk gastroenteritis. Contohnya, vaksin untuk
Shigella dan enterotoksigen Escherichia coli (ETEC), dua bakteri utama penyebab gastroenteritis di seluruh
dunia.[68][69]

Pada hewan lain


Gastroenteritis pada kucing dan anjing disebabkan oleh banyak agen yang sama seperti penyebab penyakit
pada manusia. Organisme paling umum yaitu: Campylobacter, Clostridium difficile, Clostridium
perfringens, dan Salmonella.[70] Banyak tanaman beracun juga menyebabkan gejala gastroenteritis.[71]
Beberapa agen lebih spesifik terhadap spesies tertentu. Koronavirus gastroenteritis menular(TGEV) yang
terjadi pada babi mengakibatkan muntah, diare dan dehidrasi.[72] Penyakit ini diyakini ditularkan kepada
babi oleh burung liar dan tidak ada pengobatan spesifik yang tersedia.[73] Jenis ini tidak menulari
manusia.[74]

Referensi
1. Singh, Amandeep (2010). "Pediatric Emergency Medicine Practice Acute Gastroenteritis —
An Update". Emergency Medicine Practice. 7 (7). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-
11. Diakses tanggal 2013-08-13.
2. Tate JE, Burton AH, Boschi-Pinto C, Steele AD, Duque J, Parashar UD (2012). "2008
estimate of worldwide rotavirus-associated mortality in children younger than 5 years before
the introduction of universal rotavirus vaccination programmes: a systematic review and
meta-analysis". The Lancet Infectious Diseases. 12 (2): 136–41. doi:10.1016/S1473-
3099(11)70253-5. PMID 22030330.
3. Marshall JA, Bruggink LD (2011). "The dynamics of norovirus outbreak epidemics: recent
insights". International Journal of Environmental Research and Public Health. 8 (4): 1141–9.
doi:10.3390/ijerph8041141. PMC 3118882  . PMID 21695033.
4. Man SM (2011). "The clinical importance of emerging Campylobacter species". Nature
Reviews. Gastroenterology & Hepatology. 8 (12): 669–85. doi:10.1038/nrgastro.2011.191.
PMID 22025030.
5. Eckardt AJ, Baumgart DC (2011). "Viral gastroenteritis in adults". Recent Patents on Anti-
infective Drug Discovery. 6 (1): 54–63. PMID 21210762.
6. Webber, Roger (2009). Communicable disease epidemiology and control : a global
perspective (edisi ke-3rd). Wallingford, Oxfordshire: Cabi. hlm. 79. ISBN 978-1-84593-504-7.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 2013-08-13.
7. Galanis, E (2007 Sep 11). "Campylobacter and bacterial gastroenteritis". CMAJ : Canadian
Medical Association. 177 (6): 570–1. doi:10.1503/cmaj.070660. PMC 1963361  .
PMID 17846438.
8. Meloni, A (2011 Oct). "Epidemiology and prevention of rotavirus infection: an underestimated
issue?". The journal of maternal-fetal & neonatal medicine : the official journal of the
European Association of Perinatal Medicine, the Federation of Asia and Oceania Perinatal
Societies, the International Society of Perinatal Obstetricians. 24 Suppl 2: 48–51.
doi:10.3109/14767058.2011.601920. PMID 21749188.
9. "Toolkit". DefeatDD. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-27. Diakses tanggal 3 May
2012.
10. "Management of acute diarrhoea and vomiting due to gastoenteritis in children under 5".
National Institute of Clinical Excellence. 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-21.
Diakses tanggal 2013-08-13.
11. Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide
(Emergency Medicine (Tintinalli)). New York: McGraw-Hill Companies. hlm. 830–839.
ISBN 0-07-148480-9.
12. Mandell 2010 Chp. 93
13. Elliott, EJ (2007 Jan 6). "Acute gastroenteritis in children". BMJ (Clinical research ed.). 334
(7583): 35–40. doi:10.1136/bmj.39036.406169.80. PMC 1764079  . PMID 17204802.
14. Szajewska, H (2010 Jan). "Gastrointestinal infections in the pediatric population". Current
opinion in gastroenterology. 26 (1): 36–44. doi:10.1097/MOG.0b013e328333d799.
PMID 19887936.
15. Dennehy PH (2011). "Viral gastroenteritis in children". The Pediatric Infectious Disease
Journal. 30 (1): 63–4. doi:10.1097/INF.0b013e3182059102. PMID 21173676.
16. Webb, A (2005 Apr). "Acute gastroenteritis in children". Australian family physician. 34 (4):
227–31. PMID 15861741.
17. Desselberger U, Huppertz HI (2011). "Immune responses to rotavirus infection and
vaccination and associated correlates of protection". The Journal of Infectious Diseases. 203
(2): 188–95. doi:10.1093/infdis/jiq031. PMC 3071058  . PMID 21288818.
18. Nyachuba, DG (2010 May). "Foodborne illness: is it on the rise?". Nutrition Reviews. 68 (5):
257–69. doi:10.1111/j.1753-4887.2010.00286.x. PMID 20500787.
19. Charles, RC (2011 Oct). "Cholera in the 21st century". Current opinion in infectious
diseases. 24 (5): 472–7. doi:10.1097/QCO.0b013e32834a88af. PMID 21799407.
20. Moudgal, V (2012 Feb). "Clostridium difficile colitis: a review". Hospital practice (1995). 40
(1): 139–48. doi:10.3810/hp.2012.02.954. PMID 22406889.
21. Lin, Z (2010 May). "Staphylococcal enterocolitis: forgotten but not gone?". Digestive
diseases and sciences. 55 (5): 1200–7. PMID 19609675.
22. Leonard, J (2007 Sep). "Systematic review of the risk of enteric infection in patients taking
acid suppression". The American journal of gastroenterology. 102 (9): 2047–56; quiz 2057.
doi:10.1111/j.1572-0241.2007.01275.x. PMID 17509031.
23. Escobedo, AA (2010 Oct). "Giardiasis: the ever-present threat of a neglected disease".
Infectious disorders drug targets. 10 (5): 329–48. PMID 20701575.
24. Grimwood, K (2009 Dec). "Acute and persistent diarrhea". Pediatric clinics of North America.
56 (6): 1343–61. doi:10.1016/j.pcl.2009.09.004. PMID 19962025.
25. Lawrence, DT (2007 May). "Food poisoning". Emergency medicine clinics of North America.
25 (2): 357–73; abstract ix. doi:10.1016/j.emc.2007.02.014. PMID 17482025.
26. Steiner, MJ (2004 Jun 9). "Is this child dehydrated?". JAMA : the Journal of the American
Medical Association. 291 (22): 2746–54. doi:10.1001/jama.291.22.2746. PMID 15187057.
27. Warrell D.A., Cox T.M., Firth J.D., Benz E.J., ed. (2003). The Oxford Textbook of Medicine
(edisi ke-4th). Oxford University Press. ISBN 0-19-262922-0. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2012-03-21. Diakses tanggal 2013-08-13.
28. "Viral Gastroenteritis". Center for Disease Control and Prevention. 2011. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 2012-04-24. Diakses tanggal 16 April 2012.
29. World Health Organization (2009). "Rotavirus vaccines: an update" (PDF). Weekly
epidemiological record. 51–52 (84): 533–540. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-
07-09. Diakses tanggal 10 May 2012.
30. Giaquinto, C (July). "Summary of effectiveness and impact of rotavirus vaccination with the
oral pentavalent rotavirus vaccine: a systematic review of the experience in industrialized
countries". Human Vaccines. 7. 7: 734–748. doi:10.4161/hv.7.7.15511. PMID 21734466.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-02-17. Diakses tanggal 10 May 2012.
31. Jiang, V (2010). "Performance of rotavirus vaccines in developed and developing countries".
Human Vaccines. 6 (7): 532–542. PMID 20622508. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-
02-17. Diakses tanggal 10 May 2012.
32. Patel, MM (2011 Jan). "Real-world impact of rotavirus vaccination". The Pediatric Infectious
Disease Journal. 30 (1 Suppl): S1–5. doi:10.1097/INF.0b013e3181fefa1f. PMID 21183833.
33. US Center for Disease Control and Prevention (2008). "Delayed onset and diminished
magnitude of rotavirus activity—United States, November 2007 – May 2008". Morbidity and
Mortality Weekly Report. 57 (25): 697–700. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-08.
Diakses tanggal 3 May 2012.
34. "Reduction in rotavirus after vaccine introduction—United States, 2000–2009". MMWR
Morb. Mortal. Wkly. Rep. 58 (41): 1146–9. 2009. PMID 19847149. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2009-10-31. Diakses tanggal 2013-08-13.
35. Tate, JE (2011 Jan). "Uptake, impact, and effectiveness of rotavirus vaccination in the United
States: review of the first 3 years of postlicensure data". The Pediatric Infectious Disease
Journal. 30 (1 Suppl): S56–60. doi:10.1097/INF.0b013e3181fefdc0. PMID 21183842.
36. Sinclair, D (2011 Mar 16). "Oral vaccines for preventing cholera". Cochrane database of
systematic reviews (Online) (3): CD008603. doi:10.1002/14651858.CD008603.pub2.
PMID 21412922.
37. Alhashimi D, Al-Hashimi H, Fedorowicz Z (2009). Alhashimi, Dunia, ed. "Antiemetics for
reducing vomiting related to acute gastroenteritis in children and adolescents". Cochrane
Database Syst Rev (2): CD005506. doi:10.1002/14651858.CD005506.pub4.
PMID 19370620.
38. Tytgat GN (2007). "Hyoscine butylbromide: a review of its use in the treatment of abdominal
cramping and pain". Drugs. 67 (9): 1343–57. PMID 17547475.
39. "BestBets: Fluid Treatment of Gastroenteritis in Adults". Diarsipkan dari versi asli tanggal
2013-05-17. Diakses tanggal 2013-08-13.
40. Canavan A, Arant BS (2009). "Diagnosis and management of dehydration in children". Am
Fam Physician. 80 (7): 692–6. PMID 19817339.
41. Gregorio GV, Gonzales ML, Dans LF, Martinez EG (2009). Gregorio, Germana V, ed.
"Polymer-based oral rehydration solution for treating acute watery diarrhoea". Cochrane
Database Syst Rev (2): CD006519. doi:10.1002/14651858.CD006519.pub2.
PMID 19370638.
42. King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C (2003). "Managing acute gastroenteritis among
children: oral rehydration, maintenance, and nutritional therapy". MMWR Recomm Rep. 52
(RR-16): 1–16. PMID 14627948. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-28. Diakses
tanggal 2013-08-13.
43. Allen SJ, Martinez EG, Gregorio GV, Dans LF (2010). Allen, Stephen J, ed. "Probiotics for
treating acute infectious diarrhoea". Cochrane Database Syst Rev. 11 (11): CD003048.
doi:10.1002/14651858.CD003048.pub3. PMID 21069673.
44. Hempel, S (2012 May 9). "Probiotics for the prevention and treatment of antibiotic-associated
diarrhea: a systematic review and meta-analysis". JAMA : the journal of the American
Medical Association. 307 (18): 1959–69. PMID 22570464.
45. Mackway-Jones, Kevin (2007). "Does yogurt decrease acute diarrhoeal symptoms in
children with acute gastroenteritis?". BestBets. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-
17. Diakses tanggal 2013-08-13.
46. Telmesani, AM (2010 May). "Oral rehydration salts, zinc supplement and rota virus vaccine in
the management of childhood acute diarrhea". Journal of family and community medicine. 17
(2): 79–82. doi:10.4103/1319-1683.71988. PMC 3045093  . PMID 21359029.
47. DeCamp LR, Byerley JS, Doshi N, Steiner MJ (2008). "Use of antiemetic agents in acute
gastroenteritis: a systematic review and meta-analysis". Arch Pediatr Adolesc Med. 162 (9):
858–65. doi:10.1001/archpedi.162.9.858. PMID 18762604.
48. Mehta S, Goldman RD (2006). "Ondansetron for acute gastroenteritis in children". Can Fam
Physician. 52 (11): 1397–8. PMC 1783696  . PMID 17279195. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2020-05-30. Diakses tanggal 2013-08-13.
49. Fedorowicz, Z (2011 Sep 7). "Antiemetics for reducing vomiting related to acute
gastroenteritis in children and adolescents". Cochrane database of systematic reviews
(Online). 9 (9): CD005506. doi:10.1002/14651858.CD005506.pub5. PMID 21901699.
50. Sturm JJ, Hirsh DA, Schweickert A, Massey R, Simon HK (2010). "Ondansetron use in the
pediatric emergency department and effects on hospitalization and return rates: are we
masking alternative diagnoses?". Ann Emerg Med. 55 (5): 415–22.
doi:10.1016/j.annemergmed.2009.11.011. PMID 20031265.
51. "Ondansetron". Lexi-Comp. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-06. Diakses
tanggal 2013-08-13.
52. Traa BS, Walker CL, Munos M, Black RE (2010). "Antibiotics for the treatment of dysentery in
children". Int J Epidemiol. 39 (Suppl 1): i70–4. doi:10.1093/ije/dyq024. PMC 2845863  .
PMID 20348130.
53. Grimwood K, Forbes DA (2009). "Acute and persistent diarrhea". Pediatr. Clin. North Am. 56
(6): 1343–61. doi:10.1016/j.pcl.2009.09.004. PMID 19962025.
54. Mandell, Gerald L.; Bennett, John E.; Dolin, Raphael (2004). Mandell's Principles and
Practices of Infection Diseases (edisi ke-6th). Churchill Livingstone. ISBN 0-443-06643-4.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-10-18. Diakses tanggal 2013-08-13.
55. Christopher, PR (2010 Aug 4). "Antibiotic therapy for Shigella dysentery". Cochrane
database of systematic reviews (Online) (8): CD006784.
doi:10.1002/14651858.CD006784.pub4. PMID 20687081.
56. Effa, EE (2011 Oct 5). "Fluoroquinolones for treating typhoid and paratyphoid fever (enteric
fever)". Cochrane database of systematic reviews (Online) (10): CD004530.
doi:10.1002/14651858.CD004530.pub4. PMID 21975746.
57. Gonzales, ML (2009 Apr 15). "Antiamoebic drugs for treating amoebic colitis". Cochrane
database of systematic reviews (Online) (2): CD006085.
doi:10.1002/14651858.CD006085.pub2. PMID 19370624.
58. Harrison's Principles of Internal Medicine (edisi ke-16th). McGraw-Hill. ISBN 0-07-140235-7.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-04. Diakses tanggal 2013-08-13.
59. Feldman, Mark; Friedman, Lawrence S.; Sleisenger, Marvin H. (2002). Sleisenger &
Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease (edisi ke-7th). Saunders. ISBN 0-7216-8973-6.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2013-08-13.
60. Black, RE (2010 Jun 5). "Global, regional, and national causes of child mortality in 2008: a
systematic analysis". Lancet. 375 (9730): 1969–87. doi:10.1016/S0140-6736(10)60549-1.
PMID 20466419.
61. Tate, JE (2012 Feb). "2008 estimate of worldwide rotavirus-associated mortality in children
younger than 5 years before the introduction of universal rotavirus vaccination programmes:
a systematic review and meta-analysis". The Lancet infectious diseases. 12 (2): 136–41.
doi:10.1016/S1473-3099(11)70253-5. PMID 22030330.
62. World Health Organization (2008). "Global networks for surveillance of rotavirus
gastroenteritis, 2001–2008" (PDF). Weekly Epidemiological Record. 47 (83): 421–428.
Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-07-09. Diakses tanggal 10 May 2012.
63. Victora CG, Bryce J, Fontaine O, Monasch R (2000). "Reducing deaths from diarrhoea
through oral rehydration therapy". Bull. World Health Organ. 78 (10): 1246–55.
PMC 2560623  . PMID 11100619.
64. "Gastroenteritis". Oxford English Dictionary 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-
11. Diakses tanggal January 15, 2012.
65. "Rudy's List of Archaic Medical Terms". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-09.
Diakses tanggal 2013-08-13.
66. Flahault, A (2010 Nov). "[Epidemiology of viral gastroenteritis in France and Europe]".
Bulletin de l'Academie nationale de medecine. 194 (8): 1415–24; discussion 1424–5.
PMID 22046706.
67. Albert, edited by Neil S. Skolnik ; associate editor, Ross H. (2008). Essential infectious
disease topics for primary care. Totowa, NJ: Humana Press. hlm. 66. ISBN 978-1-58829-
520-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 2013-08-13.
68. World Health Organization. "Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)". Diarrhoeal Diseases.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-15. Diakses tanggal 3 May 2012.
69. World Health Organization. "Shigellosis". Diarrhoeal Diseases. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2013-10-14. Diakses tanggal 3 May 2012.
70. Weese, JS (2011 Mar). "Bacterial enteritis in dogs and cats: diagnosis, therapy, and zoonotic
potential". The Veterinary clinics of North America. Small animal practice. 41 (2): 287–309.
doi:10.1016/j.cvsm.2010.12.005. PMID 21486637.
71. Rousseaux, Wanda Haschek, Matthew Wallig, Colin (2009). Fundamentals of toxicologic
pathology (edisi ke-2nd ed.). London: Academic. hlm. 182. ISBN 9780123704696.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 2013-08-13.
72. MacLachlan, edited by N. James (2009). Fenner's veterinary virology (edisi ke-4th ed.).
Amsterdam: Elsevier Academic Press. hlm. 399. ISBN 9780123751584. Diarsipkan dari
versi asli tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 2013-08-13.
73. al.], edited by James G. Fox ... [et (2002). Laboratory animal medicine (edisi ke-2nd ed.).
Amsterdam: Academic Press. hlm. 649. ISBN 9780122639517. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 2013-08-13.
74. al.], edited by Jeffrey J. Zimmerman ... [et. Diseases of swine (edisi ke-10th ed.). Chichester,
West Sussex: Wiley-Blackwell. hlm. 504. ISBN 9780813822679. Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2022-10-19. Diakses tanggal 2013-08-13.

Catatan

Dolin, [edited by] Gerald L. Mandell, John E. Bennett, Raphael (2010). Mandell, Douglas,
and Bennett's principles and practice of infectious diseases (edisi ke-7th ed.). Philadelphia,
PA: Churchill Livingstone/Elsevier. ISBN 0-443-06839-9.

Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Gastroenteritis.

Gastroenteritis (https://curlie.org/Health/Conditions_and_Diseases/Digestive_System_Disor
ders/Intestinal/Diarrhea/) di Curlie (dari DMOZ)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gastroenteritis&oldid=23922442"

Anda mungkin juga menyukai