Kolaborasi Jawa Timur
Kolaborasi Jawa Timur
ABSTRAK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan “collaborative governance” dalam pengentasan-
kemiskinan di Bangkalan, pihak-pihak yang bertanggung jawab dan strategi penanggulangan kemiskinan apa yang
digunakan di Bangkalan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan pendekatan teoritis dari “Ansell and
Gash (2007) “menjadi dasar peneliian ini. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara, observasi dan dokumentasi
kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, inferensi dan verivikasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa
“coolaborative governance” dalam penanggulangan kemiskinan di wilayah Bangkalan tidak efektif dilihat dari
“kondisi awal, design” institusional, “kepemimpinan fasilitatif, dan proses kolaborasi” disebabkan belum adanya
keseragaman standar dan persepsi mengenai masyarakat miskin. Bupati selaku penanggung jawab dan para pemangku
kepentingan yang tergabung dalam TKPKD dalam penanggulangan kemiskinan merujuk pada kerangka kebijakan
yang ditetapkan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan. Dipandang perlu adanya penyamaan persepsi tentang
standar masyarakat miskin di tingkat pusat dan daerah serta sinkronisasi data masyarakat miskin secara periodik
sehingga terjamin kevalidannya.
DOI: https://10.33701/jiwbp.v13i2.3329
Terbit Tanggal 28 April 2023
Jurnal Ilmiah Wahana Bhakti Praja, Vol. 13, No. 1, April 2023 67
Sebagai pelaku utama kerjasama, pengurus harus TKP2KD membuat ego industri masing-masing
menghadirkan ide dan gagasan yang mendorong pemangku kepentingan tetap terjaga. Ansel dan
para pihak untuk terlibat dalam kegiatan strategis. Gash (2007) menjelaskan dalam artikelnya bahwa
Dukungan sumber daya dan transparansi publik proses co-management (1) membutuhkan kondisi
diperlukan untuk membangun kepercayaan di awal (initial condition); (2) desain kelembagaan;
antara semua pemangku kepentingan. Saat Anda (3) pemberdayaan kepemimpinan; dan (4) proses
bekerja sama, Anda mencari perspektif yang kolaboratif.
sama, menghargai inovasi, dan menghindari Dari uraian di atas terdapat 3 ruang
ketergantungan sumber daya pada pemangku lingkup yaitu (1) Kebijakan penanggulangan
kepentingan lainnya. kemiskinan; (2) Collaborative/kerjasama; (3)
Tingginnya angka kemiskinan. Karena waktu,
Azis (2021) dalam orasi ilmiahnya di tenaga dan biaya penelitian ini terbatas pada
Universitas Indonesia menyatakan bahwa rumusan masalah kolaboratif:
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks 1. Siapa saja yang” terlibat aktif dalam
dan multidimensi yang mempengaruhi semua penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
negara di dunia. Meskipun banyak program anti Bangkalan Provinsi Jawa Timur?”
kemiskinan telah dilaksanakan oleh pemerintah 2. Bagaimana Collaborative governance dalam
dan pemerintah daerah, banyak dari program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
tersebut belum tentu menghasilkan pengurangan Bangkalan “Provinsi Jawa Timur?”
kemiskinan yang terjadi saat ini 3. Strategi Collaborative governance dalam
penanggulangan kemiskinan apa yang
Ansell & Gash, (2007) menyebut dengan digunakan di Kabupaten” Bangkalan Provinsi
istilah kemitraan adalah seperangkat pengaturan Jawa Timur?
di mana satu atau lebih lembaga publik secara Secara teoritis, penelitian ini dapat
langsung melibatkan aktor non-pemerintah dalam memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu
proses pengambilan keputusan atau diskusi administrasi publik khususnya kerjasama dalam
formal, konsensual dan dinegosiasikan yang pengentasan kemiskinan. Dalam
ditujukan untuk pembuatan atau implementasi implementasinya, penyelenggara negara
kebijakan publik atau program atau kegiatan diharapkan dapat meningkatkan keahliannya,
pengaturan khususnya di bidang kerja sama penanggulangan
Penelitian sebelumnya yang dilakukan kemiskinan daerah.
(Fitriani, Ika dkk., 2017) menjelaskan
penghambat pelaksanaan collaborative KERANGKA PEMIKIRAN
governance dalam penanggulangan kemiskinan
adalah (1) Setiap kelompok TKP2KD secara Badan Pusat Statistik (BPS : 2020)
berkala menyelenggarakan forum khusus proses memahami kemiskinan sebagai ketidakmampuan
pengelolaan bersama untuk menciptakan perekonomian untuk memenuhi kebutuhan
kesamaan pemahaman tentang tanggung jawab pangan pokok, bukan pangan di sisi pengeluaran.
dan tugasnya. (2) kurangnya kepemimpinan yang Tarmizi A. Karim (2013, 33) mengemukakan
suportif yang dapat menggerakkan seluruh unsur bahwa:
dan komponen TKP2KD; (3) inovasi murah yang Kemiskinan adalah Kurangnya
dapat meningkatkan partisipasi kerjasama pengetahuan dan buta huruf,
ketidakmampuan untuk mengungkapkan
TKP2KD; (4) Minimnya pengawasan dan
pendapat dan mengungkapkan minat.
evaluasi terhadap keseluruhan operasional Kemiskinan adalah kurangnya pekerjaan
dan (8) kebijakan tersebut harus mmemut oleh organisasi pemerintah; kolaborasi
kewajiban.” melibatkan aktor pemerintah dan non pemerintah;
7. Koschmann Kuhn, dan Pfarrer (2012) “ orientasi pada consensus dan musyawarah,
Model ini menawarkan konsep manajemen
dilaksanakan untuk mencapai tujuan bersama;
kolaboratif dengan mengkaji bagaimana
praktik komunikasi antar anggota harus dan kolaborasi terjadi untuk membuat dan/atau
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas mengimplementasikan kebijakan publik dan
kolaborasi, dengan fokus pada konsep program publik. Bahkan Sunu, dkk (2020:41)
sebagai berikut:(1) meningkatkan peluang menegaskan bahwa fokus collaborative
kerjasama; (2) evaluasi kerjasama; governance adalah pada kebijakan publik dan
8. Schottle, Haghsheno dan Gehbauer (2014)” urusan publik.
Schottle “membandingkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kemandirian, kerja “Collaborative governance” dalam
sama dan kolaborasi. Sementara faktor
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
terkuat yang mempengaruhi kerja sama
adalah kompromi, komunikasi, komitmen, Bangkalan ditinjau dengan model “Ansell dan
saling percaya, berbagi informasi, berbagi Gash (2007)” dengan 4 (empat) variabel utama
informasi dan pengambilan risiko bersama, yang terdiri dari (1) “kondisi awal (Starting
faktor yang lebih lemah adalah timbulnya Condition);” (2) “desain” kelembagaan
potensi konflik, koordinasi, kontrol, “(Institutional Design); (3) kepemimpinan
kemitraan, dan kemandirian. “ fasilitatif” (Fasilitatif “Leadership)” dan (4)
“proses kolaboratif (Colaborative Process).”
Dari pendapat tersebut menunjukkan
bahwa: “collaborative governance” diinisiasi
Berkurangnya
Siapa saja yang terlibat aktif dalam
penanggulangan kemiskinan “di Kabupaten Collaborative angka
Bangkalan Provinsi Jawa Timur ?” governance dalam kemiskinan di
Penanggulangan
Bagaimana kolaborasi pemerintahan dalam Kemiskinan di Kabupaten
penanggulangan kemiskinan “di Kabupaten Kabupaten Bangkalan
Bangkalan Provinsi Jawa Timur?” Bangkalan
Strategi kolaborasi pemerintahan dalam
penanggulangan kemiskinan apa yang digunakan
di Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur ?
a. Aman. Pengeluaran daerah yang aman yaitu para pihak yang secara legal formal
mendukung percepatan dan perluasan ditetapkan dalam keanggotaan TKPKD (“Tim
pengujian PCR, pengawasan dan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan yang
karantina, dan pengembaliannya ke ditetapkan dengan Keputusan Bupati:
lingkungan hijau. “Collaborative governance dalam
b. Sehat. Belanja daerah ditujukan untuk penanggulangan kemiskinan belum berjalan
mendorong swasembada pelayanan efektif dilihat dari:
kesehatan di rumah, rumah sakit, alat a. Starting condition dalam penangulangan
kesehatan dan obat-obatan.. kemiskinan menunjukkan bahwa sumber
c. Berdaya. Belanja daerah digunakan daya telah melibatkan semua pemangku
untuk distribusi biaya hidup serta untuk kepentingan baik dalam pemanfaatan
program padat karya. APBN dari berbagai KL maupun APBD
d. Tumbuh. Belanja daerah bertujuan untuk termasuk APBDes, dunia usaha sehingga
merangsang pertumbuhan ekonomi program CSR dapat terintegrasi dengan
melalui keringanan pajak dan pemerintah yang terkoordinir dalam
merangsang ekonomi di tingkat mikro TKPKD. Hal ini telah dilakukan sejak
dan di sektor lainnya dikeluarkannya Perpres Nomor 15 Tahun
e. Beli produk lokal, terutama dorong untuk 2010. Namun demikian angka
membeli produk lokal di Kabupaten kemiskinan masih tinggi yang
Bangkalan. (LP2KD, 2021: 35). disebabkan standar adanya perbedaan
Kebijakan yang menitikberatkan pada standar masyarakat miskin.
upaya mendorong atau mendukung pertumbuhan b. Institusional Design (Desain
ekonomi di Kabupaten Bangkalan Institusional) didasarkan pada hubungan
diimplementasikan melalui industri pariwisata. kelembagaan dari masing-masing
Karena multiplier effect dari industri pariwisata perangkat daerah yang dipandang tugas
sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pokok dan fungsinya mempunyai peran
jumlah pengangguran dan orang miskin semakin dalam penanggulangan kemiskinan,
berkurang. sesuai aturan yang jelas, koordinasi yang
Strategi Penanggulangan Kemiskinan intens dan rutin baik melalui rapat dan
Ekstrim mengacu pada Pedoman apel, didukung tranparansi dalam
Penanggulangan Kemiskinan Ekstrim yang melaksanakan kegiatan.
dikeluarkan oleh Kementerian Kemiskinan dan c. Fasilitative Leadership (Kepemimpinan
Pemberdayaan Masyarakat Sub Bidang Fasilitatif)
Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bupati selaku penanggung jawab juga
Kementerian PPN/Bappenas, yaitu: sebagai pemimpin fasilitatif. Dengan
1. Dukungan pengeluaran publik; posisinya menjadi penghubung antara
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat; Dan pemerintah, swasta, masyarakat dan
3. Meminimalkan daerah kemiskinan akademisi. Juga memainkan perannya
dengan mendorong merangkul,
SIMPULAN memotivasi, memberdayakan dan
menggerakkan para pemangku
Kemiskinan merupakan masalah yang kepentingan sehingga masing-masing
meluas dan karenanya harus ditanggulangi pemangku kepentingan sadar dan tanpa
bersama . Namun demikian ada pihak-pihak yang paksaan melaksanakan tugas dan
terlibat aktif dalam penanggulangan kemiskinan
© 2023 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms
and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license