Anda di halaman 1dari 3

Nama : Khrisko Suprastiwara

NIM : 1904024
Kelas : Teknik Geologi 2019
Matkul : Geostatistik

TUGAS 1
Data Magnitudo Gempa di Pulau Kalimantan Bagian Indonesia (2011-2020)

Descriptive Statistics
Magnitude
Mean 4,538461538
Standard Error 0,080780219
Median 4,5
Mode 4,7
Standard Deviation 0,411899913
Sample Variance 0,169661538
Kurtosis 7,577335457
Skewness 2,135001577
Range 2,1
Minimum 4
Maximum 6,1
Sum 118
Count 26
Interpretasi Parameter Magnitudo
Karena secara geografis tak melalui Sirkum Api Pasifik, dapat dikatakan Kalimantan
memang relatif aman dari risiko gempa bumi. Kendati demikian, berdasarkan penelusuran
rekam jejak magnitudo di https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search, ditemukan bahwa
Kalimantan (wilayah administratif Malaysia tidak dihitung) ternyata memiliki frekuensi
keterjadian gempa yang tidak sedikit. Tercatat dalam 10 tahun terakhir saja, persisnya sejak 1
Januari 2001 hingga 31 Desember 2020, berlangsung setidaknya 26 kali gempa bumi, dengan
rata-rata magnitudo (kekuatan gempa) 4,5 Skala Richter (SR). Magnitudo tertinggi mencapai
6,1 SR, sedangkan yang terendah 4 SR, dengan rentang 2,1 SR. Sementara itu, median dari
sekumpulan magnitudo itu ialah 4,5 SR, dengan magnitudo 4,7 SR terjadi berulang kali.
Dari uraian ukuran pemusatan data di atas, diketahuilah bahwa kisaran magnitudo
yang paling mendominasi (sering terjadi) dari gempa bumi di Kalimantan ini dimulai dari 4,5
SR hingga 4,7 SR. Jika dihubungkan dengan klasifikasi dampak kerusakan berdasarkan Skala
Richter, maka rentang tersebut termasuk dalam tingkatan Light (4,0 – 4,9 SR). Magnitudo
jenis Light secara global diperkirakan dalam setahun terjadi 10.000 hingga 15.000 kali gempa
bumi. Adapun ciri-ciri magnitudo kisaran ini yaitu: 1) Efek guncangan terlihat pada objek
dalam ruangan diikuti suara berderak, 2) Beberapa benda mungkin jatuh dari rak, 3) Getaran
dirasakan oleh kebanyakan orang di daerah terdampak bencana, 4) Sedikit terasa di luar
ruangan, dan 5) Umumnya menyebabkan kerusakan di tingkat nol hingga minimal.
Adapun ukuran penyebaran data dari deskripsi statistik tersebut bisa ditinjau langsung
dari besar standard deviation, standard error, dan sample variance. Ketiga variabel tersebut
dapat menentukan seberapa akurat data yang diperoleh. Nilai standard error 0,080780219 itu
relatif kecil, merujuk pada rata-rata sampel yang cukup mewakili rata-rata populasinya.
Sementara itu, standard deviation yang hanya 0,411899913 juga tergolong rendah,
menggambarkan bahwa penyebaran data tidak terlalu bervariasi, atau cenderung mendekati
kepada mean. Kecilnya nilai sample varians yakni 0,169661538 pun semakin memperkuat
keakuratan data di atas, menunjukkan bahwasanya sekumpulan data magnitudo tersebut tidak
tersebar saling berjauhan, ragamnya cenderung rendah, yang kelak bila dipetakan dapat
dilihat dari posisi antartiap sampel yang akan berjarak relatif berdekatan satu sama lain.
Kesimpulannya, 26 titik magnitudo sampel mampu menggambarkan secara baik bagaimana
magnitudo sebenarnya terdistribusi hampir merata dengan nilai penyimpangan yang kecil.
Kurtosis menampilkan derajat keruncingan pada kurva distribusi. Semakin besar nilai
kurtosis, kurva semakin runcing. Setelah analisis diperoleh kurtosis lebih dari 3 sehingga
kurva meruncing ke atas (leptokurtik). Hal ini mengindikasikan bahwa banyak magnitudo
gempa yang besarnya hampir sama. Sementara itu, skewness adalah ukuran ketidaksimetrisan
dalam distribusi nilai. Skewness nilainya positif, nol, maupun negatif. Dari data didapatkan
skewness positif, maka kurva akan menceng ke kanan. Hal ini memperlihatkan pusat
distribusi berada di sebelah kanan nilai terbanyak (modus). Jadi, distribusi magnitudo relatif
terkonsentrasi di atas 4,7 SR. Skewness dan kurtosis, secara bersamaan, mampu
merepresentasi kondisi distribusi data. Kondisi ideal adalah saat data terdistribusi normal,
yakni saat skewness bernilai 0 dan kurtosis bernilai 3. Berdasarkan analisis data kurtosis dan
skewness di atas, diketahui bahwa data magnitudo cenderung terdistribusi normal.
TUGAS 2

Grafik di atas menunjukkan korelasi atau hubungan antara besarnya magnitudo gempa
(sumbu x) dengan kedalaman pusat gempa (sumbu y). Untuk merumuskan korelasinya,
dilakukan beberapa substitusi untuk memprediksi besar magnitudo dan kedalaman dengan
menggunakan persamaan garis yang telah didapatkan dari grafik. Garis tersebut menunjukkan
trend positif data karena condong ke kanan atas. Pada persamaan y = 2,3224 x + 1,8347
dimasukkan nilai x (variabel bebas) berbeda-beda sebanyak 5 kali untuk memprediksi nilai y.

Magnitude (x) y = 2,3224 x + 1,8347 Depth (y)


x = 5,1 y = 2,3224 (5,1) + 1,8347 y = 13,67894
x = 5,2 y = 2,3224 (5,2) + 1,8347 y = 13,91118
x = 5,3 y = 2,3224 (5,3) + 1,8347 y = 14,14342
x = 5,4 y = 2,3224 (5,4) + 1,8347 y = 14,37566
x = 5,5 y = 2,3224 (5,5) + 1,8347 y = 14,6079

Berdasarkan tabel hasil perhitungan di atas, didapatkan bahwa x dan y berbanding


lurus. Semakin besar magnitudo (variabel x), maka semakin besar pula kedalaman gempanya
(variabel y). Akan tetapi, jika mencermati nilai R2 (chi kuadrat) yang diperoleh, terjadi
kontradiksi di sini. R2 (koefisien determinasi) hanya menunjukkan hasil sebesar 0,017 atau
1,7 %. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat keakuratan hubungan variabel x dan variabel y
sangat rendah. Secara umum R2 digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu
model. Jika R2 sama dengan 1, maka garis regresi cocok dengan data secara sempurna. Jika
R2 = 0, maka tidak ada hubungan antara regresor (x) dengan variabel y. Berdasarkan hasil
analisis, didapatkan R2 = 0,017 yang bermakna bahwa sebesar 1,7% variasi dari variabel Y
(variabel respons) dapat diterangkan dengan variabel x (variabel bebas), tetapi sisanya tidak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa magnitudo gempa hampir tidak mempengaruhi
kedalaman gempa. Karena akurasinya rendah, maka keterkaitannya pun relatif kecil.

Anda mungkin juga menyukai