Disusun Oleh :
Kelompok 1 Kelas A22.1
4. Fitria 22020122130085
Gini Wilden seorang ibu muda berusia 37 tahun, yang setahun lalu melahirkan
anak perempuan bernama Scarlett. Ia didiagnosis OCD, berawal dari kelahiran putrinya
yang bernama Scarle pada Agustus 2012 yang membuat Gini Wilde sangat bahagia.
Usai perjuangan panjang untuk hamil, serta persalinan sulit yang dialami, memeluk
bayi perempuannya adalah hal yang dinantikan. Perasaan yang paling menakjubkan,
yang ingin Gini Wilde rasakan.
Lalu setelah lima minggu atas kelahiran putrinya, Gini Wilden menjalani operasi
pasca melahirkan dan diharuskan menetap di rumah sakit selama beberapa waktu. Hal
tersebut mmbuat Gini Wilden jauh dari sang anak, dan memiliki rasa kekhawatiran
akan putri semata wayangnya.
Peristiwa itu adalah awal dari pikiran-pikiran menakutkan dan perilaku obsesif.
Yakin sesuatu mengerikan terjadi pada Scarle, Gini menjauh dari pisau, dan mencari
kepastian bahwa semua baik-baik saya kepada suaminya.Di rumah, satu hari setelah
operasi, Gini tak bisa menyingkirkan perasaan buruk tentang Scarle.
SKENARIO
Identifikasi Masalah
Intervensi
1. Membuat Gini Wilden merasa nyaman dengan perawat sehingga hubungan
Konselor dan konseli dapat terbentuk untuk melakukan komunikasi dan menunjang
proses konseling.
2. Gini Wilden diminta untuk menceritakan apa yang dirasakan, bagaimana Gini
Wilden menjalani kesehariannya.
3. Dapatkan diagnosa. Diagnosa didapatkan dari kesimpulan wawancara yang telah
dilakukan atau apa yang telah gini wilde ceritakan.
4. Konselor harus memahami pemicu yang dapat mengaktifkan siklus OCD. Konseli
dapat diminta untuk menuliskan apa yang memicu gejala OCD yang dialami dalam
satu minggu.
5. Perawat sebagai Konselor juga bisa memberikan instruksi pada Gini Wilden untuk
menuliskan urutan rasa takut yang dialami.
6. Sesi terapi pada Gini Wilden Perawat sebagai Konselor akan mengekspos Gini
Wilden pada hal-hal yang ditakuti atau membuat terobsesi dan kemudian
membantu gini wilde menemukan cara yang sehat untuk mengatasi kecemasan
tersebut.
7. Hal pertama dalam terapi ini adalah membuat Gini Wilden melawan penafsiran
tentang rasa takut yang dialami. Konselor bisa mengajukan beberapa pertanyaan
untuk membuktikan bahwa pikiran yang dimiliki Gini Wilden mengenai
ketakutannya salah, diantaranya:
Bukti apa yang benar-benar kumiliki untuk mendukung dan
melawan penafsiran ini?
Apa keuntungan dan kerugian pikiran seperti ini?
Apakah aku salah menganggap pikiranku ini sebagai fakta?
Apakah penafsiran tentang situasi ini akurat atau realistis?
Apakah aku 100% yakin pikiran ini akan menjadi kenyataan?
Apakah aku memkamung kemungkinan sebagai kepastian mutlak?
Apakah prediksiku tentang apa yang akan terjadi hanya didasarkan
pada perasaan?
Apakah temanku setuju bahwa skenario dalam kepalaku ini akan
terjadi?
Apakah ada cara yang lebih rasional untuk memkamung situasi ini?
8. Lalu Konselor meminta Gini Wilden untuk mempelajari metode berpikir realistis
dengan cara meyakinkan bahwa skenario terburuk yang kemungkinan akan terjadi
sangat jarang terjadi, dan Konselor juga dapat meminta konseli untuk menyatakan
hal serupa untuk menenangkan dirinya ketika kecemasan melkamu.
9. Jika melawan kompulasi sepenuhnya ternyata sangat sulit, Konselor dapat meminta
Gini Wilden untuk menunda alih-alih tidak melakukannya sama sekali. Misalnya
jika merasakan ketakutan atau kecemasan tunggulan 5 menit sebelum menanyakan
keadaan anaknya pada suaminya. Memperlama penundaan secara bertahap pada
akhirnya akan membantu Gini Wilden untuk meninggalkan tindakan itu
sepenuhnya.
Tahap Rapport
Klien : (Mengetuk pintu) “Selamat pagi Bu.”
Konselor : (Menjabat tangan konseli) “Selamat pagi, silahkan duduk.”
(Tersenyum ramah)
Klien : “Terima kasih.” (Menyunggingkan senyum kecil)
Konselor : “Perkenalkan nama saya Ners Nur Fitrianingrum, nona bisa
memanggil saya Ners Ningrum. Saya yang akan menjadi Konselor nona
saat ini. Kalo boleh saya tau, apakah benar saya berbicara dengan Ibu
Gini Wilde?” [Teknik Validasi]
Klien : “Iya benar saya Gini Wilden, Ners bisa memanggil saya Gini saja.”
Konselor : (Mengangguk) “Baik Ibu Gni, jadi konseling pada hari ini dapat kita
mulai dari sekarang hingga 1 jam kedepan.” [Kontrak Waktu] “Apakah
kamu sudah siap?”
Klien : (Menundukan kepala sambil mengangguk)
Tahap eksploring
Konselor : “Bagaimana kabar Ibu Gini hari ini?”
Klien : (mata melirik risau) “Kabar saya.. baik-baik saja” (terbata-bata)
Konselor : “Ahamdulillah, apakah saat ini ada sesuatu yang mengganjal atau
mengganggu kamu?” (reflecting feeling)
Klien : “Sebenarnya menurut saya sendiri tidak ada sesuatu yang
mengganggu, tetapi menurut pandangan suami saya, ada perilaku yang
mengganggu saya dan membutuhkan bantuan pihak lain”.
(menangkupkan tangan diatas paha)
Konselor : “Berarti suami kamu yang membawa kamu kemari?” (parafrase)
Kilen : “Iya benar. Dan saya tidak tahu mengapa saya membutuhkan proses
ini”
Konselor : “Oh begitu… lalu menurut suami kamu, perilaku seperti apa sih yang
mengganggu kamu?” (reflecting meanings)
Klien : (diam)
Konselor : “Apakah kamu merasa kesulitan untuk mengungkapkannya?” (close
question)
Klien : (mengangguk) “Iya saya merasa bingung karena didalam pikiran saya
sekarang, perilaku saya normal-normal saja” (menunjukkan ekspresi
denial). “Apakah saya boleh meminta waktu sebentar untuk
memikirkannya”
Konselor : “Tidak apa-apa. Saya akan menunggu jika kamu mau memikirkannya
terlebih dahulu”. (teknik penerimaan)
Tahap Acting
Konselor : “Mari kita bicarakan lebih lanjut tentang hal-hal yang dapat Kamu
lakukan untuk mengatasi OCD. Mungkin bisa kita mulai dengan kamu
menuliskan apa saja yang memicu gejala OCD yang kamu alami dalam
satu minggu terakhir ini dalam kertas ini” (sambil memberikan kertas)
Klien : “Baik ners”
Konselor : “Apa yang kamu rasakan saat kamu jauh dari Scarlett”
Klien mengisi kertas “Saya merasa gelisah dan tidak bisa berhenti berpikir tentang hal-
hal yang membuat saya khawatir sebelum saya memastikan bahwa itu tidak benar
terjadi”
Konselor : “Apa yang kamu lakukan untuk memastikan bahwa itu tidak benar
terjadi?”
Klien mengisi kertas “Saya menanyakan keadaan Scarlett kepada suami saya
secara berulang kali”
Konselor : “Saya mengerti. apakah kamu menyadari jika dalam jangka panjang
hal itu tidak membantu dan hanya akan memperkuat pikiran-pikiran
yang mengganggu?”
Klien : “Iya saya menyadarinya”
Konselor : “Lalu apa kamu memiliki ide untuk melawan pikiran-pikiran negatif
tersebut?”
Klien : “Saya tidak tahu”
Konselor : “Dalam kognitif-behavioral therapy, pikiran-pikiran negatif dilawan
dengan memeriksa bukti-bukti yang mendukung atau menentang
pikiran itu. Apakah kamu bersedia mencobanya?”
Klien : “Ya saya mau mencoba”
Konselor : “Oke, mari kita coba bersama-sama. Pikirkan satu pikiran yang sering
kamu alami”.
Klien : “Saya khawatir Scarlett berada dalam keadaan yang berbahaya”
Konselor : “Apakah kamu 100% yakin dengan pikiran kamu?”
Klien : (menggeleng )
Konselor : “Kamu tidak yakin?”
Klien : “Tidak”
Konselor : “Apakah kekhawatiran itu hanya didasarkan pada perasaan kamu?”
Klien : “Iya..”
Konselor : “Jika begitu, menurut kamu apa kerugian yang timbul dari pikiran
negatif kamu tersebut?”
Klien : “Suami saya merasa terganggu karena saya menanyakan keadaan
Scarlett secara berkali-kali”.
Konselor : “Lalu adakah keuntungan yang bisa kamu dapatkan dengan
mempertahankan pikiran negatif tersebut?”
Klien : “Tidak ada”
Konselor : “Dari pernyataan kamu, sebenarnya kamu sendiri tidak yakin bahwa
kekhawatiran kamu akan benar-benar terjadi karena perasaan tersebut
hanyalah kekhawatiran tidak berdasar, dan kamu juga menyadari bahwa
hal itu tidak memiliki keuntungan untuk dipertahankan dan hanya
menimbulkan kerugian karena mengganggu suami kamu, benar
begitu?”
Klien : “Benar ners”
Konselor : “Jadi ibu Gini Wilden sebenarnya skenario terburuk atas kekhawatiran
yang kamu alami sangat jarang terjadi.dan Scarle sebenarnya baik baik
saja seperti apa yang coba suami kamu yakinkan kepada kamu dan
kamu juga menyadarinya dari kesimpulan tadi. Saat kamu merasakan
khawatir yang berlebihan pada Scarlett dalam waktu yang berdekatan
cobalah meyakinkan diri kamu bahwa Scarlett itu tidak apa apa, bisa?”
Klien : “Akan saya coba ners”
Konselor : “Kamu bisa melakukannya, saya percaya itu. Lalu saya ingin beratnya
lagi, apakah kamu pernah mencoba untuk tidak menanyakan kabar
Scarlett saat kamu mengkhawatirkannya dalam waktu yang
berdekatan?” ( Close question)
Klien : “Tidak”
Konselor : “Bagaimana jika kamu mencoba untuk tidak menanyakan kabar
Scarlett dan menyakini bahwa Scarlett tidak apa-apa?”
Klien : “Mmm…. mungkin saya bisa” (ragu)
Konselor : “Baik, mari kita lakukan. Selama minggu ini, bisakah kamu mencoba
untuk mengurangi intensitas menanyakan keadaan Scarlett kepada
suami kamu”.
Klien : “Insya allah bisa ners, tetapi dapatkah suami saya ikut andil untuk
memudahkan saya menjalani terapi ini?”
Konselor : “Tentu saja, karena dukungan dari orang terdekat sangat membantu
proses terapi kamu”
Klien : “Baik ners, saya akan mulai menjalankan terapi ini dalam keseharian
saya. Jika saya membutuhkan bantuan ners kembali, apakah saya dapat
menghubungi ners lagi?”
Konselor : “Tentu saja kamu dapat emnghubungi saya kapanpun ketika kamu
membutuhkan bantuan”
kliem : “Terima kasih ners”
Tahap evaluasi
Konselor : “Sama sama , bagaimana perasaan kamu saat ini?”
kline : “Saya merasa lebih lega dan bahagia, saya yakin saya bisa mengurangi
gejala OCD yang saya alami walaupun sulit saya akan mencobanya”
Konselor : “Saya sangat senang mendengarnya, tentu saja kamu dapat
mengurangi gejala OCD yang kamu alami sampai sembuh dari OCD ini
asalkan kamu konsisten dengan terapi ini. Apakah kamu masih
mengingat langkah apa saja yang harus kamu lakukan?”
Klien : “Tentu saja saya ingat. Yang pertama saya harus mengatakan kepada
diri saya bahwa Scarlett baik baik saja saat kekhawatiran akan
keselamatan Scarlett saya rasakan lalu saya harus mengurangi intensitas
saya dalam menanyakan keadaan Scarle pada suami saya. Terakhir saya
dapat meminta bantuan kepada suami saya untuk mengingatkan saya
jika nantinya intensitas saya dalam bertanya keadaan Scarlett kembali
tidak wajar”.
Konselor : “Oh bagus sekali. (teknik memberi penghargaan) Saya berharap
semoga kedepannya kamu dapat semangat seperti ini. Untuk evaluasi
keberhasilan kamu dapat kita lakukan di pertemuan selanjutnya yang
insya allah dilakukan pekan depan”.
Klien : “Baik Ners, saya akan datang kembali pekan depan. Terima kasih
karena Ners mau membantu saya tanpa menghakimi.”
Konselor : “Sama-sama. Sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu kamu”
Klien : “Baiklah, kalau begitu saya pamit terlebih dahulu. Selamat pagi”.
Konselor : “Hati hati dijalan, semoga harimu menyenangkan”.