Bartholinitis
a. Pengertian
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan
pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan disertai dengan rasa
nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan
pada kelamin yang memerah.
b. Etiologi
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian dalam
vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya. Infeksi ini kemudian
menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas vagina
c. Etiologi Infeksi
1. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh :
Virus : kondiloma akuminata dan herpes simpleks.
Jamur : asinomises.
1. Herpes Genital
a. Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi akut pada genitalia dengan gambaran khas berupa
vesikel berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren. Biasa juga disebut
dengan herpes simpleks.7
b. Etiologi
Disebabkan HSV atau herpes virus hominis (HVH). Adapun tipe-tipe dari HSV.
- Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar wajah,
bibir, mukosa mulut, dan leher.
- Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha).
c. Epidemiologi
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-faktor
seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral
pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan,
orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih rendah
dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual.4
Studi menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan kelainan oral, dan
HSV-2 berhubungan dengan kelainan genital. Prevalensi herpes genitalis pada pria hampir
sama dengan wanita. Pada wanita hamil dapat memiliki resiko memiliki anak dengan herpes
neonatal, biasanya infeksi baru HSV berada selama trimester ketiga kehamilan.4
d. Patofisiologi
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup virus
DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi manusia. Kedua
serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus
alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan
secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host
ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran
virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif
kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat
dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa.7,8
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya
ditularkan secara seksual. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital,
ano genital maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan
kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai
dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang abrasi.
Replikasi virus dalam sel epidermis daan dermis menyebabkan destruksi seluler dan
keradangan.8,9
e. Manifestasi Klinis
- Infeksi Primer
Berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar
getah bening regional. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal,
biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang
mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatrik. Kadang-kadang juga dapat
timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya didapati
pada orang yang kekurangan antibody virus herpes simpleks. Pada wanita terdapat laporan
yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genitalia eksterna disertai infeksi pada
serviks.7,8
- Fase Laten
Tidak ditemukan gejala klinis tapi HSV dapat ditemukan dalam keaadaan tidak aktif
pada ganglion dorsalis.7
- Infeksi Rekuren
HSV menjadi aktif kembali karena mekanisme pacu mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi,
kurang tidur, hubungan seksual, dsb), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi) dan
dapat juga timbul karena jenis makanan atau minuman yang merangsang.7
Gejala klinisnya lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung 7-10 hari. sering
ditemukan gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.
Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat sama (loco) atau yang lain (non loco).8
f. Pemeriksaan Penunjang
Deteksi dan pengolongan virus herpes simplex (HSV) dapat diselesaikan dengan
mendapatkan kultur virus dari vesikel kulit. Pada awal perjalanan infeksi berulang, 80-90%
dari kultur virus dari lesi diobati positif, namun tingkat negatif–palsu meningkat setelah 48 jam
onset lesi.
1. Deteksi DNA HSV dilakukan dalam kasus-kasus tertentu dengan polymerase chain reaction
(PCR).
2. Virus dapat diisolasi dari cairan cerebrospinal (CSF) (pada bayi baru lahir), tinja, urin,
tenggorokan, mukosa anogenital, konjungtiva dan nasofaring. DNA HSV-1 juga telah
terdeteksi dalam air mata dan air liur.
3. Tzanck Pap Smear dapat dilakukan dengan cepat untuk menemukan giant cell multinuklear,
meskipun temuan ini tidak spesifik untuk jenis virus herpes. Pap smear Tzanck disediakan
dengan mengerok dasar vesikula herpes; sampel dapat diwarnai sama ada dengan pewarnaan
Wright atau Papanicolaou. Sekitar 50% dari hasil adalah positif.
4. Uji antibodi fluoresen langsung dapat digunakan pada air-dried smears, dan sekitar 75%
dari hasil adalah positif.7
Temuan Histologi
Sel yang terinfeksi dengan HSV menunjukkan degenerasi balon dan degenerasi retikuler
epidermis; acantholysis epidermal dan intraepidermal vesikel yang umum. Badan inklusi
intranuklear, inti steel-grey, keratinosit giant multinuklear, dan vesikel multilocular juga
bisa ditemukan.7
g. Penatalaksanaan7,8,9
Pada infeksi primer, penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Obat untuk mengurangi keluhan (simptomatis), misalnya: analgesik untuk meredakan nyeri.
2. Antivirus:
- Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 7-10 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 7-10 hari.
- Famcyclovir, diminum 3 x 250 mg per hari selama 7-10 hari.
Pada infeksi kambuhan (rekuren): Infeksi ringan, cukup dengan menggunakan obat untuk
meredakan keluhan (simptomatis) dan obat antivirus topikal (salep, cream), misalnya acyclovir
cream, dioleskan 5 kali sehari atau setiap 4 jam, selama 5-10 hari.
Pada infeksi berat:
- Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 5 hari.
- Acyclovir, diminum 3 x 400 mg per hari selama 5 hari.
- Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari.
- Famcyclovir, diminum 2 x 125 mg per hari selama 5 hari.
Jika kekambuhan (rekuren) terjadi lebih 8 kali dalam setahun, maka perlu dilakukan terapi
supresif selama 6 bulan, menggunakan:
- Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari
2.1 DEFINISI CONDYLOMA ACUMINATUM
Kondiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts terdiri dari epidermis dan
papula atau nodul dermal pada perineum, genitalia, lipatan crural, dan anus. Mereka bervariasi
dalam ukuran dan dapat membentuk besar, exophytic, massa seperti kembang kol, terutama di
lingkungan yang lembab perineum.1 Human papillomavirus (HPV) adalah penyebab etiologi
kondiloma akuminata. Kutil dapat menyebar ke dalam vagina, uretra, dan epitel perirectal.1,2
2.2 ETIOLOGI
Kutil kelamin atau kondiloma disebabkan oleh infeksi pada epidermis oleh jenis Human
Papiloma Virus yang spesifik pada sebagian besar lesi yang terjadi akibat HPV 6 dan 11 yang
dijumpai, namun terkadang HPV 16 atau jenis lain juga dijumpai hubungan antara kutil kelamin
dengan kutil kulit biasanya telah banyak dibahas sebelumnya namun tidak ada bukti hubungan
klinis atau virologis antara keduanya meskipun demikian sejumlah kecil pasien dengan kutil kulit
biasa juga mengalami kutil yang sama pada bagian genital autoinokulasi dengan HIV 1,2 atau 4
tampaknya merupakan penjelasan yang paling mungkin, karena jenis – jenis tersebut telah
diidentifikasi pada beberapa material kutil.
1. Aktivitas Seksual
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yang mempunyai aktivitas
seksual yang aktif dan mempunyai pasangan seksual lebih dari 1 orang (multiple). Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa mahasiswi-mahasiswa yang sering bergonta-ganti pasangan
seksual dapat terinfeksi HPV melalui pemeriksaan DNA. Wanita dengan lima atau lebih
pasangan seksual dalam lima tahun memiliki resiko 7,1% mengalami infeksi HPV (anogenital
warts) dan 12,8% mengalami kekambuhan dalam rentang waktu tersebut. Pada penelitian yang
lebih luas, yang melibatkan wanita berusia 18-25 tahun yang memiliki tiga kehidupan seksual
dengan pasangan yang berbeda berpotensi untuk terinfeksi HPV.
2. Penggunaan Kontrasepsi
Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat kontrasepsi oral ternyata menunjukkan
adanya hubungan terjadinya infeksi HPV pada servik. Namun hubungan pasti antara alat
kontrasepsi oral dengan angka kejadian terjadinya kondiloma akuminata masih menjadi
perdebatan di dunia.
3. Merokok
Hubungan antara merokok dengan terjadinya kondiloma akuminata masih belum jelas. Namun
pada penelitian ditemukan adanya korelasi antara terjadinya infeksi HPV pada seviks dengan
penggunaan rokok tanpa filter (cigarette) dengan cara pengukuran HPV DNA.
4. Kehamilan
Penyakit ini tidak mempengaruhi kesuburan, hanya pada masa kehamilan pertumbuhannya
makin cepat, dan jika pertumbuhannya terlalu besar dapat menghalangi lahirnya bayi dan dapat
timbul perdarahan pasca persalinan. Selain itu dapat juga menimbulkan kondiloma akuminata
atau papilomatosis laring (kutil pada saluran nafas) pada bayi baru lahir. Keluhan keputihan
yang di alami dapat terjadi akibat adanya kondiloma di vagina dan serviks, atau mungkin juga
keputihan oleh sebab lain seperti jamur misalnya.
5. Imunitas
Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang immunocompromised (misal HIV).8
2.3 PATOFISIOLOGI
HPV merupakan kelompok virus DNA double-strand. Sekitar 30 jenis HPV dapat
menginfeksi traktus anogenital. Virus ini menyebabkan lokal infeksi dan muncul sebagai lesi
kondiloma papilomatous. Infeksi HPV menular melalui aktivitas seksual. HPV yang berhubungan
dengan traktus genital dibagi dalam kelompok resiko rendah dan resiko tinggi yang didasarkan atas
genotipe masing-masing. Sebagian besar kondiloma genital diinfeksi oleh tipe HPV-6 atau HPV-
11. Sementara tipe 16, 18, 31, 33, 45, 51, 52, 56, 68, 89 merupakan resiko tinggi.4,6
Papiloma virus bersifat epiteliotropik dan reflikasinya tergantung dari adanya epitel
skuamosa yang berdeferensisasi. DNA virus dapat ditemui pada lapisan bawah epitel, namun
struktur protein virus tidak ditemukan. Lapisan basal sel yang terkena ditandai dengan batas yang
jelas pada dermis. Lapisan menjadi hiperplasia (akantosis), pars papilare pada dermis memanjang.
Gambaran hiperkeratosis tidak selalu ada, kecuali bila kutil telah ditemui pada waktu yang lama
atau pengobatan yang tidak berhasil, dimana stratum korneum hanya mengandung 2 lapisan sel
yang parakeratosis. Koibeytes terpancar – pencar keluar dari lapisan terluar dari kutil genialia.
Merupakan sel skuamosa yang zona mature perinuclear yang luas dibatasi dari peripheral
sitoplasma. Intinya bisa diperluas dan hyperchromasi, dua atau lebih nuklei/inti bisa terlihat.
Penelitian ultrastruktural menunjukkan adanya partikel – partikel virus pada suatu bagian nuklei
sel. Koilositosis muncul untuk menunjukkan kembali suatu efek sitopatik spesifik dari HPV.4
Pemeriksaan Penunjang Kondiloma Akuminata Pada kasus yang meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Tes asam asetat Tes dilakukan dengan aplikasi larutan asam asetat 5% pada lesi yang dicurigai.
Dalam waktu 3-5 menit, lesi akan berubah menjadi putih (acetowhite).
2. Kolposkopi Pemeriksaan dengan alat pembesaran optik (kolposkop) untuk melihat serviks dan
traktus genitalis wanita agar tampak lebih jelas. Terkadang dilakukan bersamaan dengan tes asam
asetat
. 3. Pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin KA.
Indikasinya adalah untuk bentuk lesi yang tidak khas, lesi tidak responsif terhadap terapi, dan curiga
ganas (ditandai dengan pigmentasi, pertumbuhan cepat, fiksasi pada dasar lesi, perdarahan dan ulserasi
spontan. Secara mikroskopis, lesi KA ditandai dengan gambaran koilosit (keratinosit berukuran besar
dengan area halo dan vakuolisasi perinuklear). Pada epidermis terdapat akantosis, parakeratosis, dan
rete redges yang memanjang.
4. Pemeriksaan dermoskopi Alat ini dapat melihat lesi awal datar dan membantu membedakan dengan
lesi liken planus, keratosis seboroik dan bowenoid. Pada lesi KA menunjukkan gambaran pola
vaskular dan gambaran yang khas, berupa pola mosaik pada lesi awal yang masih datar dan ola
menyerupai tombol (knoblike), serat menyerupai jari pada lesi papilomatosa.
5. Identifikasi genom HPV. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk diagnosis infeksi HPV anogenital
secara rutin. Seseorang dapat terinfeksi lebih dari 1 subtipe HPV. Pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR) mampu mendeteksi DNA HPV dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi
2.6 PENATALAKSANAAN
Karena virus infeksi HPV sangat bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat terapi
spesifik terhadap virus ini, maka perawatan diarahkan pada pembersihan kutil – kutil yang tampak
dan bukan pemusnahan virus. Perhatian pada pribadi harus ditekankan karena kelembaban
mendukung pertumbuhan kutil.10
2.7.1 Terapi
2.7.1.1 Farmakologis
a. Podophylin
Podophylin adalah resin yang diambil dari tumbuhan dengan kandungan
beberapa senyawa sitotoksik yang rasionya tidak dapat dirubah. Podophylino
yang paling aktif adalah podophylotoksin. Jenis ini mungkin terdiri atas
berbagai konsentrasi 10 – 25 % dengan senyawa benzoin tinoture, spirit dan
parafin cair.yang digunakan adalah tingtur podofilin 25 %, kulit di sekitarnya
dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi setelah 4 – 6 jam
dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari, setiap kali
pemberian tidak boleh lebih dari 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik.
Gejala toksik ialah mual, muntah, nyeri abdomen gangguan alat napas dan
keringat kulit dingin. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan karena
dapat terjadi kematian fetus. Respon pada jenis perawatan ini bervariasi,
beberapa pasien membutuhkan beberapa sesi perawatan untuk mencapai
kesembuhan klinis, sementara pasien – pasien yang lain menunjukkan respon
yang kecil dan jenis perawatan lain harus dipertimbangkan.
b. Podofilytocin
Ini merupakan satu bahan aktif resin podophylin dan tersedia sebanyak 0,5 %
dalam larutan etanol. Ini merupakan agen anti mitotis dan tidak disarankan
untuk penggunaan pada masa kehamilan atau menyusui, jenis ini lebih aman
dibandingkan podophylin. Apilkasi mandiri dapat diperbolehkan pada kasus –
kasus keluhan yang sesuai.
c. Asam Triklorasetik ( TCA )
Ini agent topikal alternatif dan seringkali digunakan pada kutil dengan
konsentrasi 30 – 50 % dioleskan setiap minggu dan pemberian harus sangat hati
– hati karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. Bahan ini dapat digunakan
pada masa kehamilan.10
d. Topikal 5-Fluorourasil (5 FU )
Krim 5 FU dapat digunakan khususnya untuk perawatan kutil uretra dan vulva
vagina, konsentrasinya 1 – 5 % pemberian dilakukan setiap hari sampai lesi
hilang dan tidak miksi selama pemberian. Iritasi lokal bukan hal yang tidak
biasa.
e. Interferon
Meskipun interferon telah menunjukkan hasil yang menjanjinkan bagi
verucciformis dan infeksi HPV anogenital, keefektifan bahan ini dalam
perawatan terhadap kutil kelamin masih dipertanyakan. Terapi parentral dan
intra lesional terhadapa kutil kelamin dengan persiapan interferon alami dan
rekombinasi telah menghasilkan tingkat respon yang berkisar antara 70 – 80 %
pada laporan – laporan awal. Telah ditunjukkan pula bahwa kombinasi IFN
dengan prosedur pembedahan ablatif lainnya menghasilkan tingkat kekambuhan
( relapse rate ) lebih rendah. Efek samping dari perlakuan inerferon sistemik
meliputi panyakit seperti flu dan neutropenia transien10
2.7.1.1 Non Farmakologis
Obat Kutil pada kelamin (Kutil Kondiloma pada pria / Kutil Jengger Ayam pada
wanita). Penggunaan: Bubuk WARTS POWDER dicampur dengan air hangat dan
dioleskan pada bagian yang sakit, secara teratur 2x sehari. Tidak pedih, ampuh dan
aman karena terbuat dari bahan-bahan alami.9,10
2.7.2 Terapi pembedahan
1. Kuret atau Kauter ( Elektrokauterisasi )
Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi lokal dapat digunakan
untuk pengobatan kutil yang resisten terhadap pengobatan topikal munculnya bekas
luka parut adalah salah satu kekurangan metode ini.
2. Bedah Beku ( N2, N2O cair )
Bedah beku ini banyak menolong untuk pengobatan kondiloma akuminata pada wanita
hamil dengan lesi yang banyak dan basah.
3. Laser
Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan beberapa kutil – kutil
yang sulit. Tidak terdapat kekawatiran mengenai ketidakefektifan karbondioksida yang
dibangkitkan selama prosedur selesai, sedikit meninggalkan jaringan parut.
4. Terapi Kombinasi
Berbagai kombinasi terapi yang telah dipergunakan terhadap kutil kelamin yang
membandel, contohnya kombinasi interferon dengan prosedur pembedahan, kombinasi
TCAA dengan podophylin, pembedahan dengan podophylin. Seseorang harus sangat
berhati – hati ketika menggunakan terapi kombinasi tersebut dikarenakan beberapa
dari perlakuan tersebut dapat mengakibatkan reaksi yang sangat serius.10
2. Bakterial Vaginosis
a. Definisi
Vaginosis bakteri atau bacterial vaginosis (BV) adalah suatu sindrom klinis akibat
perubahan ekosistem vagina, di mana terjadi pergantian flora normal Lactobacillus sp. Sebagai
penghasil H2O2 (hidrogen peroksida) di vagina, dengan bakteri anaerob (misalnya; Bactroides
sp.,Mobiluncus sp., Prevotella sp., Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis) yang
menyebabkan peningkatan pH dengan nilai <4,5 menjadi 7,0. Bisa terjadi pada wanita seksual
aktif dan bukan seksual aktif.
b. Etiologi
Pada dasarya penyebab BV sangat banyak, tetapi yang paling sering ada 4 jenis bakteri, yaitu:7
- G. vaginalis.
- Bakteri anaerob (Baceroides sp., Peptostreptococcus,., dll ).
- Mobiluncus sp.
- Mycoplasma hominis.
Gejala Klinis
Wanita dengan vaginosis bacterial akan mengeluh adanya duh tubuh dari vagina yang ringan
atau sedang dan berbau tidak enak (amis), yang dinyatakan oleh penderita sebagai satu-satunya gejala
yang tidak menyenangkan. Bau lebih menusuk setelah sanggama dan mengakibatkan darah menstruasi
berbau abnormal. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan, lebih
ringan dari pada yang disebabkan Trichomonas Vaginalis atau Candida Albicans. Nyeri abdomen,
dispareunia, atau nyeri waktu kencing jarag terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. Disamping itu
penderita vaginosis bacterial bersifat asimptomatik.
Pada pemeriksaan sangat khas, dengan duh tubuh vagina bertambah, warna abu-abu homogeny,
viskositas rendah atau normal, berbau, dan jarang berbusa. Duh tubuh melekat pada dinding vagina
dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kilauan yang difus, pH sekret vagina berkisar antara 4.5-5,5.
Gejala peradangan umum tidak ada, terdapat eritema pada vagina atau vulva atau ptekie pada dinding
vagina. Pada pemeriksaan kolposkopi tidak terlihat dlatasi pembuluh darah dan tidak ditemukan
penambahan densitas pembuluh darah pada dinding vagina, gambaran serviks normal.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis VB harus dilakukan hapusan vagina yang selanjutnya diperiksa
mengenai :
1. Bau khas “fishy odor” pada preparat basah yang disebut sebagai “whiff test” yang dilakukan
dengan meneteskan potassium hydroxide-KOH pada microscopic slide yang sudah ditetesi
dengan cairan keputihan.
2. Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk mengendalikan pertumbuhan
bakteri, pH vagina berkisar antara 3.8 – 4.2. Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang
memperlihatkan adanya pH > 5 memperlihatkan terjadinya VB.
3. Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan larutan NaCl pada microscop
slide yang telah dibubuhi dengan cairan keputihan. Clue cell adfalah sel epitel yang dikelilingi
oleh bakteria
c. Patogenesis
Bakterial vaginosis adalah hasil dari penggantian flora normal vagina (Lactobacillus)
dengan flora campuran yang terdiri dari G. vaginalis, bakteri anaerob, dan M. hominis. Dengan
demikian, kebanyakan studi tentang patogenesis BV berfokus pada bagaimana ekosistem
mikroba vagina menjadi berubah. Data epidemiologi menjelaskan bahwa penularan organisme
tertentu melalui hubungan seksual dapat memulai perubahan flora vagina pada karakteristik
BV.
Lactobacillus sp. dapat membantu wanita normal untuk melawan infeksi di vagina dan
serviks. Laktobasilus vagina menghambat G. vaginalis, Mobiluncus, dan bakteri anaerob Gram
negatif batang in vitro. Beberapa strain Lactobacillus menghasilkan H 2O2, dari studi telah
menunjukkan bahwa strain yang memproduksi H2O2. Laktobasilus lebih sering dominan pada
vagina wanita normal, dibandingkan dengan wanita dengan BV.10
Wanita dengan H2O2-laktobasilus positif jarang ditemukan pada BV, daripada wanita
dengan H2O2-negatif laktobasilus. H2O2 yang dihasilkan oleh laktobasilus vagina dapat
menghambat pertumbuhan bakteri anaerob bentuk batang, Gardnerella, Mobiluncus, dan
Mycoplasma pada vagina, baik secara langsung melalui aktivitas toksik H 2O2 atau bereaksi
dengan ion halida peroksidase di serviks sebagai bagian dari H 2O2-halida-peroksidase
antibakteri sistem.10,11
Sejauh ini, tidak ada faktor endogen yang telah diidentifikasi dapat meningkatkan
kerentanan terhadap BV. Mungkin kerentanan terhadap BV disebabakan karena pemakain
IUD, tetapi mekanisme tentang AKDR yang dapat meningkatkan risiko BV belum dapat
diketahui, pada jenis AKDR yang lebih baru dengan mekanisme pelepasan progestin dan Cu
belum dievaluasi tentang hubungannya dengan kerentanan terhadap BV. Potensial redoks (Eh)
pada permukaan epitel vagina lebih rendah pada wanita dengan BV dibandingkan pada wanita
normal.
Cairan vagina pada perempuan dengan BV akan meningkatkan kadar endotoksin,
sialidase, dan glikosidase, yang menurunkan musin dan menurunkan viskositasnya. Pada
perempuan dengan BV terjadi peningkatan kadar sitokin dan kemokin dalam lendir serviks
pada wanita hamil maupun yang tidak hamil dengan BV. Selain itu, terjadi pula penurunan
sekret leukosit dalam cairan vagina pada perempuan dengan BV.
Pengobatan
Jenis obat yang digunakan tidak membahayakan dan sedikit efek sampingnya. Pengobatan
bervariasi dari yoghurt sampai antimicrobial sistemik. Metronidazol dengan cara pemberian
beberapa macam dosis, ternyata efektif terhadap vaginosis bacterial meskipun jangka waktu
optimum dan dosis yang tepat masih dicari.
Rejimen Pengobatan
I. Topikal
1. Krim sulfonamide tripel.
2. Supositoria vaginal yang berisi tetrasiklin dapat menimbulkan vaginitis yang
disebabkan candida albicans.
3. Bufferes acid gel, tetapi hasilnya tidak dipublikasikan.
4. Krim sulfonamide tripel sebagai cairan acid cream base dengan pH 3,9 dipakai
setiap hari selama 7 hari. Pada 10 penderita hanya 4 orang yang sembuh, terbukti
bahwa menurunkan pH vagina tidak cukup memperbaiki flora vagina normal.
Penyembuhan hanya sementara selama penggunaan pengobatan topical.
II. Sistemik
1. Metronidazol dosis 2 X 400 atau 500 mg setiap hari selama 7 hari atau, Tianidazol 2 X
500 mg setiap hari selama 5 hari, member angka penyembuhan lebih dari 90%.
2. Ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 X 500 mg per oral selama 5 hari.
3. Tetrasiklin per oral merupakan predisposisi timbulnya kandidosis vaginal.
4. Eritromisin, meskipun in vitro sangat aktif terhadap G.Vaginalis dan kuman-kuman
anaerob, ternyata tidak efektif untuk vaginosis bacterial.
TRIKOMONIASIS
A. Definisi
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupum pria,
dapat bersifat akut atau kronik, disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya
melalui hubungan seksual. (Daili SF, 2009)
B. Etiologi
Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang pertama kali ditemukan oleh Donne
pada tahun 1836. Merupakan falgelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4
flagela, dan bergerak seperti gelombang.
Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana Ph 5-
7,5. Pada suhu 50℃ akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0℃ dapat bertahan sampai 5
hari.