Anda di halaman 1dari 3

Ibu, Aku Kangen

Elexi Violletta

Lelahnya terasa menyengat saat Elsya melemparkan tasnya yang telah ia kenakan sejak pagi
tadi. Ia baru saja mengantar Feli, temannya, ke stasiun untuk pulang kampung ke Solo.
Meskipun liburan semester sudah dimulai dua hari yang lalu, Elsya adalah salah satu dari
sedikit orang di kos-kosannya yang memilih untuk tidak pulang ke kampung halaman.

Dengan perasaan berat, Elsya menutup pintu kosnya dan menghela nafas dalam-dalam. Tanpa
mengganti pakaian yang ia kenakan saat pergi ke stasiun, ia langsung merebahkan dirinya di
tempat tidur. Lelahnya menyerap dirinya dalam kegelapan, dan getir mulai merasuki hatinya.
Sudah dua tahun berlalu sejak ia menetap di Jogja, jauh dari rumah dan keluarganya.
Awalnya, semangat belajarnya membuatnya tidak begitu merindukan kampung halaman.
Namun seiring berjalannya waktu, melihat teman-temannya pulang dan melepas rindu
dengan keluarga membuat rasa rindunya semakin tak tertahan.

Sambil merenung, tangannya meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya. Dengan ragu, ia
menekan nomor ibunya. Ia berharap mendengar suara ibunya dapat meredakan kerinduannya.
Namun, saat suara di seberang sambungan terdengar, Elsya merasa sesak di dada.

"Halo, Ibu," sapanya dengan suara patah.

"Halo, anak bungsu ibu. Kenapa kamu menelepon? Jarang sekali. Apa kabar, Nak?" balas
ibunya dengan suara hangat.

Dalam sekejap, upaya Elsya untuk menahan air mata gagal. Kehangatan suara ibunya
semakin meningkatkan kerinduannya dan keinginannya untuk pulang. Rindu yang terpendam
selama dua tahun seolah meledak begitu saja. Ia tak kuasa menahan emosi yang kini melanda.
"Bu, aku sangat merindukanmu," bisik Elsya dengan sisa alasan yang ada.

Di ujung telepon, ibunya merasakan getar-getar emosi yang tak dapat dihindari, dan suara
tangisan putrinya menyayat hatinya.

Elsya terus menangis di tengah keheningan kosnya yang tiba-tiba terasa begitu menyedihkan.
Di antara kesedihan dan isak tangis, suara ibunya terdengar lembut namun penuh kekuatan.
"Elsya, Nak, Ibu sangat memahami betapa besar rasa kangenmu. Tapi ingat, kamu berada di
Jogja untuk mengejar mimpimu. Ibu sangat bangga padamu, Nak. Ibu dan keluarga kita akan
selalu mendukung keputusanmu. Jadi, tetaplah tegar, sayang."

Air mata masih mengalir dari pelupuk mata Elsya, namun kata-kata ibunya memberikan
sedikit kelegaan di tengah kesedihan yang ia rasakan. Ia menyeka air matanya dan berusaha
mendengarkan kata-kata ibu dengan seksama.

Ibu Elsya melanjutkan, "Kamu adalah anak yang kuat, Nak. Percayalah, perjuanganmu akan
berbuah manis. Saatnya akan tiba ketika kamu bisa pulang dan merasakan kehangatan
keluarga di Pekanbaru. Sampai saat itu, jangan menyerah. Jaga semangatmu, teruslah
berjuang, dan ingatlah bahwa kami selalu ada untukmu."

Elsya mengusap air mata yang basah di pipinya dan tersenyum lemah. Suara ibunya
membawa harapan dan kekuatan baru dalam hatinya. Ia merasa diberi semangat untuk
melanjutkan perjuangannya, meskipun kerinduan akan kampung halaman dan keluarga tetap
ada.

"Terima kasih, Bu," ucap Elsya dengan suara tergugu. "Aku akan berusaha tetap kuat."
Percakapan itu membawa ketenangan bagi Elsya. Meskipun jarak memisahkan mereka,
ikatan cinta dan dukungan keluarganya tetap kuat. Dengan semangat baru, Dian menghadapi
hari-hari mendatang dengan keyakinan bahwa ia dapat mengatasi rasa homesick dan meraih
impian yang ia kejar di Jogja.

Biodata Penulis

Elexi Violletta Zidomi, mahasiswi Informatika yang gemar menulis. Mulai menulis cerpen
karena terinspirasi ibu. Juga merupakan penggemar KPOP garis keras, sedang gabut di libur
semester. Akun IG: @elexy.yxele.

Anda mungkin juga menyukai