Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK

UJI KESTABILAN DIPERCEPAT

Dosen Pengampu :
Apt. Anggita Dipika Wulandari, S.Farm., M.Farm

Disusun Oleh Kelompok 4 (A3) :


Nur Silmi Kaffah 2210212021
Anggita Virginia N M 2210212024
Innayah Marda H. T. 2210212037
Deskia Amanda F 2210212045

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2023
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat dan
petunjuk-Nya yang telah membantu kami menyelesaikan makalah tentang "kecepatan
disolusi". Kami juga ingin berterima kasih kepada semua yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini, karena tanpa dukungan mereka, kami tidak dapat berhasil. Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa ada kekurangan dalam penulisan dan tata bahasa karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima masukan dan saran dari
pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Kami berharap bahwa makalah ini akan
bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada pembaca.

Jakarta, 12 Mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Parasetamol adalah derivat asetanilida yang digunakan sebagai analgetik-antipiretik.
Banyak digunakan oleh masyarakat, parasetamol dianggap sebagai zat anti nyeri yang
paling aman. Keberhasilan pengobatan tergantung pada kadar zat aktif yang mencapai
tempat aksi. Jika kadar di bawah dosis efektif, penyembuhan penyakit dapat menjadi
sulit. Hal ini bisa disebabkan oleh pemberian dosis yang kurang atau penurunan
kualitas obat selama penyimpanan. Oleh karena itu, kontrol kualitas dan penetapan
waktu kadaluarsa obat sangat penting.
Stabilitas obat merupakan kemampuan obat untuk mempertahankan sifat dan
karakteristiknya agar sama dengan yang akan dimilikinya pada saat dibuat atau
diproduksi. Jalur utama degradasi yang menyebabkan ketidakstabilan parasetamol
adalah hidrolisis, di mana parasetamol terurai menjadi p-aminofenol dan asam asetat.
Hal ini dapat terjadi selama penyimpanan obat, sehingga penting untuk melakukan
kontrol kualitas dan menetapkan waktu kadaluarsa obat.

B. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan percobaan mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan orde reaksi penguraian suatu zat
2. Menentukan usia simpan suatu zat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KESTABILAN ZAT
Stabilitas obat merujuk pada tingkat degradasi yang terjadi pada suatu obat. Untuk
mengetahui stabilitas obat, perlu dikaji apakah terjadi penurunan konsentrasi obat
selama penyimpanan dan pengangkutan, serta apakah obat tersebut mengalami
perubahan atau tetap berada dalam batas-batas yang telah ditentukan (Volgt, 1995).
Stabilitas obat mencerminkan kemampuan obat untuk mempertahankan sifat-sifat dan
karakteristiknya agar tetap sama dengan saat obat tersebut diproduksi atau dibuat.
Stabilitas sediaan farmasi dipengaruhi oleh sifat fisik sediaan yang digunakan dalam
formulasi, serta faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan paparan cahaya
(Joshita, 2008).

Beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam stabilitas obat farmasi
meliputi perubahan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Kestabilan suatu zat merupakan
faktor krusial yang harus diperhatikan dalam pembuatan formulasi sediaan farmasi.
Hal ini sangat penting terutama untuk sediaan yang diproduksi dalam jumlah besar
dan memiliki masa simpan yang panjang sebelum sampai kepada pasien. Penurunan
stabilitas zat tersebut dapat mengakibatkan terjadinya degradasi obat yang bersifat
toksik, yang pada akhirnya dapat membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena
itu, faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu zat harus diperhatikan secara
cermat untuk memastikan pembuatan sediaan farmasi yang tepat dengan stabilitas
obat yang terjaga (Joshita,2008).

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESTABILAN ZAT


Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan zat, tergantung pada
jenis zat yang dimaksud. Beberapa faktor yang umumnya mempengaruhi kestabilan
zat antara lain:
1. Suhu: Suhu dapat mempengaruhi kestabilan zat. Suhu yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan zat.
2. Kelembaban: Kelembaban dapat mempengaruhi kestabilan zat dengan cara
yang sama seperti suhu. Kelembaban yang tinggi dapat juga menyebabkan
kerusakan zat.
3. Cahaya: Zat tertentu dapat terdegradasi oleh cahaya. Cahaya ultraviolet (UV)
biasanya merupakan sumber cahaya yang paling merusak zat, karena dapat
memicu reaksi kimia yang tidak diinginkan.
4. pH: Beberapa zat sensitif terhadap pH. Perubahan pH dapat memicu reaksi
kimia yang dapat merusak zat.
5. Oksidasi: Beberapa zat dapat teroksidasi oleh oksigen dalam udara, khususnya
jika terpapar dengan panas atau cahaya.
6. Kontaminasi: Kontaminasi dengan bahan kimia atau mikroorganisme dapat
menyebabkan degradasi atau kerusakan zat.
7. Waktu: Lama penyimpanan dapat mempengaruhi kestabilan zat. Beberapa zat
cenderung menjadi tidak stabil seiring berjalannya waktu.
Penting untuk memahami faktor-faktor ini saat merancang penyimpanan dan
penggunaan zat, terutama jika zat tersebut digunakan dalam aplikasi yang
memerlukan kestabilan jangka panjang.

C. KECEPATAN REAKSI
Kecepatan reaksi mengacu pada tingkat perubahan konsentrasi zat pereaksi
dan hasil reaksi dalam periode waktu tertentu. Menurut hukum aksi masa, kecepatan
reaksi berbanding lurus dengan perkalian dari konsentrasi mol reaktan, masing-
masing ditingkatkan oleh jumlah molekul senyawa yang terlibat dalam reaksi.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI


1. Suhu
Suhu mempunyai pengaruh terhadap kecepatan reaksi. Kenaikan suhu
meningkatkan kecepatan reaksi maka penurunan suhu akan menurunkan
kecepatan reaksi

2. Pangaruh pH
Kelarutan zat-zat ini dapat dengan mudah dipengaruhi oleh pH. Kelarutan obat
yang bersifat asam, asam lemah, basa, atau basa lemah tergantung pada pH,
dengan koefisien kelarutan yang signifikan. Dalam menentukan pH
lingkungan yang sesuai untuk mencapai kelarutan yang memadai, perlu
mempertimbangkan beberapa faktor lain. Pengaruh pH harus memenuhi
persyaratan kelarutan obat tanpa bertentangan dengan persyaratan kelarutan
lainnya. Jika pH kritis diperlukan untuk menjaga kelarutan obat, sistem
penyangga yang beroperasi dalam rentang pH yang diinginkan harus aman
secara biologis dan tidak merusak stabilitas obat. (Lachman ,1994).

3. Kekuatan ion
Kekuatan ion dapat mempengaruhi kecepatan reaksi terutama pada reaksi
yang melibatkan ion. Konsentrasi ion dalam larutan dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi. Semakin tinggi konsentrasi ion, semakin sering bertabrakan
antara ion -ion tersebut reaksi. Jika konsentrasi ion reaktan meningkat laju
reaksi akan cenderung meningkat. Muatan ion juga dapat mempengaruhi
kecepatan reaksi. Ion dengan muatan yang lebih tinggi cenderung
berintekraksi secara lebih kuat dengan molekul reaktan lainya dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya mempercepat reaksi. Dan ukuran ion
dapat mempengaruhi kecepatan reaksi dengan ukuran yang lebih kecil
cenderung lebih aktif dan dapat bergerak lebih cepat dalam larutan (Lachman,
1994).

E. ORDE REAKSI
Orde reaksi merupakan jumlah pangkat konsentrasi dalam bentuk diferensial. pada
umumnya orde reaksi terhadap suatu zat tertentu tidak lama dengan koefisien dalam
persamaan reaksi. Suatu reaksi disebut orde ke nol terhadap suatu pereaksi jika laju
reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Jika [A] adalah
konsentrasi dan [A]0 adalah konsentrasi pada saat t = 0 (Prayitno, 2007).
BAB III
METODOLOGI
A. ALAT DAN BAHAN
1. NaOH
2. Parasetamol
3. Vial
4. Labu Ukur
5. Spektrofotometer UV-Vis

B. PROSEDUR KERJA
1. Penetapan Absorpsi Parasetamol
a. Timbang teliti 100 mg parasetamol murni, masukkan ke dalam labu ukur 100
ml lalu tambahkan NaOH 0,1 N sampai tanda batas (Larutan Induk).
b. Pipet 1 ml larutan induk, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu tambahkan
NaOH 0,1 N sampai tanda batas.
c. Scan absrorbsi larutan pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 200-400 nm, dengan menggunakan NaOH 0,1 N sebagai blangko.
Catat panjang gelombang maksimumnya.
2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Parasetamol
a. Timbang 100 mg parasetamol, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu
tambahkan NaOH 0,1 N sampai tanda batas.
b. Pipet 1 ml dari larutan di atas, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu
tambahkan NaOH 0,1 N sampai tanda batas.
c. Dari larutan di atas, ambil masing-masing sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml,
dan 10 ml. Masukan ke dalam labu ukur 10 ml dan encerkan dengan NaOH
0,1 N sampai tanda batas hingga diperoleh seri larutan parasetamol dengan
konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm.
d. Ukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang geombang
maksimum parasetamol.
e. Buat kurva antara konsentrasi dan absrobansi, tentukan nilai linearitas (r) dan
persamaan garis regresinya.

Pembuatan Lar Induk


100 mg/100 ml = 1 mg/ml = 1000 ppm (Lar 1)
1 ml dari larutan 1. Masukkan ke dalam labu takar 100 ml
V1.C1 = V2.C2
1 mL. 1000 ppm = 100 mL .C2
C2 = 1 mL . 1000 ppm/ 100 mL
C2 = 10 ppm

Pembuatan konsentrasi kurva kalibrasi


V1.C1 = V2.C2
V1. 10 ppm = 10 mL. 2ppm
V1 = 10 mL. 2ppm/ 10 ppm
V1 = 2 mL

3. Uji Stabilitas Dipercepat Larutan Parasetamol


Penentuan stabilitas larutan parasetamol dilakukan dengan cara uji dipercepat pada
suhu 60˚, 70˚ dan 80˚C. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi
parasetamol sisa dalam larutan pada waktu-waktu tertentu. Larutan parasetamol yang
diuji adalah konsentrasi 10µg/ml.
a. Sebanyak 5 ml larutan parasetamol dimasukkan ke dalam 36 vial, tutup rapat
dengan tutup karet dan seal alumunium. Bungkus dengan alumunium voil.
Selanjutnya masing-masing vial disimpan di dalam oven bersuhu 60˚, 70˚ dan
80˚C (masing-masing 12 vial).
b. Setelah 10 menit, ambil 2 vial dari masing-masing suhu, dinginkan dalam
freezer (es batu 10 menit) untuk menghentikan reaksi penguraian. Lalu ukur
pada spektrofotometer UV-Vis dan dianggap sebagai konsentrasi awal pada
masing-masing suhu.
c. Selanjutnya pada waktu 1,2,3,4,5 jam setelah pengambilan awal diambil 2 vial
dari tiap suhu. Lakukan prosedur yang sama saat menentukan konsentrasi
awal. Buat kurva orde nol, orde satu, orde dua. Tentukan persamaan regresi
dan linearitasnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
a) Konsentrasi Larutan Induk
100 mg
M 1= =1000 ppm
0,1 L
M 1 × V 1=M 2 × V 2
1000 ppm x 1 ml = M 2 x 100 ml
1000 ppm× 1ml
M 2= = 10 ppm (larutan induk)
100 ml
b) Konsentrasi Larutan Kurva Kalibrasi
● 2 ml
10 ppm × 2ml
M 2¿ =2 ppm
10 ml
● 4 ml
10 ppm × 4 ml
M 2¿ =4 ppm
10 ml
● 5 ml
10 ppm × 5 ml
M 2¿ =5 ppm
10 ml
● 6 ml
10 ppm × 6 ml
M 2¿ =6 ppm
10 ml
● 8 ml
10 ppm × 8 ml
M 2¿ =8 ppm
10 ml
c) Konsentrasi Larutan Vial
100 mg
M 1= =1000 ppm
0,1 L
● M 1 × V 1=M 2 × V 2
1000 ppm x 10 ml = M 2 x 100 ml
1000 ppm× 10 ml
M 2= = 100 ppm
100 ml
● M 1 × V 1=M 2 × V 2
100 ppm x 5 ml = M 2 x 100 ml
100 ppm× 5 ml
M 2= = 5 ppm
100 ml
d) Data Pengamatan Kurva Kalibrasi

Konsentrasi Absorbansi

2 ppm 0,23408

4 ppm 0,388

5 ppm 0,45679

6 ppm 0,53497

8 ppm 0,66855
Kurva Kalibrasi

e) Data Pengamatan dan Konsentrasi Suhu 60


Sampel 1

No Waktu (menit) Abs Konsentrasi (C) Log C 1/C

1 10 0,53461 6,0787 0,7838 0,1645

2 20 0,53955 6,1469 0,7886 0,1626

3 30 0,48010 5,3269 0,7264 0,1877

4 40 0,44630 4,8607 0,6866 0,2057

5 50 0,43772 4,7423 0,6760 0,2108

Konsentrasi
1. y = 0,0725x + 0,0939 0,48010−0 , 0939
x= = 5,3269
0,0725
0,53461 = 0,0725x + 0,0939
0,53461−0 , 0939 4. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 6,0787
0,0725 0,44630 = 0,0725x + 0,0939
2. y = 0,0725x + 0,0939 0,44630−0 , 0939
x= = 4,8607
0,0725
0,53955 = 0,0725x + 0,0939
0,53955−0 , 0939 5. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 6,1469
0,0725 0,43772 = 0,0725x + 0,0939
3. y = 0,0725x + 0,0939 0,43772−0 , 0939
x= = 4,7423
0,0725
0,48010 = 0,0725x + 0,0939

Sampel 2

No Waktu (menit) Abs Konsentrasi (C) Log C 1/C

1 10 0,43381 4,6884 0,6710 0,2132

2 20 0,45373 4,9631 0,6957 0,2014

3 30 0,59501 6,9118 0,8395 0,1446

4 40 0,4452 4,8455 0,6853 0,2063

5 50 0,48540 5,4 0,7323 0,185

Konsentrasi
1. y = 0,0725x + 0,0939 0,59501−0 , 0939
x= = 6,9118
0,0725
0,43381 = 0,0725x + 0,0939
0,43381−0 , 0939 4. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 4,6884
0,0725 0,4452 = 0,0725x + 0,0939
2. y = 0,0725x + 0,0939 0,4452−0 , 0939
x= = 4,8455
0,0725
0,45373 = 0,0725x + 0,0939
0,45373−0 , 0939 5. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 4,9631
0,0725 0,48540 = 0,0725x + 0,0939
3. y = 0,0725x + 0,0939 0,48540−0 , 0939
x= = 5,4
0,0725
0,48010 = 0,0725x + 0,0939
f) Data Pengamatan dan Konsentrasi Suhu 70
Sampel 1
No Waktu (menit) Abs Konsentrasi (C) Log C 1/C

1 10 0,57549 6,6426 0,8223 0,1505

2 20 0,47351 5,236 0,7189 0,1909

3 30 0,50246 5,6353 0,7507 0,1774

4 40 0,47102 5,2016 0,7161 0,1922

5 50 0,47367 5,2382 0,7191 0,1909

Konsentrasi
1. y = 0,0725x + 0,0939 0,50246−0 ,0939
x= = 5,6353
0,0725
0,57549 = 0,0725x + 0,0939
0,57549−0 , 0939 4. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 6,6426
0,0725 0,47102 = 0,0725x + 0,0939
2. y = 0,0725x + 0,0939 0,47102−0 , 0939
x= = 5,2016
0,0725
0,47351 = 0,0725x + 0,0939
0,47351−0 , 0939 5. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 5,236
0,0725 0,47367 = 0,0725x + 0,0939
3. y = 0,0725x + 0,0939 0,47367−0 ,0939
x= = 5,2382
0,0725
0,50246 = 0,0725x + 0,0939

Sampel 2

No Waktu (menit) Abs Konsentrasi (C) Log C 1/C

1 10 0,44500 4,8427 0,6850 0,2064

2 20 0,56166 6,4518 0,8096 0,1549

3 30 0,52657 5,9703 0,7759 0,1674

4 40 0,60532 7,0540 0,8484 0,1417

5 50 0,47339 5,2343 0,7188 0,1910

Konsentrasi
1. y = 0,0725x + 0,0939 0,44500−0 , 0939
x= = 4,8427
0,0725
0,44500 = 0,0725x + 0,0939
2. y = 0,0725x + 0,0939
0,56166 = 0,0725x + 0,0939 4. y = 0,0725x + 0,0939
0,56166−0 ,0939 0,60532 = 0,0725x + 0,0939
x= = 6,4518
0,0725 0,60532−0 , 0939
x= = 7,0540
3. y = 0,0725x + 0,0939 0,0725
0,52657 = 0,0725x + 0,0939 5. y = 0,0725x + 0,0939
0,52657−0 ,0939 0,47339 = 0,0725x + 0,0939
x = =
0,0725 0,47339−0 , 0939
x= = 5,2343
5,97034 0,0725
g) Data Pengamatan dan Konsentrasi Suhu 80
Sampel 1

No Waktu (menit) Abs Konsentrasi (C) Log C 1/C

1 10 0,44066 4,7829 0,6796 0,2090

2 20 0,46955 5,1813 0,7144 0,1930

3 30 0,46834 5,1646 0,7130 0,1936

4 40 0,47381 5,2401 0,7193 0,1908

5 50 0,51027 5,7430 0,7591 0,1741

Konsentrasi
1. y = 0,0725x + 0,0939 0,46834−0 , 0939
x= = 5,1646
0,0725
0,44066 = 0,0725x + 0,0939
0,44066−0 ,0939 4. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 4,7829
0,0725 0,47381 = 0,0725x + 0,0939
2. y = 0,0725x + 0,0939 0,47381−0 , 0939
x = =
0,0725
0,46955 = 0,0725x + 0,0939
0,46955−0 , 0939 5,24014
x= = 5,1813
0,0725 5. y = 0,0725x + 0,0939
3. y = 0,0725x + 0,0939 0,51027 = 0,0725x + 0,0939
0,46834 = 0,0725x + 0,0939 0,51027−0 ,0939
x= = 5,7430
0,0725
Sampel 2

No Waktu (menit) Abs Konsentrasi (C) Log C 1/C

1 10 0,58126 6,7222 0,8275 0,1487


2 20 0,48474 5,3909 0,7316 0,1854

3 30 0,48045 5,3317 0,7268 0,1875

4 40 0,59157 6,8644 0,8366 0,1456

5 50 0,46746 5,1525 0,7120 0,1940


Konsentrasi
1. y = 0,0725x + 0,0939 0,48045−0 , 0939
x= = 5,3317
0,0725
0,58126 = 0,0725x + 0,0939
0,58126−0 ,0939 4. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 6,7222
0,0725 0,59157 = 0,0725x + 0,0939
2. y = 0,0725x + 0,0939 0,59157−0 ,0939
x= = 6,8644
0,0725
0,48474 = 0,0725x + 0,0939
0,48474−0 , 0939 5. y = 0,0725x + 0,0939
x= = 5,3909
0,0725 0,46746 = 0,0725x + 0,0939
3. y = 0,0725x + 0,0939 0,46746−0 ,0939
x= = 5,1525
0,0725
0,48045 = 0,0725x + 0,0939

h) Kurva Orde Reaksi


1) Suhu 60
Sampel 1
Sampel 2
2) Suhu 70
Sampel 1
Sampel 2
3) Suhu 80
Sampel 1
Sampel 2
i) Orde Reaksi Parasetamol
Berdasarkan kurva orde reaksi diatas dapat dilihat bahwa R terbsesar terdapat
pada suhu 60 sampel 1 yaitu 0,914 pada kurva orde dua.
j) Konstanta Laju Reaksi
- suhu 60 sampel 1
Co −Ct 6,0787−4,7423 6,0787−4,7423 1
= k.t → = k. 50 →k = .
Co . Ct 6,0787 . 4,7423 6,0787 . 4,7423 50
→ k = 0,00093
- suhu 70 sampel 1
Co −Ct 6,6426−5,2382 6,6426−5,2382 1
= k.t → = k. 50 →k = .
Co . Ct 6,6426 .5,2382 6,6426 .5,2382 50
→ k = 0,00087
- suhu 80 sampel 2
Co −Ct 6,7222−5,1525 6,7222−5,1525 1
= k.t → = k. 50 →k = .
Co . Ct 6,7222. 5,1525 6,7222. 5,1525 50
→ k = 0,00090
k) Tabel Konstanta Laju Reaksi

Suhu Suhu (Kelvin) 1/T Konstanta (K) Log (K)


(Celcius)

60 333 0,0030 0,00093 -3,03

70 343 0,0029 0,00087 -3,06

80 353 0,0028 0,00090 – 3,04

l) Kurva Arrhenius
Persamaan Regresi: 50x - 3.19 R2= 0,107
m) Konstanta Laju Reaksi Pada Suhu 25
y=50 x−3,19
log k = 50x - 3,19
1
log k = 50 ( ¿-3,19
RT
1
log k = 50 ( ¿−3,19
8,314 ×298
log k = 50 (4,035 x 10−4) - 3,19
log k = -3,17
k = 0,000676
0,693 0,693
T 1/2 = = = 1025,148
K 0,000676
n) Masa Simpan Larutan Parasetamol
0,105
T 90% =
0,000676
= 155,325 menit
= 2,58 jam

B. PEMBAHASAN
Sampel yang kami gunakan untuk menguji kestabilan obat adalah larutan
parasetamol. Variasi suhu yang digunakan pada praktikum ini adalah 60oC, 70oC, dan
80oC. Dilakukannya variasi suhu dalam uji stabilitas ini agar diketahui pada suhu
berapa suatu sediaan dapat stabil secara optimum dan untuk mengetahui pengaruh
temperatur terhadap kecepatan reaksi suatu obat. Variasi waktu yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah 10, 20, 30, 40, dan 50 menit. Variasi waktu dilakukan untuk
mengetahui waktu kestabilan suatu obat berkurang atau batas kadaluarsa obat semakin
cepat. Panjang gelombang maksimum parasetamol yang kami dapatkan adalah 257
nm. Lalu dibuat larutan deret standar 2, 4, 5, 6, dan 8 ppm dan dibuat kurva kalibrasi
dengan hasil persamaan regresinya y = 0,0725x + 0,0939 dengan R2 = 0,999.
Berdasarkan percobaan didapatkan konstanta laju reaksi pada suhu 60, 70, dan
80 secara berturut adalah 0,00093 mol/liter.menit, 0,00087 mol/liter.menit, dan
0,00090 mol/liter.menit. Dapat dilihat bahwa konstanta laju reaksi parasetamol naik
turun, hal ini tidak sesuai dengan Hukum Arrhenius yang menyatakan bahwa
konstanta laju reaksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu (Purba, et al.,
2012). Berdasarkan hasil yang kami peroleh, reaksi penguraian parasetamol
berlangsung pada orde dua dan diperoleh hasil bahwa parasetamol memiliki waktu
paruh 1025,15 menit. Dari sini dapat dihitung bahwa usia simpan parasetamol pada
suhu 25oC adalah 2,58 jam.
Stabilitas suatu obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
suhu. Suatu reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh suhu yang tinggi. Suhu yang terlalu
tinggi akan menyebabkan stabilitas obat menjadi berkurang dan menyebabkan kadar
dari obat tersebut mengalami penurunan. Dalam praktikum yang kami lakukan
didapati rata-rata kadar parasetamol pada suhu 60oC, 70oC, dan 80oC secara berturut-
turut adalah 5,431; 5,590; dan 5,222. Hasil kadar parasetamol yang didapat
mengalami kenaikan lalu penurunan pada suhu yang semakin tinggi. Hal ini tidak
sesuai dengan teori dan dapat disebabkan karena beberapa faktor kesalahan dalam
praktikum ini adalah suhu yang tidak stabil, waktu pemipetan yang kurang tepat, dan
lain-lain.
pH juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu obat.
Adanya penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan penguraian larutan obat
menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak stabil (Gokani, dkk, 2012).
Adanya penambahan NaOH pada praktikum kali ini menyebabkan penguraian larutan
menjadi dipercepat.
Kestabilan suatu obat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, antara lain panas,
cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan tambahan yang
digunakan dalam formulasi sediaan obat.
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan:
1. Reaksi penguraian parasetamol berlangsung pada orde dua,
2. Usia simpan parasetamol pada suhu 25oC adalah 2,58 jam,
3. Faktor yang mempengaruhi stabilitas suatu obat antara lain panas, cahaya,
kelembaban, oksigen, pH,mikroorganisme, dan bahan tambahan pada formula
sediaan.
DAFTAR PUSTAKA

Gokani., Desai., N. Kinjal., Rina. H. 2012. Stability Study : Regulatory Requirenment.


International Journal of Advances in Pharmaceutical Analysis. Vol 2. No 3 : 62-67.
Purba, E., Khairunisa, A. C., No, J. S. B., & Lampung, B. (2012). Kajian awal laju reaksi
fotosintesis untuk penyerapan gas CO2 menggunakan mikroalga Tetraselmis chuii.
J. Rekayasa Proses, 6(1), 7-13.
Joshita, 2008. Obat - Obat Untuk Paramedis. UI Press : Jakarta
Lachman, 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi 3. UI Press. Jakarta
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press . Yogyakarta
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai