Anda di halaman 1dari 20

DAFATAR PUSTAKA

BAB I......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................1
TINJAUAN KEPUSTAKAAN...............................................................................................2
2.1 Katarak pada Uveitis.............................................................................................................2
2.2 Manajemen Katarak..............................................................................................................4
2.2.1 Evaluasi dan Manajemen Praoperasi................................................................................4
2.2.2 Jenis Pembedahan: Fakoemulsifikasi vs. Bedah Katarak Sayatan Kecil/Mikro
(SICS)/(MICS)..............................................................................................................................7
2.2.3 Indikasi Operasi..................................................................................................................8
2.2 4 Teknik bedah.......................................................................................................................8
2.2.5 Dengan atau tanpa IOL....................................................................................................11
2.2.6 Perawatan pasca operasi...................................................................................................12
2.2.7 Outcome dan Komplikasi pasca operasi..........................................................................13
2.2.8 Faktor prognostik spesifik penyakit................................................................................14
BAB III.................................................................................................................................15
SIMPULAN..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17

i
BAB I

PENDAHULUAN

Katarak adalah kekeruhan pada lensa kristalina mata yang mencegah cahaya mencapai
retina, hal ini menyebabkan gangguan penglihatan yang secara signifikan mempengaruhi
kualitas hidup pasien. Suatu katarak yang sulit ditangani mengacu pada terjadinya
kekeruhan lensa kristalina akibat penyakit intraokular, terutama kondisi inflamasi
intraokular seperti uveitis anterior, intermediate, atau posterior.1
Pembentukan katarak adalah kejadian umum pada pasien dengan uveitis anterior baik
sebagai akibat langsung dari penyakit atau sebagai akibat dari penggunaan kortikosteroid
jangka panjang. Beberapa faktor telah dianggap berhubungan dengan pembentukan katarak
pada uveitis yang meliputi: Adanya mediator inflamasi; Peningkatan permeabilitas sel
lensa, Perubahan non-fisiologis pada akuos atau vitreous; Penurunan antioksidan lensa;
Sinekia dan membran yang mengganggu metabolisme lensa; dan keterlibatan langsung sel
lensa oleh agen infeksius atau toksik.2
Karena banyak pasien dengan uveitis anterior mungkin memiliki kelaianan pada
segmen posterior mata, oleh karena itu operasi katarak pada pasien tersebut tidak hanya
untuk memperbaiki penglihatan tetapi juga diperlukan untuk memungkinkan pemeriksaan,
diagnosis, dan pengobatan kelainan pada segmen posterior mata. 2
Manajemen katarak dapat meliputi tindakan operasi yang terdiri dari managemen pre
operasi, operasi dan post operasi. Operasi katarak pada mata uveitis lebih menantang
daripada pada mata non uveitis. Situasi yang menantang dalam pembedahan pada mata
uveitis meliputi: Sinekia posterior yang luas yang membutuhkan sinekiolisis, Pupil miosis
yang mungkin memerlukan prosedur yang berbeda misalnya peregangan pada pupil,
penggunaan retraktor iris, sfingterektomi; Kapsul anterior fibrotik yang membuat
kapsulotomi/kapsuloreksis menjadi sulit; Zonul lemah yang membuat ekstraksi katarak atau
prosedur fakoemulsifikasi dan implantasi IOL menjadi hal yang menantang atau tidak dapat
dilakukan.

1
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Katarak pada Uveitis

Uveitis anterior adalah penyakit yang sering terjadi pada mata dan merupakan penyakit
kronis yang sering terjadi kekambuhan berulang. Uveitis membutuhkan pengobatan
kortikosteroid sistemik ataupun topikal jangka panjang. Katarak sering terjadi pada pasien
uveitis anterior baik sebagai akibat langsung dari penyakit atau sebagai akibat dari
penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Beberapa faktor dianggap berhubungan dengan
pembentukan katarak pada uveitis antara lain: munculnya mediator inflamasi, peningkatan
permeabilitas sel lensa, perubahan non-fisiologis pada akuos atau vitreous, penurunan
antioksidan lensa, sinekia dan pembentukan membran yang mengganggu metabolisme
lensa.2
Pada uveitis kekeruhan lensa biasanya berkembang menjadi katarak Posterior Sub-
Capsular (PSC), tetapi kekeruhan lensa anterior juga dapat terjadi. Pembentukan sinekia
posterior sering terjadi, disertai dengan penebalan kapsul lensa anterior, keadaan ini
mungkin terkait dengan pembentukan fibrous pupillary membrane. Perubahan lensa pada
katarak sekunder akibat uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur. Pada beberapa
kasus terjadi deposit kalsium yang dapat diamati pada kapsul anterior atau di dalam lensa.3
Pembentukan katarak kortikal terjadi pada 70% kasus Fuchs heterochromic uveitis
(Gambar 1). Sinekia posterior dan fibrous pupillary membrane jarang terjadi pada sindrom
ini; terapi kortikosteroid jangka panjang tidak direkomendasikan. Ekstraksi katarak pada
pasien dengan Fuchs heterochromic uveitis umumnya memiliki prognosis yang baik.
Perdarahan bilik mata depan intraoperatif pada saat operasi katarak telah dilaporkan pada
sekitar 8% -25% kasus.3

2
Gambar 1 . Foto-foto klinis pasien dengan Fuchs heterochromic uveitis. A, Mata yang terkena (kiri)
memperlihatkan warna iris yang lebih terang B. Mata kanan normal. C, Pembentukan katarak pada mata kiri.3

Sebelum mempertimbangkan operasi, evaluasi yang cermat diperlukan untuk


memastikan seberapa besar sebenarnya katarak berkontribusi terhadap disfungsi
penglihatan, karena kehilangan penglihatan pada uveitis dapat berasal dari berbagai
masalah mata lainnya seperti edema makula atau vitritis. Karena banyak pasien dengan
uveitis anterior mungkin memiliki kelainan pada segmen posterior, katarak pada pasien
tersebut biasanya menjadi tantangan bagi dokter mata untuk memvisualisasi fundus, oleh
karena itu operasi katarak pada pasien tersebut tidak hanya untuk memperbaiki penglihatan
tetapi juga untuk memungkinkan pemeriksaan, diagnosis, dan pengobatan kelainan segmen
posterior. Pemeriksaan standar untuk uveitis sangat penting pada semua kasus untuk
mengetahui jenis uveitis sehingga operasi dapat direncanakan dengan tepat. Selain itu, jenis
uveitis merupakan salah satu faktor yang menentukan hasil akhir operasi dalam kasus ini.2
Pada pasien dengan uveitis, terjadinya perkembangan katarak merupakan
komplikasi karena adanya peradangan intraokular dan atau dengan adanya riwayat
pengobatan dengan steroid topikal dan sistemik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan
kejadian katarak pada uveitis bervariasi dari 57% pada pars planitis hingga 78% pada Fuchs
heterochromic cyclitis.

3
Jenis katarak yang paling umum pada uveitis adalah katarak sub-kapsular posterior, dan
perkembangannya tergantung pada durasi, intensitas, dan pengobatan peradangan. Sebuah
studi baru yang dilakukan oleh Chu Cj et.al pada 1.173 mata dengan uveitis menunjukkan
bahwa, dibandingkan dengan katarak non-uveitis, mata dengan uveitis pada pasien yang
lebih muda memiliki ketajaman visual pra operasi dan pasca operasi yang lebih buruk di
semua kunjungan. Penatalaksanaan katarak pada pasien-pasien dengan inflamasi okular
lebih sulit dan memberikan prognosis yang kurang baik daripada katarak senilis. Dilatasi
pupil yang buruk dan komplikasi intraoperatif karena sinekia posterior, stabilitas kapsul
atau zonula yang buruk, dan pendarahan karena pembuluh darah yang rapuh
menimbulkan tantangan untuk operator dan biasanya memerlukan prosedur tambahan yang
kemungkinan akan menyebabkan lebih banyak komplikasi. 4

2.2 Manajemen Katarak

Manajemen katarak dapat meliputi tindakan operasi yang terdiri dari managemen pre
operasi, operasi dan post operasi. Operasi katarak pada mata uveitik lebih sulit daripada
pada mata non uveitik. Penyulit dalam pembedahan pada mata uveitik meliputi: sinekia
posterior yang luas yang membutuhkan sinekiolisis, pupil miotik yang mungkin
memerlukan prosedur lain misalnya peregangan pupil, penggunaan retraktor iris,
sfingterektomi; fibrosis kapsul anterior menyebabkan kapsulotomi atau kapsuloreksis sulit;
zonul lemah, membuat ekstraksi katarak atau fakoemulsifikasi dan implantasi IOL menjadi
sulit atau tidak mungkin. 2

2.2.1 Evaluasi dan Manajemen Praoperasi

Operator harus mengidentifikasi manfaat operasi untuk pasien dengan riwayat dan
pemeriksaan fisik, mengidentifikasi masalah yang dapat mengurangi perbaikan penglihatan
pasca operasi. Kondisi ini termasuk penyakit vitreoretinal, pembentukan membran pupil
atau epiretinal, disfungsi kornea, neuropati optik dan perubahan saraf optik pada glaukoma.
Hal- hal tersebut dapat memengaruhi hasil akhir visual. Edema makula, glaukoma, keadaan
kornea dan penyakit saraf optik yang sudah ada sebelumnya dapat mempengaruhi hasil
operasi pada mata katarak uveitik. Pemeriksaan slit-lamp, OCT, fluorescein angiography,

4
A-

5
scan dan B-scan dapat mendeteksi kelainan okular yang sering terjadi pada uveitis yang
dapat mempengaruhi penglihatan akhir. Selain itu, lamanya pengobatan, dan kontrol
peradangan, tergantung pada penyebab. Peradangan ringan dapat diatasi dengan
prednisolon asetat topikal, tetapi untuk menangani infeksi memerlukan terapi yang
ditujukan pada sumber infeksi, penyebab sistemik noninfeksi mungkin memerlukan terapi
imunomodulator sistemik. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
infeksi dapat membantu dalam pengobatan. Setelah penyebab infeksi telah disingkirkan,
pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk mencari penyebab noninfeksi. 7
Karena kurangnya penelitian dalam hal manajemen pra operasi, tidak ada konsensus
tentang pengobatan yang ideal untuk persiapan operasi katarak pada mata dengan katarak
uveitis. Sebagian besar penulis setuju bahwa periode istirahat selama tiga bulan diperlukan,
tetapi beberapa pasien dengan uveitis berulang atau kronis dapat menjalani operasi selama
"window of opportunity" ketika peradangan tampaknya sudah terkontrol. Penggunaan
steroid sebelum operasi katarak merupakan hal yang penting. Bhargava et al. menemukan
dua publikasi yang menunjukkan pasien yang diobati dengan kortikosteroid oral pra operasi
memiliki hasil ketajaman visual akhir yang lebih signifikan daripada pasien yang tidak
menggunakan kortikosteroid pra operasi (P <0,001). 4
Ekstraksi katarak ekstra-kapsular dan fakoemulsifikasi akan lebih menantang pada
mata dengan uveitis, inflamasi intraokular harus dikontrol sebelum operasi dilakukan.
Penting untuk menghilangkan sel dan flare pada bilik mata selama minimal 3 bulan
sebelum operasi katarak. Selain memiliki mata yang tenang sebelum operasi, obat-obatan
pra operasi juga merupakan aspek penting dalam mendapatkan hasil bedah yang
memuaskan. Disarankan untuk memulai terapi kortikosteroid pra operasi kira-kira 1
minggu sebelum operasi. Kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg per hari dan
kortikosteroid topikal per jam harus diberikan sebelum operasi.2
Manajemen pra operasi tergantung pada jenis uveitis. Pada uveitis anterior non
granulomatosa dan iridosiklitis heterokromik Fuchs, pemberian topikal prednisolon asetat
1% (1 tetes setiap 6 jam) tiga sampai tujuh hari sebelum operasi mungkin sudah cukup.
Sebaliknya, pasien dengan uveitis yang berhubungan dengan juvenile idiopathic arthritis,
uveitis anterior granulomatosa, uveitis intermediate, uveitis posterior, panuveitis, atau pada

6
pasien dengan riwayat cystoid macular edema (CME), terapi topikal harus dilengkapi
dengan kortikosteroid sistemik atau dalam beberapa kasus periokular atau suntikan steroid
intraokular. Pemberian prednison (0,5 hingga 1,0 mg/kg/hari), dimulai tiga hingga tujuh
hari sebelum tindakan operasi dan ditambahkan rejimen Immunosuppressive Therapy
(IMT) atau pada pengobatan lain yang mungkin telah dikonsumsi pasien dalam waktu yang
lama untuk mengontrol peradangan jangka panjang. pengendalian inflamasi jangka
panjang. Jika prednison sistemik dikontraindikasikan (diabetes mellitus, penyakit asam-
peptik, obesitas, atau osteoporosis), dapat dipertimbangkan pemberian secara periokular.
Injeksi triamcinolone acetone atau methyl-prednisolone 40mg sub-Tenon atau transeptal
paling sering digunakan. 6
Kontrol uveitis dikonfirmasi dengan ditemukannya kurang dari lima sel pada
pemeriksaan slit-lamp. Adanya inflamasi dalam 3 bulan sebelum ekstraksi katarak terbukti
meningkatkan tingkat edema makula pasca operasi, meskipun satu studi prospektif
menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid oral 2 hari sebelum operasi secara signifikan
menurunkan tingkat edema makula.5
Pemberian obat antiinflamasi nonsteroid topikal (NSAID) (nepafenac 0,1%,
ketorolak trometamin 0,4% atau bromfenak 0,9%) direkomendasikan dimulai setidaknya
tiga hari sebelum operasi, dan diperpanjang setidaknya enam hingga delapan minggu
setelah operasi biasanya diberikan untuk semua pasien uveitis. NSAID topikal membantu
mencegah cistoid makular edema akibat pembedahan, yang umum terjadi pada pasien
dengan uveitis. 6 Pertimbangan lain khususnya kondisi uveitis harus diperhitungkan
sebelum melakukan operasi katarak. Seperti kasus pasien dengan uveitis herpes (HSV-1,
VZV), di mana sangat penting untuk memulai, atau mempertahankan pengobatan
antivirus dengan dosis penuh (2g/hari asiklovir atau 1-3g/hari valasiklovir secara oral)
selama setidaknya satu minggu sebelum operasi, hingga 4 minggu atau lebih setelah operasi
dengan dosis profilaksis (600-800mg/hari asiklovir; dan 500-
1000mg/hari valasikloviruntuk menghindari
kekambuhan peradangan akibat reaktivasi virus. 6
Keratopati sentral dan tebal yang mengganggu visualisasi katarak harus diobati
sebelumnya dengan 1-2% EDTA chelation dan debridemen atau dengan menggunakan laser
excimer dalam mode Phototherapeutic keratectomy (PTK) untuk menghilangkan endapan
7
kalsium pada membran Bowman. Setelah epitel kornea pulih, maka operasi katarak dapat
dilakukan. 6
Beberapa mata dengan katarak uveitis diperberat dengan adanya glaukoma atau
penyakit retina yang dapat membatasi hasil visual setelah operasi. Untuk mata dengan
glaukoma uveitis yang bersamaan, operasi gabungan (fakoemulsifikasi dengan implantasi
IOL ditambah trabekulektomi atau implantasi valve) telah menunjukkan peningkatan risiko
kegagalan prosedur filtering. Dalam kasus ini, lebih baik untuk melakukan ekstraksi
katarak terlebih dahulu melalui sayatan kornea untuk mencegah kerusakan pada
konjungtiva. Selanjutnya, pada tindakan berikutnya dapat dilakukan trabekulektomi dengan
antimetabolit (mitomycin-c atau 5-fluorouracil) atau implantasi glaucoma drainage device.
6

2.2.2 Jenis Pembedahan: Fakoemulsifikasi vs. Small incision cataract surgery (SICS)

Salah satu alasan sulitnya membandingkan penelitian sebelumnya adalah karena


teknik bedah yang lebih tua dibandingkan dengan bedah fakoemulsifikasi modern. Sebuah
studi oleh Suresh et al. melakukan fakoemulsifikasi melalui skleral tunnel 5,5 mm, atau
kornea 3,2 mm dengan penyisipan IOL dan peningkatan langsung dari dua atau lebih baris
Snellen VA terlihat pada 91% mata dan dipertahankan hingga follow up pada 87% kasus.
Dalam penelitian lain dari 242 mata dengan uveitis yang menjalani operasi
fakoemulsifikasi, 59,9% mata memiliki ketajaman visual 20/40 atau lebih baik pada
kunjungan pasca operasi terakhir mereka; 68,18% memiliki uveitis anterior, 7%
intermediet, 7% posterior, dan panuveitis 17,76%. Ram et al. menemukan perbaikan pada
91,6% pasien setelah fakoemulsifikasi. Estafanous et al. melaporkan 87% pasien dengan
ketajaman visual 20/40 atau lebih baik. Sebuah studi yang membandingkan
fakoemulsifikasi versus operasi Small incision cataract surgery (SICS—suatu bentuk
ekstraksi katarak ekstrakapsular) menunjukkan hasil yang sebanding dengan Corrected
Distance Visual Acuity (CDVA) dari 20/60 atau lebih baik pada 90,0% pasien yang
menjalani fakoemulsifikasi dibandingkan 88,3% pada kelompok SICS. Data dari Hazari et
al. membandingkan Extracapsular Cataract Extraction (ECCE), ECCE dengan Posterior
Chamber Intraocular Lenses (PCIOL), dan

8
fakoemulsifikasi dengan PCIOL pada pasien uveitis tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan secara statistik dalam ketajaman visual pada enam bulan antara ketiga kelompok.4

2.2.3 Indikasi Operasi

Indikasi untuk operasi pada katarak dengan uveitis serupa dengan pada katarak
senilis, dimana dibutuhkan keadaan mata yang benar-benar harus bebas dari peradangan
dan dengan terapi imunomodulator selama minimal 3 bulan. Rojas dan Foster menguraikan
empat jenis indikasi untuk operasi katarak pada pasien uveitik: intervensi mendesak pada
uveitis fakoantigenik, di mana kebocoran bahan lensa menginduksi respon inflamasi yang
menyebabkan uveitis; kehilangan penglihatan yang signifikan yang dapat dikoreksi dengan
ekstraksi katarak; ketidakmampuan untuk memvisualisasikan segmen posterior pada pasien
dengan penyakit segmen posterior, seperti diabetes, penyakit pembuluh darah retina atau
uveitis posterior; dan untuk membantu visualisasi segmen posterior untuk operasi vitreore-
tinal. 5

2.2 4 Teknik bedah

Tujuan ekstraksi katarak adalah untuk memperbaiki penglihatan. Kunci untuk


meningkatkan prognosis visual operasi katarak pada pasien dengan uveitis adalah
mengontrol proses inflamasi sebelum melakukan tindakan operasi. 6
Teknik bedah yang paling sukses adalah Micro-incision cataract surgery (MICS) dan
fakoemulsifikasi. Tantangan intraoperatif pertama adalah visualisasi katarak. Untuk
mencapai hal ini, dalam banyak kasus perlu dilakukan sinekiolisis, pengangkatan membran
pupil, sfingterotomi, penggunaan kait retraktor iris untuk mempertahankan ukuran pupil
yang memadai selama operasi. Harus diperhatikan untuk menjaga anatomi struktur segmen
anterior tetap utuh, menghindari trauma kornea, iris dan sudut bilik mata depan, dispersi
pigmen, atau perdarahan yang berlebihan. 6
Jenis anestesi tergantung pada preferensi operator, faktor lokal dan adanya sinekia
posterior. Pembedahan kadang-kadang dapat dilakukan dengan anestesi topikal; misalnya,
pada pasien dengan katarak subkapsular posterior yang berhubungan dengan uveitis Fuch.

9
Namun, jika manipulasi iris diperlukan, maka blok retrobulbar, sub-tenon atau peribulbar
lebih disukai. 7
Continous circular capsulorrhexis (CCC) harus dijaga dengan diameter 5-6mm, CCC
yang lebih kecil sering menyebabkan kontraksi kapsul, phimosis, dan peningkatan
kemungkinan dislokasi IOL, dekantasi, dan sinekia posterior. Di sisi lain, capsulorrhexis
yang sangat besar menyebabkan ketidakstabilan IOL. 6
Manipulasi iris harus dilakukan dengan hati-hati, karena manipulasi yang berlebihan
dapat meningkatkan dispersi pigmen, inflamasi pascaoperasi dan hifaema, serta dapat
menyebabkan dilatasi pupil permanen. Kami merekomendasikan melakukan capsulorrhexis
besar, karena phimosis kapsuler anterior pasca operasi lebih sering terjadi pada mata
dengan uveitis. Lebih baik menempatkan IOL di dalam kantong bukan di sulkus untuk
mencegah iritasi iris pascaoperasi.7
Energi dan waktu ultrasound disesuaikan dengan ukuran, kekerasan katarak, dan
status zonula, namun parameter tersebut harus dijaga seminimal mungkin untuk
menghindari peradangan yang berlebihan, trauma endotel kornea, risiko ruptur kapsul
posterior, hilangnya fragmen nukleus dan paparan vitreus. Pada pupil kecil, teknik paling
aman adalah vertical in situ chop. chopping fragmen lensa dilakukan di pada aperture pupil
dengan phaco tip tetap terlihat sehinnga risiko untuk terjadinya trauma iris rendah.6
Kebutuhan vitrektomi anterior dan penempatan haptic lenticular di sulkus sering
menghasilkan reaksi inflamasi parah dan persisten yang dapat terjadi segera setelah operasi
ataupun dalam periode postoperatif yang relatif sudah lama, akan mengakibatkan fibrosis,
jaringan parut, dekantasi, dan pada beberapa kasus perlu dilakukan operasi kedua untuk
mengeluarkan IOL. Oleh karena itu, menjaga kapsul posterior tetap utuh, dan menempatkan
IOL di dalam kantong kapsul adalah kunci keberhasilan dalam operasi katarak uveitis. 6
Setelah penutupan luka kornea, dapat dilakukan injeksi deksametason fosfat 400mcg
intra-kameral. Dalam kasus glaukoma sekunder atau pada pengguna steroid, injeksi steroid
periokular dengan 40 mg triamsinolon aseton sangat membantu untuk pengendalian
peradangan akut dan jangka panjang. 6
Terdapat kontroversi tentang bagaimana menangani anak-anak dengan uveitis. Secara
umum, operasi katarak pada pasien anak dengan uveitis dikaitkan dengan tingkat
komplikasi
10
yang lebih tinggi karena kesulitan saat operasi, dan dapat terjadi peradangan pasca operasi
yang parah. Teknik untuk ekstraksi katarak pada pasien anak dengan uveitis meliputi extra-
capsular cataract extraction, lensektomi, dan vitrektomi pars plana dengan
fakofragmentasi.6
Di masa lalu, pars plana lensektomi dan vitrektomi pars plana (VPP) dianjurkan
untuk membersihkan media dan mengontrol peradangan jika terdapat kekeruhan vitreus
anterior. Terutama pada katarak uveitik pediatrik, lensektomi pars plicata dan vitrektomi
telah digantikan oleh fakoemulsifikasi atau dengan irigasi dan aspirasi (lensa lunak).
Dengan teknologi yang ada sekarang, irigasi dan aspirasi lensa dengan atau tanpa
fakoemulsifikasi dengan atau tanpa VPP untuk menghilangkan partikel lensa dari segmen
anterior, dapat menurunkan risiko peradangan pasca operasi. Hampir semua katarak pada
anak akan mengalami PCO dan kapsul posterior harus diangkat pada saat ekstraksi katarak.
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan instrumen vitrektomi berukuran kecil.
Seringkali diperlukan vitrektomi anterior dan ini dapat mengurangi kemungkinan
diperlukannya intervensi bedah dan anestesi lain untuk anak. 5
Terlepas dari tindakan bedah yang dilakukan, teknik bedah untuk mengurangi
peradangan pasca operasi sangat penting untuk keberhasilan hasil visual pasca operasi.
Dalam fakoemulsifikasi, misalnya, kapsuloreksis bundar lebih disukai karena sinekia
posterior lebih kecil terjadi dibandingkan dengan robekan kapsul yang tepinya tidak rata;
capsulorhexis yang lebih kecil daripada IOL membantu mencegah pembentukan adhesi iris
dan kapsul posterior. Oleh karena itu, pengontrolan reaksi inflamasi intra dan pascaoperasi
sangat penting untuk diperhatikan. Penempatan haptic IOL dalam kantong kapsuler lebih
direkomendasikan karena mengurangi gesekan iris atau terperangkapnya IOL dan
mencegah kontak antara iris dan kapsul posterior yang dapat mengurangi terbentuknya
sinekia posterior. Dalam hal kerusakan kapsul posterior, penempatan IOL pada sulkus
dapat dilakukan, sedangkan IOL dengan fiksasi iris dan anterior chamber IOL telah
terbukti secara signifikan meningkatkan peradangan pasca operasi. Meskipun terdapat satu
laporan mengatakan bahwa pemasangan IOL pada sulkus mungkin lebih baik dibanding
intrakapsular, belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengkonfirmasi hipotesis ini. 5

11
2.2.5 Dengan atau tanpa IOL

Keputusan untuk memasang atau tidak IOL selama operasi katarak pada pasien
dengan inflamasi intraokular lebih tergantung pada etiologi uveitis, usia pasien, dan
integritas kapsul posterior.6
Secara teori pemasangan IOL silikon tidak dianjurkan karena sel-sel inflamasi dapat
terkumpul pada permukaan lensa (Gambar 2). Sebaliknya, PCIOL akrilik yang ditempatkan
di kantong kapsuler dapat ditoleransi dengan baik. Ketika komplikasi muncul dan lensa
tidak dapat dimasukkan ke dalam kantong kapsuler, operator dapat memutuskan untuk
tidak memasang lensa di sulkus siliaris atau memasang lensa pada bilik mata depan. Pilihan
lain termasuk membiarkan mata afakia atau menggunakan lensa fiksasi sklera. Pada uveitis
yang berhubungan dengan pembentukan membran, prosedur Nd:YAG berulang mungkin
diperlukan untuk membersihkan permukaan lensa.3

Gambar 2. lensa intraokular silikon dengan keratic precipitates.3

Beberapa penelitian telah menyelidiki jenis IOL yang terbaik untuk pasien dengan
uveitis. Pada orang dewasa, telah ditunjukkan bahwa bahan-bahan seperti akrilik dan

12
hidrogel relatif aman dengan hasil yang menguntungkan. Telah ditunjukkan bahwa lensa
akrilik memiliki tingkat peradangan pasca operasi yang lebih rendah dan tingkat opasitas
kapsul posterior yang lebih rendah dalam jangka waktu enam bulan setelah operasi pada
pasien uveitis. Penting untuk mempertimbangkan bahwa penelitian ini tidak memasukkan
pasien dengan riwayat juvenile artritis idiopatik ( JIA). Foster, dan Kansai, memiliki
penelitian terbesar pasien katarak dengan iridosiklitis terkait JIA, yang menggambarkan
beberapa komplikasi pasca operasi yang parah, termasuk glaukoma sekunder, fibrosis
lentikular yang luas dan pembentukan membran siklik yang terkait dengan implantasi IOL.
Operator harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan manfaat pemasangan IOL pada saat
operasi katarak pada pasien JIA atau meninggalkan mereka afakia. 6
Secara historis, afakia mata dengan katarak uveitik setelah operasi adalah hal yang
biasa, terutama pada pasien anak. Mata afakia dianggap memiliki hasil visual yang lebih
baik, penurunan pembentukan sinekia posterior dan peradangan, dan penurunan
pembentukan membran sekunder. Selanjutnya, mata uveitis diyakini memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk dislokasi IOL. Bahan lensa dan hasil penelitian telah
menunjukkan bahwa pasien umumnya berespon baik dengan pemasangan lensa dan
beberapa mata memerlukan terapi steroid dan nonsteroid topikal yang berkepanjangan . hal
yang penting diperhatikan pada kasus ini adalah pada mata pasien dengan JIA harus
dibiarkan afakia. 5

2.2.6 Perawatan pasca operasi

Pengontrolan inflamasi pasca operasi telah terbukti penting untuk mencapai hasil
visual yang baik. Banyak metode untuk mengontrol tingkat peradangan pasca operasi dan
telah digunakan pada semua jenis operasi katarak, juga dan telah disertakan ke dalam
penelitian-penelitian dengan katarak uveitik. Penelitian MUST menunjukkan bahwa 62%
pasien yang menerima terapi kortikosteroid pasca operasi tanpa melihat jenis pemberian
pengobatan dapat mencapai ketajaman visual 20/40. Ketika membandingkan kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid implan vitreous, Sen et al menunjukkan (pada 117 mata)
penurunan kekeruhan vitreus yang signifikan secara statistik dan klinis pada implan
kortikosteroid (16 vs 43%; P 0,003). Mata dengan uveitis membutuhkan terapi

13
antiinflamasi

14
yang berkepanjangan baik secara topikal, intravitreal atau sistemik untuk mencegah
inflamasi rebound dan untuk mengurangi pembentukan CME.5
Setelah tindakan, kortikosteroid topikal harus diberikan secara intensif (prednisolon
asetat 1% setiap jam), bersama dengan NSAID topikal (nepafenak 0,1% setiap 8 jam,
bromfenak, dan antibiotik topikal spektrum luas setiap 6 jam. Pada malam hari, berguna
untuk memberikan salep kortikosteroid dan juga dianjurkan untuk memberikan short acting
midriatikum (1% tropicamide setiap 6 jam) selama 10 sampai 14 hari untuk menghindari
pembentukan sinekia.6
Jika kortikosteroid oral diberikan kepada pasien, harus dipertahankan pada dosis
target selama seminggu sebelum diturunkan ke tingkat pemeliharaan (idealnya 10 mg/hari).
Tappering off steroid topikal tergantung pada tingkat peradangan intraokular, dan harus
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah perkembangan hipertensi okular atau
glaukoma sekunder. Dalam kasus antivirus sistemik, setelah 10-14 hari pasca pengobatan,
harus diberikan pada dosis profilaksis (asiklovir 600-800 mg/hari) pada waktu yang telah
ditentukan. 6

2.2.7 Outcome dan Komplikasi pasca operasi

Dengan manajemen yang tepat selama periode pra dan pasca operasi,
fakoemulsifikasi dan operasi implantasi IOL dapat berjalan dengan aman dan efektif pada
mata dengan uveitis. Namun, prosedur harus tetap dilakukan secara hati-hati untuk
mencegah komplikasi baik sebelum dan sesudah operasi.8
Kekeruhan kapsul posterior mirip dengan operasi katarak pada umumnya, Posterior
Capsule Opacification (PCO) adalah komplikasi pasca operasi yang paling sering ditemui
pada pasien dengan katarak uveitik. Pasien-pasien ini merespon dengan baik terhadap
kapsulotomi laser yttrium aluminium garnet (Nd:YAG) yang didoping neodymium.9
Edema makula sistoid merupakan komplikasi pasca operasi yang paling ditakuti
pada pasien dengan uveitis. Diperkirakan terjadi karena gangguan sawar darah retina bagian
dalam karena pelepasan mediator inflamasi. Pasien mungkin memerlukan pemantauan yang
sering dengan OCT. Obat antiinflamasi nonsteroid topikal (NSAID) dapat diberikan
untuk

15
profilaksis dan pengobatan CME, steroid topikal dapat digunakan sendiri atau dapat
dikombinasikan dengan NSAID topikal. 7,9

2.2.8 Faktor prognostik spesifik penyakit

Pasien dengan uveitis posterior dan intermediate memiliki risiko lebih rendah untuk
terjadi katarak dibandingkan dengan uveitis anterior. Namun, pasien dengan uveitis
posterior cenderung memiliki hasil pascaoperasi yang lebih buruk, mungkin karena adanya
komplikasi yang membatasi penglihatan pada retina dan saraf optik. 9

16
BAB III

SIMPULAN

Katarak adalah kekeruhan pada lensa kristalina mata yang mencegah cahaya
mencapai retina, hal ini menyebabkan gangguan penglihatan yang secara signifikan
mempengaruhi kualitas hidup pasien.. Suatu katarak yang sulit ditangani mengacu pada
terjadinya kekeruhan lensa kristalina akibat penyakit intraokular, terutama kondisi
inflamasi intraokular seperti uveitis anterior, intermediate, atau posterior.
Uveitis anterior adalah penyakit yang sering terjadi pada mata dan merupakan
penyakit kronis yang sering terjadi kekambuhan berulang yang membutuhkan pengobatan
jangka panjang dengan penggunaan kortikosteroid. Katarak dapat terjadi pada pasien
dengan uveitis anterior baik sebagai akibat langsung atau karena pengguanaan
kortikosteroid jangka panjang. Jenis katarak yang paling umum terjadi adalah katarak sub-
kapsular posterior, dan perkembangannya tergantung durasi, intensitas, dan pengobatan dari
uveitis.
Manajemen katarak dapat meliputi tindakan pre operasi, operasi dan post operasi.
Operasi katrak pada mata uveitik lebih menantang dibandingkan pada mata non uveitik
dikarenakan beberapa factor seperti sinekia posterior, pupil miotik, fibrosis kapsul anterior,
dan zonula yang lemah. Indikasi operasi katarak pada pasien uveitis antra lain intervensi
mendesak pada uveitis fakoantigentik, kehilangan penglihatan yang signifikan,
ketidakmampuan untuk visualisasi segmen posterior pada pasien dengan penyakit segmen
posterior, dan membantu visualisasi segmen posterior untuk operasi vitreo-retina.
Teknik pembedahan yang paling menghasilkan outcome yang baik antara lain
MICS/SICS dan fakoemulsifikasi. Pada pasien uveitis tantangan intraoperative yang harus
diatasi antara lain visualisasi katarak yang baik, pembuatan capsulorrhexis, perlu tidaknya
manipulasi iris, kebutuhan vitrektomi anterior, dan penutupan luka kornea.
Pemilihan IOL pada pasien katarak dengan uveitis lebih disarankan untuk
pemasangan IOL yang berbahan akrilik dikarenakan memiliki tingkat peradangan pasca
operasi dan pembentukan opasitas kapsul posterior yang lebih rendah. Keputusan untuk

17
membiarkan mata post operasi afakia tergantung dari kemungkinan terjadinya
pembentukan sinekia posterior, peradangan dan pembentukan membrane sekunder.
Tatalaksana peradangan pasca operasi penting dalam mencapai hasil visual yang
baik. Setelah operasi, kortikosteroid topical harus diberikan secara intensif bersama,
NSAID topical dan short acting mydriatic.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain Cystoid Macular Edema (CME) dan
Posterior Capsule Opacification (PCO). Management pra, intra, dan post operasi yang hati-
hati dan tepat dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal tersebut. Jika keadaan tersebut
terjadi, dapat dilakukan tindakan laser YAG untuk PCO dan pemberian NSAID dan
pemantauan ketat dengan OCT untuk pasien yang mengalami CME post operasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Shaw E, Patel BC. Complicated Cataract. [Updated 2022 Jul 5]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK572139/
2. Gogoi RN, Dam B. Surgical Management of Cataract with Anterior Uveitis.
2019;8(10):565-572.
3. AAO. (2021-2022). Basic and Clinical Science Course, Section 11 : Lens and
Cataract (Vol. 11). San Fransisco. p.73, p. 236
4. Llop SM, Papaliodis GN. Cataract Surgery Complications in Uveitis Patients: A
Review Article. Semin Ophthalmol. 2018;33(1):64-69.
doi:10.1080/08820538.2017.1353815.
5. Conway MD, Stern E, Enfield DB, Peyman GA. Management of cataract in uveitis
patients. Curr Opin Ophthalmol. 2018;29(1):69-74.
doi:10.1097/ICU.0000000000000438.
6. Garcia, Alejandro R; Cordenas,Jesus L.Uveitis Cataract.2021.Dikutip pada
5/9/22.Tersedia pada https://eyewiki.aao.org/Uveitis_Cataract#cite_note-26
7. Harapriya, Aravind.Managing cataract surgery in patients with uveitis.
COMMUNITY EYE HEALTH JOURNAL.2019.31 (104)
8. Ozates, S., Berker, N., Cakar Ozdal, P. et al. Phacoemulsification in patients with
uveitis: long-term outcomes. BMC Ophthalmol.2020; 20(109)
https://doi.org/10.1186/s12886-020-01373-5
9. Moshirfar M, Somani AN, Motlagh MN, Ronquillo YC. Management of cataract in
the setting of uveitis: A review of the current literature. Curr Opin Ophthalmol.
2020;31(1):3-9. doi:10.1097/ICU.0000000000000626

19

Anda mungkin juga menyukai