Anda di halaman 1dari 2

Editorial

Manfaat Laporan Kasus (Case Reports) di Bidang Alergi Akibat Kerja

Roberto Castano,1,2 Eva Suarthana2

1
Division of Otolaryngology- Head and Neck Surgery, University of Montreal, Montreal, Canada.
2
Chronic Disease Research Division, Hôpital du Sacré-Coeur de Montréal, Montreal, Canada.

Laporan kasus (case reports) ditulis untuk prospektif, pertama-tama klinisi melakukan
mendeskripsikan penyakit yang jarang terjadi tinjauan pustaka untuk mempelajari kemajuan
dan untuk mendokumentasikan hubungan terbaru di bidang diagnosis dan manajemen
sebab-akibat yang baru ditemukan antara suatu kondisi kesehatan tertentu yang sering ia temui
agen tertentu dan suatu penyakit (ditemukannya dalam praktik klinisnya. Langkah selanjutnya
etiologi baru). Laporan kasus dinilai sebagai ialah mengadopsi informasi yang paling relevan
bukti ilmiah yang lemah, namun laporan dalam hal metode diagnostik dan terapeutik
kasus sering menjadi dasar dan motivasi untuk yang didapat dari tinjauan pustaka.3 Pendekatan
melakukan penelitian selanjutnya menggunakan laporan kasus prospektif dapat membuat peneliti
desain studi yang lebih kompleks, misalnya studi secara prospektif mengevaluasi kasus-kasus
kohort, studi kasus-kontrol, dan uji klinis untuk yang potensial yang ditemukan dalam praktik
menghasilkan bukti ilmiah yang lebih kuat.1 sehari-hari berdasarkan panduan terkini. Dengan
Setiap tahun, berbagai jurnal mempublikasikan demikian, kontribusi laporan kasus tersebut
laporan kasus yang menggambarkan kasus rinitis akan lebih efektif terhadap perkembangan ilmu
akibat kerja (occupational rhinitis atau OR) penyakit yang bersangkutan.
dan asma akibat kerja (occupational asthma Kendala penerapan evidence-based
atau OA). Antara 2009 dan 2010, terdapat medicine di bidang penyakit pernapasan akibat
sekitar 40 laporan kasus dan serial kasus yang kerja cukup banyak. Seringkali, klinisi tidak
melaporkan agen kausatif OA yang baru.2 mampu mengimplementasikan panduan terbaru
Idealnya, bila temuan serupa ditemukan dan dalam praktiknya sehari-hari karena keterbatasan
dipublikasikan dalam format laporan kasus, sumber daya.4 Sebagai contoh, berdasarkan
langkah logis selanjutnya ialah menemukan rekomendasi internasional terbaru, uji provokasi
bukti yang lebih kuat dengan membuat studi nasal dengan tantangan alergen (challenge test
epidemiologis dan atau eksperimental yang with objective monitoring of nasal responses)
terencana dengan baik. Orisinalitas adalah salah dibutuhkan untuk memastikan diagnosis OR,5
satu kriteria kunci untuk dipublikasikannya sementara uji provokasi bronkus (challenge
sebuah laporan kasus di sebuah jurnal. Hal itu test with objective monitoring of bronchial
berarti laporan kasus dengan temuan yang sama responses) dibutuhkan untuk memastikan
hampir akan selalu ditolak oleh jurnal. Karena diagnosis OA.6 Penulis telah mempublikasikan
itu, sangat mungkin banyak laporan kasus yang laporan kasus tentang uji provokasi nasal dan
gagal dipublikasikan. Padahal, tanpa konfirmasi bronkus dilakukan untuk memastikan diagnosis
lebih lanjut dalam bentuk laporan kasus atau OR dan OA pada pasien yang mengeluhkan
serial kasus yang serupa, temuan baru ini tidak gejala asma dan rinitis akibat kerja.7 Sayangnya,
akan dapat berkontribusi secara signifikan dalam uji objektif dan mutakhir, seperti uji provokasi
meningkatkan pengetahuan di bidang OR dan OA. sputum induksi tidak selalu tersedia untuk
Dari sudut pandang praktik klinis, memastikan diagnosis. Dengan demikian,
mengubah pendekatan laporan kasus dari banyak laporan kasus yang menggambarkan
retrospektif menjadi prospektif dapat kasus OR dan/atau OA hanya berdasarkan gejala
bermanfaat. Dalam pendekatan laporan kasus
3
asma dan rinitis akibat kerja yang dilaporkan

1
pasien dan uji kulit (tes alergen). Pendekatan ini 3. Green B, Johnson C. How to write a case report
cukup untuk menilai kasus sebagai kemungkinan for publication. J Chiropr Med 2006;5(2):72-82.
OR dan OA (suspect for OR and OA), namun 4. Tarlo SM, Malo JL. An official ATS proceedings:
tidak cukup untuk mengkonfirmasi diagnosis. asthma in the workplace: the Third Jack Pepys
Workshop on Asthma in the Workplace: answered
Terlepas dari keterbatasan yang ada, kesadaran
and unanswered questions. Proc Am Thorac Soc
akan pendekatan laporan kasus prospektif akan 2009;6(4):339-49.
menjadi langkah penting menuju laporan kasus 5. Moscato G, Rolla G, Siracusa A. Occupational
yang lebih baik dan bermanfaat. rhinitis: consensus on diagnosis and medicolegal
implications. Curr Opin Otolaryngol Head Neck
Daftar Pustaka Surg 2011;19(1):36-42.
6. Malo JL, Vandenplas O. Definitions and
1. Gagnier JJ, Kienle G, Altman DG, Moher D, classification of work-related asthma. Immunol
Sox H, Riley D et al. The CARE guidelines: Allergy Clin North Am. 2011;31(4):645-62.
consensus-based clinical case reporting guideline 7. Nguyen SB, Castano R, Labrecque M. Integrated
development. BMJ Case Rep. 2013;7:223. approach to diagnosis of associated occupational
2. Quirce S, Sastre J. New causes of occupational asthma and rhinitis. Can Respir J. 2012;19(6):385-7.
asthma. Curr Opin Allergy Clin Immunol
2011;11(2):80-5.

Anda mungkin juga menyukai