Teori belajar behavioristik adalah pendekatan dalam psikologi yang menekankan pengaruh
lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku individu. Teori ini berfokus pada observasi
perilaku yang dapat diamati dan diukur, serta menekankan pentingnya stimulus eksternal dan
respons yang dihasilkan.
1. Pendahuluan Behaviorisme:
- Behaviorisme adalah pendekatan dalam psikologi yang menekankan perilaku yang
dapat diamati dan diukur sebagai objek studi utama.
- Behaviorisme menolak mempelajari pikiran, perasaan, atau proses mental internal
yang tidak dapat diamati secara langsung.
- John B. Watson dianggap sebagai bapak pendiri behaviorisme, sementara B.F.
Skinner adalah salah satu tokoh penting dalam pengembangan teori ini.
8. Aplikasi Behaviorisme:
- Terapi perilaku: Pendekatan dalam bidang psikoterapi yang berfokus pada mengubah
perilaku maladaptif melalui penguatan positif, penghukuman, atau teknik lainnya.
- Pendidikan: Menggunakan penguatan positif dan penghapusan stimuli negatif untuk
meningkatkan pembelajaran dan mengelola perilaku di lingkungan pendidikan.
- Manajemen Organisasi: Menggunakan prinsip-prinsip behaviorisme untuk
mengarahkan, mengelola, dan memotivasi perilaku karyawan di tempat kerja.
Motivasi Belajar
Berbagai perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda
1. Perspektif perilaku
Motivasi dikaitkan dengan imbalan dan hukuman eksternal, seperti memberikan nilai,
pengakuan, atau hak istimewa kepada siswa.
2. Perspektif humanistik
Motivasi ditekankan pada pertumbuhan pribadi siswa, kebebasan memilih, dan sifat-sifat
positif. Terkait dengan hierarki kebutuhan Maslow yang menyoroti kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lebih tinggi dapat dipuaskan.
3. Perspektif kognitif
Motivasi muncul melalui pemikiran individu. Lebih berfokus pada kesempatan,
tanggung jawab, dan kontrol diri terhadap hasil prestasi.
4. Perspektif sosial
Motivasi dikaitkan dengan kemampuan membangun dan memelihara hubungan yang
dekat dan hangat dengan orang lain.
Motivasi sendiri terbagi menjadi dua bentuk, motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik.
Motivasi ekstrinsik terkait dengan kegiatan melakukan sesuatu yang bertujuan untuk
mendapatkan sesuatu yang lain.
motivasi intrinsik berkaitan dengan motivasi internal yang ada pada diri seseorang
untuk dapat melakukan kegiatan berdasarkan minat dan kemauannya sendiri.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik masa sebelum lahir adalah tahap awal pembentukan organ-organ tubuh
dan jaringan saraf manusia, yang sangat kompleks dan berpengaruh pada perkembangan
individu secara keseluruhan.
1. Perkembangan Fisik Masa Bayi
Perkembangan fisik pada masa bayi ditandai oleh perkembangan kepala terlebih dahulu,
diikuti oleh perkembangan bagian tubuh lainnya. Bayi baru lahir memiliki gerakan
spontan atau refleks sebagai respons terhadap stimulus dari lingkungan.
2. Perkembangan Fisik Masa Kanak-Kanak
Perkembangan fisik masa kanak-kanak adalah kelanjutan dari perkembangan awal. Pada
masa ini, individu menunjukkan perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku.
Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lambat dan relatif sama sampai mendekati
masa pubertas.
3. Perkembangan Fisik Masa Remaja
Perkembangan fisik masa remaja ditandai oleh perubahan fisik yang pesat. Terjadi
perubahan postur tubuh, percepatan pertumbuhan tinggi badan, serta kematangan seksual
dengan perubahan seks primer dan seks sekunder.
4. Perkembangan Fisik Masa Dewasa
Perkembangan fisik masa dewasa menandai kematangan fisik yang lebih matang dan
siap untuk mengemban tugas-tugas sebagai orang dewasa, seperti bekerja, menikah, dan
memiliki anak.
Perkembangan Kognitif
Piaget (1954) mengusulkan bahwa terdapat empat tahapan perkembangan kognitif: sensori
motorik, pra operasional, operasional konkret, dan formal operasional.
1. Tahap Sensori Motorik (lahir - 2 tahun): Bayi membangun pemahaman tentang dunia
melalui pengalaman sensorik dan tindakan motorik. Mereka mulai mengkoordinasikan
sensorik dan motorik mereka.
2. Tahap Pra Operasional (2 - 7 tahun):
Subtahap Fungsi Simbolis: Anak memperoleh kemampuan merepresentasikan objek
secara mental.
Subtahap Pemikiran Intuitif: Anak menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu
jawaban atas berbagai pertanyaan.
3. Tahap Operasional Konkrit ( 7 – 11 tahun)
Anak dapat melakukan operasi mental pada objek konkret dan mengkoordinasikan
beberapa karakteristik objek.
Mampu melakukan penalaran yang dapat dibalik (reversibilitas) dan klasifikasi.
4. Tahap Operasional Formal (11 -15 tahun)
Individu dapat berpikir secara abstrak, logis, dan idealis.
Mampu menggeneralisasi dan membuat hipotesis.
Perkembangan bahasa
Bahasa melibatkan lima sistem aturan: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan
pragmatik.
1. Fonologi
Merupakan sistem suara dalam bahasa, termasuk suara yang digunakan dan cara
penggabungannya. Fonem adalah unit dasar suara yang mempengaruhi makna.
2. Morfologi
Mengacu pada unit makna dalam pembentukan kata. Morfem adalah satuan minimal
makna, seperti kata atau bagian kata.
3. Sintaks
Merupakan pengaturan kata-kata dalam frasa dan kalimat yang dapat diterima. Sintaks
mempengaruhi struktur dan makna kalimat.
4. Semantik
Berhubungan dengan makna kata dan kalimat. Setiap kata memiliki fitur semantik yang
berkaitan dengan maknanya.
5. Pragmatik
Merupakan penggunaan bahasa yang tepat dalam konteks yang berbeda, termasuk norma
sosial, tujuan komunikasi, dan inferensi.
Perkembangan Sosio-emosional
Ketika membahas perkembangan sosio emosional, kita akan fokus pada dua teori utama: teori
ekologi Bronfenbrenner dan teori perkembangan rentang hidup Erik Erikson.
1. Teori Ekologi Bronfenbrenner:
Urie Bronfenbrenner mengembangkan teori ekologi yang menekankan pentingnya
konteks sosial dalam mempengaruhi perkembangan individu.
Terdapat lima sistem lingkungan yang mempengaruhi individu, yaitu mikrosistem
(interaksi langsung), mesosistem (hubungan antara mikrosistem), eksosistem
(pengaruh sistem pengaturan lain), makrosistem (budaya), dan kronosistem (kondisi
sosio-historis).
Setiap sistem lingkungan saling berinteraksi dan berkontribusi terhadap
perkembangan individu.
Sosial-Konteks Perkembangan
Pada pembahasan ini kita akan mengeksplorasi tiga konteks anak-anak menghabiskan banyak
waktu mereka: keluarga, teman sebaya, dan sekolah.
1. Keluarga
Orang tua memainkan peran penting dalam mendukung prestasi akademik anak dan
sikapnya terhadap sekolah.
Gaya pengasuhan, seperti pengasuhan otoriter, otoritatif, pengabaian, dan
memanjakan, memiliki pengaruh pada perilaku dan prestasi anak.
Pengasuhan bersama yang efektif dan perubahan keluarga seperti perceraian atau
orang tua yang bekerja dapat memengaruhi perkembangan anak.
2. Teman Sebaya
Rekan sebaya juga memiliki peran yang kuat dalam perkembangan anak.
Anak dapat memiliki status populer, rata-rata, terlantar, ditolak, atau kontroversial
dalam lingkungan teman sebaya.
Hubungan dengan rekan sebaya dapat mempengaruhi sosialisasi, kepercayaan diri,
dan dukungan sosial anak.
3. Sekolah
Sekolah adalah konteks penting dalam perkembangan anak.
Interaksi dengan guru dan teman sekelas dapat memengaruhi prestasi akademik,
keterampilan sosial, dan penyesuaian emosional anak.
Lingkungan sekolah yang mendukung, program pembelajaran yang efektif, dan
dukungan yang konsisten dapat berkontribusi pada perkembangan anak.
Perkembangan Moral
Perkembangan moral menyangkut aturan dan konvensi dalam interaksi antar individu.
Terdapat tiga domain dalam perkembangan moral, yaitu kognitif, perilaku, dan emosional.
Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg terdiri dari tiga level yang masing-masing
memiliki dua tahap:
1. Level 1: Penalaran Pra-Konvensional
- Tahap 1: Hukuman dan orientasi kepatuhan
- Tahap 2: Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran
Pada Level 1, penalaran moral didasarkan pada hukuman dan pertukaran kepentingan pribadi.
Pada Level 2, penalaran moral berkaitan dengan mematuhi standar sosial dan nilai-nilai
interpersonal. Pada Level 3, penalaran moral mencakup perspektif yang lebih luas, termasuk
hak asasi manusia dan prinsip-prinsip etika universal.
2. Kultural
Aspek kultural dalam pendidikan berkaitan dengan keberagaman budaya yang dimiliki
peserta didik sebagai anggota masyarakat. Budaya mencakup berbagai aspek seperti
kesenian, kepercayaan, norma, kebiasaan, dan adat istiadat. Peserta didik dalam kelas
bisa berasal dari berbagai daerah yang memiliki budaya yang berbeda-beda, sehingga
kelas menjadi multikultural.
Status Sosial dan Minat
3. Status Sosial
Aspek status sosial dalam pendidikan mencakup perbedaan dalam status ekonomi dan
sosial peserta didik. Peserta didik dengan berbagai latar belakang status sosialnya
berkumpul dalam satu kelas atau sekolah dan berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Penting bagi pendidik untuk tidak membiarkan perbedaan status sosial menjadi hambatan
dalam proses pembelajaran. Pendidik dituntut untuk bertindak adil dan tidak
diskriminatif terhadap peserta didik dari berbagai latar belakang status sosial.
4. Minat
Aspek minat dalam pendidikan memiliki peran penting dalam proses pembelajaran.
Setiap peserta didik memiliki minat belajar yang berbeda-beda, ada yang memiliki minat
tinggi, sedang, atau rendah. Penting bagi pendidik untuk terus mengembangkan minat
belajar peserta didik sesuai dengan minat yang mereka miliki. Indikator minat belajar
dapat dilihat dari perasaan senang, ketertarikan, perhatian, keterlibatan peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran, serta manfaat dan fungsi mata pelajaran.
6. Kemampuan Awal
Kemampuan awal peserta didik mengacu pada pengetahuan dan keterampilan yang harus
dimiliki sebelum mempelajari materi yang lebih tinggi. Pendidik dapat mengidentifikasi
kemampuan awal peserta didik melalui tes awal atau wawancara. Informasi tentang
kemampuan awal ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan materi pembelajaran
yang sesuai. Analisis pembelajaran juga dapat dilakukan untuk menentukan hirarki
kemampuan yang ingin dicapai oleh peserta didik.
8. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial peserta didik dapat diketahui/dilihat dari tingkatan kemampuannya
dalam berinteraksi dengan orang lain dan menjadi masyarakat di lingkungannya.
Perkembangan Moral
9. Perkembangan moral
moralitas ini dijadikan sumber/acuan untuk menilai suatu tindakan atau perilaku karena
moralitas memiliki kriteria nilai (value) yang berimplikasi pada takaran kualitatif,
seperti: baik-buruk, benar-salah, pantas tidak pantas, wajar-tidak wajar, layak-tidak
layak, dan sejenisnya. Moralitas dalam diri peserta didik dapat tingkat yang paling
rendah menuju ke tingkatan yang lebih tinggi seiring dengan kedewasaannya.
Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik merupakan proses yang sejalan dengan bertambahnya usia secara
bertahap dan berkesinambungan, dimana gerakan individu meningkat dari keadaan
sederhana, tidak terorganisir, dan tidak terampil, ke arah penguasaan keterampilan motorik
yang kompleks dan terorganisir dengan baik. Perkembangan motorik menurut Santrock
(2011) dikelompokan menjadi motorik kasar dan motorik halus :
Motorik kasar: gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar
atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.
Motorik halus: gerakan yang menggunakan otot halus, atau sebagian anggota tubuh
tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.