Anda di halaman 1dari 4

SEPAKAT

Karta adalah seorang anak lelaki dari sepasang suami istri yang dimana
hubungan keluarga tersebut tidaklah seperti keluarga pada umumnya. Kondisi karta
jika pada era ini dapat dikatakan dengean istilah “BrokenHome”. Kedua orang tua
Karta sangat sibuk dengan urusan pekerjaan mereka masing-masing sehingga
membuat hubungan antara seorang anak dengan kedua orang tuanya renggang, seperti
ada jarak yang memisahkan antara mereka.
Satu pagi di dalam sebuah ruangan rumah, Karta duduk di sofa yang nyaman
sambil memegang gitarnya, sesekali ia mainkan sebuah lagu, tetapi hari itu lirik yang
ada dalam iringan gitarnya adalah pertengkaran ayah dan ibunya yang sedang
berdebat.

IBU : “Uang bulanan aku udah habis nih, kamu transfer dong!”

AYAH : “Apa?, bukannya kemarin aku udah transfer ya? Kamu tu sebenarnya
becus gak sih jadi istri, uang bulanan yang aku kasi kemaren, kamu
gunain buat apa aja sampai cepet banget habisnya, kamu paasti
gunain buat foya – foya aja kan dan yang sebenarnya itu bukan
keperluan buat rumah kita.”

IBU : “Halahhh, kamu tu asal ngomong aja, aku udah gunain uang yang kamu
kasih kemarin itu buat keperluan kita kok, aku tu udah jadi istri yang
baik, udah ngurus rumah, ngurus anak juga.”

AYAH : “Istri yang baik?. aku heran ya, sampai hari ini juga kamu masih belum
sadar. Kamu tu kerjaannya Cuma foya - foya aja, belanja hal yang
gak penting, arisan terus, sampai kamu lupa ngurusin anak kamu tuh,
Karta. Liat aja tuh, kerjaannya cuma genjreng - genjreng gitar gak
karuan, kamu gak suruh dia belajar buat ujian kelulusan nanti?”

IBU : “Udahlah yah aku capek terus debat kaya gini sama kamu”

Inilah kisah seorang anak laki – laki yang biasa disapa “Karta”.
Pertengkaran ayah dan ibunya sudah seperti teh yang selalu menemani tiap paginya. Hal itu
membuatnya jarang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya, tetapi untungnya ia memiliki
hobi yang bisa menjadi pelampiasan rasa sepinya, yaitu bermusik.”
Pagi itu ketika karta muak dengan pertengkaran orangtuannya, ia
memutuskan untuk pergi dari rumah dan mencari ketenangan dengan mengunjungi tempat ia
dan teman – temannya sering berkumpul. Berharap disana ia bisa melupakan pertengkaran
yang baru saja disaksikannya.

Karta : “Ahh, gerah banget kupingku denger ayah sama ibu berantem terus,
selalu aja kaya gini tiap hari, mending aku keluar aja ketemu temen -
teemen.”

Karta mengambil kunci motor, dan pergi ke luar menemui temannya yaitu,
Arsa, Nanta, dan Widya di salah satu angkringan di dekat rumahnya.
Ketika sampai di angkringan, Karta menghampiri teman-temanya yang sedang asik
mengobrol dengan raut wajah yang murung.

ARSA : “Eh ada Karta?, duduk-duduk!”

NANTA : “kenapa muka mu tu?, keliatan sedih gitu.”

WIDYA : “iya nih, kamu kenapa Kar?”

KARTA : “biasa lahh, ayah ibukku ribut lagi. Udah kaya minum obat aja tau gak,
3 kali sehari, gak pernah akur. Gimana men aku betah di rumah,
mereka tuh kaya candidat capres aja, yang kerjaannya debat aja.”

ARSA : “Udahhh, mending kamu nongkrong aja di sini bareng kita kalo
misalnya mereka ribut lagi.

WIDYA : “oiya Karta, setahuku kamu dilarang main musik kan sama orang tua
mu?. Gimana kalo kamu buktiin ke mereka kalau kamu tu punya
bakat di bidang musik Kar.”

KARTA : “tapi caranya gimana yaa?.”

WIDYA : “Karena kamu minat banget tu di musik, ikutan lomba aja, kebetulan
aku ada info lomba music yang hadiahnya juga lumayan besar,
gimana kamu mau ikutan nggak?”

KARTA : “Nahh cocok tuhh, aku mau ikutan deh. Nanti kamu kasi info lombanya
ke aku ya widya!”

WIDYA : “siappp”

KARTA : “Oiya kalian mau ikutan gak lombanya, nanti kita buat kaya band gitu.”

ARSA : “aduhh kar, kit mah nggak jago main music kayak kamu.”

NANTA : “Kalo kamu mau buat band, itu kan ada temen kamu yang jago juga, si
Sekar, coba kamu ajakin dia, aku yakin pasti dia mau.”

KARTA : “Yaudah besok coba aku tanyain dia. Makasi yaa temen – temen untuk
sarannya.”

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Karta baru saja beranjak dari tempat
perkumpulannya. Dalam perjalanan iya merasa sangat cemas akan dimarahi oleh
orang tuanya. Ketakutan Karta benar terjadi, ketika ia sampai di rumah, ayahnya
sudah menunggunya di depan pintu, siap untuk menegur karta.

AYAH : “Hei Karta, dari mana saja kamu?”

KARTA : “Maaf yah, aku habs nongkrong sama temen – temen.”


AYAH : “kamu tau kan ini jam berapa?, ngobrolin apa sih sampai selarut gini.
Kamu tu harus sadar, kamu udah mau kuliah. Ini malah keluyuran,
nongkrong, main musik gak jelas. Mau jadi apa kamu nanti?”

IBU : “Udahlah yah, biarin dia nikmatin masa remajanya, entar juga dia sadar
sendiri”

KARTA : “ aku capek dengerin ayah sama ibu berantem terus, gak bisa apa sehari
aja kalian akur? Karta juga pingin kayak keluarga orang – orang,
mereka disayang, didukung kegiatannya, buannya kayak Karta, karta
juga punya hobi yang karta suka tapi ayah sama ibu nggak pernah
dukung karta.”

IBU : ‘ hobi apa hah? Main gitar itu ngga ada gunanya tau nggak, gak ada
hasil yang kamu dapet dari genjreng – genjreng senar itu, mendingan
kamu focus belajar buat ujian kelulusan mu”

KARTA : ‘Gini ya yah, bu, aku tau aku bukan anak yang pinter di sekolah, dan
mungkin menurut ayah dan ibu, aku bukan anak yanag berbakti sama
orang tua. Tapi, apa kalian udah jadi orang tua yang baik?, udah
mendukung anaknya mengejar apa yang diimpikannya?, sudah?

AYAH : “Ohhh jadi kamu udah berani ya, ngajarin Ayah jadi orang tua?”

KARTA : “Iya yah, aku udah dewasa, aku udah bisa bedain mana yang bener
sama enggaknya. Ayah sama ibu gak ada harmonis-harmonisnya,
selalu berantem aja kerjaanya. kalo gitu kita buat kesepakatan aja,
kalau misalnya aku bisa buktiin bahwa aku serius di dunia musik,
ayah sama ibu gak boleh berantem lagi dan biarin aku nentuin masa
depan aku sendiri.”

AYAH : “Okelahh, ayah setuju.”

IBU : “Ya, Ibu juga.”

Malam itu kesepakatan pun dibuat, kesepakatan yang benar – benar akan
mengubah kehidupan seorang Karta.
Keesokan harinya Karta pergi menemui teman yang memiliki hobi
dengannya yaitu bermusik. dengan harapan ia bisa bergabung dengan karta untuk
mengikuti perlombaan music.

SEKAR : “Ehh Karta, kenapa Kar?, tumben mampir kesini?”

KARTA : “Jadi gini, kamu mau gak bantuin aku?, ikut lomba music, Nah nanti
kita jadi satu tim berdua, bawain lagu gitu pokoknya, mau yahhh,
pleasee!”

SEKAR : “Bentar, kok kamu tumben banget, ngajakin aku lomba kaya gini, pasti
ada sesuatu ni?”
KARTA : “Haha.. iya, tapi adalah pokoknya, rahasiaa. Jadi gimana? Kamu mau
kan?”

SEKAR : “ Yaudah, aku oke aja sih.”

Sekian hari Karta dan Sekar lewatkan untuk berlatih music, hingga dimana Hari
perlombaanpun sudah tiba, Karta dan Sekar sudah berlatih dengan giat, mereka
memiliki semangat yang kuat dan percaya bahwa apa yang mereka bawakan adalah
usaha terbaik mereka.
Mereka berdua tampil dengan memukau, rapi, dan penuh emosi yanag bercampur
aduk. Hingga tiba saat juri menyebut nama mereka di urutan posisi nomer satu.
Perjuangan Karta dan Sekar membuahkan hasil, Karta sangat senang karena bisa
membuktikan ucapannya kepada kedua orang tuanya yang juga hadir di acara
tersebut. Karta langsung berlari dengan bangganya menghampiri kedua orangtuanya.

KARTA : “ayah, ibu, ini aku udah buktiin ucapanku, bahwa aku memang bener-
bener serius di dunia musik.”

AYAH : “selamat ya nak.”

IBU : “Selamat Karta, Ibu bangga sama kamu.”

KARTA : “Sesuai kesepakatan kita, mulai sekarang Ayah sama Ibu gak boleh
berantem lagi, dan kalian juga akan dukung aku di bidang yang aku
pilih yaitu musik.”

AYAH : “Iya nak, tentu, mulai sekarang Ayah usahakan kita berdua gak akan
berantem karena hal-hal kecil lagi demi kamu.”

IBU : “Iya, dan kita juga akan dukung kamu di bidang yang kamu minati
asalkan itu, ke arah yang positif.”

Kesepakatan hari itu pun telah mereka laksanakan. Kini kedua orang tua
Karta telah berusaha untuk menjadi orang tua yang baik, seperti kehidupan keluarga
yang Karta dambakan selama ini, dan bagian yang paling menyenangkan bagi Karta
adalah, ia bisa dengan leluasa dan didukung penuh oleh orang tuanya dalam
kariernya bermusik.

Anda mungkin juga menyukai