VITRECTOMY
Disusun Oleh:
Eka Shandika Ade Pratiwi
11194692110099
1.1 Definisi
a. Menyingkirkan cairan vitreous agar dapat melihat bagian belakang mata dengan
lebih jelas.
b. Mengobati beberapa kondisi mata yang serius dan memulihkan penglihatan
c. Membuang darah di dalam cairan vitreous (vitreous hemoragik) yang tidak dapat
diserap sendiri oleh tubuh.
d. Memperbaiki atau mencegah terjadinya ablasio retina, terutama bila telah
mengancam makula
e. Memperbaiki robekan yang sangat besar di dalam retina
f. Mengobati retinopati proliferatif berat yang menyebabkan terbentuknya jaringan
ikat parah atau bila pertumbuhan pembuluh darah baru pada permukaan retina
(neovaskularisasi) terus berlanjut walaupun telah dilakukan terapi laser berulang
kali
1.3 Indikasi
1.5 Penatalaksanaan
Pasien diberikan dengan obat bius sebelum sayatan kecil dibuat di sclera (bagian
putih mata) di mana beberapa alat bedah khusus dimasukkan sementara ahli
bedah menjalani pembedahan dengan gambar yang dihasilkan oleh mikroskop.
Sebuah pipa cahaya juga digunakan untuk memberikan pencahayaan di dalam
mata. Sementara vitreous gel adalah dikeluarkan menggunakan vitrector, alat
khusus yang dirancang untuk mengurangi traksi untuk menghindari cedera retina.
Alat tambahan seperti tang dan gunting juga dapat digunakan untuk
menghilangkan jaringan parut pada permukaan retina, jika ada. Setelah vitreous
gel dikeluarkan, port infus dimasukkan untuk menggantikan cairan dalam vitreous
dengan larutan garam. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan tekanan yang
memadai dan menjaga retina dan bagian mata lainnya tetap pada tempatnya.
Dalam beberapa kasus, spesialis bedah menggunakan gas atau udara untuk
menggantikan cairan di dalam vitreous. Setelah beberapa saat, cairan akan terisi
kembali dengan alami ke rongga mata. Ada juga kasus, di mana vitreous untuk
diisi dengan minyak silikon yang dikeluarkan nantinya. Gelembung minyak
kemungkinan besar tetap pada tempatnya dan akan membantu dalam pemulihan
lebih cepat, terutama pada pasien anak-anak yang mungkin tidak dapat menjaga
mata mereka di posisi yang tepat setelah bedah.
a. Penatalaksanaan Intraoperatif
Fakoemulsifikasi sebaiknya dilakukan transcorneal, mengingat perdarahan
dan sikatrik konjungtiva maupun episklera yang sering ditemui pasca scleral
buckle akan menyulitkan pada saat membuat scleral tunnel. Hidrodiseksi hingga
implantasi IOL harus dilakukan dengan gentle dan hati-
hati. Durante operasi sering terbentuk BMD yang sangat dalam serta juga untuk
mengantisipasi ketidakutuhan zonular zinii maka dilakukan pengurangan tinggi
botol irigasi disertai peningkatan flow rate pada saat memulai operasi
fakoemulsifikasi dengan tetap memperhatikan keseimbangan dari kedua
parameter tersebut.
b. Penatalaksanaan Pasca Operatif
Sebaiknya dilakukan follow up rutin dan ketat untuk mengetahui terjadinya
komplikasi berupa cystoid macular edema (CME), progresifitas retinopati diabetik
pada penyulit diabetes mellitus, inflamasi dan glaukoma sekunder. Dapat
diberikan steroid topikal, NSAID dan sikloplegik. Komplikasi pasca operasi dapat
terjadi awal atau lebih lambat. Pada minggu-minggu awal waspada terjadinya
blefaroptosis, edema kornea sedang sampai berat, peningkatan tekanan
intraokular, kebocoran luka insisi, iritis ataupun endoftalmitis. Sedangkan
komplikasi jangka panjang dapat terjadi pseudophakic bullous keratopathy, iritis
kronis, neovaskularisasi iris, posterior capsular opacification (PCO), edema
makula persisten, retinal detachment dan perdarahan vitreous.
Insisi bedah
Pembiusan Pembedahan
Penurunan
ketajaman dan
kejelasan
penglihatan Terputusnya
Lingkungan Insisi
jaringan
dingin
Ansietas
II. Rencana asuhan keperawatan pada klien dengan vitrektomi
2.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
2.1.1 Pre Operasi
a. Ansietas b.d tindakan diagnostik pembedahan
2.1.2 Intra Operasi
a. Hipotermi b.d pemajanan lingkungan, penggunaan zat anastesi
b. Resiko perdarahan, faktor resiko efek samping terkait pembedahan
2.1.3 Post Operasi
a. Nyeri akut b.d luka post operasi ( vitrektomi)
2.2 Intervensi
DIANGOSA
NO SIKI
KEPERAWATAN SLKI
1. Nyeri akut b.d kondisi Tingkat Nyeri (L.08066) Menejemen nyeri (i. 08238)
pembedahan (D.0077)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam diharapkan Tingkat
nyeri Menurun dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi lokasi,
1. Keluhan nyeri dari skala 1 karakteristik, durasi,
(meningkat) ke skala 5 (menurun) frekuensi, kualitas,
2. Ekspresi meringis dari skala 1 intensitas nyeri
(meningkat) ke skala 5 (menurun) 2. Identifikasi skala nyeri
3. Rasa gelisah dari skala 1 3. Identifikasi respon nyeri
(meningkat) ke skala 5 (menurun) non verbal
4. Tanda-tanda vital dari skala 1 4. Identifikasi faktor yang
(memburuk) ke skala 5 (membaik) memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan
prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
2. Informasikan
secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan
keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan
melakukan kegiatan yang
tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih
penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
Terapeutik
1. Pertahankan
bed rest selama
perdarahan
2. Batasi
tindakan invasif, jika
perlu
3. Gunakan kasur
pencegah dikubitus
4. Hindari
pengukuran suhu rektal
Edukasi
1. Jelaskan tanda
dan gejala perdarahan
2. Anjurkan
mengunakan kaus kaki
saat ambulasi
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan untuk
menghindari konstipasi
4. Anjurkan
menghindari aspirin atau
antikoagulan
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
makan dan vitamin K
6. Anjrkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat dan
mengontrol perdarhan,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian prodok
darah, jika perlu
3. Kolaborasi
pemberian pelunak tinja,
jika perlu
Kriteria Hasil :
Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2x24 jam diharapkan masalah resiko 1. Monitor frekuensi dan
perdarahan tidak terjadi dengan kriteria kekuatan nadi
hasil : 2. Monitor frekuensi napas
- Kekuatan nadi (2) cukup menurun 3. Monitor berat badan
menjadi (4) cukup meningkat 4. Monitor elastisitas atau
- Turgor kulit (2) cukup memburuk turgor kulit
menjadi (4) cukup meningkat 5. Monitor hasil pemeriksaan
- Hemoglobin (2) cukup memburuk serum
menjadi (4) sedang 6. Monitor intake dan output
- Hematokrit 2) cukup memburuk cairan
menjadi (4) sedang
- Berat badan (2) cukup memburuk Teraupetik
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. Colorectal Cancer. Atlanta, Ga: American Cancer Society;
2012
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta:
EGC.
Price SA., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit,
http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/11/06/laporan-pendahuluan-pada-
C. Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &
Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga , Jakarta : Widya Medika