Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan atau kegagalan sebuah program tentunya dapat diketahui

setelah dilakukan proses evaluasi secara menyeluruh dari program tersebut.

Dengan melakukan evaluasi program, kita juga dapat mengetahui kendala-

kendala apa yang menjadi penyebab kegagalan atau keberhasilan sebuah

program. Oleh karena itu evaluasi program sangat penting dilakukan dalam

suatu kegiatan jika kita ingin program yang telah kita buat dapat berhasil atau

gagal. Menurut Suharsimi Arikunto evaluasi program adalah kegiatan yang

dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi keberhasilan dari kegiatan

yang direncanakan.1 Sementara menurut Stufflebeam evaluasi program

merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang

sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif

keputusan.2 Definisi lain disampaikan oleh Cronbach yang dikutip oleh

Suharsimi Arikunto, bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan

informasi untuk disampaiakan kepada pengambil keputusan.3 Informasi ini

nantinya sangat berguna untuk digunakan para pengambil keputusan atau para

manajer tentang suatu program yang sedang berjalan.

Evaluasi program sangat penting dilakukan sebagai bahan

pertimbangan bagi pengambilan keputusan. Alasannya adalah dengan

1
Ananda Rusydi, Rafida Tien, Pengantar Evaluasi Program Pendidikan (Medan: Perdana Publishing, 2017), h. 6.
2
Cepi Safruddin, Suharmi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Bandung: Bumi Aksara, 2014), h. 4.
3
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program, 290 (5)
masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan

menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah ditentukan,

apakah program perlu diperbaiki, dihentikan atau diteruskan.4 Dalam evaluasi

program, pelaksana (evaluator) akan mengetahui kondisi pelaksanaan dari

program setelah data terkumpul, mengetahui tingkat keberhasilan atau

ketercapaian program. Jika tujuan belum tercapai maka pelaksana (evaluator)

mencaritahu letak kekurangan dan sebabnya. Hasilnya dipakai untuk

menentukan keputusan yang akan diambil. Evaluasi program dilakukan dalam

rangka pengendalian mutu, menjaga program agar berjalan dan dilaksanakan

dengan standar yang telah ada atau ditetapkan. Dilakukan dengan

menyeluruh, transparan dan sistematik.

Dalam evaluasi program dibutuhkan pemilihan model yang sesuai

dengan program yang akan dievaluasi, tujuannya adalah mempermudah

pelaksanaan dari evaluasi program itu sendiri serta menjadi acuan dalam

melakukan evaluasi program. Model yang tepat untuk melaksanakan evaluasi

program dalam penelitian ini adalah model evaluasi CIPP. CIPP adalah

singkatan dari empat huruf awal kata, yaitu: ( Context,Input, Process,

Product evaluation atau evaluasi terhadap konteks, masukan, proses dan

hasil).5 Dengan memakai model ini memudahkan untuk menentukan

kebijakan dalam suatu program. Salah satu prinsip model evaluasi CIPP

adalah menyeluruh. Maka, Model evaluasi CIPP sejalan dengan prinsip

evaluasi pada undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1 dan

4
Ashiong P. Munthe, „Pentingnya Evaluasi Program Di Institusi Pendidikan‟, Jurnal Pendidikan, Vol 5.No 2 (Mei
2015), h. 6.
5
Anidi, Evaluasi Program Pembelajaran (Yogyakarta: Parama Publishing, 2017), h. 126.
2menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan pemantauan dan penilaian

terhadap proses serta hasil kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh

lembaga mandiri secara berkesinambungan, berkala, menyeluruh, transparan,

dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.6

Tahfiz Al-quran Menurut Farid Wadji, didefinisikan sebagai

proses menghafal al-Qur’an dalam ingatan sehingga dapat dilafadzkan/

diucapkan di luar kepala secara benar dengan cara-cara tertentu secara terus

menerus. Orang yang menghafalnya disebut al-hafiz, dan bentuk pluralnya

adalah al-huffaz.7 Definisi tersebut mengandung dua hal pokok, yaitu :

pertama, seorang yang menghafal dan kemudian mampu melafadzkannya

dengan benar sesuai hukum tajwid harus sesuai dengan mushaf al-Qur’an.

Kedua, seorang penghafal senantiasa menjaga hafalannya secara terus

menerus dari lupa, karena hafalan al-Qur’an itu sangat cepat hilangnya.8

SDIT Attaqwa 02 adalah sekolah berbasis Islam di Pondok Ungu

Permai Sektor V kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi yang memiliki

program tahfiz Al-quran sebagai salah satu program unggulan yang menjadi

daya tarik masyarakat menyekolahkan anak-anak nya disana.

Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah SDIT Attaqwa 02,

Program tahfizh Qur’an menjadi program unggulan di sekolah tersebut.

Program tahfizh masuk kedalam KBM maupun ekstrakulikuler. Program

tahfizh Qur‟an dibuat untuk menjawab keinginan masyarakat, bahwa

6
UU RI No 20 Th 2003, Sistem Pendidikan Nasional ( Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h.38.
7
Farid Wadji, “Tahfiz al-Qur’an dalam Kajian Ulum Al-Qur’an (Studi atas Berbagai Metode Tahfiz)”, Tesis, UIN Syarif
Hidayatullah, (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2010), hlm 18.
8
‘Abd al-Rabbi Nawabuddin, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an, terj. Ahmad E. Koswara, (Jakarta : CV. Tri Daya Inti,
1992), cet. ke-I, hal.16-17.
sebagian besar masyarakat ingin anaknya bisa membaca Al-quran dengan

baik dan mempunyai hafalan Al-Qur‟an. Hafalan yang ditargetkan sekolah

adalah minimal 2 juz yaitu juz 30 dan 29 sampai siswa menyelesaikan

sekolahnya.9

Program taḥfīẓh ini wajib diikuti oleh seluruh siswa dari kelas I

sampai dengan kelas VI. Program ini dilaksanakan dengan 3 x pertemuan

seminggu. Dalam satu pertemuan berlangsung selama 2 x 35 menit untuk

masing-masing kelas. Sedangkan 1 x pertemuan selama 60 menit pada saat

program ekschool wajib untuk kelas 3 sampai dengan kelas 6.

Pembelajarannya menerapkan mastery learning, yaitu penguasaan hafalan

secara berkelanjutan dari kelas I sampai kelas VI. Program taḥfīẓh al-Qur’an

di SDIT Attaqwa 02 merupakan salah satu program unggulan. Penetapan

program ini tercantum dalam (Target Keunggulan Akademik) TKA SDIT

Attaqwa 02 yang disusun oleh pihak sekolah. Dalam TKA disebutkan bahwa,

“Lulusan SDIT Attaqwa 02 minimal hafal 2 juz dari Al-Qur’an”. Selanjutnya

program ini diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari dan dimasukkan

dalam kurikulum pembelajaran. Program taḥfīẓh al-Qur’an telah dilaksanakan

sejak awal berdirinya sekolah tersebut. Pada awal penerapan dan

pelaksanaannya. SDIT Attaqwa 02 menargetkan siswa dapat menghafal juz 30 yang

ditempuh sampai dengan kelas 6. Keberhasilan pembelajaran taḥfīẓh di awal-

awal pelaksanaan program tersebut diperkirakan baru sekitar 65 persen. 10 Ada

beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang berhasilnya program

9
Wawancara dengan Bapak Ikhwan Baihaqi, S.Pd.I. MA. Selaku Kepala Sekolah SDIT Attaqwa 02 Pada Tanggal 21
Oktober 2019.
10
Wawancara dengan Moh. Syafiq Natsir, S.Ag (wakil kepala sekolah SDIT Attaqwa 02), tanggal 23 Oktober 2019.
diantaranya adalah tenaga pendidik yang masih sangat kurang banyak dan

sistem yang belum tertata dengan rapi.

Selanjutnya ustadz Moh. Syafiq Natsir, S.Ag menyampaikan bahwa

pada awal penerapan program ini, kegiatan masih berjalan dengan sangat

sederhana. Hal ini dapat terlihat dari beberapa hal diantaranya yaitu: belum

ada panduan program dari sekolah yang bersifat sistematis dan

terdokumentasikan. Belum ada laporan program taḥfīẓh yang dibuat dengan

detail, serta belum ditetapkan adanya kriteria khusus dari tim pengajar al-

Qur’an. Seiring dengan waktu berjalannya program taḥfīẓh ini. Telah

diadakan perbaikan dari beberapa faktor yang di antaranya adalah disusunnya

panduan pembelajaran al-Qur’an walaupun masih sangat sederhana,

disamping itu yayasan menambah personil guru pengajar taḥfīẓh dengan

kriteria yang telah ditetapkan, pengadaan fasilitas untuk mendukung

pembelajaran, penataan sistem yang lebih sistematis. Selain itu, pada tahun

2018 diadakan evaluasi terkait tentang kurikulum atau target hafalan yang

harus di capai oleh siswa, yang tadinya target siswa mampu menghafal 1 juz

yaitu juz 30 diubah menjadi 2 juz yaitu juz 29 dan 30. Hal ini dilakukan

berdasarkan pertimbangan bahwa tenaga pendidik yang menangani hafalan

siswa sudah semakin banyak dan mencukupi, serta pencapaian target setiap

tahunnya selalu mengalami peningkatan.11

11
Wawancara dengan Bapak Ikhwan Baihaqi, S.Pd.I. MA. Selaku Kepala Sekolah SDIT Attaqwa 02 Pada Tanggal 21
Oktober 2019.
Dari hasil survey yang dilakukan SDIT Attaqwa 02 mempunyai

prestasi yang bagus dalam tahfizh Qur‟an yaitu seringnya mengikuti lomba

tahunan atau lomba setiap kegiatan di luar dan memenangkan lomba tersebut.

Selain itu sebagian besar anak-anak telah mencapai target hafalan

yang sekolah tentukan. Itu dibuktikan dari data yang diperoleh oleh guru

tahfizh Qur‟an Abdul Aziz S.Pd.I bahwa kelas VI ( Muhammad), kelas VI

(Isa), Kelas VI (Musa), Kelas VI (Ismail), Dan Kelas VI (Ibrahim) semuanya

telah tuntas mencapai target tahfiz yang telah ditentukan sedangkan Kelas VI

(Nuh) hanya beberapa orang saja yang belum mencapai target. Sedangkan

metode yang dipakai SDIT Attaqwa 02 dalam menghafal Al-Qur‟an adalah

metode talaqqi dimana guru membacakan terlebih dahulu ayat yang akan

dihafal dilanjutkan oleh para siswa yang mengikutinya.

Dalam penjelasan di atas saya tertarik untuk meneliti tentang evaluasi

program tahfizh Al-quran di SDIT At-taqwa 02 karena program tahfizh

berdiri sebagai program unggulan sekolah, karena itu tidak mungkin

dihentikan maka hanya akan dilanjutkan dan diperbaiki. Cara untuk

memperbaiki adalah dengan melakukan evaluasi program terlebih dahulu,

apakah evaluasi yang dilakukan sekolah sudah sesuai dengan prosedur dan

UU yang ada, sehingga program terus dimaksimalkan untuk menunjang mutu

program tersebut dan untuk mempertahankan serta menghasilkan apa yang

menjadi target program tahfizh Al-quran ini.


B. Fokus Penelitian

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka fokus

penelitian ini adalah evaluasi program tahfizh Al-quran di SDIT Attaqwa 02

Pondok Ungu Permai Sektor V Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi

dengan sub fokus penelitian sebagai berikut:

1. Evaluasi Konteks

2. Evaluasi Input

3. Evaluasi Proses

4. Evaluasi Produk

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka masalah pada penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagimanakah evaluasi konteks pada program tahfizh Al-quran di SDIT

Attaqwa 02?

2. Bagaimanakah evaluasi input pada program tahfizh Al-quran di SDIT

Attaqwa 02?

3. Bagaimanakah evaluasi proses pada program tahfizh Al-quran di SDIT

Attaqwa 02?

4. Bagaimanakah evaluasi produk atau hasil pada program tahfizh Al-quran

di SDIT Attaqwa 02?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Untuk mengetahui evaluasi konteks pada program tahfizh Al-quran di

SDIT Attaqwa 02

2. Untuk mengetahui evaluasi input pada program tahfizh Al-quran di SDIT

Attaqwa 02

3. Untuk mengetahui evaluasi proses pada program tahfizh Al-quran di

SDIT Attaqwa 02

4. Untuk mengetahui evaluasi produk atau hasil pada program tahfizh Al-

quran di SDIT Attaqwa 02

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat diantaranya adalah:

a. Manfaat Teoristis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah

satu saran dan informasi bagi para guru dan staf sekolah untuk

mencermati lebih dalam tentang evaluasi program tahfizh Al-quran

sehingga bisa dapat terus memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan

evaluasi program tersebut untuk mengetahui sejauh mana program itu

berhasil dilaksanakan.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Kepala Sekolah: Agar dapat digunakan sebagai masukan dalam

memberikan supervisi kepada guru.

2. Bagi Guru : Sebagai bahan evaluasi program, sehingga pelaksanaan

tahf ̂dz Qur‟an berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Bagi Sekolah : Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan motivasi

pembaharuan dalam uapaya pengembangan program tahf ̂dz Qur‟an.


4. Bagi peneliti : dapat memberikan pengetahuan serta wawasan

mengenai pelaksanaan model evaluasi CIPP pada suatu program

pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. DESKRIPSI PROGRAM YANG DIEVALUASI

Program tahfizh Alquran yang ada di SDIT Attaqwa 02 merupakan

program yang dibuat dengan visi misi mencetak generasi hafizh yang

qurrotu’ayun. Program ini dilaksanakan sejak sekolah mulai beroperasi yaitu

pada tahun 2010. Selain itu program ini juga merupakan program unggulan

sekolah SDIT Attaqwa 02 yang banyak diminati oleh wali murid dan calon

wali murid yang ingin mendaftarkan anaknya disekolah tersebut. Dari

wawancara dengan kepala sekolah Bapak Ust. Ikhwan Baihaqi, S.Pd.I MA.

Mengatakan “Banyak orang tua atau calon wali murid mereka menginginkan

anaknya bisa masuk disekolah SDIT Attaqwa 02, karena mereka ingin

mempunyai anak-anak yang dapat membaca Al-quran degan baik, dan

mempunyai hafalan sebagai bekas hidupnya”.

Pelaksanaan program tahfizh Al-quran ini diwajibkan untuk semua

siswa di sekolah karena penjadwalannya mengikuti kurikulum yang ada

disekolah. Oleh karena itu semua siswa sudah barang tentu mengikuti

program ini. Dalam pelaksanaannya yang ada dalam program ini siswa

diberikan jadwal hafalan sebanyak 3 x dalam satu minggu dengan dibimbing

oleh pembimbing (guru) yang telah diamanahkan melaksanakan program ini.

Sebelum pelaksanaan program tahfizh Al-quran, pihak sekolah

mengadakan tes kemampuan terlebih dahulu kepada siswa atau calon siswa,
dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa tersebut dan seberapa

banyak hafalan yang dimiliki siswa atau calon siswa.

Target program hafalan yang disusun oleh pihak sekolah, ditentukan

berjenjang dengan pembagian batasan program yang jelas. Ini bisa kita lihat

pada program tahfizh Al-quran yang ada. Target program tahfizh Al-quran

kelas 1 yaitu sebanyak 19 surat dari surat Al-Fatiha s/d surat Al-Qodr. Target

kelas 2 sebanyak 8 surat dari surat Al-Alaq s/d Surat al-Fajr. Target program

kelas 3 sebanyak 6 surat dari surat Al-Ghosiyah s/d surat Al-Muthoffifin.

Targen program kelas 4 sebanyak 5 surat dari surat Al-Infithor s/d surat An-

Naba. Target program kelas 5 sebanyak 6 surat dari surat Al-Mursalat s/d

surat Al-Jin. Target program kelas 6 sebanyak 5 surat dari surat Nuh s/d surat

Al-Mulk. Sehingga jumlah hafalan seluruhnya sebanyak 2 juz.

Untuk menambah dan mengontrol hafalan siswa, pihak sekolah

menyerukan siswa untuk menyetor hafalan sesuai jadwal yang ada dan dicatat

pada form dan table perkembangan hafalan siswa.

Untuk mencapai program yang ada, metode yang digunakan pada

program tahfizh Al-quran di SDIT Attaqwa 02 diantaranya adalah metode

talaqqi, metode 5 ayat 5 ayat, metode one day one ayat, dan metode takrir.

Kehadiran siswa dan pembimbing dicatat dan direkap dengan daftar hadir

yang disediakan oleh sekolah

Untuk evaluasi program tahfizh Alqur’an yang ada di SDIT Attaqwa

02, dilakukan dengan 2 cara yaitu evaluasi berkala dan evaluasi keseluruhan

program. Evaluasi berkala dilakukan ketika pelaksanaan KBM dikelas,


sedangkan evaluasi program keseluruhan dilakukan sebanyak 4 x dalam 1

tahun yaitu pada PTS 1, PTS 2, PAS 1 dan PAS 2. Pada seluruh jenjang dan

batasan program yang ada.

Untuk lebih jelas dan lebih terperinci dari program tersebut, dapat kita

lihat sesuai program tahfizh Al-quran yang dibuat oleh SDIT Attaqwa 02

( Terlampir )

B. KRITERIA EVALUASI

Kriteria adalah suatu ukuran yang menjadi patokan yang harus

dicapai. Dalam penelitian ini, kriteria evaluasi disusun dengan acuan utama

buku Panduan program taḥfīẓ al-Qur’an yang diterbitkan oleh SDIT Attaqwa

02 tahun 2019 - 2020 dan buku pendukung lainnya.

Kriteria tersebut mencakup komponen-komponen berupa sasaran

evaluasi, sub. komponen berupa aspek dari sasaran evaluasi, dan indikator

dari masing masing aspek. Kualitas pelaksanaan program taḥfīẓ ditentukan

berdasarkan merujuk pada model evaluasi (CIPP), berikut ini peneliti sajikan

kriteria evaluasi yang memuat komponen, subkomponen, indikator, sumber

data, dan teknik pengumpulan data

KRITERIA EVALUASI PROGRAM TAHFIZH


SDIT ATTAQWA 02

KOMPONE ASPEK INDIKATOR HASIL


N EVALUASI
EVALUASI
CONTEXT Visi 1. Rumusannya singkat, padat dan mudah
diingat.
2. Menjembatani masa kini dan masa
yang akan datang.
3. Bersifat inspiratif dan menantang
untuk mencapainya.
4. Bersifat tidak statis dan tidak untuk
selamanya.
Misi 1. Rumusannya singkat, padat dan mudah
diingat.
2. Menjembatani masa kini dan masa
yang akan datang.
3. Bersifat inspiratif dan menantang
untuk mencapainya.
4. Bersifat tidak statis dan tidak untuk
selamanya.
Tujuan 1. Memberikan ukuran yang spesifik dan
akuntabel (dapat diukur).
2. Harus selaras dengan misi dan visi.
3. Tujuan menyatakan kegiatan khusus
apa yang akan
diselesaikan dan kapan
diselesaikannya.
4. Esensinya tidak berubah, kecuali
terjadi pergeseran
lingkungan, atau dalam hal isu
strategik hasil yang
diinginkan.
INPUT Guru 1. Mempunyai gelar kesarjanaan atau
mendapat rekomendasi dari yayasan.
2. Memiliki hafalan minimal 2 juz yaitu
juz 29 dan 30.
3. Memiliki ilmu pengetahuan tajwid baik
teori maupun praktis.
4. Selalu berusaha mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan.
Siswa 1. Menguasai ilmu tajwid
2. Lancar membaca al-Qur’an
3. Minat yang kuat untuk menghafal al-
Qur’an
Kurikulum 1. Disusun dengan mempertimbangkan
dan memperhatikan tingkat
pertumbuhan, perkembangan, dan
kematangan siswa.
2. Didasarkarkan atas kebutuhan yang
dirasakan para siswa tersebut.
3. Mempertimbangkan kemampuan siswa
4. Faktor minat siswa juga menjadi
pertimbangan dalam menyusun
kurikulum
Sarana dan 1. Prasarana gedung yang memadai
Prasarana 2. Prasarana pendukung yang memadai
3. Ruang belajar yang nyaman
4. Tersedia alat-alat penunjang
pembelajaran
PROCESS Metode 1. Sesuai dengan tujuan instruksional.
2. Sesuai dilihat dari tersedianya waktu.
3. Sesuai dilihat dari tersedianya sarana.
4. Sesuai dengan kondisi siswa.
Media 1. Kesesuaian antara media dengan tujuan
pengajaran.
2. Kemampuan guru dalam menggunakan
media tersebut.
3. Fleksibilitas dan kepraktisan media.
4. Kesesuaian dengan alokasi waktu yang
ada.
Materi 1. Materi ditetapkan dengan mengacu
pada tujuan
instruksional yang ingin dicapai.
2. Materi yang diberikan berkaitan
dengan materi berikutnya dan ditata
dalam urutan yang memudahkan siswa.
3. Materi yang dipilih hendaknya
bermakna bagi para siswa, dalam arti
mengandung nilai praktis/bermanfaat
bagi kehidupan sehari-hari.
4. Keadaan materi hendaknya ditetapkan
dengan
memperhitungkan tingkat
perkembangna berpikir siswa yang
bersangkutan.
Timing 1. Ada kalender pendidikan
2. Kesesuaian penempatan waktu belajar
dengan kondisi Fisik siswa pada saat
itu
3. Materi yang diberikan sesuai dengan
waktu yang ditetapkan dalam setiap
terminnya
4. Pelaksanaan program sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan
PRODUCT Target 1. Nilai sesuai KKM yaitu 7,5.
2. Siswa mampu membaca al-Qur’an
dengan tartil
3. Siswa mampu mencapai target hafalan
setiap semesternya
4. Terbiasa membaca al-Qur’an di rumah

C. MODEL EVALUASI PROGRAM

Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang bisa

digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Meskipun antara satu dengan

lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan

pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang

dievaluasi, yang tujuannya untuk menyediakan bahan bagi pengambil

keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program.12

Diantara model evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi sebuah program

menurut para ahli seperti yang dikemukakan oleh Kaufman dan Thomas

dikutip oleh Suharsimi dan Cepi, membedakan model evaluasi menjadi

delapan, yaitu:

1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler. Yang

menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program

yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi

dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mengecek seberapa

jauh tujuan sudah terlaksana.

2. Goal Free Evaluation Model (model evaluasi lepas dari tujuan),

dikembangkan oleh Scriven. keunggulannya karena fokus pada pencarian

tujuan untuk mencari esensi dari suatu program tanpa perlu memikirkan

bagaimana caranya program tersebut dijalankan. Evaluator tidak perlu

memahami bagaimana proses dari suatu program, karena yang terpenting


12
Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran..., hlm. 153.
jika suatu program dilaksanakan sesuai dengan tujuan, maka akan

diperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Namun Scriven juga

mengingatkan bahwa jika evaluator tidak memahami tentang tujuan

program sebaiknya terlebih dahulu harus memahami dengan mendalam

tentang tujuan program dimaksud.13

3. Formatif-Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael

Scriven. Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang

dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih

berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program audah selesai

atau berakhir (disebut evaluasi sumatif). Tujuan evaluasi formatif adalah

mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung,

sekaligus mengidentifikasi hambatan. Sedangkan tujuan evaluasi sumatif

adalah untuk mengukur ketercapaian program.14

4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. Model ini

menekankan pada dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description

dan judgement, dan membedakan adanya tiga tahap dalam program

pendidikan yaitu antecedent (context), transaction (process), dan

outcame. Stake mengatakan bahwa apabila menilai suatu program

pendidikan, melakukan perbandingan yang relatif antara program dengan

program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu

membandingkan suatu program dengan standar tertentu. Penekanan yang

13
Jeane Marie Tulung, “Evaluasi Program Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV Di Balai Diklat
Keagamaan Manado”, Journal Acta Diurna,( Vol. III, No. 3, tahun 2014), hlm. 5.
14
Suharsimi dan Cepi, Evaluasi Program Pendidikan..., hlm. 40.
penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang memuat penilaian

tentang program yang dievaluasi.15

5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. Kelebihan

model ini adalah peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya

mengakomodasi pendapat yang ambisius serta tidak fokus, sedangkan

kekurangannya antara lain (a) pembuat keputusan sulit menentukan

prioritas atau penyederhanaan informasi, (b) tidak mungkin menampung

semua sudut pandangan dari beberapa kelompok, dan (c) membutuhkan

waktu dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan

yang diamati.16

6. CSE-UCLA Evaluation Model. CSE merupakan singkatan dari Center for

the Study of Evaluation, sedangkan UCLA singkatan dari University of

California in Los Angeles. Ciri dari model ini adalah adanya lima tahap

yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan,

implementasi, hasil, dan dampak. Fernandes (1984) memberikan

penjelasan tentang model ini menjadi empat tahap, yaitu (1) needs

assesment, (2) program planning, (3) formative evaluation, dan (4)

summative evaluation.17

7. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam. Model

evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan

oleh para evaluator. Konsep ini ditawarkan dengan pandangan bahwa

tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk


15
Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran..., hlm. 164.
16
Zainal Arifin, Konsep dan Model..., hlm. 290.
17
Suharsimi dan Cepi, Evaluasi Program Pendidikan..., hlm. 44.
memperbaiki. Dalam bidang pendidikan, Stufflebeam menggolongkan

sistem pendidikan atas empat dimensi, yaitu context, input, process, dan

product, sehingga model evaluasinya diberi nama CIPP model yang

merupakan singkatan dari keempat dimensi tersebut.18

8. Disrepancy Model, yang dikembanglan oleh Provus. Kata disrepancy

adalah istilah Bahasa Inggris, yang diterjemahkan ke dalam Bahasa

Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini merupakan model yang

menekankan pada pandangan adanya kesenjangan didalam pelaksanaan

program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur

besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen.19

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model evaluasi untuk

mengevaluasi program tahfizh Al-quran SDIT Attaqwa 02 ini adalah model

evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP merupakan singkatan dari, Context

Evaluation: evaluasi terhadap konteks, Input Evaluation: evaluasi terhadap

masukan, Process Evaluation: evaluasi terhadap proses, dan Product

Evaluation: evaluasi terhadap hasil.

Komponen-Komponen Model Evaluasi CIPP diantaranya adalah:

1. Evaluasi Context, Komponen konteks mencakup indikator yang

mempertanyakan apakah program tersebut sesuai dengan: a) landasan,

baik landasan religius maupun hukum, termasuk kebijakan yang berlaku,

b) kondisi geografis, demografis, dan sosial ekonomi masyarakat, c)

tantangan masa depan bagi lulusan, d) lingkungan budaya dan apresiasi

18
Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran..., hlm. 160.
19
Suharsimi dan Cepi, Evaluasi Program Pendidikan..., hlm. 48.
masyarakat terhadap pendidikan, dan e) harapan dan daya dukung

stakeholders terhadap program tersebut. Indikator-indikator tersebut

seharusnya menjadi landasan sekolah dalam merumuskan visi, misi, dan

tujuan.20

2. Evaluasi Input (Masukan), Evaluasi input adalah evaluasi yang berfokus

pada masukan yang terpilih, butir kekuataan, kelemahan, strategi, dan

desain untuk merealisasikan tujuan.21 Evaluasi masukan/input membantu

mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa

yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, serta

bagiamana prosedur kerja untuk mencapainya.22 Evaluasi masukan

meliputi analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana

penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternative-alternatif strategi

yang harus mencapai suatu proram. Mengidentifikasi dan menilai

kapabilitas sistem, alternative strategi program, desain prosedur untuk

strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan.23

3. Evaluasi Process, Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukan pada

“apa”(what) kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa (who), orang

yang ditujukan sebagai penanggung jawab program, kapan (when)

kegiatan akan selesai.24 Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian

20
Muhaimin, dkk, Manajemen Pendidikan: Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
(Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 373.
21
M. Sukmadinata, Evaluasi Pendidikan..., hlm. 64
22
Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran..., hlm.161.
23
Surya Maulana, dkk, “Evaluasi Penyediaan Layanan Kesehatan di Daerah Pemekaran Dengan Metode CIPP (Studi pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung)”, Jurnal Wacana, (Vol. 16, No. 4, tahun 2013), hlm. 189.
24
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan..., hlm. 47.
yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan

program.25

4. Evaluasi Product (Hasil), Evaluasi produk merupakan penilaian yang

dilakukan untuk mengukur keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan. Data yang dihasilkan akan sangat menentukan apakah

program diteruskan, dimodifikasi, atau dihentikan.26 Pertanyaan yang

harus Anda jawab dalam evaluasi ini adalah hasil apa yang telah dicapai

dan apa yang dilakukan setelah program berjalan.27

BAB III

25
Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran..., hlm.161.
26
ibid, hlm. 162.
27
Zainal Arifin, Konsep dan Model..., hlm. 286.
METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU EVALUASI

Evaluasi penelitian dilakukan di SDIT Attaqwa 02 Pondok Ungu Permai


Sektor V Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi.
Adapun tahapan kegiatan penelitian digambarkan dalam table perencanaan
kegiatan berikut ini.

NO KEGIATAN BULAN
PELAKSANAAN
OKT NOV DES JAN
1 Observasi Awal (Pengenalan √
Blueprint program)
2 Konsultasi Penelitian √
3 Membuat instrumen penelitian √
4 Pelaksanaan penelitian dan √
pengumpulan data
5 Penyusunan dan pengolahan data √
6 Pelaporan penelitian ( bab I s/d √
bab 3)
7 Pelaporan penelitian (bab IV ) √

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk memperoleh data, disamping perlu menggunakan metode yang

tepat dan relevan juga menggunakan teknik dan alat pengumpul data yang

tepat. Maka akan diperoleh data yang objektif.

Sedangkan metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai

berikut:
1. Metode Observasi

Observasi adalah metode penelitian yang berciri interaksi social

dimana memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan lingkungan

subjek dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan

secara sistematis.28 Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penulis

menggunakan metode observasi yaitu dilakukan dengan cara mengamati

dan mencatat secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode ini

digunakan untuk menggali data-data langsung dari objek penelitian.

Observasi ini dilakukan untuk mengamati dan mencatat

mengenai

pelaksanaan program taḥfiẓ al-Qur’an di SDIT Attaqwa 02 khususnya

hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar al-

Qur’an diantaranya adalah kondisi sekolah, sarana dan prasarana belajar,

kegiatan belajar mengajar siswa dan guru, dan lain-lain. Tujuan dari

observasi ini untuk mengetahui tentang kondisi sekolah dan kegiatan

belajar siswa dan guru serta hal-hal apa saja yang dilakukan sekolah

dalam mendukung keberhasilan program taḥfiẓ Alqur’an di SDIT

Attaqwa 02

2. Metode Interview/ Wawancara Interview

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya

jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada

tujuan penelitian. Tanya jawab tersebut terdiri dari 2 orang atau lebih
28
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian, 117.
secara fisik dan masing-masing pihak dapat menggunakan

saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.29

Metode ini berguna bagi penulis dalam menggali informasi

secara langsung kepada informan (pemberi informasi), baik kepada

kepala sekolah maupun guru al-Qur’an guna mendapatkan informasi

tentang pelaksanaan program taḥfiẓ al-Qur’an di SDIT Attaqwa 02,

sehingga data dapat terkumpul. Interview/ wawancara dalam hal ini

penulis tujukan kepada kepala sekolah, penanggung jawab Al-qur’an dan

guru pengampu taḥfiẓ Al-qur’an. Wawancara kepada kepala sekolah dan

penanggung jawab program bertujuan untuk menggali informasi tentang

seputar pembentukan program taḥfiẓ baik itu pembentukan visi, misi,

serta tujuan program dan hal-hal yang mendukung terlaksananya

program taḥfiẓ di SDIT Attaqwa 02. Sedangkan wawancara kepada guru

al-Qur’an bertujuan untuk menggali informasi seputar proses belajar

mengajar di kelas dan perkembangan siswa.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data yang mengenai hal-hal

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat,

agenda dan sebagainya.30 Metode ini, peneliti gunakan untuk mencari

data-data mengenai hal-hal yang perlu diteliti di SDIT Attaqwa 02

tersebut sehingga memungkinkan data-data yang perlu diteliti dapat

terkumpul. Data-data yang diperlukan terkait hasil nilai siswa dan

29
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 2004 ), 218.
30
catatan-catatan pendukung bagi terlaksananya program taḥfiẓ.Al-quran

SDIT Attaqwa 02.

C. TEKNIK ANALISA DATA

Dalam menganalisis data yang terkumpul, peneliti menggunakan dua

tahapan yaitu pengolahan data dan analisis data. Yang dimaksud dengan

pengolahan data adalah mengubah data mentah menjadi data yang lebih

bermakna.31 Dalam hal ini peneliti menghitung data dari lembar observasi

evaluasi program taḥfiẓ yang berisi komponen dan indicator evaluasi dengan

empat kolom kriteria dari masing-masing komponen yang ada. Selanjutnya

peneliti menentukan rumus bahwa jika nilai akhir disingkat NA, jumlah

perolehan skor disingkat JPS, dan jumlah skor maksimal disingkat JSM,

maka penghitungan nilai akhir dilakukan dengan menggunakan rumus:

NA = JPS : JSM X 100.32

Setelah melakukan pengolahan data, analisis data merupakan kelanjutan dari

pengolahan data. Analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis data

secara kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan menggunakan

teknik analisis data interaktive model seperti yang dikembangkan oleh Miles

dan Huberman. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen

yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan

penarikan serta pengujian kesimpulan/verifikasi (drawing and verifying

conclutions).33

31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, 53
32
Ibid,..hal. 54.
33
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), 246-253
a. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data

“kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada tahap

ini, peneliti melakukan kegiatan pemusatan perhatian pada data yang

telah terkumpul berupa: menyeleksi data yakni memilih dan memilah

data-data yang sejalan dengan relevansi fokus penelitian ini. Tahap

selanjutnya adalah menyimpelkan data, artinya dalam data terpilih

disederhanakan sejalan dengan tema yang dikaji.

b. Penyajian Data (data display)

Tahap penyajian data dimaksudkan untuk menyajikan data,

matriks, grafik, jaringan dan bagan.Melibatkan langkah-langkah

mengorganisasikan data yakni menjalin (kelompok) data yang satu

dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis

benar-benar dilibatkan dalam satu kesatuan. Penyajian data merupakan

rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga

mudah dipahami. Data yang tersaji berupa kelompok-kelompok atau

gugusan yang kemudian saling dikait-kaitkan sesuai dengan kerangka

teori yang digunakan.34 Pada tahap ini adalah berupa kegiatan peneliti

dalam menyajikan data, melakukan pengorganisasian data dalam bentuk

penyajian informasi berupa teks naratif hasil kualitatif dan hasil

kuantitatif.

c. Menarik dan Pegujian Kesimpulan (drawing and verifying conclutions)


34
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Cet II, (Yogyakarta: LKis, 2008), 104.
Pada tahap ini peneliti mengimplementasikan prinsip induktif dengan

mempertimbangkan pola-pola data yang ada dan atau kecenderungan dari

display data yang telah dibuat. 35 Penarikan kesimpulan sebagai dari satu

kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi

selama penelitian berlangsung. Verifikasi merupakan tinjauan ulang pada

catatan-catatan lapangan dengan peninjauan kembali sebagai upaya untuk

menempatkan Salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

D. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan tujuan untuk

menunjukkan bahwa penelitian benar-benar ilmiah dan hasilnya dapat

ditertanggungjawabkan. Agar penelitian bersifat ilmiah dan hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan, data yang diperoleh pada proses penelitian harus

kredibel.

Menurut Lexy J. Moleongmengemukakan bahwa untuk memeriksa

kredibilitas data, dapat ditempuh tujuh teknik pemeriksaan keabsahan data,

yaitu: perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi,

pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif, dan

pengecekan anggota.36 Untuk memeriksa kredibilitas data, peneliti

menggunakan teknik perpanjangan keikutsertaan dan triangulasi.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai instrumen

penelitian.37 Oleh karena itu, keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam

35
ibid,…hal. 106.
36
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian, 175.
37
Ibid,…hal. 175
pengumpulan data. Perpanjangan keikutsertaan dimaksudkan untuk

memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.

Dalam penelitian ini, peneliti sering datang ke sekolah tempat penelitian sejak

studi pendahuluan sampai dengan penulisan laporan selesai untuk melakukan

observasi dan ikut terlibat di kelas, wawancara dengan pihak-pihak terkait,

dan mempelajari dokumen-dokumen pelaksanaan program taḥfiẓ.

Lexy J. Moleong menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

itu.38 Denzin, dalam Moleongmembedakan empat macam triangulasi sebagai

teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,

penyidik, dan teori.39 Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan penggunaan sumber dan

metode.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan

alat yang berbeda dalam metode kualitatif.40 Pada penelitian ini, peneliti

menempuh dua jalan, yaitu: (1) membandingkan data hasil pengamatan

dengan data hasil wawancara dan (2) membandingkan hasil wawancara

dengan isi dokumen yang berkaitan.

Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton, dalam Moleong,

terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan


38
Ibid,….hal 179
39
Ibid,.…hal 179
40
Ibid,….hal 179
hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data dan (2)

pengecekan

derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Pada

penelitian ini, peneliti melakukan pemeriksaan keabsahan data melalui tiga

teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman

wawancara, instrumen observasi, dan instrumen evaluasi pelaksanaan

program taḥfiẓ Al-Quran beserta penskorannya. Instrumen-instrumen tersebut

secara rinci terlampir pada laporan hasil penelitian ini.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pelaksanaan Program Tahfizh di SDIT Attaqwa 02

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
B. Rekomendasi

Anda mungkin juga menyukai