Anda di halaman 1dari 2

Hal yang tak terhindarkan dalam hidup manusia adalah penderitaan fisik, baik berupa

penyakit, kemiskinan, atau penderitaan-penderitaan lain yang membuat kita tidak nyaman.
Pengalaman ini kerap membuat seseorang merasa putus harapan, atau bahkan
menyalahkan dan mengutuk Tuhan. Apalagi jika penderitaan itu mencapai level yang
ekstrim.

Kita diajarkan untuk bersikap positif manakala doa dan permintaan kita tak segera
dikabulkan Tuhan. Menghadapi situasi semacam itu, kita diharuskan berbaik sangka.
Barangkali Tuhan punya rencana lain.

Oleh karnanya berbicara mengenai cobaan yang kadang kita derita dalam hidup.
Sebagai orang beriman, kita diajak oleh Ibnu A’thaillah agar bersikap sama menghadapi
cobaan ini, yaitu berbaik sangka. Menurut Ibnu ‘Athaillah, cobaan dan penderitaan dalam
hidup adalah cara Tuhan ingin mengenalkan diriNya kepada kita. Penderitaan adalah
sarana Tuhan mau menjadikan diriNya lebih dekat kepada kita.

Sakit, kemiskinan, penderitaan adalah wijhah min at-ta’ruf, cara Tuhan menyingkap
diri agar kita kenali secara lebih dekat lagi. pertanyaannya, bagaimana ini bisa dijelaskan?

Jika kehidupan kita berjalan mulus saja seperti berkendara dijalan tol yang bebas hambatan,
tak ada gangguan, tak ada soal, tak ada tantangan, maka kehidupan seperti itu memang
tampak menyenangkan. Tetapi benarkah kehidupan yang tanpa gelombang dan ombak
layak kita jalani? Bukankah kehidupan seperti itu malah membosankan karena tak mengenal
petualangan?

Kita bisa menikmati hidup justru karena ada gelombang cobaan yang berhasil kita atasi. Saat
kita berhasil mengatasi sebuah masalah, kita merasa plong, legah. Kita juga merasa diri kita
secara kejiwaan makin matang, makin dewasa, makin bijaksana. Jadi, penderitaan, jika
disikapi secara positif, membuat pengertian dan pemahaman kita tentang makna hidup
lebih dalam.

Pengertian khusus

Penderitaan memang tampak dipermukaan seperti cerminan dari sifat keperkasaan Tuhan.
Tuhan dengan sifat jalal atau keagungan dan keperkasaanNya, menampakkan diri dalam
bentuk kesakitan dan cobaan yang diderita oleh manusia.

Tetapi, jika kita hayati lebih dalam, cobaan bukan saja mencerminkan sifat Jalal Tuhan,
tetapi juga sifat Jamal atau keindahanNya.

1
Para Sufi melihat penderitaan sebagai pengalamaan tentang keindahan Tuhan. Saat kita
sakit misalnya, kita mengalami keindahan Tuhan karena dengan sakit itu kita bisa makin
intens dan mendalam hubungan kita dengan Tuhan.

Ibnu ‘Athaillah memberikan penjelasan yang sangat menarik. Saat engkau sakit, Tuhan-lah
yang pro-aktif mendekatimu, mengenalmu. Saat engkau beribadah (seperti shalat dan
puasa), engkaulah yang pro aktif, pdkt (istilah jaman sekarang) terhadap Tuhan.

Mana yang lebih baik? Tuhan yang pro aktif mendekati anda, ataukah anda yang pro aktif
mendekati Tuhan? Tentu yang pertama yang jauh lebih berkualitas. Karena itu sambutlah
penderitaan dengan sikap optimisme, kegembiraan, sebab Tuhan sedang mendekatimu,
sedang ingin mengenalmu. Maka hadirkan sikap optimistik terhadap momen-momen yang
menyakitkan dalam kehidupan manusia seperti sakit dan kemiskinan. Penderitaan tak harus
dikutuk dan disesali. Penderitaan dihayati dan dimaknai sebagai sarana yang mendekatkan
kita kepada Tuhan.

Tetapi ini jangan dimaknai bahwa kita lebih baik menderita terus, tanpa berusaha untuk
mencari solusi dan jalan keluar. Bukan itu yang dimaksudkan. Kita tetap diwajibkan mencari
jalan keluar dari penderitaan kita. Jalan keluar itu justru dimudahkan jika kita bersikap
positif terhadap sakit yang sedang kita derita.

Mari kita berdoa agar semua yang sedang dan menderita diringankan, dilekaskan
kesembuhannya, dimudahkan jalan ikhtiarnya untuk mencari jalan keluar dari sana, dan
diberikan kemampuan menghayati penderitaan sebagai jalan pendewasaan, jalan mengenal
Tuhan secara lebih dekat.

Anda mungkin juga menyukai