Anda di halaman 1dari 25

Analisis Tingkat WTP Masyarakat Kota Pekalongan terhadap

Nilai Keberadaan Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Kelas E

Disusun oleh:
Orbit Varasta Prakosa
F0121184

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2023

1
Daftar Isi
Halaman Judul .......................................................................................................1
Daftar Isi .................................................................................................................2
Bab 1. Pendahuluan ...............................................................................................3
1.1. Latar Belakang...............................................................................................3
1.2. Kondisi Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan ..................................5
1.3. Jurnal Referensi .............................................................................................8
Bab 2. Metode Penelitian .....................................................................................10
2.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................10
2.2 Teknik Penarikan Sampel .............................................................................10
2.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................................10
2.4 Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................11
2.5 Definisi Operasional Variabel ......................................................................12
2.6 Teknik Analisis Data ....................................................................................15
Lampiran: Dokumentasi Penelitian ...................................................................17
Daftar Pustaka ......................................................................................................25

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu kota yang berada di pesisir utara Pulau Jawa,
Pekalongan menghadapi masalah klasik yang sama dengan daerah pantura
lainnya, yaitu rob dan abrasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah endapan sedimentasi sungai, penurunan muka tanah,
kenaikan muka air laut, sampah, dan kerusakan tanggul banjir (Salim &
Siswanto, 2018). Dampak dari banjir rob antara lain adalah kerusakan
beberapa fasilitas publik, seperti jalan, gedung, dan sanitasi.
Lebih jauh, aktivitas perekonomian Kota Pekalongan yang sebagian
didominasi oleh industri perikanan menjadi terganggu. Berdasarkan rilis
Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Pekalongan pada 2009, 185 Ha dari
296,97 Ha area tambak di Kota Pekalongan yang tersebar di Kelurahan
Bandengan, Kandang Panjang, Panjang Baru, Degayu, dan Krapyak Lor
rusak akibat banjir rob yang mengakibatkan terjadinya penurunan
produktivitas perikanan di kota pekalongan sepanjang tahun.
Sebagai respons dari kerusakan dan degradasi lingkungan di atas,
diperlukan adanya upaya konservasi lingkungan untuk mengatasi
permasalahan yang diakibatkan oleh banjir rob di Kota Pekalongan. Dalam
hal ini, hutan mangrove atau hutan bakau mempunyai peranan untuk
mencegah terjadinya abrasi, mencegah sedimentasi, dan memperlambat
kecepatan arus air laut (Onrizal, dalam Salim & Siswanto, 2018).
Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan berlokasi di Kelurahan
Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan.
Kawasan ini mempunyai total luas lahan sebesar sembilan puluh hektar
yang belum sepenuhnya selesai dibangun. Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan dulunya merupakan kawasan tambak udang yang dimiliki oleh
Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kelautan Kota Pekalongan yang
dialihfungsikan menjadi Pusat Restorasi dan Pengembangan Mangrove
pada 2013. Saat ini, Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan berfungsi

3
sebagai kawasan wisata, lokasi budidaya ikan, kepiting, rumput laut, serta
sarana pembelajaran mengenai konservasi hutan bakau.
Berdasarkan uraian di atas, diperlukan kajian mengenai tingkat
kemauan membayar masyarakat terhadap nilai keberadaan Kawasan Hutan
Mangrove Kota Pekalongan. Tingkat kemauan membayar atau willingness
to pay didefinisikan sebagai “pengukuran jumlah maksimum seseorang
ingin mengorbankan sejumlah nilai moneter tertentu untuk memperoleh
barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan”
(Fauzi, dalam Gumilar, 2019).
Nilai keberadaan diartikan sebagai nilai yang diberikan masyarakat
kepada suatu sumber daya karena nilai estetika, spiritual dan budaya. Nilai
ini tidak terkait dengan nilai guna suatu objek saat ini atau di masa depan,
melainkan murni sebagai bentuk kepedulian dari keberadaan sumber daya
(Baron, dalam Hamuna et al., 2018). Pengukuran tingkat WTP berdasarkan
nilai keberadaan penting dilakukan mengingat masyarakat mempunyai
peranan yang penting di dalam upaya pelestarian lingkungan dari ancaman
banjir rob.
Perhitungan tingkat kemauan membayar dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui harga atau nilai optimal yang dimiliki oleh Kawasan
Hutan Mangrove Kota Pekalongan. Lebih jauh, dengan mengetahui hal
tersebut, dapat ditentukan skala prioritas mengenai pengelolaan dan
konservasi Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan. Selain itu, jika
diketahui bahwa nilai WTP tinggi, maka pengambilan kebijakan pemerintah
dapat berorientasi pada upaya untuk mempertahankan Kawasan Hutan
Mangrove Kota Pekalongan dengan dukungan dan peran serta masyarakat
untuk ikut merawatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemauan
membayar masyarakat Kota Pekalongan terhadap nilai keberadaan
Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan. Dalam hal ini akan digunakan
metode analisis CVM untuk mengetahui WTP. Penelitian ini juga
membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat WTP yang
akan dianalisis menggunakan metode regresi linear berganda. Adapun

4
faktor-faktor yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap WTP adalah usia,
tingkat pendidikan, tingkat kepedulian terhadap lingkungan, dan minat
untuk berwisata. Penelitian ini mencoba untuk menerapkan penelitian yang
dilakukan Hamuna, dkk, (2018) dalam konteks Kawasan Hutan Mangrove
Kota Pekalongan. Dalam penelitiannya yang dilakukan di Jayapura, WTP
terhadap kawasan hutan mangrove hanya dipengaruhi oleh pendapatan,
partisipasi peserta, serta lokakarya, seminar, atau pelatihan tentang
ekosistem mangrove. Sementara itu, tidak ditemukan pengaruh yang
signifikan dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan
terhadap tingkat WTP (Hamuna et al., 2018)
1.2 Kondisi Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan
Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan terletak di Kelurahan
Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Jalan
menuju lokasi relatif dapat dilalui oleh semua jenis kendaraan. Namun, pada
saat sore hari terkhusus saat keadaan laut sedang pasang, akses jalan menuju
lokasi cukup berbahaya untuk dilalui karena jalan banyak tergenang air rob
yang bersifat korosif. Lokasi Kawasan Hutan Mangrove terletak berdekatan
dengan Kawasan Wisata Pantai Pasir Kencana dan Pelabuhan Kota
Pekalongan.

Gambar 1. Kondisi Jalan Menuju KHM Saat Rob (Sumber: portalpekalongan.blogspot.com)

Saat tiba di lokasi pada siang hari, kawasan hutan mangrove terlihat
cukup sepi. Hanya terdapat beberapa pengunjung yang sedang melakukan
kegiatan memancing. Harga tiket masuk ke Kawasan Hutan Mangrove
adalah sebesar Rp4.000,00.

5
Gambar 2. Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan Tampak Depan

Terdapat loket pembayaran yang terletak di belakang gerbang


masuk. Kesan pertama yang didapat saat berkunjung ke Kawasan Hutan
Mangrove adalah kondisinya yang memang cukup tak terawat.

6
Penulis bisa melihat banyak sampah tergenang di area depan hutan
mangrove. Setelah itu, terdapat pusat informasi mangrove yang juga tampak
tak terurus. Beberapa ruangannya berantakan dan kotor, seperti tak pernah
terpakai. Di sana terdapat diorama miniatur Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan dan papan tulisan yang berisi jenis-jenis mangrove yang
dibudidayakan di Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan.

Dari ruangan ini kita sudah dapat melihat bentangan perairan laut
yang diisi oleh banyak tumbuhan bakau. Kawasan ini juga dilengkapi oleh

7
musala, toilet, menara pandang, pusat informasi mangrove, dan perahu yang
dapat digunakan untuk berkeliling. Terdapat pula jembatan yang
mengubungkan kawasan darat sampai pada ujung pepohonan mangrove
yang letaknya agak menjorok di daerah laut.
1.3 Jurnal Referensi
a) Hamuna, B., Rumahorbo, B., Keiluhu, J.H., Alianto (2018).
Willingness to Pay for Existence Value of Mangrove Ecosystem in
Youtefa Bay, Jayapura, Indonesia. Journal of Environmental Management
and Tourism, (Volume IX, Fall), 5(29): 907-915.
DOI:10.14505/jemt.v9.5(29).02
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi seberapa besar nilai
kemauan membayar (WTP) yang diberikan oleh penduduk lokal terhadap
keberadaan ekosistem mangrove di Teluk Youtefa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 92,98% (212 responden) dari total
responden bersedia berkontribusi atau membayar, sedangkan hanya 7,02%
(16 responden) yang tidak bersedia. Nilai WTP agregat sebesar
Rp28.811.052,63/tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
pendapatan dan partisipasi serta seminar/pelatihan/workshop terkait
dengan ekosistem mangrove memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
nilai WTP.
b) Salim, M. A. (2018). Penanganan banjir dan rob di wilayah
Pekalongan. Jurnal Teknik Sipil, 11, 15-23.
Banjir rob di wilayah pesisir Pekalongan merupakan masalah lama
dan diperkirakan semakin meluas. Dampak dari banjir rob ini sangat besar
terhadap berbagai aspek di wilayah pesisir Pekalongan. Jika tidak ada
tindakan yang signifikan dari pemerintah, termasuk Pemerintah Pusat,
Provinsi, dan Daerah, pemukiman kumuh yang diakibatkan oleh banjir rob
di wilayah tersebut akan semakin besar dan meluas ke wilayah lain karena
air laut yang terus meningkat setiap tahunnya akan menyebabkan banjir
rob di bibir pantai. Selain itu, banjir rob juga akan menyebabkan kerusakan
di berbagai sektor dan menimbulkan kerugian yang diperkirakan mencapai
triliunan rupiah. Oleh karena itu, penanganan banjir rob perlu dilakukan

8
untuk meningkatkan daya dukung infrastruktur dan transportasi wilayah
Pekalongan. Penulisan ini menggunakan metode penulisan studi pustaka.
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa penanganan banjir
rob adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
c) Gumilar, I. (2019). Willingness to Pay Masyarakat Terhadap
Sumberdaya Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Perairan Pulau
Biawak. Sosiohumaniora, 21(3), 342-348.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor sosial
ekonomi yang mempengaruhi willingness to pay (WTP) masyarakat dalam
mempengaruhi nilai sumber daya terumbu karang di Kawasan Konservasi
Perairan (KKP) Pulau Biawak Provinsi Jabar. Penelitian ini menggunakan
metode studi kasus dan dianalisis secara deskripsi menggunakan perangkat
statistik regresi linier berganda. Unit analisis adalah enam wisatawan dan
tiga puluh tujuh masyarakat nelayan yang berkunjung ke KKP Pulau
Biawak. Berdasarkan hasil penelitian, pendidikan dan penghasilan
berpengaruh signifikan terhadap WTP.

9
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Ruang Lingkup Penelitian
Objek penelitian ini adalah Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan yang berlokasi di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan
Pekalongan Utara, Kota Pekalongan. Sumber data yang digunakan adalah
data primer yang berasal dari jawaban responden atas survei yang dilakukan
pada tanggal 8 Mei 2023. Adapun metode yang digunakan adalah simple
random sampling dengan melakukan penyebaran angket melalui media
google form.
Penelitian ini akan membahas mengenai pengetahuan masyarakat
Kota Pekalongan terhadap keberadaan Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan, tingkat WTP responden terhadap nilai keberadaan kawasan
hutan mangrove yang dihitung dengan metode CVM dan faktor-faktor yang
memengaruhinya yang dianalisis dengan metode regresi linear berganda.
2.2 Teknik Penarikan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota Pekalongan.
Adapun teknik penarikan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling. (Sumargo, 2020:28) mendefinsikan simple random sampling
sebagai “prosedur pengambilan sampel paling sederhana yang dilakukan
secara fair, artinya setiap unit mempunyai kesempatan yang sama untuk
dapat memilih”.
Simple random sampling mempunyai kelebihan, di antaranya
adalah analisis parameternya sederhana dan rumus yang digunakan relatif
mudah. Adapun kondisi yang memungkinkan dilakukannya penarikan
sampel dengan metode simple random sampling adalah: variabel bersifat
homogen, unit dalam populasi menyebar secara merata, dan terdapat
kerangka sampel yang lengkap.
2.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama.
Data sekunder adalah data yang didapat dari bukan sumber pertama (Gani

10
& Amalia, 2014). Adapun data primer bersumber dari jawaban responden
dari angket yang telah disebar berupa profil responden, pengetahuan
responden terhadap Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan, serta
tingkat kemauan membayar responden terhadap nilai keberadaan Kawasan
Hutan Mangrove Kota Pekalongan. Selain itu, dilakukan pula observasi
terhadap Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan pada tanggal 18 April
2023. Data sekunder bersumber dari laman web direktoripariwisata.id, situs
web resmi Direktorat Tata Kelola Destinasi dan Pariwisata Berkelanjutan,
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia berupa
informasi mengenai Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan.
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam makalah ini dikumpulkan melalui studi pustaka
dari jurnal-jurnal ilmiah dan penyebaran angket. Dalam hal ini populasi
yang diteliti adalah masyarakat Kota Pekalongan dengan teknik sampling
menggunakan simple random sampling dengan menggunakan media survei
google form pada periode 7 sampai 8 Mei 2023.
Di dalam survei yang diajukan kepada tujuh responden, penulis juga
menanyakan beberapa hal terkait dengan pengetahuan responden terhadap
Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan. Pertanyaan pertama adalah
mengenai apakah responden mengetahui tentang keberadaan Kawasan
Hutan Mangrove Kota Pekalongan yang dijawab oleh seluruh responden
dengan jawaban “Ya”. Pertanyaan ini diajukan untuk menegaskan bahwa
responden menyadari tentang nilai keberadaan dari Kawasan Hutan
Mangrove Kota Pekalongan.
Pertanyaan kedua adalah mengenai apakah responden mengetahui
bahwa Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan dimanfaatkan sebagai
objek wisata. Selaras dengan jawaban dari pertanyaan pertama, seluruh
responden mengetahui bahwa Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan
dimanfaatkan sebagai kawasan objek wisata. Pertanyaan mengenai apakah
responden mengetahui bahwa Kawasan Hutan Mangrove dimanfaatkan
sebagai budidaya ikan, rumput laut, dan kepiting juga ditanyakan. Hasilnya,
tiga dari tujuh responden tidak mengetahui bahwa Kawasan Hutan

11
Mangrove dimanfaatkan sebagai budidaya ikan, rumput laut, dan kepiting.
Sementara itu, sisanya mengetahui pemanfaatan lokasi Kawasan Hutan
Mangrove dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya ikan, rumput laut, dan
kepiting soka.
Pertanyaan keempat adalah mengenai apakah responden mengetahui
bahwa Kawasan Hutan Mangrove dimanfaatkan sebagai sarana
pembelajaran mengenai konservasi hutan bakau. Berdasarkan pertanyaan
tersebut, enam dari tujuh responden mengetahui, sementara satu dari tujuh
responden tidak mengetahui. Selanjutnya ditanyakan pula mengenai apakah
responden pernah mengunjungi Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan. Berdasarkan pertanyaan ini, seluruh responden pernah
mengunjungi Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai apakah responden
mempunyai minat untuk mengunjungi Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan. Berdasarkan pertanyaan ini, dua dari tujuh responden mengaku
tidak mempunyai minat untuk mengunjungi Kawasan Hutan Mangrove
Kota Pekalongan. Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai apa kesan yang
responden dapatkan saat mengunjungi Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan. Rata-rata responden menjawab bahwa Kawasan Hutan
Mangrove Kota Pekalongan adalah tempat yang cukup menarik untuk
dikunjungi. Meskipun demikian, seluruh responden mengaku bahwa
kondisi Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan cukup tidak terawat
dan kotor.
2.5 Definisi Operasional Variabel
Akan diteliti faktor yang memengaruhi WTP sehingga analisis
variabel adalah sebagai berikut.
1. Variabel Terikat (Y) : Tingkat WTP

12
Willingness to pay didefinisikan sebagai “pengukuran jumlah
maksimum seseorang ingin mengorbankan sejumlah nilai moneter tertentu
untuk memperoleh barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam
Berapa harga yang Anda mau dan lingkungan” (Fauzi, dalam
bayarkan saat berkunjung ke Gumilar, 2019).
Kawasan Hutan Mangrove Kota Tabel di samping adalah nilai
Pekalongan? WTP dari tujuh responden yang
Rp20.000,00 diteliti. Berdasarkan tabel di
samping, terlihat bahwa nilai
Rp5.000,00
maksimal dari data adalah
Rp15.000,00
Rp20.000,00 sedangkan nilai
Rp10.000,00 minimalnya adalah Rp.5000,00.
Rp20.000,00 Berdasarkan rumus perhitungan
Rp7.500,00 WTP dengan metode CVM,

Rp15.000,00 didapat bahwa WTP untuk


Kawasan Hutan Mangrove Kota
Pekalongan adalah Rp13.249,29 atau dapat dibulatkan menjadi
Rp.13.000,00. Hal ini jauh lebih tinggi dari harga tiket masuk Kawasan
Hutan Mangrove Kota Pekalongan yang hanya sebesar Rp.4.000,00.
Dengan kata lain, konsumen memperoleh surplus sebesar Rp.9.000,00.
2. Variabel bebas (X1) : Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan didefinisikan sebagai pendidikan terakhir yang
ditempuh responden saat ini. Akan dihipotesiskan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, maka tingkat WTP semakin tinggi pula. Berdasarkan
jawaban dari angket yang telah disebar, pendidikan terakhir dari seluruh
responden adalah SLTA/Sederajat.
3. Variabel bebas (X2) : Usia
KBBI mendefinisikan usia sebagai umur, atau “lama waktu hidup atau ada
(sejak dilahirkan atau diadakan)”. Akan dihipotesiskan bahwa semakin
tinggi usia, maka WTP akan semakin tinggi pula. Berdasarkan jawaban
responden, di dapat hasil sebagai berikut.

13
4. Variabel bebas (X3) : Tingkat Kepedulian Lingkungan
Tingkat kepedulian lingkungan didefinisikan sebagai seberapa peduli
responden terhadap isu lingkungan dan upaya-upaya pelestarian
lingkungan. Untuk menjawab pertanyaan ini, disediakan skala likert dari
satu sampai lima di mana semakin tinggi angka menunjukkan tingkat
kepedulian yang semakin tinggi. Akan dihipotesiskan bahwa semakin tinggi
tingkat kepedulian lingkungan, maka WTP akan semakin tinggi pula.

5. Variabel bebas (X4) : Minat untuk Berwisata


Minat untuk berwisata menunjukkan seberapa tinggi minat responden untuk
melakukan kegiatan wisata secara umum. Untuk menganalisis hal ini,
digunakan skala likert dari satu sampai lima di mana semakin tinggi angka
menunjukkan minat untuk berwisata yang semakin tinggi pula. Akan
dihipotesiskan bahwa semakin tinggi minat untuk berwisata di Hutan
Mangrove Kota Pekalongan, maka WTP akan semakin tinggi pula.

14
2.6 Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, akan dilakukan pendeskripsian hasil
jawaban responden dan narasi mengenai kondisi Kawasan Hutan Mangrove
Kota Pekalongan. Selanjutnya, akan dilakukan pula perhitungan WTP
dengan menggunakan teknik analisis CVM (Contingent Value Method).
Dalam hal ini, Fauzi, dalam (Hamuna et al., 2018) menjelaskan bahwa
metode CVM sering digunakan untuk menganalisis nilai guna tak langsung
atau nilai guna pasif. Metode ini secara langsung menanyakan jumlah uang
yang bersedia mereka bayarkan sebagai nilai WTP (Ligus, dalam Hamuna
et al., 2018). Dalam hal ini, perhitungan WTP dengan metode CVM
ditentukan dengan formula sebagai berikut.

Bagan 1. Sumber: Hamuna, et.al, 2018

Berdasarkan rumus di atas, perhitungan WTP berdasarkan jawaban


responden adalah sebagai berikut (dalam ribuan rupiah).

20 + 5 + 15 + 10 + 20 + 7.5 + 15
𝑊𝑇𝑃 = 𝐸𝑉 =
7
Berdasarkan rumus perhitungan WTP dengan metode CVM, didapat
bahwa WTP untuk Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan adalah

15
Rp13.249,29 atau dapat dibulatkan menjadi Rp.13.000,00. Hal ini jauh lebih
tinggi dari harga tiket masuk Kawasan Hutan Mangrove Kota Pekalongan
yang hanya sebesar Rp.4.000,00. Dengan kata lain, konsumen memperoleh
surplus sebesar Rp.9.000,00.

16
LAMPIRAN

17
18
19
20
21
22
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Gani, I., & Amalia, S. (2014). Alat Analisis Data. Penerbit Andi.
Gumilar, I. (2019). Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi
Willingness To Pay Masyarakat Dalam Penentuan Nilai Sumberdaya Terumbu
Karang Di Kawasan Konservasi Perairan Pulau Biawak Provinsi Jawa Barat.
Sosiohumaniora, 21(3), 342–348.
https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v21i3.21371
Hamuna, B., Rumahorbo, B. T., Keiluhu, H. J., & Alianto. (2018). Willingness to
Pay for Existence Value of Mangrove Ecosystem in Youtefa Bay, Jayapura,
Indonesia. Journal of Environmental Management and Tourism, VII(4), 1–13.
Salim, M. A., & Siswanto, A. B. (2018). Penanganan Banjir Dan Rob Di Wilayah
Pekalongan. Jurnal Teknik Sipil, 11, 1–8.
http://jurnal.untagsmg.ac.id/index.php/jts/index
Sumargo, B. (2020). Teknik Sampling. UNJ Press.

25

Anda mungkin juga menyukai