Tanggal 11/12/2015
Imunoserologi
Tubex T : Positif
Daftar Pustaka:
1. Soedarmo,Sumarmo.,dkk.Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatric
tropis.Ed.2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI: 2008.H.338-45.
2. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Pedoman Bagi Rumah
Sakit Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta : WHO Indonesia : 2008. H.157-67.
3. Kool, Jacob, et all. Guidelines for diagnosis, management, and prevention of typhoid
fever. 2010. Available at www.health.gov.fj/wp-content/upload/2014/05/. 2015, January
4th.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis demam tifoid
2. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
3. Penatalaksanaan demam tifoid
4. Edukasi untuk pencegahan demam tifoid
5. Motivasi untuk kepatuhan berobat
1. Subyektif:
Pasien mengeluh demam yang dirasakan sejak ± 1 minggu yang lalu disertai mencret,
mual, sakit kepala dan penurunan nafsu makan. demam yang terjadi lebih dari 5 hari
dapat disebabkan oleh berbagai infeksi seperti demam tifoid , malaria DAN, tb paru, dan
lain-lain.
2. Obyektif:
Hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan dari keadaan lingkungan tempat
tinggal sangat mendukung diagnosis demam tifoid. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
Gejala klinis
- demam ± 1 minggu, terutama sore menjelang malam
- gejala gangguan pencernaan ( diare dan mual)
- gejala penyerta ( sakit kepala, penurunan nafsu makan)
Pemeriksaan fisik :
1. Tanda-tanda vital
- suhu : 37,90c
- nadi : 58x/mnt
2. Status lokalis :
- terdapat coated tongue ( kotor di tengah,tepi dan ujung merah )
Pemeriksaan laboratorium :
- leukosit : 7400/ul
- tubex test : +
3. Assessment :
Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun diantar oleh orangtuanya ke rumah sakit dengan
keluhan demam yang dirasakan ± 1 minggu smrs. Demam terus menerus sepanjang hari,
meningkat terutama sore menjelang malam, tidak menggigil , disertai keluhan
gastrointestinal seperti mual,BAB cair dan tidak nafsu makan. Dari keluhan utama
berupademam lama dipikirkan bebereapa kemungkinan penyebab, antara lain demam
tifoid,dan malaria.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan suhu 37,9 oC . Hal
ini menunjukkan pasien dalam keadaan demam. Frekuensi nadi 58x/menit yang berarti
pasien dalam keadaan bradikardi relative dimana peningkatan suhu 1oC tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/mnt Lidah tampak kotor dengan tepi yang hiperemis
menunjukkan gambaran typhoid tongue.
Untuk lebih memastikan maka dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu uji widal dan uji
Tubex. Uji widal adalah uji serologi yang akan memperlihatkan reaksi antibodi
Salmonella terhadap antigen O-somatik dan H-flagellar di dalam darah. Dikatakan positif
apabila: a. Peningkatan titer uji widal 4x(selama 2-3 minggu), b. dalam 1x pemeriksaan
nilainya 1/320 atau 1/640 dengan gejala klinik khas. Pada pasien ini hasil uji widalnya
adalah S.Typhi O, S.Typhi H,S.Paratyphi A-H,S.Paratyphi B-H : 1/80. Kekurangan pada
uji widal adalah tingkat spensitivitas dan spesivitasnya rendah, oleh karena itu pada
pasien ini dilakukan uji tubex dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi.
Tubex test adalah suatu pemeriksaan diagnostik in vitro semi kuantitatif untuk
mendeteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh S. typhi melalui deteksi spesifik
adanya serum antibody IgM terhadap antigen S. typhi, dengan cara mengukur
kemampuan serum antibodi IgM tersebut dalam menghambat reaksi antara antigen dan
monoklonal antibodi. Selanjutnya ikatan tersebut diseparasikan oleh suatu daya magnet.
Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM S. typhi
dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan reaksi warna akhir
dengan sekala warna.Uji ini memerlukan waktu sekitar 10 menit.Pada pasien ini
didapatkan hasil uji tubex +. Dari hasil pemeriksaan ini diagnosis demam tifoid dapat
ditegakkan. Maka tatalaksana yang sesuai adalah pemberian antibiotik dan terapi
simtomatik.Menurut Guidelines for the diagnosis, management, and prevention of
typhoid fever , antibiotic pilihan utama adalah golongan kuinolon yaitu siprofloksasin.
Namun karena banyaknya resistensi terhadap siprofloksasin, maka digunakan obat lini
kedua yaitu ceftriakson.
4. Planning :
Penatalaksanaan :
- Tirah baring total dan mobilisasi bertahap
- Diet lunak
- Ceftriaxon inj. 2x1gr
- Paracetamol infuse 3x500 mg
Edukasi :
a. Menghindari jajan sembarangan
b. Mencuci tangan sebelum makan
c. Mencuci tangan setelah buang air besar
d. Memberitahukan keluarga untuk tidak menggunakan air hujan sebagai
salah satu sumber air
e. Memberitahu keluarga bahwa penyakit ini membutuhkan istirahat total
f. Menjaga pola makan pasien dengan diet lunak ( bubur saring) yang
diberikan dalam porsi sedikit tapi sering, mengandung kalori dan protein
yang tinggi, serta menghindari mengonsumi makanan maupun minuman
yang mengandung gas, pedas dan asam.