Anda di halaman 1dari 12

METODE

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif observasional.Penelitian


deskriptif yakni suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
Penelitian ini dilakukan langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan/analisis
data, membuat kesimpulan dan laporan (Setiadi, 2013:64).
Sedangkan penelitian observasional yaitu dilakukan dengan cara melakukan pengamatan atau
pengukuran terhadap berbagai variabel subjek penelitian (Alatas, 2004)

Metode penelitian deskriptif observasional adalah penelitian dengan menggambarkan suatu


keadaan atau masalah yang digali melalui pengamatan yang terjadi dilapangan

Jenis penelitian deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (Case Study).
Studi kasus dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang
terdiri unit tunggal serta dianalisis secara mendalam meliputi berbagai aspek yang cukup luas
dengan menggunakan berbagai Teknik secara integratif (Notoatmodjo, 2010:47). Unit tunggal
dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang terkena masalah, ataupun sekelompok
masyarakat disuatu daerah

Populasi target adalah populasi yang ingin diamati oleh peneliti.


Populasi terjangkau adalah populasi yang dapat diamati oleh peneliti karena dibatasi oleh
tempat dan waktu.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Pengambilan sampel merupakan suatu proses pemilihan dan penentuan jenis sampel dan
perhitungan besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek penelitian. Sampel yang
secara nyata akan diteliti harus representatif dalam arti mewakili populasi baik dalam
karakteristik maupun jumlahnya

Populasi dalam TIDAK dianggap homogen atau sejenis, jadi tidak digunakan random sampling
yaitu dengan mengambil sampel dari populasi dengan cara acak tanpa memperhatikan
tingkatan.

Purposive sampling adalah salah satu teknik sampling non random sampling dimana peneliti
menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai
dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.
Contoh mudah dalam penerapan teknik ini pada penelitian menggunakan metode kohort
Kelebihan:

1. Sampel terpilih adalah sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Teknik ini merupakan cara yang mudah untuk dilaksanakan.

3. Sampel terpilih biasanya adalah individu atau personal yang mudah ditemui atau
didekati oleh peneliti.
4.
Kekurangan:

1. Tidak ada jaminan bahwa jumlah sampel yang digunakan representatif dalam segi
jumlah.

2. Dimana tidak sebaik sample random sampling.

3. Bukan termasuk metode random sampling.

4. Tidak dapat digunakan sebagai generalisasi untuk mengambil kesimpulan statistik.

RETROSPEKTIF
Rancangan ini dikenal dengan sifat retrospektif yaitu rancangan yang melihat kebelakang
tentang suatu kejadian yang berhubungan dengan kejadian yang diteliti.

Kohort retrospektif Adalah suatu penelitian kohort yang berusaha melihat ke belakang
(backward looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah
terjadi, baru kemudian efek tersebut ditelusuri penyebabnya yang mempengaruhi efek atau
akibat tersebut.

Berdasarkan tabel 4.4, 3 orang ibu anak dengan kelainan kongenital (18.75%)
memiliki status gizi berat badan kurang sebelum hamil serta lingkar lengan atas kurang
dari 23.5 cm. 3 orang ibu dengan berat badan berlebih (18.75%) dan 2 orang ibu dengan
obesitas (12.5%). 
Status gizi ibu yang baik sebelum hamil maupun saat kehamilan merupakan
salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan kehamilan.

Ibu dengan status gizi kurang akan mengalami kurang energi kronik, anemia,
perdarahan setelah persalinan, kematian neonatal, abortus, BBLR, dan bahkan dapat
mengalami cacat bawaan (Kristiyanasari, 2010).

Status gizi kurang sebelum hamil berkaitan dengan disfungsi plasenta,


menyebabkan gangguan pertumbuhan janin sehingga berisiko terjadi berat lahir
kurang, lahir prematur dan kelainan kongenital (Domanski et al, 2020). Walaupun
indeks massa tubuh (IMT) sebelum kehamilan juga dipengaruhi oleh faktor genetik,
IMT berat badan kurang sebelum kehamilan juga menjadi indikator kekurangan
cadangan nutrisi (Neggers, Y. 2015)

Sebanyak 4 orang ibu (26.6%) menderita anemia selama kehamilan. 7 orang ibu
(46.6%) tidak rutin mengkonsumsi tablet tambah darah. Mayoritas ibu dengan anak
kelainan kongenital (46.6%) tidak melakukan pemeriksaan kehamilan ANC ke
puskesmas, klinik maupun bidan sehingga tidak diketahui secara pasti kondisi dan
penyulit selama kehamilan. TIDAK ADEKUAT

BESI 27 miligram / hari

Anemia dalam kehamilan ditandai dengan kadar hemoglobin <11 g/dL pada trimester
1 dan 3 atau 10,5 g/dL pada trimester 2. Penyebab tersering anemia pada kehamilan
adalah defisiensi besi, perdarahan akut dan defisiensi asam folat (Kemenkes, 2022).

Makanya hapus darah tepi -> morfologi

Konfirmasi defisiensi zat besi pada kehamilan memiliki kesulitan.


Serum ferritin, saturasi transferrin serta kadar zat besi pada sumsum tulang akan
berkurang seiring dengan perjalanan kehamilan, walaupun ibu hamil mendapatkan
suplementasi zat besi  harian dosis tinggi. Selain itu pengukuran kadar hemosiderin pada
aspirasi sumsum tulang juga tidak dapat konfirmasi adanya defisiensi zat besi
(Goonewardene et al, 2012). 

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa 7 dari 15 orang Ibu (46.6%) tidak rutin
mengkonsumsi asam folat selama kehamilan. Hasil meta analisis Agustina et al (2023)
menunjukan dari 5 studi di Indonesia didapatkan konsumsi asam folat pada ibu hamil
tidak mencapai 50% angka kecukupan gizi (Recommended Dietary Allowances),
dengan range 0-41.8%. Asam folat (vitamin B9) merupakan nutrisi esensial yang
diperlukan untuk replikasi DNA dan sintesis asam amino dan metabolisme vitamin,
dimana kebutuhannya meningkat saat kehamilan untuk pertumbuhan janin
intrauterin. Defisiensi asam folat selama kehamilan berhubungan dengan komplikasi
maternal berupa anemia dan neuropati perifer serta komplikasi fetus berupa kelainan
kongenital. Selain berperan untuk mencegah kejadian neural tube defect (NTD),
suplementasi asam folat dari pra konsepsi dan peri-konsepsi juga berperan dalam
mencegah penyakit jantung kongenital, bibir sumbing (oral cleft) dan kemungkinan
persalinan preterm. Penelitian Dewi et al. (2015) menunjukan sebagian besar (79,7%)
ibu hamil tidak mengkonsumsi asam folat. Hal tersebut berkaitan dengan minimnya
pengetahuan ibu, kurangnya informasi dari petugas kesehatan kepada ibu hamil
tentang manfaat asam folat dan dampaknya pada kehamilan bila kekurangan (Dewi et
al, 2015).

Kehamilan merupakan anugerah terbesar bagi setiap keluarga yang mendambakan buah hati,
tentunya kehamilan sebuah hal yang benar-benar harus diperhatikan kesehatannya. Dalam hal
ini tentunya asupan gizi bagi ibu hamil juga perlu sebagai perhatian bersama dalam sebuah
keluarga. Kita ketahui juga bahwa masa kehamilan merupakan periode yang sangat
menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan, karena tumbuh kembang anak
sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan.

Dalam sebuah kajian penelitian disampaikan peningkatan gizi masyarakat tidak hanya berperan
dalam program penurunan prevalensi balita pendek, namun juga terkait erat dengan 3 (tiga)
program lainnya. Hal ini terjadi karena status gizi berkaitan dengan kesehatan fisik maupun
kognitif, mempengaruhi tinggi rendahnya risiko terhadap penyakit infeksi maupun penyakit
tidak menular dan berpengaruh sejak awal kehidupan hingga masa usia lanjut. Selain hal
tersebut juga disebutkan bahwa masalah kematian dan kesakitan ibu dan anak di Indonesia
masih merupakan masalah serius sehingga pelayanan kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok
yang rentan menghadapi masalah gizi. Hal ini berhubungan dengan proses pertumbuhan janin
dan pertumbuhan berbagai organ tubuhnya sebagai pendukung proses kehamilannya.

Ibu hamil membutuhkan tambahan energi, protein, vitamin, dan mineral untuk mendukung
pertumbuhan janin dan proses metabolisme tubuh. Sebuah kajian penelitian menyampaikan
masalah yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu tidak menyadari adanya peningkatan
kebutuhan gizi selama kehamilan. Oleh sebab itu, penting untuk menyediakan kebutuhan gizi
yang baik selama kehamilan agar ibu hamil dapat memperoleh dan mempertahankan status gizi
yang optimal. Konsumsi makanan ibu hamil harus memenuhi kebutuhan untuk dirinya dan
untuk pertumbuhan serta perkembangan janin atau bayinya. Oleh karena itu, ibu hamil
membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, dengan
konsumsi pangannya tetap beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan proporsinya. Janin
tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya dan dari
simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama hamil, ibu harus menambah
jumlah dan jenis makanan yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil dan
janinnya. Selain itu, gizi juga diperlukan untuk persiapan memproduksi ASI. Bila makanan ibu
sehari-hari tidak cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin akan mengambil
persediaan yang ada di dalam tubuh ibunya, seperti sel lemak sebagai sumber kalori dan zat
besi sebagai sumber zat besi. Oleh karena itu, ibu hamil harus mempunyai status gizi yang baik
sebelum hamil dan mengonsumsi makanan yang beranekaragam baik proporsi maupun
jumlahnya.

Dalam sebuah Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 disebutkan tentang angka kecukupan gizi
yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia memberi panduan tentang angka kebutuhan gizi
berdasarkan jenis kelamin dan umur.

Kebutuhan zat gizi yang akan meningkat selama kehamilan di antaranya adalah kebutuhan
energi. Pertambahan kebutuhan energi utamanya terjadi pada trimester II dan III. Penambahan
konsumsi energi pada trimester II diperlukan untuk pertumbuhan jaringan ibu seperti
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak.
Adapun penambahan konsumsi energi sepanjang trimester III digunakan untuk pertumbuhan
janin dan plasenta.

Oleh karena itu, jika kebutuhan gizi ibu hamil tidak terpenuhi, maka dapat terjadi masalah gizi
pada ibu hamil. Masalah gizi yang dialami ibu hamil dapat mengganggu kesehatan ibu dan
janin, sehingga pemenuhan gizi pada ibu hamil menjadi penting. Masalah gizi yang timbul pada
ibu hamil saat ini masih banyak ibu hamil di Indonesia yang mengalami masalah gizi khususnya
gizi kurang seperti Kurang Energi Kronik (KEK) dan anemia. Selain itu masalah gizi pada ibu
hamil yang lain adalah gangguan akibat kekurangan yodium.

Sebagai contoh masalah Kurang Energi Kronik (KEK), Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah
keadaan dimana ibu menderita keadaan kekurangan makanan yang berlangsung menahun
(kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. KEK merupakan
gambaran status gizi ibu di masa lalu yaitu kekurangan gizi kronis pada masa anak-anak baik
disertai sakit yang berulang ataupun tidak. Kondisi tersebut akan menyebabkan bentuk tubuh
yang pendek (stunting) atau kurus (wasting) pada saat dewasa.

Kekurangan energi secara kronis menyebabkan ibu hamil tidak mempunyai cadangan zat gizi
yang adekuat untuk menyediakan kebutuhan ibu dan janin karena ada perubahan hormon dan
meningkatnya volume darah untuk pertumbuhan janin. Sebagai akibatnya, suplai zat gizi pada
janin berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat. Selanjutnya akan
lahir bayi dengan berat yang rendah.

Selain Kurang Energi Kronik (KEK), contoh lainnya yaitu masalah anemia dalam sebuah
penelitian menyebutkan anemia pada kehamilan umumnya bersifat fisiologis. Anemia
merupakan keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam
darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh. Wanita hamil rentan mengalami
anemia defisiensi besi karena kebutuhan oksigen pada ibu hamil lebih tinggi sehingga memicu
peningkatan produksi eritopoitin. Volume plasma bertambah dan sel darah merah meningkat.
Peningkatan volume plasma lebih besar dari peningkatan eritrosit sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi hemoglobin. Anemia selama kehamilan dapat berakibat fatal, memiliki
efek negatif pada kapasitas kerja, motorik dan perkembangan mental pada bayi, anak-anak,
dan remaja. Pada ibu hamil, anemia dapat menyebabkan berat lahir rendah, kelahiran
prematur, keguguran, partus lama, atonia uteri, dan menyebabkan perdarahan serta syok.

Selain masalah Kurang Energi Kronik (KEK) dan anemia, yang tidak kalah penting yang yaitu
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Dimana Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) adalah setiap kelainan yang ditemukan akibat defisiensi yodium. Yodium
merupakan salah satu mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil tetapi mempunyai
fungsi penting untuk kehidupan. Yodium yang ada di kelenjar tiroid digunakan untuk
mensintesis hormon tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan triiodotironin (T3). Hormon tersebut
diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan fisik, dan mental manusia. GAKY
memberikan dampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia, baik fisik, mental,
maupun kecerdasan. GAKY tidak hanya menyebabkan pembesaran kelenjar gondok tetapi juga
menimbulkan gangguan lain. Kekurangan yodium pada ibu hamil menyebabkan abortus, lahir
mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatnya angka kematian perinatal, dan melahirkan bayi
kretin. Perkembangan otak terjadi dengan pesat pada janin dan anak sampai usia 2 tahun.
Karena itu ibu hamil penderita GAKY meskipun masih pada tahap ringan dapat berdampak
buruk pada perkembangan kecerdasan anak. Dalam sebuah penelitian menunjukkan
perkembangan bayi yang dilahirkan oleh ibu hamil yang kekurangan yodium mengalami
keterlambatan sampai usia 2 tahun. Keterlambatannya meliputi perkembangan motorik kasar
maupun halus, personal-sosial, adaptasi serta komunikasi.
Dari beberapa ulasan di atas tentunya kita ketahui, bahwa wanita hamil merupakan kelompok
yang rawan gizi. Wanita hamil memerlukan gizi yang cukup untuk kesehatan ibu dan janinnya.
Jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi, maka akan terjadi masalah gizi. Masalah gizi yang sering
terjadi pada ibu hamil adalah KEK, anemia, GAKY. Masalah gizi tersebut berdampak pada
kualitas generasi yang akan datang karena memperlambat pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental anak serta penurunan kecerdasan.

1. Abebe, S., Gebru, G., Amenu, D., Mekonnen, Z., & Dube, L. (2021). Risk factors
associated with congenital anomalies among newborns in southwestern Ethiopia: A case-
control study. PloS One, 16(1), e0245915. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0245915
2. Agustina, R., Rianda, D., Lasepa, W., Birahmatika, FS., Stajic,V., Mufida, R. (2023).
Nutrient intakes of pregnant and lactating women in Indonesia and Malaysia: Systematic
review and meta-analysis. doi: 10.3389/fnut.2023.1030343
3. Bateman, B. T., Huybrechts, K. F., Fischer, M. A., Seely, E. W., Ecker, J. L., Oberg, A.
S., Franklin, J. M., Mogun, H., & Hernandez-Diaz, S. (2015). Chronic hypertension in
pregnancy and the risk of congenital malformations: a cohort study. American Journal of
Obstetrics and Gynecology, 212(3), 337.e1-14.
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2014.09.031
4. Blais, L., Kettani, F.-Z., Elftouh, N., & Forget, A. (2010). Effect of maternal asthma on
the risk of specific congenital malformations: A population-based cohort study. Birth
Defects Research Part A: Clinical and Molecular Teratology, NA-NA.
https://doi.org/10.1002/bdra.20651
5. Dubay, K. S., & Zach, T. L. (2023). Newborn Screening.
6. Erős, F. R., & Beke, A. (2018). Congenital Fetal Anomalies and the Role of Prenatal
Ultrasound. In Congenital Anomalies - From the Embryo to the Neonate. InTech.
https://doi.org/10.5772/intechopen.71907
7. Hurley EG, Defranco EA. Influence of paternal age on perinatal outcomes. Am J Obstet
Gynecol. 2017;217(5):566.e1-566.e6.
8. Greenberg, J. A., Bell, S. J., Guan, Y., & Yu, Y.-H. (2011). Folic Acid supplementation
and pregnancy: more than just neural tube defect prevention. Reviews in Obstetrics &
Gynecology, 4(2), 52–59.
9. Green RF, Devine O, Crider KS, Olney RS, Archer N, Olshan AF, et al. Association of
Paternal Age and Risk for Major Congenital Anomalies From the National Birth Defects
Prevention Study , 1997 to 2004. Ann Epidemiol. 2010;20(3):241–9.
10. Manuaba, I. G. 2017. Ilmu Kebidanan Penyakit Kndungan Dan Keluarga Berencana.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
11. Domanski, PG., Lange, AE., Ittermann, I., Fallenberg, J., Allenberg, H., Zygmunt, M.,
Heckmann, M., (2020). Maternal pre-pregnancy underweight as a risk factor for the
offspring: Survey of Neonates in Pomerania. DOI: 10.1111/apa.15701
12. Persson, M., Cnattingius, S., Villamor, E., Söderling, J., Pasternak, B., Stephansson, O.,
& Neovius, M. (2017). Risk of major congenital malformations in relation to maternal
overweight and obesity severity: cohort study of 1.2 million singletons. BMJ, j2563.
https://doi.org/10.1136/bmj.j2563
13. Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. (2022). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul tahun
2022.
14. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, R. I. (2018). Kelainan Bawaan.
15. Sugiharti, I., Ariani, A., Yuliani, M., Yusita, I., Lubis, T., Nurlaela Sari, D., Mulyati, I.,
Ayu Fitriani, D., Mawar Senja Khilfa Syawalia Kusumah, N., Nurohimah Prodi
Kebidanan, E., & Ilmu Kesehatan Universitas Bhakti Kencana JlSoekarno Hatta, F.
(2023). Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil Melalui Edukasi Pencegahan Penyulit
Kehamilan Dengan Sigap Resti (Resiko Tinggi). Journal of Community Service, 5(1).
https://doi.org/10.36312/sasambo.v5i1.1095
16. World Health Organization. (2023, February 23). Congenital disorders.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/birth-defects
17. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 21 tahun 2021
Tabel 2.1 Angka Kematian Bayi di Kabupaten Bantul, DIY dan Nasional Tahun 2018-202210
Tabel 2.2 Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten Bantul tahun 2016-2022 11
Tabel 2.3 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Dlingo 1 Kabupaten Bantul 20
Tabel 2.4 Sepuluh Besar Penyakit Rawat Jalan di Puskesmas Dlingo 1 tahun 2021 22
Tabel 4.1 Sebaran Jumlah Anak dengan Kelainan Kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas
Dlingo 1 29
Tabel 4.2 Sebaran Kelainan Kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas Dlingo I 29
Tabel 4.3 Karakteristik Ibu Anak Kelainan Kongenital pada Wilayah Dlingo 1 30
Tabel 4.4 Status Gizi Maternal pada Kehamilan Anak dengan Kelainan Kongenital di Wilayah
Kerja Puskesmas Dlingo 1 31

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kelainan Kongenital Eksternal Mayor 9


Gambar 2.2 Kelainan Kongenital Eksternal Minor 9
Gambar 2.3 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Dlingo 17
Gambar 2.4 Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2021 18
Gambar 2.5 Peta Penyebaran Jumlah Penduduk di Wilayah Puskesmas Dlingo 1 18
Gambar 2.6 Grafik Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan tahun 2021 19
Gambar 2.7 Grafik 10 Besar Penyakit Rawat jalan di Puskesmas Dlingo 1 tahun 2021 23
Gambar 2.8 Grafik Kunjungan Pasien Rawat Jalan di Wilayah Kerja Puskesmas Dlingo 1 tahun
2017 - 2021 24
Gambar 2.9 Kerangka Teori 25
Gambar 2.10 Kerangka Teori 25
Gambar 3.1 Alur Penelitian 28

Anda mungkin juga menyukai