Anda di halaman 1dari 28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Pembelajaran Fisika
a. Hakekat Fisika
Menurut Gerthsen Fisika adalah suatu teori yang menerangkan
gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan bermassa jenis menemukan
hubungan antara kenyataan-kenyataan persyaratan utama untuk
pemecahkan masalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut (Herbert
Druxes, Gernot Born, dan Frizt Siessen, 1986: 3).
Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam
rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan analitis induktif
dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas, 2003:6).
Sementara menurut Brockhaus dan Gerthsen pengertian Fisika
antara lain:
a. Menurut Brockhaus, Fisika adalah pelajaran tentang kejadian
dalam alam, yang memungkinkan penelitian dalam percobaan,
pengukuran apa yang didapat, penyajian serta matematis dan
berdasarkan pengetahuan umum.
b. Menurut Gerthsen, Fisika adalah suatu teori yang menerangkan
gejala-gejala alam yang sederhana dan berusaha menemukan
hubungan antara pernyataan-pernyataan. Prasyarat dasar untuk
memecahkan persoalan ialah mengamati gejala-gejala tersebut
Herbert (1986: 3).

Menurut Brockhaus dan Gerthsen tersebut, Fisika adalah


pelajaran yang menerangkan gejala alam yang yang dapat diamati dengan
percobaan untuk menemukan hubungan antara gejala-gejala tersebut.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut Fisika merupakan suatu ilmu
commit to
pengetahuan yang mempelajari user
mengenai gejala-gejala alam sehingga

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

diperoleh pernyataan-pernyataan atau hukum yang dapat disajikan secara


matematis.
b. Pembelajaran Fisika
Pembelajaran Fisika dipandang sebagai suatu proses untuk
mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-
hukum Fisika sehingga dalam proses pembelajarannya harus
mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Pembelajaran IPA (Fisika) adalah pembelajaran yang tidak
mengabaikan hakikat IPA (Fisika) sebagai sains.
Hakikat sains yang dimaksud meliputi produk, proses, dan sikap
ilmiah. Pembelajaran IPA (Fisika) seharusnya dapat memberikan
pengalaman langsung pada siswa sehingga menambah kemampuan
dalam mengkonstruksi, memahami, dan menerapkan konsep yang
telah dipelajari. Dengan demikian, siswa akan terlatih menemukan
sendiri berbagai konsep secara holistik, bermakna, otentik serta
aplikatif untuk kepentingan pemecahan masalah (Taufik, 2010: 33).

Tujuan mata pelajaran Fisika SMA dalam Permendiknas nomor


22 tahun 2006 tentang standar Isi di antaranya:
1) Membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menyadari
keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa;
2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis
dan dapat bekerjasama dengan orang lain;
3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah,
mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang
dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan
secara lisan dan tertulis;
4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis
induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip
Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan
menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif;
5) Menguasai konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan
pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

6) Menguasai konsep dasar Fisika yang mendukung secara langsung


pencapaian kompetensi program keahliannya;
7) Menerapkan konsep dasar Fisika untuk mendukung penerapan
kompetensi program keahliannya dalam kehidupan sehari-hari;
8) Menerapkan konsep dasar Fisika untuk mengembangkan
kemampuan program keahliannya pada tingkat yang lebih tinggi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan adanya mata pelajaran


Fisika adalah membentuk peserta didik yang tidak hanya mengusai ilmu
Fisika namun juga mengetahui penerapan ilmu Fisika serta memupuk
karakternya.
2. Model Pembelajaran Project Based Learning
a. Model Pembelajaran
Pengertian model menurut Meyer, W.J (1935: 2), “Model sebagai
suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu
hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih
komprehensif.” Sedangkan pengertian model pembelajaran menurut
Suprijono (2013: 98), “Model pembelajaran adalah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun
tutorial”.
Menurut Winataputra yang dikutip oleh Sugiyanto (2009: 3),
“model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran”.
Joyce dan Wail dalam Isjoni (2009: 73), model pembelajaran
adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa
dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan
memberi petunjuk kepada pengajar kelasnya.
Jadi model pembelajaran adalah kerangka atau pola yang
menggambarkan prosedur pembelajaran yang dijadikan pedoman bagi
pengajar dalam melaksanakan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

b. Pengertian Model Project Based Learning


Tidak ada definisi pasti mengenai model Project Based Learning
(PjBL), banyak penulis yang mencoba untuk mendefinisikan PjBL.
Menurut Buck Institute for Education (BIE), PjBL merupakan model
pembelajaran sistematis yang melibatkan siswa dalam belajar melalui
proses pemecahan masalah dan mampu menghasilkan produk sebagai
karya siswa yang bernilai dan realistik. Thomas (2000) menyatakan
PjBL sebagai model pembelajaran yang memerlukan tugas-tugas
kompleks PjBL didasarkan pada masalah menantang yang melibatkan
siswa dalam memecahkan masalah, melakukan investigasi dan mengambil
keputusan secara mandiri yang berujung pada produk yang realistis
(Yalcin, Turgut & Buyukkasap, 2009: 83).
Menurut Han dan Bhattacharya (2001) dalam Mihardi (2013:190)
bahwa PjBL adalah sebuah strategi belajar mengajar yang
mengikutsertakan siswa dalam aktivitas yang kompleks.
Pendapat lain dikutip dari project-based learning handbook
(2007) dalam Holubova (2008: 29) menjelaskan bahwa PjBL adalah suatu
metodologi pembelajaran dimana siswa mempelajari kemampuan-
kemampuan yang penting dengan mengerjakan proyek yang actual.
Bas (2011: 2) menyatakan bahwa PjBL adalah model
pembelajaran autentik dimana siswa merencanakan, mengimplementasi,
dan mengevaluasi proyek yang tidak hanya berada didalam kelas tetapi
berorientasi pada dunia nyata.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
model PjBL adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
pemecahan masalah melalui suatu proyek yang didalamnya menuntut
siswa melakukan pengumpulan data, melakukan analisis dan mengambil
keputusan dimana proyek yang dikerjakan berorientasi pada kehidupan
sehari-hari.
Tahapan pembelajaran dalam PjBL yang dikembangkan The
commit
George Lucas Educational to user (2005) dalam Nurohman (2007:
Foundation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

10 - 11) yaitu: Start with the essential question, design a plan for the
project , design a plan for the project , create a schedule , monitor
the students and the progress of the project, assess the outcome, dan
evaluate the experience. Tahapan-tahapan tersebut akan merupakan
langkah-langkah yang dilalui siswa dalam mengerjakan proyek yaitu
dimaulai dari sebuah pertanyaan esensial yang menjadi landasan siswa
dalam melakukan proyek dilanjutkan dengan perencanaan proyek
kemudian siswa membuat menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Tahapan selanjutnya adalah guru melakukan
monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek.
Tahapan terakhir adalah refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek
yang sudah dijalankan pada akhir proses pembelajaran.

Tabel 2.1. Perbedaan Antara Pembelajaran Berbasis Proyek dengan


Pembelajaran Tradisional (Ngalimun, 2013: 195 - 196)

Aspek Pembelajaran Tradisional Pembelajaran Berbasis


Pendidikan Proyek
Cakupan isi Kedalaman pemahaman
Pengetahuan tentang Pengusaaan konsep-
Fokus fakta-fakta konsep dan prinsip-prinsip
kurikulum Belajar keterampilan Pengembangan
“building-block” dalam keterampilan pemecahan
isolasi masalah kompleks
Mengikuti urutan Mengikuti minat pebelajar
kurikulum secara ketat
Berjalan dari blok ke Unit-unit besar terbentuk
Lingkup dan
blok atau unit ke unit dari problem dan isu yang
urutan
kompleks
Memusat, fokus berbasis Meluas, fokus interdisiplin
disiplin
Penceramah dan direktur Penyedia sumber belajar
pembelajaran dan partisipan di dalam
Peranan guru
kegiatan belajar
Ahli Pembimbing/partner
Produk Proses dan produk
Skor tes Pencapaian yang nyata
Fokus
Membandingkan dengan Unjuk kerja standar dan
pengukuran
yang lain kemajuan dari waktu ke
commit to user waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

Reproduksi informasi Demonstrasi pemahaman


Teks, ceramah, dan Langsung sumber-sumber
presentasi asli; bahan-bahan tercetak,
interview dan dokumen,
Bahan- bahan
dll
pembelajaran
Kegiatan dan lembar Data dan bahan
latihan dikembangkan dikembangkan oleh
guru pebelajar
Penyokong, periferal Utama, integral
Dijalankan guru Diarahkan pebelajar
Penggunaan Kegunaaan untuk Kegunaan untuk
teknologi perluasan presentasi guru memperluas presentasi
pebelajar atau penguatan
kemampuan pebelajar
Pebelajar bekerja sendiri Pebelajar bekerja dalam
kelompok
Pebelajar kompetisi satu Pebelajar kolaboratif satu
dengan lainnya dengan lainnya
Konteks kelas
Pebelajar menerima Pebelajar mengkonstruksi,
informasi dari guru berkontribusi, dan
melakukan sintesis
informasi
Menjalankan printah guru Melakukan kegiatan
belajar yang diarahkan
oleh diri sendiri
Pengingat dan pengulang Pengkaji, integrator, dan
Peranan
fakta penyaji ide
pebelajar
Pembelajar menrima dan Pembelajar menentukan
menyelesaikan tugas- tugas mereka sendiri dan
tugas laporan pendek bekerja secara independen
dalam waktu yang besar
Pengetahuan tentang Pemahaman dan aplikasi
Tujuan jangka
fakta, istilah, dan isi ide dan proses yang
pendek
kompleks
Luas pengetahuan Dalam pengetahuan
Lulusan yang memiliki Lulusan yang berwatak
Tujuan jangka pengetahuan yang dan terampil
panjang berhasil pada tes standard mengembangkan diri,
pencapaian belajar mandiri, dan belajar
sepanjang hayat.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang


nyata antara pembelajaran tradisional dan pembelajaran berbasis proyek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

dimana dalam pembelajaran berbasis proyek siswa diarahkan untuk aktif


dalam pembelajaran dan siswa lebih banyak bekerja didalam kelompok.
c. Teori Pendukung Model Project Based Learning
Ngalimun (2013: 188 - 189) menjelaskan bahwa pembelajaran
berbasis proyek didukung oleh beberapa teori yang saling menguatkan
yaitu teori aktivitas, teori belajar konstruktivistik dan teori konstruktivisme
social. Dalam penerapannya teori aktivitas pembelajaran di kelas bertumpu
pada kegiatan belajar yang lebih menekankan pada kegiatan aktif dalam
bentuk melakukan sesuatu (doing) daripada kegiatan pasif “ menerima”
transfer pengetahuan dari pengajar. Hal ini terlihat pada saat siswa
mengerjakan proyek dimana siswa tidak hanya mengetahui teorinya saja
tetapi juga mengetahui aplikasinya. Pembelajaran berbasis proyek juga
didukung teori belajar konstruktivistik. Pembelajaran Berbasis Proyek
dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan
belajar yang dapat mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara
personal. Dalam pembelajaran berbasis proyek juga terdapat keterkaitan
dengan teori konstruktivisme social Vygotsky yang memberikan landasan
pengembangan kognitif melalui peningkatan intensitas interaksi antar
personal. Hal ini terlihat dalam pelaksanaan proyek yang dilakukan dalam
modus belajar kolaboratif dalam kelompok kecil.
d. Konsep dan Karakteristik Model Project Based Learning
Mihardi (2013: 192) mengungkapkan bahwa model PjBL akan
berjalan secara efektif apabila terdapat beberapa karakteristik antara lain
memimpin siswa untuk menginvestigasi ide-ide penting dan pertanyaan-
pertanyaan, pembelajaran berbasis proses inkuiri, membedakan
berdasarkan kebutuhan dan ketertarikan siswa, mengedepankan kebebasan
siswa dalam membuat proyek dan presentasi daripada pemberian informasi
oleh guru, membutuhkan kemampuan berpikir kreatif, kritis dan
kemampuan menginvestigasi informasi, membuat kesismpulan dan
menghubungkan dunia nyata dengan masalah autentik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Berdasarkan Buck Institute for Education (2010) dalam Mihardi


(2013: 192) ada tiga kondisi yang dibutuhkan agar pelaksanaan PjBL
sukses yaitu pertama hubungan yang kuat antara guru dan siswa jika
komunikasi antara guru dan siswa berjalan dengan baik maka proses
pembelajaran model PjBL akan berjalan dengan baik, kedua yaitu suasana
yang tegas dan bertanggung jawab dimana suasana pembelajaran tersebut
dibutuhkan siswa agar siswa dapat bertanggung jawab terhadap
pembelajaran mereka sendiri. Ketiga yaitu peluang bagi siswa untuk
terlibat dimana siswa mampu untuk berkomunikasi dan menghormati
pendapat orang lain.
Kleijer, Kuiper, De Wit dan Wouters-Koster dalam Kubiatko dan
Vaculova (2011: 67) menyatakan bahwa ada empat karakteristik utama
dalam model PjBL yaitu tanggung jawab masing-masing siswa dalam
berpikir dan belajar, kesadaran terhadap tanggung jawab sosial, berpikir
dan bertindak dari perspektif ilmiah tetapi dalam penggunaan praktis,
menghubungkan proses dan produk dengan berlatih sebagai seorang
professional.
Holubova (2008: 29) memaparkan bahwa siswa menggunakan
puncak proyek berupa bukti nyata dan produk sebagai bukti apa yang telah
mereka pelajari. Siswa membuat video, karya seni, laporan, foto, musik,
model konstruksi, cerita digital dan website sebagai contoh model PjBL.
Tidak semua kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek dapat
disebut Pembelajaran Berbasis Proyek. Mihardi, Harahap dan Sani (2013:
191) ada lima kriteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk
sebagai Pembelajaran Berbasis Proyek. Lima kriteria itu adalah pertama
keterpusatan (centrality), prinsip ini menegaskan bahwa proyek adalah inti
kurikulum. model PjBL adalah pusat dalam strategi pembelajaran dimana
siswa belajar konsep pengetahuan melalui kerja proyek. Prinsip kedua
adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah, proyek berfokus pada
pertanyaan atau masalah yang dapat mendorong siswa untuk berusaha
mendapatkan konsep ataucommit to user
prinsip pada suatu bidang tertentu. Prinsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

ketiga adalah investigasi konstruktif atau desain, investigasi mungkin


berupa pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah,
atau proses pembangunan model. Prinsip keempat adalah prinsip otonomi,
yang dapat memberikan kebebasan siswa untuk mengimplementasikan
pembelajaran proses dan bebas menentukan pilihan, bekerja dengan
pengawasan yang minimal dan bertanggung jawab. Dalam prinsip ini guru
hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong
kebebasan siswa. Prinsip kelima adalah realisme, proyek adalah sesuatu
yang nyata dan dapat memberikan perasaan nyata kepada siswa termasuk
dalam memilih topik, konten proyek, kerja kelompok, produk, dan standar
produk.
e. Keuntungan dan Kelemahan Menggunakan Model Project Based
Learning
Moursund, Bielefeldt & Underwood (1977) dalam Ngalimun,
(2013: 197-198) keuntungan dari belajar berbasis proyek adalah
meningkatkan motivasi dimana banyak laporan yang menyatakan bahwa
siswa lebih tekun hingga sampai batas waktu pengerjaan dan berusaha
keras dalam mencapai proyek, meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah, meningkatkan kolaborasi hal ini tergambarkan pada saat siswa
menyelesaikan proyek dalam kelompok, dan meningkatkan keterampilan
mengelola sumber.
Kelemahan pembelajaran berbasis proyek menurut Kemendikbud
(2013: 6) adalah:
1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak
3) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional,
di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
6) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
7) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok
commitpeserta
berbeda, dikhawatirkan to userdidik tidak bisa memahami topik
secara keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

Secara umum dapat disimpulkan bahwa disamping terdapat


berbagai keuntungan pembelajaran berbasis proyek namun terdapat pula
beberapa kelemahan dalam penerapan model ini salah satunya menyita
banyak waktu.
f. Prinsip Model Project Based Learning
Dalam menggunakan model pembelajaran berbasis proyek
terdapat beberapa prosedur yang perlu dilakukan oleh guru sebagai
pembimbing dan siswa dalam menyelesaikan tugas seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Prosedur/Desain Pembelajaran Berbasis Proyek (Wena, 2009:
154 - 157)
Prinsip Pengertian Aplikasi
 Proyek yang dikerjakan  Proyek yang
siswa harus mengacu pada dikerjakan harus
permasalahan yang bermakna berguna baik
bagi siswa. secara praktis
maupun teoritis.

 Proyek/ masalah tersebut  Proyek tersebut


mungkin secara nyata dapat harus dapat
dikerjakan oleh siswa. dikerjakan oleh
Keautentikan siswa dalam
rentang waktu
yang ditentukan (1
semester).
 Apakah siswa dapat  Proyek harus
menciptakan atau menghasilkan
menghasilkan sesuatu, baik produk
sebagai pribadi maupun (pengetahuan/
kelompok di luar lingkungan keterampilan baru)
sekolah?
 Apakah proyek tersebut  Dalam kegiatan
dapat membantu atau proyek siswa dapat
mengarahkan siswa untuk mengaplikasikan
memperoleh dan menerapkan pengetahuan
Ketaatan
pokok pengetahuan dalam bidang studi pokok
Terhadap
satu atau lebih disiplin ilmu? yang dipelajari.
Nilai
Akademik  Apakah proyek tersebut  Kegiatan proyek
dapat/ mampu member tersebut harus
tantangan pada siswa untuk dapat merangsang
commit to user strategi-
menggunakan siswa
strategi penemuan (ilmiah) menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

dalam satu atau lebih disiplin metode-metode


ilmu? penemuan (ilmiah)
(contoh: berfikir dan bekerja dalam satu atau
seperti ilmuwan) lebih disiplin ilmu
yang dipelajari.
 Apakah siswa dapat  Kegiatan proyek
mengembangkan tersebut harus
keterampilan dan kebiasaan dapat merangsang
berpikir tingkat tinggi? siswa
(contoh: pencarian fakta; menggunakan
memandang sesuatu masalah keterampilan dan
dari berbagai sudut). kebiasaan berpikir
tingkat tinggi.
 Apakah kegiatan belajar  Proyek harus
yang dilakukan siswa berada mengacu pada
dalam konteks permasalahan kehidupan nyata/
semi terstruktur, mengacu permasalahan yang
pada kehidupan nyata, dan ada dimasyarakat.
bekerja/berada pada dunia
lingkungan luar sekolah?
 Apakah proyek dapat  Proyek harus
mengarahkan untuk merangsang siswa
menguasai dan menggunakan untuk bekerja
unjuk kerja yang secara tim,
dipersyaratkan dalam menggunakantekn
organisasi kerja yang ologi yang tepat.
Belajar pada
menuntut persyaratan tinggi?
dunia nyata
(contoh: kerja tim;
menggunakan teknologi yang
tepat; pemecahan masalah
dan komunikasi)
 Apakah pekerjaan tersebut  Proyek tersebut
mempersyaratkan siswa mampu
untuk mampu melakukan merangsang siswa
pengembangan organisasi untuk melakukan
dan mengelola keterampilan pengembangan
pribadi? organisasi dan
mengelola
keterampilan
pribadi.
 Apakah siswa menggunakan  Proyek harus
sejumlah waktu secara diselesaikan tepat
Aktif signifikan untuk waktu.
meneliti mengerjakan bidang utama
commit to user
pekerjaannya?
 Apakah proyek tersebut  Proyek harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

mempersyaratkan siswa merangsang siswa


untuk mampu melakukan untuk mampu
penelitian nyata, dan melakukan
menggunakan berbagai penelitian nyata,
macam strategi, media dan dan menggunakan
berbagai sumber lainnya? berbagai macam
metode, media,
dan berbagai
sumber lainnya.
 Apakah siswa diharapkan  Siswa harus
dapat/ mampu untuk mampu untuk
berkomunikasi tentang apa berkomunikasi
yang dipelajari, baik melalui tentang apa yang
presentasi maupun unjuk dipelajari baik
kerja? melalui presentasi
maupun unjuk
kerja.
 Apakah siswa menemui dan  Siswa harus
mengamati (belajar dari) mampu belajar
teman/ orang sebaya dari teman/ orang
(dewasa) yang memiliki sebaya (dewasa)
pengalaman dan kecakapan yang memiliki
yang relevan? pengalaman dan
kecakapan yang
relevan.
 Apakah siswa berkesempatan  Siswa harus dapat
Hubungan
bekerja/berdiskusi secara bekerja/ berdiskusi
dengan ahli
teliti dengan paling tidak secara teliti
seorang teman? dengan apling
tidak seorang
teman.
 Apakah orang dewasa (diluar  Siswa harus dapat
siswa) dapat bekerja sama bekerja sama
dalam merancang dan dalam merancang
menilai hasil kerja siswa? dan menilai hasil
kerja siswa.
 Apakah siswa dapat  Siswa harus
merefleksikan secara berkala mampu menilai
proses belajar yang unjuk kerjanya.
dilakukannya dengan
menggunakan kriteria proyek
Penilaian
yang jelas, yang kiranya
dapat membantu dalam
menentukan kinerjanya?
 Apakahcommit luar dapat  Siswa
to user
orang harus
membantu siswa mampu bekerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

mengembangkan pengertian sama dengan


tentang standar kerja dunia orang luar (ahli/
nyata dalam suatu jenis praktisi yang
pekerjaan? sebidang dengan
kegiatan proyek).

 Apakah ada kesempatan  Ada system


secara regular untuk menilai penilaian regular
kerja siswa, terkait dengan untuk menilai
strategi yang digunakan, kerja siswa, terkait
termasuk melalui pameran dengan metode
dan portofolio. yang digunakan,
termasuk melalui
pameran dan
portofolio.

Secara ringkas dapat dipaparkan bahwa dalam mendesain suatu


proyek dalam pembelajaran berpedoman pada enam aspek tersebut yaitu
keautentikan, ketaatan terhadap nilai akademik, belajar pada dunia nyata,
aktif meneliti, hubungan dengan ahli, dan penilaian. Keenam aspek tersebut
menjadi acuan dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek.
3. Sikap Ilmiah Siswa
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude” sedangkan
istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti
keadaan sikap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Sikap
merupakan tingkah laku yang bersifat umum yang menyebar tipis diseluruh
hal yang dilakukan siswa. Tetapi sikap juga merupakan salah satu yang
berpengaruh pada hasil belajar siswa. Sikap berkembang dari interaksi antara
individu dengan lingkungan masa lalu dan masa kini. Melalui proses kognisi
dari integrasi dan konsistensi sikap dibentuk menjadi komponen kognisi,
emosi, dan kecenderungan bertindak. Setelah sikap terbentuk akan
mempengaruhi perilaku secara langsung. Perilaku akan mempengaruhi
perubahan lingkungan yang ada, dan perubahan-perubahan yang terjadi akan
menuntun pada perubahan sikap yang dimiliki.
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang
commitmenghadapi
ilmuwan atau akademisi ketika to user persoalan-persoalan ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya
dalam diskusi, seminar, loka karya, dan penulisan karya ilmiah. Sikap ilmiah
dapat dibedakan dari sekedar sikap terhadap sains, karena sikap terhadap
sains hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka terhadap
pembelajaran sains. Tentu saja sikap positif terhadap pembelajaran sains akan
memberikan kontribusi tinggi dalam pembentukan sikap ilmiah siswa.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya
dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Menurut Cecep Sumarna (2008 :
169) sikap ilmiah adalah bagian terpenting dari prosedur berpikir ilmiah.
Adapun sikap ilmiah yang dimaksud meliputi 6 karkteristik adalah :
a. Rasa ingin tahu (Scientific curiosity). Rasa ingin tahu ditujukan
untuk memahami keberadaan, hakikat, fungsi hal tertentu dan
hubungannya dengan hal-hal lain, ada rasa ingin tahu yang menjadi
pemicu munculnya pertanyaan serta dilakukannya penyelidikan,
pemeriksaan, penjelajahan, percobaan dalam rangka mencapai
pemahaman.
b. Spekulatif. Merupakan sikap ilmiah yang diperlukan untuk
mengajukan hipotesis-hipotesis (bersifat deduktif) untuk mencari
solusi permasalahan
c. Objekif. Dimaknai dengan sikap yang selalu sedia untuk mengakui
subjektivitas (bersifat relative) terhadap apa yang dianggap benar
d. Keterbukaan. Adalah kesediaan untuk mempertimbangkan semua
masukan yang relevan mengenai permasalahan yang dikerjakan
e. Kesediaan untuk menunda penilaian. Tidak memaksakan diri untuk
memperoleh jawaban jika penyelidikan belum memperoleh bukti
yang diperlukan
f. Tentatif. Artinya tidak bersikap dogmatis terhadap hipotesis maupun
simpulan, tetap menyadari bahwa tingkat kepastian pembuktian
selalu kurang dari seratus persen dan selalu memungkinkan untuk
meninjau kembali terhadap apa yang diyakini benar

Hadiat dan I Nyoman Kertiasa (1976: 9 - 10) mengemukakan:


“beberapa sikap ilmiah yaitu (1) obyektif terhadap fakta, (2) tidak tergesa-
gesa mengambil kesimpulan, (3) berhati terbuka, (4) tidak
mencampuradukkan fakta dengan pendapat, (5) bersifat hati-hati, dan (6)
ingin menyelidiki”.
Pengelompokkan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi,
meskipun kalau ditelaah lebihcommit to usertidak ada perbedaan yang berarti.
jauh hampir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

Anwar (2009: 106) menyatakan bahwa variasi muncul hanya dalam


penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang ditonjolkan. Misalnya, Gega
(1977) memasukkan inventiveness (sikap penemuan) sebagai salah satu sikap
ilmiah utama, sedangkan AAAS (1993) tidak menyebut inventiveness tetapi
memasukkan open minded (sikap terbuka) sebagai salah satu sikap ilmiah
utama.
Gega (1977) mengemukaan empat sikap pokok yang harus
dikembangkan dalam sains yaitucuriosty, inventiveness, critical thinking,
dan persistence. Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya karena saling melengkapi. Sikap ingin
tahu (curiosty) mendorong akan penemuan sesuatu yang baru
(inventiveness) yang dengan berpikir kritis (critical thinking) akan
meneguhkan pendirian (persistence) dan berani untuk berbeda pendapat.
Sedangkan oleh American Association for Advancement of Science
(AAAS:1993) memberikan penekanan pada empat sikap yang perlu
yakni honesty (kejujuran), curiosty (keingintahuan), open minded
(keterbukaan), dan skepticism (ketidakpercayaan) (Anwar, 2009: 106 -
107).
Pengukuran sikap ilmiah siswa dapat didasarkan pada
pengelompokkan sikap sebagai dimensi sikap selanjutnya dikembangkan
indikator-indikator sikap untuk setiap dimensi. Berikut adalah
pengelompokkan/dimensi sikap yang dikembangkan oleh Harlen (1996)
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Dimensi dan Indikator Sikap Ilmiah (Anwar, 2009: 107)
Dimensi Indikator
Antusias mencari jawaban
Perhatian pada objek yang diamati
Sikap ingin tahu
Antusias pada proses sains
Menanyakan setiap langkah kegiatan
Obyektif/jujur
Tidak memanipulasi data
Sikap Respek
Tidak purbasangka
terhadap data/fakta
Mengambil keputusan sesuai fakta
Tidak mencampur fakta dengan pendapat
Meragukan penemuan teman
Menanyakan setiap perubahan/hal baru
Sikap berpikir kritis
Mengulangi kegiatan yang dilakukan
Tidak mengabaikan data meskipun kecil
Sikap penemuan dan Menggunakan fakta-fakta untuk dasar
commit to user
kreativitas konklusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

Menunjukkan laporan berbeda dengan teman


kelas
Mengubah pendapat dalam merespon terhadap
fakta
Menggunakan alat tidak seperti biasanya
Menyarankan percobaan-percobaan baru
Menguraikan konklusi baru hasil pengamatan
Menghargai pendapat/temuan orang lain
Mau merubah pendapat jika data kurang
Sikap berpikiran Menerima saran dari teman
terbuka dan kerjasama Tidak merasa selalu benar
Menganggap setiap kesimpulan adalah tentatif
Berpartisipasi aktif dalam kelompok
Melanjutkan meneliti sesudah “kebaruannya”
hilang
Mengulangi percobaan meskipun berakibat
Sikap ketekunan
kegagalan
Melengkapi satu kegiatan meskipun teman
kelasnya selesai lebih awal
Sikap peka terhadap Perhatian terhadap lingkungan sekitar
lingkungan sekitar Menjaga kebersihan lingkungan sekolah

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa menurut Harlen


terdapat tujuh dimensi didalam sikap ilmiah yang dapat dikembangkan
menjadi indikator-indikator yang disesuaikan dengan dimensinya.
4. Kemampuan Kognitif Fisika Siswa

Setiap hal dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan pengukuran


begitu pula dalam proses pembelajaran. Menurut Mardapi (2012: 2) “hasil
belajar peserta dapat diketahui melaui pengukuran, hasil belajar merupakan
tingkat kompetensi yang dicapai oleh peserta didik yang mencakup tiga ranah
, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Tiga ranah ini
merupakan kesatuan yang menentukan kemampuan seseorang”.
Klasifikasi kemampuan kognitif menurut Bloom dalam Sudjana
(2009: 23 - 29) adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Kemampuan kognitif ini mencakup ingatan siswa akan hal-hal yang
pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat meliputi
fakta, kaidah, dan prinsip yang diketahui.
b. Pemahaman commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk


memahami apa yang mereka ketahui atau kenali. Pemahaman dibagi
menjadi tiga tingkat, yaitu: (1) pemahaman terjemahan, (2)
pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian
terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, dan (3) ekstrapolasi,
diharapkan seseorang dapat membuat ramalan tentang konsekuensi
masalahnya.
c. Penerapan
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk
menerapkan atau menggunakan abstraksi pada situasi konkret atau
situasi khusus.
d. Analisis
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa dalam
memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian
sehingga jelas hirarkinya dan atau susunannya.
e. Sintesis
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk
membentuk suatu kesatuan atau pola baru meliputi menggabungkan
berbagai informasi menjadi suatu kesimpulan atau konsep atau
penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk yang
menyeluruh.
f. Evaluasi
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk
membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal
bersama pertanggungjawaban pendapat tersebut yang berdasarkan
kriteria tertentu, kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan
penilaian terhadap sesuatu. Dalam mengembangkan kemampuan
evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis dan sistesis
sehingga akan mempertinggi mutu evaluasi.
Bloom (1964) dalam Nana Sudjana (2009: 22) keenam aspek tersebut
terbagi ke dalam dua tingkatan yaitu kognitif tingkat yang rendah dan kognitif
tingkat tinggi. Adapun kognitif tingkat rendah meliputi pengetahuan,
pemahaman, aplikasi dan analisis. Sedangkan kognitif tingkat tinggi meliputi
sintesis dan evaluasi. Kemampuan kognitif mempunyai enam tingkatan, tetapi
penguasaan tiap tingkatan itu berdasarkan jenjang perkembangan usia dan
kedewasaan anak didik. Pada jenjang SMA kemampuan kognitif Fisika yang
harus dikuasai adalah tingkat satu sampai tingkat lima, yaitu dari pengetahuan
sampai sintesis karena sesuai dengan usia dan perkembangan anak pada
jenjang SMA.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

5. Materi Ajar Pemanasan Global


a. Gejala Pemanasan Global
Menurut Muhi (2011) dalam Damayanti (2013: 3) memaparkan
bahwa global warming merupakan peningkatan temperatur global karena
terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh emisi gas-gas seperti
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC
sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.
Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) terbaru dalam Supangat (2014: 1) aktivitas manusia mempunyai
pengaruh yang dominan terhadap perubahan iklim selama 50 tahun
terkahir ini dan menyebabkan terjadinya kenaikan suhu global Konsentrasi
gas karbon dioksida (CO2) sekarang lebih tinggi 40 % jika dibandingkan
dengan era pra-industri dan peningkatan ini terutama disebabkan karena
pembakaran bahan bakar fosil serta penggundulan hutan. Bukti yang lebih
lanjut tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap perubahan iklim ini
juga dapat dideteksi pada kondisi atmosfer dan pemanasan samudera,
perubahan curah hujan, pencairan gletser dan tutupan es di Kutub Utara,
serta terjadinya beberapa iklim ekstrem di bumi.
1) Efek Rumah Kaca
Radiasi matahari yang mencapai bumi mencapai 342 Wm-2. Sekitar
30% dari radiasi tersebut direfeleksikan kembali ke angkasa luar
karena adanya awan dan permukaan bumi. Permukaan bumi akan
menyerap radiasi matahari sebesar 168 Wm-2, sedangkan atmosfer
menyerap 67 Wm-2. Atmosfer mempunyai beberapa lapis gas,
termasuk gas rumah kaca dan awan, yang akan mengemisikan kembali
sebagian radiasi infra merah yang diterima ke permukaan bumi.
Dengan adanya lapisan ini maka panas yang ada di permukaan bumi
akan bertahan dan proses ini dinamakan efek rumah kaca
(Sugiyono.2006: 2).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

2) Emisi karbon dan perubahan iklim


Emisi CO2 dapat berasal dari penggunaan bahan bakar fosil, seperti:
batubara, minyak bumi dan gas bumi, serta dari industri semen dan
konversi lahan. Penggunaan bahan bakar fosil merupakan sumber
utama emisi CO2 di dunia dan mencapai 74 % dari total emisi
(Sugiyono, 2006: 3). Emisi tahunan saat ini sekitar 50 miliar ton
karbon dioksida ekuivalen , tidak pernah lebih tinggi; pembakaran
bahan bakar fosil adalah sumber terbesar emisi (2/3 dari total
keseluruhan emisi), dan sebagian besar karena untuk pertumbuhan,
dengan kontribusi signifikan dari industri dan pertanian; Pertumbuhan
penduduk juga berdampak pada emisi , tetapi peningkatan emisi
terutama disebabkan meningkatnya kesejahteraan global khususnya di
Asia, telah keluar dari kemiskinan, maka akan diikuti dengan
meningkatnya konsumsi energi dan meningkatnya penggunaan bahan
bakar fosil (Supangat, 2014: 5).
b. Dampak Pemanasan Global
Supangat (2014: 16) mengemukakan bahwa dampak pemanasan
global adalah sebagai berikut:
1) Suhu udara di permukaan daratan dan lautan lebih tinggi dari 100
tahun lalu.
2) Air permukaan Samudera jauh lebih hangat dibandingkan 100 tahun
yang lalu.
3) 50 tahun terakhir banyak kejadian cuaca dan iklim ekstrim.
4) Dengan beberapa pengecualian, gletser diseluruh dunia menyusut.
5) Luas dan ketebalan es Kutub Utara telah menurun selama tiga decade
terakhir.
6) Daerah yang tertutup oleh salju di belahan bumi utara tiap tahun
menyusut selama 50 tahun terakhir.
7) Permukaan laut global naik 0,19 m selama periode 1901-2010.
8) Lautan telah menyerap sekitar 3 % dari karbon dioksida yang
commit
dipancarkan oleh kegiatan to user
manusia sampai saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

c. Hasil Kesepakatan Dunia Internasional


Perubahah bumi ini menjadi suatu masalah internasional yang
berdampak bagi seluruh masyarakat internasional sehingga munculah
kesadaran untuk melakukan pencegahan dan perubahan.Pada tahun 1992
persatuan bangsa-bangsa membuat dewan UNFCCC (United Nations
Framework Convention on Climate Change) yang difokuskan pada
perubahan iklim untuk melakukan pengawasan dan kegiatan yang dapat
meminimalisir dampak dari perubahan iklim tersebut.
UNFCCC melihat bahwa suatu aksi konkrit dibutuhkan untuk
mengurangi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, dibuatlah suatu
perjanjian internasional yang dinamakan Kyoto Protocol pada tahun 1997
yang berisikan target ikatan antara negara-negara untuk mengurangi emisi
gas nasional setiap tahunnya.
Pada pertemuan G - 20 ke-3 tahun 2009 di Pittsburg, Amerika
Serikat. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yodohyono menyatakan
komitmen dan janji Indonesia sebagai bentuk kontribusi dunia dalam
bentuk pengurangan emisi gas rumah kaca nasional sebanyak 26 % dan
berkomitmen akan mengurangi emisi gas rumah kaca mencapai total 41 %
jika mendapatkan dukungan bantuan internasional yang ditargetkan pada
tahun 2020 dari kondisi tanpa adanya rencana aksi (business as
usual/BAU).
Ada sejumlah catatan dari Laporan Sintesis AR5 IPCC yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Pengaruh Manusia pada sistem iklim jelas, dan emisi gas rumah
kaca (karbon dioksida, metana, nitrogen oksida dan sejumlah gas
industri) dari akti!tas manusia baru-baru ini adalah yang tertinggi
dalam sejarah.
2) Atmosfer dan lautan telah menghangat, jumlah salju dan es telah
berkurang, permukaan laut telah naik, lautan menjadi lebih asam
dan beberapa peristiwa cuaca ekstrim semakin sering ternjadi dan
semakin kuat. Dan tanpa upaya besar untuk mengurangi emisi
gas rumah kaca, suhu global pada akhir abad ke-21 bisa lebih
dari 4° C di atas suhu sebelum revolusi industri.
3) Masyarakat dapat commitberadaptasi
to user dengan mempersiapkan
menghadapi beberapa risiko perubahan iklim dan ini sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

penting, tapi ini saja tidak cukup. Oleh karena itu kita perlu untuk
secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca untuk
membatasi skala perubahan iklim.
4) Pilihan untuk mengurangi emisi, termasuk penggunaan sumber
energi rendah karbon seperti angin, matahari dan nuklir,
penghapusan dan penyimpanan karbon dioksida di mana bahan
bakar fosil masih digunakan dan lebih e!sien penggunaan energi.
Namun demikian skala perubahan yang diperlukan akan
menimbulkan tantangan yang signifikan pada teknologi
(Supangat, 2014: 7).

6. Penelitian Tindakan Kelas


a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Rapoport dalam Wiriaatmadja (2012: 13) mengartikan penelitian
tindakan kelas untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis
persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian
tujuan ilmu social dengan kerjasama dalam kerangka etika yang
disepakati bersama.
Ebbutt dalam Wiriaatmadja (2012: 13) mengemukakan
penelitian tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan
pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan
melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi
mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut.
Secara ringkas Wiriaatmadja (2012: 13) menyimpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas adalah bagaiman sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar
dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan susatu
gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat
pengaruh nyata dari upaya itu.
Penelitan Tindakan Kelas (PTK) ternyata juga berbeda dengan
penelitian tindakan pada umumnya. Basrowi dan Suwandi (2008: 40 - 41)
mengungkapkan perbedaan antara penelitian tindakan dengan PTK yang
dapat dirangkum pada Tabel 2.5.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

Tabel 2.5 Perbedaan Penelitian Tindakan dengan Penelitian Tindakan


Kelas (PTK) Menurut Basrowi dan Suwandi, 2008: 40 - 41
Ketentuan PTK Penelitian Tindakan
Kolaboratif antara peneliti dengan Kolaboratif antara
guru, kepala sekolah dan peneliti dengan aktor
Subjek
pengawas sekolah lain yang terlibat dalam
penelitian
Kelas Masyarakat dalam arti
luas seperti organisasi
Tempat ibu-ibu, remaja,
nelayan buruh dan lain-
lain
Memperbaiki proses belajar Memperdayakan dan
mengajar di kelas meningkatkan
kemampuan subjek
Tujuan yang diteiti dengan
metode baru yang
dirasa memiliki
kelebihan
Waktu Pada saat proses pembelajaran Dapat dilakukan setiap
berlangsung saat
b. Model Penelitian Tindakan Kelas
Asrori (2008: 68) mengemukakan bahwa sebenarnya ada
beberpa macam model penelitian tindakan kelas yang dapat digunakan.
Namun model yang tidak terlalu sulit dilakukan guru kelas adalah
penelitian tindakan kelas model siklus. Model ini dikembangkan oleh
Kemmis dan McTaggart pada tahun 1988 dari Deaklin University of
Australia. Model penelitian tindakan kelas ini mengandung 4 komponen :
1) Rencana (Planning)
Pada komponen ini guru sebagai peneliti merumuskan rencana
tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses pembelajaran, perilaku, sikap dan prestasi
belajar.
2) Tindakan (Action)
Pada komponen ini guru melakukan tindakan berdasarkan rencana
tindakan yang telah direncanakan, sebagai upaya perbaikan dan
peningkatan atau perubahan proses pembelajaran, perilaku, sikap
dan prestasi belajar.
3) Pengamatan (Observation)
Pada komponen ini guru mengamati dampak atau hasil dari
tindakan yang dikenakan atau dilaksanakan terhadap siswa.
commit to user
Apakah berdasarkan tindakan yang dilaksanakan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

memberikan pengaruh yang meyakinkan terhadap perbaikan dan


peningkatan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa atau tidak.
4) Refleksi (Reflection)
Pada komponen ini, guru mengkaji dan mempertimbangkan secara
mendalam tentang hasil atau dampak dari tindakan yang
dilaksanakan itu dengan mendasarkan pada berbagai kriteria yang
telah dibuat. Berdasarkan hasil refleksi ini, guru dapat melakukan
perbaikan terhadap rencana awal yang telah dibuatnya jika masih
terdapat kekurangan sehingga belum memberikan dampak
perbaikan dan peningkatan yang meyakinkan. (Asrori, 2008 : 68)

Menurut Mulyasa (2009: 89 - 90) secara umum tujuan penelitian


tindakan kelas adalah:
1. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi-kondisi belajar serta
kualitas pembelajaran.
2. Meningkatkan layanan professional dalam konteks pembelajaran,
khususnya layanan kepada peserta didik sehingga tercipta
layanan prima.
3. Memberikan kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam
melakukan tindakan pembelajaran yang direncanakan secara
tepat waktu dan sasarannya.
4. Memberikan kesempatan kepada guru mengadakan pengkajian
secara bertahap terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan
sehingga tercipta perbaikan yang berkesinambungan.
5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan
jujur dalam pembelajaran.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian


tindakan kelas adalah member kesempatan kepada guru untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran secara berkesinambungan.
c. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Manfaat PTK sangat banyak, jika guru mau melaksanakan PTK
terkait dengan komponen pembelajaran manfaat yang dapat diperoleh
guru antara lain: (1) inovasi pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum
di tingkat sekolah dan pada tingkat kelas; dan (3) peningkatan
profesionalisme guru (Sukidin, Basrowi dan Suranto, 2002: 40)
Manfaat PTK menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan
Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi (2005 :2) dalam
commit to user
Taniredja (2012: 21) meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

1) Peningkatan kompetensi guru dalam mengatasi masalah


pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas.
2) Peningkatan sikap professional guru dan dosen.
3) Perbaikan dan peningkatan kinerja belajar dan kompetensi
siswa.
4) Perbaikan dan peningkatan kualitas proses pembelajaran di
kelas.
5) Perbaikan peningkatan kualitas penggunaan media, alat bantu
belajar, dan sumber belajar lainnya.
6) Perbaikan dan peningkatan kualitas prosedur dan alat evaluasi
yang digunakan untuk mngukur proses dan hasil belajar siswa.
7) Perbaikan dan peningkatan masalah-masalah pendidikan anak di
sekolah.
8) Perbaikan dan peningkatan kualitas penerapan kurikulum.

Secara ringkas manfaat penelitian tindakan kelas adalah adanya


peningkatan kualitas pembelajaran di kelas serta peningkatan
profesionalisme guru dalam kegiatan pembelajaran.

B. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran di kelas XI MIA 5 SMA Negeri 3 Surakarta,
berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa banyak siswa yang belum
tuntas, selain itu juga siswa belum mengembangkan sikap ilmiahnya dalam
pembelajaran dan siswa menganggap bahwa Fisika sekedar teoritis. Hal ini
disebabkan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru belum berjalan
dengan baik.
Akibat dari kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran siswa
menjadi kurang kreatif dalam memecahkan masalah, sikap ilmiah dan hasil belajar
menjadi rendah. Pemilihan model yang tepat serta efektif harus disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran, materi yang disampaikan, kondisi siswa, dan sarana
yang tersedia, sehingga dapat dilihat apakah model yang diterapkan efektif.
Pemanasan Global merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran
Fisika bagi siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta. Materi ini memerlukan daya
pemahaman dan berkaitan erat dalam kehidupan siswa sehingga akan lebih
menyenangkan jika dibuat proyek disertai dengan produk. Dengan adanya proyek
commit to user
tersebut siswa akan berusaha menemukan solusi dari masalah yang ada di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

masyarakat, sedangkan dari diskusi informasi, mereka bisa saling bertukar


informasi kemudian guru memberikan umpan balik dan memperkuat konsep
ilmiah yang disampaikan siswa pada diskusi informasi. Salah satu model
pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran tersebut adalah pembelajaran
dengan model PjBL.
Pembelajaran dengan melalui model PjBL ini, diawali dengan guru
menyampaikan gambaran umum tentang masalah Fisika yang sesuai dengan
materi. Kemudian guru meminta siswa untuk menuliskan apa saja solusi yang
dapat dilakukan terkait materi tersebut. Setelah itu guru membagi kelas menjadi
beberapa kelompok untuk mendiskusikan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Kemudian guru dan siswa merumuskan tema proyek yanga akan dikerjakan dan
tenggang waktunya. Setelah tenggang waktu tersebut setiap kelompok
mempresentasikan perkembangan proyeknya dan ditanggapi oleh kelompok lain.
Guru sebagai fasilitator berfungsi untuk merekonstruksi antara gagasan
guru dengan gagasan siswa sehingga akan muncul gagasan baru yang sesuai
dengan konsep ilmiah. Selanjutnya guru berusaha menerapkan gagasan baru siswa
melalui percobaan ke dalam situasi baru. Dengan membandingkan ide-ide awal
dengan ide-ide ilmiah yang ada, konsep ilmiah yang diperoleh siswa diberi umpan
balik oleh guru untuk memperkuat konsep tersebut. Guru juga berperan dalam
meningkatkan sikap ilmiah pada aspek ingin tahu, berpikir kritis, respek terhadap
data/fakta, berpikiran terbuka dan kerjasama, tekun, penemuan dan kreativitas,
serta peka terhadap lingkungan sekitar dalam pembelajaran dengan memberikan
rangsangan-rangsangan sehingga sikap ilmiah siswa dapat meningkat.
Model PjBL merupakan pembelajaran yang berpusat pada proses dan
kegiatan pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok
yang heterogen sehingga dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa. Ada beberapa
penelitian yang telah membuktikan peningkatan sikap ilmiah melalui penerapan
model PjBL yaitu penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Antara Yasa, Wayan
Sadia, dan I Nyoman Subratha (2014) dengan judul “Penerapan Model PjBL
Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Dan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA”
menyimpulkan bahwa penerapancommit
model to userdapat meningkatkan sikap ilmiah
PjBL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

siswa dan prestasi belajar Fisika siswa. Hasil penelitian terhadap sikap ilmiah
siswa pada Siklus I sebesar 113,50 dan pada Siklus II sebesar 110,00, kedua siklus
dikategorikan dengan kategori tinggi. Dalam hal prestasi belajar, terjadi
peningkatan nilai rata-rata dan nilai ketuntasan belajar Fisika siswa yaitu dari
80,84 dengan persentase ketuntasan belajar 81,25 % pada siklus I menjadi 82,88
dengan persentase ketuntasan belajar 87,50 % pada siklus II. Penelitian lain juga
telah dilakukan oleh Ni Putu Mas Wulandari, I Wayan Suastra dan A.A.Istri
Agung Rai Sudiatmika (2014) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran
Berbasis Proyek Terhadap Sikap Ilmiah Siswa SMP Negeri Pada Tahun Pelajaran
2013/2014”. Hasil penelitiannya adalah terdapat perbedaan sikap ilmiah yang
signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model PjBL
dan kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional (t = 4,698; p < 0,05).
Model PjBL selain mengacu pada proses juga mengacu pada
pembelajaran bermakna dimana siswa tidak hanya mengetahui materi yang
diajarkan secara teoritis tetapi juga aplikatif dalam kehidupan sehari-hari sehingga
siswa lebih mudah memahami konsep materi yang diajarkan. Apabila siswa
mudah memahami konsep materi maka dapat meningkatkan kemampuan kognitif.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa model PjBL dapat meningkatkan
kemampuan kognitif Fisika siswa antara lain penelitian Wibowo dan Suhandi
(2013:1) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Science Creative
Learning (SCL) Fisika Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model SCL Fisika berbasis
proyek dapat meningkatkan hasil belajar kognitif Fisika siswa. Penelitian Yance,
dkk (2013: 48) dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Project Based Learning
(PjBL) terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Batipuh
Kabupaten Tanah Datar” juga memperoleh hasil bahwa pembelajaran Fisika
dengan model PjBL berpengaruh pada hasil belajar Fisika Siswa kelas XI.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dan guru bermaksud
commit toyang
menerapkan sebuah model pembelajaran userinovatif yaitu model PjBL untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

dapat meningkatkan sikap ilmiah dan kemampuan kognitif Fisika siswa. Skema
kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.1

AKAR MASALAH
 Pemberian konsep Fisika secara
PERMASALAHAN teoritis dan belum aplikatif.
Sikap Ilmiah dan kemampuan  Proses belajar mengajar kurang
kognitif Fisika siswa rendah memfasilitasi berkembangnya
sikap ilmiah siswa.

AKIBAT
 Siswa cenderung pasif dalam
pembelajaran dan menerima
SOLUSI begitu saja informasi yang
Penerapan Model Project Based diberikan oleh guru.
 Pemahaman konsep Fisika
Learning (PjBL) siswa rendah.
 Pembelajaran masih bersifat
teoritis dan belum aplikatif
pada masalah-masalah
lingkungan.

TAHAPAN PjBL
MANFAAT
1. Memulai dengan pertanyaan
mendasar.  Melatih siswa untuk bertanya
2. Merencanakan desain proyek. dan berpendapat.
3. Membuat jadwal.  Melatih sikap imiah siswa
4. Mengawasi siswa dan kemajuan dengan adanya banyak
proyek. interaksi dan diskusi.
5. Penilaian terhadap hasil.  Melatih siswa untuk
6. Mengevaluasi pengalaman. mengkonstruk pengetahuannya
sendiri.
 Menanamkan kepada siswa
TARGET bahwa Fisika tidak hanya
Sikap ilmiah dan kemampuan teoritis tetapi aplikatif
kognitif Fisika siswa meningkat

Gambar commit to userBerpikir


2.1 Kerangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat
dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. Penerapan model PjBL dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas XI MIA
5 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015 pada materi pokok
Pemanasan Global.
2. Penerapan model PjBL dapat meningkatkan kemampuan kognitif Fisika siswa
kelas XI MIA 5 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015 pada
materi pokok Pemanasan Global.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai