Anda di halaman 1dari 45

Bayan Al Hai-ah Asy Syar’iyyah Haula Al Jabhah Al Islamiyyah Wa Qiyadatiha

Penjelasan Hai-ah Syar’iyyah Di Daulah Islamiyyah Tentang


Jabhah Islamiyyah Dan Qiyadah-nya
Bagian Pertama

Penulis: Dewan Syari’ah Pusat Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam

Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Segala puji hanya bagi Allah yang mengatakan:

ِ َ‫◌ ۚ◌ َوﻟَ ُﻜ ُﻢ ٱﻟ َۡﻮ ۡﻳ ُﻞ ﳑِﱠﺎ ﺗ‬ٞ ‫ُﻮ زَاﻫِﻖ‬


‫ﺼﻔُﻮ َن‬ َ ‫ِﻞ ﻓَـﻴَﺪۡ َﻣﻐُﻪُۥ ﻓَِﺈذَا ﻫ‬
ِ ‫ِف ﺑِﭑﳊَۡ ِّﻖ ﻋَﻠَﻰ ٱ ۡﻟ ٰﺒَﻄ‬
ُ ‫ﺑَﻞۡ ﻧـَﻘۡ ﺬ‬
“Sebenarya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan
serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-
sifat yang tidak layak bagi-Nya)” (Al Anbiya: 18).
Dan yang mengatakan:
‫َرۡض‬
ِ ‫ُﺚ ِﰲ ۡٱﻷ‬ َ ‫َﺐ ُﺟ َﻔﺎٓء ٗ◌ ۖ◌ َوأَﻣﱠﺎ ﻣَﺎ ﻳَﻨ َﻔ ُﻊ ٱﻟﻨ‬
ُ ‫ﱠﺎس ﻓَـﻴَﻤۡ ﻜ‬ ُ ‫ﻓَﺄَﻣﱠﺎ ٱﻟ ﱠﺰﺑَ ُﺪ ﻓَـﻴَﺬۡ ﻫ‬
“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
manusia, maka ia tetap di bumi.”(Ar Ra’du: 17).
Dan yang mengatakan:
‫ٗ◌ا‬ ُ‫ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳـُﺒَـﻠِّﻐ‬
“(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada
merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat
Perhitungan.” (Al Ahzab: 39).
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi yang diutus sebelum hari kiamat dengan
surat Bara-ah, Al Ahzab dan Al Qital, yang mengatakan:

ُ‫ُﻮل ِﰲ َﺣ ٍّﻖ إِذَا رَآﻩُ أ َْو َﺷ ِﻬ َﺪﻩُ أ َْو َِﲰ َﻌﻪ‬


َ ‫ﱠﺎس أَ ْن ﻳَـﻘ‬
ِ ‫َﻻ ﳝَْﻨَـ َﻌ ﱠﻦ أَ َﺣ َﺪ ُﻛ ْﻢ َﻫ ْﻴـﺒَﺔُ اﻟﻨ‬
“Janganlah sekali-kali rasa segan terhadap manusia itu menghalangi seorang diantara kalian dari mengatakan
kebenaran bila ia melihatnya atau menyaksikannya atau mendengarnya.” (Diriwayatkan oleh Al Imam
Ahmad, hadits nomor 1103).
Amma Ba’du:
Sesungguhnya telah banyak terjadi berbagai permasalahan di dalam front jihad di Syam ini yang
membutuhkan penjelasan; sehingga menjelaskan sikap Daulah Islamiyyah terhadap jama’ah-jama’ah yang
ada di lapangan ini adalah hal wajib yang tidak boleh ditangguhkan. Namun yang mendorong kami untuk
tidak tergesa-gesa di dalam mengeluarkan statement ini adalah apa yang sudah ma’lum yaitu kusutnya
kondisi-kondisi lapangan dan samarnya alasan-alasan hukum yang dengannya hukum-hukum itu
1
digantungkan, terutama panji kelompok yang dinamakan Jabhah Islamiyyah itu dhahirnya islam dan
mengklaim berupaya untuk memberlakukan syari’at, sehingga ini mengharuskan kami pada awalnya untuk
menyikapinya sesuai tuntutan dhahirnya ini sampai nampak jelas hal yang menyelisihinya.
Dan diantara hal yang kami anut di hadapan Allah Ta’ala adalah bahwa kami tidak melakukan satu
langkahpun yang kami ambil di dalam membangun Daulah Islamiyyah ini, kecuali bila kami ini berada di
atas bimbingan cahaya dan bashirah dari Kitab Rabb kami dan Sunnah Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan bahwa kami tidak mengada-ada di dalam urusan dien ini sesuatupun yang tidak kami miliki
dalil yang mengukuhkannya dari Kitab Rabb kami dan Sunnah Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antaranya adalah; bahwa kami tidak menyematkan kepada suatu jama’ahpun atau kepada
seorang individupun suatu vonis hukum yang menggugurkan Ashlul Islam yang ada padanya sampai
terbukti bahwa dia itu benar-benar telah melakukan hal yang membatalkan Ashlul Islam itu sesuai dengan
batasan-batasan syar’iy.
Bagi kami, hukum asal orang yang menjauhi kemusyrikan dan berhalaisme dan dia menampakkan
ajaran-ajaran Islam adalah dihukumi sebagai orang muslim, SELAGI tidak nampak di hadapan kami dari
keadaannya suatu yang menyelisihi hal itu; sehingga barangsiapa menuduhkan kepada kami selain prinsip
ini, maka dia itu telah mengada-ada kebohongan atas nama kami dan telah menuduh kami dengan suatu
yang tidak ada pada diri kami.
Dan barangsiapa yang mengatakan: Bahwa kami tidak mengkafirkan seorangpun atau satu
kelompokpun kecuali bila ia berselisih dengan kami, maka sesungguhnya tuduhan ini adalah tergolong
kebodohan terhadap dien ini; karena mengkaji tentang hakikat keadaan lawan itu sama sekali tidak
memiliki hubungan dengan perselisihan, akan tetapi perselisihan itu bila menghantarkan kepada
peperangan, maka meneliti (mengkaji) tentang hakikat keadaan orang-orang yang kita perangi atau kita
diperangi oleh mereka itu adalah menjadi hal yang wajib segera dilakukan, untuk mengetahui macam
peperangan; karena peperangan di dalam Islam itu ada banyak macam, diantaranya ada peperangan
melawan bughat, ada peperangan melawan perampokan, ada peperangan melawan orang-orang kafir, dan
ada pula peperangan melawan murtaddun, dan masing-masing peperangan ini memiliki kaidah-kaidah dan
hukum-hukumnya secara tersendiri.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: (Dari Amirul Mu’minin Ali Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu bahwa ia
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan empat pedang:
1. Pedang buat kaum musyrikin:
‫ﲔ‬
َ ِ‫ﺴﻠَ َﺦ ۡٱﻷَﺷۡ ُﻬ ُﺮ ٱﳊُُۡﺮمُ ﻓَﭑ ـۡﻗ ﺘُـﻠُﻮاْ ٱ ۡﻟﻤُﺸۡ ِﺮﻛ‬
َ ‫ﻓَِﺈذَا ٱﻧ‬
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu” (At Taubah: 5),
2. Pedang bagi orang-orang kafir Ahli Kitab:

‫َﱴ‬
ٰ‫ٰﺐ ﺣ ﱠ‬
َ َ‫ۥ وََﻻ ﻳَﺪِﻳﻨُﻮ َن دِﻳ َﻦ ٱﳊَۡ ِّﻖ ِﻣ َﻦ ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ أُوﺗُﻮاْ ٱ ۡﻟ ِﻜﺘ‬
َٰ ۡ‫ٱﳉِۡﺰﻳَﺔَ ﻋَﻦ ﻳَﺪ ٖ◌ َوﻫُﻢ‬
‫ﺻ ِﻐﺮُو َن‬ ۡ ْ‫ﻳـُﻌۡ ﻄُﻮا‬
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka
tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At Taubah: 29),

2
3. Pedang bagi orang-orang munafiq:
‫ﲔ‬
َ ‫َٰﺟ ِﻬ ِﺪ ٱ ۡﻟ ُﻜﻔﱠﺎ َر وَٱ ۡﻟ ُﻤ ٰﻨَ ِﻔ ِﻘ‬
“berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu,” (At Taubah: 73, At Tahrim: 9),
4. Dan pedang bagi bughat:

“Hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.” (Al
Hujurat: 9).”). (Tafsir Ibnu Katsir 4/178).

Jadi hukum-hukum itu menjadi beragam dengan keragaman keadaan jama’ah-jama’ah muqatilah itu,
sehingga tidak setiap orang yang kami perangi itu kami kafirkan sampai ada bukti terhadap hal itu dalil
dari Kitab Rabb kami dan Sunnah Nabi kami shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sesungguhnya kami ini
adalah mengikuti (dalil) di dalam hal itu bukan mengada-ada bid’ah. Dikarenakan menghukumi kafir
seseorang itu adalah termasuk hukum syar’iy yang tidak berdasarkan kepada akal semata. Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata: (Kufur dan fasiq itu adalah hukum-hukum syar’iy yang mana hal itu
bukan tergolong hukum-hukum yang bisa didasarkan kepada akal semata). (Majmu’ Al Fatawa 19/212).
Dan atas dasar itu, maka sesungguhnya orang yang ingin membantah kami dalam suatu yang kami
anut, maka hendaklah ia membantah kami berdasarkan Ushul yang telah disebutkan tadi.
Hai-ah Syar’iyyah ‘Ammah (Dewan Syari’at Pusat) Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam telah
berkumpul dan memaparkan keadaan-keadaan jama’ah-jama’ah yang ada di bumi Syam, terutama
jama’ah-jama’ah yang bersembunyi di balik nama-nama dan slogan-slogan pemberlakuan Syari’at seperti
keadaan apa yang dinamakan sebagai Jabhah Islamiyyah, di mana Jabhah ini menduga bahwa penamaan
itu akan menutupi borok pemikirannya dan menyembunyikan kerusakan manhajnya, akan tetapi Allah
tidak mau kecuali membongkar keburukan niat-niat mereka dan menelanjangi kebusukan rahasia mereka
di dalam lontaran-lontaran umara-nya yang tidak merasa keberatan di dalam menggunakan segala apa
yang ada di tangan mereka berupa sarana-sarana yang rusak demi menggapai apa yang mereka klaim
berupa upaya pemberlakuan syari’at. Dan Hai-ah Syar’iyyah telah meneliti alasan-alasan hukum yang
mengitari keadaan-keadaan umara kelompok yang menamakan diri sebagai Jabhah Islamiyyah itu, dan
Hai-ah telah sampai kepada penetapan hal berikut ini:

Bersambung, bi ‘idznillah...

Penterjemah berkata: Selesai dialihbahasakan pada tanggal 25 Rajab 1435H oleh


Abu Sulaiman Al Arkhabiliy di LP Kembang Kuning Nusakambangan.

3
Bayan Al Hai-ah Asy Syar’iyyah Haula Al Jabhah Al Islamiyyah Wa Qiyadatiha

Penjelasan Hai-ah Syar’iyyah Di Daulah Islamiyyah Tentang


Jabhah Islamiyyah Dan Qiyadah-nya
Bagian Kedua

Penulis: Dewan Syari’ah Pusat Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam


Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Hai-ah Syar’iyyah ‘Ammah (Dewan Syari’at Pusat) Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam telah
berkumpul dan memaparkan keadaan-keadaan jama’ah-jama’ah yang ada di bumi Syam, terutama
jama’ah-jama’ah yang bersembunyi di balik nama-nama dan slogan-slogan pemberlakuan Syari’at seperti
keadaan apa yang dinamakan sebagai Jabhah Islamiyyah, di mana Jabhah ini menduga bahwa penamaan itu
akan menutupi borok pemikirannya dan menyembunyikan kerusakan manhajnya, akan tetapi Allah tidak
mau kecuali membongkar keburukan niat-niat mereka dan menelanjangi kebusukan rahasia mereka di
dalam lontaran-lontaran umara-nya yang tidak merasa keberatan di dalam menggunakan segala apa yang
ada di tangan mereka berupa sarana-sarana yang rusak demi menggapai apa yang mereka klaim berupa
upaya pemberlakuan syari’at. Dan Hai-ah Syar’iyyah telah meneliti alasan-alasan hukum yang mengitari
keadaan-keadaan umara kelompok yang menamakan diri sebagai Jabhah Islamiyyah itu, dan Hai-ah telah
sampai kepada penetapan hal berikut ini:

Keadaan Umara Jabhah Islamiyyah Sebelum Dan Sesudah Pembentukan Jabhah Mereka:

Sesungguhnya umara apa yang dinamakan Jabhah Islamiyyah itu telah melakukan sebab-sebab
kekafiran sebelum dan sesudah pembentukan Jabhah mereka itu, diantaranya adalah: Mengakui dan
Membenarkan ajaran orang-orang kafir, apalagi ditambah sikap tawalli mereka kepada orang-orang
murtad di dalam Lembaga yang kafir, yaitu Hai-atul Arkan yang berafiliasi kepada Hai-ah Al I-tilaf
(Dewan Koalisi Nasional). Oleh sebab itu kami terlebih dahulu harus menjelaskan keadaan dua Hai-ah
(Lembaga/Dewan) ini serta menjelaskan hukum syar’iy tentang keduanya. Maka kami katakan seraya
memohon pertolongan Allah Ta’ala:
- Status Hai-ah Al I-tilaf (Dewan Koalisi Nasional) Dan Hai-ah Al Arkan1 :

1
Pada tanggal 8/1/2012 telah berkumpul di Antokia Turki 550 orang yang menjadi wakil bagi berbagai liwa dan katibah,
dengan dihadiri pula oleh para perwakilan Saudi, Qatar, Amerika dan Prancis, dan mereka bersepakat untuk membentuk
hal berikut ini:

A. Al Majlis Al ‘Askariy (Dewan Militer) untuk Qiyadah ‘Ulya (Pimpinan Tertinggi), dan mereka membagi Suriah menjadi
lima front, dan mereka memilih untuk setiap front lima orang dari penduduk lokal yang ikut hadir di pertemuan itu.

B. Hai-ah Al Arkan, dan mereka menjadikan diantara hak istimewa Dewan Militer itu adalah memilih dan memecat Kepala
Hai-ah Al Arkan, dan mereka telah memilih Salim Idris sebagai kepala Hai-ah Al Arkan, dan mereka memilih diantara
mereka enam orang wakil kepala Hai-ah Al Arkan, dari setiap wilayah dua orang yang salah satunya adalah orang militer,
dan ia menjadi wakil bagi Salim Idris, sedangkan yang lain adalah revolusioner dan ia itu menjadi pembantu bagi si wakil
itu.

C. Kementrian Pertahanan, dan Mentri Pertahanan ini diposisikan sebagai kepala Dewan Komando Tertinggi Militer.

4
Sesungguhnya diantara yang sudah diketahui dari keadaan Hai-ah Al I-tilaf dan Al Arkan adalah
sikap tawalli keduanya kepada negara-negara yang memerangi Islam dan kaum muslimin, terutama adalah
Amerika2 dan Prancis yang telah memperbaharui kembali apa yang telah lapuk dari permusuhannya
terhadap Islam dan kaum muslimin. Hai-ah Al Arkan dan Al I-tilaf ini tidak terbatas memiliki jalinan
hubungan erat dengan negara-negara itu saja, akan tetapi ia menjalin hubungan erat juga dengan antek-
anteknya dari kalangan para thaghut kawasan (Timur Tengah) yang telah mengerahkan apa yang mereka

Catatan: Silahkan lihat situs resmi I-tilaf Wathaniy (Koalisi Nasional) di internet (Mukawwinat Al I-tilaf - Qiyadah Arkan Al
Jaisy Al Hurr) http://www.etilaf.org.

Setelah selesai dari pembetukan Dewan Militer dan Hai-ah Al Arkan itu berangkatlah para Duta Al Arkan yang berjumlah
sepuluh orang bersama kepala mereka Salim Idris dan dengan pesawat khusus milik Amir Qatar dalam lawatan yang
dimulai dengan mengunjungi Saudi, terus Qatar, terus Imarat, terus Yordania, dan disodorkan kepada mereka di saat
mereka berada di Qatar pengakuan terhadap Hai-ah Al I-tilaf. Kemudian kembalilah para duta Al Arkan itu ke Turki dan
diminta dari mereka saat mereka berada untuk mengakui Hai-ah Al Arkan, maka merekapun tidak berselisih kecuali atas
jumlah kursi yang akan diduduki Hai-ah Al Arkan di dalam Hai-ah Al I-tilaf.

Muhammad ‘Alusy penanggung jawab politik di Kataib Liwa Al Islam di akun pribadinya di twitter menulis pada tanggal
25/9/2012 suatu makalah dengan judul “Limadza kullu hadzihi adldlajjah haulal bayan raqam wahid” dan diantara isi
tulisannya itu adalah: (Kataib menuntut separuh kursi-kursi di I-tilaf dan bahwa hal itu bisa menaikkan nama I-tilaf dan
menjadikannya sebagai cerminan sebenarnya bagi Tsaurah (Revolusi) dan tidak keluar dari keinginannya dan dari
tuntutan-tuntutannya yang sah dan revolusioner...namun tuntutan ini tidak mendapatkan respon dari I-tilaf kecuali
cemoohan dan perolok-olokan. Kemudian mereka datang ke Al Arkan dan mereka sepakat atas permintaan ini serta
mereka menunjuk lewat jalur Kepala Al Arkan lima belas anggota yang tidak dikenal bagi Kataib itu). Sedangkan
persetujuan terhadap 15 kursi di I-tilaf itu adalah telah terlaksana dari pihak Hai-ah Al Arkan atas perantaraan Saudi
dengan pengawasan Amerika.
2
Di antara hal yang menguatkan begitu dalamnya pengendalian Amerika terhadap Hai-ah Al I-tilaf dan Al Arkan adalah apa
yang ada di dalam diktat catatan Ahmad Khalid Bariy yang ditangkap bersamanya, yang ditulis dengan tulisan tangannya
dan kami akan menuturkannya sesuai apa adanya dengan disertai pembenahan sebagian kekeliruan bahasa, di mana ia
itu adalah asisten jendral yang menyempal dari militer Suriah, anggota di Hai-ah Al Arkan dan Panglima Dewan Militer
Revolusi di Provinsi Hamah.

Catatan: Kami ingatkan bahwa kami tidak bersandar kepada diktat ini di dalam pengaitan hukum syar’iy apapun, namun
kami menyebutkannya di sini hanya dalam rangka pendekatan sebagai bentuk kesaksian sebagian mereka atas sebagian
yang lain:

(Pertemuan dengan pihak Amerika 13/6/2013 :

- Telah dilakukan penyerahan dana sebesar Lima Puluh Ribu Dolar kepada Abu Az Zubair.
- Pembentukkan Brigade dari FSA di Provinsi (Hamah).
- Penetapan gaji-gaji Brigade itu.
- Penyampaian penjelasan perihal dana operasional dari semua yang dilakukan oleh wakil Panglima Jabhah dan Dewan
Militer di Hamah...) Lihat lampiran No (1).

(Pertemuan dengan pihak Amerika pada tanggal 12/7/2013 :

2- Kami meminta bantuan untuk FSA dengan segala macam persenjataan dalam menghadapi (Daulah Al ‘Iraq Al
Islamiyyah) dan dalam menghadapi rezim Suriah yang membunuhi rakyatnya). Lihat lampiran No (2).

(Pertemuan dengan pihak Amerika pada tanggal 29/9/2013:

Kepala Al Arkan bersama para pimpinan jabhah-jabhah dan dewan-dewan serta pihak Amerika.

1. Kunjungan Jendral Salim ke Prancis.


2. Pertemuan dengan pihak Amerika (Penanggung jawab Arsip Suriah kepala Intelejen Mister Kood)...

Di dalam halaman kedua: Al ‘Aqid Abdul Basith Ath Thawil bertanya tentang sumber Daulah dan siapa yang mendanainya,
dan kenapa FSA tidak dipersenjatai juga untuk memerangi mereka?). Lihat lampiran No (3).

5
kuasai berupa harta kekayaan kaum muslimin untuk memerangi Islam dan kaum muslimin dengan
mengatasnamakan pemberantasan tindak terorisme, seperti negara Saudi3, Qatar4 dan yang lainnya.
Upaya-upaya semua negara itu telah dikerahkan untuk mengembalikan penderitaan Iraq dan
Afghanistan di bumi Syam lewat tangan-tangan Hai-ah Al I-tilaf dan Al Arkan, di mana mereka
mendatangkan Neo Karzai atau Neo Maliki untuk menimpakan kepada kaum muslimin berbagai
penyiksaan dan membunuh jihad yang mengancam kepentingan-kepentingan Amerika dan Barat di
Kawasan serta mengancam singgasana-singgasana para antek mereka.
Sedangkan pemerintahan yang dicanangkan sebagai pengganti Daulah Islamiyyah itu adalah salah
satu dari dua model pemerintahan, yaitu pemerintahan yang beriman kepada sebagian Al Kitab dan kufur
kepada sebagian, dan pemerintahan Demokrasi yang kufur kepada seluruh Al Kitab, seperti
pemerintahan yang demi pencapaiannya Amerika telah melakukan peperangan di Iraq dan di Afghanistan
kemudian dia (Amerika) keluar darinya dalam kondisi telah dihinakan dan dipermalukan Allah Ta’ala,
sehingga tidak ada jalan lain baginya kecuali memerangi kita dengan lewat tangan wakil-wakilnya melalui
Hai-ah Al I-tilaf dan Al Arkan, di mana mereka tidak akan kehabisan orang yang bertipe sama dengan
Karzai dan Ahmad Syarif yang bisa membantu mereka dalam memerangi Islam dan kaum muslimin,
semisal Ahmad Jarba dan Salim Idris, dan itu dalam rangka menegakkan Negara Demokrasi Kafir.
Demokrasi itu sama sekali tidak memiliki hubungan dengan Islam, baik dari sisi definisi, rukun-
rukunnya maupun prinsip-prinsipnya, karena Demokrasi itu bermakna: Bahwa hak pembuatan hukum itu
milik rakyat, sedangkan Allah Ta’ala mengatakan:

“Hak menetapkan hukum itu hanya milik Allah,” (Al An’am: 57).
Dan diantara rukun (pilar) Demokrasi adalah mengakui semua agama, keyakinan-keyakinan dan
keinginan-keinginan apapun bentuknya, serta melepaskan diri dari ikatan agama Allah Ta’ala di bawah
payung Kebebasan Keyakinan. Sedangkan ini adalah menyelisihi firman allah Ta’ala:

‫ٰﺴﺮِﻳ َﻦ‬
ِ َ‫ۡٓﺧ َﺮةِ ِﻣ َﻦ ۡٱﳋ‬ َ ‫َوﻣَﻦ ﻳَـ ـۡﺒ ﺘَ ِﻎ ﻏَ ـۡﻴ َﺮ ٱﻹِۡﺳۡ ﻠَ ِٰﻢ دِﻳﻦ ٗ◌ا ﻓَـﻠَﻦ ﻳـُﻘۡ ﺒَ َﻞ ﻣِﻨۡ ﻪُ َوﻫ‬
ِ ‫ُﻮ ِﰲ ٱﻷ‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (Ali ‘Imran: 85).
Dan diantara pilarnya juga adalah ketidakterikatan dengan batasan-batasan syar’iy di dalam
mengungkapkan pendapat di bawah klaim kebebasan berpendapat, sedangkan ini adalah menyelisihi
firman Allah Ta’ala:

3
Pemerintah Saudi tidak mendanai kelompok-kelompok yang aktif di front Suriah kecuali lewat Hai-ah Al Arkan yang
berafiliasi ke Hai-ah Al I-tilaf, ini adalah keterangan yang disampaikan oleh seorang penanggung jawab dari Intelejen Saudi
di dalam Pertemuan dengan Hai-ah Al Arkan pada tanggal 30/8/2013 di Ankara dan dengan dihadiri oleh perwakilan dari
Amerika, Qatar, Saudi, Inggris, Emirat, Prancis, Italia dan negara-negara lain, sebagaimana yang ada di dalam catatan
Ahmad Bari. Di mana diantara yang disampaikan oleh penanggung jawab intelejen Saudi pada pertemuan itu adalah: (8-
Saudi tidak akan mempersenjatai kecuali lewat jalur Al Arkan dan Jabhah-Jabhah itu). Lihat lampiran No (4).
4
Ahmad Khalid Bari telah menulis di dalam catatannya (Pertemuan pada tanggal 17/8/2013 hari Rabu di Ankara,
pertemuan dengan saudara-saudara dari Qatar) terus ia menulis di bawah judul: (Permintaan-permintaan dari saudara-
saudara dari Qatar) di mana mereka telah meminta dari saudara-saudara mereka yang berkebangsaan Qatar sejumlah
permintaan, diantaranya: (Dari mana datangnya Daulah Iraq dan bagaimana kita bisa menghentikan lajunya). Lihat
lampiran No (5).

6
◌ٞ ‫ِﻴﺐ َﻋﺘِﻴﺪ‬
ٌ ‫ﻆ ﻣِﻦ ﻗـ َۡﻮ ٍل إ ﱠِﻻ ﻟَ َﺪ ۡﻳ ِﻪ َرﻗ‬
ُ ‫ﻣﱠﺎ ﻳـَﻠۡ ِﻔ‬
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir” (Qaaf: 18).
Dan menyelisihi sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ْﺴﻨَﺘِ ِﻬ ْﻢ‬
ِ ‫َﺎﺧ ِﺮِﻫ ْﻢ إ ﱠِﻻ َﺣﺼَﺎﺋِ ُﺪ أَﻟ‬
ِ ‫س ِﰲ اﻟﻨﱠﺎ ِر ﻋَﻠَﻰ ُوﺟُﻮ ِﻫ ِﻬ ْﻢ أ َْو ﻋَﻠَﻰ َﻣﻨ‬
َ ‫ُﺐ اﻟﻨﱠﺎ‬
‫َو َﻫ ْﻞ ﻳَﻜ ﱡ‬
“Dan bukankan yang menjerumuskan manusia ke dalam neraka secara telungkup di atas wajah atau leher
mereka itu tidak lain adalah hasil lisan-lisan mereka.”5
Dan diantara pilarnya juga adalah: Penyebaran perbuatan dekadensi moral yang menyelisihi syari’at dan
fitrah dengan dalih kebebasan pribadi (HAM), seperti pembolehan pernikahan sesama jenis, sedangkan
ini adalah menyelisihi firman Allah Ta’ala:

◌ٞ ‫َاب أَﻟِﻴﻢ‬
ٌ ‫ﺸﺔُ ِﰲ ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ءَا َﻣﻨُﻮاْ ﳍَُﻢۡ َﻋﺬ‬
َ ‫َﺸﻴ َﻊ ٱ ۡﻟ َٰﻔ ِﺤ‬
ِ ‫إِ ﱠن ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ُِﳛﺒﱡﻮ َن أَن ﺗ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-
orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang,
kamu tidak mengetahui” (An Nuur: 19).

Lampiran-Lampiran:

Lampiran 1

5
Diriwayatkan oleh At Tirmidziy dan berkata: Ini adalah hadits hasan shahih (5/11), dan dikeluarkan juga oleh Al Hakim
dalam Al Mustadrak (3/274) dan berkata: Ini adalah hadits hasan shahih sesuai syarat Asy Syaikhain namun keduanya
tidak meriwayatkannya. Adz Dzahabiy berkata di dalam At Talkhis: Sesuai syarat Al Bukhariy dan Muslim.

7
Lampiran 2

Lampiran 3

8
Lampiran 4

Lampiran 5

Bersambung, bi ‘idznillah...

Penterjemah berkata: Selesai dialihbahasakan pada tanggal 25 Rajab 1435H oleh Abu Sulaiman Al
Arkhabiliy di LP Kembang Kuning Nusakambangan.

9
Bayan Al Hai-ah Asy Syar’iyyah Haula Al Jabhah Al Islamiyyah Wa Qiyadatiha

Penjelasan Hai-ah Syar'iyyah Di Daulah Islamiyyah Tentang


Jabhah Islamiyyah Dan Qiyadah-nya
Bagian Ketiga

Penulis: Dewan Syari’ah Pusat Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam


Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Dan diantara prinsip-prinsip Demokrasi adalah: Penyamaan antara orang muslim dengan orang
kafir dan antara orang mu’min dengan orang fasiq, sedangkan Allah Ta’ala berfirman:

ُ ‫َﺎﺳﻖ ٗ◌ ۚا ﱠﻻ ﻳَﺴۡ ﺘـ‬


‫َﻮۥ َن‬ ِ ‫أَﻓَﻤَﻦ ﻛَﺎ َن ﻣ ُۡﺆﻣِﻦ ٗ◌ا َﻛﻤَﻦ ﻛَﺎ َن ﻓ‬
“Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? Mereka tidak sama” (As Sajdah:
18).
Dan Dia Ta’ala berfirman:
‫َﻴۡﻒ َ ۡﲢ ُﻜﻤُﻮ َن‬
َ ‫ﲔ ﻛَﭑ ۡﻟﻤُﺠۡ ِﺮﻣِﻴﻨَﻤَﺎ ﻟَﻜُﻢۡ ﻛ‬
َ ‫أَﻓَـﻨَﺠۡ َﻌﻞُ ٱ ۡﻟﻤُﺴۡ ﻠِ ِﻤ‬
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang
kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (Nuun/Al
Qalam: 35-36).
Ini adalah Ushul Dien Demokrasi dan Pondasi-Pondasinya, sedangkan ia itu bertolak belakang
dengan Ushul Dienil Islam dan Pondasi-Pondasinya, jadi tidak ada Demokrasi di dalam Islam itu
sebagaimana tidak ada Islam di dalam Demokrasi itu.
Oleh sebab itu diantara hal-hal yang baku di dalam prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu adalah
bahwa ajakan untuk menegakkan negara “modern yang mewadahi segala isme lagi berasaskan
Demokrasi” itu adalah amalan yang mengeluarkan dari millah Islam walaupun para penyerunya itu
mengerjakan shaum, shalat dan haji serta mengaku muslim; dikarenakan ia itu adalah ajakan untuk
memalingkan tahakum (perujukan hukum) yang merupakan hak khusus Allah Ta’ala kepada thaghut6
yang padahal Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk ingkar kepadanya. Allah Ta’ala berfirman:

ْ‫ُﻮت َوﻗَﺪۡ أُِﻣﺮُٓواْ أَن ﻳَﻜۡ ُﻔﺮُوا‬


ِ ‫ُﻮاْ إ َِﱃ ٱﻟ ٰﻄﱠﻐ‬
ٓ‫ِﻚ ﻳُﺮِﻳﺪُو َن أَن ﻳَـﺘَﺤَﺎ َﻛﻤ‬
َ ‫ﻴۡﻚ َوَﻣﺎٓ أُﻧﺰ َِل ﻣِﻦ ﻗـَﺒۡ ﻠ‬
َ َ‫أََۡﱂ ﺗَـ َﺮ إ َِﱃ ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﻳـ َۡﺰﻋُﻤُﻮ َن أَﻧـﱠﻬُﻢۡ ءَا َﻣﻨُﻮاْ ﲟَِﺎٓ أُﻧﺰ َِل إِﻟ‬
‫ﺿﻠَ َٰۢﻼ ﺑَﻌِﻴﺪ ٗ◌ا‬
َ ۡ‫ﻀﻠﱠﻬُﻢ‬
ِ ُ‫ﺸ ۡﻴ ٰﻄَ ُﻦ أَن ﻳ‬
‫ﺑِ ِﻪۦۖ َوﻳُﺮِﻳ ُﺪ ٱﻟ ﱠ‬

6
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: (Bahwa barangsiapa yang tahakum atau mengajak merujuk hukum kepada selain
apa yang dibawa Rasul, maka dia itu telah bertahkim dan telah bertahakum kepada thaghut. Sedangkan thaghut adalah
segala apa yang dilampaui batasnya oleh si hamba, baik itu yang diibadati atau diikuti atau ditaati, sehingga thaghut setiap
kaum adalah pihak yang mereka rujuk hukumnya selain Allah dan Rasul-Nya). (I’lamul Muwaqqi’in ‘An Rabbil ‘Alamin 1/50).
Sedangkan Demokrasi itu adalah memalingkan hukum -yang mana kita beribadah kepada Allah Ta’ala dengannya- kepada
rakyat, inilah thaghut.

10
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada
thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan
mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (An Nisaa: 60).
Sedangkan Hai-ah Al I-tilaf (Dewan Koalisi Nasional) dengan segala bentuk anggota-anggotanya
yang diantaranya Hai-ah Al Arkan adalah berupaya dan mengajak untuk menegakkan negara modern
Demokrasi yang mewadahi semua isme, dan hal itu dianggap sebagai prinsip-prinsipnya yang baku
sebagaimana yang ada di dalam situs resmi mereka:
(Prinsip-Prinsip Baku Koalisi Nasional:
Koalisi Nasional bagi semua kekuatan revolusi dan oposisi Suriah komitmen dengan prinsip-prinsip
baku Nasionalisme bagi revolusi Suriah, dan ia bersandar kepadanya di dalam keabsahannya. Dan
diantara prinsip-prinsip baku ini adalah:
.....penekanan terhadap berdirinya Suriah modern yang menampung segala macam isme lagi
berpaham Demokrasi). Selesai penukilan dari situs resmi mereka.
Disamping itu sesungguhnya Hai-ah Al I-tilaf (Dewan Koalisi Nasional) dengan segala bentuk
anggota-anggotanya yang diantaranya Hai-ah Al Arkan adalah berperang untuk menegakkan negara
modern yang mewadahi banyak isme (partai) lagi berpaham Demokrasi7, sedangkan orang yang
keadaannya seperti ini maka ia itu telah berperang di jalan thaghut, dan mereka itu telah dikafirkan oleh

Allah Ta’ala secara wahyu di dalam Al Qur’an Al Karim, di mana Dia berfirman:

‫ﺿﻌِﻴﻔًﺎ‬
َ ‫ﻴۡ َﺪ ٱﻟﺸﱠﻴۡ ٰﻄَ ِﻦ ﻛَﺎ َن‬ ‫ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ءَا َﻣﻨُﻮاْ ﻳـُ َٰﻘﺘِﻠُﻮ َن ِﰲ‬
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut,
sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah” (An
Nisaa: 76).
Oleh sebab itu maka sesungguhnya Hai-ah Al I-tilaf (Dewan Koalisi Nasional) dengan segala
bentuk anggota-anggotanya yang diantaranya Hai-ah Al Arkan adalah orang-orang MURTAD dari agama
Allah Ta’ala, dikarenakan negara yang ingin mereka tegakkan di atas serpihan-serpihan badan yang
berserakan dengan sebab pemboman dan hujanan birmil yang meledak di mana-mana hanyalah negara
thaghut yang menjadikan putusan kepada rakyat bukan kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala mengatakan:

7
Kesepakatan Hai-ah Al Arkan dengan Hai-ah Al I-tilaf untuk berperang demi penegakan pemerintahan Demokrasi yang
bermulti partai; adalah hal yang sangat jelas, di mana diantara apa yang ada di dalam statement yang dilontarkan oleh
Salim Idris yang merupakan kepala Hai-ah Al Arkan:

(Kami di FSA berperang demi kebebasan dan Demokrasi bagi seluruh rakyat Suriah dengan seluruh aliran-alirannya, baik
Sunni, Syi’ah, ‘Alawiy, Kristen dan Darwiz serta dari seluruh elemen-elemen lain bangsa kami yang baik, suci lagi banyak
memberi; oleh sebab itu kami hari ini menuntut dari dunia bebas agar menyokong kami dengan senjata dan
perlengkapan...demi membangun negara yang bebas lagi Demokrasi bagi seluruh rakyat Suriah....dan kepada para
komandan FSA kami katakan: Kami menyambut kalian dan kami meminta agar kalian bergabung dengan kami serta
berperang demi kebebasan dan Demokrasi.

Saudara-saudaraku dan saudari-saudariku: Kami tidak akan menghentikan peperangan sampai tercapai impian kita
dengan negara merdeka yang berDemokrasi. Dan janji dari kami semua untuk melanjutkan peperangan sampai tercapai
kemenangan dan penegakan negara merdeka yang berDemokrasi bagi seluruh rakyat Suriah). Selesai.

11
‫ﺎس َﻻ ﻳـَﻌۡ ﻠَﻤُﻮ َن‬
ِ
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Yusuf: 40).
Dan berfirman:
‫وََﻻ ﻳُﺸۡ ﺮ ُِك ِﰲ ﺣُﻜۡ ِﻤﻪِٓۦ أَﺣَﺪ ٗ◌ا‬
“Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”.” (Al Kahfi: 26).
Dan Allah Jalla Fi ‘Ulahu mengatakan:

‫ٗ◌ا ﻟِّﻘ َۡﻮم ٖ◌ ﻳُﻮﻗِﻨُﻮ َن‬ ◌ٗ ‫َوإِ ﱠن َﻛﺜِﲑ‬


“Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al
Maidah: 49-50).
Sehingga bila telah diketahui status hukum Dewan Koalisi Nasional dan Hai-ah Al Arkan, maka
jelaslah di hadapan kita pembatal keislaman pertama yang dilakukan oleh Umara kelompok yang
menamakan diri sebagai Jabhah Islamiyyah, yaitu: Sikap Tawalliy Umara Jabhah Islamiyyah
Kepada Murtaddin Dan Sikap Setuju Terhadap Kekafiran Yang Mereka Lakukan:
Yang demikian itu dengan bentuk keanggotaan mereka di dalam Hai-ah Al Arkan, baik dengan
terjun secara langsung di dalamnya, sebagaimana Abu ‘Isa Asy Syaikh8 dan Zahran ‘Alusy9, ataupun
dengan mewakilkan, seperti Hassan ‘Abud10 yang diwakili di dalamnya oleh Abu Az Zubair Abdul
Fattah ‘Arub11 dan ia juga sebagai wakil bagi Harakah-nya, sedangkan hal ini adalah dengan
sepengetahuan dan persetujuan Hassan, sehingga ia berstatus sama dengan orang yang terjun langsung di
dalam Al Arkan.
Sedangkan SETIAP orang yang TAWALLIY kepada Al Arkan dan Al I-tilaf, atau MEMBELANYA,
atau MEMBANTUNYA, atau BERPERANG di bawah panji mereka, maka status hukum dia itu adalah
sama dengan status mereka.
Allah Ta’ala berfirman:

“Dan barangsiapa orang diantara kalian bertawalliy kepada mereka, maka sesungguhnya dia itu tergolong
bagian dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dhalim.” (Al
Maidah: 51).

8
Amir Shuqur Asy Syam dan wakil Jabhah Wilayah Utara yang berafiliasi ke Qiyadah ‘Askariyyah ‘Ulya (Komando Militer
Tertinggi) di Al Arkan, dan sekarang sebagai ketua Majelis Syura Jabhah Islamiyyah (JI).
9
Amir Tasykilah Liwa Al Islam dan wakil Wilayah Selatan yang berafiliasi ke Qiyadah ‘Askariyyah ‘Ulya (Komando Militer
Tertinggi) di Al Arkan, dan sekarang sebagai Panglima Militer Jabhah Islamiyyah (JI).
10
Abu Abdillah Al Hamawiy Amir Harakah Ahrar Asy Syam dan sekarang sebagai Ketua Dewan Politik di Jabhah
Islamiyyah.
11
Panglima Liwa Al Iman yang berafiliasi ke Harakah Ahrar Asy Syam, anggota Hai-ah Al Arkan, pembantu wakil Kepala Al
Arkan.

12
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: (Sahlah bahwa firman Allah Ta’ala ”Dan barangsiapa orang
diantara kalian bertawalliy kepada mereka, maka sesungguhnya dia itu tergolong bagian dari mereka” itu
adalah sesuai dengan dhahirnya bahwa dia itu kafir yang tergolong orang-orang kafir. Sedangkan ini
adalah kebenaran yang tidak diperselisihkan diantara kaum muslimin). (Al Muhalla 11/138).
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: (Dan ketahuilah bahwa dalil-
dalil yang menunjukkan terhadap pengkafiran orang muslim yang shalih bila dia itu menyekutukan Allah
atau bergabung dengan kaum musyrikin dalam memerangi muwahhidin walaupun dia itu tidak melakukan
syirik, adalah sangat banyak sekali yang tidak terhitung dari firman Allah, sabda Rasul-Nya serta
pernyataan semua ulama). (Ar Rasail Asy Syakhshiyyah 5/272).
Kemudian bila hal ini sudah jelas lagi baku, maka barangsiapa diantara umara Jabhah Islamiyyah itu
mengklaim bahwa dia itu menyelisihi Hai-ah Al Arkan dan Majlis ‘Askari-nya secara batin dengan
persetujuannya kepada mereka secara dhahir, di bawah alasan apa saja, maka sesungguhnya klaim ini
sama sekali tidak melenyapkan vonis murtad darinya.
Allah Ta’ala berfirman:

ۡ‫َﲑﻩِٓۦ إِﻧﱠﻜُﻢ‬
ِ ۡ ‫ِﻳﺚ ﻏ‬
ٍ ‫َﱴ ﳜَُﻮﺿُﻮاْ ِﰲ َﺣﺪ‬
ٰ‫ﻌُﺪُواْ َﻣ َﻌﻬُﻢۡ ﺣ ﱠ‬
◌ٗ ‫إِذ‬
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-
ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta
mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat
demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-
orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (An Nisaa: 140).
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata: (“Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat
demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” Maka ini menunjukkan wajibnya menjauhi para pelaku
maksiat bila nampak kemungkaran dari mereka, dikarenakan orang yang tidak menjauhi mereka itu maka
dia berarti telah meridloi perbuatan mereka, sedangkan ridlo dengan kekafiran itu adalah kekafiran). (Al
Jami’ Li Ahkam Al Qur’an: 5/418).
Sedangkan ucapannya: “dikarenakan orang yang tidak menjauhi mereka itu maka dia berarti telah
meridloi perbuatan mereka” itu hanyalah tentang duduk-duduk yang bersifat dadakan muncul, maka
bagaimana dengan orang yang melakukan ikatan dengan lembaga-lembaga kafir serta secara rutin lagi
teratur menghadiri majelis-majelisnya?
Dan tidak ada hujjah bagi orang yang mengatakan: Sesungguhnya duduk kami dengan mereka itu
adalah boleh bila kami menjaga pendengaran kami dari kekafiran dan perolok-olokan.
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah telah menuturkan di dalam tafsir firman Allah Ta’ala:

‫ﰲ ءَا ٰﻳَﺘِﻨَﺎ‬
ِٓ ‫ۡﺖ ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ﳜَُﻮﺿُﻮ َن‬
َ ‫َوإِذَا َرأَﻳ‬
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami,” (Al An’am: 68) setelah
menyebutkan banyak dalil: (Maka gugurlah dengan ini semua pernyataan orang yang mengklaim bahwa
bermujalasah dengan mereka itu boleh bila mereka menjaga pendengaran mereka). (Tafsir Al Qurthubiy
7/13).

13
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: (Penyembunyian dien itu adalah sesuatu, sedangkan
penampakan dien yang batil itu adalah sesuatu yang lain pula, maka hal ini sama sekali tidak Allah
bolehkan kecuali bagi orang yang mukrah (dipaksa) di mana dibolehkan baginya pengucapan kalimat
kekafiran). (Minhaj As Sunnah An Nabawiyyah 6/224).
Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah telah menyebutkan macam-macam muwafaqah
(persetujuan) kepada orang-orang kafir, di mana beliau berkata: (Maka ketahuilah bahwa penampakan
persetujuan kepada orang-orang musyrik itu memiliki tiga keadaan, “dan beliau menyebut diantaranya” :
(Menyetujui mereka secara dhahir dengan batin tetap menyelisihi mereka sedangkan dia itu tidak
berada di dalam genggaman (pemaksaan) mereka, namun yang mendorong dia untuk melakukan hal itu
hanyalah keambisian terhadap kekuasaan atau harta, atau karena berat dengan tanah air atau keluarga,
atau karena rasa takut terhadap apa yang bisa terjadi di kemudian hari, maka sesungguhnya dia itu dalam
keadaan ini adalah menjadi murtad, dan tidaklah berguna bagi dia kebenciannya di dalam bathinnya, dan
dia itu tergolong orang yang Allah firmankan tentang mereka:

“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat,
dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (An Nahl: 107). Di mana Allah
telah mengabarkan bahwa yang menghantarkan mereka kepada kekafiran itu bukanlah kebodohan
terhadap Al Haq atau sebagiannya dan bukan pula kecintaan kepada Al Bathil, akan tetapi ia itu hanyalah
dikarenakan mereka memiliki bagian dari dunia ini terus mereka lebih mementingkannya terhadap dien.
Inilah makna ucapan Syaikhul Islam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullahu ta’ala wa ‘afa ‘anhu).
Selesai (Sabilun Najah wal Fikak Min Muwalati Al Murtaddin wa Ahlil Isyrak 1/31).
Dan diantara hal itu pula; dia tergiring untuk menyetujui orang-orang kafir secara dhahir dengan
bathinnya tetap menyelisihi mereka OLEH klaim upaya pemberlakuan syari’at Allah Ta’ala lewat jalur
mereka, sebagaimana yang kadang diklaim, maka kebaikan niat itu tidaklah dianggap bila sarana-sarananya
itu adalah hal yang diharamkan, maka bagaimana gerangan bila sarana-sarananya itu adalah kekafiran,
seperti masuk ke dalam Hai-ah Al Arkan?
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: (Bila engkau telah mengetahui
bahwa orang yang paling bertauhid dan paling banyak kebaikannya, seandainya ia itu mengucapkan
ungkapan kemusyrikan dengan tetap disertai kebencian terhadap ucapan itu, (dia mengucapkannya)
dalam rangka menggiring orang lain dengannya kepada Islam, maka hapuslah amalannya dan ia tergolong
orang-orang yang rugi, maka bagaimana gerangan dengan orang yang menampakkan bahwa dia itu bagian
dari mereka). (Al Jawahir Al Mudliyyah 1/19).
Syari’at yang suci ini telah memberikan petunjuk kepada kita bahwa pelaku kekafiran itu adalah
kafir dalam semua kondisinya, dan syari’at tidak mengecualikan selain orang yang mukrah, sedangkan
sudah termasuk suatu yang diketahui dari dienullah Ta’ala ini bahwa sarana itu berstatus hukum yang
sama dengan tujuannya, sebagaimana tujuan itu harus syar’iy maka begitu juga sarana-sarana untuk
mencapai tujuan-tujuan itu harus syar’iy pula.
Dan seandainya Umara Jabhah Islamiyyah itu meninggalkan bekerja di Hai-ah Al Arkan, maka
sesungguhnya sekedar meninggalkan bekerja itu -seandainya kita asumsikan itu terjadi- tidaklah cukup
untuk mengembalikan mereka ke dalam lingkaran Islam selagi mereka tidak menyempurnakan syarat-
syarat taubat yang akan disebutkan nanti, dan tidak mengumumkan sikap keluarnya dari bekerja di Hai-ah
Al Arkan atas alasan karena Hai-ah Al Arkan itu adalah tempat kemurtaddan bukan karena sebab-sebab
14
lain, seperti perselisihan dalam pembagian jabatan-jabatan atau karena Hai-ah Al Arkan itu tidak layak
dalam melaksanakan tugas.

Bersambung, bi ‘idznillah...

Penterjemah berkata: Selesai dialihbahasakan pada tanggal 26 Rajab 1435H oleh Abu Sulaiman Al
Arkhabiliy di LP Kembang Kuning Nusakambangan.

15
Bayan Al Hai-ah Asy Syar’iyyah Haula Al Jabhah Al Islamiyyah Wa Qiyadatiha

Penjelasan Hai-ah Syar'iyyah Di Daulah Islamiyyah Tentang


Jabhah Islamiyyah Dan Qiyadah-nya
Bagian Keempat

Penulis: Dewan Syari’ah Pusat Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam


Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Pembatal Kedua: Membenarkan Ajaran Orang-Orang Kafir.


Allah Ta’ala berfirman:

‫ٰﺴﺮِﻳ َﻦ‬
ِ َ‫ۡٓﺧ َﺮةِ ِﻣ َﻦ ۡٱﳋ‬ َ ‫َوﻣَﻦ ﻳَـ ـۡﺒ ﺘَ ِﻎ ﻏَ ـۡﻴ َﺮ ٱﻹِۡﺳۡ ﻠَ ِٰﻢ دِﻳﻦ ٗ◌ا ﻓَـﻠَﻦ ﻳـُﻘۡ ﺒَ َﻞ ﻣِﻨۡ ﻪُ َوﻫ‬
ِ ‫ُﻮ ِﰲ ٱﻷ‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran: 85).
Al Qadli ‘Iyadl rahimahullah berkata: (Dan oleh karena itu kami mengkafirkan setiap orang yang
menganut selain millah kaum muslimin, atau tawaqquf tentang mereka, atau ragu atau membenarkan
madzhab mereka, walaupun bersama itu dia menampakkan Islam dan meyakininya...). (Asy Syifa Bi Ta’rif
Huquq Al Mushthafa 2/1071).
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: Pembatal Ketiga: (Orang yang
tidak mengkafirkan kaum musyrikin atau ragu perihal kekafiran mereka atau membenarkan madzhab
mereka). (Nawaqidl Al Islam hal: 3).
Sebab pengkafiran ini telah terbukti dengan penegasan Umara Jabhah Islamiyyah yang menerima
negara modern yang dibentuk lewat jalur pemilu Demokrasi, dan dengan pengikutsertaan segala aliran
yang ada di Suriah, dengan tanpa mempermasalahkan apapun aliran dan agamanya, dan bahwa sistem
(Demokrasi) ini akan menjamin kebaikan, kebenaran dan keadilan bagi masyarakat. Dan di sisi lain
mereka itu menolak Proyek Imamah dan Khilafah dan malah menganggapnya hanya sebagai khayalan dan
solusi fiktif; dan bahwa orang-orang yang menyerukan proyek ini adalah orang-orang bodoh yang tidak
memahami realita. Dan hal itu tampak nyata dalam penegasan-penegasan para pemimpin mereka yang
berulang-ulang dalam hal ini, diantaranya adalah ucapan Abu ‘Isa Asy Syaikh Ketua Majelis Syura Jabhah
Islamiyyah dan Panglima brigade-brigade Shuqur Syam di dalam salah satu pertemuannya, di saat dia
berbicara tentang tujuan Shuqur Syam, dia berkata:
(Daulah Madaniyyah (Negara Modern) yang memberikan kepada setiap aliran baik itu sekuler
ataupun islam haknya, maka saya mendukung negara macam ini dan saya mengajak (kepadanya), dan
bahkan saya adalah orang pertama yang mengajak kepada negara ini, tidak ada masalah dengan istilah
(sebutan) baik itu negara Islam maupun negara modern. Hal ini kami mendukungnya, akan tetapi negara
yang menjaga hak, (yaitu) memberikan kepada setiap pemilik hak itu haknya baik mereka itu islamiyyin
maupun bukan islamiyyin). Selesai.
Dan berkata: (Di saat kami mengutarakan identitas kami yang sebenarnya dan bahwa kami ini akan
hidup berdampingan dengan semua pihak apapun agama dan alirannya, baik itu aliran sekuler, aliran
16
liberal, aliran kapitalisme, baik itu agama Yahudi ataupun Kristen; apa saja alirannya, kami akan hidup
berdampingan dengan semua dengan hak-hak kami dan hak-hak orang lain). Selesai.
Dan di dalam pertemuan dengannya di Stasiun Al Jazeera, dia ditanya oleh presenter tentang
bentuk negara, apakah ia itu khilafah islamiyyah ataukah republik islam? Maka dia menjawab: (Kita
berbicara dengan realita bukan dengan perumpamaan-perumpamaan dan khayalan).
Kemudian berkata: (Dan kami menerima semua kalangan dan kami melebur di dalam kancah
militer dan politik dengan semua kalangan, kami dalam kancah militer bersama semua, di barisan kami
sekarang kami berperang bersama FSA dan bersama yang lainnya juga. Kami berada di Qiyadah Bersama
dan sebelumnya di Dewan Militer; kemudian datang Al Arkan sedangkan saya adalah anggota di Majelis
Tinggi sebagai pimpinan, silahkan namai sesukamu, silahkan namai sesukamu!). Selesai.
Ini adalah ucapan yang tegas dalam membenarkan ajaran orang-orang kafir yang berbentuk
DEMOKRASI itu.
Dan di dalam ucapannya yang lain, Abu ‘Isa mengakui bahwa semua pihak itu memiliki hak dalam
memaparkan keyakinan-keyakinannya dan sistem-sistemnya di samping Islam, ibarat barang dagangan di
pasar-pasar khalayak, di mana ia dipajang di samping paham Komunisme, Nasionalisme, Nushairiyyah dan
Darziyyah, kemudian mereka membiarkan bagi manusia hak memilih di atas harapan bahwa Islam adalah
dagangan terbaik yang disodorkan di samping barang-barang dagangan yang lain, akan tetapi
sesungguhnya bagusnya barang dagangan itu tidak tampak kecuali dengan pilihan para pemilih, di mana
bila mereka memandang bahwa yang bagus itu ada pada komunisme maka mereka memiliki hak untuk
mengedepankannya!
Abu ‘Isa berkata: (Setelah jatuhnya rezim, maka setiap aliran dan setiap individu yang berintima’
kepada suatu aliran bangkit mengajak kepada aliran ini, akan tetapi dengan kebebasan dan dengan
keteraturan, kami tidak menerima sikap tasyaddud (berlebihan), kami tidak menerima sikap
menyingkirkan pihak lain, kami tidak menerima sikap peminggiran pihak lain, sebagaimana kami tidak
menerima sikap penyingkiran dan peminggiran kami....kami tidak menerima sikap kami menyingkirkan
siapapun atau meminggirkan siapapun. Ya anggaplah pasar politik setelah penjatuhan rezim itu seperti
pasar kelontongan, masing-masing memperindah dagangannya dan mengemasnya terus memamerkannya,
di mana pembeli-lah pihak yang memilih, sedangkan kami ikut gabung di pasar ini dan kami memamerkan
barang kami, akhlak kami dan etika kami, kemudian si pemilih-lah yang memilih, apakah ia memilih aliran
fulaniy atau aliran fulaniy, dia bebas memilih...). Selesai.
Dia menundukkan Islam bersama aliran-aliran kafir lainnya kepada aturan main Demokrasi yang
memberikan kepada manusia kebebasan memilih antara Islam dengan yang lainnya.
Sedangkan mengakui hak pilih manusia antara hukum Pencipta langit dan bumi dengan hukum
Demokrasi atau Sekulerisme itu adalah kekafiran dengan sendirinya, dikarenakan ia adalah ridlo dengan
pemberian pilihan antara Islam dengan yang lainnya, sedangkan Allah Ta’ala tidak ridlo bagi hamba-
hamba-Nya kecuali Islam, sehingga tidak ada peluang bagi memperbandingkan antara Islam dengan yang
lainnya di dalam pasar pemilu atau pasar penjajaan barang dagangan, sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Abu Isa, karena ia itu seluruhnya selain Islam adalah batil. Sedangkan Allah Ta’ala tidak menjadikan
bagi seorangpun dari makhluk-Nya hak memilih selain apa yang dipilihkan Allah ‘Azza wa Jalla untuk
mereka, Allah Ta’ala berfirman:

17
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi
mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (Al Qashash:
68).
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata: (Yaitu tidak seorangpun dari makhluk-Nya
memiliki hak memilih di atas pilihan-Nya). (Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an 13/305).
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: (Allah Ta’ala berfirman: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang
Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi
dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (Al Qashash: 68), sehingga tidak seorangpun boleh
melampaui Al Qur’an dan As Sunnah yang keduanya merupakan petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla). Selesai
(Al Fashl 3/48).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: (“Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” Penafian, yaitu
bahwa pilihan itu tidak diserahkan kepada mereka, akan tetapi diserahkan kepada Al Khaliq saja, di mana
sebagaimana Dia itu menyendiri dengan penciptaan maka Dia-lah yan menyendiri dengan pemilihan dari-
Nya, di mana seorangpun tidak memiliki hak menciptakan dan memilih selain Allah, karena Dia
Subhanahu adalah lebih mengetahui posisi-posisi pilihan-Nya dan tempat ridlo-Nya serta apa yang layak
untuk dipilih dari apa yang tidak layak untuk dipilih, sedangkan selain Allah tidak menyertai-Nya di dalam
hal itu sama sekali). (Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad 1/35).
Allah Ta’ala berfirman:

‫ﺿ ﱠﻞ ﺿَﻼﻻ ُﻣﺒِﻴﻨًﺎ‬
َ ‫َوَر ُﺳﻮﻟَﻪُ ﻓَـ َﻘ ْﺪ‬ ‫ْﺺ‬
ِ ‫َوَر ُﺳﻮﻟُﻪُ أَْﻣﺮًا أَ ْن ﻳَﻜُﻮ َن ﳍَُُﻢ اﳋِْﻴَـَﺮةُ ِﻣ ْﻦ أَْﻣ ِﺮِﻫ ْﻢ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَﻌ‬ ‫َوﻣَﺎ ﻛَﺎ َن ﻟِﻤ ُْﺆِﻣ ٍﻦ وَﻻ ﻣ ُْﺆِﻣﻨَ ٍﺔ إِذَا ﻗَﻀَﻰ‬
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.” (Al Ahzab: 36).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: (Maka ini menunjukkan bahwa bila telah terbukti ada dari
Allah dan Rasul-Nya pada setiap permasalahan itu hukum thalabiy (tuntutan) atau khabariy
(pemberitaan), maka tidak seorangpun boleh memilih bagi dirinya selain hukum itu terus ia menganutnya,
dan bahwa orang semacam itu adalah bukan mu’min dan bukan mu’minah sama sekali, maka ini
menunjukkan bahwa hal itu adalah menafikan keimanan). (Ar Rasail At Tabukiyyah 1/14).

Bersambung, bi ‘idznillah...

Penterjemah berkata: Selesai dialihbahasakan pada tanggal 26 Rajab 1435H oleh Abu
Sulaiman Al Arkhabiliy di LP Kembang Kuning Nusakambangan.

18
Bayan Al Hai-ah Asy Syar’iyyah Haula Al Jabhah Al Islamiyyah Wa Qiyadatiha

Penjelasan Hai-ah Syar'iyyah Di Daulah Islamiyyah Tentang


Jabhah Islamiyyah Dan Qiyadah-nya
Bagian Kelima
Penulis: Dewan Syari’ah Pusat Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam
Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Bila sudah jelas kemurtaddan Umara Jabhah Islamiyyah itu dengan pembatal-pembatal
keislaman yang lalu sebelum Dewan itu dibentuk, maka apakah sudah terbukti taubat
mereka darinya ataukah belum?

Untuk menjawabnya, kami katakan dengan memohon Allah Ta’ala: Sesungguhnya para ulama telah
menuturkan syarat-syarat taubat dari kekafiran yang pernah dilakukan oleh seorang muslim, yaitu:

Syarat Pertama: Mengakui Kekafiran Yang Telah Dilakukannya Serta Menyesalinya.

Di dalam Shahih Muslim, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal tragedi Al Ifki (Tuduhan
Bohong Zina), bahwa beliau berkata kepada Ibu kita Aisyah radliyallahu ‘anha:

“Sesungguhnya si hamba bila dia mengakui suatu dosa kemudian taubat darinya, maka Allah menerima
taubatnya.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

‫ﻓﻠﺬﻟﻚ ﻻ ﺗﺼﺢ اﻟﺘﻮﺑﺔ إﻻ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﺬﻧﺐ واﻻﻋﱰاف ﺑﻪ وﻃﻠﺐ اﻟﺘﺨﻠﺺ ﻣﻦ ﺳﻮء ﻋﺎﻗﺒﺘﻪ أوﻻ وآﺧﺮا‬
(Oleh sebab itu taubat tidak sah kecuali setelah mengetahui dosa dan mengakuinya serta meminta
dilepaskan dari keburukan akibatnya baik di awal maupun di akhir). (Madarij As Salikin 1/179).
Ibnu Muflih rahimahullah berkata dalam menjelaskan syarat-syarat taubat:

(Dan barangsiapa taubat dari bid’ah mufassiqah atau mukaffirah, maka itu sah bila dia mengakuinya, dan
bila tidak mengakuinya maka tidak sah). (Al Adab Asy Syar’iyyah 1/145).
Dan beliau rahimahullah berkata:

‫وﻗﺎل اﻟﻘﺎﺿﻲ أﺑﻮ‬


‫ ﻓﻈﺎﻫﺮ ﻫﺬﻩ اﻷﻟﻔﺎظ ﻗﺒﻮل ﺗﻮﺑﺘﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻌﺪ اﻻﻋﱰف‬:‫اﳊﺴﲔ‬
(Ahmad berkata di dalam riwayat Al Marwadziy perihal seorang pria yang dihadirkan saksi bahwa dia
melakukan bid’ah terus dia malah mengingkarnya: “Tidak ada taubat baginya, karena taubat itu hanyalah

19
bagi orang yang mengakui.” Al Qadli Abu Al Husen berkata: Maka dhahir teks-teks ucapan ini adalah
penerimaan taubatnya dari bid’ah itu setelah adanya pengakuan). (Al Adab Asy Syar’iyyah 1/109).
Allah Ta’ala berfirman:

‫ِﱃ‬
َٰ ‫َﲔ ﰒُﱠ ﻳـُ َﺮدﱡو َن إ‬
ِ ۡ ‫َﺎق َﻻ ﺗـَﻌۡ ﻠَ ُﻤﻬ ُۡۖﻢ َ ۡﳓ ُﻦ ﻧـَﻌۡ ﻠَ ُﻤﻬ ُۡۚﻢ َﺳﻨُـ َﻌ ِّﺬﺑـُﻬُﻢ ﱠﻣ ﱠﺮﺗـ‬
ِ ‫َاب ُﻣ ٰﻨَ ِﻔﻘُﻮ َۖن َوﻣِﻦۡ أَﻫۡ ِﻞ ٱ ۡﻟ َﻤﺪِﻳﻨَ ِﺔ َﻣ َﺮدُواْ َﻋﻠَﻰ ٱﻟﻨِّﻔ‬
ِ ‫وَﳑِﱠﻦۡ ﺣ َۡﻮﻟَﻜُﻢ ِّﻣ َﻦ ۡٱﻷَﻋۡ ﺮ‬
‫◌ رِﱠﺣﻴ ٌﻢ‬ٞ ◌ٗ ‫ﺻﻠِﺢ‬
َٰ ‫ٗ◌ا‬ ◌ٖ ‫َاب َﻋﻈِﻴﻢ‬
ٍ ‫َﻋﺬ‬
“Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) diantara
penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui
mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka
akan dikembalikan kepada azab yang besar. Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa
mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan
Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (At Taubah:
101-102).
Al Imam Ath Thabariy rahimahullah berkata:

‫ ﻳﻌﲏ ﺟﻞ ﺛﻨﺎؤﻩ‬،{‫ﺻﻠِﺤﺎ َوءَا َﺧ َﺮ َﺳﻴِّﺌًﺎ‬


َٰ ‫ } َﺧﻠَﻄُﻮاْ َﻋﻤَﻼ‬. :‫ ﻳﻘﻮل‬،{ } :‫ﻳﻘﻮل ﺗﻌﺎﱃ ذﻛﺮﻩ‬
:
(Allah Ta’ala Dzikruhu ”Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka,”, Dia
mengatakan: Mereka mengakui dosa-dosa mereka. ”mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik
dengan pekerjaan lain yang buruk.” Allah Jalla Tsana-uhu memaksudkan dengan amal shalih yang dicampur
dengan amal buruk itu adalah: Pengakuan mereka terhadap dosa-dosa mereka dan taubat mereka
darinya). (Tafsir Jami’ Al Bayan Fi Ta-wil Al Qur’an 14/446).
Al Imam Asy Syaukaniy rahimahullah berkata:

(Kemudian mereka menyesal atas hal itu dan mereka tidak beralasan dengan alasan-alasan yang bohong
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang munafiq, namun mereka itu taubat dan mengakui dosanya).
(Fathul Qadir 2/454).
Allah Ta’ala berfirman:
‫إ ﱠِﻻ ٱﻟﱠ‬
“Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap
mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al
Baqarah: 160).
Ibnu Al Qayyim rahimahullah berkata:

‫ ﲟﺤﺾ اﺗﺒﺎع اﻟﺴﻨﺔ وﻻ ﻳُ ْﻜﺘَـﻔَﻰ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺬﻟﻚ أﻳﻀﺎ »ﺣﱴ ﻳﺒﻴﻨﻮا ﻓﺴﺎد ﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮا‬:‫ﻓﺘﻮﺑﺔ ﻫﺆﻻء اﻟﻔﺴﺎق ﻣﻦ ﺟﻬﺔ اﻻﻋﺘﻘﺎدات اﻟﻔﺎﺳﺪة‬
‫ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﺒﺪﻋﺔ« إذ اﻟﺘﻮﺑﺔ ﻣﻦ ذﻧﺐ ﻫﻲ ﺑﻔﻌﻞ ﺿﺪﻩ‬
(Maka taubat orang-orang fasiq dari sisi keyakinan-keyakinan yang rusak itu adalah dengan cara mengikuti
Sunnah, dan hal itu juga belum cukup dari mereka sampai mereka menjelaskan kerusakan bid’ah yang

20
mereka anut itu; karena taubat dari suatu dosa itu adalah dengan cara melakukan lawannya). (At Tafsir
Al Qayyim 2/123).
Dan yang dimaksud dengan pengakuan di sini adalah pengakuan dengan lisan terhadap apa yang
diyakini, dan mempersaksikan dua orang muslim terhadapnya sebagaimana yang sudah baku di dalam
bab-bab Qadla. Adapun pengakuan seseorang yang dilakukan antara dirinya dengan Rabb-nya walaupun
ia itu manfaat di hukum akhirat, akan tetapi tidak disematkan kepadanya hukum taubat dunia sampai
disertai pengakuan yang nampak.

Syarat Kedua: Menjauhi Orang-Orang Kafir Dan Orang-Orang Rusak Yang Dahulu Bersama Mereka
Di Saat Mereka Murtad.

Allah Ta’ala berfirman:

‫ۦ َوﻳـُ َﻬﻴِّﺊۡ ﻟَﻜُﻢ ّﻣِﻦۡ أَﻣۡ ِﺮﻛُﻢ ّﻣ ِۡﺮﻓَﻖ ٗ◌ا‬


“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat
berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan
menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (Al Kahfi: 16).
Ibnu ‘Asyur berkata:
‫ ﻓﻤﻌﲎ اﻋﺘﺰال اﻟﻘﻮم ﺗﺮك ﳐﺎﻟﻄﺘﻬﻢ‬،‫ اﻟﺘﺒﺎﻋﺪ واﻻﻧﻔﺮاد ﻋﻦ ﳐﺎﻟﻄﺔ اﻟﺸﻲء‬:‫واﻻﻋﺘﺰال‬
(I’tizal: adalah saling menjauhi dan memisahkan diri dari berbaur dengan sesuatu, sedangkan makna I’tizal
kaum itu adalah meninggalkan dari berbaur dengan mereka). (At Tahrir wat Tanwir 15/276).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

(Yaitu bila kalian telah berseberangan dan menyelisihi mereka dengan agama kalian di dalam peribadatan
mereka kepada selain Allah, maka jauhilah juga mereka dengan fisik kalian). (Tafsir Ibnu Katsir 4/204).
Al Imam Asy Syinqithiy rahimahullah berkata:

(Sikap mereka meninggalkan orang-orang kafir itu adalah menjauhi mereka dan lari dari mereka dengan
membawa dien mereka). (Adlwaul Bayan Fi Idlahil Qur’an Bil Qur’an 19/50).
Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ٗ◌ا ﱡﻣﺒِﻴﻨًﺎ إِ ﱠن ٱ ۡﻟ ُﻤ ٰﻨَ ِﻔ ِﻘ‬


‫ﲔ ِﰲ‬
‫ﲑا‬
ً‫ﺼ‬ِ َ‫َﻞ ِﻣ َﻦ ٱﻟﻨﱠﺎ ِر َوﻟَﻦ َِﲡ َﺪ ﳍَُﻢۡ ﻧ‬
ِ ‫ﱠرۡك ۡٱﻷَﺳۡ ﻔ‬
ِ ‫ٱﻟﺪ‬
‫ٗ◌ا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk
menyiksamu). Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang
yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas

21
(mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan
kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (An Nisaa: 144-146).
Al Qasimiy rahimahullah berkata:

(Dan berpegang teguhlah kalian kepada Allah, yaitu percaya dirilah dengan-Nya dengan meninggalkan
sikap loyalitas kepada orang-orang kafir). (Mahasin At Ta-wil 3/381).
Sayyid Quthub rahimahullah berkata:

(Sesungguhnya ia adalah kembali kepada panggilan orang-orang yang beriman dengan sifat yang
membedakan mereka dan memilah mereka dari orang-orang yang ada di sekitar mereka, yang dengan
sifat itu istimewalah manhaj mereka, prilaku mereka dan realita mereka). (Dhilalul Qur’an 2/268).
Di dalam Ash Shahihain pada hadits orang yang membunuh 99 orang, sedangkan teksnya milik
Muslim:

‫ْض َﻛﺬَا َوَﻛﺬَا‬


ِ ‫َﲔ اﻟﺘـ ْﱠﻮﺑَِﺔ اﻧْﻄَﻠِ ْﻖ إ َِﱃ أَر‬
َْ ‫َُﻮل ﺑَـ ْﻴـﻨَﻪُ َوﺑـ‬
ُ ‫َﺎل ﻧَـ َﻌ ْﻢ َوَﻣ ْﻦ ﳛ‬
َ ‫ْﺲ ﻓَـ َﻬ ْﻞ ﻟَﻪُ ِﻣ ْﻦ ﺗـ َْﻮﺑٍَﺔ ﻓَـﻘ‬
ٍ ‫َﺎل إِﻧﱠﻪُ ﻗَـﺘَ َﻞ ﻣِﺎﺋَﺔَ ﻧَـﻔ‬
َ ‫َﺎﱂ ﻓَـﻘ‬
ٍِ ‫ُﻞ ﻋ‬
ٍ ‫ُل َﻋﻠَﻰ َرﺟ‬
‫ﻓَﺪ ﱠ‬

ُ‫ب إِﻧﱠﻪ‬
ِ ُ‫َﺖ ﻓِﻴ ِﻪ ﻣ ََﻼﺋِ َﻜﺔُ اﻟﺮﱠﲪَْ ِﺔ َوﻣ ََﻼﺋِ َﻜﺔ‬
ْ ‫ﺼﻤ‬
َ َ‫ﻓَﺎ ْﺧﺘ‬
ُ‫ُﻮ ﻟَﻪ‬
َ ‫ْﱏ ﻓَـﻬ‬
َ ‫ِﱃ أَﻳﱠﺘِ ِﻬﻤَﺎ ﻛَﺎ َن أَد‬
َ ‫َﲔ ﻓَﺈ‬
ِْ ‫ْرﺿ‬
‫ﻀﺘْﻪُ ﻣ ََﻼﺋِ َﻜﺔُ اﻟﺮﱠﲪَْ ِﺔ‬
َ َ‫ْض اﻟ ِﱠﱵ أَرَا َد ﻓَـ َﻘﺒ‬
ِ ‫ْﱏ إ َِﱃ ْاﻷَر‬
َ ‫ﻓَـﻘَﺎﺳُﻮﻩُ ﻓـ ََﻮ َﺟﺪُوﻩُ أَد‬
“...maka ia ditunjukkan kepada seorang alim, terus ia berkata: Sesungguhnya ia telah membunuh 100 jiwa
maka apa ada taubat baginya? Maka si alim itu berkata: Ya, siapa yang bisa menghalangi antara dirinya
dengan taubat, pergilah ke daerah ini dan itu karena di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah
maka beribadahlah kepada Allah bersama mereka, dan jangan kamu kembali ke negerimu karena ia adalah
negeri yang buruk.” Maka ia-pun pergi sehingga ketika sudah di tengah perjalanan datanglah kematian
menjemputnya, maka malaikat rahmah dan malaikat adzab berselisih tentangnya, di mana malaikat rahmah
mengatakan: Ia telah datang dalam kondisi taubat lagi menghadapkan hatinya kepada Allah,” dan malaikat
adzab berkata: Sesungguhnya ia itu belum melakukan sedikitpun kebaikan,” maka mereka didatangi oleh satu
malaikat yang berwujud manusia terus mereka menjadikannya sebagai hakim diantara mereka, maka dia
berkata: Ukurlah jarak antara dua tempat itu, ke mana ia itu lebih dekat maka ia itu baginya,” maka mereka-
pun mengukurnya, dan ternyata mereka mendapatkannya lebih dekat ke daerah yang ia tuju, maka ia-pun
dibawa oleh malaikat rahmah”.
Bukti dalil dari hadits itu, adalah orang alim itu memerintahkan orang yang taubat tersebut agar
meninggalkan daerah yang buruk dan meninggalkan orang-orangnya, dan bahwa orang yang taubat
seandainya dia mati di daerah kerusakan yang asalnya dia berada di situ maka dia dibawa oleh malaikat
adzab.
Al Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam menjelaskan hadits itu:

‫ واﻟﺘﺤﻮل ﻣﻨﻬﺎ ﻛﻠﻬﺎ واﻻﺷﺘﻐﺎل ﺑﻐﲑﻫﺎ‬، ‫ﻓﻔﻴﻪ إﺷﺎرة إﱃ أن اﻟﺘﺎﺋﺐ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻪ ﻣﻔﺎرﻗﺔ اﻷﺣﻮال اﻟﱵ اﻋﺘﺎدﻫﺎ ﰲ زﻣﻦ اﳌﻌﺼﻴﺔ‬

22
(Maka di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan bahwa orang yang taubat itu sepantasnya dia itu
meninggalkan kondisi-kondisi yang biasa dia lakukan di zaman maksiat, dan berpindah darinya semua
serta menyibukkan diri dengan selainnya). (Al Fathu: 6/517).
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata di dalam menjelaskan syarat menjauhi:

‫ ﻓﺈن ﻛﺎن ﻣﺮﺗﺪا رﺟﻊ إﱃ اﻹﺳﻼم‬،‫ ﺣﱴ ﻳﻈﻬﺮ ﻣﻨﻪ ﰲ اﻟﺜﺎﱐ ﺧﻼف اﻷول‬،‫ ﻗﺪ ﺗﺒﺖ‬:‫وﻻ ﻳﻜﻔﻲ ﰲ اﻟﺘﻮﺑﺔ ﻋﻨﺪ ﻋﻠﻤﺎﺋﻨﺎ ﻗﻮل اﻟﻘﺎﺋﻞ‬
‫ وإن ﻛﺎن ﻣﻦ‬،‫ وﺟﺎﻧﺐ أﻫﻞ اﻟﻔﺴﺎد واﻷﺣﻮال اﻟﱵ ﻛﺎن ﻋﻠﻴﻬﺎ‬،‫ وإن ﻛﺎن ﻣﻦ أﻫﻞ اﳌﻌﺎﺻﻲ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻪ اﻟﻌﻤﻞ اﻟﺼﺎﱀ‬،‫ﻣﻈﻬﺮا ﺷﺮاﺋﻌﻪ‬

(Dan tidak cukup menurut ulama kami dalam taubat itu mengatakan “saya telah taubat”, sampai nampak
darinya pada keadaan kedua suatu yang menyelisihi keadaan pertama, di mana bila dia itu murtad maka
dia kembali ke dalam Islam seraya menampakkan syari’at-syari’atnya, dan bila dia itu tergolong ahli
maksiat maka nampak darinya amalan shalih dan menjauhi ahli kerusakan dan keadaan-keadaan yang
selama ini dia berada di dalamnya, dan bila dia itu asalnya tergolong para penyembah berhala maka dia
meninggalkan mereka dan berbaur dengan pemeluk islam). (Tafsir Al Qurthubiy 2/181).
Abdurrahman Ibnu Hasan berkata:

‫ﻫﻢ‬
(Maka tidak sempurna bagi ahli tauhid ketauhidan mereka kecuali dengan meninggalkan ahli syirik,
memusuhi mereka dan mengkafirkan mereka). (Ad Durar 11/434).

Syarat Ketiga: Tidak Melakukan Kemurtaddan Baru

Allah Ta’ala berkata:


◌ٗ ‫إِ ﱠن ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ءَا َﻣﻨُﻮاْ ﰒُﱠ َﻛ َﻔﺮُواْ ﰒُﱠ ءَا َﻣﻨُﻮاْ ﰒُﱠ َﻛ َﻔﺮُواْ ﰒُﱠ ٱزۡ دَادُواْ ﻛُﻔۡ ﺮ‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi,
kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan
tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An Nisa: 137).
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata:

‫ إن اﻟﺬﻳﻦ آﻣﻨﻮا ﰒ ﻛﻔﺮوا ﰒ ازدادوا ﻛﻔﺮا ﱂ ﻳﻜﻦ ﷲ ﻟﻴﻐﻔﺮ ﳍﻢ‬: ‫ إن ﷲ ﺗﻌﺎﱃ ﻻ ﻳﻐﻔﺮ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ اﻟﻜﻔﺮ ﻓﻜﻴﻒ ﻗﺎل‬: ‫ﻓﺈن ﻗﻴﻞ‬
‫ ﻓﺈذا رﺟﻊ ﻓﻜﻔﺮ ﱂ ﻳﻐﻔﺮ ﻟﻪ اﻟﻜﻔﺮ اﻷول‬، ‫ﻓﺎﳉﻮاب أن اﻟﻜﺎﻓﺮ إذا آﻣﻦ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻛﻔﺮﻩ‬
(Kemudian bila dikatakan: Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengampuni sesuatupun dari kekafiran, maka
bagaimana Dia mengatakan: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman
(pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi
ampunan kepada mereka,” (An Nisa: 137), maka jawabannya adalah bahwa orang kafir itu bila beriman
maka kekafirannya itu diampuni, kemudian bila dia kembali kafir, maka kekafirannya yang pertama tidak
diampuni). (Tafsir Al Qurthubiy 5/415).
Dan Allah Ta’ala berfirman:
ٰ ‫ٗ◌ا ﰒُﱠ ٱﻫۡ ﺘَﺪ‬
‫َى‬ ◌ٞ ‫ِﱐ ﻟَﻐَﻔﱠﺎر‬
ِّ‫َوإ‬

23
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian
tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82).
Al Imam Ath Thabariy rahimahullah berkata:
‫ﰒ ﻟﺰم اﻹﳝﺎن واﻟﻌﻤﻞ اﻟﺼﺎﱀ‬
(Kemudian wajiblah beriman dan beramal shaleh). (Jami’ Al Bayan 16/128).
Al Qurthubiy rahimahullah berkata:
‫أي أﻗﺎم ﻋﻠﻰ إﳝﺎﻧﻪ ﺣﱴ ﻣﺎت ﻋﻠﻴﻪ‬
(Yaitu dia menetap di atas imannya sampai dia mati di atasnya). (Tafsir Al Qurthubiy 11/231).
Dan di dalam Shahih Al Bukhariy rahimahullah dari Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata:

‫ﺆَا َﺧ ْﺬ ﲟَِﺎ َﻋ ِﻤ َﻞ ِﰲ اﳉَْﺎ ِﻫﻠِﻴﱠ ِﺔ َوَﻣ ْﻦ أَﺳَﺎءَ ِﰲ‬

(Seorang pria berkata: Wahai Rasulullah apakah kami dikenakan sangsi atas apa yang telah kami lakukan
di masa Jahiliyyah? Maka beliau berkata: ”Barangsiapa berbuat baik di dalam islam maka dia tidak dikenakan
sangsi atas apa yang telah dilakukannya di masa jahiliyyah, dan barangsiapa berbuat buruk di dalam Islam
maka dia dikenakan sangsi dengan sebab (kekafiran) yang pertama dan yang terakhir”).
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
‫ﻗﻮﻟﻪ وﻣﻦ أﺳﺎء ﰲ اﻹﺳﻼم أي اﺳﺘﻤﺮ ﻋﻠﻰ ﻛﻔﺮﻩ أو أﺳﻠﻢ ﰒ ارﺗﺪ‬
(Makna sabdanya “dan barangsiapa berbuat buruk di dalam Islam” yaitu terus menerus di atas kekafirannya
atau dia masuk islam kemudian murtad). (Fathul Bari 1/135).
Ibnu Baththal rahimahullah berkata:

:‫ » ﻣﻦ أﺳﺎء ﰱ اﻹﺳﻼم « ﻓﻤﻌﻨﺎﻩ‬:‫وأﻣﺎ ﻗﻮﻟﻪ‬


‫ وﻻ ﺗﻜﻮن‬،‫ ﻻ ﻣﻌﲎ ﳊﺪﻳﺚ اﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد ﻏﲑ ﻫﺬا‬:‫ وﻗﺎﻟﻮا‬،‫ ﻓﻌﺮﺿﺖ ﻫﺬا اﻟﻘﻮل ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﺄﺟﺎزوﻩ‬،‫ﰱ اﳉﺎﻫﻠﻴﺔ واﻹﺳﻼم‬
‫ﻫﺬﻩ اﻹﺳﺎءة إﻻ اﻟﻜﻔﺮ؛ ﻷﲨﺎع اﻷﻣﺔ أن اﳌﺆﻣﻨﲔ ﻻ ﻳﺆاﺧﺬون ﲟﺎ ﻋﻤﻠﻮا ﰱ اﳉﺎﻫﻠﻴﺔ‬
(Dan adapun sabdanya “dan barangsiapa berbuat buruk di dalam Islam” maka maknanya adalah:
Barangsiapa berbuat buruk dalam ikatan Islam dan tauhid dengan kafir kepada Allah, maka dia ini
dikenakan sangsi dengan sebab semua kekafiran yang telah lalu di masa jahiliyyah dan di dalam Islam.
Terus saya sodorkan pendapat ini kepada sebagian ulama maka mereka mengiyakannya dan mengatakan:
Tidak ada makna bagi hadits Ibnu Mas’ud selain makna ini, dan perbuatan buruk ini tidak lain adalah
kekafiran, berdasarkan ijma umat bahwa kaum mu’minin itu tidak dikenakan sangsi dengan sebab apa
yang telah mereka kerjakan di masa jahiliyyah). (Syarh Ibni Baththal 16/116).

Bersambung, bi ‘idznillah...
Penterjemah berkata: Selesai dialihbahasakan pada tanggal 27 Rajab 1435H oleh Abu
Sulaiman Al Arkhabiliy di LP Kembang Kuning Nusakambangan.

24
Bayan Al Hai-ah Asy Syar’iyyah Haula Al Jabhah Al Islamiyyah Wa Qiyadatiha

Penjelasan Hai-ah Syar'iyyah Di Daulah Islamiyyah Tentang


Jabhah Islamiyyah Dan Qiyadah-nya
Bagian Keenam (Selesai)

Penulis: Dewan Syari’ah Pusat Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam


Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy

Pembuktian Tidak Terpenuhinya Syarat-Syarat Taubat Pada Diri Umara Jabhah Islamiyyah.

Bila telah jelas syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh orang yang ingin bertaubat, maka
sesungguhnya Umara Kelompok yang menamakan diri sebagai Jabhah Islamiyyah itu tidak memenuhi
satupun dari syarat-syarat taubat yang telah disebutkan bagi orang-orang yang telah jatuh dalam
kemurtaddan. Sedangkan statement-statement dan penegasan-penegasan yang mereka lontarkan tidaklah
dianggap, karena di dalamnya tidak ada sesuatupun yang menunjukkan terhadap keterpenuhan satupun
dari syarat-syarat taubat itu. Dan penjelasannya adalah sebagaimana berikut ini:

Pertama: Bayan Nomor Satu...

Sesungguhnya Umara kelompok yang dinamakan Jabhah Islamiyyah itu sering merujukkan kepada
Bayan mereka yang dikenal dengan sebutan “Bayan Nomor Satu” di dalam membuktikan penarikan
mundur diri mereka dari Hai-ah Al Arkan; dalam rangka membuat masyarakat menilai bahwa mereka itu
telah meninggalkan Al Arkan sejak lama, sebagaimana hal itu telah ditegaskan oleh Zahron ‘Alusy. Maka
apakah di dalam Bayan itu ada suatu yang menunjukkan terhadap penarikan mundur diri mereka dari Al
Arkan, apalagi yang menunjukkan terhadap pengakuan diri mereka atas kemurtaddan yang pernah
mereka lakukan?
Maka hendaklah diketahui bahwa di dalam Bayan mereka yang muncul tanggal 24/9/2013 yang
dikenal dengan Bayan Nomor Satu12 itu sama sekali tidak ada sesuatupun yang menunjukkan terhadap
penarikan diri mereka dari Hai-ah Al Arkan dan Dewan Militer-nya, dan tidak ada pula yang
menunjukkan terhadap pengakuan mereka atas kekafiran yang selama ini mereka lakukan, sebagaimana
yang telah baku di dalam syarat pertama dari syarat-syarat taubat itu. Sedangkan sebab
merekamenyebutkan bahwa Dewan Koalisi dan Pemerintah Bayangan itu tidak mewakili mereka di
Konferensi Jenewa 2 itu adalah bukan karena hal itu tidak boleh secara syar’iy, akan tetapi dikarenakan
mereka itu meyakini bahwa pihak yang paling berhak untuk menjadi wakil di dalam konferensi semacam
ini hanyalah orang yang menggeluti penderitaan di dalam bumi Suriah dan ikut serta di dalam
pengorbanan, dan orang yang memiliki peranan di dalam negeri walaupun dia itu berasal dari oposisi di
luar -sebagaimana yang telah ada di dalam Bayan mereka- maka Hai-ah Al Arkan itu sama sekali tidak
disebutkan di dalam Bayan itu.

12
Lihat lampiran No (6)

25
Dan diantara yang membuktikan bahwa Bayan itu tidak dianggap sebagai sikap menarik diri dari
Hai-ah Al Arkan, apalagi dari dianggap sebagai taubat atau pengakuan telah melakukan kemurtaddan:
1. Pernyataan Zahran ‘Alusy di dalam wawancara yang dilakukan terhadapnya oleh Khalid Abu Shalah
di dalam Radio Suriah Merdeka pada tanggal 20/1/2014:
(Telah kami sebutkan dahulu di dalam Bayan Nomor Satu yang telah kami tandatangani bersama banyak
Fashail, bahwa sikap kami terhadap kehadiran di Jenewa 2, orang yang datang ke Konferensi Jenewa 2 itu
menjual darah-darah Suriah yang suci dengan pembayaran yang murah, kami menentangnya secara total).
2. Keberadaan Fashail yang menandatangani Bayan itu dari kalangan yang sebelumnya tidak pernah
berada di dalam Hai-ah Al Arkan.13
3. Kontinyu-nya mereka14 di dalam mengambil suplai dana dan logistik dari Hai-ah Al Arkan setelah
kemunculan Bayan Nomor Satu itu, sebagaimana yang telah terbukti di hadapan kami dari Panglima Liwa
Al Iman (Abu Az Zubair Abdul Fattah ‘Arub) yang berafiliasi ke Harakah Ahrar Asy Syam15 dan
begitu juga Abu Hamzah Asy Syamiy Panglima Liwa Ajnad Asy Syam yang berafiliasi ke Harakah
Ahrar Asy Syam.16
4. Tetap beradanya Pimpinan apa yang dinamakan sebagai Jabhah Islamiyyah itu di dalam tubuh Hai-
ah Al Arkan setelah pengguliran Mitsaq Jabhah, sebagaimana hal itu diakui secara inflisit oleh Hassan
‘Abud di dalam bantahannya terhadap Iyad Qunaibiy. Di mana diantara apa yang ada di dalam catatan
Iyad Qunaibiy terhadap Mitsaq Jabhah Islamiyyah adalah ucapannnya: “Keempat: Keanggotaan pimpinan-
pimpinan sebagian fashail yang tergabung dengan Jabhah (Islamiyyah) di dalam Dewan Militer (Majlis
‘Askariy) yang dipimpin oleh Salim Idris adalah suatu yang benar-benar isykal.” Selesai.
Maka Hassan ‘Abud menjawab terhadap Iyad Qunaibiy ini di dalam akun-nya: “Adapun berkaitan
dengan keanggotaan sebagian pimpinan Jabhah di Al Arkan, maka sesungguhnya kami di dalam hal itu
memiliki penjelasan yang nanti akan datang dengan izin Allah, akan tetapi sebagai sikap obyektif saya
katakan sesungguhnya mereka itu tidak menerima satu arahan-pun.17
Ini adalah penegasan yang terang dari Hassan perihal keberadaan mereka di dalam Al Arkan,
namun dia menafikan adanya pengaruh pada keberadaan mereka itu di dalam pola pikir baru mereka,
atau bahwa mereka itu mendapatkan arahan-arahan dari Al Arkan. Dia tidak menafikan keanggotaan
mereka dan tidak mengisyaratkan kepada sedikitpun penegasan atau bayan yang membuktikan penarikan
diri mereka dari Al Arkan. Dan seandainya Bayan Nomor Satu atau Bayan lainnya itu mengandung
pembuktian penarikan diri mereka dari Al Arkan, tentu pasti Hassan ‘Abud telah menyebutkannya,
dikarenakan yang dituduh itu adalah Umara dan Para Pemimpin di Jabhah Islamiyyah.
Oleh sebab itu di dalam Bayan Nomor Satu itu sama sekali tidak ada suatupun yang menunjukkan
terhadap keterpenuhan satupun syarat taubat, bahkan sama sekali tidak ada yang menunjukkan terhadap

13
Lihat lampiran No (6).
14
Berkesinambungannya Umara Jabhah Islamiyyah di dalam menghadiri pertemuan-pertemuan bersama Hai-ah Al Arkan
setelah munculnya Bayan Nomor Satu, di mana mereka telah berkumpul bersama Hai-ah Al Arkan di Turki pada tanggal
4/10/2013 dan 5/10/2013, dan pertemuan dengan Salim Idris itu terjadi pada hari Sabtu tangal 23/11/2013 sebagaimana
yang ada di dalam catatan Ahmad Khalid Bari, lihat lampiran no (10, 11, 12).
15
Lihat lampiran No (7).
16
Termasuk anggota Ahrar Asy Syam, memiliki kaitan dengan Dewan Militer Suriah di Provinsi Hamah, lihat lampiran No (8).
17
Ia menafikan penerimaan mereka terhadap taujihat (arahan-arahan) dan tidak menafikan adanya hubungan, sedangkan
penafian adanya hubungan itu adalah jauh lebih penting daripada penafian penerimaan mereka terhadap arahan.

26
sikap keluar mereka dari Al Arkan walaupun mereka mengklaim hal itu, di mana mereka itu masih tetap
di atas kemurtaddan yang selama ini mereka lakukan setelah munculnya Bayan Nomor Satu itu, sehingga
tidak bisa disandarkan pertaubatan mereka itu terhadap Bayan ini.

Kedua: Apa Yang Mereka Tegaskan Perihal Ketidaktahuan Mereka Bahwa Hai-ah Al Arkan Itu Berafiliasi
Ke Hai-ah Al I-tilaf..

Abu ‘Isa dan Zahran telah mengklaim bahwa mereka tidak mengetahui keafiliasian Al Arkan
kepada Hai-ah Al I-tilaf dan keterkaitannya dengannya, dan bahwa keduanya seandainya mengetahui hal
itu tentu keduanya pasti keluar dari Al Arkan.18 Klaim ini adalah batil lagi tidak memiliki sandaran,
berdasarkan hal-hal berikut ini:
1- Bahwa mereka itu justeru telah mengetahui keterkaitan Al Arkan dengan Al I-tilaf sejak awal
pembentukkan Al Arkan19, akan tetapi perselisihan itu hanyalah terjadi perihal jumlah kursi Al Arkan di
Al I-tilaf, dan inilah apa yang telah dituturkan Muhammad ‘Alusy di dalam makalah yang telah dia tulis
pada tanggal 25/9/2013.20
2- Seandainya diasumsikan bahwa klaim mereka itu benar, maka sesungguhnya klaim ini sama sekali
tidak bisa dianggap, dikarenakan Al Arkan itu adalah front kafir juga dengan sendirinya -sebagaimana yang
telah lalu dijelaskan- baik mereka mengetahui bahwa ia memiliki kaitan dengan Al I-tilaf ataupun tidak
mengetahui, dikarenakan kekafiran Al Arkan itu adalah sejenis dengan kekafiran Al I-tilaf dalam hal
perang demi Demokrasi.

18
Di antara hal itu adalah statement bersama yang diluncurkan Ahmad ‘Isa Asy Syaikh Ketua Dewan Syura Jabhah
Islamiyyah dan Zahran ‘Alusy Kepala Bidang Militer di Jabhah Islamiyyah pada tanggal 3/12/2013, di mana diantara isinya
adalah:

(1- Keikutsertaan kami kepada Hai-ah Al Arkan itu tidak terjadi kecuali di waktu di saat di dalam (Al Arkan) ini ada lembaga
koordinasi bersama untuk melawan rezim Al Asad tanpa ia itu memiliki keafiliasian ke pihak manapun baik itu pihak politik
maupun yang lainnya, kebalikan dari apa yang telah diumumkan tentangnya berupa keafiliasian Al Arkan ke Al I-tilaf).
Selesai.

Dan diantara itu juga adalah apa yang dilontarkan Zahran ‘Alusy dalam wawancaranya dengan Radio Suriah Merdeka
tanggal 20/1/2014 saat ia ditanya oleh presenter: kenapa kalian keluar dari Hai-ah Al Arkan?

Maka ia menjawab: (Kami masuk ke dalam Al Arkan dulu itu atas dasar bahwa ia itu adalah bidang kordinasi untuk operasi
militer diantara kelompok-kelompok di Suriah, kami tidak masuk atas dasar bahwa ia itu kesatuan militer yang bekerja di
bawah payung politik, kemudian kami dikagetkan dengan keberadaan bahwa Al Arkan ini telah menjadikan Al I-tilaf
sebagai payung baginya, bahkan telah menjadikan pemerintahan bentukan baru itu sebagai payung baginya, kami tidak
setuju terhadap hal itu, kami menginginkan bagi ‘askariyyin (kelompok-kelompok bersenjata) itu agar memilih payung politik
yang selaras dengan mereka, bukan malah pihak-pihak lain mendiktekkan kepada mereka). Selesai.
19
Pembentukan Al I-tilaf itu adalah pada bulan Tasyrin kedua 2012, sedangkan pembentukan Al Arkan adalah pada bulan
Kanun kedua 2013.
20
Yang mendustakan klaim ini adalah apa yang telah ditulis oleh Muhammad ‘Alusy Penanggung jawab politik di Kataib
Liwa Al Islam, berupa makalah yang berjudul “Limadza Kulli Hadzihi Adldlajjah Haula Bayan Rafdli Al I-tilaf wa Hukumah Al
Mu’aridlah As Suriyyah dengan tanggal 25/9/2013 di mana diantara isinya adalah: (Kataib menuntut separuh kursi-kursi di
I-tilaf dan bahwa hal itu bisa menaikkan nama I-tilaf dan menjadikannya sebagai cerminan sebenarnya bagi Tsaurah
(Revolusi) dan tidak keluar dari keinginannya dan dari tuntutan-tuntutannya yang sah dan revolusioner...namun tuntutan ini
tidak mendapatkan respon dari I-tilaf kecuali cemoohan dan perolok-olokan. Kemudian mereka datang ke Al Arkan dan
mereka sepakat atas permintaan ini serta mereka menunjuk lewat jalur Kepala Al Arkan lima belas anggota yang tidak
dikenal bagi Kataib itu).

27
Oleh sebab itu, sesungguhnya klaim ketidaktahuan mereka terhadap kaitan Al Arkan dengan Al I-
tilaf itu adalah klaim yang bohong21 22 yang tidak melenyapkan vonis murtad dan tidak dianggap sebagai
taubat bagi mereka, justeru ia adalah kebalikan syarat pertama dari syarat-syarat taubat yang mana ia
adalah pengakuan terhadap kekafiran yang telah mereka lakukan.

Ketiga: Mitsaq (Piagam) Jabhah Islamiyyah.23

21
Di antara itu juga adalah kehadiran mereka pada pertemuan-pertemuan di Turki bersama Ahmad Jarba Ketua Dewan Al
I-tilaf sebelum dan sesudah pembentukan kelompok yang dinamai Jabhah Islamiyyah.

Ahmad Jarba itu: Termasuk perintis Hai-ah Al I-tilaf, telah dicalonkan untuk mengetuainya untuk pertama kali pada tanggal
6/7/2013, ia adalah anggota bagi Persatuan Demokrasi yang dipimpin oleh Michael Kelo!
22
Di antara apa yang ada di dalam catatan Ahmad Khalid Bariy yang ditangkap bersamanya, dan yang ditulis dengan
tangannya sendiri, dan kami akan menuturkannya seperti apa adanya dengan pembenahan sebagian kekeliruan bahasa:

Catatan: Kami ingatkan bahwa kami tidak bersandar kepada catatan ini di dalam mengaitkan hukum syar’iy apapun, akan
tetapi kami menyebutkannya sebagai pendekatan dalam rangka kesaksian sebagian mereka terhadap sebagian yang lain:

- Di Turki (Jum’at: 4/10/2013, kami melakukan ifthar dan langsung menuju kantor I-tilaf...saya kembali ke Hotel Sheraton,
sedangkan sisa para komandan Hai-ah Al Arkan telah sampai bersama Jenderal Salim, dan kami telah didahului oleh
Majlis A’la sedangkan mereka itu tidak lebih dari hizmah (ba’r) yang ingin menguasai negeri dan Al Arkan...kami menuju
ruang pertemuan di mana kami telah berkumpul dengan syaikh Ahmad Al Jarba kurang lebih dari jam setengah tiga sampai
setengah tujuh.

Setelahnya berkumpullah Sang Jenderal dengan kelompok 30 yang menamakan dirinya sebagai Majlis A’la selama kurang
lebih satu setengah jam...

Pada jam 8 dilakukan pertemuan lain bersama syaikh Ahmad, Kelompok 30 dan Hai-ah Al Arkan, dan pertemuan
berlangsung sampai jam 10 di mana di situ ada point-point perselisihan yang ditangguhkan sampai hari kedua). Selesai,
lihat Lampiran No (9).

- Di Turki (Pertemuan Hari Sabtu 5/10/2013. Pada jam setengah tiga...Pertemuan dihadiri oleh Syaikh Ahmad Al Jarba,
Kepala Al Arkan, Para pimpinan jabhah-jabhah dan majelis-majelis, serta Al Majlis Al A’la, dan ikut hadir juga ‘Uqab
Shaqar..pertemuan selesai jam enam dan kami pindah ke lantai dasar dan kami melanjutkan pertemuan bersama syaikh
Ahmad Jarba..Kami lanjutkan pertemuan dari jam 9 sampai jam 10, dan kami bersepakat untuk membentuk panitia
pembentukan Tentara Nasional yang terdiri dari Qiyadah Tertinggi, dan para pimpinan berbagai majelis dan jabhah).
Selesai, lihat lampiran No (10).

Catatan:

(1) Zahran dan Abu ‘Isa adalah anggota di Majlis A’la, di mana ia adalah ringkasan bagi Dewan Militer untuk Qiyadah ‘Ulya
dan sedangkan jumlah mereka itu adalah 30 dan mereka itu mewakili 5 Jabahat-jabhat itu.

(2) Al Jaulaniy telah dusta saat mengklaim di dalam statemenya yang terakhir yang berjudul “Laitaka Ratsaitani” bahwa
Daulah Islamiyyah Di Iraq dan Syam itu adalah penyebab dalam pembentukan Tentara Nasional.

Dan diantara itu juga adalah pertemuan yang diadakan di Turki pada hari Sabtu tanggal 23/11/2013, di mana diantara apa
yang ada di dalam catatan Ahmad Bari: (Sabtu 23/11/2013 di sana kami berpindah ke Karfay Hotel Uteman dan di sana
ada Perdana Menteri Ahmad Tha’mah, Menteri Pertahanan As’ad Mushthafa, Jenderal Salim Idris dan para pimpinan
Jabhah-Jabhah dan Majelis-Majelis, juga 30 Majlis A’la, Syaikh Zahran ‘Alusy dan Abu ‘Isa Asy Syaikh). Lihat lampiran No
(11).

Bisa dicermati bahwa jarak antara deklarasi pembentukan apa yang dinamakan sebagai Jabhah Islamiyyah dengan
pertemuan ini hanyalah satu hari saja, maka apakah deklarasi itu telah dilakukan di Turki? Karena deklarasi ini adalah
pada tanggal 22/11/2013.

Dan pengetahuan kami tentang akhir pertemuan mereka itu tidak berarti bahwa itu adalah akhir pertemuan mereka, namun
ini adalah apa yang Allah berikan kemudahan bagi kami untuk mengetahuinya.
23
Piagam ini berisi: Muqaddimah, empat bab dan penutup.
Bab pertama: Sekilas tentang Jabhah Islamiyyah. Kedua: Tujuan-tujuan. Ketiga: Strategi. Keempat: Sikap Kami terhadap
hal-hal berikut, diantaranya (sekulerisme, Demokrasi, parlemen, negara-negara modern, permasalahan Kurdi, imigran, dan
minoritas).

28
Sesungguhnya Umara Jabhah Islamiyyah walaupun mereka sering menyebutkan dan merujuk
kepada mitsaq Jabhah mereka di dalam mengalungkan pengesahan pada panji mereka, dan di dalam
berkilah dari kemurtaddan dan kekafiran yang telah mereka lakukan, akan tetapi di dalam mitsaq yang
mereka klaim itu sama sekali tidak ada suatupun yang bisa dianggap sebagai pertaubatan mereka dan lagi
pula ia itu tidak dibuat dalam rangka itu, sehingga tidak ada sandaran dalam keberpegangan mereka
dengannya itu, bahkan justeru sebaliknya di dalamnya ada suatu yang menunjukkan terhadap
kebalikannya. Di antaranya adalah point (11) yang berbunyi:
(Jama’ah-jama’ah, fashil-fashil dan liwa-liwa yang bergerak dalam memerangi rezim Al Asad dan
menjatuhkannya adalah kelompok-kelompok sekutu (kami) yang mana kami bersatu dengan mereka di
dalam tujuan, kami berkoordinasi dan bekerjasama dengannya di dalam rangka perealisasiannya). Selesai.
Di mana mereka telah menganggap semua fashail -tanpa kecuali- yang berupaya menjatuhkan
rezim sebagai sekutu-sekutu yang mana mereka berkoordinasi dan bekerjasama dengannya, sehingga
koordinasi dan kerjasama itu dilakukan dengan seluruh elemen-elemen Revolusi Suriah dengan tanpa
memperhatikan arah-arah politik mereka, baik itu Demokrasi ataupun yang lainnya. Dan inilah yang telah
dikatakan oleh Hassan ‘Abud di Stasiun Al Jazeera saat ia ditanya oleh Taisir ‘Alwaniy:
Bagaimana hubungan antara anda dengan seluruh elemen-elemen Revolusi Suriah?
Ia berkata: Ia adalah hubungan koordinasi, kerjasama dan operasi bersama dengan setiap orang yang ingin
menjatuhkan rezim ini.
Taisir bertanya kepadanya: Tanpa memperhatikan arah-arah politik mereka?
Ia berkata: Tanpa memperhatikan apapun). Selesai.
Sehingga masuk di dalam itu katibah-katibah dan liwa-liwa FSA yang berafiliasi ke Hai-ah Al Arkan
dan Hai-ah Al I-tilaf.
Sedangkan yang membolehkan bagi mereka kerjasama dan koordinasi dengan para penyeru
Demokrasi itu adalah bahwa mereka itu tidak mengkafirkan pengusung Demokrasi di dalam Piagam
mereka, sebagaimana yang akan datang penjelasannya in syaa Allah Ta’ala.
Dan tindakan mereka itu tidak bisa dilegalitaskan dengan keberadaan bahwa jihad itu jihad difa’,
dikarenakan kelompok-kelompok itu bila berkoalisi dan bekerjasama dalam menjatuhkan rezim, maka
sesungguhnya mereka itu di ujung perjalanan berada diantara dua hal24 :
BISA jadi mereka itu ikut serta dalam membentuk pemerintahan koalisi dengan tidak
mempermasalahkan aliran-aliran mereka yang bersifat keagamaan maupun politik, sebagaimana keadaan
mereka di saat berperang, di mana mereka membentuk negara Demokrasi, DAN bisa jadi orang-orang
yang mengaku (perjuangan) Islam itu berupaya menyingkirkan mereka, sedangkan ini bermakna masuk di
dalam perseteruan dengan mereka dan dengan negara-negara yang menyokong mereka, padahal ini
adalah bertentangan dengan Piagam mereka yang menegaskan keseriusan mereka untuk melakukan

24
Catatan ini pada hakikatnya adalah pembagian bagi kondisi yang akan menimpa orang yang ikut serta bersama
kelompok-kelompok ini di dalam berperang di bawah dalih nama jihad difa’, dan tidak disematkan kepadanya hukum syar’iy
apapun dalam hal yang berkaitan dengan iman dan kufur. Karena para ulama telah memberikan rincian dalam hal yang
berkaitan dengan amalan yang bisa menghantarkan pelakunya kepada kekafiran antara amalan yang sharih dengan
amalan yang muhtamal (multi makna). Dan seandainya kami ingin menghukumi Jabhah Islamiyyah dengan apa yang bisa
dihantarkan oleh keikutsertaan mereka bersama kelompok-kelompok ini, tentulah ada peluang untuk melakukan
peninjauan.

29
hubungan baik dengan semua negara dunia, sebagaimana yang termaktub di dalam point (14) yang
berbunyi:
(Jabhah Islamiyyah sangat berantusias untuk melakukan hubungan baik kenegaraan dengan semua
negara yang tidak menabuh genderang permusuhan kepadanya, dengan cara yang mendatangkan
mashlahat sesuai batasan-batasan syari’at25). Selesai.
Bisa diperhatikan bahwa mereka menjadikan permusuhan terhadap Jabhah mereka itu sebagai
tolak ukur, dan mereka tidak menjadikan tolak ukur itu permusuhan terhadap Islam. Umpamanya
Amerika dan antek-anteknya dari kalangan negara-negara thaghut seperti Saudi, Qatar, Turki dan
Yordania, mereka itu tidak memusuhi Jabhah Islamiyyah dengan segala brigade-brigadenya dengan bentuk
permusuhan apapun, padahal sesungguhnya negara-negara itu memerangi Islam dan kaum muslimin di
semua belahan bumi, namun demikian di dalam syari’at para pengusung Piagam itu tidak ada masalah bila
menjalin hubungan baik dengan mereka padahal mereka itu memerangi Islam dan pemeluknya?
Dan sesuai konsekuensi point yang mereka komitmeni ini, seandainya alasan permusuhan kepada
Jabhah itu tidak ada pada orang-orang Komunis Rusia maka sesungguhnya Umara Jabhah itu akan
berupaya untuk menjalin hubungan baik dengan mereka!
Di mana mereka itu tidak menjauhi Al Arkan dan Al I-tilaf yang dulu bersama mereka dan juga
tidak menjauhi negara-negara yang menyokong dua dewan itu (Al Arkan dan Al I-tilaf).
Sebagaimana bahwa syarat menjauhi itu digugurkan di dalam Piagam mereka, maka begitu juga
syarat ketiga dari syarat-syarat taubat yang telah disebutkan itu digugurkan juga, bukan dengan teks
penegasan terhadapnya, akan tetapi dengan aplikasi praktek terhadap apa yang ada pada point (11) dari
Piagam mereka, di mana hal ini sudah terealisasi sebagaimana di kota Babul Hawa pada tanggal
8/12/2013, di mana Jabhah Islamiyyah melindungi markas-markas dan gudang-gudang senjata Hai-ah Al
Arkan yang berperang dalam rangka menegakkan negara Demokrasi multi partai, dan menggunakan
senjata-senjata itu dalam menggapai tujuan itu. Kemudian setelah Jabhah Islamiyyah itu melindungi
persenjataan Hai-ah Al Arkan itu dari tangan-tangan kaum muslimin yang mereka anggap sebagai pencuri
dan perampok mereka mengembalikannya kepada murtaddin Hai-ah Al Arkan. Seorang petinggi di
Jabhah Islamiyyah dan Penanggung jawab militer Harakah Ahrarusy Syam Abu Thalhah telah
mengukuhkan berita ini, dan ia menambahkan lewat wawancaranya dengan statsiun Al Jazeera bahwa
mereka di Jabhah telah menerima komunikasi telepon dari kantor Salim Idris Kepala Hai-ah Al Arkan,
yang di dalamnya ia meminta dari Jabhah Islamiyyah bantuan untuk menjaga gudang-gudang persenjataan
milik Brigade Kedua yang berafiliasi ke Hai-ah Al Arkan, dan Jabhah Islamiyyah telah melakukan hal itu
dan telah mengembalikannya kepada mereka setelah itu.26
Dan perbuatan yang dilakukan mereka itu adalah sikap tawalli yang sharih kepada kaum murtaddin
dan sikap membantu mereka dalam memerangi kaum muslimin, Allah Ta’ala berfirman:

25
Point ini sendiri adalah teks jiplakan dari apa yang ada di dalam ADART rahasia intern Harakah Ahrar Asy Syam.

Dan kami tidak memberikan catatan terhadap ungkapan yang aneh ini (Antusias - hubungan - negara-negara dunia -
mashlahat - batasan-batasan syar’iy).
26
Di dalam pertemuan Khalid Abu Shalah dengan Zahran ‘Alusy, Zahran menegaskan bahwa setelah Jabhah menjaga
gudang-gudang milik Al Arkan maka mereka mengembalikannya kepada Al Arkan, di mana dia berkata: (Kemudian setelah
itu kami menghubungi para komandan Al Arkan dan kami meminta dari mereka untuk datang dan menerima kembali
gudang-gudang mereka, sedangkan hal ini sudah terlaksana, dan sekarang apa yang ada di gudang-gudang Al Arkan telah
sampai kembali kepada Al Arkan). Selesai.

30
‫ﻢۡ ﻟَﻨَﺨۡ ُﺮ َﺟ ﱠﻦ َﻣ َﻌﻜُﻢۡ وََﻻ ﻧُﻄِﻴ ُﻊ ﻓِﻴﻜُﻢۡ أَ َﺣﺪًا أَﺑَﺪ ٗ◌ا‬

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang
kafir diantara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami
selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti
kami akan membantu kamu”. Dan Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya mereka benar-benar
pendusta.” (Al Hasyr: 11).
Al Imam Sulaiman Ibnu Abdillah rahimahullah berkata:

‫ ودﻋﺎ‬،‫ وﻗﺪم ﻋﻠﻴﻬﻢ ودﺧﻞ ﰲ ﻃﺎﻋﺘﻬﻢ‬،ً‫ﳍﻢ ذﻟﻚ ﺻﺎدﻗﺎ‬


:‫ﻫﺬا ﻣﻊ أن اﳌﻨﺎﻓﻘﲔ ﱂ ﻳﻔﻌﻠﻮا ذﻟﻚ إﻻ ﺧﻮﻓﺎً ﻣﻦ اﻟﺪواﺋﺮ؛ ﻛﻤﺎ ﻗﺎل ﺗﻌﺎﱃ‬
‫ ﰲ ﻫﺬﻩ اﻟﻔﺘﻨﺔ‬، ‫ﻳَـﻘُﻮﻟُﻮ َن ﳔَْﺸَﻰ أَن ﺗُﺼِﻴﺒَـﻨَﺎ دَآﺋَِﺮةٌ ﴾ وﻫﻜﺬا ﺣﺎل ﻛﺜﲑ ﻣﻦ اﳌﺮﺗﺪﻳﻦ‬
(Bila saja memberikan janji kepada kaum musyrikin secara rahasia untuk masuk bersama mereka,
membantu mereka dan keluar bersama mereka bila mereka diusir adalah kemunafiqan dan kekafiran
walaupun itu dusta, maka bagaimana dengan orang yang menampakkan hal itu secara jujur, dia datang
kepada mereka, masuk dalam ketaatan kepada mereka, mengajak kepadanya, membantu mereka, tunduk
kepada mereka, bergabung dengan mereka serta membantu mereka dengan harta dan pendapat. Ini
padahal kaum munafiqin itu tidak melakukan hal itu kecuali karena takut dari mendapatkan bencana,
sebagaimana firman Allah Ta’ala: ”Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya
(orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan
mendapat bencana”.” (Al Maidah: 52), maka inilah keadaan mayoritas kaum murtaddin di masa fitnah
ini). (Ad Dala-il Fi Muwalati Ahlil Isyrak hal 10).
Al Imam Ath Thabariy rahimahullah berkata:

‫ﻣﺘﻮل أﺣﺪًا إﻻ وﻫﻮ ﺑﻪ وﺑﺪﻳﻨﻪ وﻣﺎ ﻫﻮ ﻋﻠﻴﻪ‬


ً ‫ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﺘﻮﱃ‬،‫ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ أﻫﻞ دﻳﻨﻬﻢ وﻣﻠﺘﻬﻢ‬،‫ﻓﺈن ﻣﻦ ﺗﻮﻻﻫﻢ وﻧﺼﺮَﻫﻢ ﻋﻠﻰ اﳌﺆﻣﻨﲔ‬
‫ وﺻﺎر ﺣﻜُﻤﻪ ﺣُﻜﻤَﻪ‬،‫َﺨﻄﻪ‬
ِ ‫ ﻓﻘﺪ ﻋﺎدى ﻣﺎ ﺧﺎﻟﻔﻪ وﺳ‬،‫ وإذا رﺿﻴﻪ ورﺿﻲ دﻳﻨَﻪ‬.‫اض‬
ٍ ‫ر‬
(Karena sesungguhnya barangsiapa bertawalli kepada mereka dan membantu mereka atas kaum
mu’minin, maka dia itu tergolong ahli dien dan millah mereka, karena tidak seorangpun tawalli kepada
seseorang melainkan dia itu ridlo terhadapnya, terhadap dien-nya serta terhadap apa yang dianutnya,
sedangkan bila dia itu ridlo terhadapnya dan terhadap dien-nya maka berarti dia itu telah memusuhi apa
yang menyelisihinya dan membencinya, dan statusnya pun menjadi sama dengan statusnya). (Jami’ul
Bayan 30/485).
Dan sebagaimana masing-masing dari syarat kedua dan ketiga itu tergugurkan, dikarenakan di
dalam Piagam mereka itu tidak ada yang menunjukkan terhadap pengakuan mereka terhadap
kemurtaddan yang dulu mereka lakukan di masa keanggotaan mereka di Al Arkan, sedangkan pengakuan
ini adalah syarat di dalam taubat sebagaimana yang telah lalu, bahkan di dalam Piagam mereka itu sama
sekali tidak ada pernyataan yang tegas perihal kufur kepada Demokrasi dan para pengusungnya, dan
ucapan mereka yang paling nampak tentang Demokrasi dan tentang sistem-sistem politik yang
menyerupainya adalah pernyataan bahwa Demokrasi itu “bertentangan dengan dien dan sarana yang
tidak syar’iy” sebagaimana di dalam point (10) dari Piagam mereka:
31
(Setiap aktivitas politik yang tidak mengakui bahwa tasyri’ (pembuatan hukum) itu hak Allah saja lagi
tidak ada sekutu bagi-Nya, adalah bertentangan dengan dien dan sarana yang tidak syar’iy yang tidak
mungkin bagi Jabhah ikut serta di dalamnya atau mengakuinya atau cenderung kepadanya). Selesai.
Dan seandainya ucapan mereka “bertentangan dengan dien” itu dimaknai bahwa itu adalah sikap
kufur terhadap Demokrasi, maka sesungguhnya mereka itu tidak menyinggung perihal status orang-orang
yang menganut Demokrasi itu, baik di dalam pendefinisian mereka terhadap Demokrasi27 maupun di
dalam point ke sepuluh dari Piagam mereka, sedangkan penyinggungan hal itu adalah wajib atas mereka
pada kondisi ini, dikarenakan mereka itu telah berwala kepada para penganut Demokrasi sebelumnya
dan mereka menganggap Piagam ini sebagai taubat mereka. Sedangkan orang yang menganggap
Demokrasi itu kafir namun penganutnya tidak kafir, maka SESUNGGUHNYA dia itu telah membedakan
antara perbuatan dengan pelakunya dan antara ucapan dengan orang yang mengucapkannya,
SEDANGKAN ini adalah aqidah kaum JAHMIYYAH dan MURJI-AH.28
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata:

‫ ﺑﻞ ﻻ ﺑُ ﱠﺪ ﻣﻦ‬،‫ ﻻ ﺗﻈﻦ أن ذﻟﻚ ﳛﺼﻞ ﻟﻚ ﺑﻪ اﻟﺪﺧﻮل ﰲ اﻹﺳﻼم‬،ً‫ وﻻ أﻗﻮل ﻓﻴﻬﻢ ﺷﻴﺌﺎ‬،‫ﻣﻦ ﻗﺎل ﻟﻜﻦ ﻻ أﺗﻌﺮض ﻟﻠﻤﺸﺮﻛﲔ‬
ِٓ ◌ٞ ‫ﺴﻨَﺔ‬
ْ‫ﰲ إِ ـۡﺑ َٰﺮﻫِﻴ َﻢ وَٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ َﻣﻌَٓﻪُۥ إِذۡ ﻗَﺎﻟُﻮا‬ َ ‫َﺖ ﻟَﻜُﻢۡ أُﺳۡ َﻮةٌ َﺣ‬
ۡ ‫}ﻗَﺪۡ ﻛَﺎﻧ‬
:‫{ وﻟﻮ ﻳﻘﻮل رﺟﻞ‬
‫ﻢ ﱂ ﻳﺼﺢ إﺳﻼﻣﻪ‬
(Barangsiapa mengatakan: “Namun saya tidak akan menyinggung orang-orang musyrik dan saya tidak
akan mengatakan apapun tentang mereka,” jangan sekali-kali kamu mengira bahwa hal itu memasukkan
dirimu ke dalam Islam, akan tetapi wajib membenci mereka dan membenci orang yang mencintai
mereka, (wajib) juga mencela mereka dan memusuhi mereka, kemudian (beliau) menuturkan
ayat ”Sesungguhnya telah ada bagi kalian suri tauladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang
bersamanya, di saat mereka berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan
dari apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian” (Al Mumtahanah: 4), dan
seandainya seseorang mengatakan: Saya mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau itu di atas
kebenaran, namun saya tidak akan menyinggung Abu Jahal dan orang-orang yang semisalnya, tidak ada
urusan saya dengan mereka, maka tidak sah keislamannya). (Ad Durar 2/109).
Dan perumpamaan apa yang ada di dalam Piagam mereka berupa klaim pemberlakuan syari’at
Allah Ta’ala Wahdah tanpa menyinggung kekafiran para pengusung Demokrasi itu adalah semisal ucapan
syaikh: (saya tidak akan menyinggung orang-orang musyrik dan saya tidak akan mengatakan apapun
tentang mereka).

27
Di mana mereka telah mengatakan di dalam Piagam mereka: (Demokrasi dan Parlemen-nya itu berdiri di atas prinsip
bahwa pembuatan hukum itu adalah hak rakyat lewat lembaga-lembaga perwakilannya, sedangkan di dalam Islam (Hak
menetapkan hukum itu hanya milik Allah), dan ini tidak berarti bahwa kami menginginkan sistem pemerintahan otoriter,
namun urusan umat ini tidak akan lurus kecuali dengan syura, secara prinsip dan praktek). Selesai.
28
Isyarat kami bahwa mereka itu tidak mengkafirkan para pengusung Demokrasi di dalam Piagam mereka itu secara
khusus, adalah karena dua hal: Pertama: Bahwa mereka itu menganggap Piagam mereka itu sebagai sikap taubat mereka,
sehingga seharusnya mereka itu menyebutkan status para pengusung Demokrasi yang dahulu bersama mereka, dan
Kedua: Bahwa mereka itu telah mendatangkan Piagam itu dalam konteks pemaparan keyakinan-keyakian mereka,
sedangkan di dalam konteks pemaparan itu harus menyebutkan point-point rincian penting. Dan nanti akan datang
tambahan rincian penjelasan di pokok materi.

32
Dan ucapannya: (Saya tidak akan menyinggung Abu Jahal dan orang-orang yang semisalnya, tidak
ada urusan saya dengan mereka).
Syari’at ini telah mewajibkan sikap mengkafirkan para pelaku kemusyrikan, berlepas diri dari
mereka, penampakan permusuhan dan kebencian di hadapan mereka, serta menyatakan terangan hal itu
kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman:

◌ٞ ‫ﺴﻨَﺔ‬
َ ‫َﺖ ﻟَﻜُﻢۡ أُﺳۡ َﻮةٌ َﺣ‬
ۡ ‫ﻗَﺪۡ ﻛَﺎﻧ‬

ُ‫ﺼﲑ‬
ِ ‫ﻚ ٱ ۡﻟ َﻤ‬
َ ۡ‫ۡﻚ أَﻧَـ ـۡﺒ ﻨَﺎ َوإِﻟَﻴ‬ َ ۡ‫ﺷَﻲۡ ء ٖ◌ ۖ◌ ﱠرﺑـﱠﻨَﺎ َﻋﻠَﻴ‬
َ ‫ﻚ ﺗـ ََﻮﻛﱠﻠۡ ﻨَﺎ َوإِﻟَﻴ‬
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan
dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari
daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku
tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada
Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami
kembali”.” (Al Mumtahanah: 4).
Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata:

:‫ﻓﺄﻣﺮ ﷲ رﺳﻮﻟﻪ ﷺ أن ﻳﻘﻮل ﻟﻠﻜﻔﺎر‬


‫ﻟﺪﻳﻨﻪ إﻻ‬
” ‫ أﻣﺮﻫﻢ‬،‫ وآذاﻫﻢ اﳌﺸﺮﻛﻮن‬،‫ وﳍﺬا ﳌﺎ ﻋﻠﻢ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺑﺬﻟﻚ‬،‫ﺑﺬﻟﻚ‬

(Allah telah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan kepada orang-orang
kafir: Dien kalian yang kalian anut adalah aku berlepas diri darinya, dan Dien-ku yang aku anut adalah
kalian berlepas diri darinya” dan maksudnya adalah terang-terangan mengatakan kepada mereka bahwa
mereka itu di atas kekafiran dan bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari dien mereka. Sehingga wajib
atas orang yang mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan hal itu, dan dia tidak
dianggap menampakkan dien-nya kecuali hal itu. Oleh sebab itu tatkala para sahabat mengamalkan hal itu
dan mereka disakiti oleh kaum musyrikin, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka
untuk hijrah ke Habasyah, dan seandainya beliau mendapatkan bagi mereka rukhshah untuk mendiamkan
kaum musyrikin, tentu beliau tidak memerintahkan mereka untuk hijrah ke negeri perantauan). (Sabilun
Najah wal Fikak hal 67).
Syaikh Husen dan Syaikh Abdullah putera Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab
rahimahumullah berkata:

:‫ أو ﻗﺎل‬،‫ أو ﻋﺎداﻫﻢ وﱂ ﻳﻜﻔﺮﻫﻢ‬،‫ وﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻌﺎدي اﳌﺸﺮﻛﲔ‬،‫ رﺟﻞ دﺧﻞ ﻫﺬا اﻟﺪﻳﻦ وأﺣﺒﻪ‬:‫اﳌﺴﺄﻟﺔ اﳊﺎدﻳﺔ ﻋﺸﺮة‬
‫ ﻻ أﺗﻌﺮض اﻟﻘﺒﺎب‬:‫ وﻟﻜﻦ ﻳﻘﻮل‬،‫ ورﺟﻞ دﺧﻞ ﻫﺬا اﻟﺪﻳﻦ وأﺣﺒﻪ‬،‫ وﻟﻮ ﱂ ﻳﻌﺮﻓﻮا ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ‬،‫وﻟﻜﻦ ﻣﺎ أﻗﺪر أن أﻛﻔﺮ أﻫﻞ ﻻ إﻟﻪ إﻻ ﷲ‬

33
‫ وأﻃﺎﻋﻪ‬،‫ وﺻﺪق اﻟﺮﺳﻮل ﷺ ﻓﻴﻤﺎ أﺧﱪ ﺑﻪ‬،‫ وﻋﻤﻞ ﲟﻮﺟﺒﻪ‬،‫ إﻻ إذا ﻋﺮف اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ودان ﺑﻪ‬،‫ أن اﻟﺮﺟﻞ ﻻ ﻳﻜﻮن ﻣﺴﻠﻤﺎ‬:‫اﳉﻮاب‬

‫ وﻋﺎدوا‬،‫ وﻟﻮ ﻓﻌﻠﻮا اﻟﻜﻔﺮ واﻟﺸﺮك‬،‫ ﻻ أﺗﻌﺮض أﻫﻞ ﻻ إﻟﻪ إﻻ ﷲ‬:‫ أو ﻗﺎل‬،‫ أو ﻋﺎداﻫﻢ وﱂ ﻳﻜﻔﺮﻫﻢ‬،‫ ﻻ أﻋﺎدي اﳌﺸﺮﻛﲔ‬:‫ﻓﻤﻦ ﻗﺎل‬
‫ } َوﻳَـﻘُﻮﻟُﻮ َن ﻧـ ُۡﺆِﻣ ُﻦ ﺑِﺒـَﻌۡ ﺾ ٖ◌ َوﻧَﻜۡ ُﻔ ُﺮ‬:‫ ﺑﻞ ﻫﻮ ﳑﻦ ﻗﺎل ﷲ ﻓﻴﻬﻢ‬،‫ ﻓﻬﺬا ﻻ ﻳﻜﻮن ﻣﺴﻠﻤﺎ‬،‫ ﻻ أﺗﻌﺮض اﻟﻘﺒﺎب‬:‫ أو ﻗﺎل‬،‫دﻳﻦ ﷲ‬
‫ أوﺟﺐ ﻣﻌﺎداة اﳌﺸﺮﻛﲔ‬:‫ وﷲ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ وﺗﻌﺎﱃ‬.{‫ِﻚ ُﻫ ُﻢ ٱ ۡﻟ َٰﻜ ِﻔﺮُو َن َﺣ ّﻖ ٗ◌ا‬
َ ‫ِﻴﻼ أ ُْوٰﻟَٓﺌ‬
ً ‫ِﻚ َﺳﺒ‬
َ ‫َﲔ ٰذَﻟ‬ ِ ‫ﺑِﺒـَﻌۡ ﺾ ٖ◌ َوﻳُﺮِﻳﺪُو َن أَن ﻳَـﺘ‬
َ ۡ ‫ﱠﺨﺬُواْ ﺑـ‬
} :‫ وﻗﺎل ﺗﻌﺎﱃ‬،‫{ اﻵﻳﺔ‬ ◌ٗ ‫ } ﱠﻻ َِﲡ ُﺪ ﻗـ َۡﻮم‬:
َ‫ﱠﺨﺬُواْ ﻋَ ُﺪ ّوِي َو َﻋ ُﺪ ﱠوﻛُﻢۡ أ َۡوﻟِﻴَﺎٓء‬
ِ ‫ٱﻟﱠﺬِﻳ َﻦ ءَا َﻣﻨُﻮاْ َﻻ ﺗَـﺘ‬
{
(Masalah ke 11: Orang telah masuk ke dalam dien ini dan telah mencintainya, akan tetapi dia tidak
memusuhi kaum musyrikin, atau dia memusuhi mereka namun tidak mengkafirkan mereka, atau
mengatakan: Saya muslim, akan tetapi saya tidak mampu untuk mengkafirkan ahli Laa ilaaha illallaah
walaupun mereka itu tidak memahami maknanya, dan orang telah masuk ke dalam dien ini dan
mencintainya, akan tetapi dia mengatakan: Saya tidak akan menganggu kubah-kubah itu, dan saya
mengetahui bahwa ia itu tidak bisa mendatangkan manfaat dan madlarat, akan tetapi saya tidak akan
menggangunya.
Jawaban: Orang itu tidak menjadi muslim, kecuali bila dia mengetahui tauhid dan menganutnya,
mengamalkan konsekuensinya, dan membenarkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam apa yang
dikabarkannya, mentaatinya dalam apa yang beliau larang dan beliau perintahkan, dan mengimaninya dan
apa yang dibawanya. Sehingga barangsiapa mengatakan: Saya tidak memusuhi kaum musyrikin, atau dia
memusuhi mereka namun tidak mengkafirkan mereka, atau berkata: Saya tidak mengomentari ahli Laa
ilaaha illallaah walaupun mereka melakukan kekafiran dan kemusyrikan serta memusuhi dienullah, atau
mengatakan: Saya tidak menganggu kubah-kubah itu, MAKA orang itu bukan orang muslim, tapi justeru
dia tergolong orang-orang yang Allah firman-kan: ”Mereka mengatakan: “Kami beriman kepada yang
sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-
benarnya.”(An Nisa: 150-151). Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan sikap memusuhi kaum
musyrikin, menentang mereka dan mengkafirkan mereka, di mana Dia berfirman: ”Kamu tak akan
mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya,” (Al Mujadilah: 22) dan berfirman: ”Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan
kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah
ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu
beriman kepada Allah, Tuhanmu.” (Al Mumtahanah: 1), wallahu a’lam). Selesai (Ad Durar 10/139-140).
Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman rahimahullah berkata:

‫ ﺑﻞ ﻣﻊ ذﻟﻚ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﲑﻫﻢ واﻟﱪاء ﻣﻨﻬﻢ وﻣﻦ‬،‫ﻓﺈذا ﺗﺒﲔ ﻟﻚ ﻫﺬا ﻓﺎﻋﻠﻢ أن اﻋﺘﻘﺎد ﺑﻄﻼن ﻋﺒﺎدة ﻏﲑ ﷲ ﻻ ﻳﻜﻔﻲ ﰲ اﻟﻨﺠﺎة وﺣﺪﻩ‬
‫دﻳﻨﻬﻢ واﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﳍﻢ ﺑﺬﻟﻚ وإﻇﻬﺎر اﻟﻌﺪاوة واﻟﺒﻐﻀﺎء‬
(Kemudian bila telah jelas hal ini di hadapanmu, maka ketahuilah bahwa meyakini batilnya peribadatan
kepada selain Allah itu tidaklah cukup dalam keselamatan, akan tetapi hal itu harus disertai dengan sikap
mengkafirkan mereka, berlepas diri dari mereka dan dari ajaran mereka, dan terang-terangan dengan hal

34
itu serta menampakkan permusuhan dan kebencian). (Tanbih Ulil Albab As Salimah ‘Anil Wuqu’ Fil
Alfadh Al Mubtada’ah Al Wakhimah hal: 71).
Penampakan permusuhan dan kebencian yang telah Allah Ta’ala wajibkan dan telah Allah jadikan
sebagai bagian dari sikap mentauladani Ibrahim shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah kebalikan dari apa
yang muncul dari Hassan Abud dalam salah satu pertemuan di statsiun bahasa Inggris Al Jazeera, di saat
ia menjawab pertanyaan presenter tentang kekhawatiran Barat dari negara yang akan mereka upayakan
pembentukannya, ia berkata: (Mereka mengkhawatirkan pengganti rezim, kami katakan bahwa pengganti
dari rezim ini adalah perwujudan Revolusi yang bersifat alami yang mencerminkan rakyat ini serta yang
mewujudkan apa yang diinginkannya, sedangkan ini sama sekali tidak berarti menciptakan rasa takut pada
pihak lain). Selesai.
Apa yang dikatakan oleh Hassan ini adalah serupa dengan apa yang ditegaskan oleh para wakil
revolusi kepada duta-duta dari Barat, sebagaimana apa yang ada datang dari lisan Hassan ‘Abud pada
pertemuan itu sendiri, di mana dia berkata:
(Telah berlangsung pada hari-hari yang lalu pertemuan antara duta dari negara-negara Barat dengan para
wakil Revolusi Suriah, mereka memberikan pengertian kepada para duta itu bahwa revolusi ini tujuannya
adalah jelas dan tidak mengandung (tujuan) yang mencurigakan atau menakutkan). Selesai.
Jabhah Islamiyyah tidak merasa cukup dengan penegasan-penegasan Hassan ‘Abud di dalam
menenangkan Barat dari negara yang mereka klaim pendiriannya, bahkan Jabhah itu menenangkan
mereka dan menenangkan para pemeluk agama-agama kafir yang ada di bumi Suriah, bahwa mereka itu
tidak memendam macam apapun kedengkian terhadap mereka, di mana di dalam statement mereka
dikatakan: (Jabhah Islamiyyah tidak dan tidak akan memendam selamanya apapun niat kedengkian
terhadap agama apapun atau ras apapun di Suriah). (Bayan Al Jabhah Al Islamiyyah Haula ‘Amaliyyat
Madinah Kasb 31/3/2014).
Sedangkan pentauladanan kepada Nabi Ibrahim itu mengharuskan penampakan permusuhan dan
kebencian kepada orang-orang kafir, maka bagaimana gerangan dengan orang yang menentramkan
kecemasan kaum musyrikin dan melenyapkan rasa takut mereka dari Negara yang diklaim oleh Hassan
‘Abud dan Jabhah Islamiyyah penegakannya, padahal sudah ma’lum bahwa tidak ada jalan di dalam
Dienullah Ta’ala untuk menegakkan Daulah Islamiyyah yang tidak menakutkan Barat Kafir dan sekte-
sekte kafir lainnya.
Dan ucapan mereka itu bersebrangan juga dengan firman Allah Ta’ala:

(١٣) ‫ﻗـ َْﻮٌم ﻻ ﻳَـ ْﻔ َﻘﻬُﻮ َن‬ ‫ِﻚ‬


َ ‫ذَﻟ‬ ‫ﺻﺪُوِرِﻫ ْﻢ ِﻣ َﻦ‬
ُ ‫ﻷﻧْـﺘُ ْﻢ أَ َﺷ ﱡﺪ َر ْﻫﺒَﺔً ِﰲ‬
“Sesungguhnya kamu dalam hati mereka lebih ditakuti daripada Allah. Yang demikian itu karena mereka
adalah kaum yang tidak mengerti.” (Al Hasyr: 13).
Sedangkan orang yang beriman kepada Allah Ta’ala tidak berhak untuk menafikan apa yang telah
ditetapkan oleh Allah Ta’ala.
Kemudian bila dikatakan: Ini benar, akan tetapi terang-terangan mengkafirkan penganut Demokrasi
di dalam Piagam kami itu bukanlah syarat.
Maka kami katakan: Terang-terangan dengannya itu bisa tidak menjadi syarat bagi orang yang
sudah lepas tanggung jawabnya dan tidak berwala kepada para penganut Demokrasi sebelumnya. Adapun
orang yang telah mengucapkan atau melakukan kekafiran dan dia berteman dengan para penganutnya

35
serta ber-wala kepada mereka -sebagaimana ia adalah keadaan Umara Jabhah Islamiyyah terhadap para
pengurus Al Arkan- maka tidak sah taubat dan keislamannya kecuali dengan ungkapan yang tegas
mengkafirkan para penganut Demokrasi yang dari sejak dulu dan sampai sekarang masih tetap sebagai
ikhwan dan sahabat bagi Umara Jabhah Islamiyyah, dan itu pembenaran point (11) dari Piagam mereka.
Dan hal paling nampak yang menunjukkan terhadap sikap mereka yang tidak mengkafirkan para
penganut Demokrasi itu adalah penegasan terakhir yang dilontarkan Abu ‘Isa Asy Syaikh29 [18] di akun-
nya di Sosmed Twitter pada tanggal 31/3/2014, di mana dia berkata:
(Seungguhnya kemenangan Reccep Tayyip Erdogan itu bukanlah dengan sebab banyaknya para
pendukung dan sedikitnya para penentang..akan tetapi ia adalah sunnatullah pada setiap MUSLIM yang
merealisasikan perintah-Nya, sehingga ia mendapatkan kebaikan-Nya dan pertolongan-Nya dengan sebab
pertolongannya terhadap orang yang didzalimi dan penyelamatan orang yang menderita...).
Kemudian dia menutup pesannya kepada Erdogan dengan ucapannya: (Selamat bagi Erdogan yang
tulus dengan kemenangannya yang telak, seraya kami memohon kepada Allah agar melanggengkannya
sebagai pembela, penolong dan pendukung yang tidak bosan serta penyokong yang tidak keluh-kesah).
Selesai.
Di mana dia itu tidak merasa cukup dengan mengucapkan selamat bagi para penganut Demokrasi
dari kalangan para thaghut Turki dengan kemenangan di dalam pemilu, bahkan dia menganggap
keberhasilan mereka itu sebagai intishar (kemenangan), dan dia menganggap Erdogan yang murtad lagi
penyeru Demokrasi itu sebagai orang muslim yang tulus, dan bahwa kemenangan itu -sebagaimana
klaimnya- adalah tergolong sunnatullah bagi setiap muslim yang merealisasikan perintah Allah Ta’ala!
Oleh sebab itu sesungguhnya di dalam Piagam Jabhah Islamiyyah itu tidak ada suatupun yang
menunjukkan terhadap keterpenuhan satupun dari syarat-syarat taubat yang tiga itu, supaya terbukti
dengan hal itu bahwa tidak bisa menggantungkan pertaubatan mereka secara syar’iy terhadap Piagam
Maz’um ini.

Keempat: Penegasan Abu ‘Isa Asy Syaikh..

Adapun penegasan Abu ‘Isa di dalam akun-nya di twitter30 dalam rangka meralat apa yang telah
dilontarkannya berupa ucapan kekafiran di dalam salah satu jalsah-nya dengan bentuk ajakan kepada
negara modern dan dukungannya terhadap negara semacam ini31 [20], maka peralatannya ini tidak
dianggap sebagai taubat dari kemurtaddan yang telah dilakukannya dan istighfar ini tidak dianggap, karena
sebab-sebab berikut ini:
1- Istighfar-nya itu muncul dalam konteks ucapan yang melegalkan ucapannya yang pertama dan dia
tidak menganggapnya sebagai kekafiran, akan tetapi ia itu menurutnya adalah termasuk tuntutan fase-fase
(perjuangan), sehingga dia membolehkan bagi dirinya pengucapan kekafiran, penjaharan dengannya serta
ajakan kepadanya serta pendukungannya -tanpa ikrah- atas dasar alasan bahwa itulah tuntutan fase

29
Hal serupa itu adalah apa yang dikatakan oleh Muhammad ‘Alusy Penanggung Jawab Politik di Kataib Liwa Al Islam di
akun-nya di twitter tanggal 30/3/2014: (Ya Allah segala puji bagimu atas kemenangan kita dengan keberhasilan Erdogan
dan Partai Keadilan dan Pembangunan, selamat bagi kalian wahai saudara-saudara kami bangsa Turki). Selesai.
30
Adapun apa yang kami anut, maka Piagam kami di Jabhah itu sangat terang lagi jelas, dan negara Islam itu adalah cita-
cita kami, dan kami meminta ampun dari setiap kesalahan yang pernah kami katakan dulu atau yang akan kami katakan
nanti). Selesai.
31
Silahkan rujuk catatan kaki hal 5.

36
(perjuangan) yang membolehkan baginya pengucapan kekafiran, dan bahwa orang-orang yang
menyebarkannya telah menjajakannya dan mereka itu adalah para penyeru fitnah!
Dia berkata: (Adapun berkaitan dengan video yang dijajakan oleh para penebar fitnah setelah dua
tahun dari kemunculannya di media, maka mereka harus memahami fase-fase itu, karena kami bisa saja
mengatakan suatu ucapan hari ini dan besoknya kami rujuk darinya).
2- Kemudian dia menggugurkan istighfar-nya tersebut dengan ucapan susulan sesudahnya, yang
intinya bahwa kekafiran yang dulu dia ucapkan itu hanyalah dalam rangka siayasah syar’iyyah yang
dengannya dia merukhshahkan diri, di mana dia berkata: (Dan apa yang telah saya katakan sebelumnya
adalah saya merukhshahkan diri untuk boleh mengucapkannya di dalamnya dalam rangka siyasah
syar’iyyah).
Padahal syari’at yang hanif ini tidak membolehkan bagi siapapun untuk mengucapkan kekafiran
kecuali dalam kondisi ikrah dengan syarat-syarat-nya dengan tetap hati teguh dengan keimanan, Allah
Ta’ala berfirman:

‫َاب‬
ٌ ‫َوﳍَُ ْﻢ َﻋﺬ‬ ‫َﺐ ِﻣ َﻦ‬
ٌ ‫ﺻ ْﺪرًا ﻓَـﻌَﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ ﻏَﻀ‬
َ ‫ح‬
َ ‫َوﻟَ ِﻜ ْﻦ َﻣ ْﻦ َﺷ َﺮ‬ ‫ِﻣ ْﻦ ﺑَـ ْﻌ ِﺪ إِﳝَﺎﻧِِﻪ إِﻻ َﻣ ْﻦ أُ ْﻛ ِﺮﻩَ َوﻗَـ ْﻠﺒُﻪُ ُﻣﻄْ َﻤﺌِ ﱞﻦ‬ ‫َﻣ ْﻦ َﻛ َﻔ َﺮ‬
(١٠٦) ‫َﻋﻈِﻴ ٌﻢ‬
“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang
yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang
besar.” (An Nahl: 106).
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

‫ﰒ إﻧﻪ ﻻ ﺧﻼف ﺑﲔ اﳌﺴﻠﻤﲔ أﻧﻪ‬

(Kemudian sesungguhnya tidak ada perselisihan diantara kaum muslimin bahwa tidak boleh
memerintahkan dan mengizinkan pengucapan kekafiran demi tujuan apapun, bahkan barangsiapa
mengucapkan ucapan kekafiran maka dia itu kafir kecuali bila dia itu mukrah (dipaksa) maka dia
mengucapkan dengan lisannya sedang hatinya teguh dengan keimanan). (Al Fatawa Al Kubra 6/86).
Pengucapan kekafiran dan pengajakan kepadanya itu tidak pernah menjadi bagian dari siyasah
syar’iyyah sehingga siapa saja bisa merukhshahkan diri dengannya, karena syari’at ini tidak pernah
membolehkan sesuatupun darinya baik karena dlarurat maupun demi mashlahat.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

‫ أﺣﺪﳘﺎ‬:‫إن اﶈﺮﻣﺎت ﻗﺴﻤﺎن‬


(Sesungguhnya hal-hal yang diharamkan itu ada dua macam: Pertama adalah suatu yang dipastikan bahwa
syari’at ini tidak membolehkan sesuatupun darinya baik karena dlarurat maupun tidak karena dlarurat,
seperti syirik, fawahisy (perbuatan-perbuatan keji) dan berbicara atas Nama Allah tanpa dasar ilmu).
(Majmu Al Fatawa 14/470).
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata juga:

‫ﻓﺈن اﻟﺸﺮك واﻟﻘﻮل ﻋﻠﻰ ﷲ ﺑﻼ ﻋﻠﻢ واﻟﻔﻮاﺣﺶ ﻣﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻬﺎ وﻣﺎ ﺑﻄﻦ واﻟﻈﻠﻢ ﻻ ﻳﻜﻮن ﻓﻴﻬﺎ ﺷﻲء ﻣﻦ اﳌﺼﻠﺤﺔ‬

37
(Sesungguhnya syirik, berbicara atas Nama Allah tanpa dasar ilmu, fawahisy baik yang nampak maupun
yang tersembunyi, dan zalim itu adalah sama sekali tidak ada sedikitpun mashlahat di dalamnya). (Majmu’
Al Fatawa 14/476).
OLEH sebab itu barangsiapa mengucapkan kekafiran karena DLARURAT atau demi
MASHLAHAT tanpa ikrah, maka dia itu KAFIR walaupun tidak meyakini kekafiran itu.
Ibnu Taimiyyah berkata:

‫ﺎ َوﻇَﺎ ِﻫﺮًا‬
(Orang seandainya mengucapkan ucapan kekafiran demi mashlahat-mashlahat dunia-nya maka dia itu
kafir secara batin dan dhahir walaupun tidak disertai hakikat keyakinan). (Al Fatawa Al Kubra 6/75).
Ibnu Al ‘Arabiy rahimahullah berkata:

‫ وﻫﻮ ﻛﻴﻔﻤﺎ ﻛﺎن ﻛﻔﺮ‬،‫ﻻ ﳜﻠﻮ أن ﻳﻜﻮن ﻣﺎ ﻗﺎﻟﻮﻩ ﻣﻦ ذﻟﻚ ﺟﺪّا أو ﻫﺰﻻ‬
(Apa yang mereka ucapkan itu tidak lepas dari kemungkinan serius ataupun bercanda, dan bagaimanapun
kemungkinannya ia itu adalah kekafiran). (Ahkam Al Qur’an 4/353).
Bila telah jelas terbukti bahwa apa yang dikatakan oleh Abu Isa itu adalah kekafiran yang jelas yang
tidak ada pertentangan di dalamnya, baik dia itu mengucapkannya demi siyasat atau hal selain itu, maka di
sisi lain sesungguhnya dia itu tidak mengakui bahwa apa yang telah muncul darinya itu adalah kekafiran
baik sebelum istighfar maupun sesudahnya. Maka itu menunjukkan bahwa istighfar-nya itu tidak dibangun
di atas pondasi yang benar, yaitu taubat dan pengakuan terhadap kekafiran yang telah dilakukannya, serta
penyesalan atas apa yang telah muncul darinya.
Ibnu Muflih rahimahullah dalam penjelasan pensyaratan taubat bersama istighfar:

...‫ واﳌﺮاد أﻧﻪ اﺳﺘﻐﻔﺮ ﻣﻦ ذﻧﻮﺑﻪ ﺗﻮﺑﺔ وإﻻ ﻓﺎﻻﺳﺘﻐﻔﺎر ﺑﻼ ﺗﻮﺑﺔ ﻻ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﻐﻔﺮان‬، ‫ﻋﻠﻖ اﻟﻐﻔﺮان ﻋﻠﻰ اﻻﺳﺘﻐﻔﺎر دل ﻋﻠﻰ اﻋﺘﺒﺎرﻩ‬
: ‫وذﻛﺮﻩ اﺑﻦ ﻋﻘﻴﻞ ﰲ اﻹرﺷﺎد وزاد‬
‫ﺻﻔﺘﻬﺎ ﻓﻤﻦ ﻓﻌﻞ ذﻟﻚ ﱂ ﺗﻜﻦ ﺗﻮﺑﺔ‬
(Firman-Nya di dalam hadits “Kemudian kamu meminta ampunan-Ku maka Aku telah mengampuni
bagimu” Allah menggantungkan ampunan terhadap permintaan ampunan (istighfar), maka itu
menunjukkan bahwa istighfar itu mu’tabar (dianggap), dan yang dimaksud adalah bahwa dia meminta
ampunan dari dosa-dosanya dalam rangka taubat, karena sesungguhnya istighfar tanpa taubat32 itu tidak
mendatangkan ampunan...dan hal itu disebutkan oleh Ibnu ‘Aqil di dalam Al Irsyad dan menambahkan:
Dan hendaklah bila ia teringat dosa itu maka hatinya menjadi gelisah dan sifatnya menjadi berubah, dan
dia tidak tenang bila teringat kepadanya, serta tidak memperindah sifat dosa itu di dalam majlis-majlisnya,
sehingga barangsiapa melakukan hal itu maka berarti bukan taubat). (Al Adab Asy Syar’iyyah: 1/11).
Sedangkan Abu Isa itu telah memperindah ucapannya di dalam tweet-annya, sesekali dengan
menyebutnya sebagai pemahaman terhadap kondisi fase-fase (perjuangan), dan sesekali menyebutnya
sebagai siyasah syar’iyyah.
Dan dari sisi lain, sesungguhnya Abu Isa itu menghapus tweet-annya setelah keterbongkaran
rahasianya dengan pem-publikasian statement-statement kekafirannya di akun-nya di internet, dan

32
Yaitu tanpa mendatangkan syarat-syaratnya.

38
penghapusan tweet-annya itu -bila dia mengklaim bahwa ia itu adalah sebagai taubatnya- bukanlah atas
dasar keinginan pribadinya sendiri, namun dia melakukan hal itu sebagai reaksi terhadap apa yang telah
terbongkar dari kekafirannya, sedangkan tindakan ini adalah serupa dengan tindakan-tindakan kaum
Zanadiqah, di mana zindiq adalah orang yang mengumumkan taubatnya setelah kekafirannya terbongkar.
Al ‘Adawiy di dalam Hasyiyah-nya berkata:
:‫اﻟﺰﻧﺪﻳﻖ‬
“Zindiq adalah orang yang taubat setelah rahasianya terbongkar.” (2/314).
Adapun ucapan Abu Isa di dalam tweetan-nya: (Adapun apa yang kami anut, maka Piagam kami di
Jabhah itu sangat terang lagi jelas).
Dan telah kita bahas tentang hakikat Piagam ini dari sisi syar’iy, sehingga ia tidak ada yang bisa
dijadikan sandaran oleh Abu Isa.
BILA telah jelas KEMURTADDAN Umara Jabhah Islamiyyah seperti Abu Isa Asy Syaikh Ketua
Majelis Syura, Zahran ‘Alusy Panglima Militer, dan Hassan ‘Abud Ketua Dewan Politik, dengan sebab
kekafiran-kekafiran seperti tawalli kepada murtaddin dan kuffar, membenarkan madzhab mereka dan
yang lainnya, MAKA ketahuilah bahwa SETIAP orang yang bergabung dengan orang-orang murtad itu
setelah dia mengetahui KEADAAN mereka, dan dia berperang di bawah panji mereka, maka statusnya
(murtad) SAMA dengan mereka, sedangkan tidak ada perbedaan diantara ummat Tauhid ini perihal
status hukum orang yang bergabung dengan barisan orang-orang murtad dan musuh-musuh dien ini,
bahwa dia itu termasuk golongan mereka dan statusnya sama dengan status mereka.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata perihal status hukum orang dari kaum muslimin yang
bergabung dengan Tattar yang menampakkan syi’ar-syi’ar Islam:

‫ وﻓﻴﻬﻢ ﻣﻦ اﻟﺮدة ﻋﻦ ﺷﺮاﺋﻊ اﻹﺳﻼم ﺑﻘﺪر ﻣﺎ إرﺗﺪ ﻋﻨﻪ ﻣﻦ‬،‫وﻛﻞ ﻣﻦ ﻗﻔﺰ إﻟﻴﻬﻢ ﻣﻦ أﻣﺮاء اﻟﻌﺴﻜﺮ وﻏﲑ اﻷﻣﺮاء ﻓﺤﻜﻤﻪ ﺣﻜﻤﻬﻢ‬
‫ﺷﺮاﺋﻊ اﻹﺳﻼم‬
(Dan setiap orang dari kalangan komandan pasukan dan dari selain kalangan komandan yang membelot
kepada mereka (Tattar), maka statusnya adalah sama dengan status mereka, dan pada mereka itu ada
kemurtaddan dari syari’at Islam sesuai kadar kemurtaddannya dari syari’at Islam). (Al Fatawa 28/530-
351).
Dan beliau rahimahullah berkata:

‫ وإن ﻛﺎن اﳌﺮﺗﺪ ﻋﻦ‬. ‫ﺷﺮاﺋﻌﻪ ﻛﺎن أﺳﻮأ ﺣﺎﻻ ﳑﻦ ﱂ ﻳﺪﺧﻞ ﺑﻌﺪ ﰲ ﺗﻠﻚ اﻟﺸﺮاﺋﻊ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻧﻌﻲ اﻟﺰﻛﺎة وأﻣﺜﺎﳍﻢ ﳑﻦ ﻗﺎﺗﻠﻬﻢ اﻟﺼﺪﻳﻖ‬

‫ وﳍﺬا ﳚﺪ اﳌﺴﻠﻤﻮن ﻣﻦ ﺿﺮر ﻫﺆﻻء ﻋﻠﻰ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﺎ ﻻ ﳚﺪوﻧﻪ ﻣﻦ ﺿﺮر أوﻟﺌﻚ‬. ‫ﻋﻠﻰ اﻹﺳﻼم‬
(Dan dengan ini jelaslah bahwa orang yang sudah ada bersama mereka yang asalnya muslim adalah lebih
buruk dari orang-orang Turki yang memang asalnya kafir, karena sesungguhnya orang yang asalnya
muslim bila dia itu murtad dari sebagian ajaran Islam adalah lebih buruk dari orang yang sama sekali
belum pernah masuk ke dalam ajaran-ajaran (Islam) itu, seperti orang-orang yang menolak membayar
zakat dan yang serupa mereka dari kalangan yang diperangi Ash Shiddiq. Dan bila orang yang murtad dari
sebagian ajaran Islam itu adalah ahli fiqh atau ahli tashawwuf atau pedagang atau penulis atau yang lainnya,

39
maka mereka itu lebih buruk dari orang-orang Turki yang sama sekali belum pernah masuk ke dalam
ajaran-ajaran (Islam) itu dan mereka bersikukuh di atas Islam, oleh sebab itu kaum muslimin
mendapatkan dari bahaya mereka terhadap dien ini apa yang tidak mereka dapatkan dari bahaya mereka
itu). (Al Fatawa 28/534-536).
Kemudian bila hal ini sudah jelas, maka ketahuilah bahwa vonis MURTAD itu menurut kami tidak
BERLAKU SECARA BAKU bagi setiap personal dan pengikut Jabhah Islamiyyah, kecuali setelah mereka
mengetahui KEADAAN panji mereka yang tercermin pada umara mereka, sehingga individu-individu
kelompok ini tidak divonis murtad kecuali setelah mereka mengetahui KEADAAN umara mereka, dan
kemurtaddan para pengikut itu adalah dari sisi sikap mereka mengikuti orang-orang murtad dari kalangan
umara Jabhah Islamiyyah; di mana kaidah mengatakan bahwa pengikut itu berstatus sama dengan yang
diikuti, dan sikap pengikutan dan penyertaan kepada para umara itu adalah kemurtaddan dari Islam, di
mana mereka itu sebagai satu kesatuan kelompok di dalam hukum-hukum dunia, dan begitu juga di
dalam hukum-hukum akhirat.
Allah Ta’ala berfirman:

(٦٨) ‫َاب وَاﻟْ َﻌ ْﻨـ ُﻬ ْﻢ ﻟَ ْﻌﻨًﺎ َﻛﺒِﲑًا‬


ِ ‫َﲔ ِﻣ َﻦ اﻟْﻌَﺬ‬
ِْ ‫ﺿ ْﻌﻔ‬
ِ ‫( َرﺑـﱠﻨَﺎ‬٦٧) ‫ﺴﺒِﻴﻼ‬
‫اﻟ ﱠ‬ ‫أَﻃَ ْﻌﻨَﺎ ﺳَﺎ َدﺗَـﻨَﺎ‬ ‫َوﻗَﺎﻟُﻮا َرﺑـﱠﻨَﺎ‬
“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami,
timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar” (Al
Ahzab: 67-68).
Dan berfirman:

‫َﱴ إِذَا ادﱠا َرﻛُﻮا ﻓِﻴﻬَﺎ ﲨَِﻴﻌًﺎ‬


‫َﺖ أُ ْﺧﺘَـﻬَﺎ ﺣ ﱠ‬
ْ ‫َﺖ أُ ﱠﻣﺔٌ ﻟَ َﻌﻨ‬
ْ ‫ْﺲ ِﰲ اﻟﻨﱠﺎ ِر ُﻛﻠﱠﻤَﺎ َد َﺧﻠ‬
ِ ‫َﺖ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﳉِْ ِّﻦ وَاﻹﻧ‬
ْ ‫َﺎل ا ْد ُﺧﻠُﻮا ِﰲ أُﻣ ٍَﻢ ﻗَ ْﺪ َﺧﻠ‬
َ‫ﻗ‬
(٣٨) ‫ْﻒ َوﻟَ ِﻜ ْﻦ ﻻ ﺗَـ ْﻌﻠَﻤُﻮ َن‬
ٌ ‫ﺿﻌ‬
ِ ّ‫َﺎل ﻟِ ُﻜ ٍﻞ‬
َ ‫ﺿ ْﻌﻔًﺎ ِﻣ َﻦ اﻟﻨﱠﺎ ِر ﻗ‬
ِ ‫َﺖ أُ ْﺧﺮَا ُﻫ ْﻢ ﻷوﻻ ُﻫ ْﻢ َرﺑـﱠﻨَﺎ ﻫَﺆُﻻ ِء‬
ْ ‫ﻗَﺎﻟ‬
“Allah berfirman: “Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah
terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya
(menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian
diantara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan
kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka”. Allah berfirman:
“Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.”(Al A’raf:
38).
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata:

{ ‫َﺖ أُ ْﺧﺮَا ُﻫ ُﻢ ﻷُوﻻَ ُﻫ ْﻢ } أي آﺧﺮﻫﻢ دﺧﻮﻻ وﻫﻢ اﻷﺗﺒﺎع ﻷوﻻﻫﻢ وﻫﻢ اﻟﻘﺎدة‬
ْ ‫ﻗَﺎﻟ‬
“berkatalah orang-orang yang masuk kemudian diantara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu”
Yaitu orang-orang yang paling akhir masuknya, yaitu para pengikut, kepada orang-orang yang lebih dulu
masuk, yaitu para pemimpin). (Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an 7/205).
Al Imam Al Mawardiy rahimahullah berkata:

‫َﺖ أُ ْﺧﺮَا ُﻫ ُﻢ ﻷُوﻻَ ُﻫ ْﻢ‬


ْ ‫ﻗَﺎﻟ‬

40
{‫ْﻒ‬
ٌ ‫ﺿﻌ‬
ِ ّ‫ }ﻟِ ُﻜ ٍﻞ‬:
‫ وﻫﺬا ﻗﻮل اﳉﻤﻬﻮر‬،‫اﻷﺗﺒﺎع ﺿﻌﻒ اﻟﻌﺬاب‬
“berkatalah orang-orang yang masuk kemudian diantara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu”
Yaitu para pengikut kepada para pimpinanan, karena mereka itu dengan sifatnya mengikuti mereka maka
mereka itu lebih akhir dari mereka, maka begitu juga dalam masuk ke dalam neraka para pemimpin itu
mendahului para pengikut.
“Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang
berlipat ganda dari neraka”. Maksud dengan salah satu dari dua lipatan itu adalah pengadzaban mereka
atas kekafiran, dan yang satu lagi pengadzaban mereka atas penyesatan.
Maka Allah menjawab mereka dengan firman-Nya: “Allah berfirman: “Masing-masing mendapat (siksaan)
yang berlipat ganda,” Yaitu bahwa walaupun para pemimpin itu memiliki lipatan adzab, karena salah
satunya adalah kekafiran dan yang lain adalah penyesatan, maka bagi kalian juga wahai para pengikut ada
lipatan adzab, dan ini adalah pendapat jumhur). (An Nukat wal ‘Uyun 2/222).
Dan terakhir, ini adalah nasehat yang kami tulis buat setiap orang yang mencari lagi memilih
kebenaran dari kalangan bala tentara Jabhah Islamiyyah yang tidak mengetahui KEADAAN sebenarnya
para umara mereka, maka kepada mereka itu kami katakan:
Allah Ta’ala menjadi saksi bahwa kami di dalam ungkapan kami ini berupaya untuk menyampaikan
kepada kalian dari ketulusan nasehat apa yang kami yakini bahwa ia adalah pelepasan tanggung jawab
kami di hadapan Pencipta kami, dan dikarenakan kami ini sangat berupaya supaya diri kami ini menjadi
sebab kalian mendapatkan hidayah, sebagai pengamalan wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali
radliyallahu ‘anhu saat beliau berkata kepadanya:
‫َﻚ ِﻣ ْﻦ ﲪُْ ِﺮ اﻟﻨﱠـﻌ َِﻢ‬
َ ‫َاﺣ ٌﺪ َﺧ ْﻴـ ٌﺮ ﻟ‬
ِ ‫ِﻚ َر ُﺟ ٌﻞ و‬
َ ‫أَ ْن ﻳـُ ْﻬﺪَى ﺑ‬
“Sungguh seseorang diberikan hidayah (oleh Allah) dengan sebab dirimu adalah lebih baik bagimu dari unta
yang merah.” (Riwayat Al Bukhariy).
Dan sesungguhnya diantara nasehat (ketulusan) untuk kalian adalah membongkar keadaan orang-
orang yang memimpin Jabhah Islamiyyah ini baik itu umara maupun para komandan; supaya kalian berada
di atas bashirah dalam urusan kalian dan mengetahui kepalsuan klaim mereka, karena perbedaan itu
sangat jauh antara klaim mereka berupaya menegakkan syari’at Allah Ta’ala DENGAN apa yang mereka
sembunyikan berupa sikap loyalitas kepada para thaghut Kawasan yang berupaya menegakkan negara
yang tunduk kepada pendiktean-pendiktean Barat, akan tetapi dengan baju Islam.
Maka waspadalah wahai hamba Allah jangan sampai kamu menjadi prajurit bagi umara yang murtad
dari agama Allah Ta’ala, sehingga mereka menjadikan dari dirimu sebagai bahan bakar untuk peperangan
yang merealisasikan tujuan-tujuan Barat Kafir dan antek-antek mereka.
Sesungguhnya hampir dekat sudah masanya di mana rahasia kejadian-kejadian ini akan tersingkap
dan hakikat-hakikat kenyataan akan terbuka, sampai kita melihat nyata apa yang telah dikabarkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits shahih dari beliau bahwa beliau berkata:

‫َﺎق َﻻ إِﳝَﺎ َن ﻓِﻴ ِﻪ‬


ٍ ‫ط ﻧِﻔ‬
ُ ‫ط إِﳝَﺎ ٍن َﻻ ﻧِﻔَﺎ َق ﻓِﻴ ِﻪ َوﻓُ ْﺴﻄَﺎ‬
ُ ‫َﲔ ﻓُ ْﺴﻄَﺎ‬
ِْ ‫س إ َِﱃ ﻓُ ْﺴﻄَﺎﻃ‬
ُ ‫ﺼﲑَ اﻟﻨﱠﺎ‬
ِ َ‫َﱴ ﻳ‬
‫ﺣﱠ‬

41
“Sampai manusiapun berakhir menjadi dua kubu, kubu iman yang tidak ada nifaq di dalamnya dan kubu nifaq
yang tidak ada iman di dalamnya.” (Riwayat Ahmad 2/133, Abu Dawud no 4244 dan yang lainnya dari
hadist Abdullah Ibnu Umar radliyallahu anhuma).
Dan sesungguhnya kalian hari ini berdiri diantara dua kubu, maka amatilah harus ke mana kalian
bergabung dan di barisan mana kalian akan dikumpulkan?
Adapun kalian wahai para umara, maka sesungguhnya kami mengingatkan kalian dengan Allah
Ta’ala, dan kami mengajak kalian untuk mengumumkan pertaubatan kalian dan keberlepasan diri dari
kemurtaddan kalian yang sangat nyata jelas, selagi taubat itu masih memungkinkan dan pintunya masih
terbuka.
Karena sesungguhnya seorang hamba bila dia melakukan dosa terus dia mengakuinya dan
kemudian dia bertaubat, maka Allah menerima taubatnya, sebagaimana yang ada di dalam hadits Shahih
Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata:

“Sesungguhnya bila seorang hamba mengakui dosa terus dia bertaubat, maka Allah menerima taubatnya”.
Demi Allah, sungguh sikap rujuk kalian kepada Al Haq dengan taubat dan dengan mencabut diri
dari kekafiran itu adalah lebih baik dari kebersikukuhan kalian di atas kebatilan yang tidak diakhiri kecuali
dengan murka Allah kemudian kehinaan di dunia dan akhirat.

Dan Allah Maha Kuasa terhadap urusan-Nya, akan tetapi mayoritas manusia itu tidak mengetahui.
Semoga shalawat dan salam Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya serta
semua sahabatnya.

Dewan Syari’ah Di Daulah Islamiyyah Di Iraq Dan Syam.


Rabu 16 Jumada Al Akhirah 1435.

Penterjemah berkata: Selesai dialihbahasakan pada tanggal 1 Sya’ban 1435H oleh Abu Sulaiman Al
Arkhabiliy di LP Kembang Kuning Nusakambangan.

www.millahibrahim.wordpress.com

42
Lampiran-Lampiran:

Lampiran 6

Lampiran 7

43
Lampiran 8

Lampiran 9

44
Lampiran 10

Lampiran 11
45

Anda mungkin juga menyukai